Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

PENGOLAHAN LINDI DENGAN METODE KOAGULASIFLOKULASI


MENGGUNAKAN KOAGULAN ALUMINIUM SULFAT DAN METODE
OZONISASI UNTUK MENURUNKAN PARAMETER BOD, COD, DAN
TSS
(Studi Kasus Lindi TPA Jatibarang)

Dosen Pembimbing :
Endi Adriansyah, ST. MT

Di susun oleh :

Iqbal Febriano Maudi

(2000825201045)

Kelas B

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BATANGHARI
ii
KOTA JAMBI

ii
DAFTAR ISI
Bab I Pendahuluan................................................................................................... 1
1.1 Latar belakang.................................................................................................. 1
1.2 Tujuan............................................................................................................. 2
1.3 Manfaat........................................................................................................... 3
Bab II........................................................................................................................ 4
Tinjauan pustaka...................................................................................................... 4
Bab III.................................................................................................................... 12
Metodologi penelitian............................................................................................ 12
Bab IV.................................................................................................................... 14
Hasil dan pembahasan............................................................................................ 14
4.1. Karakteristik Awal Lindi TPA Jatibarang...............................................14
4.2. Proses Koagulasi-Flokulasi.....................................................................14
4.3. Pengolahan Hasil Koagulasi dengan Ozonasi.........................................15
4.4. Penyisihan COD Proses Ozonisasi..........................................................16
4.5. Penyisihan TSS Proses Ozonisasi...........................................................17
4.6. Pengaruh pH Proses Ozonisasi................................................................18
4.7. Efisiensi Penyisihan BOD, COD, dan TSS pada proses Kombinasi
Koagulasi Flokulasi dan Ozonisasi....................................................................19
Bab V..................................................................................................................... 21
Penutup................................................................................................................... 21
5.1 Kesimpulan.............................................................................................. 21
5.2 Saran........................................................................................................ 21
Daftar pustaka........................................................................................................ 22

ii
Bab I
Pendahuluan

1.1. Latar Belakang


Teknik pengurugan (landfilling) merupakan teknik pengolahan akhir
sampah yang biasa digunakan di Indonesia, bahkan di dunia. Teknik
pengurugan telah dibangun sebanyak 150.000 di seluruh dunia
(Kurniawan dkk., 2006). Menurut AMPL (2008), salah satu isu utama
bidang persampahan di Indonesia adalah menurunnya kualitas manajemen
di Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPAS), dimana TPAS yang
didesain dengan sanitary landfill dan control landfill pada prakteknya
menjadi open dumping.
Dampak negatif dari sistem pengurugan adalah timbulnya lindi akibat
dari proses dekomposisi materi sampah dan air eksternal yang masuk ke
dalam timbunan sampah. Lindi mengandung bahan organik baik yang
biodegradable ataupun non biodegradable, mengandung ammonia, logam
berat, bahkan berdasarkan tes toksikologi, lindi merupakan bahan yang
berbahaya bagi kesehatan (Renou dkk., 2008). Permasalahan lindi di
Indonesia menjadi semakin kompleks dan menimbulkan permasalahan
sosial, akibat penanganannya yang tidak tepat. Kondisi ini diperparah
dengan diterapkannya sistem pengurugan open dumping yang dapat
menyebabkan kuantitas lindi semakin besar. Menurut statistika
persampahan tahun 2008, hanya 42% TPAS di Indonesia yang memiliki
fasilitas pengolahan lindi yang berfungsi dengan baik, dan pada umumnya
sistem pengolahan yang masih berfungsi adalah sistem pengolahan fisik-
kimia, sementara pengolahan biologi yang masih berfungsi hanya 2%
(Kementrian Lingkungan Hidup, 2008). Pengolah lindi yang banyak
digunakan di Indonesia hingga saat ini adalah kontak stabilisasi, yang
dipilih berdasarkan kesederhanaan serta iklim tropis yang cukup panas.
Salah satu kekurangan dari pengolahan biologi yaitu membutuhkan lahan
yang luas (Wu dkk., 2004). Lebih lanjut, karakter lindi akan berubah
sesuai dengan umur timbulan sampah, sehingga proses pengolahan harus

1
menyesuaikan dengan perubahan karakter lindi tersebut. Lindi merupakan
limbah yang sulit untuk secara langsung diolah secara biologi (Cortez
dkk., 2010; Mahmud dkk. 2012).
Metode pengolahan lindi dapat dibagi menjadi pengolahan biologis dan
pengolahan fisik/kimia. Dibandingkan dengan pengolahan biologis,
pengolahan fisika/kimia biasanya lebih efektif biaya dan dapat
diselesaikan dengan waktu yang lebih singkat. Metode pengolahan
fisika/kimia yang paling umum diantaranya koagulasi - flokulasi,
adsorpsi, proses membrane dan oksidasi (Ali et al. 2016).
Menurut Lee dalam (Dom et al. 2007) koagulasi adalah proses yang
sering digunakan pada pengolahan air/air limbah, pada pengolahan ini
senyawa seperti garam aluminium ditambahkan ke limbah untuk
mendestabilisasi bahan koloid dan menyebabkan partikel kecil
menggumpal menjadi gumpalan yang lebih besar dan dapat mengendap.
Efektivitas proses ini akan tergantung pada agen koagulasi digunakan,
dosis, pH larutan, konsentrasi dan sifat senyawa organik yang ada dalam
air. Ozon merupakan bahan kimia yang sangat reaktif digunakan dalam
pengolahan limbah sebagai desinfeksi, menghilangkan warna, degradasi
dari mikropolutan organik (Parakeva dan Graham dalam (Ali et al. 2016).
Proses ozon tunggal, oksidasi dengan ozon tidaklah efektif, karena
kompleksitas komposisis lindi, dosis ozon yang tinggi, dan reaksi masing-
masing, mungkin memerlukan waktu lebih lama, sehingga proses ini tidak
menguntungkan secara ekonomi. Sehingga dilakukan kombinasi
koagulasi-flokulasi dengan ozonasi (Ntampou & Zouboulis 2006).
1.2. Tujuan
1. Mengetahui dosis optimum kougulan alumunium sulfat dalam
pengolahan lindi.
2. Mengetahui karakteristik air lindi yang telah dikoagulasi flokulasi
dengan dosis optimum.
3. Mengetahui efisien penyisihan BOD, COD, Dan TSS dengan
pengolahan koagulasi-flokulasi dengan dosis optimum

2
1.3. Manfaat
Penelitian ini bermanfaat sebagai berikut:
1. Mahasiswa dapat memahami cara pengoalahan lindi yang baik
dengan berbagai metode
2. Mahasiswa dapat mengetahui baku muku air lindi yang baik

3
Bab II
Tinjauan pustaka

Lindi (leachate) adalah cairan yang merembes melalui tumpukan sampah


dengan membawa materi terlarut atau tersuspensi terutama hasil proses
dekomposisi materi sampah (Damanhuri, 2010). Lindi dapat meresap ke dalam
tanah yang menyebabkan pencemaran tanah dan air tanah secara langsung karena
dalam lindi terdapat berbagai senyawa kimia organik dan anorganik serta
sejumlah patogen (Susanto, 2004). Untuk menanggulangi permasalahan lindi
diperlukan upaya pengolahan lindi di lokasi TPA (Tempat Pemrosesan Akhir).
TPA menjadi tempat penampungan berbagai macam sampah sehingga lindi
mengandung berbagai jenis bahan pencemar yang berpotensi mengganggu
lingkungan dan kesehatan manusia. Air lindi dapat merembes ke dalam tanah,
ataupun mengalir di permukaan tanah dan bermuara pada aliran air sungai.
Apabila air lindi masuk melalui tanah dan batuan dan sampai ke kedalaman yang
lebih jauh maka akan menyebabkan polusi air tanah (Fitri, 2012).
Karakteristik air lindi ditentukan oleh beberapa parameter seperti konduktivitas
listrik, temperatur, pH, kebutuhan oksigen biologi (Biological Oxygen Demand,
(BOD)), kebutuhan oksigen kimia (Chemical Oxygen Demand, (COD)) dan
kandungan bahan-bahan di dalamnya. Bahan-bahan di dalam air dapat berwujud
padatan maupun cairan. Zat padat di dalam air secara umum dapat dibedakan 2
menjadi dua yaitu Total Dissolved Solid (TDS) dan Total Suspended Solid (TSS).
(Herlambang, 2006).
Zat padat tersuspensi (TSS) adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air,
tidak terlarut dan tidak dapat langsung mengendap sedangkan zat padat terlarut
(TDS) merupakan konsentrasi jumlah ion kation (bermuatan positif) dan anion
(bermuatan negatif) di dalam air. COD dan BOD menunjukkan secara relatif
jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan buangan dalam air
lindi sampah. Nilai COD pada perairan tidak tercemar biasanya kurang dari 20
mg/l, pada perairan tercemar bisa melebihi 200 mg/l dan bahkan pada limbah
industri bisa mencapai 60.000 mg/l (Effendi, 2003).

