gram tanah. Mikroorganisme ini dapat berupa nematoda, jamur, bakteri dan lain-lain. Salah satu
mikroorganisme yang berperan penting dan dapat menyebabkan penyakit adalah mikrooranisme yang
termasuk dalam kelompok soil-borne pathogen atau patogen tular tanah.
Patogen tular tanah adalah kelompok mikroorganisme yang sebahagian siklus hidupnya berada di dalam
tanah dan mempunyai kemampuan untuk menginfeksi dan menimbulkan penyakit. Umumnya patogen tular
tanah memiliki kemampuan pemencaran dan bertahan dalam tanah dan hanya sedikit yang mempunyai
kemampuan membentuk spora udara sehingga dapat memencar ke areal yang lebih luas.
Perkembangan dan populasi, penyebaran, daya tular serta daya tahan patogen tular tanah sangat di pengaruhi
oleh sifat-sifat tanah dimana patogen tersebut berada. Faktor-faktor tanah yang paling berperan dan
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan patogen tanah tersebut antara lain adalah temperatur,,
kelembaban, pH, tekstur tanah dan bahan organik tanah.
Tanah secara langsung dapat mempengaruhi kesehatan dalam bentuk penyakit bawaan tanah (soil-borne).
Sebagian besar organisme hidup adalah mikroba yang banyak ditemukan di tanah. Beberapa mikroba di
dalam tanah bersifat patogen bagi manusia, termasuk protozoa, jamur, bakteri, dan juga virus, beberapa
mikroorganisme tersebut beberapa memerlukan inang/ host untuk kelangsungan hidupnya.
Soil-borne disease telah memberikan dampak buruk pada manusia mulai dari penderitaan, kecacatan,
kebutaan, hingga kematian di seluruh dunia. Misal, berdasarkan Vaccine-Preventable Disease Monitoring
System 2012, tahun 2011 pada kawasan SEARO, Indonesia menempati urutan kedua terbesar dengan 114
kasus Tetanus Neonatorum yang menyerang bayi baru lahir yang disebabkan spora Clostridium tetani.
Selain itu penyakit diare yang diakibatkan oleh mikroba yang masuk ke dalam tanah melalui limbah tinja
masih menjadi perhatian serius di negara-negara berkembang terutama Indonesia. Laporan Riskesdas tahun
2007 menunjukkan bahwa penyakit Diare merupakan penyebab kematian nomor satu pada bayi (31,4%) dan
pada balita (25,2%), sedangkan pada golongan semua umur merupakan penyebab kematian yang ke empat
(13,2%) (Kemenkes, 2012).
Soil-borne disease juga dipengaruhi oleh zat-zat yang terkandung dalam tanah baik yang berasal dari tanah
itu sendiri maupun berasal dari luar tanah sebagai akibat pengotoran ataupun pencemaran. Tanah dapat
menjadi vektor dan sumber dari agen penyakit pada manusia yang penting. Hal ini diketahui karena tanah
adalah penerima limbah padat yang dapat mengandung patogen dalam konsentrasi tinggi (Slamet, 1996 &
Santamaria, dkk, 2003). Banyaknya permasalahan kesehatan yang muncul diakibatkan adanya penyakit
bawaan tanah, perlu upaya dalam penanggulangan penyakit bawaan tanah. Artikel ini disusun untuk
menjelaskan tentang peran tanah sebagai reservoir penyakit, patogen yang terdapat dalam tanah, penyakit
bawaan tanah, upaya penanggulangan penyakit bawaan tanah.
PENANGGULANGAN
1. Kontaminasi tanah oleh polutan organik dan anorganik
Ada beberapa langkah penanganan untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat tercemarnya tanah
oleh polutan organik dan anorganik, diantaranya adalah:
A. Remediasi Remediasi adalah kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang tercemar. Ada dua
jenis remediasi tanah, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site). Pembersihan on-site adalah
pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah, terdiri dari pembersihan, venting
(injeksi), dan bioremediasi. Pembersihan offsite meliputi penggalian tanah yang tercemar dan kemudian
dibawa ke daerah yang aman. Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat pencemar.
Caranya yaitu, tanah tersebut disimpan di bak/tangki yang kedap, kemudian zat pembersih dipompakan
ke bak/tangki tersebut. Selanjutnya zat pencemar dipompakan keluar dari bak yang kemudian diolah
dengan instalasi pengolah air limbah. Pembersihan off-site ini jauh lebih mahal dan rumit.
