Anda di halaman 1dari 15

TUGAS KELOMPOK BIOTEKNOLOGI TANAH

(BIOREMEDIASI)

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 6

Hartati Inriyani Sipayung : 2006541060


Dimas Airlanga : 2006541061
Hesti Amalia Syahrani : 2006541062
Deliana Sari Silitonga : 2006541063
Deva Kenina Hagaita Br Gurky : 2006541064

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas paper bioteknologi tanah ini dengan baik dan
tepat waktu.
Paper bioteknologi tanah ini membahas limbah organik dan pengelolaannya. Tugas ini
bertujuan untuk mengasah softskill yang dimiliki masing-masing mahasiswa serta
mengembangkan kemampuan mahasiswa dalam mempelajari mata kuliah bioteknologi tanah.
Akhir kata, kami berharap semoga paper bioteknologi tanah ini akan bermanfaat bagi
pengembangan pengetahuan serta meningkatkan sistem pertanian. Diharapkan tugas paper
bioteknologi tanah ini dapat menjadi inspirasi mahasiswa untuk mendorong peran aktif
memberikan kontribusi nyata dalam pengembangan pengelolaan limbah.

Denpasar, November 2021

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pencemaran atau polusi bukanlah merupakan hal baru, bahkan tidak sedikit dari kita yang
sudah memahami pengaruh yang ditimbulkan oleh pencemaran atau polusi lingkungan
terhadap kelangsungan dan keseimbangan ekosistem. Polusi dapat didefinisikan sebagai
kontaminasi lingkungan oleh bahan-bahan yang dapat mengganggu kesehatan manusia,
kualitas kehidupan, dan juga fungsi alami dari ekosistem. Walaupun pencemaran
lingkungan dapat disebabkan oleh proses alami, aktivitas manusia yang notabenenya
sebagai pengguna lingkungan adalah sangat dominan sebagai penyebabnya. baik yang
dilakukan secara sengaja ataupun tidak.
Berdasarkan kemampuan terdegradasinya di lingkungan, polutan digolongkan atas
dua golongan:
1. Polutan yang mudah terdegradasi (biodegradable pollutant), yaitu bahan seperti
sampah yang mudah terdegradasi di lingkungan. Jenis polutan ini akan
menimbulkan masalah lingkungan bila kecepatan produksinya lebih cepat dari
kecepatan degradasinya.
2. Polutan yang sukar terdegradasi atau lambat sekali terdegradasi (nondegradable
pollutont), dapat menimbulkan masalah lingkungan yang cukup serius.
Bahan polutan yang banyak dibuang ke lingkungan terdiri dari bahan pelarut
(kloroform, karbontetraklorida), pestisida (DDT, lindane), herbisida (aroklor. antrazin. 2,4-
D). fungisida (pentaklorofenol), insektisida (organofosfat), petrokimia (polycyclic
aromatic hydrocarbon [PAH], benzena, toluena, xilena). polychlorinated biphenyls
(PCBS). logam berat, bahanbahan radioaktif, dan masih banyak lagi bahan berbahaya yang
dibuang ke lingkungan, seperti yang tertera dalam lampiran Peraturan Pemerintah RI
Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun.
Untuk mengatasi limbah (khususnya limbah B3) dapat digunakan metode biologis
sebagai alternatif yang aman, karena polutan yang mudah terdegradasi dapat diuraikan oleh
mikroorganisme menjadi bahan yang tidak berbahaya seperti CO2 dan H20. Cara biologis
atau biodegradasi oleh mikroorganisme, merupakan salah satu cara yang tepat. efektif dan
hampir tidak ada pengaruh sampingan pada lingkungan. Hal ini dikarenakan dalam
lampiran Peraturan Pemerintah RI Nomor 18 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun. Untuk mengatasi limbah (khususnya
limbah B3) dapat digunakan metode biologis sebagai alternatif yang aman, karena polutan
yang mudah terdegradasi dapat diuraikan oleh mikroorganisme menjadi bahan yang tidak
berbahaya seperti CO2 dan H20. Cara biologis atau biodegradasi oleh mikroorganisme,
merupakan salah satu cara yang tepat. efektif dan hampir tidak ada pengaruh sampingan
pada lingkungan. Hal ini dikarenakan tidak menghasilkan racun ataupun blooming
(peledakan jumlah bakteri).
Mikroorganisme akan mati seiring dengan habisnya polutan dilokasi kontaminan
tersebut. Hanya bioteknologi yang dipertimbangkan untuk menjadi kunci dalam
mengidentifikasi dan memecahkan masalah kesehatan manusia. Bioteknologi juga menjadi
peralatan yang bagus untuk pembelajaran atau perbaikan terhadap buruknya kesehatan
akibat polusi lingkungan

