Anda di halaman 1dari 22

BAB I PENDAHULUAN

Air merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu jika kebutuhan akan air belum tercukupi maka dapat memberikan dampak yang besar terhadap kerawanan kesehatan maupun sosial. Pengadaan air bersih di Indonesia khususnya untuk skala yang besar masih terpusat di daerah perkotaan, dan dikelola oleh Perusahan Air Minum (PAM) kota yang bersangkutan. Namun demikian secara nasional jumlahnya masih belum mencukupi dan dapat dikatakan relatif kecil yakni 16,08 % (1995). Untuk daerah yang belum mendapatkan pelayanan air bersih dari PAM umumnya mereka menggunakan air tanah (sumur), air sungai, air hujan, air sumber (mata air) dan sebagainya. Dari data ststistik 1995, prosentase banyaknya rumah tangga dan sumber air minum yang digunakan di berbagai daerah di Indonesia sangat bervariasi tergantung dari kondisi geografisnya. Secara nasional yakni sebagai berikut : yang menggunakan air leding (PAM) 16,08 %, air tanah dengan memakai pompa 11,61 %, air sumur (perigi) 49,92 %, mata air (air sumber) 13,92 %, air sungai 4,91 %, air hujan 2,62 % dan lainnya 0,80 %. Berdasarkan data tersebut, faktanya masyarakat Indonesia kecenderungan tinggi menggunakan air sumur. Air sumur merupakan sumber utama air minum bagi masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan. Untuk mendapatkan sumber air tersebut umumnya manusia membuat sumur gali atau sumur pantek. Padahal permasalahannya, air tanah (air sumur) yang dikonsumsi masyarakat kurang memenuhi syarat sebagai air minum atau bahkan beberapa tidak layak minum. Air tanah sering mengandung zat besi (Fe) cukup besar. Adanya kandungan Fe dalam air menyebabkan warna air tersebut berubah menjadi kuning-coklat setelah beberapa saat kontak dengan udara. Di samping dapat mengganggu kesehatan juga menimbulkan bau yang kurang enak serta menyebabkan warna kuning pada diding bak serta bercak-bercak kuning pada pakaian. Kandungan Fe tidak hanya terlarut dalam air sumur namun terdapat pula pada air sungai namun memang kandungan terbesar pada air sumur.

Untuk menanggulangi masalah tersebut, salah satu alternatif yakni dengan cara mengolah air tanah atau air sumur sehingga didapatkan air dengan kualitas yang memenuhi syarat kesehatan. Air yang layak diminum, mempunyai standar persyaratan tertentu yakni persyaratan fisis, kimiawi dan bakteriologis, dan syarat tersebut merupakan satu kesatuan. Oleh karena itu, sangat perlu caracara pengolahan air minum terkait dengan penghilangan konsentrasi Fe di dalam air terutama dalam hal ini adalah air tanah (air sumur).

BAB II ISI

2.1

Zat Besi (Fe) dalam Air Besi adalah salah satu elemen yang dapat ditemui hampir pada setiap tempat di bumi, pada semua lapisan geologis dan semua badan air. Pada umumnya besi yang ada di dalam air dapat bersifat terlarut sebagai Fe2+ atau Fe3+ bentuk senyawa yang larut air dan tidak berwarna. Jika air tersebut berhubungan dengan udara maka ion Fe2+ secara perlahan akan teroksidasi menjadi bentuk senyawa ferri (Fe3+) yang tidak larut dalam air. Senyawa-senyawa ini berwarna coklat dan dapat menimbulkan bau dan rasa yang kurang enak. Kandungan ion Fe (Fe2+,Fe3+) pada air sumur bor berkisar antara 57 mg/L. Tingginya kandungan Fe (Fe2+,Fe3+) ini berhubungan dengan keadaan struktur tanah. Struktur tanah di bagian atas merupakan tanah gambut, selanjutnya berupa lempung gambut dan bagian dalam merupakan campuran lempung gambut dengan sedikit pasir. Dalam bentuk ikatan besi dapat berupa Fe2O3, Fe(OH)2, Fe(OH)3 atau FeSO4 tergantung dari unsur lain yang mengikatnya. Dinyatakan pula bahwa besi dalam air adalah bersumber dari dalam tanah sendiri di sampng dapat pula berasal dari sumber lain, di antaranya dari larutnya pipa besi, reservoir air dari besi atau endapan buangan industri. Konsentrasi besi terlarut yang masih diperbolehkan dalam air bersih adalah sampai dengan 0,1 mg/l.