4
Demikian pula untuk nilai pH, secara umum air sungai dan air tanah
mempunyai pH berkisar dari 6 sampai 8,5. Tinggi rendahnya pH pada air tidak
berpengaruh pada kesehatan akan tetapi untuk pH lebih kecil dari 6,5 akan
menyebabkan korosi pada metal dan jika pH lebih besar dari 8,5 dapat
membentuk endapan pada pipa air atau peralatan yang terbuat dari metal. Air
lindi juga terkandung senyawa logam berat yang terlarut di dalam air lindi
tersebut. Air lindi yang mengandung logam berat ini diketahui sangat berbahaya
bagi lingkungan.
Setiap TPA memiliki karakteristik air lindi yang berbeda tergantung dari
proses yang terjadi di dalam landfill, yang meliputi proses fisika, kimia dan
biologis. (AlWabel, dkk (2011)) yang melakukan penelitian mengenai
karakteristik lindi di TPA di Kota Riyadh, Saudi Arabia menemukan bahwa lindi
di lokasi tersebut mengandung COD, BOD, EC, TSS dengan konsentrasi yang
tinggi tetapi memiliki nilai pH yang rendah. Selain itu, lindi di TPA Kota Riyadh
mengandung Fe, Mn, Mo, Ni,Cr, Zn 3 dan Cu. (Zubair, dkk (2012)), menemukan
bahwa hasil pengujian sampel air lindi di TPA Maros Sulawesi Selatan memiliki
nilai COD, BOD dan TSS yang tinggi. (Radzuan, dkk (2005)) yang melakukan
penelitian untuk mengetahui karakteristik lindi di TPA Air Hitam di Puchong,
Selangor menemukan bahwa lindi memiliki COD yang sangat rendah dan
konsentrasi logam berat relatif tinggi untuk Fe, Zn, Pb dan Ni sedangkan Mn, Cd,
Cu dan Cr yang ditemukan relatif rendah.
1. BOD
Biological Oxygen Demand (BOD) atau jumlah oksigen yang dibutuhkan
oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasikan) hamper semua zat
organis yang terlarut dan sebagian zat-zat organis yang tersuspensi dalam
air. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran
akibat air buangan penduduk dan industri, dan untuk mendisain
sistemsistem pengolahan biologis bagi air yang tercemar tersebut.
Penguraian zat organis adalah peristiwa alamiah; kalau seseuatu badan air
dcemari oleh zat organis, bakteri dapat menghabiskan oksigen terlarut ,
dalam air selama proses oksidasi terseburut bisa mengakibatkan kematian

5
ikan-ikan dalam aor dan keadaan menjadi annaerobik dan dapat
menimbulkan bau busuk pada air (Alaerts & Santika 1984).
2. COD
Chemical Oxygen Demand (COD) atau kebutuhan oksigen kimia (KOK)
adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-
zat organis yang ada dalam satu liter sampel air, dimana pengoksidanya
adalah K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent).
Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik
yang secara alamiah dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologis dan
mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air. Prinsip analisa
COD yaitu sebagian besar zat organis melalui tes COD, dioksidasi oleh
K2Cr2O7 dalam keadaan asam yang mendidih optimum serta penambahan
perak sulfat (Ag2SO4) sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi,
seperti persamaan berikut (Alaerts & Santika 1984).
3. TSS
TSS atau Total Suspended Solid merupakan total padatan tersuspensi
dalam air, umumnya dinyatakan sebagai konsentrasi dalam bentuk
milligram per liter. Singkatnya, untuk melakukan prosedur tes TSS,
sampel diukur tercampur dituangkan ke alat filtrasi dan dengan bantuan
pompa vakum atau aspirator, dihisap melalui saringan. Setelah
penyaringan, filter dikeringkan pada 103 untuk 105ºC, didinginkan dan
ditimbang kembali. Peningkatan berat filter dan padatan dibandingkan
dengan filternya sendiri merupakan nilai TSS (Spellman & Frank 2003).
4. Koagulasi flokulasi
Koagulasi melibatkan penambahan koagulan kimia atau koagulan untuk
tujuan pengkondisian suspensi, koloid, dan materi terlarut untuk diproses
selanjutnya oleh flokulasi atau untuk menciptakan kondisi yang akan
memungkinkan untuk penghapusan partikulat berikutnya dan dilarutkan.
Flokulasi adalah agregasi partikel stabil (partikel yang mana muatan
permukaan listrik telah berkurang) dan produk endapan yang dibentuk
oleh penambahan koagulan menjadi partikel yang lebih besar yang dikenal
sebagai partikel flokulan atau, lebih umum, ''flok.'' Suatu Flok

6
diagregasikan kemudian dapat dihilangkan dengan gravitasi sedimentasi
dan/atau filtrasi (Crittenden et al. 2012).
5. Alumunium sulfat
Menurut Eckenfelder (2000), Koagulan yang paling populer dalam
pengolahan air limbah adalah aluminum sulfat, atau alum
[Al2(SO4)3.18H2O], dimana dapat diperoleh dalam bentuk padatan
maupun cairan. Proses pengolahan limbah dengan penambahan koagulan
alum didasarkan pada kemampuan alum yang dapat membentuk inti floks
yang dapat mengikat ion-ion logam yang ada didalam limbah pada
suasana basa.
6. Ozonisasi
Ozon adalah molekul yang terdiri dari 3 atom oksigen, ditemukan oleh
Van Marum pada tahun 1785 dengan menggunakan peralatan listrik. Ozon
mempunyai berat molekul 48g per mol, tidak berwarna pada temperaur
kamar, dan berupa cariran biru tua pada keadaan tekanan tinggi. (Bicknel
& Jain, 2002 dalam (Nugroho & Ikbal, 2005).
Ozon dapat bereaksi dengan zat dalam dua cara yang berbeda, langsung
dan tidak langsung. dua jalur reaksi tersebut menyebabkan produk
oksidasi yang berbeda dan dikendalikan oleh berbagai jenis kinetika.
Reaksi ozon tidak langsung dapat menghasilkan radikal hidroksil yang
kemudian bereaksi dengan senyawa. Jalur reaksi tidak langsung
melibatkan radikal, yang merupakan molekul yang memiliki elektron
tidak berpasangan. Elektron tidak berpasangan diwakili dengan "•" di
samping struktur kimia. Kebanyakan radikal yang sangat tidak stabil dan
segera menjalani reaksi dengan molekul lain untuk mendapatkan elektron
yang hilang.

 Karakteristik air lindi di indonesia


Persoalan utama dalam pengolahan lindi adalah penentuan kualitas desain
dari lindi yang akan diolah di Instalasi Pengolah Lindi (IPL). Kualitas
desain lindi sangat bergantung pada sampling lindi yang dilakukan.
Karakteristik dan kuantitas lindi dipengaruhi oleh beberpa hal antara lain

7
karakteristik dan komposisi sampah, jenis tanah penutup landfill,
musim,pH dan kelembaban, serta umur timbunan (usia landfill).Sehingga
dalam pengambilan sampel lindi, beberapa hal yang perlu diperhatikan
adalah sebagai berikut:
a. Posisi pengambilan sampel.
b. Waktu pengambilan sampel > apakah setelah hujan atau pada saat
musim kemarau.
c. Metode pengambilan sampel (apakah composit atau grab
sampling).

Lindi yang berasal dari timbunan sampah yang baru mempunyai nilai
BOD dan COD yang sangat tinggi, tetapi semakin lama umur landfill,
maka kualitas lindi landfill juga akan menurun. Karakteristik lindi
berdasarkan umur landfill dapat dilihat pada Tabel.

Secara umum, lindi memiliki karakteristik antara lain adalah:

A. Konsentrasi BOD dan COD tinggi diawal.


B. Memiliki kandungan nitrogen yang tinggi.

8
C. Daya hantar tinggi, hal tersebut dikarenakan banyaknya mineral yang
dilarutkan oleh aliran lindi, sehingga daya hantarnya menjadi tinggi.
D. Kandungan logam berat yang kadang tinggi, hal tersebut dikarenakan
pH lindi yang asam dapat melarutkan logam berat yang tercampur
pada sampah yang masuk ke TPA
E. Memilki pH netral sampai asam.
F. Warna yang sulit dihilangkan (coklat muda sampai hitam).

 Kondisi Umum Instalasi Pengolahan Lindi Di Indonesia


Instalasi pengolahan lindi (leachate) yang ada di TPA - TPA di Indonesia
pada umumnya tidak atau belum beroperasi sesuai dengan kriteria teknis
yang ada. Beberapa hal yang menyebabkan kurang optimalnya operasi
IPL di TPA adalah (Annonim, 2012) :
a. Terbatasnya dana yang dialokasikan untuk pengoperasian dan
pemeliharaan IPL di TPA. Pada umumnya alokasi dana untuk
pengelolaan sampah di TPA sudah sangat kecil, sehingga dana
yang dialokasikan untuk O/M IPL semakin kecil lagi. Disisi lain,
untuk pengoperasian dan pemeliharaannya, IPL memerlukan biaya
yang tidak sedikit.
b. Terbatasnya Sumber Daya Manusia yang kompeten yang dapat
mengoperasikan IPL. Di sebagian besar TPA di Indonesia tidak
tersedia operator khusus yang bertugas untuk menjalankan IPL.
IPL yang ideal seharusnya dijalankan oleh SDM yang kompeten,
karena kebanyakan IPL menggunakan pengolahan secara biologis
dimana mikroorganisme perlu kondisi yang spesifik untuk dapat
bekerja dengan optimal.
c. Tidak ada kontrol dan monitoring yang baik untuk pengoperasian
IPL. Mayoritas IPL di Indonesia dibiarkan berjalan begitu saja
tanpa ada control yang baik, padahal seharusnya sebelum mulai
dijalankan, harus dilakukan aklimatisasi selama kurang lebih 3
bulan untuk mendapatkan kondisi mikroorganisme yang optimal.

9
d. Kurang perhatiannya para pengambil kebijakan pada TPA. Sampai
saat ini, pengelolaan sampah belum menjadi prioritas untuk
mendapatkan alokasi dana yang besar di daerah - daerah. Hal
tersebut dikarenakan masih rendahnya tingkat kesadaran para
pengambil kebijakan untuk pengelolaan sampah pada umumnya
dan IPL pada khususnya.

Beberapa pilihan alternatif teknologi pengolahan air lindi yang


diterapkan di Indonesia adalah sebagai berikut (Annonim, 2012) :

a. Kolam Anaerobik, Fakultatif, Maturasi dan Biofilter (alternatif


1)
b. Kolam Anaerobik, Fakultatif, Maturasi dan Landtreatment /
Wetland (alternatif 2)
c. Anaerobic Baffled Reactor (ABR) dengan Aerated Lagoon
(alternatif 3)
d. Proses Koagulasi - Flokulasi, Sedimentasi, Kolam Anaerobik
atau ABR (alternatif 4)
e. Proses Koagulasi - Flokulasi, Sedimentasi I, Aerated Lagoon,
Sedimentasi II (alternatif 5)

Sebagian besar pengolahan air lindi di Indonesia masih


menggunakan sistem kolam karena biaya operasionalnya yang
rendah, tetapi memerlukan waktu tinggal yang cukup lama. Untuk
kolam anaerobik memerlukan waktu tinggal 20 – 50 hari dengan
efisiensi penghilangan BOD 50 – 85 %, kolam fakultatif
memerlukan waktu tinggal 5 -30 hari dengan efisiensi
penghilangan BOD 70 – 80 %, sedangkan kolam matrurasi
memerlukan waktu tinggal 7-20 hari dengan efisiensi
penghilangan BOD 60-89 % (Annonim 1, 2012). Sebagian besar
pengolahan lindi di Indonesia memiliki masalah yang sama, yaitu
kuantitas dan kualitas lindi yang berfluktuasi. Disisi lain, dasar
untuk dapat merencanakan IPL yang baik adalah beban hidrolis
(Q), serta beban organik (BOD, COD) yang stabil. Oleh karena
itu,

10
diperlukan pengaturan/penyeimbangan untuk debit dan beban
organik yang masuk ke IPL, dikarenakan mikroorganisme yang
bekerja di IPL tersebut sangat sensitif dengan perubahan debit dan
beban organik yang ekstrim. Salah satu cara untuk mengatur debit
dan beban organik tersebut adalah dengan menggunakan kolam
stabilisasi serta pintu air sebelum inlet IPL.

Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk dapat mengurangi


dampak negatif dari lindi adalah:

a. Penggunaan lapisan tanah penutup, baik lapisan tanah


penutup harian, antara, dan penutup akhir.
b. Pemakaian lapisan dasar/liner yang sesuai dengan kriteria
teknis untuk dapat mencegah infiltrasi leachate ke tanah
dan air tanah.
c. Pembangunan sarana pengumpul dan pengolah lindi yang
sesuai dengan kriteria teknis, serta pembangunan drainase
sekeliling TPA yang sesuai dengan kriteria teknis untuk
dapat mengurangi jumlah limpasan air hujan yang masuk
ke dalam TPA.
d. Melakukan resirkulasi lindi.

11
Bab III
Metodologi penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Juni-Agustus 2016. Pengambilan sampel lindi di


TPA Jatibarang. sedangkan penelitian ozonisasi dilakukan di Laboratorium
Plasma Jurusan Fisika Universitas Diponegoro sementara penelitian koagulasi-
flokulasi dan analisa BOD, COD, dan TSS dilakukan di Laboratorium Teknik
Lingkungan Universitas Diponegoro Langkah awal yang dilakukan adalah
melakukan jartest untuk mendapatkan dosis optimum koagulan.

Mengetahui karakteristik awal lindi sebelum dilakukan proses kougulasi-flokulasi


sebagai berikut :

No Parameter Satuan Hasil uji Baku mutu


1 BOD mg/l 2.548 50
2 COD mg/l 3.309 100
3 TSS mg/l 375 100
4 pH 8,38 6-9

Proses koagulasi dilakukan selama 1 menit dengan kecepatan 200rpm, dan


koagulasi selama 15 menit dengan keecepatan 45rpm. Variasi dosis yang
dibubuhkan adalah 12g/l , 14g/l, 16g/l, dan 18g/l. Setelah dilakukan jartest,
diambil sampelnya untuk diujikan nilai BOD, COD, TSS, dan pH nya.

Kemudian dilakukan analisa untuk mendapatkan dosis optimum, setelah


diketahui dosis optimum, kemudian dilakukan lagi koagulasiflokulasi dengan
dosis tersebut untuk selanjutnya dilakukan pengolaan dengan ozonasi.

Variasi dosis ozon yang digunakan adalah 20ppm, 40ppm, dan 60ppm dengan
laju alir 2lpm. Sementara waktu pengambilan sampel yaitu pada menit ke 15, 30,
60, 90, 120, 150, dan 180. Ozon pada penelitian ini dibangkitkan menggunakan
rektor DBD, dengan konfigurasi kawat spiral-silinder. Reaktor terdiri dari
elektroda dalam (positif), tabung pyrex dan elektroda luar (negatif).

12
Elektroda spiral terbuat dari kawat tembaga, elektroda spiral dimasukkan ke
dalam suatu penghalang dielektrik yaitu tabung pyrex dan pada baian luar dari
penghalang dielektrik akan diselubungi dengan lempeng tembaga.

13
Bab IV
Hasil dan pembahasan

4.1. Karakteristik Awal Lindi TPA Jatibarang


Lindi yang belum diolah memiliki warna yang hitam pekat, dan memiliki
aroma yang khas organik yang cukup menyengat. Secara fisik lindi ini
terlihat terlarut sempurna karena tidak adanya endapan didasar beaker
glass ini dan juga tidak ada gumpalan yang mengapung dipermukaan lindi
jika dilihat dengan kasat mata kasat mata. Hasil uji karakteristik awal lindi
TPA Jatibarang dapat dilihat pada tabel 1.

Table 1 Hasil Uji Karakteristik Awal Lindi


No Parameter Satuan Hasil uji Baku mutu
1 BOD mg/l 2.548 50
2 COD mg/l 3.309 100
3 TSS mg/l 375 100
4 pH 8,38 6-9

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa ketiga parameter BOD,


COD, dan TSS belum memenuhi baku mutu menurut Perda Jateng No. 5
Tahun 2012. Tingginya nilai BOD dan COD menunjukkan tingginya
kadar organik yang terkandung pada limbah. Limbah dengan nilai COD
yang tinggi sangat berbahaya bagi lingkungan karena dapat menurunkan
kandungan oksigen terlarut dalam air (Tchobanouglous, Burton, &
Stensel, 2003). Sedangkan TSS yang tinggi akan menghambat penetrasi
cahaya ke dalam air dan mengakibatkan terganggunya proses fotosintesis
(Effendi, dalam estikarining 2015).

4.2. Proses Koagulasi-Flokulasi


Pada saat dilakukan jar test, terbentuk buih yang cukup tinggi. Ketinggian
buih meningkat seiring bertambahnya dosis koagulan yang dibubuhkan.
Selain buih, pada saat pengadukan juga terlihat terbentuknya mikroflok

14
yang perlahan berubah menjadi makroflok dan saat pengadukan
dihentikan, flok yang terbentuk perlahan mengendap karena adanya gaya
gravitasi. Setelah mengendap, buih yang terbentuk mulai berkurang dan
lindi bagian atas mulai berubah menjadi jernih. Ketika aluminum sulfat
ditambahkan pada air yang mengandung alkalinitas, terjadi reaksi seperti
berikut (Davis 2010) :
Al2(SO4)3.18H2O+6𝐻𝐶𝑂−↔2Al(OH)3.3H2O+6CO2+12H2O+3𝑆𝑂2−
3 4

bahwa begitu setiap mol tawas ditambahkan menggunakan enam mol


alkalinitas dan menghasilkan enam mol karbon dioksida. Reaksi di atas
menggeser keseimbangan karbonat dan menurunkan pH. Namun, selama
alkalinitas dan CO2(g) yang hadir cukup diperbolehkan untuk
berkembang, pH tidak berkurang drastis dan ini umumnya bukan masalah
operasional. Ketika alum ditambahkan ke air, ia langsung terdisosiasi,
mengakibatkan pelepasan ion aluminium dikelilingi oleh enam molekul
air. Ion aluminium mulai bereaksi dengan air, membentuk Al·OH·H 2O
besar yang kompleks.
Beberapa peneliti berpendapat bahwa [Al8(OH)20·28H2O]4+ merupakan
produk yang sebenarnya menggumpal. Terlepas dari spesies yang
sebenarnya diproduksi, kompleks ini adalah endapan yang sangat besar
yang menghilangkan banyak dari koloid dengan keterperangkapan karena
jatuh melalui air (Davis, 2010).

4.3. Pengolahan Hasil Koagulasi dengan Ozonasi


Setelah dilarutkan dalam air, ozon bereaksi dengan sejumlah besar
senyawa non-biodegradable. Dalam hal ini, sifat senyawa hadir dalam
lindi akan menentukan derajat reaktivitas dengan ozon dan efisiensi
ozonasi. Senyawa dengan kelompok-kelompok fungsional tertentu seperti
cincin aromatik dan obligasi C=C rentan terhadap serangan ozon, yang
menghasilkan senyawa karbonil (Westerhoff et al., dalam Kurniawan, Lo,
and Chan 2006). Dengan senyawa organik yang memiliki aromatic cincin,

15
O3 diketahui dapat memecacah cincin, menghasilkan asam alifatik
(Manoharan et al., dalam Kurniawan, Lo, & Chan 2006).
Pada rentang pH asam, ozon mengalami serangan elektrofilik selektif
pada bagian tertentu dari senyawa organik yang memiliki ikatan C = C
dan / atau cincin aromatik (Gunten dalam Kurniawan, Lo, and Chan 2006)
dan terurai menjadi asam karboksilat dan aldehida sebagai produk akhir
(Ikehata & El-Din, dalam Kurniawan, Lo, & Chan 2006). Namun, saat
terkena pH berkisar antara 8 sampai, dengan adanya ion OH- , ozon cepat
terurai menjadi lebih reaktif • OH radikal (Al-kadsi et al dalam
Kurniawan, Lo, & Chan 2006), yang memiliki potensi oksidasi 2.80V.
O3 + H2O → O2 + 2 •OH
dalam lingkungan basa, banyak senyawa organik yang lambat untuk
mengoksidasi, dengan ozon tersebut dapat cepat mengoksidasi dengan
• OH radikal, yang dengan cepat menyerang sebagian besar molekul target
dengan kecepatan kinetic mulai dari 10 6 sampai 109 M-1 .s-1 (Rivera &
Sances dalam Kurniawan, Lo, & Chan 2006). •OH radikal adalah spesies
yang sangat reaktif, yang dapat mengoksidasi senyawa organik dengan
mineralisasi lengkap dengan karbonat sebagai produk akhir (Hoigne
dalam Kurniawan, Lo, & Chan 2006).

4.4. Penyisihan COD Proses Ozonisasi


Mekanisme penyisihan COD pada proses ozonasi pada prinsipnya sama
dengan mekanisme penyisihan BOD, yakni terjadi reaksi langsung dan tak
langsung, saat reaksi langsung, ozon langsung menyerang polutan yang
ada pada lindi, reaksi selektif dengan konstanta laju reaksi lambat.

Table 2 efisien penyisihan COD


Waktu 20 Eff 40 Eff 60 Eff
pengolahan ppm (%) ppm (%) ppm (%)
Lindi awal 2.997 3.333 3.333
Koagulasi 1.399 53 1.408 58 1.408 58
15 menit 1.113 20 1.140 19 1.175 17
30 menit 980 30 988 30 1.149 18

16
60 menit 952 32 952 32 1.068 24
90 menit 961 31 1.059 25 979 30
120 menit 899 36 943 33 961 32
150 menit 970 31 970 31 890 37
180 menit 1.024 27 872 38 863 39
Baku mutu 100 100

Tabel diatas menunjukkan terjadinya fluktuasi nilai COD seiring dengan


bertambahnya dosis ozon dan waktu pengolahan. Penyisihan terkecil
terjadi saat dosis ozon 60ppm pada menit ke 15 dengan presentase
penyisihan yaitu 17%. Sedangkan penyisihan terbesar terjadi pada menit
ke 180 saat dosis ozon 60ppm, yaitu sebesar 39%. Saat penurunan nilai
COD terjadi, ini menunjukkan ozon (O3) dapat memecah sebagian ikatan
dengan baik sehingga dapat menguraikan senyawa organik pada limbah.
Namun hasil penyisihan parameter BOD ini belum memenuhi Perda
Jateng No. 5 Tahun 2012 tentang Baku Mutu Air Limbah (baku mutu air
limbah bagi kegiatan industri atau usaha lainnya yang belum ada baku
mutunya).