B. Bioremediasi Bioremidiasi adalah pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan
mikroorganisme (ja - mur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat
pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air).
C. Fitoremediasi fitoremediasi merupakan suatu sistem dimana tanaman tertentu yang bekerjasama dengan
mikroorganisme dalam media (tanah, koral dan air) dapat mengubah zat kontaminan (pencemar/polutan)
menjadi kurang atau tidak berbahaya bahkan menjadi bahan yang berguna secara ekonomi. Proses dalam
sistem ini berlangsung secara alami dengan enam tahap proses secara serial yang dilakukan tumbuhan
terhadap zat kontaminan/ pencemar yang berada disekitarnya
a) Phytoacumulation yaitu proses tumbuhan menarik zat kontaminan dari media sehingga berakumulasi
disekitar akar tumbuhan, proses ini disebut juga Hyperacumulation
b) Rhizofiltration adalah proses adsorpsi atau pengendapan zat kontaminan oleh akar untuk menempel
pada akar. Proses ini telah dibuktikan dengan percobaan menanam bunga matahari pada kolam yang
mengandung zat radio aktif di Chernobyl Ukraina.
c) Phytostabilization yaitu penempelan zatzat kontaminan tertentu pada akar yang tidak mungkin
terserap kedalam batang tumbuhan. Zat-zat tersebut menempel erat (stabil) pada akar sehingga tidak
akan terbawa oleh aliran air dalam media.
d) Rhyzodegradation disebut juga enhenced rhezosphere biodegradation, or plented-assisted
bioremidiation degradation, yaitu penguraian zat-zat kontaminan oleh aktivitas mikroba yang berada
disekitar akar tumbuhan. Misalnya ragi, fungi dan bakteri.
e) Phytodegradation yaitu proses yang dilakukan tumbuhan untuk menguraikan zat kontaminan yang
mempunyai rantai molekul yang kompleks menjadi bahan yang tidak berbahaya dengan susunan
molekul lebih sederhana yang berguna bagi pertumbuhan tumbuhan itu sendiri. Proses ini dapat
berlangsung pada daun, batang, akar atau di luar sekitar akar dengan bantuan enzym yang dikeluarkan
oleh tumbuhan itu sendiri. Beberapa tumbuhan mengeluarkan enzim berupa bahan kimia yang
mempercepat proses degradasi.
f) Phytovolatization yaitu proses menarik dan transpirasi zat kontaminan oleh tumbuhan dalam bentuk
yang telah menjadi larutan terurai sebagai bahan yang tidak berbahaya lagi untuk selanjutnya di uapkan
ke atmosfir. Beberapa tumbuhan dapat menguapkan air 200 sampai dengan 1000 liter perhari untuk
setiap batang.
2. Kontaminasi tanah oleh mikroorganisme patogen
Penanggulangan mikroorganisme patogen khususnya dari golongan spora bakteri yang terdapat dalam tanah
susah diberantas sebab spora sangat tahan terhadap pengaruh lingkungan juga terhadap berbagai macam
desinfektan. Hanya desinfektan tertentu yang dapat membunuh spora bakteri antara lain : 10% formaldehid,
0,1% H2O2, 4%KMnO4, 5% Lysol, 5% larutan alkali segar seperti: sodium hydroksida, dan kalium
hydroksida (Boxton dan Fraser, 1977). Pemberantasan spora yang terdapat di dalam tanah dengan
menggunakan desinfektan memerlukan biaya yang sangat besar dan tidak efektif. Pencegahan kontaminasi
spora di tanah dapat dihindari dengan melaksanakan sanitasi lingkungan. Penanggulangan dari golongan
cacing patogen di dalam tanah dapat dilakukan dengan kegiatan sanitasi lingkungan seperti mencuci tangan
dengan sabun; makan makanan yang di masak; melakukan usaha preventif dan aktif untuk memutus daur
hidup cacing misal dengan memakai jamban/WC (Soedarto, 1995).