2.2

Faktor Pengaruh Kelarutan Fe dalam Air Hal-hal yang mempengaruhi kelarutan Fe dalam air, antara lain: 1. Kedalaman Air hujan yang turun jatuh ke tanah dan mengalami infiltrasi masuk ke dalam tanah yang mengandung FeO akan bereaksi dengan H2O dan CO2 dalam tanah dan membentuk Fe(HCO3)2 di mana

semakin dalam air yang meresap ke dalam tanah semakin tinggi juga kelarutan besi karbonat dalam air tersebut. 2. pH pH air akan terpengaruh terhadap kesadahan kadar besi dalam air, apabila pH air rendah akan berakibat terjadinya proses korosif sehingga menyebabkan larutnya besi dan logam lainnya dalam air, pH yang rendah kurang dari 7 dapat melarutkan logam. Dalam keadaan pH rendah, besi yang ada dalam air berbentuk ferro dan ferri, dimana bentuk.ferri akan mengendap dan tidak larut dalam air serta tidak dapat dilihat dengan mata sehingga mengakibatkan air menjadi berwarna,berbau dan berasa. 3. Suhu Suhu adalah temperatur udara. Temperatur yang tinggi menyebabkan menurunnya kadar O2 dalam air, kenaikan temperatur air juga dapat mengguraikan derajat kelarutan mineral sehingga kelarutan Fe pada air tinggi. 4. Bakteri besi Bakteri besi (Crenothrix, Lepothrix, Galleanella, yang dapat

Sinderocapsa dan Sphoerothylus) adalah bakteri

mengambil unsur besi dari sekeliling lingkungan hidupnya sehingga mengakibatkan turunnya kandungan besi dalam air, dalam aktifitasnya bakteri besi memerlukan oksigen dan besi sehingga bahan makanan dari bakteri besi tersebut. Hasil aktifitas bakteri besi tersebut menghasilkan presipitat (oksida besi) yang akan menyebabkan warna pada pakaian dan bangunan. Bakteri besi merupakan bakteri yang hidup dalam keadaan anaerob dan banyak terdapat dalam air yang mengandung mineral. Pertumbuhan bakteri akan menjadi lebih sempurna apabila air banyak mengandung CO2 dengan kadar yang cukup tinggi. 5. CO2 agresif Karbondioksida (CO2) merupakan salah satu gas yang terdapat dalam air. Berdasarkan bentuk dari gas Karbondioksida

(CO2) di dalam air, CO2 dibedakan menjadi CO2 bebas yaitu CO2 yang larut dalam air, CO2 dalam kesetimbangan, CO2 agresif. Dari ketiga bentuk Karbondioksida (CO2) yang terdapat dalam air, CO2 agresif lah yang paling berbahaya karena kadar CO2 agresif lebih tinggi dan dapat menyebabkan terjadinya korosi sehingga berakibat kerusakan pada logam-logam dan beton. Menurut Powell, CO2 bebas yang asam akan merusak logam apabila CO2 tersebut bereaksi dengan air karena akan merusak logam. Reaksi ini dikenal sebagai teori asam, dengan reaksi sebagai berikut: 2 Fe + H2CO3 FeCO3 + 2 H+ 2 FeCO3 + 5 H2O +1/2 O2 2 Fe(OH)2 + 2 H2CO3 Dalam reaksi di atas dapat dilihat bahwa asam karbonat tersebut secara terus-menerus akan merusak logam, karena selain membentuk FeCO3 sebagai hasil reaksi antara Fe dan H2CO3, selanjutnya FeCO3 bereaksi dengan air dan gas oksigen (O2) menghasilkan zat 2FeOH dan 2H2CO3 di mana H2CO3 tersebut akan menyerang logam kembali sehingga proses pengrusakan logam akan berjalan secara terus-menerus mengakibatkan kerusakan yang semakin lama semakin besar pada logam tersebut.

2.3

Permasalahan Kelarutan Fe dalam Air Apabila kosentrasi besi terlarut dalam air melebihi batas akan menyebabkan berbagai masalah, antara lain: 1. Gangguan teknis Endapan Fe(OH) bersifat korosif terhadap pipa dan akan mengendap pada saluran pipa, sehingga mengakibatkan pembuntuan dan efek-efek yang dapat merugikan seperti: mengotori bak yang terbuat dari seng, mengotori wastafel dan kloset. 2. Gangguan fisik Gangguan fisik yang ditimbulkan oleh adanya besi terlarut dalam air adalah timbulnya warna, bau, rasa. Air akan terasa tidak enak bila konsentrasi besi terlarutnya > 1,0 mg/l.

3.