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dan jenis-jenis bioremediasi?
2. Apa tujuan dari bioremediasi?
3. Bagaimana proses bioremediasi?
4. Apa saja faktor yang mempengaruhi bioremediasi?
5. Apa saja kelebihan dan kekurangan bioremediasi?
6. Apa saja mikroorganisme yang berperan dalam bioremediasi?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dan jenis-jenis bioremediasi
2. Untuk mengetahui tujuan dari bioremediasi
3. Untuk mengetahui proses dari bioremediasi
4. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi bioremediasi
5. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan bioremediasi
6. Untuk mengetahui mikroorganisme apa saja yang berperan dalam bioremediasi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air Limbah
Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia No.
P.68/Menlhk-Setjen/2016 air limbah merupakan air sisa dari suatu usaha dan/atau kegiatan.
Air limbah merupakan bahan buangan yang berbentuk cair yang mengandung bahan kimia
yang sukar untuk dihilangkan dan berbahaya, sehingga air limbah tersebut harus diolah agar
tidak mencemari dan tidak membahayakan kesehatan lingkungan. (Khaliq, 2015)
Keberadaan air limbah yang mengandung minyak pelumas apanila tidak disertai dengan
pengelolaan yang tepat, dapat menimbulkan permasalahan jika terpapar ke lingkungan.
Minyak yang meresap ke dalam tanah dapat menyebabkan tertutupnya suplai oksigen dan
meracuni mikroorganisme tanah sehingga mengakibatkan kematian mikroorganisme tersebut.
Tumpahan minyak di lingkungan juga dapat mencemari perairan hingga ke daerah sub-surface
dan lapisan aquifer tanah. (B. Yudono, 2010)
Air limbah pencucian lokomotif di UPT. Industri X memiliki kandungan logam berat,
minyak, oli ataupun pelumas dengan debit per harinya mencapai 0,01 m3/detik. (Tawakal,
2018)

2.2 Minyak Nabati, Minyak Mineral dan Lemak


Minyak dan Lemak merupakan salah satu senyawa yang dapat menyebabkan terjadinya
pencemaran di suatu perairan sehingga konsentrasinya harus dibatasi Minyak mempunyai
berat jenis lebih kecil dari air sehingga akan membentuk lapisan tipis di permukaan air. Kondisi
ini dapat mengurangi konsentrasi oksigen terlarut dalam air karena fiksasi oksigen bebas
menjadi terhambat. Minyak yang menutupi permukaan air juga akan menghalangi penetrasi
sinar matahari ke dalam air sehingga menganggu ketidakseimbangan rantai makanan. Minyak
dan lemak merupakan bahan organik bersifat tetap dan sukar diuraikabakteri (Andreozzi dkk,
2000; Atlas dkk, 1992).
Baku mutu yang mengatur batasan maksimal konsentrasi minyak dan lemak yang
diperbolehkan untuk air limbah salah satunya ditetapkan dalam Perda DIY no. 7 tahun 2010.
Kisaran konsentrasi yang disyaratkan adalah 5 mg/L. Baku mutu Kepmen LH No.51 tahun
2004 juga telah menetapkan konsentrasi maksimum untuk air permukaan dan laut. Konsentrasi
maksimal yang diperbolehkan lebih kecil dari effluent air limbah industri yaitu 1 mg/L.
Perairan lain seperti air laut pada perairan pelabuhan dipersyaratkan mempunyai konsentrasi
minyak dan lemak maksimum sebesar 5 mg/L.
Berdasarkan fakta tersebut, maka ketersediaan metode uji minyak dan lemak yang sesuai
dengan batasan konsentrasi tersebut penting untuk dilakukan. Saat ini, terdapat dua metode uji
standar yang telah digunakan untuk penentuan konsentrasi minyak dan lemak yaitu metode
infra merah (APHA SM: 5520 C) dan metode gravimetri (APHA SM: 5520 B dan SNI 06-
6989.10-2011