4.5. Penyisihan TSS Proses Ozonisasi


Berdasarkan penelitian Isyuniarto, dkk dalam estikarini (2015),
peningkatan penyisihan partikulat padat (TSS) dikarenakan radikal
hidroksil langsung bertumbukan dengan zat organik dalam air limbah
sehingga dapat mengoksidasi parameter pencemar dalam air limbah.
Namun saat presentase penyisihan TTS menurun, hal ini menunjukkan
ozon (O3) belum mengikat senyawa organik lainnya karena sifat ozon
(O3) yang tidak stabil sehingga membutuhkan elektron untuk menjadi
stabil.

17
Table 3 efisien penyisihan TSS

Tabel diatas menunjukkan terjadinya fluktuasi nilai TSS seiring dengan


bertambahnya dosis ozon dan waktu pengolahan. Penyisihan terkecil
terjadi saat dosis ozon 20ppm pada menit ke 15 dengan presentase
penyisihan yaitu 10%. Sedangkan penyisihan terbesar terjadi pada menit
ke 180 saat dosis ozon 60ppm, yaitu sebesar 37%. Namun hasil
penyisihan parameter BOD ini belum memenuhi Perda Jateng No. 5
Tahun 2012 tentang Baku Mutu Air Limbah (baku mutu air limbah bagi
kegiatan industri atau usaha lainnya yang belum ada baku mutunya). Dari
pengolahan yang telah dilakukan, nilai BOD, COD, maupun TSS belum
memenuhi baku mutu yang ada. Belum maksimalnya pengolahan lindi
pada proses ini disebabkan oleh beban pencemar yang terlalu tinggi.
Sehingga kemampuan radikal hidroksil yang terbentuk sulit untuk
mendegradasi senyawa organik secara keseluruhan.

4.6. Pengaruh pH Proses Ozonisasi


Proses degradasi zat organik memliki hubungan erat dengan kondisi pH.
Penelitian terdahulu menyebutkan oksidasi micropollutants pada air
limbah sintetis tanpa buffer akan meningkatkan nilai pH dan kecepatan
reaksi (Adams, 1990; Heil et al., 1991; Gilbert, 1991 dalam C. Gottschalk,
2000). Berikut disajikan grafik pengaruh dosis terhadap pH lindi dengan
variasi waktu pengolahan.

18
Table 4 pengaruh pH proses
ozonisasi

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bawha pH pada variasi dosis 20ppm
cukup rendah yaitu pada rentang 6,49-7,23. Sedangkan pada dosis 40 dan
60 ppm, pH cukup tingi yaitu pada rentang 7,83-8,43. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa semakin lama proses pengolahan, maka pH lindi akan
mengalami kenaikan. Begitu pula dengan peningkatan dosis, dosis yang
semakin besar, maka pH lindi pun akan lebih besar pula. Reaksi kimia
yang terjadi saat ozonasi dengan dosis 40ppm dan 60ppm pada menit 0
hingga menit ke 30 dapat dilihat pada persamaan (4), sedangkan pada
menit 60 hingga menit ke 180 pada persamaan (5). Oksidasi melalui
pembentukan •OH radikal dibatasi oleh adanya senyawa tahan-ozon atau
scavengers •OH radikal.

4.7. Efisiensi Penyisihan BOD, COD, dan TSS pada proses Kombinasi
Koagulasi Flokulasi dan Ozonisasi
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa dosis
koagulan terbaik yaitu pada dosis 16g/L. Untuk dosis ozon 20 ppm,
sampel awal lindi memiliki nilai BOD 2.083 mg/L, kemudian setelah
dikoagulasi turun menjadi 1.029mg/L yaitu sekitar 51% dan dilanjutkan
dengan ozonasi, nilainya turun hingga 685 mg/L pada menit ke 120,
namun pada menit ke 180 menjadi 786 mg/L, efisiensi penyisihannya
yaitu 62%. Sedangkan COD nilai awalnya 2.997 mg/L turun menjadi
1.399mg/L setelah dikoagulasi, yaitu sekitar 53%, setelah di ozonasi turun
hingga 899 mg/L pada menit ke 120, namun pada menit ke 180 1.024
mg/L yakni
19
66%. Untuk parameter TSS lindi memiliki nilai 490mg/L turun menjadi
423mg/L yaitu sebesar 14% setelah dikoagulasi, kemudian diozonasi
turun hingga 340 mg/L pada menit 120, dan pada menit 180 memiliki nilai
353mg/L yaitu 28%.

Pada dosis ozon 40 ppm dan 60 ppm, nilai BOD awal lindi yaitu
1.944mg/L kemudian turun 49% yakni menjadi 992mg/L setelah
dikoagulasikan. Kemudian setelah diozonasi 180 menit turun 66%, yaitu
menjadi 663mg/L, pada dosis 40ppm, sedangkan pada dosis 60 ppm turun
68% yaitu menjadi 625mg/L. Sementara untuk parameter COD nilai
awalnya yaitu 3.333mg/L turun menjadi 1.408mg/L yakni 58% setelah
dikoagulasi. Pada dosis 40ppm setelah diozonasi 180menit nilai COD
turun hingga 73% yaitu menjadi 872mg/L, sedangkan dosis 60 ppm turun
hingga 863mg/L yaitu sebesar 74%. Sedangkan parameter TSS awalnya
565mg/L, setelah dikoagulasi turun menjadi 472mg/L, yaitu 16%. Pada
ozonasi dosis 40ppm, setelah 180 menit, turun sebesar 46% yaitu menjadi
307mg/L. Pada ozonasi dosis 60ppm, setelah 180 menit turun menjadi
296mg/L yaitu sebesar 48%.

20
Bab V
Penutup

5.1 Kesimpulan
1. Dosis optimum koagulan alumunium sulfat untuk pengolahan lindi
TPA Jatibarang adalah 16g/L, dengan efisiensi penyisihan parameter
BOD sebesar 57%, COD sebesar 61% dan TSS sebesar 16%. Pada
dosis 18g/L penyisihan parameter BOD, COD, dan TSS yang terjadi
lebih baik, namun nilai pH turun hingga berada dibawah baku mutu.
Oleh sebab itu, dosis optimum yang dipilih adalah 16g/L.
2. Karakteristik lindi yang telah dikoagulasi flokulasi dengan dosis
optimum belum memenuhi standar baku mutu Peraturan Daerah
Provinsi Jawa Tengah Nomor : 5 Tahun 2012 Lampiran IX Golongan I
oleh karena itu diperlukan proses ozonasi sebaai lanjutannya. Hasil
penelitian didapatkan bahwa presentase penyisihan terbaik saat
menggunakan dosis ozon 60ppm dengan waktu pengolahan 180menit
dengan efisiensi penyisihan parameter BOD, COD, dan TSS adalah
37%, 39% dan 37%.
3. Efisien penyisihan BOD, COD dan TSS dengan pengolahan koagulasi-
flokulasi dengan dosis optimum koagulan dan dilanjutkan dengan
ozonasi pada dosis 60ppm pada waktu pengolahan 180 menit adalah
sebesar 68% , 74%, 48%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar
dosis ozon yang diberikan dan semakin lama waktu pengolahan maka
penyisihan senyawa organik akan semakin besar pula.

5.2 Saran
Perlunya penelitian lebih lanjut terhadap efisiensi penyisihan parameter
yamg ada, agar lindi dapat memenuhi baku mutu yang ada.

21
Daftar pustaka

Alaerts, G; Santika. Metode Penelitian Air. 1984. Usaha Nasional: Surabaya

Ali, Mohammad, Babak Tavakoli, Naz Chaibakhsh, and Ali Reza. 2016. “Use of a
Plant-Based Coagulant in Coagulation – Ozonation Combined Treatment
of Leachate from a Waste Dumping Site.” Ecological Engineering 90:
431– 37.http://dx.doi.org/10.1016/j.ec oleng.2016.01.057.

Crittenden, John C et al. 2012. “Coagulation and Flocculation.” In MHW’s Water


Treatment Principle and Design, Canada: Jhon Wiley & Sons.

Davis, Mackenzie L. 2010. Wastewater Engineering Design Principle and


Practice. New York : McGrawiHill

Dom, R, Teresa Gonz, Hector M Garc, and S Francisco. 2007. “Aluminium


Sulfate as Coagulant for Highly Polluted Cork Processing Wastewaters :
Removal of Organic Matter.” 148: 15–21.

Estikarini, Hutami Dinar. 2015. Penurunan kadar COD dan TSS pada limbah
tekstil dengan metode ozonasi.

Gottschalk, C, J A Libra, A Saupe, and Waste Water. 2000. Ozonation of Water


and Waste Water. Weinheim: Wiley-Vch.

Ince, M, E Senturk, G Onkal Engin, and B Keskinler. 2010. “Further Treatment


of Landfill Leachate by Nano Fi Ltration and Micro Fi Ltration – PAC
Hybrid Process.” 255: 52–60.

Kurniawan, Tonni Agustiono, Wai-hung Lo, and G Y S Chan. 2006. “Radicals-


Catalyzed Oxidation Reactions for Degradation of Recalcitrant
Compounds from Landfill Leachate.” 125: 35–57.

Li, Wei et al. 2010. “Treatment of Stabilized Land Fi Ll Leachate by the


Combined Process of Coagulation / Fl Occulation and Powder Activated
Carbon Adsorption.” DES 264(1–2): 56–
62.http://dx.doi.org/10.1016/j.de sal.2010.07.004.

22
Ntampou, X, and A I Zouboulis. 2006. “Appropriate Combination of Physico-
Chemical Methods ( Coagulation / Flocculation and Ozonation ) for the
Efficient Treatment of Landfill Leachates.” 62: 722–30.

Nugroho, Rudi, Ikbal. 2005. Pengolahan Air dan Penerapan Teknologi


Lingkungan.163-172

Nurul Fajri R, Mochtar Hadiwidodo, Arya Rezagama. Pengolahan lindi dengan


metode koagulasi-flokulasi menggunakan koagulan aluminium sulfat dan
metode ozonisasi untuk menurunkan parameter BOD, COD, Dan TSS. \
dibaca pada http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan Jurnal
Teknik Lingkungan, Vol.6, No.1 (2017).

