Anda di halaman 1dari 10

CHARTECH (Biochar Technology) : PEMANFAATAN TEKNOLOGI

BIOCHAR DARI LIMBAH CANGKANG KELAPA SAWIT UNTUK


PENYERAPAN ASAM HUMAT SEBAGAI UPAYA
PENJERNIHAN AIR GAMBUT

Diajukan untuk Mengikuti


Lomba Essay Nasional
Gebyar Kimia 2022

Oleh :

RTS. Yulia Putri

UNIVERSITAS JAMBI

2022
Pendahuluan

Air merupakan komponen terpenting kebutuhan setiap makhluk hidup.


Kebutuhan ini tidak hanya untuk minum namun juga untuk memasak, mencuci
dan kegiatan lainya. Di beberapa daerah berawa khususnya dataran rendah
kebutuhan air bersih tergolong cukup langka. Hal ini disebabkan daerah rawa
banyak di tumbuhi tanah gambut yang memiliki kualitas air bewarna kecoklatan.
Indonesia sendiri memiliki luas lahan gambut terbesar di dunia yaitu sebesar
10,8% dari luasan daratan, salah satunya Jambi dengan luas lahan gambut sebesar
716.839 Ha (BPPT Baligbagda Jambi, 2017).

Perlu kita ketahui bahwasanya, air gambut mengandung senyawa organik


berupa asam humat. Asam humat terbentuk dari mikroorganisme yang telah mati
dan terurai dalam air. Asam humat memiliki sifat asam karena adanya gugus
karboksilat dan fenol yang secara ditandai warna kecoklatan pada air. Asam
humat dapat bertindak sebagai substrat untuk pertumbuhan bakteri, menghambat
degradasi bakteri dalam air, membentuk kompleks dengan logam berat seperti Fe,
Pb, Mn sehingga sulit untuk menghilangkan logam tersebut dalam air gambut.
Gugus metil pada asam humat dapat beraksi dengan ion hipoklorit yang
digunakan sebagai biosida dipabrik pada pengolahan air sehingga membentuk
senyawa organoklorin yang tergolong jenis senyawa beracun dan bisa
mengakibatkan kematian. Apabila air gambut dikonsumsi secara terus menerus
dapat menimbulkan gangguan kesehatan seperti gigi keropos, kanker hingga
kematian (Andayani dan Bagyo, 2011). Air gambut belum dimanfaatkan oleh
masyarakat sekitar karena air gambut terasa lengket dan masam jika digunakan
untuk mandi. Telah banyak metode dilakukan untuk pengolahan air gambut
seperti biokoagulan (tawas), elektrokoagulasi, membran ultrafiltrasi, serta
Koagulasi-Flokulasi (Indriyani et al.,2017). Metode pengolahan tersebut memiliki
kelemahan yaitu biaya operasionalnya yang mahal.

Pembahasan

Dilihat dari permasalahan di atas, perlu adanya tindak lanjut terhadap


teknologi penjernihan air sebagai solusi alternatif yang efektif untuk
meminimalisir kandungan asam humat pada air gambut yang memiliki kualitas

2
ramah lingkungan dan dapat masuk dipedesaan dengan skala besar yang dinilai
lebih efektif, preparasi mudah dan pembiayaan yang relatif murah yaitu dengan
memanfaatkan adsorpsi menggunakan biochar. Biochar merupakan produk
sampingan kaya berpori dari dekomposisi termal limbah untuk penyerapan
senyawa organik dengan metode pirolisis tanpa adanya penambahan bahan kimia.
Biochar mampu digunakan sebagai adsorben karena memiliki luas permukaan
pori-pori berkisar antara 5.891- 287.5107 m2/gr (Astuti et al.,2018). Biochar
dapat mempercepat aktivitas adsorpsi jika luas permukaan biochar besar. Salah
satu bahan yang dapat di gunakan untuk membuat biochar adalah cangkang
kelapa sawit. Cangkang sawit merupakan limbah terbesar dari pengolahan minyak
kelapa sawit di pabrik yaitu 60% dari produksi minyak. Cangkang kelapa sawit
ini biasanya di buat sebagai briket. Menurut Widiarsi (2008), cangkang sawit
mengandung hemiselulosa 12,61%, selulosa 26,27%, lignin 42,96%, dan abu
sebesar 1,61%, hal ini berarti cangkang sawit dapat digunakan sebagai bahan
baku biochar, dikarenakan kandungan lignin dan selulosa yang terkandung dalam
cangkang sawit mampu menyerap senyawa organik karena memiliki gugus fungsi
–OH dan –COOH (Basuki et al., 2017).