2.3 Total Petroleum hydrocarbon (TPH)


Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
ratusan bahan kimia yang secara alami muncul dari crude oil. Crude oil digunakan untuk
membuat produk petroleum, yang dapat mengontaminasi lingkungan. Dikarenakan begitu
banyaknya bahan kimia yang berbeda-beda didalam crude oil dan produk petroleum lainnya,
tidak dilakukan pengukuran masing-masing kandungan secara terpisah. Oleh karena itu,
pengukuran yang dilakukan di lapangan adalah jumlah Total Petroleum Hydrocarbon (TPH)
(Agency for Toxic Substrances and Disease Registry, 1999).
Agency for Toxic Substance and Disease Registry (1999) juga menyatakan bahwa TPH
adalah campuran bahan kimia, namun sebagian besarnya berasal dari hydrogen dan karbon,
sehingga disebut hidrokarbon. Para ilmuwan membagi TPH kedalam kelompok petroleum
hydrocarbon yang serupa pada tanah atau air. Kelompok ini dinamakan petroleum hydrocarbon
fractions. Setiap fraksi mengandung banyak bahan kimia. Beberapa kandungan bahan kimia
yang terdapatdi TPH adalah hexane, jet fuel, mineral oils, benzene, toluene, xylenes,
naphtalane, dan florene, seperti halnya kandungan produk petroleum dan bensin lainnya

