Anda di halaman 1dari 16

ir Jernih Pangalengan Kandung Besi Tinggi Saturday, 06 November 2010 BANDUNG(SINDO) Air jernih di salah satu desa di Kecamatan

n Pangalengan, Kabupaten Bandung, diketahui mengandung kadar besi (Fe) yang tinggi atau 10 kali lipat dari standar FE air nasional yang sebesar 0,1 Ppm. Hal itu diketahui dari hasil penelitian Himpunan Mahasiswa Kimia atau Amicorum Scintiae Chemicae Associatio (Amisca) Institut Teknologi Bandung (ITB) Agustus lalu. Pengurus Amisca ITB Hasan Ramdhani memaparkan, pihaknya melakukan penelitian di sumbersumber mata air di Desa Margaluyu, Kecamatan Pangalengan.Sampling diambil dari air sumur warga, tempat penampungan air, dan sumur paling bersih.Daerah tersebut merupakan kawasan yang terdampak gempa pada bencana gempa bumi pada September tahun lalu. Kondisi air di kawasan tersebut dipengaruhi oleh faktor alam dan geografis seperti halnya situasi tanah. Pada penelitian disebutkan kecil kemungkinan hal ini disebabkan, oleh pencemaran limbah industri. Penelitian dilakukan dalam rangkaian Chemistry for Nation Amisca ITB. Diakui Hasan, hasil penelitian tersebut tidak mewakili kondisi air di Jawa Barat. Masih di sekitar kawasan itu, tidak semua daerah di Jabar, ujar Hasan dalam jumpa pers Chemistry for Nation Save Water Save the Future di Rektorat ITB, Jalan Tamansari, Kota Bandung,Jumat (5/11). Hasan menjelaskan,kadar besi pada air menyebabkan dampak bagi kesehatan individu yang mengonsumsinya. Air tersebut bisa menyebabkan ginjal rusak, diare, penyakit kulit dan penyakit-penyakit lainnya. Air dengan kadar Fe tinggi juga berdampak pada perikanan. Efek bagi kesehatan memang tidak akan dirasakan langsung, tapi dalam jangka panjang, jelas Hasan. Air mengandung Fe yang tinggi juga berbahaya bila digunakan untuk mencuci piring dan alatalat makan lainnya. Kandungan besinya bisa menempel pada alat-alat makan.Dia menegaskan,masyarakat harus waspada bahwa air yang tampak jernih secara kasat mata tidak menjamin kebersihannya. Jadi, memang air yang kelihatannya jernih juga tidak menjamin bersih dan sehat.Terutama air di daerah pedesaan. Untuk menjadikannya bersih diperlukan alat penyulingan air, ungkap Hasan. Masyarakat, sambung Hasan, sebetulnya dapat mengenali air dengan kandungan Fe yang tinggi. Ciri-ciri air tersebut berwarna agak kekuning-kuningan, adanya endapan, dan agak berbau amis. Namun tampak jernih jika dilihat kasat mata. Perlu tes laboratorium untuk memastikan kandungannya, terang Hasan. Dia mengungkapkan, persoalan krisis air bersih dibahas pada Seminar Nasional bertema Watervironment for Better Living.Acara yang juga merupakan rangkaian Chemistry for Nation ini digelar kemarin di Campus Center ITB. Kami menjadikan air sebagai tema utama karena kebutuhan air bersih yang semakin meningkat dan tidak sebanding dengan ketersediaannya, ungkap Hasan. Chemistry for Nation digelar sejak Juli hingga November tahun ini. Dalam rangkaiannya, digelar community developmentyang salah satunya mengadakan dan menyusun penelitian, lomba cerdas tangkas tingkat SMA/SMK/MA, seminar, dan juga malam kemanusiaan yang rencananya dihelat pada Minggu (14/11). Rangkaian Chemistry for Nation akan ditutup dengan peresmian alat penjernih air pada

20 November 2010 di Desa Margaluyu, pungkas Hasan. (krisiandi sacawisastra)

Group Links :

Copyright 2012 Media Nusantara Citra Group Tampilan terbaik pada resolusi 1024x768 pada browser FF1+, IE6+, Opr9+..

Legal Disclaimer Privacy Policy

Mengatasi Zat Besi (Fe) Tinggi dalam Air

Air tanah dapat terkontaminasi dari beberapa sumber pencemar. Dua sumber utama kontaminasi air tanah ialah kebocoran bahan kimia organik dari penyimpanan bahan kimia dalam bunker

yang disimpan dalam tanah, dan penampungan limbah industri yang ditampung dalam kolam besar diatas atau di dekat sumber air. Persyaratan bagi masing-masing standar kualitas air masih perlu ditentukan oleh 4 (empat) aspek yaitu : persyaratan fisis, kimia, biologis, radiologis. Persyaratan fisis ditentukan oleh faktorfaktor kekeruhan, warna, bau maupun rasa. Persyaratan kimia ditentukan oleh konsentrasi bahanbahan kimia seperti Arsen, Clhor, Tembaga, Cyanida, Besi dan sebagainya. Persyaratan biologis ditentukan baik oleh mikroorganisme yang pathogen, maupun yang non pathogen. Air sumur bor merupakan salah satu jalan yang ditempuh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan air bersih, namun tingginya kadar ion Fe (Fe2+, Fe3+) yaitu 5 7 mg/l mengakibatkan harus dilakukan pengolahan terlebih dahulu sebelum dipergunakan, karena telah melebihi standar yang telah di tetapkan oleh Departemen kesehatan di dalam Permenkes No. 416 /Per/Menkes/IX/ 1990 tentang air bersih yaitu sebesar 1,0 mg/l. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan kadar besi (Fe2+,Fe3+) dalam air adalah dengan cara aerasi. Teknologi ini juga dapat kombinasikan dengan sedimentasi dan filtrasi. Besi adalah salah satu elemen yang dapat ditemui hampir pada setiap tempat di bumi, pada semua lapisan geologis dan semua badan air. Pada umumnya besi yang ada di dalam air dapat bersifat terlarut sebagai Fe 2+ atau Fe3+. Kandungan ion Fe (Fe2+,Fe3+) pada air sumur bor berkisar antara 5 7 mg/L. Tingginya kandungan Fe (Fe2+,Fe3+) ini berhubungan dengan keadaan struktur tanah. Struktur tanah dibagian atas merupakan tanah gambut, selanjutnya berupa lempung gambut dan bagian dalam merupakan campuran lempung gambut dengan sedikit pasir. Besi dalam air berbentuk ion bervalensi dua (Fe2+) dan bervalensi tiga (Fe3+) . Dalam bentuk ikatan dapat berupa Fe2O3, Fe(OH)2, Fe(OH)3 atau FeSO4 tergantung dari unsur lain yang mengikatnya. Dinyatakan pula bahwa besi dalam air adalah bersumber dari dalam tanah sendiri di sampng dapat pula berasal dari sumber lain, diantaranya dari larutnya pipa besi, reservoir air dari besi atau endapan endapan buangan industri. Adapun besi terlarut yang berasal dari pipa atau tangki tangki besi adalah akibat dari beberapa kodisi, di antaranya : 1) Akibat pengaruh pH yang rendah (bersifat asam), dapat melarutkan logam besi. 2) Pengaruh akibat adanya CO2 agresif yang menyebabkan larutnya logam besi. 3) Pengaruh banyaknya O2 yang terlarut dalam air yang dapat pula. 4) Pengaruh tingginya temperature air akan melarutkan besi-besi dalam air. 5) Kuatnya daya hantar listrik akan melarutkan besi. 6) Adanya bakteri besi dalam air akan memakan besi. Besi terlarut dalam air dapat berbentuk kation ferro (Fe2+) atau kation ferri (Fe3+). Hal ini tergantung kondisi pH dan oksigen terlarut dalam air. Besi terlarut dapat berbentuk senyawa tersuspensi, sebagai butir koloidal seperti Fe (OH)3, FeO, Fe2O3dan lain-Iain. Konsentrasi besi terlarut yang masih diperbolehkan dalam air bersih adalah sampai dengan 0,1 mg/l. Apabila kosentrasi besi terlarut dalam air melebihi batas tersebut akan menyebabkan berbagai masalah, diantaranya :