NECATOR AMERICANUS & ANCYLOSTOMA DUODENALE / CACING TAMBANG
Cacing tambang diberi nama cacing tambang karena pada zaman dahulu cacing ini ditemukan di Eropa
pada pekerja pertambangan, yang belum mempunyai fasilitas sanitasi yang memadai. (Parasitologi
kedokteran, 1998). Necator americanus banyak ditemukan di Amerika, Sub-Sahara Afrika, Asia Tenggara,
Tiongkok, and Indonesia, sementara A. duodenale lebih banyak di Timur Tengah, Afrika Utara, India, dan
Eropa bagian selatan. Sekitar seperempat penduduk dunia terinfeksi oleh cacing tambang. Infeksi paling
sering ditemukan di daerah yang hangat dan lembab, dengan tingkat kebersihan yang buruk. bentuk infektif
dari cacing tersebut adalah bentuk filariform. Setelah cacing tersebut menetas dari telurnya, munculah larva
rhabditiform yang kemudian akan berkembang menjadi larva filariform.
Morfologi
Cacing dewasa hidup di rongga usus halus manusia, dengan mulut yang melekat pada mukosa dinding usus.
Ancylostoma duodenale ukurannya ebih besar dari Necator americanus. Yang betina ukurannya 10-13 mm x
0,6 mm, yang jantan 8-11 x 0,5 mm, bentuknya menyerupai huruf C, Necator americanus berbentuk huruf S,
yang betina 9 11 x 0,4 mm dan yang jantan 7 9 x 0,3 mm. Rongga mulut A.duodenale mempunyai dua
pasang gigi, N.americanus mempunyai sepasang benda kitin. Alat kelamin jantan adalah tunggal yang
disebut bursa copalatrix. A.duodenale betina dalam satu hari dapat bertelur 10.000 butir, sedang
N.americanus 9.000 butir. Telur dari kedua spesies ini tidak dapat dibedakan, ukurannya 40 60 mikron,
bentuk lonjong dengan dinding tipis dan jernih. Ovum dari telur yang baru dikeluarkan tidak bersegmen. Di
tanah dengan suhu optimum23oC - 33oC, ovum akan berkembang menjadi 2, 4, dan 8 lobus.
Cara Infeksi
Cacing tambang menimbulkan lebih banyak penyakit serius dari pada parasit lain. Di dalam kebanyakan
bagian dunia, termasuk bagian Amerika Serikat, terdapatlah banyak penderita penyakit cacing tambang di
antara penduduk.'' Di daerah seperti itu, kesehatan dan tenaga manusia rata-rata di bawah normal.''
Cacing tambang kecil dan kursus, panjangnya kira-kira 8-13 mm. Cacing ini bermukim di dalam usus halus
dimana mereka melekatkan diri pada lapisan usus dengan mulut bebentuk sangkutan. Mereka menusuk
pembuluh darah dengan giginya yang tajam dan menghisap darah. Cacing betina menghasilkan telur-telur
dalam jumlah yang besar. Telur-telur itu dikeluarkan manusia melalui tinja dan menetas diluasr tubuhnya.
Telur-telur itu menetas dan mengeluarkan janin di dalam tanah yang hangat dan lembab. Apabila kaki yang
tidak beralas menyentuh tanah lembab yang mengandung cacing-cacing muda yang halus itu, cacing itu
dengan cepat menembusi kulit kaki dan memasuki pembuluh darah, dan darah membawa mereka ke dalam
paru-paru. Dari paru-paru cacing-cacing tambang yang masih muda itu memasuki saluran pernafasan dan
terus ke dalam kerongkongan sehingga tertelan. Dengan cara ini mereka akhirnya memasuki usus halus
dimana mereka mencapai kedewasaan. Kalau jumlah cacing itu kurang dari seratus, maka belum terlihat
gejala. Tetapi kalau jumlahnya lebih dari lima ratus, maka lebih dari empat ribu ekor cacing terdapat dalam
tubuh seorang.''
Satu-satunya cara untuk memastikan infeksi cacing tambang ialah mencari telur-telurnya didalam tinja,
tetapi dalam kebanyakan hal terluhatlah tanda-tanda yang nyata atau gejala-gejala. Melumuri kulit tangan
dan kaki dengan tanah kotor mengakibatkan cacing-cacing halus menembusi kulit sehingga kulit itu terasa
panas dan gata, kemudian timbullah luka-luka dan bisul berkerak pada kulit. ini disebut gatal tanah, gatal
tambang, kaki gatal, ibu jari kaki gatal, gatal embun atau gatal air. Sementara parasit yang belum dewasa itu
bergerak menuju paru-paru, penderita akan batuk-batuk, sakit kerongkongan dan dahaknya bercampur
darah.
