Anda di halaman 1dari 36

PROPOSAL SKRIPSI

BIODEGRADASI KADAR LOGAM FE AIR LINDI TPA CILOWONG


MENGGUNAKAN KARBON AKTIF KULIT PISANG KEPOK

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Nilai Mata Kuliah Tugas
Akhir Pada Program Studi Teknik Lingkungan

Oleh :

Ilyasa Abdul Mustafa

2201181031

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS BANTEN JAYA

2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tempat pemrosesan akhir (TPA) merupakan lokasi aktivitas pengolahan
sampah, dimana aktivitasnya selalu naik setiap tahunnya. Limbah dari aktivitas
manusia inilah yang harus diolah guna menghindari kerusakan lingkungan
(Suyani dan Alif, 2015). Bahan anorganik yang berasal dari sampah memiliki
bermacam-macam kandungan, yaitu logam berat. Sampah memiliki senyawa
logam terdekomposisi dan larut bersama terbentuknya limbah cair yang disebut
air lindi (Supriyantoni dan Endrawati, 2015). Bahan pencemar dari lindi adalah
sadahan, mangan, nitrit, besi dan logam berat yang menjadi aliran dari timbunan
sampah yang menimbulkan cemaran tanah atau air bersih. Selain itu juga
menimbulkan penyebaran penyakit serta mengakibatkan kerusakan lingkungan
hidup (Mawaddah, 2016).
Teknologi pengolahan lindi di TPA Cilowng masih menggunakan teknologi
sistem kolam, yaitu menggunakan kolam penampungan, kolam anaerobik, kolam
aerobik dan kolam stabilisasi. Konsentrasi beberapa jenis logam berat yang
terkandung dalam lindi TPA sangat beracun dan berbahaya bagi manusia dan
lingkungan sekitarnya (Dwirani et al, 2020)
Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik
Indonesia Nomor: P.59/Menlhk/Setjen/Kum.1/7/2016 tentang Baku Mutu Air
Lindi Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pada Kawasan TPA dijelaskan bahwa
kawasan TPA menghasilkan lindi yang berpotensi mencemari lingkungan
sehingga perlu adanya pengolahan lindi sebelum dibuang ke badan lingkungan.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kandungan logam
Besi (Fe) air lindi di area TPA Cilowong adalah 7,20189 mg/l (Dwirani et al.,
2020). Nilai tersebut telah melebihi nilai ambang batas (NAB) logam besi (Fe)
berdasarkan peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Baku Mutu Air Limbah yaitu 5 mg/l. Kadar logam besi (Fe) pada air yang
melebihi baku mutu dapat menyebabkan air mempunyai kekeruhan yang tinggi,
dan dapat dilihat dari warna air yang kecoklatan dan berbau (Arba, 2017). Selain
itu logam besi juga dapat berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat, seperti
mudah lelah, mual, muntah, nyeri pada perut dan diare (Putri et al, 2013).
Salah satu teknik yang memungkinkan untuk menyisihkan kandungan
logam adalah proses adsorpsi. Adsorpsi adalah peristiwa penyerapan dipermukaan
oleh suatu adsorben atau daya jerap dari zat penyerap yang terjadi pada
permukaan. Keuntungan dari proses adsorpsi adalah kesederhanaan teknologi
yang terlibat dan biaya operasional yang rendah. Dalam proses adsorpsi, adsorben
berperan penting dalam prosesnya (Asih, et al., 2015).
Adsorpsi umumnya menggunakan bahan adsorben dari karbon aktif. Karbon
aktif adalah sejenis adsorben (penyerap) yang berwarna hitam, berbentuk granula,
bulat atau bubuk. Saat ini telah dikembangkan beberapa jenis adsorben untuk
mengadsorpsi logam berat, salah satunya adalah dengan memanfaatkan selulosa
(Yudisputra, 2019).
Adsorpsi merupakan suatu langkah yang aman dan efisien sehingga dipilih
dalam penelitian ini, akan dilakukan pengukuran keefektivitasan adsorpsi logam
Fe dalam air lindi oleh arang kulit pisang kepok yang diubah menjadi serbuk
kering. Efisiensi diamati berdasarkan besarnya persentase penyerapan yang
dipengaruhi oleh variasi waktu kontak menggunakan adsorben .kulit pisang kepok
dengan sistem batch.
Berdasarkan dari latar belakang perrmasalahan tersebut yang sudah di
jelaskan, dengan demikian judul dari penelitian ini adalah “Biodegradasi Kadar
Logam Fe Air Lindi TPA Cilowong Menggunakan Karbon Aktif Kulit Pisang
Kepok”

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang tersebut, permasalahan yang dapat dirumuskan adalah
sebagai berikut:
1. Apakah kadar logam Fe air lindi TPA Cilowong dapat didegradasi
menggunakan karbon aktif kulit pisang kepok ?
2. Berapa kadar penurunan logam Fe air lindi TPA Cilowong menggunakan
karbon aktif kulit pisang kepok ?

1.3 Batasan Masalah


Penelitian ini mempunyai batasan masalah tertentu, di antaranya adalah:
a. Penelitian ini menggunakan sampel air lindi dari TPA cilowong.
b. Penelitian ini membahas mengenai kemampuan karbon aktif kulit pisang
kepok sebagai adsorben untuk menurunkan kadar logam besi (Fe) pada
air lindi TPA Cilowong.
c. Aktivator yang digunakan adalah jenis HCL.
d. Pengujian kemampuan karbon aktif dari kulit pisang kepok sebagai
penyerap logam besi (Fe) pada air lindi menggunakan instrumen AAS

1.4 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui kadar logam Fe air lindi TPA Cilowong dapat
didegradasi menggunakan karbon aktif kulit pisang kepok.
2. Untuk mengetahui kadar penurunan logam Fe air lindi TPA Cilowong
menggunakan karbon aktif kulit pisang kepok.

1.5 Manfaat Penelitian


Untuk mengetahui efisiensi adsorben kulit pisang yang dijadikan karbon
aktif dalam menurunkan logam besi Fe pada air lindi TPA
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini yaitu:
1. Bagi Mahasiswa
Dapat memberikan pengetahuan dan wawasan baru tentang penurunan
kadar logam besi Fe dengan penggunaan karbon aktif kulit pisang kepok.
2. Bagi Masyarakat
Memberikan pengetahuan dan informasi kepada masyarakat terkait upaya
pencegahan pencemaran air yang mengandung logam berat dengan
menggunakan karbon aktif kulit pisang kepok.
3. Bagi Penulis
Dapat menambah pengetahuan tentang cara pengukuran kadar logam besi
untuk mengolah limbah cair lindi dengan memanfaatkan kulit pisang
kepok dengan metode adsorpsi sistem batch.

1.6 Sistematika Penelitian


Penulisan tugas akhir dibagi kedalam 5 bab, yang terdiri dari:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan dasar-dasar penulisan yang terdiri dari latar belakang,
rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan dan
sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Bab ini berisi tentang teori-teori dasar yang digunakan dalam penelitian,
yang terdiri dari teori.

BAB III METODELOGI PENELITIAN


3.1 Lokasi dan waktu penelitian
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
3.3 Prosedur penelitian
3.4 Diagram Alir Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lindi (Leachate)

2.2 Pengertian Lindi (Leachate)


Lindi adalah limbah cair yang timbul akibat masuknya air eksternal ke
dalam timbunan sampah, melarutkan dan membilas materi-materi terlarut,
termasuk juga materi organik hasil proses dekomposisi biologis. Dimana hal ini
dapat menunjukan bahwa kuantitas dan kualitas air lindi akan sangat bervariasi
dan berfluktuasi (Damanhuri dan Padmi, 2015).