Gangguan kesehatan Senyawa besi dalam jumlah kecil di dalam tubuh manusia berfungsi sebagai pembentuk sel-sel darah merah, di mana tubuh memerlukan 7-35 mg/hari yang sebagian diperoleh dari air. Tetapi zat Fe yang melebihi dosis yang diperlukan oleh tubuh dapat menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini dikarenakan tubuh manusia tidak dapat mengsekresi Fe, sehingga bagi mereka yang sering mendapat tranfusi darah warna kulitnya menjadi hitam karena akumulasi Fe. Air minum yang mengandung besi cenderung menimbulkan rasa mual apabila dikonsumsi. Selain itu dalam dosis besar dapat merusak dinding usus. Kematian sering kali disebabkan oleh rusaknya dinding usus ini. Kadar Fe yang lebih dari 1 mg/l akan menyebabkan terjadinya iritasi pada mata dan kulit. Apabila kelarutan besi dalam air melebihi 10 mg/l akan menyebabkan air berbau seperti telur busuk. Pada Hemokromatesis primer besi yang diserap dan disimpan dalam jumlah yang berlebihan di dalam tubuh. Feritin berada dalam keadaan jenuh akan besi sehingga kelebihan mineral ini akan disimpan dalam bentuk kompleks dengan mineral lain yaitu hemosiderin. Akibatnya terjadilah sirosis hati dan kerusakan pankreas sehingga menimbulkan diabetes. Hemokromatis sekunder terjadi karena transfusi yang berulang-ulang. Dalam keadaan ini besi masuk ke dalam tubuh sebagai hemoglobin dari darah yang ditransfusikan dan kelebihan besi ini tidak disekresikan.

2.4

Cara Penghilangan Fe dalam Air Zat besi (Fe) dalam air biasanya terlarut dalam bentuk senyawa atau garam bikarbonat, garam sulfat, hidroksida dan juga dalam bentuk koloid atau dalam keadaan bergabung dengan senyawa organik. Oleh karena itu cara pengolahannyapun harus disesuaikan dengan bentuk senyawa besi

dalam air yang akan diolah. Ada beberapa cara untuk menghilangkan zat besi dalam air, di antarannya yakni: 1. Penghilangan Fe dengan Cara Oksidasi a. Oksidasi dengan udara (aerasi) Proses oksidasi dilakukan dengan menggunakan udara biasa disebut aerasi yaitu dengan cara memasukkan udara dalam air. Adanya kandungan alkalinity, (HCO3)- yang cukup besar dalam air, akan menyebabkan senyawa besi atau mangan berada dalam bentuk senyawa ferro bikarbonat, Fe(HCO3)2 atau mangano bikarbonat, Mn(HCO3)2. Oleh karena bentuk CO2 bebas lebih stabil daripada (HCO3)-, maka senyawa bikarbonat cenderung berubah menjadi senyawa karbonat. Fe(HCO3)2 FeCO3 + CO2 + H2O Dari reakasi tersebut dapat dilihat, jika CO2 berkurang, maka kesetimbangan reaksi akan bergeser ke kanan dan selanjutnya reaksi akan menjadi sebagai berikut : FeCO3 + CO2 Fe(OH)2 + CO2 Hidroksida besi (II) masih mempunyai kelarutan yang cukup besar, sehingga jika terus dilakukan oksidasi dengan udara atau aerasi akan terjadi reaksi (ion) sebagai berikut: 4 Fe2+ + O2 + 10 H2O 4 Fe(OH)3 + 8 H+ Sesuai dengan reaksi tersebut, maka untuk mengoksidasi setiap 1 mg/l zat besi dibutuhkan 0,14 mg/l oksigen. Pada pH rendah, kecepatan reaksi oksidasi besi dengan oksigen (udara) relatif lambat, sehingga pada prakteknya untuk mempercepat reaksi dilakukan dengan cara menaikkan pH air yang akan diolah. Pengaruh pH terhadap oksidasi besi dengan udara (aerasi) dapat dilihat pada Tabel 1.

b.

Oksidasi dengan khlorine (khlorinasi) Khlorine, Cl2 dan ion hipokhlorit, (OCl)- adalah merupakan bahan oksidator yang kuat sehingga meskipun pada kondisi pH rendah dan oksigen terlarut sedikit, dapat mengoksidasi dengan cepat. Reaksi oksidasi antara besi dengan khlorine adalah sebagai berikut: 2 Fe2+ + Cl2 + 6 H2O 2 Fe(OH)3 + 2 Cl- + 6 H+ Berdasarkan reaksi tersebut di atas, maka untuk mengoksidasi setiap 1 mg/l zat besi dibutuhkan 0,64 mg/l khlorine. Tetapi pada prakteknya, pemakaian khlorine ini lebih besar dari kebutuhan teoritis karena adanya reaksi-reaksi samping yang mengikutinya. Di samping itu apabila kandungan