Spellman, Frank R, and R Frank. 2003. Handbook of Water and Wastewater


Treatment Plant Library of Congress Cataloging-in-Publication Data.
Florida: Lewis.

23
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol.6, No.1 (2017)

PENGOLAHAN LINDI DENGAN METODE KOAGULASI-


FLOKULASI MENGGUNAKAN KOAGULAN ALUMINIUM
SULFAT DAN METODE OZONISASI UNTUK
MENURUNKAN PARAMETER BOD, COD, DAN TSS
(Studi Kasus Lindi TPA Jatibarang)
Nurul Fajri R*), Mochtar Hadiwidodo **), Arya Rezagama **)
Departemen Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
Jl. Prof. H. Sudarto, SH, Tembalang, Semarang, Indonesia, 50275
email: nurulfajriramadhanii@gmail.com

Abstrak
TPA Semarang terletak di Jatibarang, Desa Kedungpane, Kecamatan Mijen
dengan luas sekitar 45 hektar. TPA Jatibarang mulai beroperasi sejak Maret
tahun 1992. Sampah pada TPA ini dalam proses pembusukannya menghasilkan
lindi. Lindi diarahkan ke tangki penyimpanan untuk diproses lebih lanjut. Namun
metode ini juga memiliki beberapa kelemahan yang paling menonjol adalah
potensi pencemaran air tanah oleh air lindi. Penelitian ini akan menguji efisiensi
Jatibarang TPA pengolahan lindi dengan metode koagulasi-flokulasi
menggunakan koagulan aluminium sulfat dan dikombinasikan dengan proses
ozonasi. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dosis optimum koagulan
untuk pengolahan lindi TPA Jatibarang adalah 16g/L, dengan efisiensi removal
parameter BOD 57%, COD sampai 61% dari dan TSS sebesar 16,0%. Setelah
memperoleh dosis optimum, maka dilakukan koagulasi kembali dengan itu dosis
tersebut untuk diproses oleh ozonasi. Ozon dosis optimum untuk pengolahan lindi
TPA Jatibarang sebesar 60ppm. Dengan efisiensi penyisihan parameter BOD,
COD dan TSS adalah 37%, 39% dan 37%. Efisiensi penyisihan untuk BOD, COD
dan TSS dengan proses koagulasi-flokulasi berlanjut dengan ozonasi pada dosis
60ppm adalah 68%, 74%, 48%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar dosis
ozon yang diberikan dan semakin lama waktu, proses penyisihan senyawa
organik akan lebih besar.

Kata kunci: lindi, koagulasi, flokulasi, aluminium sulfat, ozon

Abstract
[Leachate Treatment with Coagulation-Flocculation Method Using Aaluminum
Sulfate as Coagulant and Ozonation Method to Decrease Parameter of BOD,
COD and TSS]. Landfill of Semarang is located in Jatibarang, Mijen village,
district Kedungpane with an area of approximately 45 hectares. Jatibarang
landfill began operating since March 1992. Waste generation in this landfill in
the decay process produces leachate. Leachate is routed to storage tanks for
further processing. But this method also has some of the most prominent weakness
is the potential for groundwater contamination by leachate water. This research
will examine the efficiency of Jatibarang landfill leachate treatment with
coagulation-flocculation method using a coagulant aluminum sulfate and
combined with ozonation process. From the results of research that's been done,
coagulant optimum dose for the treatment of Jatibarang landfill leachate is 16g /
l, with the parameters BOD removal efficiency 24%, COD to 65% of and TSS of

1 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol.6, No.1 (2017)

16.0%. Having obtained the optimum dose, then do coagulation back with that
dose for processing by ozonation. The optimum ozone dose for the treatment of
Jatibarang landfill leachate amounted 60ppm. With the removal efficiency
parameters BOD, COD and TSS was 46%, 48% and 37%. Efficient allowance for
BOD, COD and TSS with coagulation-flocculation processing continues with
ozonation at a dose of 60ppm was 55%, 76%, 48%. This shows that the greater
the ozone dose given and the longer the processing time allowance organic
compounds will be greater.

Keywords : leachate, aluminum sulfat, ozon

PENDAHULUAN Metode pengolahan lindi dapat


Latar Belakang dibagi menjadi pengolahan biologis
dan pengolahan fisik/kimia.
Landfilling adalah metode yang Dibandingkan dengan pengolahan
paling banyak digunakan untuk biologis, pengolahan fisikokimia
pembuangan limbah padat perkotaan. biasanya lebih efektif biaya dan
Selama periode ini, limbah padat dapat diselesaikan dengan waktu
mengalami perubahan fisika-kimia yang lebih singkat. Metode
dan biologis, ekstraksi yaitu fisik, pengolahan fisikokimia yang paling
proses hidrolisis dan fermentasi umum diantaranya koagulasi -
bahan organik yang membusuk. flokulasi, adsorpsi, proses membrane
Lindi yang terdiri dari bahan dan oksidasi (Ali et al. 2016).
organik, ion anorganik dan logam Menurut Lee dalam (Dom et
berat adalah produk sampingan dari al. 2007) koagulasi adalah proses
proses ini. Karakteristik lindi yang sering digunakan pada
bervariasi dari waktu ke waktu pengolahan air/air limbah, pada
tergantung banyak faktor, seperti : pengolahan ini senyawa seperti
jenis limbah di TPA, metode garam aluminium ditambahkan ke
mengisi, tingkat pemadatan, variasi limbah untuk mendestabilisasi bahan
curah hujan musiman, dan tahap koloid dan menyebabkan partikel
stabilisasi limbah (Ince et al. 2010). kecil menggumpal menjadi
Tempat Pemrosesan Akhir gumpalan yang lebih besar dan dapat
(TPA) Kota Semarang terletak di
mengendap. Efektivitas proses ini
Jatibarang Kecamatan Mijen
akan tergantung pada agen koagulasi
Kelurahan Kedungpane dengan luas
digunakan, dosis, pH larutan,
kurang lebih 45 Ha. Berdasarkan
konsentrasi dan sifat senyawa
hasil peninjauan lapangan, TPA
organik yang ada dalam air.
Jatibarang masih belum optimal Ozon merupakan bahan kimia
dalam melakukan pengolahan, bisa yang sangat reaktif digunakan dalam
dilihat dari indi yang dialirkan pengolahan limbah sebagai
melalui saluran alami yang terbuat desinfeksi, menghilangkan warna,
dari tanah dan aerator IPAL yang degradasi dari mikropolutan organik
tidak berfungsi. Lindi yang tidak (Parakeva dan Graham dalam (Ali et
terolah dengan baik ini dapat al. 2016). Proses ozon tunggal,
mencemari tanah dan sungai Kreo oksidasi dengan ozon tidaklah
yang dijadikan pembuangan effluent. efektif, karena kompleksitas
2 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol.6, No.1 (2017)

komposisis lindi, dosis ozon yang BOD


tinggi, dan reaksi masing-masing, Biological Oxygen Demand
mungkin memerlukan waktu lebih (BOD) atau jumlah oksigen yang
lama, sehingga proses ini tidak dibutuhkan oleh bakteri untuk
menguntungkan secara ekonomi. menguraikan (mengoksidasikan)
Sehingga dilakukan kombinasi hamper semua zat organis yang
koagulasi-flokulasi dengan ozonasi terlarut dan sebagian zat-zat organis
(Ntampou & Zouboulis 2006). yang tersuspensi dalam air.
Pada penelitian ini akan Pemeriksaan BOD diperlukan untuk
mengkaji mengenai efisiensi menentukan beban pencemaran
pengolahan lindi TPA Jatibarang akibat air buangan penduduk dan
dengan metode koagulasi-flokulasi industri, dan untuk mendisain sistem-
menggunakan koagulan aluminum
sistem pengolahan biologis bagi air
sulfat dan dikombinasikan dengan
yang tercemar tersebut. Penguraian
proses ozonasi. Diharapkan dengan
zat organis adalah peristiwa alamiah;
penelitian ini dapat melakukan
kalau seseuatu badan air dcemari
pengolahan lindi yang memenuhi
oleh zat organis, bakteri dapat
baku mutu air limbah dan dapat
menghabiskan oksigen terlarut ,
diterapkan oleh TPA Jatibarang
dalam air selama proses oksidasi
terutama untuk penyisihan BOD,
COD, dan TSS. terseburut bisa mengakibatkan
kematian ikan-ikan dalam aor dan
keadaan menjadi annaerobik dan
KAJIAN PUSTAKA
Lindi dapat menimbulkan bau busuk pada
Lindi didefinisikan sebagai air (Alaerts & Santika 1984).
limbah air yang dihasilkan akibat COD
dari perkolasi air hujan melalui Chemical Oxygen Demand
timbulan sampah, proses biokimia (COD) atau kebutuhan oksigen kimia
dalam sel sampah dan kadar air yang (KOK) adalah jumlah oksigen (mg
melekat dari sampah sendiri. Lindi O2) yang dibutuhkan untuk
biasanya mengandung banyak materi mengoksidasi zat-zat organis yang
organik (biodegradable, tetapi juga ada dalam satu liter sampel air,
tahan api untuk biodegradasi), dimana pengoksidanya adalah
amonia-nitrogen (NH4+ N), logam K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber
berat, diklorinasi organik dan garam oksigen (oxidizing agent). Angka
anorganik, yang beracun untuk COD merupakan ukuran bagi
organisme hidup dan ekosistem. pencemaran air oleh zat-zat organik
Lindi TPA telah diidentifikasi yang secara alamiah dapat dioksidasi
sebagai potensi sumber kontaminasi melalui proses mikrobiologis dan
tanah dan air permukaan, karena mengakibatkan berkurangnya
mungkin meresap melalui tanah dan oksigen terlarut di dalam air. Prinsip
lapisan bawah tanah, menyebabkan analisa COD yaitu sebagian besar zat
kontaminasi sungai, anak sungai dan organis melalui tes COD, dioksidasi
air sumur, jika tidak dikumpulkan oleh K2Cr2O7 dalam keadaan asam
secara benar, diolah dan aman yang mendidih optimum serta
dibuang (Li et al. 2010). penambahan perak sulfat (Ag2SO4)
sebagai katalisator untuk
mempercepat reaksi, seperti