2.2.1 Proses Terbentuknya Lindi


Pada setiap lokasi tempat pembungan sampah menghasilkan cairan yang
biasa disebut lindi (leachate). Lindi terbentuk melalui proses infiltrasi dan
perkolasi baik dari air hujan, air tanah, air limpasan atau air banjir yang melewati
tempat pembuangan sampah (Sarwono dkk, 2017). Sedangkan menurut Dimas
dkk (2017), lindi berasal dari cairan timbunan sampah yang melarutkan senyawa
organik dan lindi juga terjadi ketika ada air eksternal yang masuk ke dalam
timbunan sampah baik berupa air hujan, air tanah, atau sumber lainnya. Kemudian
cairan ini masuk ke rongga-rongga sampah dan apabila kapasitasnya telah penuh
maka cairan akan keluar dan mengikat bahan organik dan anorganik melalui
proses fisika, kimia dan biologi. Keberadaan lindi dapat menyebabkan
pencemaran tanah karena mengandung beberapa bahan kimia organik dan
anorganik serta bakteri patogen. Instalasi pengolahan lindi sebagian besar masih
menggunakan sistem kolam yang terdiri dari kolam penampungan, kolam aerobik,
kolam anaerobik dan kolam stabilisasi (Ifa, 2019). Aliran lindi mempunyai bau
tidak sedap dan berwarna hitam serta adanya kandungan senyawa organik dan
anorganik (Fajariah, 2017). Menurut (Said & Hartaj, 2018) mengolah lindi
menggunakan proses biofilter anaerob-aerob dan denitrifikasi dapat mereduksi
polutan organik, menurunkan Chemical Oksigen Demand (COD) dan
mereduksi nitrit, namun belum dapat mereduksi logam-logam berat yang
terkandung dalam air lindi.

2.2.2 Karakteristik Lindi


Komposisi lindi dari TPA bervariasi seiring dengan usia dari TPA.
Semangkin bertambah usia TPA, maka konsentrasi organik dalam lindi akan
menurun sedangkan konsentrasi amonia nitrogen yang dikandung akan
meningkat. Dan resirkulasi air lindi dapat menyebabkan konsentrasi amonia tingi
namun kandungan kandungan senyawa karbon akan lebih rendah. Menurut
Damanhuri dan Padmi (2015), kualitas air lindi akan tergantung dari beberapa hal,
seperti variasi dan proporsi komponen sampah yang ditimbun, curah hujan dan
musim, umur timbunan, pola operasional, waktu dilakukannya sampling. Secara
umum lindi akan memiliki karakteristik yang tipikal yaitu :
1. Lindi dari TPA yang muda cenderung bersifat asam, berkandungan organik
yang tinggi, sehingga mempunyai ion-ion terlarut yang juga tinggi serta rasio
BOD/COD relatif tinggi.
2. Lindi dari TPA yang sudah tua akan mendekati netral, mempunyai kandungan
karbon organik dan mineral yang relatif menurun serta rasio BOD/COD relatif
menurun.
Informasi kandungan lindi yang terdapat di TPA diperlukan untuk menentukan
sistem pengolahan apa yang tepat untuk mengolah lindi secara baik sehingga
dapat memenuhi baku mutu untuk dibuang ke badan air, baik metode biologis,
fisik atau fisikokimia. Menurut Ragazzi (2016), lindi mengandung polutan yang
dapat dikategorikan menjadi empat kelompok, yaitu :
1. Senyawa organik terlarut.
2. Komponen makro anorganik.
3. Logam berat.
4. Senyawa organik xenobiotic.

2.2.3 Baku Mutu Air Lindi


Nilai baku mutu untuk kandungan logam pada air lindi diatur dalam PerMen
LH Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah, dalam lampiran XLVII
terkait Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/Kegiatan yang Belum Memiliki
Baku Mutu Air Limbah yang ditetapkan sebagai berikut:
Tabel 2.2 Baku Mutu Air Limbah
Parameter Kadar Maksimum Satuan
Ph 6-9 -
TSS 200 mg/L
Cu 2 mg/L
Cd 0,05 mg/L
Fe 5 mg/L
Pb 0,1 mg/L
As 0,1 mg/L
Ni 0,2 mg/L
Cr 0,5 mg/L
Hg 0.002 mg/L
Sumber: Permen LH Nomor 5 Tahun 2014

2.2.4 Pengolahan Air Lindi


Menurut Damanhuri dan Padmi (2015), Cara yang paling umum dalam
menangani air lindi adalah dengan mengolahnya seperti air limbah pada biasanya.
Jenis pengolahan yang dapat digunakan untuk mengolah air lindi biasanya :
1. Pengolahan kimia fisika : koagulasi-flokulasi-pengendapan.
2. Pengolahan secara anaerobik : proses lumpur aktif, kolam stabilisasi atau
kolam aerasi.
3. Pengolahan secara anaerobik : contohnya kolam stabilisasi.
4. Pengamatan sistem sorpsi : seperti karbon aktif.
5. Pengolahan terbaru : oksidasi dengan ozon, atau reverse osmosis.

2.3 Logam Berat


Logam berat merupakan pencemaran lingkungan yang sangat berbahaya
karena bersifat beracun dan tidak dapat terbiodegradasi. Pencemaran logam berat
merupakan permasalahan yang sangat serius, karena akan berdampak pada
lingkungan dan ekosistem. Apabila logam berat ditemukan dengan konsentrasi
yang tinggi didalam lingkungan maka akan sangat membahayakan lingkungan
tersebut (Agustina, 2014). Logam berat dapat mencemari lingkungan udara, air
maupun tanah. Menurut sudut pandang toksikologi, terdapat dua jenis logam berat
yaitu, logam berat esensial dan non esensial. Logam berat esensial merupakan
logam yang dalam jumlah tertentu yang sangat diperlukan oleh organisme. Akan
tetapi logam tersebut dapat menimbulkan dampak negatif jika dalam jumlah yang
berlebihan, seperti logam Zn, Cu, Fe, Mn, dan lain-lain. Sedangkan logam berat
non esensial merupakan logam yang keberadaannya dalam tubuh masih belum
diketahui manfaatnya serta bersifat racun, seperti logam Hg, Cd, Pb, Cr, dan
lainnya (Irhamni dkk, 2017).

2.4 Logam Besi (Fe)


Logam Besi (Fe) merupakan suatu logam yang melimpah pada kerak bumi
dan juga terdapat pada air minum. Kandungan logam besi yang melebihi standar
baku akan menimbulkan bau yang tidak sedap, menimbulkan warna kuning,
terjadi pengendapan pada dinding pipa, pertumbuhan bakteri besi dan kekeruhan.
Kandungan besi juga dibutuhkan dalam tubuh, terutama untuk pembentukan
hemoglobin, tetapi dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan gangguan air
seni, keseimbangan metabolisme, dan dapat merusak dinding usus (Dewi, 2019).
Logam Fe merupakan logam essensial yang keberadaannya dalam jumlah tertentu
sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan
dapat menimbulkan efek racun (Kamarati, 2018). Unsur besi banyak dijumpai
pada air tanah dan mempunyai konsentrasi karbondioksida yang tinggi pada
kondisi aerobik. Kondisi ini menyebabkan konsentrasi besi bentuk mineral tidak
larut (Fe3+) tetapi tereduksi menjadi besi yang larut dalam bentuk ion bervalensi
dua (Fe2+). Konsentrasi besi pada air tanah bervariasi mulai dari 0,01 mg/l- 25
mg/l. Namun pada air permukaan jarang ditemukan Fe melebihi 1 mg/L tetapi di
air tanah kadar Fe lebih tinggi. Air yang tidak mengandung oksigen seperti air
tanah keberadaan besi sebagai Fe2+ yang cukup tinggi, tetapi pada air sungai yang
mengalir dan terjadi aerasi Fe2+ teroksidasi menjadi Fe(OH)3, dimana Fe(OH)3 ini
sulit larut pada pH 6 sampai pH 8. Besi yang terlarut dalam bentuk Fe 2+ dalam air
biasanya dihasilkan oleh pelepasan ion Fe2+ dari bahan-bahan organik
(Asmaningrum, 2016).

