Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Membuang sampah tidak pada tempatnya serta tidak tepatnya penanganan
limbah toksik menyebabkan terkontaminasinya lingkungan darat maupun laut.
Beberapa cara kimia, fisika dan biologi telah dikembangkan guna mengatasi
cemaran bahan kimia rekalsitran. Bioremediasi saat ini diyakini merupakan cara
terbaik dengan resiko paling kecil. Sejak tahun 1900-an, orang-orang sudah
menggunakan mikroorganisme untuk mengolah air pada saluran air. Saat ini,
bioremediasi telah berkembang pada perawatan limbah buangan yang berbahaya
(senyawa-senyawa kimia yang sulit untuk didegradasi), yang biasanya
dihubungkan dengan kegiatan industri.
Misalnya Industri tahu yang pada umumnya beroperasi dalam bentuk
usaha rumah tangga, dan limbah yang dihasilkannya pada dasarnya tidak dikelola
dan dialirkan lansung ke dalam perairan terdekat. Sehingga hal ini berdampak
pada perairan terdekat seperti sungai misalnya. Apabila ini terus berlangsung
secara berkala maka akan berdampak pada biota atau mikrorganisme yang hidup
didalam sungai, yang berperan penting dalam mengatur keseimbangan biologis
air, bukan hanya itu sungai akan tercemar dan berbau tidak sedap. oleh karena itu
penanganan limbah cair secara dini mutlak perlu dilakukan.
Selain mengganggu perairan industri yang juga menyebabkan pencemaran
lingkungan yang biasa dikenal dengan polusi. Polusi bukanlah hal baru, bahkan
tidak sedikit dari kita yang sudah memahami pengaruh yang ditimbulkan oleh
pencemaran atau polusi lingkungan terhadap kelangsungan dan keseimbangan
ekosistem. Oleh karena itu penanganan limbah cair secara dini mutlak perlu
dilakukan. Bioremediasi adalah salah satu pengembangan dari bidang
bioteknologi lingkungan dengan memanfaatkan proses biologi dalam
mengendalikan pencemaran. Diharapkan dengan adanya bioremediasi pencemaran
terutama limbah cair dapat berkurang dan tidak mencemari lingkungan terutama
perairan (sungai).

Bioremediasi (kelompok 5) 1
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Pengertian Bioremediasi
2. Tujuan Bioremediasi
3. Jenis-jenis Mikroorganisme yang berperan dalam bioremediasi
4. Proses Bioremediasi
5. Jenis-jenis Bioremediasi
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi Bioremediasi
7. Kelebihan dan Kekurangan Bioremediasi

C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Memahami Pengertian Bioremediasi
2. Memahami Tujuan Bioremediasi
3. Memahami Jenis-jenis Mikroorganisme yang berperan dalam
bioremediasi
4. Memahami Proses Bioremediasi
5. Memahami Jenis-jenis Bioremediasi
6. Memahami Faktor-faktor yang mempengaruhi Bioremediasi
7. Memahami Kelebihan dan Kekurangan Bioremediasi

Bioremediasi (kelompok 5) 2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Bioremediasi
Bioremediasi berasal dari dua kata yaitu “bio” dan “remediasi” yang
diartikan sebagai proses dalam menyelesaikan masalah. “Bio” yang dimaksud
adalah organisme hidup, terutama mikroorganisme yang digunakan dalam
pemanfaatan pemecahan atau degradasi bahan pencemar lingkungan menjadi
bentuk yang lebih sederhana dan aman bagi lingkungan tersebut. Menurut Munir
(2006), bioremediasi merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi
lingkungan dengan memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan
pencemaran. Menurut Sunarko (2001), bioremediasi mempunyai potensi untuk
menjadi salah satu teknologi lingkungan yang bersih, alami, dan paling murah
untuk mengantisipasi masalah-masalah lingkungan. Sedangkan menurut United
States Environmental Protection Agency (dalam Surtikanti, 2011:143),
Bioremediasi adalah suatu proses alami untuk membersihkan bahan-bahan kimia
berbahaya. Ketika mikroba mendegradasi bahan berbahaya tersebut,akan
dihasilkan air dan gas tidak berbahaya seperti CO2.
Menurut Ciroreksoko (1996), bioremediasi diartikan sebagai proses
pendegradasian bahan organik berbahaya secara biologis menjadi senyawa lain
seperti karbondioksida (CO2), metan, dan air. Sedangkan menurut Craword
(1996), bioremediasi merujuk pada penggunaan secara produktif proses
biodegradatif untuk menghilangkan atau mendetoksi polutan (biasanya
kontaminan tanah, air dan sedimen) yang mencemari lingkungan dan mengancam
kesehatan masyarakat.
Jadi bioremediasi adalah salah satu teknologi alternatif untuk mengatasi
masalah lingkungan dengan memanfaatkan bantuan mikroorganisme.
Mikroorganisme yang dimaksud adalah khamir, fungi (mycoremediasi), yeast,
alga dan bakteri yang berfungsi sebagai agen bioremediator. Selain dengan
memanfaatkan mikroorganisme, bioremediasi juga dapat pula memanfaatkan
tanaman air. Tanaman air memiliki kemampuan secara umum untuk menetralisir

Bioremediasi (kelompok 5) 3
komponen-komponen tertentu di dalam perairan dan sangat bermanfaat dalam
proses pengolahan limbah cair ( misalnya menyingkirkan kelebihan nutrien,
logam dan bakteri patogen). Penggunaan tumbuhan ini biasa dikenal dengan
istilah fitoremediasi. Bioremediasi juga dapat dikatakan sebagai proses penguraian
limbah organik/anorganik polutan secara biologi dalam kondisi terkendali.