besi dalam air baku jumlahnya besar, maka jumlah khlorine yang diperlukan dan endapan yang terjadi juga besar sehingga beban flokulator, bak pengendap dan filter menjadi besar pula. Berdasarkan sifatnya, pada tekanan atmosfir khlorine adalah berupa gas. Oleh karena itu, untuk mengefisienkannya, khlorine disimpan dalam bentuk cair dalam suatu tabung silinder bertekanan 5 sampai 10 atmosfir. Untuk melakukan khlorinasi, khlorine dilarutkan dalam air kemudian dimasukkan ke dalam air yang jumlahnya diatur melalui orifice flowmeter atau dosimeter yang disebut khlorinator. Pemakaian kaporit atau kalsium hipokhlorit untuk mengoksidasi atau menghilangkan besi dan mangan relatif sangat mudah karena kaporit berupa serbuk atau tablet yang mudah larut dalam air. c. Oksidasi dengan kalium permanganat Untuk menghilangkan besi dalam air, dapat pula mengoksidasinya dengan memakai oksidator kalium

permanganat dengan persamaan reaksi sebagai berikut : 3 Fe2+ + KMnO4 + 7 H2O 3 Fe(OH)3 + MnO2 + K+ + 5 H+ Secara stokhiometri, untuk mengoksidasi 1 mg/l besi diperlukan 0,94 mg/l kalium permanganat. Dalam prakteknya, kebutuhan kalium permanganat ternyata lebih sedikit dari kebutuhan yang dihitung berdasarkan stokhiometri. Hal ini disebabkan karena terbentuknya mangan dioksida yang

berlebihan yang dapat berfungsi sebagai oksidator dan reaksi berlanjut sebagai berikut : 2 Fe2+ + 2 MnO2 + 5 H2O 2 Fe(OH)3 + Mn2O3 + 4 H+ 2. Penghilangan Fe dengan Cara Koagulasi a. Proses koagulasi dengan penambahan bahan koagulan Sebagaimana diketahui pada bab-bab terdahulu bahwa zat besi banyak terdapat dalam air tanah dan pada umumnya berada dalam bentuk senyawa valensi 2 atau dalam bentuk ion Fe2+. Lain halnya jika besi tersebut berada dalam air dalam

bentuk senyawa organik dan koloid, misalnya bersenyawa dengan zat warna organik atau asam humus (humic acid), maka keadaan yang demikian susah dihilangkan baik dengan cara aerasi, penambahan khlorine maupun dengan penambahan kalium permangganat. Adanya partikel-partikel halus

Fe(OH)3.nH2O air juga sukar mengendap dan menyebabkan air menjadi keruh. Untuk menghilangkan zat besi seperti pada kasus tersebut di atas, perlu dilakukan koagulasi dengan

membubuhkan bahan koagulan, misalnya aluminium sulfat, Al2(SO4).nH2O dalam air yang mengandung koloid. Dengan pembubuhan koagulan tersebut, koloid dalam air menjadi bergabung dan membentuk gumpalan (flock) kemudian

mengendap. Setelah koloid senyawa besi mengendap, kemudian air disaring dengan saringan pasir cepat atau saringan pasir lambat. b. Proses koagulasi dengan cara elektrolitik Kedalam air baku dimasukkan elektroda dari

lempengan logam aluminium (Al) yang dialiri dengan listrik arus searah. Dengan adanya arus listrik tersebut, maka elektroda logam Al tersebut sedikit demi sedikit akan larut ke dalam air membentuk ion Al3+, yang oleh reaksi hidrolisa air akan membentuk Al(OH)3 merupakan koagulan yang sangat efektif. Dengan terbentuknya Al(OH)3.nH2O dan besi organik serta partikel-pertikel kolloid lain yang bermuatan negatif akan tertarik oleh ion Al3+ sehingga menggumpal menjadi partikel yang besar, mengendap dan dapat dipisahkan. Cara ini sangat efektif, tetapi makin besar skalanya maka kebutuhan listriknya makin besar pula. 3. Penghilangan Fe dengan Cara Pertukaran Ion Penghilangan besi dengan cara pertukaran ion yaitu dengan cara mengalirkan air baku yang mengandung Fe melalui suatu media

10

penukaran ion. Sehingga Fe akan bereaksi dengan media penukaran ionnya. Sebagai media penukaran ion yang sering dipakai zeolite alami yang merupakan senyawa hydrous silikat aluminium dengan Kalsium dan Natrium (Na). Di samping bahan penukar ion alami ada juga penukar ion tiruan (resin sintetis) yang mempunyai sifat yang lebih khusus. Ditinjau dari siklus penukaran ionnya, ada 2 (dua) tipe yaitu: penukaran ion dengan siklus Na yang regenerasinya dengan memakai larutan NaCl dan penukaran ion dengan siklus H yang regenerasinya dengan menggunakan larutan HCl. Reaksinya dapat ditulis sebagai berikut: a. Dengan siklus untuk Na 1) Menggunakan Zeolite Penghilangan Fe dengan zeolit Regenerasi dengan NaCl Na2Z + Fe(HCO3)2 FeZ + 2Na(HCO3) FeZ + NaCl Na2Z + FeCl2

2)

Menggunakan Resin Sintetis Penghilangan Fe R-Na2 + Fe(HCO3)2 R-Fe + 2 Na(HCO3) R-Fe + 4 NaCl 2 R-Na2 + FeCl2

Regenerasi dengan NaCl

b.