2.4.1 Sumber Logam Besi (Fe)


Logam besi (Fe) yang masuk dalam perairan berasal dari aktivitas
perkapalan, tumpahan minyak, dan aktivitas pertambangan. Salah satu contoh
logam berat yang terdapat pada perairan yaitu logam berat Fe. Logam berat Fe
termasuk logam berat esensial namun apabila kandungan logam berat Fe dalam
perairan berlebihan, maka akan sangat berbahaya bagi organisme perairan
maupun lingkungan (Setiawan, 2013). Air tanah dapat terkontaminasi dari
beberapa sumber pencemar. Dua sumber utama kontaminasi air tanah ialah
kebocoran bahan kimia organik dari penyimpanan bahan kimia dalam bunker
yang disimpan dalam tanah, dan penampungan limbah industri yang ditampung
dalam kolam besar diatas atau di dekat sumber air. Sumber cemaran logam berat
Fe dapat berasal dari berbagai aktivitas manusia yang menghasilkan limbah
berupa pencemar. Bahan-bahan pencemar diangkut oleh air hujan dan gerakan air
dari laut. Logam berat Fe dalam perairan dipekatkan melalui proses biologi dan
kimia-fisika. Bioakumulasi dan biomagnifikasi merupakan proses biologi yang
mampu mengendapkan logam pada tubuh organisme melalui rantai makanan.
Proses kimia fisika, logam berat terlarut dan terendap pada sedimen dan dapat
pula terabsorbsi pada zat tersuspensi. Kadar logam berat Fe yang telah melebihi
baku mutu, maka perlu dilakukan tindak lanjut dalam mencegah gangguan yang
dapat disebabkan logam Fe (Supriyantini dan Hadi, 2015).

2.4.2 Dampak Akumulasi Besi (Fe)


Logam berat akan membentuk senyawa organik dan anorganik yang
berperan dalam merusak kehidupan makhluk hidup yang ada di dalam perairan.
Logam berat jika kepekatannya lebih tinggi dari biasanya, maka logam berat ini
akan menjadi suatu ancaman bagi kesehatan organisme jika memasuki rantai
makanan. Logam berat jika terserap ke dalam tubuh maka tidak dapat dihancurkan
tetapi akan tetap tinggal di dalamnya hingga nantinya dibuang melalui proses
ekskresi, hal serupa juga akan terjadi apabila suatu lingkungan perairan telah
terkontaminasi (tercemar) logam berat, maka proses pembersihannya akan sulit
sekali dilakukan (Desriyan et al., 2015).

2.5 Adsorpsi
Adsorpsi merupakan proses dimana fluida (baik cair maupun gas) akan
mengalami pengikatan pada suatu padatan sehingga permukaan padatan tersebut
akan membentuk lapisan tipis. Proses adsorpsi terbagi menjadi dua yaitu adsorpsi
secara fisika dan secara kimia. Adsorpsi fisika terjadi akibat dari pengaruh gaya
Van der Waals. Apabila molekul yang terdapat pada zat terlarut mengalami gaya
tarik menarik yang lebih besar dengan adsorben dari pada gaya tarik antara
molekul dengan pelarutnya maka zat terlarut tersebut akan teradsorpsi. Ikatan
yang dihasilkan dari proses ini sangat lemah, sehingga dapat dipisahkan jika
konsentrasi zat terlarut yang teradsorbsi diubah. Proses adsorpsi fisik terjadi
secara bolak balik. Untuk proses adsorpsi secara kimia, ikatan antara adsorben dan
zat terlarut yang teradsorbsi sangat kuat. Adsorpsi ini dapat terjadi diakibatkan
terbentuknya ikatan kimia antara molekul yang terdapat dalam media dengan
substansi terlarut dalam larutan. Adsorbat yang akan teradsorpsi akan semakin
banyak jika permukaan adsorben semakin luas. Luas permukaan adsorben
ditentukan oleh ukuran partikel dan jumlah dari adsorben. Adsorpsi secara kimia
tidak mudah diputuskan, yang menjadikan adsorbat sulit untuk dilepaskan dan
proses hampir tidak mungkin untuk bolak-balik (Sari & Afdal, 2017). Adsorpsi
dapat terjadi karena adanya energi pada permukaan dan gaya tarikmenarik
permukaan. Setiap permukaan mempunyai sifat yang berbeda,tergantung susunan
yang terdapat pada molekul-molekul adsorben. Setiap molekul yang terdapat 10
didalam interior dikelilingi oleh molekul-molekul lainnya, sehingga gaya tarik
menarik antar molekul akan sama besar, setimbang ke segala bagian. Pada
molekul yang terdapat dipermukaan hanya mampu melakukan gaya tarik menarik
kearah dalam. Adapun istilah yang sering dipakai pada proses adsorpsi yakni
adsorbat dan adsorben, dimana adsorbat merupakan zat yang diserap sedangkan
adsorben merupakan media penyerapnya (Pratama dkk., 2017).
2.5.1 Faktor yang Mempengaruhi Adsorpsi
Adsorpsi dipengaruhi oleh faktor sebagai berikut:
a. Luas permukaan
Pengaruh luas permukaan adsorben terhadap proses adsorpsi adalah
semakin luas permukaanya yang ditentukan oleh ukuran partikel, maka
semakin banyak zat yang teradsorpsi karena proses adsorpsi terjadi
pada permukaan adsorben (Adinata, 2013). Menurut Ismiyati (2020),
luas permukaan dengan ukuran adsorben berbanding terbalik yaitu
semakin kecil ukuran diameter adsorben maka luas permukaan semakin
besar.
b. Temperatur
Pemanasan dan pengaktifan adsorben dapat menyebabkan peningkatan
daya serap karena terbukanya pori-pori adsorben. Tetapi tingginya
pemanasan akan menyebabkan rusaknya adsorben sehingga daya
serapnya menurun (Adinata, 2013).
c. Waktu Kontak
Lamanya waktu kontak pada proses penyerapan sangat diperlukan
karena jika larutan diam yang berisikan adsorben, maka proses adsorpsi
berjalan lambat. Untuk mempercepat proses adsorpsi diperlukan proses
pengadukan sehingga lamanya waktu kontak pengadukan akan
menyebabkan jumlah ion yang terkandung dalam air akan semakin
berkurang (Ismiyati, 2020).
d. Massa Adsorben
Massa adsorben dengan jumlah partikel dan luas permukaan sebanding,
sehingga efisiensi penyisihan logam yang terdapat dalam air juga
meningkat (Ismiyati, 2020).
e. Pengadukan
Proses pengadukan yang cepat menyebabkan molekul-molekul adsorbat
akan saling bertumbukan dengan adsorben sehingga mempercepat
proses adsorpsi (Widayatno dkk., 2017).
2.6 Sistem Adsorpsi
Pada umumnya metode adsorpsi yang digunakan yaitu adsorpsi secara batch
dengan sistem pengadukan dan adsorpsi secara kontinyu dengan sistem kolom.
Adsorpsi secara batch, sistem pengadukannya menggunakan bejana sedangkan
sistem kolom menggunakan kolom tunggal, banyak, paralel, maupun secara seri
yang dapat beroperasi secara kontinyu. Perbedaan dari sistem batch dan kontinyu
terdapat pada penggunaan ukuran partikel adsorben. Pada sistem pengadukan
umumnya menggunakan ukuran partikel adsorben lebih kecil dibandingkan
dengan sistem kolom (Zaini, 2017).

2.6.1 Sistem Batch


Sistem batch merupakan proses dimana pada saat awal proses semua reaktan
dimasukkan secara bersama-sama dan pada akhir proses produk dikeluarkan.
Dalam proses ini, di awal proses semua reagen ditambahkan dan ketika proses
berlangsung tidak ada penambahan reagen atau pengeluaran produk. Sistem batch
ini cocok digunakan untuk skala kecil (Fogler, 2016: Permadi, 2019). Metode
batch dianggap cukup baik karena bahan yang digunakan mempunyai tingkat
keefektifan tinggi untuk menurunkan konsentrasi bahan pencemar yang
terkandung dalam air. Prinsip kerja batch dimana pemisahaannya dilakukan pada
satu tempat sehingga susah untuk memisahkan antara filtrat terhadap residu. Oleh
karena itu dilakukan sentrifuge untuk memisahkan filtrat dari endapan dan
dilanjutkan dengan penyaringan (Subarman dkk, 2015). Menurut Patel (2019),
sistem batch pada proses adsorpsi mempunyai kelebihan dan kekurangan
diantaranya:
Kelebihan:
a. Pengoperasiannya lebih mudah.
b. Biaya operasionalnya relatif murah.
c. Tidak ada pengaruh zat lain yang mengganggu pada saat proses
berlangsung, dikarenakan pada saat selesai proses alat langsung
dibersihkan.
d. Hasil analisa dapat dipantau dengan baik.
e. Sebagian besar peneliti menggunakan teknik ini untuk menganalisis
kelayakan sistem adsorpsi.
Kekurangan:
a. Digunakan untuk konsentasi dalam jumlah kecil dengan beban polusi
minimum, tidak memungkinkan untuk skala besar (industri).
b. Adsorben digunakan untuk menghilangkan logam berat dengan metode
penyaringan sederhana.
c. Membutuhkan waktu yang lama.