B. Tujuan Bioremediasi
Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar
menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbondioksida dan air)
atau dengan kata lain mengontrol, mereduksi atau bahkan mereduksi bahan
pencemar dari lingkungan.

C. Jenis-jenis Mikroorganisme yang berperan dalam bioremediasi


Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bioremediasi adalah salah satu
teknologi alternatif untuk mengatasi masalah lingkungan dengan memanfaatkan
bantuan mikroorganisme. Mikroorganisme yang dimaksud adalah khamir, fungi
(mycoremediasi), yeast, alga dan bakteri. Mikroorganisme akan mendegradasi zat
pencemar atau polutan menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun.
Polutan dapat dibedakan menjadi dua yaitu bahan pencemar organik dan sintetik
(buatan). Bahan pencemar dapat dibedakan berdasarkan kemampuan
terdegradasinya di lingkungan yaitu :
a. Bahan pencemar yang mudah terdegradasi (biodegradable pollutant), yaitu
bahan yang mudah terdegradasi di lingkungan dan dapat diuraikan atau
didekomposisi, baik secara alamiah yang dilakukan oleh dekomposer
(bakteri dan jamur) ataupun yang disengaja oleh manusia, contohnya adalah
limbah rumah tangga. Jenis polutan ini akan menimbulkan masalah
lingkungan bila kecepatan produksinya lebih cepat dari kecepatan
degradasinya.
b. Bahan pencemar yang sukar terdegradasi atau lambat sekali terdegradasi
(nondegradable pollutant), dapat menimbulkan masalah lingkungan yang

Bioremediasi (kelompok 5) 4
cukup serius. Contohnya adalah jenis logam berat seperti timbal (Pb) dan
merkuri.

Sedangkan senyawa-senyawa pencemar menurut keberadaannya dapat


dibedakan menjadi :
a. Senyawa-senyawa yang secara alami ditemukan di alam dan jumlah
(konsentrasinya) sangat tinggi, contohnya antara lain minyak mentah
(hasil penyulingan), fosfat dan logam berat.
b. Senyawa xenobiotik yaitu senyawa kimia hasil rekayasa manusia yang
sebelumnya tidak pernah ditemukan di alam, contohnya adalah pestisida,
herbisida, plastik dan serat sintesis.

Dalam bioremediasi, lintasan biodegradasi berbagai senyawa kimia yang


berbahaya dapat dimengerti berdasarkan lintasan mekanisme dari beberapa
senyawa kimia alami seperti hidrokarbon, lignin, selulosa, dan hemiselulosa.
Sebagian besar dari prosesnya terutama tahap akhir metabolisme, umumnya
berlangsung melalui proses yang sama. Polimer alami yang mendapat perhatian
karena sukar terdegradasi di lingkungan adalah lignoselulosa (kayu) terutama
bagian ligninnya.
Berikut ini merupakan beberapa jenis-jenis mikroorganisme yang berperan
dalam mendegradasi polutan minyak bumi dan logam berat menjadi bahan yang
tidak beracun.
1. Pencemaran minyak bumi
Bahan utama yang terkandung di dalam minyak bumi adalah
hidrokarbon alifatik dan aromatik. Minyak bumi menghasilkan
fraksi hidrokarbon dari proses destilasi bertingkat. Apabila keberadaan
minyak bumi berlebihan di alam, masing-masing fraksi minyak bumi akan
menyebabkan pencemaran yang akan mengganggu kestabilan ekosistem
yang dicemarinya. Di dalam minyak bumi terdapat dua macam komponen
yang dibagi berdasarkan kemampuan mikroorganisme menguraikannya,
yaitu komponen minyak bumi yang mudah diuraikan oleh mikroorganisme
dan komponen yang sulit didegradasi oleh mikroorganisme.

Bioremediasi (kelompok 5) 5
 Komponen minyak bumi yang mudah didegradasi oleh bakteri
merupakan komponen terbesar dalam minyak bumi atau mendominasi,
yaitu alkana yang bersifat lebih mudah larut dalam air dan terdifusi ke
dalam membran sel bakteri. Jumlah bakteri yang mendegradasi
komponen ini relatif banyak karena substratnya yang melimpah di
dalam minyak bumi. Isolat bakteri pendegradasi komponen minyak
bumi ini biasanya merupakan pengoksidasi alkana normal.
 Komponen minyak bumi yang sulit didegradasi merupakan komponen
yang jumlahnya lebih kecil dibanding komponen yang mudah
didegradasi. Hal ini menyebabkan bakteri pendegradasi komponen ini
berjumlah lebih sedikit dan tumbuh lebih lambat karena kalah bersaing
dengan pendegradasi alkana yang memiliki substrat lebih banyak.
Isolasi bakteri ini biasanya memanfaatkan komponen minyak bumi
yang masih ada setelah pertumbuhan lengkap bakteri pendegradasi
komponen minyak bumi yang mudah didegradasi.