Dengan siklus Hidrogen (H) 1) Dengan media penukar Ion Zeolite Penghilangan Fe 2 H2-Z + Fe(HCO3)2 FeZ + 4 H2(CO3) FeZ + 4 HCl 2 H2Z + FeCl2

Regenerasi dengan HCl

11

2)

Dengan media penukar Ion Resin Penghilangan Fe R-H2 + Fe(HCO3)2 R-Fe + 2 H2O + 2 CO2 R-Fe + 2 HCl R-H2 + FeCl2

Regenerasi dengan HCl

Dilihat dari persamaan reaksinya maka proses penghilangan besi dengan pertukaran ion sangat mudah operasinya, tetapi jika air bakunya mempunyai kekeruhan, kandungan zat organik serta kadar Fe3+ penukar ionnya oleh kotoran tersebut sehingga daya penukar ionnya menjadi cepat jenuh. Hal ini mengakibatkan regenerasi harus lebih sering dilakukan. 4. Penghilangan Fe dengan Cara Filtrasi Kontak a. Filtrasi dengan media filter yang mengandung MnO2 Air baku yang mengandung Fe dialirkan ke suatu filter yang medianya mengandung MnO2.nH2O. Selama mengalir melalui media tersebut Fe yang terdapat dalam air baku akan teroksidasi menjadi bentuk Fe(OH)3 oksigen terlarut dalam air, dengan oksigen sebagai oksidator. Reaksinya adalah sebagai berikut: 4 Fe2+ + O2 + 10 H2O 4 Fe(OH)3 + 8 H+ Untuk reaksi penghilangan besi tersebut di atas adalah merupakan reaksi katalitik dengan MnO2 sebagai katalis. Jika kandungan mangan dalam air baku besar maka hidrat mangandioksida yang ada dalam media filter akan habis dan terbentuk senyawa MnO2.MnO.nH2O sehingga kemampuan penghilangan Fe makin lama makin berkurang. Untuk memperbaharui daya reaksi dari media fiternya dapat dilakukan dengan memberikan khlorine kedalam filter yang telah jenuh tersebut.

12

Reaksinya adalah sebagai berikut: MnO2.MnO.nH2O + 2 H2O + Cl2 2 MnO2.nH2O + 2 H + 2Clb. Dengan Mangan Zeolite Air baku yamg mengandung besi dialirkan melalui suatu filter bed yang media filternya terdiri dari mangan-zeolite (K2Z.MnO.Mn2O7). Mangan Zeolit berfungsi sebagai katalis dan pada waktu yang bersamaan besi yang ada dalam air teroksidasi menjadi bentuk ferri-oksida yang tak larut dalam air. Reaksinya adalah sebagai berikut : K2Z.MnO.Mn2O7 + 4 Fe(HCO3)2 K2Z + 3 MnO2 + 2 Fe2O3 + 8 CO2 + 4 H2O Reaksi penghilangan besi dengan mangan zeoite tidak sama dengan proses pertukaran ion, tetapi merupakan reaksi dari Fe2+ dengan oksida mangan tinggi (higher mangan oxide). Filtrat yang terjadi mengandung mengandung ferrioksida dan mangan-dioksida yang tak larut dalam air dan dapat dipisahkan dengan pengendapan dan penyaringan. Selama proses berlangsung kemampunan reaksinya makin lama makin berkurang dan akhirnya menjadi jenuh. Untuk regenerasinya dapat dilakukan dengan menambahkan larutan Kalium
+

Permanganat ke dalam zeolite yang telah jenuh tersebut sehingga akan terbentuk lagi mangan zeolite

(K2Z.MnO.Mn2O7). 5. Proses Soda Lime Proses ini adalah merupakan gabungan antara proses pemberian zat alkali untuk menaikkan pH dengan proses aerasi. Dengan menaikkan pH air baku sampai harga tertentu maka reaksi oksidasi besi dengan cara aerasi dapat berjalan lebih cepat. Zat alkali yang sering dipakai yaitu kapur (CaO) atau larutan kapur [Ca(OH)2] dan soda api [Na(OH)] atau campuran antara keduanya. Cara penambahan zat alkali yakni sebelum proses aerasi. Untuk oksidasi