2.7 Karbon Aktif


Karbon aktif adalah bahan karbon berpori yang telah mengalami reaksi
dengan gas atau dengan penambahan bahan kimia sebelumnya, selama atau
setelah karbonisasi untuk meningkatkan sifat serapnya. Karbon aktif memiliki
sifat penting yaitu daya serap/ adsorpsi. Adsorpsi adalah suatu peristiwa fisika
atau kimia pada permukaan yang dipengaruhi oleh suatu reaksi kimia antara zat
penyerap/ adsorben dan zat terserap/ adsorbat. Faktor-faktor yang mempengaruhi
daya serap adalah sifat adsorben, jumlah serapan, temperatur, pH / derajat
keasaman, dan waktu (Noer, et al. 2014).
Penggunaan karbon aktif banyak diterapkan di dalam proses pemisahan,
pemurnian gas, pendinginan elektrokatalis dan pemurnian air (penjernihan air).
Karbon aktif sering digunakan untuk menghilangkan berbagai jenis logam berat.
Ada beberapa proses dalam memproduksi karbon aktif seperti proses karbonisasi
yaitu memecah bahan organik menjadi karbon pada suhu 400-900℃ dengan
tujuan menguapkan zat volatile sehingga pori-pori permukaan terbuka. Kemudian
dilakukan aktivasi pada pori-pori karbon aktif untuk memperlebar diameter pori
dan meningkatkan volume yang terserap dalam pori serta kinerja dalam adsorpsi
lebih optimal (Erawati dan Fernando, 2018). Adapun faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap daya penyerapan karbon aktif adalah sifat larutan, sifat
karbon aktif, sifat adsorbat dan sistem kontak. Sifat arang aktif juga dipengaruhi
oleh aktivasi yang digunakan, yang dapat meningkatkan daya serap (Laos dan
Selan, 2016).
Menurut Adinata (2013), pembuatan karbon aktif melalui 2 proses yaitu
karbonisasi dan aktivasi. Proses karbonisasi adalah proses membakar bahan baku,
dipengaruhi oleh faktor:
a. Waktu Karbonisasi
Waktu karbonisasi berbeda yaitu tergantung jenis bahan yang akan
digunakan seperti kulit pisang membutuhkan waktu 2 jam.
b. Suhu Pemanasan
Reaksi endotermis akan terjadi pada suhu 100-200℃, pada suhu tersebut
bahan organik terurai dan menguap, kemudian suhu 225-275℃ terjadi
reaksi eksotermis yang menyebabkan terurainya lignoselulosa. Suhu yang
semakin tinggi menyebabkan semakin berkurangnya arang yang diperoleh
karena banyaknya zat-zat yang terurai dan teruapkan.
c. Kadar Air
Proses pembakaran berjalan kurang baik apabila kadar air pada bahan
tinggi dan bara yang terbentuk mudah mati sehingga memerlukan waktu
yang lama untuk menghilangkan uap.
d. Ukuran Bahan
Bahan dengan ukuran yang semakin kecil akan mempercepat perantaraan
keseluruhan umpan sehingga pirolisis berjalan dengan sempurna.
2.7.1 Bentuk-Bentuk Karbon Aktif
Ada 3 bentuk utama karbon aktif yaitu :
a. Karbon Aktif Berbentuk Serbuk
Karbon aktif berupa serbuk dengan diameter lebih kecil dari 0,18 mm.
Biasa digunakan untuk mengadsorpsi fase cair dan gas serta
dimanfaatkan pada industri pengolahan air minum, industri farmasi,
bahan tambahan makanan, penghalus gula, pemurnian glukosa dan
pengolahan zat pewarna kadar tinggi (Ibrahim, et al., 2015).
b. Karbon Aktif Berbentuk Granula
Karbon aktif berbentuk granula atau tidak berpola dengan diameter
antara 0,2 sampai 5 mm. Bentuk karbon aktif ini dimanfaatkan pada
aplikasi secara fasa cair dan gas. Umumnya jenis ini digunakan untuk:
pemurnian emas, pengolahan air, air limbah dan air tanah, pemurnian
pelarut dan meremoval bau busuk (Ibrahim, et al., 2015).
c. Karbon Aktif Berbentuk Pellet
Karbon aktif berupa pellet diproduksi dengan proses pencetakan
silinder dengan luas penampang dari 0,8 sampai 5 mm. Karbon aktif
berbentuk pellet umumnya digunakan untuk aplikasi pada fasa gas,
karena memiliki tekanan rendah, kekuatan mekanik tinggi dan kadar
abu rendah. Umumnya dimanfaatkan untuk pemurnian udara, kontrol
emisi, tromol otomotif, pengurangan kotoran dan mengontrol emisi
pada gas buang (Ibrahim et al, 2015).

2.8 Aktivasi
Aktivasi merupakan proses perlakuan terhadap karbon aktif yang bertujuan
agar membuka pori-pori pada karbon yakni dengan cara memisahkan ikatan
hidrokarbon atau mengoksidasi molekul-molekul pada permukaan karbon aktif
hingga berubah sifatnya, baik fisika maupun kimia, sehingga permukaan karbon
aktif dapat bertambah luas dan berpengaruh terhadap daya serap adsorpsi. Luas
permukaan berhubungan erat dengan aktivasi dikarenakan reaksi terjadi pada
permukaan. Semakin besar luas permukaan maka semakin banyak molekul-
molekul pada zat pereaksi yang teradsorpsi pada permukaan sehingga aktivitas
nya akan bertambah besar.
Proses aktivasi dapat dilakukan secara kimia dan fisika. Prinsip aktivasi
kimia adalah melakukan perendaman adsorben dengan senyawa kimia sebelum
dipanaskan. Proses ini diawali dengan perendaman adsorben dalam larutan
pengaktivasi selama 24 jam, lalu disaring dan dipanaskan dengan suhu 600-900
°C selama 1 hingga 2 jam tanpa oksigen. Suhu yang panas akan menyebabkan
bahan pengaktif masuk diantara renggangan lapisan heksagonal dan selanjutnya
membuka permukaan yang masih tertutup. Adapun aktivator yang umum
digunakan untuk aktivasi kimia yakni HCl, NH 4Cl, H3PO4, HNO3, AlCl3, NaOH,
KOH, SO3, KMnO4, K2S dan H2SO4 (Muji dkk., 2018).
Proses aktivasi secara fisika yakni akan berlangsung pemisahan rantai
karbon dari senyawa-senyawa organik dengan bantuan suhu yang tinggi.
Pemanasan diatas temperatur 800°C sampai 1100°C dapat mengeluarkan molekul-
molekul air yang 11 terjebak pada rangka kristal, dimana dua gugus OH yang
berdampingan akan membebaskan satu molekul air. Aktivasi fisika disebut juga
dengan aktivasi termal. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil akhir
aktivasi yakni laju kenaikan suhu, suhu proses, activating agent, dan alat yang
diaplikasikan pada proses tersebut.

2.8.1 Asam Klorida (HCl)


Asam klorida (Hcl) adalah suatu senyawa kimia yang bersifat monoprotik
yaitu dapat melepaskan satu ion hidrogen hanya sekali per molekul di dalam
larutan. Larutan asam klorida dapat terurai dalam larutan dan mengeluarkan
panas. Kelarutan asam klorida di dalam air pada suhu kamar mencapai 42% berat.
Larutan asam klorida juga dapat bereaksi dengan logam dan larutan yang
mengandung besi, klorin dan bahan organik lainnya akan berubah kekuningan
(Ika, 2017).
Asam klorida bersifat korosif dan asapnya sangat menyengat, akan
berbahaya bagi kesehatan jika terhirup dalam jumlah yang berlebihan. Sifat kimia
asam klorida yakni mudah larut dalam air, alkohol, eter serta dapat melarutkan
magnesium 12 hidroksida. Asam klorida berperan sebagai aktivator yang bersifat
higroskopis, yakni mampu menyerap molekul air sehingga dapat menghilangkan
kandungan air yang terdapat pada karbon aktif. Asam klorida memiliki daya serap
ion yang baik dan dapat melarutkan zat pengotor pada karbon aktif sehingga lebih
banyak pori-pori yang terbentuk dan proses adsorpsi lebih maksimal (Huda dkk.,
2017).