Beberapa bakteri dan fungi diketahui dapat digunakan untuk


mendegradasi minyak bumi. Beberapa contoh bakteri yang selanjutnya
disebut bakteri hidrokarbonuklastik yaitu bakteri yang dapat menguraikan
komponen minyak bumi karena kemampuannya mengoksidasi hidrokarbon
dan menjadikan hidrokarbon sebagai donor elektronnya. Adapun contoh
dari bakteri hidrokarbonuklastik yaitu bakteri dari genus Achromobacter,
Arthrobacter, Acinetobacter, Actinomyces, Aeromonas, Brevibacterium,
Flavobacterium, Moraxella, Klebsiella, Xanthomyces dan Pseudomonas,
Bacillus. Beberapa contoh fungi yang digunakan dalam biodegradasi
minyak bumi adalah fungi dari genus Phanerochaete, Cunninghamella,
Penicillium, Candida, Sporobolomyce, Cladosporium, Debaromyces,
Fusarium, Hansenula, Rhodosporidium, Rhodoturula, Torulopsis,
Trichoderma, Trichosporon. Sejumlah bakteri seperti Pseudomonas
aeruginosa, Acinetobacter calcoaceticus, Arthrobacter sp., Streptomyces
viridans dan lain-lain menghasilkan senyawa biosurfaktan atau bioemulsi.

Bioremediasi (kelompok 5) 6
Kemampuan bakteri dalam memproduksi biosurfaktan berkaitan dengan
keberadaan enzim regulatori yang berperan dalam sintesis biosurfaktan.
Biosurfaktan merupakan komponen mikroorganisme yang terdiri atas
molekul hidrofobik dan hidrofilik, yang mampu mengikat molekul
hidrokarbon tidak larut air dan mampu menurunkan tegangan permukaan.
Selain itu biosurfaktan secara ekstraseluler menyebabkan emulsifikasi
hidrokarbon sehingga mudah untuk didegradasi oleh bakteri. Biosurfaktan
meningkatkan ketersediaan substrat yang tidak larut melalui beberapa
mekanisme. Dengan adanya biosurfaktan, substrat yang berupa cairan akan
teremulsi dibentuk menjadi misel-misel, dan menyebarkannya ke
permukaan sel bakteri sehingga lebih mudah masuk ke dalam sel. Umumnya
ada dua macam biosurfaktan yang dihasilkan bakteri yaitu :
 Surfaktan dengan berat molekul rendah (seperti glikolipid, soforolipid,
trehalosalipid, asam lemak dan fosfolipid) yang terdiri dari molekul
hidrofobik dan hidrofilik. Kelompok ini bersifat aktif permukaan,
ditandai dengan adanya penurunan tegangan permukaan medium cair.
 Polimer dengan berat molekul besar, yang dikenal dengan
bioemulsifier polisakarida amfifatik. Dalam medium cair,
bioemulsifier ini mempengaruhi pembentukan emulsi serta
kestabilannya dan tidak selalu menunjukkan penurunan tegangan
permukaan medium.
 Pelepasan biosurfaktan ini tergantung dari substrat hidrokarbon yang
ada. Ada substrat (misalnya seperti pada pelumas) yang menyebabkan
biosurfaktan hanya melekat pada permukaan membran sel, namun
tidak diekskresikan ke dalam medium. Namun, ada beberapa substrat
hidrokarbon (misal heksadekan) yang menyebabkan biosurfaktan juga
dilepaskan ke dalam medium. Hal ini terjadi karena heksadekan
menyebabkan sel bakteri lebih bersifat hidrofobik. Oleh karena itu,
senyawa hidrokarbon pada komponen permukaan sel yang hidrofobik
itu dapat menyebabkan sel tersebut kehilangan integritas struktural

Bioremediasi (kelompok 5) 7
selnya sehingga melepaskan biosurfaktan untuk membran sel itu
sendiri dan juga melepaskannya ke dalam medium.

Secara umum terdapat tiga cara transpor hidrokarbon ke dalam sel


bakteri yaitu sebagai berikut:
a) Interaksi sel dengan hidrokarbon yang terlarut dalam fase air. Pada
kasus ini, umumnya rata-rata kelarutan hidrokarbon oleh proses fisika
sangat rendah sehingga tidak dapat mendukung.
b) Kontak langsung (perlekatan) sel dengan permukaan tetesan
hidrokarbon yang lebih besar daripada sel mikroba. Pada kasus yang
kedua ini, perlekatan dapat terjadi karena sel bakteri bersifat
hidrofobik. Sel mikroba melekat pada permukaan tetesan hidrokarbon
yang lebih besar daripada sel dan pengambilan substrat dilakukan
dengan difusi atau transpor aktif. Perlekatan ini terjadi karena adanya
biosurfaktan pada membran sel bakteri Pseudomonas.
c) Interaksi sel dengan tetesan hidrokarbon yang telah teremulsi atau
tersolubilisasi oleh bakteri. Pada kasus ini sel mikroba berinteraksi
dengan partikel hidrokarbon yang lebih kecil daripada sel. Hidrokarbon
dapat teremulsi dan tersolubilisasi dengan adanya biosurfaktan yang
dilepaskan oleh bakteri Pseudomonas ke dalam medium.

Berikut ini merupakan jenis-jenis bakteri pendegradasi hidrokarbon


pada minyak bumi yaitu:
a) Pseudomonas sp.
Pseudomonas berbentuk batang dengan diameter 0,5 – 1 x 1,5 –
5,0 mikrometer. Bakteri ini merupakan organisme gram negatif yang
motilitasnya dibantu oleh satu atau beberapa flagella yang terdapat pada
bagian polar. Akan tetapi ada juga yang hampir tidak mampu bergerak.
Bersifat aerobik obligat yaitu oksigen berfungsi sebagai terminal
elektron aseptor pada proses metabolismenya. Kebanyakan spesies ini
tidak bisa hidup pada kondisi asam pada pH 4,5 dan tidak memerlukan
bahan-bahan organik. Bersifat oksidasi negatif atau positif, katalase
positif dan kemoorganotropik. Dapat menggunakan H2 dan CO sebagai

Bioremediasi (kelompok 5) 8
sumber energi. Bakteri Pseudomonas yang umum digunakan sebagai
pendegradasi hidrokarbon, antara lain Pseudomonas aeruginosa,
Pseudomonas stutzeri, dan Pseudomonas diminuta.