1. Gangguan teknis Endapan Fe (OH) bersifat korosif terhadap pipa dan akan mengendap pada saluran pipa, sehingga mengakibatkan pembuntuan dan efek-efek yang dapat merugikan seperti Mengotori bak yang terbuat dari seng. Mengotori wastafel dan kloset. 2. Gangguan fisik Gangguan fisik yang ditimbulkan oleh adanya besi terlarut dalam air adalah timbulnya warna, bau, rasa. Air akan terasa tidak enak bila konsentrasi besi terfarutnya > 1,0 mg/l. 3. Gangguan kesehatan Senyawa besi dalam jumlah kecil di dalam tubuh manusia berfungsi sebagai pembentuk sel-sel darah merah, dimana tubuh memerlukan 7-35 mg/hari yang sebagian diperoleh dari air. Tetapi zat Fe yang melebihi dosis yang diperlukan oleh tubuh dapat menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini dikarenakan tubuh manusia tidak dapat mengsekresi Fe, sehingga bagi mereka yang sering mendapat tranfusi darah warna kulitnya menjadi hitam karena akumulasi Fe. Air minum yang mengandung besi cenderung menimbulkan rasa mual apabila dikonsumsi. Selain itu dalam dosis besar dapat merusak dinding usus. Kematian sering kali disebabkan oleh rusaknya dinding usus ini. Kadar Fe yang lebih dari 1 mg/l akan menyebabkan terjadinya iritasi pada mata dan kulit. Apabila kelarutan besi dalam air melebihi 10 mg/l akan menyebabkan air berbau seperti telur busuk. Pada Hemokromatesis primer besi yang diserap dan disimpan dalam jumlah yang berlebihan di dalam tubuh. Feritin berada dalam keadaan jenuh akan besi sehingga kelebihan mineral ini akan disimpan dalam bentuk kompleks dengan mineral lain yaitu hemosiderin. Akibatnya terjadilah sirosis hati dan kerusakan pankreas sehingga menimbulkan diabetes. Hemokromatis sekunder terjadi karena transfusi yang berulang-ulang. Dalam keadaan ini besi masuk ke dalam tubuh sebagai hemoglobin dari darah yang ditransfusikan dan kelebihan besi ini tidek disekresikan. Hal-Hal yang Mempengaruhi Kelarutan Fe dalam Air: 1. Kedalaman Air hujan yang turun jatuh ke tanah dan mengalami infiltrasi masuk ke dalam tanah yang mengandung FeO akan bereaksi dengan H2O dan CO2 dalam tanah dan membentuk Fe (HCO3)2 dimana semakin dalam air yang meresap ke dalam tanah semakin tinggi juga kelarutan besi karbonat dalam air tersebut. 2. pH pH air akan terpengaruh terhadap kesadahan kadar besi dalam air, apabila pH air rendah akan berakibat terjadinya proses korosif sehingga menyebabkan larutnya besi dan logam lainnya dalam air, pH yang rendah kurang dari 7 dapat melarutkan logam. Dalam keadaan pH rendah, besi yang ada dalam air berbentuk ferro dan ferri, dimana bentuk.ferri akan mengendap dan tidak larut dalam air serta tidak dapat dilihat dengan mata sehingga mengakibatkan air menjadi berwarna,berbau dan berasa. 3. Suhu Suhu adalah temperatur udara. Temperatur yang tinggi menyebabkan menurunnya kadar O2

dalam air, kenaikan temperatur air juga dapat mengguraikan derajat kelarutan mineral sehingga kelarutan Fe pada air tinggi. 4. Bakteri besi Bakteri besi (Crenothrix, Lepothrix, Galleanella, Sinderocapsa dan Sphoerothylus ) adalah bakteri yang dapat mengambil unsur ber dari sekeliling lingkungan hidupnya sehingga mengakibatkan turunnya kandungan besi dalam air, dalam aktifitasnya bakteri besi memerlukan oksigen dan besi sehingga bahan makanan dari bakteri besi tersebut. Hasil aktifitas bakteri besi tersebut menghasilkan presipitat (oksida besi) yang akan menyebabkan warna pada pakaian dan bangunan. Bakteri besi merupakan bakteri yang hidup dalam keadaan anaerob dan banyak terdapat dalam air yang mengandung mineral. Pertumbuhan bakteri akan menjadi lebih sempurna apabila air banyak mengandung CO2 dengan kadar yang cukup tinggi. 5. CO2 agresif Karbondioksida (CO2) merupakan salah satu gas yang terdapat dalam air. Berdasarkan bentuk dari gas Karbondioksida (CO2) di dalam air, CO2 dibedakan menjadi : CO2 bebas yaitu CO2 yang larut dalam air, CO2 dalam kesetimbangan, CO2 agresif. Dari ketiga bentuk Karbondioksida (CO2) yang terdapat dalam air, CO2 agresif-lah yang paling berbahaya karena kadar CO2 agresif lebih tinggi dan dapat menyebabkan terjadinya korosi sehingga berakibat kerusakan pada logam logam dan beton. Menurut Powell CO2 bebas yang asam akan merusak logam apabila CO2 tersebut bereaksi dengan air.karena akan merusak logam. Reaksi ini dikenal sebagai teori asam, dengan reaksi sebagai berikut: 2 Fe + H2CO3 ..> FeCO3 + 2 H+ 2 FeCO3 + 5 H2O +1/2 O2 ..> 2 Fe(OH)2 + 2 H2CO3 Dalam reaksi di atas dapat dilihat bahwa asam karbonat tersebut secara terus-menerus akan merusak logam, karena selain membentuk FeCO3 sebagai hasii reaksi antara Fe dan H2CO3, selanjutnya FeCO3 bereaksi dengan air dan gas oksigen (O2) menghasilkan zat 2FeOH dan 2H2CO3 dimana H2CO3 tersebut akan menyerang logam kembali sehingga proses pengrusakan logam akan berjalan secara terus-menerus mengakibatkan kerusakan yang semakin lama semakin besar pada logam tersebut. Penyebab utama Tingginya Kadar besi dalam Air 1. Rendahnya pH Air Nilai pH air normal yang tidak menyebabkan masalah adalah 7. Air yang mempunyai pH 7 dapat melarutkan logam termasuk besi. 2. Adanya Gas-gas Terlarut dalam Air. Yang dimaksud gas-gas tersebut adalah CO2 dan H2S. Beberapa gas terlarut dalam air terlarut tersebut akan bersifat korosif. 3. Bakteri Secara biologis tingginya kadar besi terlarut dipengaruhi oleh bakteri besi yaitu bakteri yang dalam hidupnya membutuhkan makanan dengan mengoksidasi besi sehingga larut. Jenis ini