2.9 Pisang Kepok (Musa Acuminata)


Tanaman penghasil buah paling banyak di Indonesia dan tinggi nutrisinya
dibanding dengan buah lainnya adalah tanaman pisang. Tanaman ini termasuk ke
dalam tanaman monokotil, karena dapat ditanam serta tumbuh pada topografi
tanah yang bermacam-macam, baik tanah miring atau pun datar. Tinggi tanaman
pisang antara 2-9 meter dan berakar serabut (Dewi, 2015). Berikut taksonomi
tanaman pisang:
 Divisi : Spermatophyte.
 Sub Divisi : Angiospermae.
 Kelas : Monocotyledonae.
 Keluarga : Musaceae.
 Genus : Musa.
 Spesies : Musa spp.
Tanaman pisang terdiri dari tujuh jenis yaitu jenis pisang mas, pisang
ambon, pisang kepok, pisang uli, pisang tanduk, pisang klutuk dan pisang raja
(Dewi, 2015). Kulit pisang kepok adalah bahan yang dapat menyerap ion logam
karena mempunyai senyawa selulosa yang terdapat di dalamnya. Gugus hidroksil
yang kaya elektron akan terikat dengan muatan positif pada logam. Kulit pisang
kepok memiliki 77% kandungan karbon, 73,60% kandungan air, 11,48%
karbohidrat, 17,04% selulosa dan dalam 10 gram kulit pisang kepok mengandung
52,1% zat pektin. Selulosa dan zat pektin inilah yang dapat menyerap kandungan
logam berat dan banyak terdapat pada kulit pisang yang sudah matang.
Sedangkan, kandungan selulosa dan zat pektin pada kulit pisang raja lebih sedikit
yaitu 8,4% s dan 21% sehingga kulit pisang kepok sangat potensial dijadikan
sebagai adsorben untuk menurunkan parameter yang melebihi baku mutu yang
telah ditentukan. Dalam zat pektin terdapat asam galakturonik yang mampu
mengikat ion logam dan merupakan gugus fungsi gula karboksil (-COOH) serta
selulosa memiliki kemampuan untuk mengikat ion logam yang terdapat dalam air.
Gugus fungsi karboksil dari selulosa adalah (-COOH) dan gugus fungsi hidroksil
(-OH), selain itu selulosa merupakan gugus polimer yang sifatnya selektif
terhadap senyawa polar. Sehingga pori-pori selulosa dapat dilewati air karena air
merupakan senyawa polar, tetapi senyawa polutan akan tertahan. Kulit pisang
kepok mudah diperoleh dan harga relatif murah (Putra dkk., 2019).
2.10 State of The Art
Berikut ini adalah beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai
dasar referensi untuk dijadikan penelitian ini dapat dilihat pada tabel

Tabel State of The Art

No Penulis Judul Metode Hasil penelitian Publikasi


1 Mr. Adsorptive Batch 1. Hasil pada studi Internation
batch menunjukkan
Vivek Removal of Adsorption al Research
penurunan maksimum
S. Zinc from experiments 90,49% diperoleh Journal of
pada 4gr adsorben
Damal, Electroplati Engineerin
untuk 100 ml air
And ng Effluent limbah. g and
2. Nilai koefisien
Mrs. V. by Using Technology
korelasi untuk isoterm
U. Banana langmuir (IRJET)
adalah 0,951 dan
Khanap peels as Volume 4,
untuk freundlich
ure bio-sorbent adalah 0,943. Ini jelas issue 7,
menunjukkan bahwa
(2017) July 2017.
isoterm langmuir
cocok untuk e-ISSN:
kesetimbangan
2395-0056,
adsorpsi.
3. Penurunan seng p-ISSN:
dari larutan sangat
2395-0072
tergantung pada pH,
dosis adsorben, dan
suhu dan
waktu kontak.
Adsorpsi seng
maksimum diperoleh
pada
pH 4.0, dosis adsorben
4 gram, waktu kontak
270 menit dan
suhu pada 30°C
2 Dini Studi Adsorpsi Adsorpsi optimum Jurnal
Fatmi, Efektifitas kulit pisang dengan Penelitian
logam Zn pada pH 8
dan Limbah dan Kajian
dengan absorbsi yaitu
Billy Kulit Pisang 0.6682 Ilmiah
Harnald (Musa (konsentrasi logam Menara
yang tersisa 1.6815
o Putra Acuminate) Ilmu
mg/l.), 0.4786
(2018) Sebagai (konsentrasi logam Universitas
yang tersisa 1.1005
Biosorben Muhammad
mg/l.), 0,6948
Logam (konsentrasi logam iyah
yang tersisa 1.7631
Berat Seng Sumatera
mg/l.) dan 0,5130
(ZN) (konsentrasi logam Barat. Vol
yang tersisa 1.2059
12, No 9,
mg/l.). Pada variasi
waktu penyerapan, Oktober
waktu optimum pada
2018. ISSN
90 menit yaitu 2.2269
mg/l (NaOH), 1.8934 1693-2617,
mg/l (KOH), 1.7745
E-ISSN
mg/l
(HNO3) dan 1.4706 2528-7613.
mg/l (ZnCl2).
Kapasitas adsorpsi
Optimum 0.97 % pada
aktivator HNO3.
Konsentrasi awal
larutan Zn yang
memberikan nilai
kapasitas adsorpsi (q)
optimum adalah pada
100 mg/l.
3 N B Decrease of Adsorption Semakin besar IOP
kapasitas adsorpsi
Sumani Lead levels Conference
kulit pisang maka
k, E of Leachate semakin besar Series:
kemampuan adsorben
Nurvita With Earth and
untuk mengikat logam
sari, R Banana berat dalam larutan Environme
(logam Pb) pada lindi.
Z Skin ntal
Penelitian ini
Maareb Adsorbent menunjukkan bahwa Science.
adsorben kulit pisang
bia, dan 343, (2019)
kapuk memiliki
J kapasitas adsorben 012172.
terbesar yaitu 23 mg/g
Langko
dan dapat digunakan
ng sebagai adsorben
alternatif yang baik
(2019)
dalam lindi
dibandingkan dengan
kulit pisang ambon
dan cavendish.
4 Patricia Arang Kulit True Arang aktif kulit Jurnal
pisang kepok dengan
Dewi, Pisang Experiments berkala
variasi massa
Anita Kepok Posttest- 2g/200ml, 3g/200ml, Kesehatan.
4g/200ml mampu
Dewi Dalam only control Vol 5, No 1
menurunkan kadar Pb
Moelya mengikat design pada air sumur TPA (2019). P-
Pakusari. Rata-rata
ningru Logam ISSN :
kadar Pb P0 yakni,
m, Berat 0,063 ppm, melebihi 2477-3190,
kadar baku mutu
Rahayu Timbal E-ISSN :
lingkungan. Rata-rata
Sri kadar Pb kelompok 2541-6472.
P1, P2, dan P3
Pujiati
berturut-turut adalah
(2019) 0,041 ppm, 0,020
ppm, 0,003 ppm
berada dibawah baku
mutu lingkungan.
Kelompok
perlakuan yang paling
efektif dalam
penurunan kadar Pb
adalah P3. Bagi
masyarakat sekitar
dan pemulung
sebaiknya tidak
mengkonsumsi air
sumur untuk diminum,
karena terdapat
kandungan Pb yang
melebihi baku mutu
yang mengakibatkan
dampak buruk bagi
kesehatan masyarakat.
Bagi peneliti
selanjutnya, hasil bisa
diterapkan langsung
dengan mengetahui
takaran kulit pisang
untuk takaran bak air
atau pada volume air
sumur TPA Pakusari
tersebut.
5 Silvia Penyerapan Eksperimen Kondisi optimum Chemistry
Riva, Zat warna Adsorpsi untuk penyerapan Journal of
Edi Malachite Batch Malachite green Universitas
Nasra, Green menggunakan Negeri
budhi Menggunak biosorben kulit pisang Padang.
Oktavia an Kulit kepok adalah pada pH Vol 9, No
3, konsentrasi 100
, Sri Pisang 2, (2020).
ppm, ukuran partikel
Benti Kepok 150 μm. Berdasarkan e-ISSN :
Etika Sebagai isoterm Freundlich 2339-1197.
(2018) Biosorben kapasitas penyerapan
Dengan maksimum Malachite
Metode green adalah 8,6576
Batch mg/g dengan nilai R2
= 0,9996.
6 Kiagus Analisis Adsorpsi Penelitian ini Jurnal
membuktikan bahwa
Ahmad, Adsorben Konversi
Arang Aktif limbah sekam padi
Dkk dan kulit pisang kepok Universitas
Sekam Padi
dapat menjadi
(2021) Dan Kulit Muhammad
alternatif bahan
Pisang pembuatan adsorben iyah
Kepok untuk menurunkan
Jakarta.
Untuk kandungan logam besi
Pengolahan dan TSS pada air Volume 10
Air Sungai sungai. Hasil
No.2,
eksperimen adsorpsi
Gasing,
menggunakan Oktober
Talang adsorben kulit pisang
Kelapa, 2021, ISSN
menunjukan hasil
Kabupaten yang lebih optimal : 2252 –
Banyuasin dibanding adsorben
7311, e-
Sumatera yang terbuat dari
Selatan sekam padi. Pada ISSN :
adsorben dari kulit
2549 - 6840
pisang kepok, kondisi
operasi optimum
untuk menurunkan
konsentrasi TSS dan
besi pada air sungai
terjadi pada dosis
adsorben 50 gram
dimana nilai awal TSS
yaitu 168.2 dapat
turun menjadi 0.60
mg/L, sedangkan nilai
besi (Fe) mengalami
penurunan 100%.
Selain itu, proses
adsorpsi menyebabkan
peningkatan nilai pH.
Pengujian nilai kadar
abu dan kadar air pada
adsorben setelah
proses adsorpsi juga
menunjukan bahwa
adsorben yang
diproduksi telah
memenuhi standar
SNI.
7 Ilyasa Biodegradas Eksperimen Program Studi Teknik On
Abdul i Kadar Lingkungan
Adsorpsi Progress
Mustaf Logam Fe Universitas Banten
a Air Lindi Batch Jaya
TPA
Cilowong
Menggunak
an Karbon
Aktif Kulit
Pisang
Kepok
BAB III
METODELOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.1.1 Lokasi Penelitian