Gambar 1. Bakteri Pseudomonas aeruginosa

Salah satu faktor yang sering membatasi kemampuan bakteri


Pseudomonas dalam mendegradasi senyawa hidrokarbon adalah sifat
kelarutannya yang rendah, sehingga sulit mencapai sel bakteri. Adapun
mekanisme degradasi hidrokarbon di dalam sel bakteri Pseudomonas
yaitu:
- Mekanisme degradasi hidrokarbon alifatik.
Pseudomonas menggunakan hidrokarbon untuk pertumbuhannya.
Penggunaan hidrokarbon alifatik jenuh merupakan proses aerobik
(menggunakan oksigen). Tanpa adanya O2, hidrokarbon ini tidak
didegradasi. Langkah pendegradasian hidrokarbon alifatik jenuh
oleh Pseudomonas meliputi oksidasi molekuler (O2) sebagai sumber
reaktan dan penggabungan satu atom oksigen ke dalam hidrokarbon
teroksidasi.
- Mekanisme degradasi hidrokarbon aromatik.
Banyak senyawa ini digunakan sebagai donor elektron secara
aerobik oleh bakteri Pseudomonas. Degradasi senyawa hidrokarbon
aromatik disandikan dalam plasmid atau kromosom oleh gen xy/E.
Gen ini berperan dalam produksi enzim katekol 2,3-dioksigenase.
Metabolisme senyawa ini oleh bakteri diawali dengan pembentukan
Protocatechuate atau catechol atau senyawa yang secara struktur
berhubungan dengan senyawa ini. Kedua senyawa ini selanjutnya

Bioremediasi (kelompok 5) 9
didegradasi oleh enzim katekol 2,3-dioksigenase menjadi senyawa
yang dapat masuk ke dalam siklus Krebs (siklus asam sitrat), yaitu
suksinat, asetil KoA, dan piruvat.
b) Arthrobacter sp.

Gambar 2. Arthrobacter sp.

Pada kultur yang masih muda Arthrobacter berbentuk batang yang


tidak teratur 0,8 – 1,2 x 1 – 8 mikrometer. Pada proses pertumbuhan
batang segmentasinya berbentuk cocus kecil dengan diameter 0,6 – 1
mikrometer. Gram positif, tidak berspora, tidak suka asam, aerobik,
kemoorganotropik. Memproduksi sedikit atau tidak sama sekali asam
dan gas yang berasal dari glukosa atau karbohidrat lainnya. Katalase
positif, temperatur optimum 25 – 30oC.
c) Acinetobacter sp.

Gambar 3. Acinetobacter sp

Bioremediasi (kelompok 5) 10
Memiliki bentuk seperti batang dengan diameter 0,9 – 1,6
mikrometer dan panjang 1,5 - 2,5 mikrometer. Berbentuk bulat panjang
pada fase stasioner pertumbuhannya. Bakteri ini tidak dapat membentuk
spora. Tipe selnya adalah gram negatif, tetapi sulit untuk diwarnai.
Bakteri ini bersifat aerobik, sangat memerlukan oksigen sebagai
terminal elektron pada metabolisme. Semua tipe bakteri ini tumbuh pada
suhu 20-300 C, dan tumbuh optimum pada suhu 33-350 C. Bersifat
oksidasi negatif dan katalase positif. Bakteri ini memiliki kemampuan
untuk menggunakan rantai hidrokarbon sebagai sumber nutrisi, sehingga
mampu meremidiasi tanah yang tercemar oleh minyak. Bakteri ini bisa
menggunakan amonium dan garam nitrit sebagai sumber nitrogen, akan
tetapi tidak memiliki pengaruh yang signifikan. D-glukosa adalah satu-
satunya golongan heksosa yang bisa digunakan oleh bakteri ini,
sedangkan pentosa D-ribosa, D-silosa, dan L-arabinosa juga bisa
digunakan sebagai sumber karbon oleh beberapa strain.
d) Bacillus sp.
Umumnya bakteri ini merupakan mikroorganisme sel tunggal,
berbentuk batang pendek (biasanya rantai panjang). Mempunyai ukuran
lebar 1,0-1,2 mm dan panjang 3-5 mm. Merupakan bakteri gram positif
dan bersifat aerob. Adapun suhu pertumbuhan maksimumnya yaitu 30-
50oC dan minimumnya 5-20oC dengan pH pertumbuhan 4,3 – 9,3.
Bakteri ini mempunyai kemampuan dalam mendegradasi minyak bumi,
dimana bakteri ini menggunakan minyak bumi sebagai satu-satunya
sumber karbon untuk menghasilkan energi dan pertumbuhannya. Pada
konsentrasi yang rendah, bakteri ini dapat merombak hidrokarbon
minyak bumi dengan cepat. Jenis Bacillus sp. yang umumnya
digunakan seperti Bacillus subtilis, Bacillus cereus, Bacillus laterospor.