13

besi, sangat efektif pada pH 8-9. Oleh karena pH air baku menjadi tinggi, maka setelah Fe nya dipisahkan, air olahan harus dinetralkan kembali. 6. Penghilangan Fe dengan Cara Bakteri Besi Pada saringan pasir lambat, pada saat operasi dengan kecepatan 10-30 meter/hari, setelah operasi berjalan 7-10 hari, maka pada permukaan atau dalam media filternya akan tumbuh dan berkembang biak bakteri besi yang dapat mengoksidasi besi yang ada dalam air. Bakteri besi mendapatkan energi aktivasi yang dihasilkan oleh reaksi oksida besi, untuk proses perkembangbiakannya. Dengan didapatkannya energi tersebut maka jumlah sel bakteri juga akan bertambah. Dengan bertambahnya jumlah sel bakteri besi tersebut, maka kemampuan mengoksidasinyapun menjadi bertambah pula. Sedangkan besi yang telah teroksidasi akan tersaring atau tertinggal dalam filter. Yang termasuk dalam grup bakteri besi yang banyak dijumpai yaitu: Crenothrix yang dapat menghilangkan besi. 7. Penghilangan Fe dengan Cara Filtrasi DuaTahap Cara ini sebetulnya untuk menghilangkan atau meniadakan proses koagulasi dan sedimentasi yaitu dengan cara melakukan penyaringan 2 (dua) tahap dengan saringan pasir cepat. Setelah proses aerasi, maka senyawa besi dalam bentuk Fe(OH)3 larut dalam air dialirkan ke dalam saringan pasir cepat secara bertahap. Cara ini dapat menghemat biaya operasi untuk koagulasi dan pengendapan tetapi beban saringan pertama akan cukup besar. 8. Cara Lain Khususnya untuk menghilangkan besi yang ada dalam air ada cara lain yang dapat digunakan yaitu dengan Oksidasi Kontak (Contact Oxydation). Air baku dialirkan melalui saringan pasir atau media lainnya yang permukaannya terlapisi oleh zat oksiferrihidroksida (FeOOH). Pada saat melalui media tersebut Fe2+ dengan waktu yang sangat singkat akan teroksidasi menjadi Fe3+ dengan zat oksigen yang terlarut (DO) sebagai oksidator.

14

Tetapi jika kandungan oksigen yang terlarut dalam air baku kecil misalnya air tanah, maka air bakunya harus dikontakkan dengan udara dengan cara kontak biasa atau menggunakan peralatan tertentu untuk suplai oksigen. Mekanisme reaksi penghilangan besi dengan oksidasi kontak adalah merupakan reaksi auto-katalitik dengan oksiferrihidroksida (FeOOH) sebagai katalis, yang banyak terdapat pada bijih limonite. Jika dibandingkan dengan cara-cara yang lain, penghilangan besi dengan cara ini mempunyai karakteristik yang sangat berbeda. Cara oksidasi kontak ini mempunyai keuntungan: 1) 2) 3) 4) Tanpa proses Koagulasi dan Pengendapan. Kecepatan filtrasi besar. Waktu pakai media filter (penyaringan) atau katalis lama. Tanpa proses regenerasi

2.5

Teknik Pengolahan Air dengan Filter Mangan Zeolit dan Filter Karbon Akif 1. Proses Pengolahan Air Proses dimulai dengan air baku dipompa ke bak penampung, kemudian dari tangki penampung, air dialirkan ke filter mangan zeolit untuk menyaring atau menghilangkan zat besi atau mangan yang ada dalam air serta menghilangkan padatan tersuspensi. Dari filter ini air dialirkan ke filter karbon aktif untuk menghilangkan kandungan zat organik, bau, rasa serta polutan mikro lainnya. Kemudian, air dialirkan ke filter cartridge. Filter cartridge ini dapat menghilangkan padatan terlarut dengan ukuran lebih besar 5 (lima) mikron. Dari filter cartridge air olahan sudah sangat jernih, dan apabila diinginkan dapat langsung diminum, air dari filter cartridge dialirkan ke sterilisator ultra violet untuk mematikan atau membunuh mikroorganisme patogen yang ada dalam air. Proses ini tanpa memerlukan energi yang besar karena bekerja dengan sistem gravitasi dan hanya memerlukan energi listrik sekitar 30 watt untuk lampu

15

disinfeksi ultravioletnya. Air yang keluar dari sterilisator UV sudah dapat diminum langsung. Skema proses pengolahan ditunjukkan pada Gambar 1.