Lokasi penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Lingkungan
Universitas Banten Jaya untuk proses pembuatan karbon aktif kulit pisang. Untuk
analisis pengujian karbon aktif kulit pisang kepok, serta pengujian kadar logam
besi (Fe) di Laboratorium Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Banten.

3.1.2 Waktu Penelitian


Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-Juli 2022, dimulai dari
persiapan, pembuatan karbon aktif, uji laboratorium, pengolahan data dan
penyusunan hasil penelitian.

No Kegiatan Mei Juni Juli Agustus


1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Penyusunan Proposal
2 Perbaikan Proposal
3 Pelaksanaan Penelitian
A Pembuatan karbon aktif
B Adsorpsi
C Uji kadar Fe air lindi
4 Analisis Awal/Runnin
5 Penyusunan Tugas Akhir
6 Pelaksanaan Sidang Akhir
7 Perbaikan laporan
8 Laporan selesai
3.2 Bahan dan Alat Penelitian

3.2.1 Bahan Penelitian


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Kulit pisang kepok 1 kg
2. Air lindi TPA Cilowong 6 liter
3. Asam khlorida (Hcl) 1 M
4. Aquades 2 liter
5. Asam nitrat (HNO3) 8 M

3.2.2 Alat Penelitian


Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pipet ukur pyrex
2. Erlenmeyer pyrex
3. Neraca analitik
4. Stopwatch
5. Ayakan 100 mesh
6. Oven
7. Kertas saring whattman
8. Gelas kimia pyrex
9. Desikator
10. Furnace Ney Vulcan D-550
11. Magnetic stirrer
12. Mortar dan alu
13. Jerigen ukuran 5 liter
14. pH meter
15. Desikator
16. Pipet volume
17. Atomic Absorption Spectrophotomery (AAS) Shimadzu 6800AA
3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Metode Penelitian


Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
penelitian eksperimen atau percobaan (eksperimental research) di lakukan dalam
skala laboratorium, yang mempunyai tujuan mengetahui gejala ataupun pengaruh
yang muncul akibat dari adanya perlakuan tertentu ataupun eksperimen tersebut.

3.3.2 Populasi Sampel dan Sampling


A. Populasi
Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah air lindi yang
diambil dari TPA Cilowong.
B. Sampel
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah air lindi yang
mengandung kadar logam Fe dan akan diberi perlakuan dengan
menggunakan karbon aktif kulit pisang kepok.
C. Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel air lindi pada penelitian ini menggunakan
pengambilan sesaat atau grab sampling (SNI 6989.59:2008), yakni air
lindi yang diambil sesaat pada satu lokasi tertentu.

3.3.3 Tahapan Pembuatan Karbon Aktif Kulit Pisang Kepok


Tahap pembuatan karbon aktif kulit pisang kepok adalah sebagai berikut:
A. Persiapan Sampel
1. Kulit pisang kepok dicuci dengan air untuk membersihkan dari
kotoran.
2. Kulit pisang kepok dikeringkan selama ± 2 hari di bawah sinar
matahari.
3. Kulit pisang kepok dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan
suhu 105℃.
4. Kulit pisang kepokdihaluskan hingga berbentuk serbuk dengan palu.
5. Serbuk kulit pisang kepok dimasukkan dalam furnace untuk proses
karbonisasi dengan suhu 400℃ selama 1,5 jam.
6. Serbuk kulit pisang kepok kemudian diayak dengan ukuran ayakan
100 mesh.
B. Tahap Aktivasi
1. Serbuk kulit pisang kepok sebanyak 100 gr diaktivasi
menggunakan HCl dengan konsentrasi 1 M, aktivasi memakai HCl
karena bisa melarutkan pengotor dan menghasilkan pori-pori yang
optimal.
2. Karbon aktif kulit pisang kepok direndam dengan HCL selama 24
jam dengan volume 100 ml HCL dan 5 gr karbon aktif kulit pisang
kepok..
3. Karbon aktif dicuci menggunakan aquades hingga pH optimum.
4. Karbon aktif kulit pisang kepok disaring dengan kertas saring
whattman.
5. Karbon aktif kulit pisang kepok dikeringkan di dalam oven pada
suhu 105℃ sampai beratnya konstan.

3.3.4 Perlakuan Adsorpsi Menggunakan Karbon Aktif


Perlakuan penggunaan karbon aktif pada air lindi dilakukan dengan
menggunakan metode sistem batch, dimana metode sistem batch
digunakan dalam analisis uji adsorpsi dari karbon aktif. Volume air lindi
setiap perlakuan adalah 100 ml, dengan variasi waktu kontak 30, 35, dan
40 menit, serta karbon aktif yang digunakan 4 gram pada setiap perlakuan.

3.3.5 Variabel Penelitian


A. Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah waktu kontak adsorpsi. Variasi
waktu kontak yang digunakan adalah 30, 35 dan 40 menit.
B. Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah:
1. Massa adsorben kulit pisang kepok 4 gram.
2. Kadar Logam besi (Fe) air lindi TPA Cilowong.