Biochar dibuat dengan melakukan karbonisasi menggunakan alat pirolisis


pada suhu 600°C selama 1 jam. Kemudian ditumbuk dan diayak dengan ukuran
150 mesh sehingga diperoleh keseragaman bentuk. Biochar dari cangkang sawit
ini dibuat massa adsorben 0,5 gram dengan variasi waktu kontak (20, 40, 60, 80,
100 dan 120) menit. Air gambut sebanyak 50 ml dimasukakan biochar dengan
berbagai variasi kemudian diaduk menggunakan shaker dan disaring, sedangkan
filtrat dilakukan pengukuran spektrofotometer UV-Vis untuk melihat kadar asam
humat yang terserap. Salah satu parameter yang mempengaruhi proses adsorpsi
adalah waktu kontak yang menunjukkan waktu yang dibutuhkan hingga
kesetimbangan adsorpsi terjadi dan untuk mengetahui kemampuan maksimal
biochar yang telah dibuat dalam menyerap asam humat.

Proses analisis menggunakan instrumen UV-VIS dengan Variasi waktu


kontak 20, 40, 60, 80, 100 dan 120 menit memperoleh hasil bahwa semakin
meningkatnya waktu kontak antara biochar dengan asam humat maka efisiensi
penyisihan asam humat semakin besar sampai dengan waktu optimum.

3
Peningkatan efesiensi ini terjadi karena jumlah sisi aktif yang tersedia pada
permukaan adsorben masih banyak yang belum terisi (belum jenuh) sehingga
memudahkan interaksi antara asam humat dengan permukaan adsorban. Menurut
penelitian Sidabutar (2018), proses penyerapan adsorben yang dikontakkan akan
mencapai kesetimbangan terlebih dahulu kemudian mengalami penurunan. Waktu
optimum yang diperoleh yaitu 100 menit sedangkan pada waktu 120 menit
mengalami penurunan (desorbsi).

Kesimpulan

Berdasarkan penjabaran diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa, inovasi


teknologi biochar dari limbah cangkang sawit yang dikarbonisasi menggunakan
metode pirolisis dapat digunakan untuk penjernihan air. Sehingga pembuatan
biochar dari cangkang sawit dapat meningkatkan nilai ekonomis dari suatu
limbah. Selain itu cangkang sawit merupakan bahan yang berpotensi untuk
dikembangkan menjadi biochar karena mengandung lignin dan selulosa yang
dapat menyerap asam humat pada air gambut yang ramah lingkungan. Sehingga,
air tersebut dapat digunakan untuk kebutuhan mencuci, memasak dan minum.
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan adsorpsi yaitu sebuah adsorben yang
digunakan memiliki luas permukaan yang besar, memiliki kandungan lignin dan
selulosa yang tinggi serta tekanan dan temperatur yang sesuai. Pada gagasan
penelitian ini analisa yang dilakukan yaitu melihat besar penyerapan asam humat
terhadap waktu kontak, dimana semakin meningkatnya waktu kontak antara
biochar dengan asam humat maka efisiensi penyisihan asam humat semakin
besar sampai dengan waktu optimum.

4
DAFTAR PUSTAKA

Andayani, W. dan A .N. M. Bagyo. 2011. TiO2 Beads For Photocatalytic


Degradation Of Humic Acid In Peat Water. Indo. J. Chem. Vol. 11 (3):
253-257.
Astuti, D. H., Sani., Y. G. Yuandana dan Karlin. 2018. Kajian Karakteristik
Biochar Dari Batang Tembakau, Batang Pepaya Dan Jerami Padi Dengan
Proses Pirolisis. Jurnal Teknik Kimia. Vol 12 (2): 41-46.
Basuki, R., B. Rusdiarso dan S. J. Santosa. 2017. Ekstraksi Adsorben Ramah
Lingkungan dari Matriks Biologi: Asam Humat Tinja Kuda (AH-TK).
Chempublish Journal. Vol. 2 (1): 13-25. BPPT Baligbagda. 2017. Jambi.
Indriyani, V., Y. Novianty dan A. Mirwan. 2017. Pembuatan Membran
Ultrafiltrasi Dari Polimer Selulosa Asetat Dengan Metode Inversi Fasa.
Konversi. Vol. 6.
Sidabutar, Y. P. 2018. Studi Adsorpsi Fe dan Mn pada Air Sumur Menggunakan
Karbon Aktif Pelepah Kelapa Sawit Sebagai Adsorben. Skripsi.
Universitas Sumatera Utara.

5
LAMPIRAN
Proses Pembuatan

Perkebunan Sawit cangkang Sawit

Karbonisasi/ pembakaran Biochar

Dilakukan Penyerapan

6
Air gambut Air bersih
Dokumentasi Lapangan Saat Penelitian

Proses Wawancara Bersama Masyarakat

Pengambilan Sampel

7
8
9
10

Anda mungkin juga menyukai