Sumber: Said, Nusa Idaman, dkk. Pembuatan Filter untuk Menghilangkan Zat Besi dan Mangan di dalam Air. Jakarta: Kelompok Teknologi Pengelolaan Air Bersih dan Limbah Cair Direktorat Teknologi Lingkungan Kedeputian Bidang Teknologi Informasi, Energi dan Material Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

Pada saat air dipompa ke bak penampung, terjadi proses oksidasi antara zat besi yang ada dalam air dengan oksigen yang ada di udara. Reaksi kimianya dapat diterangkan sebagai berikut : 4 Fe2+ + O2 + 10 H2O 4 Fe(OH)3 + 8 H+ Reaksi oksidasi tersebut menghasilkan senyawa ferrihidroksida yang berupa gumpalan sangat halus (micro flock) yang tidak larut dalam air, sehinggga dapat tersaring pada filter mangan

16

zeolit. Berdasarkan reaksi tersebut di atas, untuk mengoksidasi setiap 1 mg/l zat besi memerlukan 0,14 mg/l oksigen. Dengan memompa air baku ke bak penampung, maka akan terjadi kontak antara zat besi yang ada dalam air dengan oksigen yang ada di udara, sehingga besi dapat dioksidasi, yang mana hal tersebut dapat meringankan beban filter mangan zeolitnya. Dengan demikian maka masa pakai (life time) dari filter mangan zeolitnya menjadi lebih lama. Zat besi yang belum teroksidasi selanjutnya akan dihilangkan di dalam filter mangan zeolit, yang reaksinya merupakan reaksi antara Fe2+ dengan mangan oksida tinggi (higher manganoxide). Mangan zeolit adalah zeolit alami (green sand) atau zeolit sintetis yang permukaannya dilapisi oleh mangan oksida tinggi yang secara umum rumus molekulnya adalah K2Z.MnO.Mn2O7. Mangan zeolit berfungsi sebagai katalis dan pada waktu yang bersamaan dapat mengoksidasi besi yang larut dalam air menjadi bentuk senyawa ferrihidroksida yang tak larut dalam air dan menempel pada permukaan mangan zeolitnya. Proses reaksinya dapat diterangkan sebagai berikut: K2Z.MnO.Mn2O7 + 4 Fe(HCO3)2 K2Z + 3 MnO2 + 2 Fe2O3 + 8 CO2 + 4 H2O Selama proses berlangsung kemampuan reaksi mangan zeolit tersebut makin lama makin berkurang dan akhirnya menjadi jenuh, dan jika sudah jenuh harus diganti dengan mangan zeolit yang baru. Lama pakai dari mangan zeolit tersebut tergantung dari kualitas air baku dan jumlah air yang disaring. Dalam keadaan normal, penggantian biasanya satu kali dalam satu tahun. Dari filter mangan zeolit, air selanjutnya dialirkan ke filter karbon aktif. Filter karbon aktif ini berfungsi untuk menghilangkan polutan organik, bau, rasa yang kurang sedap, dan polutan organik mikro lainnya. Proses reaksinya adalah berdasarkan adsorpsi secara fisika-kimia. Setelah penyaringan dengan filter karbon aktif ini air menjadi sangat jernih dan tidak berbau dan tidak berasa. Selain itu,

17

filter karbon aktif ini juga berfungsi untuk menyaring partikel kotoran yang belum tersaring pada filter mangan zeolit. Dari filter karbon aktif, air dialirkan ke filter cartride. Filter cartridge ini terbuat dari rajutan serat poliester atau dari jenis polimer, yang dapat menyaring partikel kotoran dengan ukuran antara 5 sampai 10 mikron. Dengan demikian air yang keluar dari filter cartridge ini sudah sangat jernih sekali. Setelah penyaringan dengan filter cartridge, air selanjutnya dilairkan ke alat srterilisator ultra violet (UV). Alat UV ini terdiri dari tabung kaca buntuk huruf U dan sebuah lampu UV 30 watt. Air dialirkan melalui tabung kaca, kemudian disinari dengan sinar ultra violet. Sterilisator dengan UV ini mempunyai keuntungan antara lain yakni sinar ultra violet dapat langsung mengenai sistem genetik dari bakteri sehingga proses pembunuhan bakteri dapat berlangsung dalam waktu yang singkat. Selain itu disinfeksi dengan UV tidak menghasilkan hasil samping sebagaimana disinfeksi dengan

menggunakan khlorine. Air yang keluar dari sterilisator UV ini sudah dapat langsung diminum. 2. Hasil Pengolahan Pengolahan air tanah dengan menggunakan filter mangan zeolit dan filter karbon aktif, serta dilengkapi dengan filter cartridge 5 mikron dan sterilizer ultra violet telah dicoba dan menghasilkan air lahan dengan kualitas yang baik. Berdasarkan analisa laboratorium terhadap hasil air olahan untuk parameter yang penting antara lain: kekeruhan, zat besi, mangan, zat organik (angka permanganat), total kesadahan, ammonium (NH4+), dan bakteri Coli telah memenuhi stadar baku mutu untuk air minum. Hasil analisa air olahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini. Dari hasil analisa terhadap air olahan tersebut di atas, jumlah total bakteri Coli nol, sedangkan total plate count masih di atas standar air kemasan. Hal ini air hasil olahan tersebut sudah layak

18

langsung diminum, tetapi tidak disarankan untuk disimpan dalam waktu yang lama. Tabel 2 Analisa Kualitas Air Olahan

3.