3.3.6 Pengukuran Fe (besi) (SNI 06-6989.4:2009)


Cara Pengukuran Fe pada penelitian ini yaitu terdiri dari:
1. Persiapan Pengujian
A. Persiapan contoh uji besi terlarut Siapkan contoh uji yang telah
disaring dengan saringan membran berpori 0,45 µm dan diawetkan.
Contoh uji siap diukur
B. Persiapan contoh uji besi total Siapkan contoh uji untuk pengujian
besi total, dengan tahapan sebagai berikut:
a) Homogenkan contoh uji, pipet 50,0 mL contoh uji ke dalam gelas
piala 100 mL atau Erlenmeyer 100 mL.
b) Tambahkan 5 ml HNO3 pekat, bila menggunakan gelas piala, tutup
dengan kaca arloji dan bila dengan Erlenmeyer gunakan corong
sebagai penutup.
c) Panaskan perlahan-lahan sampai sisa volumenya 15 mL- 20 mL
d) Jika destruksi belum sempurna (tidak jernih), maka tambahkan lagi
5 mL HNO3 pekat, kemudian tutup gelas piala dengan kaca arloji
atau tutup Erlenmeyer dengan corong dan panaskan lagi (tidak
mendidih). Lakukan proses ini secara berulang sampai semua
logam larut, yang terlihat dari warna endapan dalam contoh uji
menjadi agak putih atau contoh uji menjadi jernih.
e) Bilas kaca arloji dan masukkan air bilasannya ke dalam gelas piala.
f) Pidahkan contoh uji masing-masing ke dalam labu ukur 50,0 mL
(saring bila perlu) dan tambahkan air bebas mineral sampai tepat
tanda tera dan homogenkan.
g) Contoh uji siap diukur serapannya.
C. Pembuatan larutan induk logam besi 100 mg Fe/L
a) Ditimbang ± 0,100 g logam besi, masukkan ke dalam labu ukur
1000,0 mL.
b) Tambahkan campuran 10 mL HCL (1+1) dan 3 mL HNO3 pekat
sampai larut (≈100 mg Fe/L).
c) Tambahkan 5 mL HNO3 pekat lalu encerkan dengan air bebas
mineral hingga tanda tera.
d) Hitung kembali kadar sesungguhnya berdasarkan hasil
penimbangan.
D. Pembuatan larutan kerja logam besi 10 mg Fe/L
a) Pipet 10,0 mL larutan induk logam besi 100 mg Fe/L, masukkan ke
dalam labu ukur 100,0 mL.
b) Tepatkan dengan larutan pengencer sampai tanda tera dan
homogenkan.
E. Pembuatan larutan kerja logam besi
Buat deret larutan kerja dengan 1 (satu) blanko dan minimal 3 (tiga)
kadar yang berbeda secara proporsional dan berada pada rentang
pengukuran.
2. Pembuatan kurva kalibrasi dan pengukuran contoh uji
Kurva kalibrasi dibuat dengan tahapan sebagai berikut:
1) Operasikan alat dan optimasikan sesuai dengan petunjuk
penggunaan alat untuk pengukuran besi.
2) Aspirasikan larutan blanko ke dalam SSA-nyala kemudian atur
serapan hingga nol.
3) Aspirasikan larutan kerja satu persatu ke dalam SSA-nyala, lalu
ukur serapannya pada panjang gelombang 248,3 nm kemudian
catat.
4) Lakukan pembilasan pada selang aspirator dengan larutan
pengencer.
5) Buat kurva kalibrasi dari data pada butir 1) c di atas, dan tentukan
persamaan garis lurusnya.
6) Jika koefisien korelasi regresi linier (r) < dari 0,995, periksa
kondisi alat dan ulangi langkah pada butir 1) b sampai dengan c
hingga diperoleh nilai koefisien r ≥ 0,995.
3. Pengukuran contoh uji
Uji kadar besi dengan tahapan sebagai berikut:
a) Aspirasikan contoh uji ke dalam SSA-nyala lalu ukur serapannya
pada panjang gelombang 248,3 nm.
b) Catat hasil pengukuran.
c) Perhitungan Kadar logam besi (Fe)
Fe (mg/L) = C x fp
Keterangan:
C = adalah kadar yang didapat hasil pengukuran (mg/L).
Fp = adalah faktor pengenceran.

3.3.7 Variabel Penelitian


A. Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah waktu kontak adsorpsi. Variasi
waktu kontak yang digunakan adalah 30, 35 dan 40 menit.
B. Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah:
3. Massa adsorben kulit pisang kepok 4 gram.
4. Kadar Logam besi (Fe) air lindi TPA Cilowong.

3.3.8 Metode Pengumpulan Data


Data yang dikumpulkan meliputi:
1. Data Primer Data primer merupakan data yang diperoleh dari hasil
analisa penelitian di laboratorium ataupun penelitian di lapangan secara
langsung mulai dari pengujian awal sampai pengujian akhir.
2. Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari studi
literatur pustaka.
3.3.9 Tahap Pengolahan Data
Tahap ini merupakan tahap akhir dalam penelitian. Tahap
pengolahan data yaitu melaporkan hasil penelitian mengenai adsorpsi
arang kulit pisang kepok sebagai bioadsorben yang teraktivasi
menggunakan Hcl dalam menurunkan kadar logam Fe pada air lindi TPA
Cilowong dengan sistem batch. Kadar logam Fe kemudian dianalisa
dengan metode deskriptif. Metode analisa data yang digunakan dalam
penelitian ini sebagai berikut:

1. Analisa Deskriptif
Analisa deskriptif digunakan untuk menjelaskan mengenai
kemampuan dari kulit pisang kepok dalam menurunkan kandungan logam
besi (Fe) pada air lindi dengan variasi waktu kontak. Analisa deskriptif
menggunakan gambar dan grafik untuk mempermudah dalam
pembahasan. Untuk mengetahui persentase penurunan konsentrasi besi
(Fe) dengan menggunakan rumus berikut (Widayatno, 2017):

p awal− p akhir
Efisiensi x100%
p awal

Keterangan:
P awal = konsentrasi awal sampel
P akhir = konsentrasi akhir sampel
3. Diagram Alir Penelitian

Kulit Pisang kepok

Karakteristik Air Lindi


Dibersihkan dan diarangkan Sebelum Penambahan
dalam furnace pada suhu 400℃ Karbon aktif