Sementara parasit itu bergantung pada dinding usus, dia bertumbuh menjadi dewasa san timbullah gejala
seperti menceret, perut gembung dan rasa tidak enak. Kemudian badan lemah, pucatm berat badan
berkurang, kurang darah dan susah bernafas. Pada anak-anak yang sedang betumbh, perkembangan mental
dan petumbuhan sangat lambat. Dalam hal jumlah cacing yang terlalu banyak, kaki akan membengkak,
demikian juga tubuh, cairan akan betumpuk di dalam rongga perut. Penderita yang sudah mendapat gejala
itu tidak dapat hidup lama kecuali cacing-cacing itu dikeluarkan dari dalam badannya.
Pencegahan penyakit cacing tambang begitu penting. Orang yang sudah ketularan harus ditolong untuk
membuang cacing-cacing itu dari dalam ususnya dan kemudian diajar untuk memcegah infeksi berikut.
Janganlah menjamah tanah yang telah ketularan cacing dan pakailah alas kaki di daerah panas. Yang paling
utama ialah membuang segala jenis kotoran manusia di dalam tempat tertutup agar tanah itu tidak ditulari
cacing. Kakus-kakus modern atau yang dibangun menurut aturan kesehatan akan menolong membasmi
penyakit cacing tambang.
Harus disebutkan disini satu penyakit yang disebabkan oleh pemindahan jentik-jentik cacing dari anjing atau
kucing yang memiliki cacing tambang. Cacing ini menembusi kulit manusia dan berpindah-pindah di kulit
itu sendiri, biasanya tidak menembus lebih dalam atau tidak bergerak lebih jauh dari beberapa inchi.
Perpindahan itu menimbulkan rasa gatal yang sangat hebat dan luka-luka merah yang bertahan sampai
beberapa bulan, tetapu cacing petualang itu akhirnya mati dan diserap oleh jaringan. Kalau jumlahnya terlalu
besar, akibatnya sangat buruk, apalagi kalau daerah operasinya di bawah kulit, sang dokter harus
menggunakan metode khusu untuk membasminya. Kalau cacing itu menyusup lebih dalam, tidak ada yang
dapat dilakukan kecuali mengobati gejalanya dan menunggu saat kematian cacing-cacing itu.
2. Stadium Dewasa
Gejala tergantung pada:
a. Spesies dan jumlah cacing
b. Keadaan gizi penderita
Gejala klinik yang timbul bervariasi bergantung pada beratnya infeksi, gejala yang sering muncul adalah
lemah, lesu, pucat, sesak bila bekerja berat, tidak enak perut, perut buncit, anemia, dan malnutrisi. Tiap
cacing Necator americanus menyebabkan kehilangan darah sebanyak 0,005 0,1 cc sehari, sedangkan A.
duodenale 0,08 0,34 cc. biasanya terjadi anemia hipokrom mikrositer. Disamping itu juga terdapat
eosinofilia.
Anemia karena Ancylostoma duodenale dan Necator americanus biasanya berat. Hemoglobin biasanya
dibawah 10 (sepuluh) gram per 100 (seratus) cc darah jumlah erythrocyte dibawah 1.000.000 (satu
juta)/mm3. Jenis anemianya adalah anemia hypochromic microcyic. Bukti adanya toksin yang menyebabkan
anemia belum ada biasanya tidak menyebabkan kematian, tetapi daya tahan berkurang dan prestasi kerja
menurun.
Patogenesis
Cacing tambang memiliki alat pengait seperti gunting yang membantu melekatkan dirinya pada mukosa dan
submukosa jaringan intestinal. Setelah terjadi pelekatan, otot esofagus cacing menyebabkan tekanan negatif
yang menyedot gumpalan jaringan intestinal ke dalam kapsul bukal cacing. Akibat kaitan ini terjadi ruptur
kapiler dan arteriol yang menyebabkan perdarahan. Pelepasan enzim hidrolitik oleh cacing tambang akan
memperberat kerusakan pembuluh darah. Hal itu ditambah lagi dengan sekresi berbagai antikoagulan
termasuk diantaranya inhibitor faktor VIIa (tissue inhibitory factor).