3 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol.6, No.1 (2017)

persamaan berikut (Alaerts & aluminum sulfat, atau alum


Santika 1984) [Al2(SO4)3.18H2O], dimana dapat
TSS diperoleh dalam bentuk padatan
TSS atau Total Suspended Solid maupun cairan. Proses pengolahan
merupakan total padatan tersuspensi limbah dengan penambahan
dalam air, umumnya dinyatakan koagulan alum didasarkan pada
kemampuan alum yang dapat
sebagai konsentrasi dalam bentuk
membentuk inti floks yang dapat
milligram per liter. Singkatnya,
mengikat ion-ion logam yang ada
untuk melakukan prosedur tes TSS,
didalam limbah pada suasana basa.
sampel diukur tercampur dituangkan
ke alat filtrasi dan dengan bantuan Ozonasi
pompa vakum atau aspirator, dihisap
melalui saringan. Setelah Ozon adalah molekul yang
penyaringan, filter dikeringkan pada terdiri dari 3 atom oksigen,
103 untuk 105ºC, didinginkan dan ditemukan oleh Van Marum pada
ditimbang kembali. Peningkatan tahun 1785 dengan menggunakan
berat filter dan padatan dibandingkan peralatan listrik. Ozon mempunyai
dengan filternya sendiri merupakan berat molekul 48g per mol, tidak
nilai TSS (Spellman & Frank 2003). berwarna pada temperaur kamar, dan
berupa cariran biru tua pada keadaan
Koagulasi Flokulasi tekanan tinggi. (Bicknel & Jain, 2002
Koagulasi melibatkan dalam (Nugroho & Ikbal, 2005).
penambahan koagulan kimia atau Ozon dapat bereaksi dengan zat
koagulan untuk tujuan pengkondisian dalam dua cara yang berbeda,
suspensi, koloid, dan materi terlarut langsung dan tidak langsung. dua
untuk diproses selanjutnya oleh jalur reaksi tersebut menyebabkan
flokulasi atau untuk menciptakan produk oksidasi yang berbeda dan
kondisi yang akan memungkinkan dikendalikan oleh berbagai jenis
untuk penghapusan partikulat kinetika. Reaksi ozon tidak langsung
berikutnya dan dilarutkan. Flokulasi dapat menghasilkan radikal hidroksil
adalah agregasi partikel stabil yang kemudian bereaksi dengan
(partikel yang mana muatan senyawa.
permukaan listrik telah berkurang) Jalur reaksi tidak langsung
dan produk endapan yang dibentuk melibatkan radikal, yang merupakan
oleh penambahan koagulan menjadi molekul yang memiliki elektron
partikel yang lebih besar yang tidak berpasangan. Elektron tidak
dikenal sebagai partikel flokulan berpasangan diwakili dengan "•" di
atau, lebih umum, ''flok.'' Suatu Flok samping struktur kimia. Kebanyakan
diagregasikan kemudian dapat radikal yang sangat tidak stabil dan
dihilangkan dengan gravitasi segera menjalani reaksi dengan
sedimentasi dan/atau filtrasi molekul lain untuk mendapatkan
(Crittenden et al. 2012). elektron yang hilang.
Mekanisme rantai radikal ozon
Aluminium Sulfat dapat dibagi menjadi tiga langkah
Menurut Eckenfelder (2000), yang berbeda, inisiasi, perambatan
Koagulan yang paling populer dalam (propagasi) rantai, dan penghentian
pengolahan air limbah adalah (terminasi). Langkah pertama adalah

4 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol.6, No.1 (2017)

peluruhan ozon, dipercepat oleh Jurusan Fisika Universitas


pemrakarsa, misalnya, OH-, untuk Diponegoro sementara penelitian
membentuk oksidan sekunder seperti koagulasi-flokulasi dan analisa BOD,
radikal hidroksil (•OH). Mereka COD, dan TSS dilakukan di
bereaksi nonselektif dan segera (k = Laboratorium Teknik Lingkungan
108 - 1010 M-1 s-1) dengan molekul Universitas Diponegoro
target. Misalnya, radikal hidroksil Langkah awal yang dilakukan
mendapatkan kembali elektron yang adalah melakukan jartest untuk
hilang dengan menghilangkan mendapatkan dosis optimum
elektron hidrogen dari molekul target koagulan. Proses koagulasi
untuk membentuk molekul air. dilakukan selama 1 menit dengan
Dalam kehilangan elektron, target kecepatan 200rpm, dan koagulasi
molekul itu sendiri menjadi radikal, selama 15 menit dengan keecepatan
yang akan bereaksi lebih lanjut, 45rpm. Variasi dosis yang
menyebarkan reaksi berantai. dibubuhkan adalah 12g/l , 14g/l,
Namun, jika sebaliknya bereaksi 16g/l, dan 18g/l. Setelah dilakukan
radikal dengan kedua radikal, dengan jartest, diambil sampelnya untuk
demikian, masing-masing pasangan diujikan nilai BOD, COD, TSS, dan
elektron tidak berpasangan, reaksi pH nya. Kemudian dilakukan analisa
berantai dihentikan. Radikal tersebut untuk mendapatkan dosis optimum,
dinetralkan sama lain. setelah diketahui dosis optimum,
Oksidasi langsung (M + O3) kemudian dilakukan lagi koagulasi-
dari
flokulasi dengan dosis tersebut untuk
komponen organik dengan ozon
selanjutnya dilakukan pengolaan
adalah reaksi selektif dengan
dengan ozonasi. Variasi dosis ozon
konstanta laju reaksi lambat,
yang digunakan adalah 20ppm,
biasanya berada di kisaran (kD = 1,0-
6 40ppm, dan 60ppm dengan laju alir
10 M-1s-1). Molekul ozon bereaksi
2lpm. Sementara waktu pengambilan
dengan ikatan tak jenuh karena
sampel yaitu pada menit ke 15, 30,
struktur dipolar dan mengarah ke
60, 90, 120, 150, dan 180.
pemisahan dari ikatan, yang
Ozon pada penelitian ini
didasarkan pada apa yang disebut dibangkitkan menggunakan rektor
mekanisme Criegee. Mekanisme DBD, dengan konfigurasi kawat
Criegee sendiri dikembangkan untuk spiral-silinder. Reaktor terdiri dari
larutan tak berair. Jalur radikal elektroda dalam (positif), tabung
sangat kompleks dan dipengaruhi pyrex dan elektroda luar (negatif).
oleh banyak zat. Reaksi utama dan Elektroda spiral terbuat dari kawat
produk reaksi dari jalur radikal tembaga, elektroda spiral
didasarkan pada dua model yang dimasukkan ke dalam suatu
paling penting dibahas atas penghalang dielektrik yaitu tabung
(Gottschalk et al. 2000). pyrex dan pada baian luar dari
penghalang dielektrik akan
METODOLOGI PENELITIAN
diselubungi dengan lempeng
Penelitian ini dilaksanakan pada
tembaga.
Juni-Agustus 2016. Pengambilan
sampel lindi di TPA Jatibarang.,
PEMBAHASAN
sedangkan penelitian ozonisasi
dilakukan di Laboratorium Plasma

5 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol.6, No.1 (2017)

Karakteristik Awal Lindi TPA dan saat pengadukan dihentikan, flok


Jatibarang yang terbentuk perlahan mengendap
Lindi yang belum diolah memiliki karena adanya gaya gravitasi. Setelah
warna yang hitam pekat, dan mengendap, buih yang terbentuk
memiliki aroma yang khas organik mulai berkurang dan lindi bagian
yang cukup menyengat. Secara fisik atas mulai berubah menjadi jernih.
lindi ini terlihat terlarut sempurna Ketika aluminum sulfat
karena tidak adanya endapan didasar ditambahkan pada air yang
beaker glass ini dan juga tidak ada mengandung alkalinitas, terjadi
gumpalan yang mengapung reaksi seperti berikut (Davis 2010) :
dipermukaan lindi jika dilihat dengan
kasat mata kasat mata. Hasil uji
karakteristik awal lindi TPA bahwa begitu setiap mol tawas
Jatibarang dapat dilihat pada tabel 1. ditambahkan menggunakan enam
Tabel 1 mol alkalinitas dan menghasilkan
Hasil Uji Karakteristik Awal Lindi enam mol karbon dioksida. Reaksi di
atas menggeser keseimbangan
karbonat dan menurunkan pH.
Namun, selama alkalinitas dan CO2(g)
yang hadir cukup diperbolehkan
untuk berkembang, pH tidak
Berdasarkan tabel diatas dapat berkurang drastis dan ini umumnya
diketahui bahwa ketiga parameter bukan masalah operasional
BOD, COD, dan TSS belum Ketika alum ditambahkan ke air,
memenuhi baku mutu menurut Perda ia langsung terdisosiasi,
Jateng No. 5 Tahun 2012. Tingginya mengakibatkan pelepasan ion
nilai BOD dan COD menunjukkan aluminium dikelilingi oleh enam
tingginya kadar organik yang molekul air. Ion aluminium mulai
terkandung pada limbah. Limbah bereaksi dengan air, membentuk
dengan nilai COD yang tinggi sangat Al·OH·H2O besar yang kompleks.
berbahaya bagi lingkungan karena Beberapa peneliti berpendapat bahwa
dapat menurunkan kandungan [Al8(OH)20·28H2O]4+ merupakan
oksigen terlarut dalam air produk yang sebenarnya
(Tchobanouglous, Burton, & Stensel, menggumpal. Terlepas dari spesies
2003). Sedangkan TSS yang tinggi yang sebenarnya diproduksi,
akan menghambat penetrasi cahaya kompleks ini adalah endapan yang
ke dalam air dan mengakibatkan sangat besar yang menghilangkan
terganggunya proses fotosintesis banyak dari koloid dengan
(Effendi, dalam estikarining 2015). keterperangkapan karena jatuh
Proses Koagulasi-Flokulasi melalui air (Davis, 2010).
Pada saat dilakukan jar test, Berdasarkan grafik diatas dapat
terbentuk buih yang cukup tinggi. dilihat bahwa seiring dengan
Ketinggian buih meningkat seiring penambahan dosis, terjadi
bertambahnya dosis koagulan yang peningkatan efisiensi penyisihihan
dibubuhkan. Selain buih, pada saat kadar ketiga parameter yang diamati.
pengadukan juga terlihat Penambahan dosis koagulan yang
terbentuknya mikroflok yang tinggi mendorong pembentukan flok
perlahan berubah menjadi makroflok dalam jumlah besar, karena

6 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol.6, No.1 (2017)

peningkatkan lewat jenuh dari Jateng No. 5 Tahun 2012 tentang


aluminium hidroksida meningkatkan Baku Mutu Air Limbah
cukup laju nukleasi dibandingkan
dengan tingkat pertumbuhan flok.
Hasilnya adalah suspensi dengan Tabel 3
flok yang lebih kecil dalam ukuran Pengaruh Doosis Terhadap pH
dan lebih besar jumlahnya, dan akan
menghapus sejumlah besar bahan
organik karena luas permukaan yang
lebih besar tersedia untuk adsorpsi.
Sebaliknya, dosis koagulan rendah
mendukung pembentukan flok yang
lebih besar, tetapi lebih sedikit
karena tingkat pertumbuhan lebih
cepat dibandingkan dengan laju
nukleasi, sehingga luas permukaan
yang lebih kecil tersedia untuk
adsorpsi bahan organik (Dom et al.
2007).