Bioremediasi (kelompok 5) 11
Gambar 4. Bacillus cereus

Selain dari golongan bakteri, mikroba pendegradasi hidrokarbon juga


dapat dilakukan oleh fungi. Fungi pendegradasi hidrokarbon umumnya
berasal dari genus Phanerochaete, Cunninghamella, Penicillium, Candida,
Sporobolomyces, Cladosporium. Jamur dari genus ini mendegradasi
hidrokarbon polisiklik aromatik. Jamur Phanerochaete chrysosporium
mampu mendegradasi berbagai senyawa hidrofobik pencemar tanah yang
persisten. Adapun oksidasi dan pelarutan hidrokarbon polisiklik aromatik
oleh Phanerochaete chrysosporium menggunakan enzim lignin peroksidase.
Bila terdapat H2O2, enzim lignin peroksidase yang dihasilkan akan menarik
satu elektron dari PAH yang selanjutnya membentuk senyawa kuinon yang
merupakan hasil metabolisme. Cincin benzena yang sudah terlepas dari
PAH selanjutnya dioksidasi menjadi molekul-molekul lain dan digunakan
oleh sel mikroba sebagai sumber energi misalnya CO2.
Jamur dari golongan Deuteromycota (Aspergillus niger, Penicillium
glabrum, P. janthinellum, Zygomycetes (Cunninghamella elegans),
Basidiomycetes (Crinipellis stipitaria) diketahui juga dapat mendegradasi
hidrokarbon polisiklik aromatik. Sistem enzim monooksigenase Sitokrom P-
450 pada jamur ini memiliki kemiripan dengan sistem yang dimiliki
mamalia. Adapun langkah-langkahnya yaitu pembentukan monofenol,
difenol, dihidrodiol dan quinon dan terbentuk gugus tambahan yang larut air
(misalnya sulfat, glukuronida, ksilosida, glukosida). Senyawa ini merupakan
hasil detoksikasi pada jamur dan mamalia.

Bioremediasi (kelompok 5) 12
2. Pencemaran Logam Berat
Secara umum diketahui bahwa logam berat merupakan unsur yang
berbahaya di permukaan bumi, sehingga kontaminasi logam berat di
lingkungan merupakan masalah yang besar. Persoalan spesifik logam berat
di lingkungan terutama akumulasinya sampai pada rantai makanan dan
keberadaannya di alam menyebabkan keracunan terhadap tanah, udara
maupun air. Bahan pencemar senyawa anorganik/mineral misalnya logam-
logam berat seperti merkuri (Hg), kadmium (Cd), Timah hitam (pb),
tembaga (Cu), timbal (Pb), dan garam-garam anorganik. Bahan pencemar
berupa logam-logam berat yang masuk ke dalam tubuh biasanya melalui
makanan dan dapat tertimbun dalam organ-organ tubuh. Mikroba
memerlukan logam sebagai fungsi struktural dan katalis serta sebagai donor
atau reseptor elektron dalam metabolisme energi. Kemampuan interaksi
mikroba terhadap logam antara lain :
a) Mengikat ion logam yang ada dilingkungan eksternal pada
permukaan sel serta membawanya ke dalam sel untuk berbagai fungsi
sel. Contohnya bakteri Thiobaccilus sp. Mampu menggunakan Fe
dalam aktivasi enzim format dehidrogenase pada sitokrom.
b) Menggunakan logam sebagai donor atau akseptor elektron dalam
metabolisme energi.
c) Mengikat logam sebagai kation pada permukaan sel yang bermuatan
negatif dalam proses yang disebut biosorpsi.

Mikroba mengurangi bahaya pencemaran logam berat dapat dilakukan


dengan cara detoksifikasi, biohidrometakurgi, bioleaching, dan
bioakumulasi.
a. Detoksifikasi (biosorpsi)
Pada prinsipnya mengubah ion logam berat yang bersifat toksik
menjadi senyawa yang bersifat tidak toksik. Proses ini umumnya
berlangsung dalam kondisi anaerob dan memanfaatkan senyawa kimia
sebagai akseptor elektron.

Bioremediasi (kelompok 5) 13
b. Biohidrometalurgi
Pada prinsipnya mengubah ion logam yang terikat pada suatu senyawa
yang tidak dapat larut dalam air menjadi senyawa yang dapat larut
dalam air.
c. Bioleaching
Merupakan aktivitas mikroba untuk melarutkan logam berat dari
senyawa yang mengikatnya dalam bentuk ion bebas. Biasanya mikroba
menghasilkan asam dan senyawa pelarut untuk membebaskan ion
logam dari senyawa pengikatnya. Proses ini biasanya langsung diikuti
dengan akumulasi ion logam.
d. Bioakumulasi
Merupakan interaksi mikroba dan ion-ion logam yang berhubungan
dengan lintasan metabolisme.

Interaksi mikroba dengan logam di alam adalah imobilisasi logam dari


fase larut menjadi tidak atau sedikit larut sehingga mudah dipisahkan.
Adapun contoh mikroba pendegradasi logam yaitu :
- Enterobacter cloacae dan Pseudomonas fluorescens, mampu
mengubah Cr (VI) menjadi Cr (III) dengan bantuan senyawa-senyawa
hasil metabolisme, misalnya hidrogen sulfida, asam askorbat,
glutathion, sistein, dll.
- Desulfovibrio sp. membentuk senyawa sulfida dengan memanfaatkan
hidrogen sulfida yang dibebaskan untuk mengatasi pencemaran logam
Cu.
- Desulfuromonas acetoxidans merupakan bakteri anerobik laut yang
menggunakan sulfur dan besi sebagai penerima elektron untuk
mengoksidasi molekul organik dalam endapan yang bisa menghasilkan
energi.
- Bakteri pereduksi sulfat contohnya Desulfotomaculum sp. Dalam
melakukan reduksi sulfat, bakteri ini menggunakan sulfat sebagai
sumber energi yaitu sebagai akseptor elektron dan menggunakan bahan