Cacing ini kemudian mencerna sebagian darah yang dihisapnya dengan bantuan enzim hemoglobinase,
sedangkan sebagian lagi dari darah tersebut akan keluar melalui saluran cerna.28) Masa inkubasi mulai dari
bentuk dewasa pada usus sampai dengan timbulnya gejala klinis seperti nyeri perut, berkisar antara 1-3
bulan. Untuk meyebabkan anemia diperlukan kurang lebih 500 cacing dewasa. Pada infeksi yang berat dapat
terjadi kehilangan darah sampai 200 ml/hari, meskipun pada umumnya didapatkan perdarahan intestinal
kronik yang terjadi perlahanlahan. 22) Terjadinya anemia defisiensi besi pada infeksi cacing tambang
tergantung pada status besi tubuh dan gizi pejamu, beratnya infeksi (jumlah cacing dalam usus penderita),
serta spesies cacing tambang dalam usus. Infeksi A. duodenale menyebabkan perdarahan yang lebih banyak
dibandingkan N. americanus.28) Gejala klinis nekatoriasis dan ankilostomosis ditimbulkan oleh adanya
larva maupun cacing dewasa. Apabila larva menembus kulit dalam jumlah banyak, akan menimbulkan rasa
gatal-gatal dan kemungkinan terjadi infeksi sekunder. Gejala klinik yang disebabkan oleh cacing tambang
dewasa dapat berupa nekrosis jaringan usus, gangguan gizi dan gangguan darah
Diagnosa
Jika timbul gejala, maka pada pemeriksaan tinja penderita akan ditemukan cacing tambang. Jika dalam
beberapa jam tinja dibiarkan dahulu, maka telur akan mengeram dan menetas larva.
Pengobatan
Pengobatan penyakit cacing tambang dapat dilakukan dengan berbagai macam anthelmintik, antara lain
befenium hidroksinaftoat, tetraldoretilen, pirantel pamoat dan mebendazol. Bila cacing tambang telah
dikeluarkan, perdarahan akan berhenti, tetapi pengobatan dengan preparat besi (sulfas ferrosus) per os dalam
jangka waktu panjang dibutuhkan untuk memulihkan kekurangan zat besinya. Di samping itu keadaan gizi
diperbaiki dengan diet protein tinggi.
Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara Sanitasi lingkungan, diantaranya:
1. Hindari berjalan keluar rumah tanpa memakai alas kaki
Kebiasaan tidak memakai alas kaki merupakan faktor resiko yang kuat untuk terjadinya infeksi cacing
tambang.
2. Cuci tangan sebelum makan
Cuci tangan, pekerjaan ini adalah Awal yang terpokok jika anda ingin tetap sehat. Dimanapun dan kapanpun
selalau ada bakteri atau mikroorganisme yang siap masuk melawan tubuh kita 70 % perantara yang tepat
adalah dari tangan, untuk itu cuci tangan adalah salah satu tindakan preventif yang sangat tepat.
3. Hindari pemakaian feces manusia sebagai pupuk pada sayuran
Jika sayuran yang dimakan tidak bersih maka larva cacing akan ikut termakan karena sayuran dipupuk
menggunakan feces manusia yang telah terinfeksi.
4. Jika anda Ibu, awasi dan jaga anak anda main di Tanah
Dari sifat hidupnya, cacing tambang hidup pada tanah, sangat cepat menular melalui kulit, melewati
epidermis kulit teratas hingga terakhir, anak anak tentulah sangat mudah untuk dijadikan media untuk
hidup si cacing tambang. Untuk itu perlu awasi anak anda saat bermain di tanah atau di halaman rumah yang
memungkinkan adanya cacing tambang. Jika terlanjur memanjakan anak anda, lakukan kegiatan prefentif
yaitu bersihkan seluruh badan anak dari tanah sehabis main.
5. Bersih Pakaian dan tempat
Mikroba penyebab infeksi ada dimana mana, bahkan tempat maupun pakaian kita yang terlihat bersihpun
bisa saja terdapat kuman kuman yang membahayakan kesehatan. Dengan demikian Kebersihan atau
sanitasi dan higienis tempat anda sangat diperlukan untuk mempertahankan kesehatan anda dan keluarga.