adalah bakteri Crenotrik, Leptotrik, Callitonella, Siderocapsa dan Iain-Iain. Bakteri ini mempertahankan hidupnya membutuhkan oksigen dan besi. Metode Penurunan Kadar Besi (Fe) 1. Aerasi Ion Fe selalu di jumpai pada air alami dengan kadar oksigen yang rendah, seperti pada air tanah dan pada daerah danau yang tanpa udara Keberadaan ferri larutan dapat terbentuk dengan adanya pabrik tenun, kertas, dan proses industri. Fe dapat dihilangkan dari dalam air dengan melakukan oksidasi menjadi Fe (OH)3 yang tidak larut dalam air, kemudian di ikuti dengan pengendapan dan penyaringan. Proses oksidasi dilakukan dengan menggunakan udara biasa di sebut aerasi yaitu dengan cara memasukkan udara dalam air. 2 Sedimentasi Sedimentasi adalah proses pengendapan partikel-partikel padat yang tersuspensi dalam cairan/zat cair karena pengaruh gravitasi (gaya berat secara alami). Proses pengendapan dengan cara gravitasi untuk mengendapkan partikel-partikel tersuspensi yang lebih berat daripada air, ini yang sering dipergunakan dalam pengolahan air. Sedimentasi dapat berlangsung sempurna pada danau yang airnya diam atau suatu wadah air yang dibuat sedemikian rupa sehingga air di dalamya keadaan diam. Pada dasarnya proses tersebut tergantung pada pengaruh gaya gravitasi dari partikel tersuspensi dalam air. Sedimentasi dapat berlangsung pada setiap badan air. Biaya pengolahan air dengan proses sedimentasi relatif murah karena tidak membutuhkan peralatan mekanik maupun penambahan bahan kimia. Kegunaan sedimentasi untuk mereduksi bahanbahan tersuspensi (kekeruhan) dari dalam air dan dapat juga berfungsi untuk mereduksi kandungan organisme (patogen) tertentu dalam air. Proses sedimentasi adalah proses pengendapan dimana masing-masing partikel tidak mengalami perubahan bentuk, ukuran, ataupun kerapatan selama proses pengendapan berlangsung. Partikel-partikel padat akan mengendap bila gaya gravitasi lebih besar dari pada kekentalan dan gaya kelembaban (Enersia) dalam cairan. 3. Filtrasi Proses penyaringan merupakan bagian dari pengolahan air yang pada prinsipnya adalah untuk mengurangi bahan-bahan organik maupun bahan-bahan an organik yang berada dalam air. Penghilangan zat padat tersuspensi denggan penyaringan memiliki peranan penting, baik yang terjadi dalam pemurnian air tanah maupun dalam pemurnian buatan di dalam instalasi pengolahan air. Bahan yang dipakai sebagai media saringan adalah pasir yang mempunyai sifat penyaringan yang baik, keras dan dapat tahan lama dipakai bebas dari kotoran dan tidak larut dalam air. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penurunan kadar besi (Fe2+, Fe3+) pada air sumur bor dengan aerator. Sampel penelitian diambil dari 1 (satu) sumur bor, kemudian dipompa dengan menggunakan pompa air langsung ke aerator. Perlakuan eksperimen ini adalah melakukan aerasi, sedimentasi dan filtrasi untuk menurunkan kadar Fe (Fe2+, Fe3+) dengan membandingkan kadar Fe (Fe2+, Fe3+) antara sebelum dan sesudah perlakuan. Selang waktu pengambilan masing-masing sampel adalah 80 menit, sehingga data terdiri dari 15 liter air sampel untuk pemeriksaan.