Bioremediasi (kelompok 5) 14
organik sebagai sumber karbon. Karbon tersebut selain berperan
sebagai sumber donor elektron dalam metabolismenya juga merupakan
bahan penyusun selnya. Adapun reaksi reduksi sulfat oleh bakteri ini
adalah sebagai berikut.
- Bakteri belerang, khususnya Thiobacillus ferroxidans banyak berperan
pada logam-logam dalam bentuk senyawa sulfida untuk menghasilkan
senyawa sulfat.
- Mikroalga contohnya Spirulina sp., merupakan salah satu jenis alga
dengan sel tunggal yang termasuk dalam kelas Cyanophyceae. Sel
Spirulina sp. berbentuk silindris, memiliki dinding sel tipis. Alga ini
mempunyai kemampuan yang tinggi untuk mengikat ion-ion logam
dari larutan dan mengadsorpsi logam berat karena di dalam alga
terdapat gugus fungsi yang dapat melakukan pengikatan dengan ion
logam. Gugus fungsi tersebut terutama gugus karboksil, hidroksil,
amina, sulfudril imadazol, sulfat dan sulfonat yang terdapat dalam
dinding sel dalam sitoplasma.
- Jamur Saccharomyces cerevisiae dan Candida sp. dapat
mengakumulasikan Pb dari dalam perairan, Citrobacter dan Rhizopus
arrhizus memiliki kemampuan menyerap uranium. Penggunaan jamur
mikoriza juga telah diketahui dapat meningkatkan serapan logam dan
menghindarkan tanaman dari keracunan logam berat.

D. Proses Bioremediasi
Proses utama pada bioremediasi adalah biodegradasi, biotransformasi dan
biokatalis. Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh
mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia
polutan tersebut. Enzim mempercepat proses tersebut dengan cara menurunkan
energi aktivasi, yaitu energi yang dibutuhkan untuk memulai suatu reaksi. Pada
proses ini terjadi biotransformasi atau biodetoksifikasi senyawa toksik menjadi
senyawa yang kurang toksik atau tidak toksik. Pada banyak kasus, biotransformasi
berujung pada biodegradasi. Degradasi senyawa kimia oleh mikroba di

Bioremediasi (kelompok 5) 15
lingkungan merupakan proses yang sangat penting untuk mengurangi kadar
bahan-bahan berbahaya di lingkungan, yang berlangsung melalui suatu seri reaksi
kimia yang cukup kompleks dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya
dan tidak beracun. Misalnya mengubah bahan kimia menjadi air dan gas yang
tidak berbahaya misalnya CO2. Dalam proses degradasinya, mikroba
menggunakan senyawa kimia tersebut untuk pertumbuhan dan reproduksinya
melalui berbagai proses oksidasi. Enzim yang dihasilkan juga berperan untuk
mengkatalis reaksi degradasi, sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama
untuk mencapai keseimbangan. Lintasan biodegradasi berbagai senyawa kimia
yang berbahaya dapat dimengerti berdasarkan lintasan mekanisme dari beberapa
senyawa kimia alami seperti hidrokarbon, lignin, selulosa, dan hemiselulosa.
Sebagian besar dari prosesnya, terutama tahap akhir metabolisme umumnya
berlangsung melalui proses yang sama.

Gambar 5. Proses Bioremediasi

Supaya proses tersebut dapat berlangsung optimal, diperlukan kondisi


lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan dan perkembangbiakan
mikroorganisme. Tidak terciptanya kondisi yang optimum akan mengakibatkan

Bioremediasi (kelompok 5) 16
aktivitas degradasi biokimia mikroorganisme tidak dapat berlangsung dengan
baik, sehingga senyawa-senyawa beracun menjadi persisten di lingkungan. Agar
tujuan tersebut tercapai diperlukan pemahaman akan prinsip-prinsip biologis
tentang degradasi senyawa-senyawa beracun, pengaruh kondisi lingkungan
terhadap mikroorganisme yang terkait dan reaksi-reaksi yang dikatalisnya. Salah
satu cara untuk meningkatkan bioremediasi adalah melalui teknologi genetik.
Teknologi genetik molekular sangat penting untuk mengidentifikasi gen-gen yang
mengkode enzim yang terkait pada bioremediasi. Karakterisasi dari gen-gen yang
bersangkutan dapat meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana mikroba-
mikroba memodifikasi polutan beracun menjadi tidak berbahaya.

E. Jenis-jenis Bioremediasi
Bioremediasi yang melibatkan mikroba terdapat 3 macam yaitu :
1. Biostimulasi

Gambar 6. Proses Biostimulasi

Biostimulasi adalah memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan


mikroba yang sudah ada di daerah tercemar dengan cara memberikan
lingkungan pertumbuhan yang diperlukan, yaitu penambahan nutrien dan
oksigen. Jika jumlah mikroba yang ada dalam jumlah sedikit, maka harus
ditambahkan mikroba dalam konsentrasi yang tinggi sehingga bioproses
dapat terjadi. Mikroba yang ditambahkan adalah mikroba yang sebelumnya
diisolasi dari lahan tercemar kemudian setelah melalui proses penyesuaian di
laboratorium di perbanyak dan dikembalikan ke tempat asalnya untuk