Keuntungan dan Kerugian a. Keuntungan 1) Pembuatan filter mangan zeolit atau filter karbon aktif dapat menggunakan bahan sesuai dengan material yang ada. 2) Mangan zeolit berfungsi sebagai katalis sehingga

membantu mempercepat reaksi dengan Fe. 3) Proses di sterilisator ultraviolet untuk membunuh

mikroorganisme patogen tanpa memerlukan energi yang besar karena bekerja dengan sistem gravitasi dan hanya memerlukan energi listrik sekitar 30 watt untuk lampu disinfeksi ultraviolet. 4) Sterilisator dengan UV mempunyai keuntungan yakni sinar ultarviolet dapat langsung mengenai sistem genetik dari bakteri sehingga proses pembunuhan bakteri dapat berlangsung dalam waktu yang singkat. 5) Disinfeksi dengan UV tidak menghasilkan hasil samping sebagaimana disinfeksi dengan menggunakan khlorin. 19

6)

Hasil dari pengolahan air tanah berdasarkan parameter tingkat kekeruhan, zat besi, mangan, zat organik (angka permanganat), total kesadahan, ammonium (NH4)+, dan bakteri Coli telah memenuhi standar baku mutu untuk air minum.

7) 8)

Tanpa proses koagulasi dan bahan kimia Kecepatan filtrasi cukup besar waktu pakai media filternya lama.

9)

Tanpa regenerasi dan dapat dibuatsendiri dengan harga yang relatif murah

b.

Kerugian Kemampuan reaksi mangan zeolit makin lama makin berkurang dan akhirnya menjadi jenuh sehingga perlu diganti tiap tahun.

20

BAB III PENUTUP

3.1

Kesimpulan Persyaratan standar kualitas air tentunya harus dipenuhi termasuk persyaratan kimia yang salah satunya ditentukan oleh konsentrasi zat besi (Fe) nya. Air tanah sering mengandung zat besi (Fe) cukup besar. Adanya kandungan Fe dalam air menyebabkan warna air tersebut berubah menjadi kuning-coklat setelah beberapa saat kontak dengan udara. Di samping dapat mengganggu kesehatan juga menimbulkan bau yang kurang enak serta menyebabkan warna kuning pada diding bak serta bercak kuning pada pakaian. Cara untuk menghilangkan zat besi dalam air salah satu di antarannya yakni dengan cara oksidasi, dengan cara koagulasi, cara elektrolitik, cara pertukaran ion, cara filtrasi kontak, proses soda lime, pengolahan dengan bakteri besi dan cara lainnya. Selain dengan cara oksidasi, penghilangan senyawa besi dalam air yang umum digunakan khususnya untuk skala rumah tangga yakni dengan mengalirkan ke suatu filter dengan media mangan zeolit dan karbon aktif. Teknik penghilangan Fe ini dapat menghasilkan air sesuai dengan standar air minum dan dapat langsung diminum tanpa dimasak terlebih dahulu.

3.2

Saran Air minum merukan kebutuhan primer bagi kehidupan manusia. Sumber air minum yang digunakan manusia memungkinkan untuk tidak bebas dari konsentrasi zat besi (Fe) nya. Oleh karena itu perlu pengolahan lebih lanjut terlebih dahulu. Untuk skala rumah tangga lebih baik digunakan teknik pengolahan air dengan menggunakan mangan zeolit dan karbon aktif karena selain dapat menghilangkan senyawa Fe, juga mempunyai keuntungan yang banyak di antaranya harga relatif murah dan tanpa proses koagulasi dan bahan kimia.

21

DAFTAR PUSTAKA Anonymous. 2009. Mengatasi Zat Besi (Fe) Tinggi dalam Air.

http://advancebpp.wordpress.com/2009/04/16/mengatasi-zat-besi-fetinggi-dalam-air/ (sitasi 16 Oktober 2011) Said, Nusa Idaman, dkk. 1999. Pembuatan Filter untuk Menghilangkan Zat Besi dan Mangan di dalam Air.

http://bimakab.go.id/index.php?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=1 43 (sitasi 16 Oktober 2011) Said, Nusa Idaman, dkk. 1999. Cara Pengolahan Air Sumur Untuk Kebutuhan Air Minum.

http://www.kelair.bppt.go.id/Publikasi/Buku10Patek/01AKUA.pdf (sitasi 16 Oktober 2011)

22

Anda mungkin juga menyukai