Digiling menggunakan
blender listrik Kadar logam
Fe 5,03 mg/l

Diayak dengan ukuran 100


Mesh

Aktivasi karbon aktif


menggunakan Aktivator Hcl

Karakteristik karbon
aktif

Karbon Aktif yang telah


dikarakterisasi

Penambahan Karbon Aktif


pada Air Lindi dengan
Variasi Waktu 30,35, dan
40 Menit

Analisis Data  Kadar Logam Fe akhir

Gambar 3.4 Diagram Alir Penelitian


DAFTAR PUSTAKA

Adinata, M.R. (2013). Pemanfaatan Limbah Kulit Pisang Sebagai Karbon Aktif.
Skripsi. Jawa Timur. Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN”
Jawa Timur.
Agustina, T. (2014). Kontaminasi logam berat pada makanan dan dampaknya
pada kesehatan. Teknobuga, Jurnal Fakultas Teknik, UNNES. 1(1).
Arba, HN. (2017). Identifikasi Logam Besi (Fe) pada Zonasi Radius 1-5 KM
Tempat pembuangan Akhir (TPA) Antang Makassar terhadap Pengaruh
Kualitas Sumur Air Gali.
Arif, A. R. (2014). Adsorpsi Karbon Aktif Dari Tempurung Kluwak (Pangium
Edule) Terhadap Penurunan Fenol. Skripsi Universitas Islam Negeri (Uin)
Alauddin Makassar, 1-77.
Asmaningrum, H. P. (2016). Penentuan Kadar Besi (Fe) Dan Kesadahan Pada Air
Minum Isi Ulang Di Distrik Merauke. MAGISTRA, 3(2).
Damanhuri, E., dan P. Tri. (2015). Pengelolaan Sampah Terpadu Edisi Kedua.
Bandung : Institut Tekonologi Bandung.
Dewi, A. S. (2019). Penentuan Kadar Besi (Fe) Dan Kesadahan (CaCO 3) Pada Air
Tanah Dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom. Karya Tulis Ilmiah.
Dewi, M.S. (2015). Pemanfaatan Arang Kulit Pisang Raja Teraktivasi H 2SO4
untuk Menurunkan Kadar Ion Pb2+ dalam Larutan. Skripsi. Semarang.
Universitas Negeri Semarang.
Dimas, A., Istirokhatun, T., & Swastika. (2017). Pemanfaatan Air Lindi TPA
Jatibarang sebagai Media Alternatif Kultivasi Mikroalga untuk Perolehan
Lipid. Jurnal Teknik Lingkungan, 6 (1), 1-15.
Dwirani, F., Ariesmayana, A., Nurhakim, I. (2020). The Efficiency of The
Phytoremediation Process Combination of Horsetail Plants (Equisetum
Hyemale) and Natural Filtration Media to Reduce The Concentration of
Iron (Fe) in The Leachate of Cilowong’s Landfill Area of Banten Province.
J. Phys.: Conf. Ser. 1477 052060.
Fajariah, C. (2017). Studi Literatur Pengolahan Lindi Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA) Sampah Dengan Teknik Constructed Wetland Menggunakan
Tumbuhan Air. Tugas Akhir – RE 141581, 1-149.
Huda, S., Dwi, R., & Kurniasari, L. (2017). Karakterisasi Karbon Aktif Dari
Bambu Ori (Bambusa Arundinacea) Yang Di Aktivasi Menggunakan Asam
Klorida (HCL). Inovasi Teknik Kimia, 5(1), 22–27.
Ibrahim, Martin, A., & Nasruddin. (2015). Pembuatan dan karaktrisasi karbon
aktif berbahan dasar cangkang sawit dengan metode aktivasi fisika
menggunakan rotary autoclave. Jom Fteknik, 1(2), 1–11.
Ifa, L., Agus, M. A., Kasmudin, K., & Artiningsih, A. (2019). Pengaruh
Penambahan Volume Kitosan dari Cangkang Bekicot terhadap Penurunan
Kadar Tembaga Air Lindi. Jurnal Teknik: Media Pengembangan Ilmu dan
Aplikasi Teknik, 18(2), 109-113.
Ika, L. W. B. P. (2017). Aktivasi Karbon Dari Sekam Padi Dengan Aktivator
Asam Klorida (HCL) Dan Pengaplikasiannya Pada Limbah Pengolahan
Baterai Mobil Untuk Mengurangi Kadar Timbal (pb). In Agricultural and
Biological Chemistry. Universitas Sumatera Utara.
Irhamni, Pandia S., Purba E., & Hasan W. (2017). Kandungan Logam Berat pada
Air Lindi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Kota Banda Aceh. In
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Universitas Syiah Kuala.
Ismiyati, M. (2020). Pemanfaatan Sabut Kelapa dan Tempurung Kelapa sebagai
Bioadsorben untuk Penurunan Kadar Besi (Fe) dengan Sistem Batch.
Skripsi. Surabaya. Universitas Islam Negeri Sunan Ampel.
Kamarati, K. F., Ivanhoe , M., & Sumaryono, M. (2018). Kandungan Logam
Berat Besi (Fe), Timbal (Pb) Dan Mangan (Mn) Pada Air Sungai Santan .
Jurnal Penelitian Ekosistem Dipterokarpa, 4(1), 49-56.
Mawaddah, S. (2016). pengaruh air lindi tpa sampah terhadap kualitas air tanah
dangkal dan kesehatan masyarakat disekitarnya (studi pada masyarakat di
sekitar tpa batu layang pontianak). fakultas ilmu kesehatan.
Mr. Vivek S. Damal, And Mrs. V. U. Khanapure. (2017). Adsorptive Removal of
Zinc from Electroplating Effluent by Using Banana peels as bio-sorbent.
International Research Journal of Engineering and Technology.
Muji, T., Setiawan, A., & Pamungkas, G. (2018). Pembuatan Karbon Aktif dari
Hasil Pirolisis Ban Bekas Production of Activated Carbon from Waste
Rubber Tyres Pyrolisis. Jurnal Teknik Kimia, 15(2), 54–58.
N B Sumanik, E Nurvitasari, R Z Maarebbia, and J Langkong. (2019). Decrease
of Lead levels of Leachate With Banana Skin Adsorbent. IOP Conference
Series: Earth and Environmental Science. 343, (2019) 012172.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor:
P.59/Menlhk/Setjen/Kum.1/7/2016 Tentang Baku Mutu Air Lindi Bagi
Usaha dan/atau Kegiatan Pada Kawasan TPA.
Permadi, Muhammad Ilham. (2019). Pemanfaatan Bambu Air (Equisetum Sp)
Untuk Menurunkan Kadar Timbal (Pb) Menggunakan Fitoremediasi Sistem
Batch. Uin Sunan Ampel Surabaya.
Pratama, D. A., Noor, A. M. A., & Sanjaya, A. S. (2017). Efektivitas Ampas Teh
Sebagai Adsorben Alternatif Logam Fe Dan Cu Pada Air Sungai Mahakam.
Jurnal Integrasi Proses, 6(3), 131–138.
Putra, I.P.K.A., Narwati., Hermiyanti, P., dan Trisyanti, H. (2019). Bioadsorben
Kulit Pisang Kepok (Musa Acuminate L.) dalam Menurunkan Kadar Timbal
(Pb) pada Larutan Pb. Penelitian Kesehatan Suara Forikes, 10(4), 1–7.
Putri, TA., Yudhastuti, R. (2013). Kandungan Besi (Fe) pada Air Sumur dan
Gangguan Kesehatan Masyarakat di Sepanjang Sungai Porong. Jurnal
Kesehatan Lingkungan, 7(1):64-70.
Ragazzi, M., Ferronato, N., Toretta, V., and Rada, E., E. (2017). Waste
Management in Devloping Countries: A Case Study of Enviromental
Contamination. Italia. UPB Scientific Bulletin, ISSN 1454-2358, Vol. 79.
Taronto University and Insumbri University.
Said, N. I., & Hartaj, D. K. (2018). Pengolahan Air Lindi dengan Proses Biofilter
Anaerob-aerob dan Denitrifikasi. Jurnal Air Indonesia, 8(1).
Sari, R. N., & Afdal. (2017). Karakteristik Air Lindi (Leachate) di Tempat
Pembuangan Akhir Sampah Air Dingin Kota Padang. Jurnal Fisika Unand,
6(1), 93–99.
Sarwono, E., Azis, W. A., & Widarti, B. N. (2017). Pengaruh Variasi Waktu
Tinggal Terhadap Kadar BOD, COD, Dan TSS Pada Pengolahan Lindi TPA
Bukit Pinang Samarinda Menggunakan Sistem Aerasi Bertingkat dan
Sedimentasi. Teknologi Lingkungan, 1(2), 20-26.
Silvia R, Nasra E, Oktavia B, Etika B S. (2018). Penyerapan Zat warna Malachite
Green Menggunakan Kulit Pisang Kepok Sebagai Biosorben Dengan
Metode Batch. Chemistry Journal of Universitas Negeri Padang, Vol 9, No
2, ISSN : 2339-1197.
Suryono, C. A. (2016). Akumulasi Logam Berat Cr, Pb dan Cu dalam Sedimen
dan Hubungannya dengan Organisme Dasar di Perairan Tugu Semarang.
Jurnal Kelautan Tropis, 19(2), 143-149.
Supriyantini, E., dan Endrawati, H. (2015). Kandungan logam berat besi (Fe) pada
air, sedimen, dan kerang hijau (Perna viridis) di Perairan Tanjung Emas
Semarang. Jurnal Kelautan Tropis, 18(1).
Suyani, H., dan Alif, A. (2015). Analisis Sebaran Logam Berat Pada Aliran Air
Dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Air Dingin. Jurnal Riset
Kimia, 8(2), 101.
Widayatno, T., Yuliawati, T., Susilo, A.A. (2017). Adsorpsi Logam Berat (Pb)
dari Limbah Cair dengan Adsorben Arang Bambu Aktif. Jurnal Teknologi
Bahan Alami. 1(1), 17-23.
Zaini, Halim, dan Muhammad Sami. (2017). Penyisihan Pb (II) dalam Air Limbah
Laboratorium Kimia Sistem Kolom dengan Bioadsorben Kulit Kacang
Tanah. ETHOS (Jurnal Penelitian dan Pengabdian). 5(1): 8–14.

Anda mungkin juga menyukai