Tabel 2 Gambar 2
Nilai Konsentrasi pH, BOD, Gafik Nilai pH Hasil
COD, dan TSS pada Variasi Dosis Koagulasi-Flokulasi
Koagulan Dapat disimpulkan bahwa dosis
optimum koagulan yang dapat
diambil adalah 16g/L, meskipun
pada dosis 18g/L memiliki
penyisihan ketiga parameter lebih
besar daripada dosis 16g/L, namun
nilai pH yang melebihi baku mutu
tidak dapat diabaikan. Sehingga pada
tahap selanjutnya, dilakukan
koagulasi kembali menggunakan
dosis 16g/L untuk kemudian
dilakukan proses ozonasi.

Pengolahan Hasil Koagulasi


dengan Ozonasi
Setelah dilarutkan dalam air,
ozon bereaksi dengan sejumlah besar
Gambar 1 senyawa non-biodegradable. Dalam
Grafik Penyisihan BOD, COD, hal ini, sifat senyawa hadir dalam
dan TSS pada Variasi Dosis lindi akan menentukan derajat
Koagulan reaktivitas dengan ozon dan efisiensi
Pengaruh pH pada penambahan ozonasi. Senyawa dengan kelompok-
dosis ini perlu dipertimbangkan, kelompok fungsional tertentu seperti
karena pH merupakan salah satu cincin aromatik dan obligasi C=C
parameter yang diamati dalam Perda rentan terhadap serangan ozon, yang

7 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol.6, No.1 (2017)

menghasilkan senyawa karbonil Dalam kondisi dasar, kedua


(Westerhoff et al., dalam Kurniawan, OH dan •OH bertindak sebagai
-

Lo, and Chan 2006). Dengan katalis untuk proses ozon


senyawa organik yang memiliki dekomposisi menjadi
aromatic cincin, O3 diketahui dapat senyawa antara yang juga sangat
memecacah cincin, menghasilkan reaktif seperti ion superoksida (O2)
asam alifatik (Manoharan et al., dan HO2 • radikal, seperti yang
dalam Kurniawan, Lo, & Chan ditunjukkan pada mekanisme
2006). berikut (Staehelin et al., dalam
Pada rentang pH asam, ozon Kurniawan, Lo, & Chan 2006) :
mengalami serangan elektrofilik Reaksi inisiasi: O3 +OH−→ •O2−
selektif pada bagian tertentu dari +HO2• (2)
senyawa organik yang memiliki Perambatan:
ikatan C = C dan / atau cincin O3 +•O2− → •O3− +O2, (3)
aromatik (Gunten dalam Kurniawan, pH < 8 ,•O3− +H+↔ HO3•, (4)
Lo, and Chan 2006) dan terurai pH 8, HO3• → •OH + O2,
menjadi asam karboksilat dan (5)
aldehida sebagai produk akhir •OH + O3→ HO2• + O2→ HO4
(Ikehata & El-Din, dalam (6)
Kurniawan, Lo, & Chan 2006). HO4• → HO2• + O2 (7)
Namun, saat terkena pH berkisar HO2• ↔ •O2 +H− +,
(8)
antara 8 sampai, dengan adanya ion Penghentian
OH-, ozon cepat terurai menjadi HO4• + HO4 • → H2O2 +2O3 (9)
lebih reaktif • OH radikal (Al-kadsi HO4 • + HO3• → H2O2 +O3 +O2
et al dalam Kurniawan, Lo, & Chan (10)
2006), yang memiliki potensi
oksidasi 2.80V. Namun, oksidasi melalui
pembentukan • OH radikal dibatasi
O3 + H2O → O2 + 2 •OH oleh adanya senyawa tahan-ozon
(1) atau scavengers •OH radikal. Jika pH
dalam lingkungan basa, banyak lebih tinggi dari 9, ion bikarbonat
senyawa organik yang lambat untuk dikonversi ke ion karbonat, yang
mengoksidasi, dengan ozon tersebut merupakan scavenger untuk radikal •
dapat cepat mengoksidasi dengan OH yang memperlambat laju kinetik
• OH radikal, yang dengan cepat dari reaksi oksidasi (Takeuchi et al.,
menyerang sebagian besar dalam Kurniawan, Lo, & Chan 2006)
molekul target dengan kecepatan (persamaan 11-13).
kinetic mulai dari 106 sampai 109 • OH + P → produk akhir
M-1.s- 1(Rivera & Sances dalam (11)
Kurniawan, Lo, & Chan 2006). di mana P merupakan scavengers
•OH radikal adalah spesies yang radikal hidroksil seperti HCO 3- dan
sangat reaktif, yang dapat CO32-. Beberapa contoh reaksi
mengoksidasi senyawa organik disajikan sebagai berikut
dengan mineralisasi lengkap (Kurniawan, Lo, & Chan 2006):
dengan karbonat sebagai produk •OH + CO32−→ OH− +CO3
akhir (Hoigne dalam Kurniawan, •− (12)
Lo, & Chan 2006) •OH + HCO3−→ OH−
+HCO3• (13)

8 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol.6, No.1 (2017)

Penyisihan BOD Proses Ozonisasi sebagai reaksi inisiasi. Reaksi


Tabel 4 selanjutnya yaitu reaksi perambatan
Efisiensi Penyisihan BOD atau rekasi rantai, pada reaksi ini
• OH beraksi dengan molekul target
(persamaan 3-8). Ada beberapa zat
organik yang bereaksi dengan •OH
yang menghasilkan radikal kedua
yang tidak menghasilkan superoksid
radikal HO2•/ •O2-. Ini merupakan
penghambat (scavenger) yang
menghentikan rekasi rantai
(Gottschalk et al. 2000). Munter
(2011) juga menambahkan bahwa
serangan oleh OH radikal, dengan
adanya oksigen, memulai kompleks
kaskade reaksi oksidatif yang
mengarah ke mineralisasi senyawa
organik. Rute yang tepat dari reaksi
Gambar 3 ini masih belum cukup jelas.
Grafik Efisiensi Penyisihan BOD Misalnya, senyawa organik
terhapap Dosis Ozon 20, 40, dan terklorinasi, pertama dioksidasi
60 ppm menjadi intermediet, seperti aldehid
Mekanisme penyisihan BOD dan asam karboksilat, dan akhirnya
pada proses ozonasi terjadi reaksi menjadi CO2, H2O, dan ion klorida.
langsung dan tak langsung, saat Karena CO2 dan H2O bukan
reaksi langsung, ozon langsung merupakan polutan, inilah yang
menyerang polutan yang ada pada menyebabkan nilai BOD turun
lindi, reaksi selektif dengan Pada gambar 3 menunjukkan
konstanta laju reaksi lambat. Ozonasi bahwa penyisihan BOD mengalami
langsung adalah penting jika reaksi fluktuasi secara keseluruhan, hal
radikal yang terhambat. Seperti tersebut karena ozon bersifat tidak
halnya jika air tidak mengandung stabil dan terdekomposisi secara
senyawa yang memulai reaksi cepat. Penyisihan terkecil dan
berantai (inisiator) atau jika terbesar terjadi pada saat dosis ozon
mengandung banyak yang 60ppm. Penyisihan terkecil yaitu
mengakhiri reaksi berantai sangat sebesar 10%, dengan waktu
cepat (scavenger). Dengan pengolahan 15menit. Sedangkan
meningkatnya konsentrasi scavenger Penyisihan terbesar terjadi pada
mekanisme oksidasi cenderung jalur menit ke ke 180, yakni 37%.
langsung. Oleh karena itu, kedua Sehingga dapat disimpulkan bahwa
karbon anorganik serta senyawa semakin besar dosis ozon, dan
organik memainkan peran penting. semakin lama waktu pengolahan,
Saat reaksi tak langsung ozon presentase penyisihan BOD juga
bereaksi dengan OH- yang ada pada akan semakin besar. Namun hasil
lindi, dan kemudian menghasilkan penyisihan parameter BOD ini belum
super anion •O2- dan radikal memenuhi Perda Jateng No. 5 Tahun
hidroperoksil HO2• (persamaan 1)
2012 tentang Baku Mutu Air Limbah

9 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol.6, No.1 (2017)

(baku mutu air limbah bagi kegiatan memecah sebagian ikatan dengan
industri atau usaha lainnya yang baik sehingga dapat menguraikan
belum ada baku mutunya). senyawa organik pada limbah.
Penyisihan COD Proses Ozonisasi Namun hasil penyisihan parameter
Mekanisme penyisihan COD pada BOD ini belum memenuhi Perda
proses ozonasi pada prinsipnya sama Jateng No. 5 Tahun 2012 tentang
dengan mekanisme penyisihan BOD, Baku Mutu Air Limbah (baku mutu
yakni terjadi reaksi langsung dan tak air limbah bagi kegiatan industri atau
langsung, saat reaksi langsung, ozon usaha lainnya yang belum ada baku
langsung menyerang polutan yang mutunya).
ada pada lindi, reaksi selektif dengan
Penyisihan TSS Proses Ozonisasi
konstanta laju reaksi lambat.
Berdasarkan penelitian
Tabel 5 Isyuniarto, dkk dalam estikarini
Efisiensi Penyisihan COD (2015), peningkatan penyisihan
partikulat padat (TSS) dikarenakan
radikal hidroksil langsung
bertumbukan dengan zat organik
dalam air limbah sehingga dapat
mengoksidasi parameter pencemar
dalam air limbah. Namun saat
presentase penyisihan TTS menurun,
hal ini menunjukkan ozon (O3)
belum mengikat senyawa organik
lainnya karena sifat ozon (O3) yang
tidak stabil sehingga membutuhkan
elektron untuk menjadi stabil.