Data kadar Fe (Fe2+, Fe3+) air sumur bor merupakan konsentrasi kadar Fe (Fe2+, Fe3+) terlarut yang terdapat dalam air sumur bor. Sebelum dilakukan pengukuran kadar Fe (Fe2+, Fe3+) dilakukan langkah-langkah yaitu, air dari Sumur bor di pompa langsung dengan menggunakan pompa air ke dalam bak penampungan sampai penuh. Kemudian membuka kran pada bak penampungan sehingga air mengalir ke cascade aerator. Setelah melewati cascade aerator air di endapkan dalam bak sedimentasi selama 60 menit setelah itu di alirkan ke bak filtrasi. Selanjutnya air disaring dengan menggunakan bak filtrasi. Air yang keluar diambil sebagai sampel untuk kemudian diperiksa. Proses penggolahan air dengan aerotor dilakukan selama lima hari di mana pada setiap harinya dilakukan pengolahan sebanyak tiga kali (tiga sampel data). Setiap sekali pengolahan tersebut membutuhkan waktu sekitar tiga jam. Rata-rata kadar Fe di dalam air hasil pemompaan sebesar 5,906 mg/lt dengan kadar tertinggi sebesar 7,153 mg/lt dan terendah sebesar 5,004 mg/lt. Sedangkan rata-rata setelah diolah dengan aerator turun menjadi 0,875 mg/lt dengan kadar tertinggi sebesar 2,245 mg/lt dan terendah 0,211 mg/lt. Sebelum uji T dilakukan terlebih dahulu dilakukan uji normalitas yaitu bertujuan untuk mengetahu apakah data berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas data dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov Test. Analisis data secara bivariat dilakukan untuk menguji hipotesis yaitu mengetahui perbedaan mean (nilai rata-rata) kadar Fe awal dan akhir perlakuan. Penelitian ini menggunakan uji komparatif dengan uji statistik parametrik yaitu Paired Sampel Test. Hasil uji beda tersebut dapat disimak dalam tabel sebagai berikut: Nilai t hitung sebesar 77,347 ( = 0.000) jika di transformasikan dengan nilai t tabel sebesar 1,761 (df = 14 dan = 0,05) mengindikasikan bahwa hipotesis nol ditolak dan menerima Hipotesis alternatif atau dapat diartikan bahwa ada perbedaan kelompok data pre-test dengan kelompok data post-test dan terbukti dengan taraf signifikasi 5%, sehingga disimpulkan bahwa ada penurunan kadar besi (Fe2+, Fe3+) pada air sumur bor dengan aerator. Unsur besi dalam jumlah sedikit diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan unsur tersebut. Unsur besi tersebut diperoleh diantaranya berasal dari air minum. Di dalam air minum, konsentrasi melebihi 2 Mg/liter dapat menimbulkan noda-noda pada peralatan dan bahan-bahan yang berwarna putih. Pada unsur ini dapat pula menimbulkan bau, warna, dan koloid pada air minum dan bahkan dapat menyebabkan rasa mual dan sakit perut. Kandungan Fe dapat ditemui pada hampir setiap lapisan geologis dan semua badan air 21). Seperti zat-zat lainnya dalam air minum misalnya Ca, Mg, Mn, unsur Fe sebagian besar juga berasal dari kontaknya dengan tanah dan pembentukan batuan. Pada umumnya kandungan Fe berasal dari daerah di mana lapisan humusnya (top soil) agak tebal. Kandungan besi dalam air minum dapat bersifat terlarut sebagai Fe2+ atau Fe3+ tersuspensi sebagai butir kolodial atau lebih besar seperti FeO, dan yang tergabung dengan zat organik/anorganik.

Untuk menurunkan kandungan Fe tersebut, diantaranya dilakukan dengan aerasi. Aerasi adalah pengolahan air dengan cara mengontakkannya dengan udara. Tujuan aerasi yaitu untuk menambahkan jumlah oksigen dalam air, menurunkan jumlah CO, dan juga digunakan untuk pengolahan air yang mengandung Fe dan Mn terlalu tinggi. Cara aerasi ini biasanya dengan mengontakkan/menyebarkan air dengan udara di atas lempengan tipis, melalui tetesan air kecil (waterfall aerator), atau dengan pencampur air dengan gelembung-gelembung udara. Dengan cara ini jumlah oksigen pada air bisa dinaikkan antara 60 80%. Berfluktuasinya kandungan Fe air tanah pada pemompaan ini, tidak terlepas dari sifat siklus hidrogen air tanah. Air tanah merupakan salah satu sumber air yang tersimpan atau terperangkap di dalam lapisan batuan yang mengalami pengisian atau penambahan secara terus menerus oleh alam. Sehingga pada saat alam mengalami musim kemarau maka penambahan airya berkurang, karena daerah pengisian (aquifer artesis) tidak terjadi hujan, begitu juga kandungan Fe yang biasanya meresap ke dalam air tanah bersama air hujan yang menembus permukaan tanah yang lapisan humusnya (gambut) cukup tebal. Jika dilakukan pemompaan terus menerus maka secara alami kadar Fe akan mengalami penurunan, begitu juga jika pada musim hujan, maka kandungan Fe akan meningkat. Setelah dilakukan pengolahan dengan aerator cycling dan cascade (tangga luncur) rata-rata penurunan kadar Fe masih relatif kecil dibandinakan dengan rata-rata kadar Fe dari sumber ke aerator cycling. Akan tetapi rata-rata penurunan kadar Fe, setelah melalui aerator cycling dan cascade kemudian dilakukan sedimentasi selama 45 menit, hasilnya cukup besar. Sedimentasi dengan waktu 45 sebenarnya belum optimal, karena partikel-partikel tersuspensi sebagai butirbutir koloidal FeO berubah menjadi sebelum mengalami pengendapan yang sempurna. Menurut Djasio Sanropie, waktu (Detention Time) pengendapan yang optimal biasanya diambil 3 jam (2 6 jam), mungkin dalam pengendapan kandungan Fe hasil aerasi ini cukup dilakukan 1 2 jam. Agar mendapatkan basil yang tepat disarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut tentang detention time, untuk sedimentasi kadar Fe yang optimal pada air sumur bor. Secara statistik dengan menggunakan uji t dengan = 5%, ditemukan adanya perbedaan yang signifikan (bermakna) rata-rata penurunan kadar Fe antara sebelum dan sesudah pengolahan dengan aerator (t hitung = 7,967 dan t tabel = 1,761). Meskipun hasil rata-rata penurunan kadar Fe selama 5 hari masih tergolong tinggi yaitu 5,596 Mg/liter, sedang Permenkes: 416/PERIX/1990, mensyaratkan kadar Fe pada air bersih 1 Ma/liter, dan air minum 0,3 Ma/liter, akan tetapi rata-rata penurunan perharinya cenderung menurun dan hasil akhir pada hari ke empat sampai kelima, rata-rata penurunan kadar Fe di bawah standar yang ditetapkan Depkes RI (1990) yaitu 0,41 dan pada hari kelima 0,22 Ma/liter. Agar hasil pengolahan air tanah (sumor bor) dengan aerator ini optimal dan hasilnya sesuai dengan standar Depkes, disarankan yaitu (1). Setiap tahap pengolahan dengan aerator dilakukan sedimentasi minimal selama 60 menit, (2). Pemberian pemasangan tabung filter dengan activated carbon, untuk menghilangkan bau dan juga zat organik/anorganik lainnya, dan (3). Setiap satu minggu sekali perlu dilakukan perawatan dengan pembersihan filter pasir pada bagian atas 10 cm, dan selanjutnya dikembalikan lagi pada tempatnya semula. Like Be the first to like this post.