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Bioremediasi


Bioremediasi adalah strategi atau proses detoksifikasi (menurunkan tingkat racun) dalam
tanah atau lingkungan lainnya dengan menggunakan mikroorganisme,tanaman, atau enzim
mikroba atau enzim tanaman yang digunakan untuk membersihkan dan menetralkan bahan –
bahan kimia dan limbah secara aman dan salah satu alternatif dalam mengatasi masalah
lingkungan.
Saat bioremediasi terjadi, enzim – enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme
memodifikasi polutan beracun dengan menggunakan secara biologi, khususnya bakteri yang
aktivitasnya dilakukan secara enzimatis.
Bioremediasi merupakan proses yang bermanfaat bagi lingkungan dilakukan dengan
mengikutsertakan mikroba alami yang menguraikan bahan pencemar sehingga keadaan di
tempat bioremediasi akan pulih kembali seperti semula yang tidak membahayakan kesehatan
lingkungan. Lama – kelamaan konsentrasi bahan pencemar akan berkurang yang akhirnya
akan hilang dan tidak akan membahayakan lagi
Jenis – jenis Bioremediasi
a. Biostimulasi
Biostimulasi adalah proses penambahan suatu nutrisi dan oksigen ke dalam suatu situs
atau tempat yang tercemar yang bertujuan untuk mendukung pertumbuhan dan aktifitas
bakteri yang ditemukan pada tempat tercemar tersebut
b. Biogaugmentasi
Biogaugmentasi adalah penambahan atau introduksi satu jenis atau lebih
mikroorganisme baik yang alami maupun yang sudah mengalami rekayasa genetika yang
tertentu dan spesifik pada area tercemar.
c. Bioremediasi instrinsik
Bioremediasi yang terjadi secara alamai di lingkungan baik di air atau tanah yang
tercemar.
3.2 Tujuan Bioremediasi
Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegrasi zat pencemar menjadi bahan yang
kurang beracun atau tidak beracun. Atau secara umum bioremediasi sebagai penggunaan
mikroba untuk menghilangkan senyawa yang membuat tanah, air permukaan sehingga
lingkungan dapat kembali bersih dan tidak tercemar.
3.3 Proses Bioremediasi
Dalam proses bioremediasi, reaksi-reaksi biologis yang utama adalah reaksi metabolisme sel.
Senyawa polutan yang berbahaya dapat didegradasi oleh mikroorganisme baik di dalam atau diluar
sel dan reaksinya adalah reaksi redoks. Reaksi ini dikatalis oleh enzim-enzim mikrobial yang
dihasilkan oleh mikroorganisme pengurai. Mula-mula mikroorganisme ini belum mempunyai
kemampuan mendegradasi senyawa berbahaya yang belum memiliki enzim pendegradasi yang
dibutuhkan, tetapi lambat laun mikroorganisme tersebut akan beradaptasi dan megalami proses
diagenesis yaitu perubahan secara kimia, biokimia dan fisika sehingga menghasilkan enzim-enzim
pengurai. Degradasi ini akan menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak berbahaya.
Efektivitas mikroogranisme dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti substrat
(senyawa yang didegradasi), suhu dan kelembaban sesuai kebutuhan mikroorganisme dapat
dibedakan menjadi 2 yaitu proses dan anerob. Pada metabolisme aerob, rekasi akan terjadi bila
tersedia cukup oksigen yang berguna sebagai akseptor elektron. Reaksi ini juga bisa disebut
respirasi. Pada proses anaerob, reaksi akan terjadi jika tidak terdapat oksigen, dan mikroorganisme
akan menggunakan oksida organik dan anorganik sebagai akseptor elektron.
Teknik bioremediasi dapat diterapkan untuk memulihkan kondisi tanah yang tercemar itu.
Bioremediasi sebenarnya dapat berlangsung secara alami tanpa campur tangan manusia, namun
proses itu akan berjalan sangat lama. Agar proses tersebut berjalan lebih baik dan lebih cepat maka
dibutuhkan campur tangan manusia dan kemajuan teknologi terutama dibidang biotek.
Secara umum bioremediasi dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu:
1. Menstimulasi populasi mikroorganisme indigenous yang disebut biostimulasi
2. Menambahkan populasi mikroorganisme eksogenus yang disebut bioaugmentasi
Bioaugmentasi lebih banyak dipilih karena zat pencemar (polutan yang mengandung bahan
beracun degradasinya membutuhkan waktu yang lama jika hanya mengandalkan mikroorganisme
indigenous, sehingga diperlukan penambahan mikroorganisme eksogenus terutama yang tahan
terhadap senyawa racun tersebut. Keberhasilan aplikasi bioaugmentasi dapat diukur dari
penigkatan jumlah mikroorganisme yang berperan dalam proses degradasi karena dalam
kenyataan tidak semua mikroorganisme yang ditambahkan dapat bertahan pada lingkungan baru
yang mengandung senyawa beracun, sehingga akhirnya didapatkan strain mikroorganisme yang
ditambahkan dapat bertahan ada lingkungan baru yang mengandung senyawa beracun, sehingga
akhirnya didapatkan strain mikroorganisme ang than terhadap komponen senyawa racun tertentu.
Untuk mendapatkan strain yang tahan terhadap komponen senyawa racun tertentu. Untuk
mendapatkan strain yang tahan tersebut dilakukan dengan cara:
1. Pengkayaan selektif
2. Penggunaan produk mikroorganisme komersial
3. Rekayasa genetika mikroorganisme
Pengkayaan selektif merupakan metode yang umum digunakan, yaitu meningkatkan populasi
mikroorganisme tersebut dari suatu inokulum . Sumber mikroorganisme tersebut dapat berupa
sludge, air tanah maupun tanah tempat dimana limbah tersebut berasal, bisa juga diperoleh dari
fasilitas pengolahan limbah dan tanah yang tercemar.
 Teknik Bioremediasi
Teknik bioremediasi in situ umumnya lebih disenangi karena dapat menghemat biaya, tidak perlu
memindahkan dan mengeduk cemaran atau kontaminan, sehingga biasa dilakukan pada lahan yang
mengalami pencemaran secara luas. Ada beberapa perlakuan dalam bioremediasi in situ yaitu (1)
perlakuan dengan mengalirkan udara dan nutrien melalui sumur untuk menstimulasi pertumbuhan
mikroorganisme asli disebut bioventing. (2) perlakuan biosparging dengan menginjeksikan udara
dengan tekanan ke air untuk meningkatkan konsentrasi oksigen dalam air tanah dan meningkatkan
kecepatan biodegradasi kontaminan oleh mikroorganisme. (3) bioaugmentasi yaitu menambahkan
mikroorganisme baik asli (indigenous) maupun dari luar (exogenous) kedalam lahan yang
tercemar.
Teknik bioremdiasi ex situ dilakukan dengan menempatkan tanah tercemar yang sudah digali
kedalam suatu sistem atau wadah dimana semua kondisi proses dapat diatur misalnya suplai
oksigen, inokulum mikroba suhu dan kelembaban. Teknik ex situ yang paling sederahan adalah
landfarming yaitu mengeduk tanah yang tercemar dan memperlakukannya dnegan
mikroorganisme dan menggalinya secara periodik sampai polutan terdegradasi. Perlakuan lain
yaitu composting yang menggabungkan tanah yang tercemar dengan bahan organik tidak
berbahaya sperti pupuk atau limbah pertanian. Penggabungan teknik landfarming dan composting
disebut biopiles. Sedangkan perlakuan fase padat yang menggunakan reaktor untuk memanipulasi
kondisi lingkungan untuk memaksimalkan proses degradasi senyawa beracun oleh mikroba
disebut bioreactor. Penciptaan kondisi ideal dilakukan dengan menjaga kondisi pH, suhu tanah,
dan “hydroulic conctivity” lapisan.