Tabel 6
Efisiensi Penyisihan TSS
Gambar 4
Grafik Efisiensi Penyisihan COD
terhadap Dosis Ozon 20, 40, dan
60 ppm
Gambar 4 diatas menunjukkan
terjadinya fluktuasi nilai COD
seiring dengan bertambahnya dosis
ozon dan waktu pengolahan.
Penyisihan terkecil terjadi saat dosis
ozon 60ppm pada menit ke 15
dengan presentase penyisihan yaitu
17%. Sedangkan penyisihan terbesar
terjadi pada menit ke 180 saat dosis
ozon 60ppm, yaitu sebesar 39%. Saat
penurunan nilai COD terjadi, ini
menunjukkan ozon (O3) dapat

10 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol.6, No.1 (2017)

Gambar 5 Tabel 7
Grafik Efisiensi Penyisihan TSS Nilai pH pada Variasi Dosis Ozon
terhadap Dosis Ozon 20, 40, dan dan Waktu Pengolahan
60 ppm

Gambar 5 diatas menunjukkan


terjadinya fluktuasi nilai TSS seiring
dengan bertambahnya dosis ozon dan
waktu pengolahan. Penyisihan
terkecil terjadi saat dosis ozon
20ppm pada menit ke 15 dengan
presentase penyisihan yaitu 10%.
Sedangkan penyisihan terbesar
terjadi pada menit ke 180 saat dosis
ozon 60ppm, yaitu sebesar 37%.
Namun hasil penyisihan
parameter BOD ini belum memenuhi
Perda Jateng No. 5 Tahun 2012
tentang Baku Mutu Air Limbah
(baku mutu air limbah bagi kegiatan
industri atau usaha lainnya yang
Gambar 6
belum ada baku mutunya).
Pengaruh pH pada Variasi Dosis
Dari pengolahan yang telah
Ozon
dilakukan, nilai BOD, COD, maupun
TSS belum memenuhi baku mutu Berdasarkan tabel 7 diatas, dapat
yang ada. Belum maksimalnya dibuar grafik pengeruh dosis zon
pengolahan lindi pada proses ini terhadap pH (gambar 4.6). Dari
disebabkan oleh beban pencemar gambar tersebut dapat dilihat bawha
yang terlalu tinggi. Sehingga pH pada variasi dosis 20ppm cukup
kemampuan radikal hidroksil yang rendah yaitu pada rentang 6,49-7,23.
terbentuk sulit untuk mendegradasi Sedangkan pada dosis 40 dan 60
senyawa organik secara keseluruhan. ppm, pH cukup tingi yaitu pada
rentang 7,83-8,43. Sehingga dapat
Pengaruh pH Proses Ozonisasi disimpulkan bahwa semakin lama
Proses degradasi zat organik proses pengolahan, maka pH lindi
memliki hubungan erat dengan akan mengalami kenaikan. Begitu
kondisi pH. Penelitian terdahulu pula dengan peningkatan dosis, dosis
menyebutkan oksidasi yang semakin besar, maka pH lindi
micropollutants pada air limbah pun akan lebih besar pula.
sintetis tanpa buffer akan
meningkatkan nilai pH dan Reaksi kimia yang terjadi saat
kecepatan reaksi (Adams, 1990; ozonasi dengan dosis 40ppm dan
Heil et al., 1991; Gilbert, 1991 60ppm pada menit 0 hingga menit ke
dalam C. Gottschalk, 2000). Berikut 30 dapat dilihat pada persamaan (4),
disajikan grafik pengaruh dosis sedangkan pada menit 60 hingga
terhadap pH lindi dengan variasi menit ke 180 pada persamaan (5).
waktu pengolahan. Oksidasi melalui pembentukan •OH
radikal dibatasi oleh adanya senyawa

11 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol.6, No.1 (2017)

tahan-ozon atau scavengers •OH sedangkan dosis 60 ppm turun


radikal. hingga 863mg/L yaitu sebesar 74%.
Efisiensi Penyisihan BOD, COD, Sedangkan parameter TSS awalnya
dan TSS pada proses Kombinasi 565mg/L, setelah dikoagulasi turun
Koagulasi Flokulasi dan Ozonisasi menjadi 472mg/L, yaitu 16%. Pada
Berdasarkan hasil penelitian ozonasi dosis 40ppm, setelah 180
menit, turun sebesar 46% yaitu
yang telah dilakukan diketahui
menjadi 307mg/L. Pada ozonasi
bahwa dosis koagulan terbaik yaitu
dosis 60ppm, setelah 180 menit turun
pada dosis 16g/L. Untuk dosis ozon
menjadi 296mg/L yaitu sebesa 48%.
20 ppm, sampel awal lindi memiliki
nilai BOD 2.083 mg/L, kemudian
KESIMPULAN
setelah dikoagulasi turun menjadi
1. Dosis optimum koagulan
1.029mg/L yaitu sekitar 51% dan
alumunium sulfat untuk
dilanjutkan dengan ozonasi, nilainya
pengolahan lindi TPA Jatibarang
turun hingga 685 mg/L pada menit
adalah 16g/L, dengan efisiensi
ke 120, namun pada menit ke 180
penyisihan parameter BOD
menjadi 786 mg/L, efisiensi
sebesar 57%, COD sebesar 61%
penyisihannya yaitu 62%. Sedangkan
dan TSS sebesar 16%. Pada dosis
COD nilai awalnya 2.997 mg/L turun
18g/L penyisihan parameter BOD,
menjadi 1.399mg/L setelah
COD, dan TSS yang terjadi lebih
dikoagulasi, yaitu sekitar 53%,
baik, namun nilai pH turun hingga
setelah di ozonasi turun hingga 899
berada dibawah baku mutu. Oleh
mg/L pada menit ke 120, namun
sebab itu, dosis optimum yang
pada menit ke 180 1.024 mg/L yakni
dipilih adalah 16g/L.
66%. Untuk parameter TSS lindi
memiliki nilai 490mg/L turun
2. Karakteristik lindi yang telah
menjadi 423mg/L yaitu sebesar 14%
dikoagulasi flokulasi dengan dosis
setelah dikoagulasi, kemudian
optimum belum memenuhi
diozonasi turun hingga 340 mg/L
standar baku mutu Peraturan
pada menit 120, dan pada menit 180
Daerah Provinsi Jawa Tengah
memiliki nilai 353mg/L yaitu 28%.
Pada dosis ozon 40 ppm dan 60 Nomor : 5 Tahun 2012 Lampiran
ppm, nilai BOD awal lindi yaitu IX Golongan I oleh karena itu
1.944mg/L kemudian turun 49% diperlukan proses ozonasi sebaai
yakni menjadi 992mg/L setelah lanjutannya. Hasil penelitian
dikoagulasikan. Kemudian setelah didapatkan bahwa presentase
diozonasi 180 menit turun 66%, penyisihan terbaik saat
yaitu menjadi 663mg/L, pada dosis menggunakan dosis ozon 60ppm
40ppm, sedangkan pada dosis 60 dengan waktu pengolahan
ppm turun 68% yaitu menjadi 180menit dengan efisiensi
625mg/L. Sementara untuk penyisihan parameter BOD, COD,
parameter COD nilai awalnya yaitu dan TSS adalah 37%, 39% dan
3.333mg/L turun menjadi 1.408mg/L 37%.
3. Efisien penyisihan BOD, COD
yakni 58% setelah dikoagulasi. Pada
dan TSS dengan pengolahan
dosis 40ppm setelah diozonasi
koagulasi-flokulasi dengan dosis
180menit nilai COD turun hingga
optimum koagulan dan
73% yaitu menjadi 872mg/L,

12 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol.6, No.1 (2017)

dilanjutkan dengan ozonasi pada and Waste Water. 2000.


dosis 60ppm pada waktu Ozonation of Water and Waste
pengolahan 180menit adalah Water. Weinheim: Wiley-Vch.
sebesar 68% , 74%, 48%. Hal ini Ince, M, E Senturk, G Onkal Engin,
menunjukkan bahwa semakin and B Keskinler. 2010. “Further
besar dosis ozon yang diberikan Treatment of Landfill Leachate
dan semakin lama waktu
by Nano Fi Ltration and Micro
pengolahan maka penyisihan
Fi Ltration – PAC Hybrid
senyawa organik akan semakin
Process.” 255: 52–60.
besar pula.
Kurniawan, Tonni Agustiono, Wai-
hung Lo, and G Y S Chan.
DAFTAR PUSTAKA
2006. “Radicals-Catalyzed
Alaerts, G; Santika. Metode
Oxidation Reactions for
Penelitian Air. 1984. Usaha
Degradation of Recalcitrant
Nasional: Surabaya
Compounds from Landfill
Ali, Mohammad, Babak Tavakoli,
Leachate.” 125: 35–57.
Naz Chaibakhsh, and Ali Reza.
Li, Wei et al. 2010. “Treatment of
2016. “Use of a Plant-Based
Stabilized Land Fi Ll Leachate
Coagulant in Coagulation –
by the Combined Process of
Ozonation Combined Treatment
Coagulation / Fl Occulation and
of Leachate from a Waste
Powder Activated Carbon
Dumping Site.” Ecological
Adsorption.” DES 264(1–2):
Engineering 90: 431–
56–
37.http://dx.doi.org/10.1016/j.ec
62.http://dx.doi.org/10.1016/j.de
oleng.2016.01.057.
sal.2010.07.004.
Crittenden, John C et al. 2012.
Ntampou, X, and A I Zouboulis.
“Coagulation and Flocculation.”
2006. “Appropriate
In MHW’s Water Treatment
Combination of Physico-
Principle and Design, Canada:
Chemical Methods (
Jhon Wiley & Sons.
Coagulation / Flocculation and
Davis, Mackenzie L. 2010.
Ozonation ) for the Efficient
Wastewater Engineering Design
Treatment of Landfill
Principle and Practice. New
Leachates.” 62: 722–30.
York : McGrawiHill
Nugroho, Rudi, Ikbal. 2005.
Dom, R, Teresa Gonz, Hector M
Pengolahan Air dan Penerapan
Garc, and S Francisco. 2007.
Teknologi Lingkungan.163-172
“Aluminium Sulfate as
. Spellman, Frank R, and R Frank.
Coagulant for Highly Polluted
2003. Handbook of Water and
Cork Processing Wastewaters :
Wastewater Treatment Plant
Removal of Organic Matter.”
Library of Congress
148: 15–21. Cataloging-in-Publication Data.
Florida: Lewis.
Estikarini, Hutami Dinar. 2015.
Penurunan kadar COD dan TSS
pada limbah tekstil dengan
metode ozonasi.
Gottschalk, C, J A Libra, A Saupe,

13 *) Penulis
**) Dosen Pembimbing

Anda mungkin juga menyukai