ir sumur, terutama sumur pantek, pada umumnya mengandung besi (iron, Fe) dan mangan (manganese, Mn). Kandungan besi dan mangan dalam air berasal dari tanah yang memang mengandung banyak kandungan mineral dan logam yang larut dalam air tanah. Besi larut dalam air dalam bentuk fero-oksida. Kedua jenis logam ini, pada konsentrasi tinggi menyebabkan bercak noda kuning kecoklatan untuk besi atau kehitaman untuk mangan, yang mengganggu secara estetika. Kandungan kedua logam ini meninggalkan endapan coklat dan hitam pada bak mandi, atau alat-alat rumah tangga. Air yang mengandung besi atau mangan menyebabkan pakaian menjadi kusam dan tidak kinclong setelah dicuci. Sebenarnya tidak terlalu sulit untuk mengurangi atau menghilangkan kedua jenis logam tersebut dari air, keduanya teroksidasi apabila berkontak dengan udara. Besi teroksidasi menjadi feri-oksida yang bisa mengendap, demikian juga mangan. Oksidasi dilakukan dengan berbagai cara, antara lain membuatnya berkontak dengan udara, dikenal sebagai proses aerasi. Diantara cara-cara areasi yang sederhana, penulis mencoba cara yang mudah dan dapat dilakukan oleh semua orang. Caranya, air sumur ditampung dulu dalam tong plastik 100 atau 200 liter, kemudian dicelupkan kedalamnya alat pembuat gelembung seperti yang digunakan dalam akuarium. Alat ini dapat dengan mudah ditemui di supermarket yang menjual perlengkapan akuarium. Agar lebih efektif, belilah yang kapasitasnya cukup besar. Dalam pemasangan, usahakan agar selang penghisap udara tidak terendam, agar bisa menghisap udara sebanyak mungkin. Gelembung-gelembung yang terjadi akan menyebabkan air berkontak dengan udara dan proses oksidasi terjadi. Hasilnya, besi dan mangan yang teroksidasi akan mengendap di sekeliling dinding dan dasar tong, terlihat dari endapan berwarna coklat atau hitam. Air hasil aerasi kemudian bebas dari logam-logam pengganggu tersebut dan bisa digunakan untuk keperluan sehari-hari. Proses aerasi ini juga bisa menghilangkan bau yang disebabkan karena adanya zat organik. Bersihkan tong secara berkala untuk mencegah endapan besi dan mangan terbawa kembali dalam air. Dari pengalaman penulis, apabila air tanah mengandung besi dan mangan sekaligus, kedua jenis logam tersebut tidak bisa sekaligus dihilangkan dalam satu proses, umumnya besi dulu yang tereliminasi, baru kemudian mangan. Untuk itu, dianjurkan untuk melakukan proses aerasi secara bertahap, pertama untuk menghilangkan besi, dan proses yang kedua untuk menghilangkan mangan. Cara aerasi sederhana ini efektif mengurangi kandungan besi dan mangan sampai di bawah ambang batas maksimum sesuai standar air bersih dari Departemen Kesehatan. Selamat mencoba.

PENGHILANGAN BESI (Fe) dan Mangan (Mn) DALAM AIR


BAB. II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Besi (Fe) Dalam Air. II.1.1 Data propertis Besi (Fe) adalah logam berwarna putih keperakan, liat dan dapat dibentuk. Fe di dalam susunan unsur berkala termasuk logam golongan VIII, dengan berat atom 55,85g.mol -1, nomor atom 26, berat jenis 7.86g.cm-3 dan umumnya mempunyai valensi 2 dan 3 (selain 1, 4, 6). Besi (Fe) adalah logam yang dihasilkan dari bijih besi, dan jarang dijumpai dalam keadaan bebas, untuk mendapatkan unsur besi, campuran lain harus dipisahkan melalui penguraian kimia. Besi digunakan dalam proses produksi besi baja, yang bukan hanya unsur besi saja tetapi dalam bentuk alloy (campuran beberapa logam dan bukan logam, terutama karbon). (Eaton Et.al, 2005; Rumapea, 2009 dan Parulian, 2009). II.1.2 Sumber Keberadaan Kandungan Fe di bumi sekitar 6.22 %, di tanah sekitar 0.5 4.3%, di sungai sekitar 0.7 mg/l, di air tanah sekitar 0.1 10 mg/l, air laut sekitar 1 3 ppb, pada air minum tidak lebih dari 200 ppb. Pada air permukaan biasanya kandungan zat besi relatif rendah yakni jarang melebihi 1 mg/L sedangkan konsentrasi besi pada air tanah bervariasi mulai dan 0,01 mg/l sampai dengan + 25 mg/l. Di alam biasanya banyak terdapat di dalam bijih besi hematite, magnetite, taconite, limonite, goethite, siderite dan pyrite (FeS), sedangkan di dalam air umumnya dalam bentuk terlarut sebagai senyawa garam ferri (Fe3+) atau garam ferro (Fe2+); tersuspensi sebagai butir koloidal (diameter < 1 mm) atau lebih besar seperti, Fe(OH)3; dan tergabung dengan zat organik atau zat padat yang anorganik (seperti tanah liat dan partikel halus terdispersi). Senyawa ferro dalam air yang sering dijumpai adalah FeO, FeSO4, FeSO4.7 H2O, FeCO3, Fe(OH)2, FeCl2 sedangkan senyawa ferri yang sering dijumpai yaitu FePO4, Fe2O3, FeCl3, Fe(OH)3. (Eaton Et.al, 2005; Said, 2003; Perpamsi, 2002; Alaerts,1987 dan www.lenntech.com). Pada air yang tidak mengandung oksigen O2, seperti seringkali air tanah, besi berada sebagai Fe2+ yang cukup dapat terlarut, sedangkan pada air sungai yang mengalir dan terjadi aerasi, Fe2+ teroksidasi menjadi Fe3+ yang sulit larut pada pH 6 sampai 8 (kelarutan hanya di bawah beberapa m g/l), bahkan dapat menjadi ferihidroksida Fe(OH)3, atau salah satu jenis oksida yang merupakan zat padat dan bisa mengendap. (Alaerts,1987) II.1.3 Standar, Pengaruh dan Toksisitas. Konsentrasi besi dalam air minum dibatasi maksimum 0.3 mg/l (sesuai Kepmenkes RI No. 907/MENKES/SK/VII/2002), hal ini berdasarkan alasan masalah warna, rasa serta timbulnya kerak yang menempel pada sistem perpipaan. Manusia dan mahluk hidup lainnya dalam kadar tertentu memerlukan zat besi sebagai nutrient tetapi untuk kadar yang berlebihan perlu dihindari.