3.4 Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Proses Bioremediasi


Faktor-faktor yang memengaruhi efektifitas proses bioremediasi adalah faktor lingkungan, fisik,
dan kimia. Faktor lingkungan meliputi suhu, pH, ketersediaan oksigen, nutrisi, dan
kelembapan. Faktor fisik terdiri atas ketersediaan air, kesesuaian jumlah mikroorganisme dengan
senyawa pencemar, dan tersedianya akseptor yang sesuai. Sementara faktor kimia terdiri atas
bentuk struktur kimia dari senyawa pencemar yang akan memengaruhi sifat fisik dan kimia
pencemar tersebut (Eweis et al., 1998).
a. Kadar Oksigen

Bakteri yang biasa digunakan untuk mendegradasi hidrokarbon adalah bakteri aerob, yaitu bakteri
yang membutuhkan oksigen dalam aktivitasnya. Oksigen dalam tanah dapat diperoleh dari proses
difusi antara udara dengan tanah. Oksigen ini mudah habis terutama jika jumlah mikroorganisme
yang memanfaatkan oksigen tersebut sangat banyak sedangkan proses difusi sendiri membutuhkan
waktu yang lama. Keterbatasan jumlah oksigen diperkirakan dapat menjadi faktor penghambat
biodegradasi minyak bumi di bawah tanah (Nugroho, 2006). Pada proses pengolahan yang
dilakukan secara aerob, pemberian oksigen (aerasi) perlu dilakukan dengan cara mengalirkan
oksigen melalui pipa-pipa, pengadukan manual atau dengan alat berat (Kementerian Lingkungan
Hidup, 2003). Kebutuhan oksigen juga dapat diperoleh melalui proses pengadukan dan
pembalikan secara berkala yang bertujuan untuk menjaga suhu tanah tetap ideal serta untuk
menghomogenitaskan campuran pada tanah (Thapa et al., 2012).
b. Kadar Air

Kondisi tanah yang lembab mengakibatkan degradasi bakteri dapat optimal karena terpenuhinya
nutrient dan substrat. Kelembaban ideal bagi pertumbuhan bakteri adalah 25-28% (Thapa et al.,
2012), sedangkan kelembaban optimum untuk bioremediasi tanah tercemar adalah sekitar 80%
kapasitas lapang atau sekitar 15% air dari berat tanah. Ketika kelembaban tanah mencapai 70%,
hal tersebut dapat mengganggu proses transfer gas oksigen secara signifikan sehingga mengurangi
aktivitas aerobik (Cookson, 1995). Kadar air yang terkandung dalam tanah juga akan
mempengaruhi keberadaan dan tingkat toksisitas kontaminan, transfer gas, serta pertumbuhan dan
distribusi dari mikroorganisme (Cookson, 1995).
c. Suhu

Suhu tanah dapat memberi efek pada aktivitas mikroorganisme dan laju biodegradasi kontaminan
senyawa hidrokarbon. Suhu optimum bagi hampir semua mikroorganisme tanah umumnya pada
kisaran 10-40°C, walaupun ada beberapa yang dapat hidup hingga suhu 60°C (bakteri termofilik)
(Retno dan Mulyana, 2013). Pada keadaan suhu rendah (< 5°C) maka akan memperlambat atau
menghentikan proses biodegradasi (Antizar et al., 2007). Pada suhu rendah hanya fraksi
hidrokarbon tertentu yang didegradasi, sedangkan pada suhu hangat berbagai fraksi dapat
didegradasi pada kecepatan yang sama (Atlas dan Bartha, 1995).
d. pH