Bioremediasi (kelompok 5) 17
memulai bioproses. Namun sebaliknya, jika kondisi yang dibutuhkan tidak
terpenuhi, mikroba akan tumbuh dengan lambat atau mati. Secara umum
kondisi yang diperlukan ini tidak dapat ditemukan di area yang tercemar
(Suhardi, 2010).
2. Bioaugmentasi
Bioaugmentasi merupakan penambahan produk mikroba komersial ke
dalam limbah cair untuk meningkatkan efisiensi dalam pengolahan limbah
secara biologi. Cara ini paling sering digunakan dalam menghilangkan
kontaminasi di suatu tempat. Hambatan mekanisme ini yaitu sulit untuk
mengontrol kondisi situs yang tercemar agar mikroba dapat berkembang
dengan optimal. Selain itu mikroba perlu beradaptasi dengan lingkungan
tersebut (Uwityangyoyo, 2011). Menurut Munir (2006), dalam beberapa hal,
teknik bioaugmentasi juga diikuti dengan penambahan nutrien tertentu.
Para ilmuwan belum sepenuhnya mengerti seluruh mekanisme yang terkait
dalam bioremediasi, dan mikroorganisme yang dilepaskan ke lingkungan
yang asing kemungkinan sulit untuk beradaptasi.
a. Bioremediasi Intrinsik
Bioremediasi jenis ini terjadi secara alami di dalam air atau tanah
yang tercemar. Bioremediasi berdasarkan lokasi terdapat 2 macam yaitu:
1) In situ
Yaitu dapat dilakukan langsung di lokasi tanah tercemar ( proses
bioremediasi yang digunakan berada pada tempat lokasi limbah
tersebut). Proses bioremediasi in situ pada lapisan surface juga
ditentukan oleh faktor bio-kimiawi dan hidrogeologi.

Bioremediasi (kelompok 5) 18
Gambar 7. Proses in situ

2) Ex situ
Yaitu bioremediasi yang dilakukan dengan mengambil limbah
tersebut lalu ditreatment ditempat lain, setelah itu baru
dikembalikan ke tempat asal. Lalu diberi perlakuan khusus dengan
memakai mikroba. Bioremediasi ini bisa lebih cepat dan mudah
dikontrol dibanding in-situ, ia pun mampu me-remediasi jenis
kontaminan dan jenis tanah yang lebih beragam.

Gambar 8. Proses bioremediasi ex situ

Bioremediasi (kelompok 5) 19
F. Faktor-faktor yang mempengaruhi Bioremediasi
Keberhasilan proses biodegradasi banyak ditentukan oleh aktivitas enzim.
Dengan demikian mikroorganisme yang berpotensi menghasilkan enzim
pendegradasi hidrokarbon perlu dioptimalkan aktivitasnya dengan pengaturan
kondisi dan penambahan suplemen yang sesuai. Dalam hal ini perlu diperhatikan
faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi proses bioremediasi, yang meliputi
kondisi tanah, temperature, oksigen, dan nutrient yang tersedia.
1. Lingkungan
Proses biodegradasi memerlukan tipe tanah yang dapat mendukung
kelancaran aliran nutrient, enzim-enzim mikrobial dan air. Terhentinya aliran
tersebut akan mengakibatkan terbentuknya kondisi anaerob sehingga proses
biodegradasi aerobik menjadi tidak efektif. Karakteristik tanah yang cocok untuk
bioremediasi in situ adalah mengandung butiran pasir ataupun kerikil kasar
sehingga dispersi oksigen dan nutrient dapat berlangsung dengan baik.
Kelembaban tanah juga penting untuk menjamin kelancaran sirkulasi nutrien dan
substrat di dalam tanah.
2. Temperatur
Temperatur yang optimal untuk degradasi hidrokaron adalah 30-40˚C.
Ladislao, et. al. (2007) mengatakan bahwa temperatur yang digunakan pada suhu
38˚C bukan pilihan yang valid karena tidak sesuai dengan kondisi di Inggris
untuk mengontrol mikroorganisme patogen. Pada temperatur yang rendah,
viskositas minyak akan meningkat mengakibatkan volatilitas alkana rantai
pendek yang bersifat toksik menurun dan kelarutannya di air akan meningkat
sehingga proses biodegradasi akan terhambat. Suhu sangat berpengaruh terhadap
lokasi tempat dilaksanakannya bioremediasi.
3. Oksigen
Langkah awal katabolisme senyawa hidrokaron oleh bakteri maupun kapang
adalah oksidasi substrat dengan katalis enzim oksidase, dengan demikian
tersedianya oksigen merupakan syarat keberhasilan degradasi hidrokarbon
minyak. Ketersediaan oksigen di tanah tergantung pada (a) kecepatan konsumsi
oleh mikroorganisme tanah, (b) tipe tanah dan (c) kehadiran substrat lain yang