Garam ferro misalnya (FeSO4) dengan konsentrasi 0.1 0.2 mg/L dapat menimbulkan rasa yang tidak enak pada air minum. Dengan dasar ini standar air minum WHO untuk Eropa menetapkan kadar besi dalam air minum maksium 0.1 mg/l sedangkan USEPA menetapkan kadar maksimum dalam air yaitu 0.3 mg/l. (Arifin, 2007; Eaton Et.al, 2005 dan Said, 2003). Unsur besi mempunyai sifat sifat yang sangat mirip dengan mangan sehingga pengaruhnya juga hampir sama meskipun beberapa hal berbeda terutama nilai ambang batas. Di dalam air minum besi (Fe) dan mangan dapat berpengaruh seperti tersebut dibawah ini :
1. Menimbulkan penyumbatan pada pipa disebabkan :

Secara langsung oleh deposit (tubercule) yang disebabkan oleh endapan besi sedangkan secara tidak langsung, disebabkan oleh kumpulan bakteri besi yang hidup di dalam pipa, karena air yang mengandung besi, disukai oleh bakteri besi.
1. Selain itu kumpulan bakteri ini dapat meninggikan gaya gesek (losses) yang juga berakibat meningkatnya kebutuhan energi. Selain itu pula apabila bakteri tersebut mengalami degradasi dapat menyebabkan bau dan rasa tidak enak pada air. 2. Besi dan mangan sendiri dalam konsentrasi yang lebih besar dan beberapa mg/l, akan memberikan suatu rasa pada air yang menggambarkan rasa logam, atau rasa obat. 3. Keberadaan besi dan mangan juga dapat memberikan kenampakan keruh dan berwarna pada air dan meninggalkan noda pada pakaian yang dicuci dengan menggunakan air ini, oleh karena itu sangat tidak diharapkan pada industri kertas, pencelupan/textil dan pabrik minuman. 4. Meninggalkan noda pada bak-bak kamar mandi dan peralatan lainnya (noda kecoklatan disebabkan oleh besi dan kehitaman oleh mangan). 5. Endapan logam ini juga yang dapat memberikan masalah pada sistem penyediaan air secara individu (sumur). 6. Pada ion exchanger endapan besi dan mangan yang terbentuk, seringkali mengakibatkan penyumbatan atau menyelubungi media pertukaran ion (resin), yang mengakibatkan hilangnya kapasitas pertukaran ion. 7. Menyebabkan keluhan pada konsumen (seperti kasus red water) bila endapan besi dan mangan yang terakumulasi di dalam pipa, tersuspensi kembali disebabkan oleh adanya kenaikan debit atau kenaikan tekanan di dalam pipa/sistem distribusi, sehingga akan terbawa ke konsumen. 8. Fe2+ juga menimbulkan corrosive yang disebabkan oleh bakteri golongan Crenothric dan Clonothrix. (Oktiawan, dkk., 2007. Saifudin, 2005 ; Said, 2003 dan Perpamsi, 2002).

Zat besi (Fe) adalah merupakan suatu komponen dari berbagai enzim yang mempengaruhi seluruh reaksi kimia yang penting di dalam tubuh meskipun sukar diserap (10-15%). Besi juga merupakan komponen dari hemoglobin yaitu sekitar 75%, yang memungkinkan sel darah merah membawa oksigen dan mengantarkannya ke jaringan tubuh. Kelebihan zat besi (Fe) bisa menyebabkan keracunan dimana terjadi muntah, kerusakan usus, penuaan dini hingga kematian mendadak, mudah marah, radang sendi, cacat lahir, gusi berdarah, kanker, cardiomyopathies, sirosis ginjal, sembelit, diabetes, diare, pusing, mudah lelah, kulit kehitam hitaman, sakit kepala, gagal hati, hepatitis, mudah emosi, hiperaktif, hipertensi, infeksi, insomnia, sakit liver, masalah mental, rasa logam di mulut, myasthenia gravis, nausea, nevi, mudah gelisah dan iritasi, parkinson, rematik, sikoprenia, sariawan perut, sickle-cell anemia, keras kepala, strabismus,

gangguan penyerapan vitamin dan mineral, serta hemokromatis. (Parulian, 2009 dan Paul C. Eck, Et.al., 1989). Besi (Fe) dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan haemoglobin sehingga jika kekurangan besi (Fe) akan mempengaruhi pembentukan haemoglobin tersebut. Besi (Fe) juga terdapat dalam serum protein yang disebut dengan transferin berperan untuk mentransfer besi (Fe) dari jaringan yang satu ke jaringan lain. Besi (Fe) juga berperan dalam aktifitas beberapa enzim seperti sitokrom dan flavo protein. Apabila tubuh tidak mampu mengekskresikan besi (Fe) akan menjadi akumulasi besi (Fe) karenanya warna kulit menjadi hitam. Debu besi (Fe) juga dapat diakumulasi di dalam alveori menyebabkan berkurangnya fungsi paru-paru. Kekurangan besi (Fe) dalam diet akan mengakibatkan defisiensi yaitu kehilangan darah yang berat yang sering terjadi pada penderita tumor saluran pencernaan, lambung dan pada menstruasi. Defisiensi besi (Fe) menimbulkan gejala anemia seperti kelemahan, fatigue, sulit bernafas waktu berolahraga, kepala pusing, diare, penurunan nafsu makan, kulit pucat, kuku berkerut, kasar dan cekung serta terasa dingin pada tangan dan kaki. (Rumapea, 2009 dan Siregar, 2009). II.2 Mangan (Mn) Dalam Air. II.2.1 Data propertis Mangan (Mn) adalah logam berwarna abu abu keperakan yang merupakan unsur pertama logam golongan VIIB, dengan berat atom 54.94 g.mol-1, nomor atom 25, berat jenis 7.43g.cm-3, dan mempunyai valensi 2, 4, dan 7 (selain 1, 3, 5, dan 6). Mangan digunakan dalam campuran baja, industri pigmen, las, pupuk, pestisida, keramik, elektronik, dan alloy (campuran beberapa logam dan bukan logam, terutama karbon), industri baterai, cat, dan zat tambahan pada makanan. Di alam jarang sekali berada dalam keadaan unsur. Umumnya berada dalam keadaan senyawa dengan berbagai macam valensi. Di dalam hubungannya dengan kualitas air yang sering dijumpai adalah senyawa mangan dengan valensi 2, valensi 4, valensi 6. Di dalam sistem air alami dan juga di dalam sistem pengolahan air, senyawa mangan dan besi berubah-ubah tergantung derajat keasaman (pH) air. Perubahan senyawa besi dan mangan di alam berdasarkan kondisi pH secara garis besar dapat ditunjukan sesuai gambar 1 yang memperlihatkan bahwa di dalam sistem air alami pada kondisi reduksi, mangan dan juga besi pada umumnya mempunyai valensi dua yang larut dalam air. Oleh karena itu di dalam sistem pengolahan air, senyawa mangan dan besi valensi dua tersebut dengan berbagai cara dioksidasi menjadi senyawa yang memiliki valensi yang lebih tinggi yang tidak larut dalam air sehingga dapat dengan mudah dipisahkan secara fisik. Mangan di dalam senyawa MnCO3, Mn(OH)2 mempunyai valensi dua, zat tersebut relatif sulit larut dalam air, tetapi untuk senyawa Mn seperti garam MnCl2, MnSO4, Mn(NO3)2 mempunyai kelarutan yang besar di dalam air. (Eaton Et.al, 2005; Janelle, 2004 dan Said, 2003). II.2.2 Sumber Keberadaan Kandungan Mn di bumi sekitar 1060 ppm, di tanah sekitar 61 1010 ppm, di sungai sekitar 7 mg/l, di laut sekitar 10 ppm, di air tanah sekitar <0.1 mg/l. Mangan terdapat dalam bentuk kompleks dengan bikarbonat, mineral dan organik. Unsur mangan pada air permukaan berupa ion bervalensi empat dalam bentuk organik kompleks. Mangan banyak terdapat dalam pyrolusite