Nilai pH tanah berpengaruh pada kondisi optimum mikroorganisme pendegradasi keseimbangan


reaksi yang terkatalis karbon. Nilai pH akan mempengaruhi kemampuan mikroorganisme untuk
menjalankan fungsi-fungsi sel, transpor sel membran maupun oleh enzim (Notodarmojo, 2005).
Pertumbuhan mikroorganisme akan meningkat apabila pH berada pada kisaran 6-9 (Eweis et al.,
1998). Penelitian biodegradasi endapan minyak yang dilakukan oleh Dibble dan Bartha (1979)
juga menunjukkan bahwa pH 7,8 menghasilkan biodegradasi yang mendekati optimum.
e. Nutrien
Nutrisi merupakan faktor yang berpengaruh besar dalam sintesis dan pertumbuhan sel serta
aktivitas enzim yang dihasilkan bakteri untuk mendegradasi polutan. Penambahan nutrien juga
diketahui dapat mempercepat pertumbuhan mikroba lokal yang terdapat pada daerah tercemar
(Komarawidjaja dan Lysiastuti, 2009). Beberapa nutrisi penting yang dibutuhkan mikroorganisme
adalah karbon, nitrogen, dan fosfor (Wulan dkk., 2012). Nutrisi yang paling sering ditambahkan
untuk bioremediasi adalah nitrogen. Nitrogen biasanya ditambahkan sebagai sumber nitrogen
untuk pertumbuhan sel, tetapi juga dapat berfungsi sebagai akseptor elektron alternatif. Sebagai
sumber nutrisi, nitrogen biasanya ditambahkan dalam bentuk urea atau garam amonia (Cookson,
1995). Kandungan unsur N yang tinggi akan meningkatkan emisi dari nitrogen sebagai amonium
sehingga dapat menghalangi perkembangbiakan dari bakteri. Sebaliknya jika kandungan unsur N
relatif rendah maka akan menyebabkan proses degradasi berlangsung lebih lambat karena nitrogen
akan menjadi faktor penghambat (growth-rate liming factor) (Alexander, 1994). Untuk mengatasi
keterbatasan nitrogen dan fosfor di dalam tanah dapat diatasi dengan penambahan pupuk NPK,
garam amonium dan garam fosfat (Nugroho, 2006

3.5 Kelebihan Dan Kekurangan Bioremediasi


Kelebihan bioremediasi
 Tidak merusak tempat yang akan diremediasi.
 Mengurangi pencemaran lingkungan
 Proses remediasi dapat dilakukan secara terus menerus
 Dapat melakukan bioremediasi secara ex-situ dan in-situ