Bioremediasi (kelompok 5) 20
juga bereaksi dengan oksigen. Terbatasnya oksigen, merupakan salah satu faktor
pembatas dalam biodegradasi hidrokarbon minyak
4. pH.
Pada tanah umumnya merupakan lingkungan asam, alkali sangat jarang
namun ada yang melaporkan pada pH 11. Penyesuaian pH dari 4,5 menjadi 7,4
dengan penambahan kapur meningkatkan penguraian minyak menjadi dua kali.
Penyesuaian pH dapat merubah kelarutan, bioavailabilitas, bentuk senyawa
kimia polutan, dan makro & mikro nutrien. Ketersediaan Ca, Mg, Na, K, NH4+,
N dan P akan turun, sedangkan penurunan pH menurunkan ketersediaan NO3-
dan Cl- . Cendawan yang lebih dikenal tahan terhadap asam akan lebih berperan
dibandingkan bakteri asam.
5. Kadar H2O dan karakter geologi.
Kadar air dan bentuk poros tanah berpengaruh pada bioremediasi. Nilai
aktivitas air dibutuhkan utk pertumbuhan mikroba berkisar 0.9 - 1.0, umumnya
kadar air 50-60%. Bioremediasi lebih berhasil pada tanah yang poros.
6. Keberadaan zat nutrisi.
Baik pada in situ & ex situ. Bila tanah yang dipergunakan bekas pertanian
mungkin tak perlu ditambah zat nutrisi. Untuk hidrokarbon ditambah nitrogen &
fosfor, dapat pula dengan makro & mikro nutrisi yang lain.
Mikroorganisme memerlukan nutrisi sebagai sumber karbon, energy dan
keseimbangan metabolisme sel. Dalam penanganan limbah minyak bumi
biasanya dilakukan penambahan nutrisi antara lain sumber nitrogen dan fosfor
sehingga proses degradasi oleh mikroorganisme berlangsung lebih cepat dan
pertumbuhannya meningkat.
7. Interaksi antar Polusi
Fenomena lain yang juga perlu mendapatkan perhatian dalam
mengoptimalkan aktivitas mikroorganisme untuk bioremediasi adalah interaksi
antara beberapa galur mikroorganisme di lingkungannya. Salah satu bentuknya
adalah kometabolisme. Kometabolisme merupakan proses transformasi senyawa
secara tidak langsung sehingga tidak ada energy yang dihasilkan.

Bioremediasi (kelompok 5) 21
G. Kelebihan dan Kekurangan Bioremediasi
Kelebihan bioremediasi sebagai berikut :
1. Proses pelaksanaan dapat dilakukan langsung di daerah tersebut dengan
lahan yang sempit sekalipun.
2. Mengubah pollutant bukan hanya memindahkannya.
3. Proses degradasi dapat dilaksanakan dalam jangka waktu yang cepat.
4. Bioremediasi sangat aman digunakan karena menggunakan mikroba yang
secara alamiah sudah ada dilingkungan (tanah).
5. Bioremediasi tidak menggunakan/menambahkan bahan kimia berbahaya.
6. Teknik pengolahannya mudah diterapkan dan murah biaya.

Kekurangan bioremediasi sebagai berikut :


1) Tidak semua bahan kimia dapat diolahsecara bioremediasi.
2) Membutuhkan pemantauan yang ekstensif .
3) Membutuhkan lokasi tertentu.
4) Pengotornya bersifat toksik
5) Padat ilmiah
6) Berpotensi menghasilkan produk yangtidak dikenal
7) Dapat digabung dengan teknik pengolahan lain
8) Persepsi sebagai teknologi yang belum teruji
Sumber: Wisnjnuprapto (1996)

Bioremediasi (kelompok 5) 22
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan
menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk
memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun
atau tidak beracun (karbon dioksida dan air).
Jenis-jenis bioremediasi meliputi :
1. Bioremediasi yang melibatkan mikroba terdapat 3 macam yaitu :
a. Biostimulasi, yaitu memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan
mikroba yang sudah ada di daerah tercemar dengan cara memberikan
lingkungan pertumbuhan yang diperlukan, yaitu penambahan nutrien
dan oksigen.
b. Bioaugmentasi, yaitu penambahan produk mikroba komersial ke dalam
limbah cair untuk meningkatkan efisiensi dalam pengolahan limbah
secara biologi.
c. Bioremediasi Intrinsik, terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang
tercemar.
2. Bioremediasi berdasarkan lokasi, meliputi :
a) In situ, yaitu dapat dilakukan langsung di lokasi tanah tercemar (
proses bioremediasi yang digunakan berada pada tempat lokasi
limbah tersebut).
b) Ex situ, yaitu bioremediasi yang dilakukan dengan mengambil limbah
tersebut lalu ditreatment ditempat lain, setelah itu baru dikembalikan
ke tempat asal.

Bioremediasi (kelompok 5) 23
B. Saran
Penyusun menyarankan agar makalah ini dapat digunakan sebaik-baiknya
serta kita harus bisa menjaga lingkungan dengan baik dengan cara membuang
sampah pada tempatnya. Lingkungan merupakan tempat kita yang harus
dilestarikan dan dijaga. Karena hal tersebut juga bisa bermanfaat untuk manusia.

Bioremediasi (kelompok 5) 24
DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. http://digilib.unila.ac.id/1037/8/BAB%202.pdf. Diakses tanggal 8


September 2016.

Budianto, H. 2006. Perbaikan lahan terkontaminasi minyak bumi secara


bioremediasi

Munawar dkk. 2005. Bioremediasi Tumpahan Minyak Mentah Dengan Metode


Biostimulasi Di Lingkungan Pantai Surabaya Timur. Surabaya.

Murniasih, Tutik, dkk. 2009. Biodegradasi Fenantren oleh Bakteri Laut


Pseudomonas sp Kalp3b22 Asal Kumai Kalimantan Tengah. Journal
Makara, Sains, Vol. 13, No. 1, April 2009: 77-80. Diakses tanggal : 8
September 2016.

Priadie, Bambang. 2012. Teknik Bioremediasi Sebagai Alternatif Dalam Upaya


Pengendalian Pencemaran Air. Jurnal Ilmu Lingkungan Volume 10, Issue
1: 38-48 (2012). Diakses Tanggal : 24 September 2016.

R. Ekosari. 2011. Bioremediasi 2011.


http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/BIOREMEDIASI%202010%20%5
BCompatibility%20Mode%5D.pdf. Diakses Tanggal : 24 September 2016.

Bioremediasi (kelompok 5) 25

Anda mungkin juga menyukai