(MnO2), braunite, (Mn2+Mn3+6)(SiO12), psilomelane (Ba,H2O)2Mn5O10 dan rhodochrosite (MnCO3). (Eaton Et.al, 2005, Said, 2003; Perpamsi, 2002; dan (http://en.wikipedia.or). II.2.3 Standar, Pengaruh dan Toksisitas. Konsentrasi mangan di dalam sistem air alami umumnya kurang dari 0.1 mg/l, jika konsentrasi melebihi 1 mg/l maka dengan cara pengolahan biasa sangat sulit untuk menurunkan konsentrasi sampai derajat yang diijinkan sebagai air minum. Oleh karena itu perlu cara pengolahan yang khusus. Pada tahun 1961 WHO menetapkan konsentrasi mangan dalam air minum di Eropa maksimum sebesar 0.1 mg/l, tetapi selanjutnya diperbaharui menjadi 0.05 mg/L. Di Amerika Serikat (U.S. EPA) sejak awal menetapkan konsentrasi mangan di dalam air minum maksimum 0.05 mg/l. Jepang menetapkan total konsentrasi besi dan mangan di dalam air minum maksimum 0.3 mg/l. Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 907 tahun 2002 menetapkan kadar zat besi di dalam air minum maksimum 0.3 dan Mangan maksimum sebesar 0.1 mg/l. (Eaton Et.al, 2005 dan Said, 2003). Unsur Mn mempunyai sifat sifat yang sangat mirip dengan besi sehingga pengaruhnya juga hampir sama sesuai uraian II.1.3. Mangan termasuk logam esensial yang dibutuhkan oleh tubuh sebagaimana zat besi. Tubuh manusia mengandung Mn sekitar 10 mg dan banyak ditemukan di liver, tulang, dan ginjal. Mn dapat membantu kinerja liver dalam memproduksi urea, superoxide dismutase, karboksilase piruvat, dan enzim glikoneogenesis serta membantu kinerja otak bersama enzim glutamine sintetase. Kelebihan Mn dapat menimbulkan racun yang lebih kuat dibanding besi. Toksisitas Mn hampir sama dengan nikel dan tembaga. Mangan bervalensi 2 terutama dalam bentuk permanganat merupakan oksidator kuat yang dapat mengganggu membran mucous, menyebabkan gangguan kerongkongan, timbulnya penyakit manganism yaitu sejenis penyakit parkinson, gangguan tulang, osteoporosis, penyakit Perthes, gangguan kardiovaskuler, hati, reproduksi dan perkembangan mental, hipertensi, hepatitis, posthepatic cirrhosis, perubahan warna rambut, kegemukan, masalah kulit, kolesterol, neurological symptoms dan menyebabkan epilepsi. (Janelle, 2004; www.digitalnaturopath.com; www.lenntech.com ; http://lpi.oregonstate.edu dan http://en.wikipedia.org) II.3 Penghilangan Besi (Fe) dan Mangan (Mn) Baik besi maupun mangan, dalam air biasanya terlarut dalam bentuk senyawa atau garam bikarbonat, garam sulfat, hidroksida dan juga dalam bentuk kolloid atau dalam keadaan bergabung dengan senyawa organik. Oleh karena itu cara pengolahannyapun harus disesuaikan dengan bentuk senyawa besi dan mangan dalam air yang akan diolah. Pada proses penghilangan besi dan mangan, prinsipnya adalah proses oksidasi, yaitu menaikkan tingkat oksidasi oleh suatu oksidator dengan tujuan merubah bentuk bentuk besi terlarut menjadi bentuk besi tidak terlarut (endapan). Endapan yang terbentuk dihilangkan dengan proses sedimentasi dan filtrasi. (Oktiawan, dkk., 2007 dan Said, dkk., 1999). Pada umumnya metode yang digunakan untuk menghilangkan besi dan mangan adalah metode fisika, kimia, biologi maupun kombinasi dari masing masing metode tersebut. Metode fisika dapat dilakukan dengan cara filtrasi, aerasi, presipitasi, elektrolitik, pertukaran ion (ion exchange), adsorpsi dan sebagainya. Metode kimia dapat dilakukan dengan pembubuhan