Kekurangan bioremediasi

 Tidak semua bahan kimia yang dapat membuat lingkungan tercemar dapat diolah
secara bioremediasi.
 Membutuhkan pemantauan yang intensif.
 Pada bioremediasi tanah, proses bisa terjadi sangat lambat dan tujuan akhir agar
(polutan dapat dikurangai tidak tercapai.
 Adanya gangguan yang menyebabkan proses bioremediasi
3.6 Jenis-Jenis Mikroorganisme Yang Berperan Dalam Bioremediasi
1. Pseudomonas
Pseudomonas berbentuk batang dengan diameter 0,5 – 1 x 1,5 – 5,0 mikrometer. Bakteri
ini merupakan organisme gram negatif yang motilitasnya dibantu oleh satu atau beberapa
flagella yang terdapat pada bagian polar. Akan tetapi ada juga yang hampir tidak mampu
bergerak. Bersifat aerobik obligat yaitu oksigen berfungsi sebagai terminal elektron aseptor
pada proses metabolismenya. Kebanyakan spesies ini tidak bisa hidup pada kondisi asam pada
pH 4,5 dan tidak memerlukan bahan-bahan organik. Bersifat oksidasi negatif atau positif,
katalase positif dan kemoorganotropik. Dapat menggunakan H2 dan CO sebagai sumber
energi. Bakteri pseudomonas yang umum digunakan sebagai pendegradasi hidrokarbon antara
lain Pseudomonas aeruginosa, Pseudomonas stutzeri, dan Pseudomonas diminuta.
Bakteri ini, oksidase positif, katalase positif, nonfermenter dan tumbuh dengan baik pada
suhu 4oC atau dibawah 43oC. Pseudomonas banyak ditemukan pada tanah, tanaman dan air.
Beberapa spesies Pseudomonas seperti Pseudomonas aeruginosa, Pseudomonas sp,
Pseudomonas putida, Pseudomonas fluorescens, Pseudomonas syringae, Pseudomonas stutzeri
dan lain-lain.
Pseudomonas sp mampu menyerap logam krom (VI) dan kadmium (Cd), aeruginosa untuk
logam tembaga (Cu), kadmium (Cd) dan timbal (Pb). Pseudomonas putida, logam kadmium
(Cd), tembaga (Cu), timbal (Pb) dan seng (Zn). Pseudomonas sp, logam krom (VI) dan
kadmium (Cd). Pseudomonas stutzeri, logam tembaga (Cu). Kondisi proses biosorpsi, pH
mendekati netral (4-7) dan waktu kontak mulai 1 jam hingga 24 jam.
2. Acinetobacter
Memiliki bentuk seperti batang dengan diameter 0,9 – 1,6 mikrometer dan panjang 1,5- 2,5
mikrometer. Berbentuk bulat panjang pada fase stasioner pertumbuhannya. Bakteri ini tidak
dapat membentuk spora. Tipe selnya adalah gram negatif, tetapi sulit untuk diwarnai. Bakteri
ini bersifat aerobik, sangat memerlukan oksigen sebagai terminal elektron pada metabolisme.
Semua tipe bakteri ini tumbuh pada suhu 20-300 C, dan tumbuh optimum pada suhu 33-35o
C. Bersifat oksidasi negatif dan katalase positif. Bakteri ini memiliki kemampuan untuk
menggunakan rantai hidrokarbon sebagai sumber nutrisi, sehingga mampu meremidiasi tanah
yang tercemar oleh minyak. Bakteri ini bisa menggunakan amonium dan garam nitrit sebagai
sumber nitrogen, akan tetapi tidak memiliki pengaruh yang signifikan. D-glukosa adalah satu-
satunya golongan heksosa yang bisa digunakan oleh bakteri ini, sedangkan pentosa D-ribosa,
D-silosa, dan L-arabinosa juga bisa digunakan sebagai sumber karbon oleh beberapa strain
3. Bacillus
Bacillus merupakan bakteri gram positif yang secara alami mengandung dinding yang
bermuatan negative. Ini dikarenakan kandungan fosfat dan asam teikoat yang mengikat dan
mengatur pergerakan kation melewati membrane. Sehingga logam-logam bermuatan positif
yang terlarut di dalam limbah akan terikat oleh membram bakteri
Umumnya bakteri ini merupakan mikroorganisme sel tunggal, berbentuk batang pendek
(biasanya rantai panjang). Mempunyai ukuran lebar 1,0-1,2 ?m dan panjang 3-5 m. Bacillus
sp. adalah salah satu genus bakteri yang merupakan bakteri yang bersifat aerob obligat atau
aerob fakultatif, dan positif terhadap uji enzim katalase.
Bacillus memiliki resistensi terhadap logam Cu dan Pb. Kemampuan Bacillus tumbuh pada
medium mengandung Pb disebabkan karena adanya transport aktif logam Pb. Genera Bacillus
cereus resisten terhadap logam Cu karena logam Cu merupakan logam esensial bagi bakteri.
Kemampuan bakteri Bacillus cereus resisten terhadap Cu karena adanya gen dalam plasmid
dan kromosom yang mengkode resistensi terhadap logam Cu yaitu gen cop-operon.
4. Desulfotomaculum
Dalam melakukan reduksi sulfat, bakteri ini menggunakan sulfat sebagai sumber energi
yaitu sebagai akseptor elektron dan menggunakan bahan organik sebagai sumber karbon.
Karbon tersebut selain berperan sebagai sumber donor elektron dalam metabolismenya juga
merupakan bahan penyusun selnya.
5. Spirulina
Merupakan salah satu jenis alga dengan sel tunggal yang termasuk dalam kelas
Cyanophyceae. Sel Spirulina sp. berbentuk silindris, memiliki dinding sel tipis. Alga ini
mempunyai kemampuan yang tinggi untuk mengikat ion-ion logam dari larutan dan
mengadsorpsi logam berat karena di dalam alga terdapat gugus fungsi yang dapat melakukan
pengikatan dengan ion logam. Gugus fungsi tersebut terutama gugus karboksil, hidroksil,
amina, sulfudril imadazol, sulfat dan sulfonat yang terdapat dalam dinding sel dalam
sitoplasma.
6. Arthrobacter
Pada kultur yang masih muda Arthrobacter berbentuk batang yang tidak teratur 0,8 – 1,2 x
1 – 8 mikrometer. Pada proses pertumbuhan batang segmentasinya berbentuk cocus kecil
dengan diameter 0,6 – 1 mikrometer. Gram positif, tidak berspora, tidak suka asam, aerobik,
kemoorganotropik. Memproduksi sedikit atau tidak sama sekali asam dan gas yang berasal dari
glukosa atau karbohidrat lainnya. Katalase positif, temperatur optimum 25 – 30oC.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Bioremediasi adalah strategi atau proses detoksifikasi (menurunkan tingkat racun) dalam
tanah atau lingkungan lainnya dengan menggunakan mikroorganisme,tanaman, atau enzim
mikroba atau enzim tanaman yang digunakan untuk membersihkan dan menetralkan bahan –
bahan kimia dan limbah secara aman dan salah satu alternatif dalam mengatasi masalah
lingkungan bertujuan untuk memecah atau mendegrasi zat pencemar menjadi bahan yang
kurang beracun atau tidak beracun. Ini biasa dilakukan dengan teknik ex situ dan in situ
dengam dibantu berbagai mikroorganisme seperti Pseudomonas, Acinetobacter, Bacillus, dan
masih banyak lagi. Efektivitas mikroogranisme dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan
seperti substrat (senyawa yang didegradasi), suhu dan kelembaban sesuai kebutuhan
mikroorganisme dapat dibedakan menjadi 2 yaitu proses dan anerob.
4.2 Saran
Sebaiknya pada perencanaan pembersihan lingkungan tanah dan air dapat menggunakan
bioremediasi sebagai penggunaan mikroba yang dapat digunakan untuk menghilangkan
senyawa yang membuat tanah, air permukaan sehingga lingkungan dapat kembali bersih dan
tidak tercemar.
DAFTAR PUSTAKA
Perdana, J. n.d.). Skripsi . Uji Resistensi dan Uji Biodegradasi , 6-23.