senyawa khlor, permanganat, kapur soda, ozon, polyphosphat, koagulan, flokulan, dan sebagainya. Metode biologi dapat dilakukan dengan cara menggunakan mikroorganisme autotropis tertentu seperti bakteri besi yang mampu mengoksidasi senyawa besi dan mangan. (Oktiawan, dkk., 2007; Said, 2003; Perpamsi, 2002; Qasim, Et.al., 2000; Said, dkk., 1999; dan Bruce Seelig, 1992). Pemilihan proses tersebut dipilih berdasarkan besarnya konsentrasi zat besi atau mangan serta kondisi air baku yang digunakan. Untuk menghilangkan zat besi dan mangan di dalam air yang paling sering digunakan adalah dengan cara proses oksidasi secara kimiawi kemudian dilanjutkan dengan pemisahan endapan/ suspensi/ dispersi atau (suspended solid) yang terbentuk menggunakan proses sedimentasi dan atau filtrasi. Untuk meningkatkan efisiensi pemisahan endapan tersebut maka dapat digunakan proses koagulasi-flokulasi yang dilanjutkan dengan sedimentasi dan filtrasi. (Said, 2003; Perpamsi, 2002 dan Said, dkk., 1999) DAFTAR PUSTAKA
1. Ahmad bin Jusoh. Et. al. 2005. Study on the Removal of Iron and Manganese in Groundwater by Granular Activated Carbon. Santa Margherita Italia : Elsevier. 2. Anonim. Iron and Manganese Removal. Minnesota USA : SDWA 3. Alaerts, G. dan Sri Santika Sumestri. 1987. Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional 4. Arifin. 2007. Tinjauan dan Evaluasi Proses Kimia (Koagulasi, Netralisasi, Desinfeksi) di Instalasi Pengolahan Air Minum Cikokol, Tangerang. Tangerang : PT. Tirta Kencana Cahaya Mandiri. 5. Arifiani, N.F dan Hadiwidodo, M. 2007. Evaluasi Desain Instalasi Pengolahan Air PDAM Ibu Kota Kecamatan Prambanan Kabupaten Klaten. Semarang : FT-TL Universitas Diponegoro. 6. Bruce Seelig. Et. al. 1992. Treatment System for Household Water Supplies ; Iron and Manganese Removal. USA : NDSU. 7. C. Calderon. Et. al. 2005. Iron And Manganese Removal From Water. Mexico : Mexican Institute of Water Technology 8. Eaton, Andrew. Et.al. 2005. Standard Methods for Examination of Water and Wastewater. 21st Edition. Marryland USA : American Public Health Association. 9. Janelle Crossgrove dan Wei Zheng. 2004. Review Article : Manganese Toxicity Upon Overexposure. Indiana USA : John Wiley & Sons, Ltd. 10. Kwang Ho Choo. Et. al. 2005. Iron and Manganese Removal and Membrane Fouling During UF in Conjunction With Prechlorination for Drinking Water Treatment. Daegu Republik Korea : Kyungpook National University. 11. Liyuan Liang. 1988. Effect of Surface Chemistry on Kinetics of Coagulation of Submicron Iron Oxide Particles (a-Fe2O3) in Water. Pasadena USA : California Institute of Technology. 12. M.C Hodgkinson. Et. al. 1990. Deposition of Manganese in a Drinking Water Distribution System. Brisbane Australia : University of Queensland. 13. M.S. Malhotra. 1994. Poly Aluminium Chloride as an Alternative Coagulant. Colombo Sri Lanka : WEDC 14. M. Rehbun, N. Mazursky dan A. Oscar. 2000. Flocculation With Poly Aluminium Chloride. Haifa : Israel Institute of Technology. 15. Oktiawan, W dan Krisbiantoro. 2007. Efektifitas Penurunan Fe2+ Dengan Unit Saringan Pasir Cepat Media Pasir Aktif. Semarang : FT-TL Universitas Diponegoro.

16. Parulian, Alwin. 2009. Monitoring dan Analisis Kadar Aluminium (Al) dan Besi (Fe) Pada Pengolahan Air Minum PDAM Tirtanadi Sunggal. Medan : Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU). 17. Pahlevi, M.R. 2009. Analisis Kadar (Fe) dan Mangan Dari Air Gambut Setelah Dijernihkan Dengan Penambahan Tulang Ayam. Medan : Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU). 18. Paul C. Eck dan Larry Wilson. 1989. Iron Toxicity. Arizona USA : The Eck Institute of Applied Nutrition and Bioenergetics, Ltd. 19. Rahayu, Tuti. 2004. Karakteristik Air Sumur Dangkal Di Wilayah Kartasura Dan Upaya Penjernihannya. Surakarta : FKIP Universitas Muhammadiyah. 20. Rumapea, Nurmida. 2009. Penggunaan Kitosan dan Polyaluminium Chlorida (PAC) Untuk Menurunkan Kadar Logam Besi (Fe) dan Seng (Zn) Dalam Air Gambut. Medan : Pascasarjana USU. 21. Ruswanti, I. dkk. 2010. Membran Kitosan Padat Dari Cangkang Rajungan (Portunus pelagicus) dan Aplikasinya Sebagai Adsorben Ion Mangan (II) dan Besi (II). Semarang : Universitas Diponegoro. 22. Ralph H. Petrucci, 1993. Kimia Dasar, Prinsip dan Terapan Modern. Jakarta : Erlangga 23. Said, Nusa Idaman. 2003. Metoda Praktis penghilangan Zat besi dan Mangan Di Dalam Air Minum. Jakarta : Kelair BPPT 24. Said, N.S dan Wahjono, H.D. 1999. Pembuatan Filter Untuk Menghilangkan Zat Besi dan Mangan Di Dalam Air. Jakarta : BPPT 25. Saifudin, M.R. dkk. 2004. Efektivitas Kombinasi Filter Pasir-Zeolit, Pasir-Karbon Aktif dan ZeolitKarbon Aktif Terhadap Penurunan Kadar Mangan (Mn) Di Desa Danyung Kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjo Tahun 2004. Di Dalam Jurnal Infokes Vol 8 No.1 Maret September 2004. 26. Saifudin, M.R dan Astuti, D. 2005. Kombinasi Media Filter Untuk Menurunkan Kadar Besi (Fe). Surakarta : Universitas Muhammadiyah 27. Siregar, M. 2009. Pengaruh Berat Molekul Kitosan Nanopartikel Untuk Menurunkan Kadar Logam Besi (Fe) dan Zat Warna Pada Limbah Industri Tekstil Jeans. Medan : Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 28. Sukardjo. 1990. Kimia Anorganik. Jakarta : Rineka Cipta 29. Sugiharto.1987. Dasar dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta: UI. 30. Qasim, S.R. Et. Al. 2000. Water Work Engineering: Planning, Design & Operation. Texas : Prentice Hall PTR. 31. Winarni. 2003. Koagulasi Menggunakan Alum dan PACI. Jakarta : F-ALTL, Universitas Trisakti. 32. http://www.digitalnaturopath.com/cond/C686313.html 33. http://lpi.oregonstate.edu/infocenter/minerals/manganese/ 34. http://www.lenntech.com 35. http://en.wikipedia.org/wiki/Manganese

DATA PENDUKUNG
1. Dinas LH, 2006. Kajian Penetapan Baku Mutu Lingkungan untuk Limbah Cair di Kota Tangerang. Tangerang : Pemkot Tangerang 2. Hach. 2002. Water Analysis Handbook. 4th Edition. USA : Hach Company. 3. Keputusan Menteri Kesehatan RI. No. 907/MenKes/SK/VII/2002. Lampiran II, Tentang Kualitas Air Minum. 4. Peraturan Pemerintah RI. No. 82 Tahun. 2001. Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air

5. Perpamsi, Forkami. 2002. Peraturan Teknis Instalasi Pengolahan Air Minum. Jakarta : Tirta Dharma

Adopted by arifin_pararaja@yahoo.co.id from : BAB.II TINJAUAN PUSTAKA. Sub. II.1 II.3 dari Arifin. 2010. KAJIAN PENGHILANGAN BESI (Fe) DAN MANGAN (Mn) DI IPA CIKOKOL TANGERANG. Tangerang : PT. Tirta

Anda mungkin juga menyukai