Wignyanto. (2020). BIOREMEDIASI DAN APLIKASINYA . Malang : UB Press.

Darmayati. Yeti. 2013. Pengenalan Tentang Bioremediasi Untuk Perairan Pantai Tercemar Minyak.
Oseana. Vol. XXXVIII, No 2

Hidayati, Nuril. 2005. Ulasan: Fitoremediasi dan Potensi Tumbuhan Hiperakumulator. Hayati Vol. 12(1)
35-40 (online) http://journal.ipb.ac.id/index.php/hayati/article/download/169/36 diakses 9
September 2018,

ICSS. 2006. Manual For Biological Remediation Technique. Dessau: International Centre for Soil and
Contaminated Sites.

Surtikanti, H.K. (2011). Toksikologi Lingkungan dan Metode Uji Hayati Bandung Rizky press. No. 145.
Suryani, Yani. 2011. Bioremediasi Limbah Merkuri Dengan Menggunakan Mikroba Pada Lingkungan yang
Tercemar. Istek. Vol.5 No. 1-2
Rahayu, S. P. 2005. PERANAN MIKROORGANISME DALAM BIOREMEDIASI TANAH YANG TERCEMAR
LOGAM BERAT DARI LIMBAH INDUSTRI. Bulletin Penelitian Vol. 27. No. 2 Hal 21-29.

Wardhana. Wisnu. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan (Edisi Revisi) Yogyakarta: Andi Offset.
Vytarawan, L. 2015. Bioremediation Oil Contaminated Soil With Soil Washing And Biostimulation
Methods. Tugas Akhir. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan. Universitas Institut Teknologi
Sepuluh Nopember

Anda mungkin juga menyukai