TRICHURIS TRICHIURA
Epidemiologi
Yang penting untuk penyebaran penyakit adalah kontaminasi tanah dengan tinja. Telur tumbuh di tanah liat,
tempat lembab, dan teduh dengan suhu optimum kira 30 derajat celcius. Di berbagai negeri pemakaian tinja
sebagai pupuk kebun merupakan sumber infeksi. Frekuensi di Indonesia masih sangat tinggi. Di beberapa
daerah pedesaan di Indonesia frekuensinya berkisar antara 30-90 %. Di daerah yang sangat endemik infeksi
dapat dicegah dengan pengobatan penderita trikuriasis, pembuatan jamban yang baik dan pendidikan tentang
sanitasi dan kebersihan perorangan, terutama anak. Mencuci tangan sebelum makan, mencuci dengan baik
sayuran yang dimakan mentah adalah penting apalagi di negera-negera yang memakai tinja sebagai pupuk
(Gandahusada, 2000). Dahulu infeksi Trichuris trichiura sulit sekali diobati. Antihelminthik seperti
tiabendazol dan ditiazanin tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pengobatan yang dilakukan untuk
infeksi yang disebabkan oleh Trichuris trichiura adalah Albendazole, Mebendazole dan Oksantel pamoate
Patofisiologi
Trichuris trichiura pada manusia terutama hidup di sekum dapat juga ditemukan di dalam kolon asendens.
Pada infeksi berat, terutama pada anak cacing ini tersebar diseluruh kolon dan rektum, kadang-kadang
terlihat pada mukosa rektum yang mengalami prolapsus akibat mengejannya penderita sewaktu defekasi.
Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus hingga terjadi trauma yang menimbulkan iritasi
dan peradangan mukosa usus. Pada tempat pelekatannya dapat menimbulkan perdarahan. Di samping itu
cacing ini juga mengisap darah hospesnya sehingga dapat menyebabkan anemia.
1. Agent
Tetanus disebabkan oleh infeksi bakteri Clostridium tetani. Clostridium tetanimarupakan bakteri
berbentuk batang lurus, langsing, berukuran panjang 2-5 mikron dan lebar 0,4-0,5 mikron. Bakteri ini
membentuk eksotoksin yang disebut tetanospasmin. Kuman ini terdapat di tanah terutama tanah yang
tercemar tinja manusia dan binatang, seperti kotoran kuda, domba, sapi, anjing, kucing, tikus, dan
babi. Clostridium tetanitermasuk bakteri gram positif, anaerobic (tidak dapat bertahan hidup dalam
kehadiran oksigen), berspora, dan mengeluarkan eksotoksin. Costridium tetani menghasilkan 2 eksotosin
yaitu tetanospamin dan tetanolisin. Tetanospamin-lah yang dapat menyebabkan penyakit tetanus, sedangkan
untuk tetanolisin belum diketahui dengan jelas fungsinya. Perkiraan dosis mematikan minimal dari kadar
toksin (tenospamin) adalah 2,5 nanogram per kilogram berat badan atau 175 nanogram untuk 70 kilogram
(154lb) manusia.
Clostridium tetani tidak menghasilkan lipase maupun lesitinase, tidak memecah protein dan tidak
memfermentasi sakarosa dan glukosa juga tidak menghasilkan gas H2S. Menghasilkan gelatinase, dan indol
positif.
Spora dari Clostridium tetani resisten terhadap panas dan bahan kimia, seperti etanol, phenol, dan
formalin. Sporanya juga dapat bertahan pada autoclave pada suhu 249.8F (121C) selama 1015 menit,
juga resisten terhadap phenol dan agen kimia yang lainnya. Spora ini bisa tahan beberapa bulan bahkan
beberapa tahun, jika ia menginfeksi luka seseorang atau bersamaan dengan benda daging atau bakteri lain, ia
akan memasuki tubuh penderita tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang bernama tetanospasmin.
2. Host
Host penyakit tetanus adalah manusia dan hewan, khususnya hewan vertebrata, seperti kucing, anjing,
dan kambing
3. Enviroment
Tetanus merupakan penyakit infeksi yang prevalensi dan angka kematiannya masih tinggi. Tetanus
terjadi di seluruh dunia, terutama di daerah tropis, daerah dengan cakupan imunisasi DPT
(Diphtheria,Pertussis and Tetanus) yang rendah dan di daerah peternakan.
Tetanus merupakan infeksi berbahaya yang bisa mengakibatkan kematian yang disebabkan oleh infeksi
bakteri Clostridium tetani. Bakteri ini ditemukan di tanah dan feses manusia dan binatang. Karena itulah,
daerah peternakan merupakan daerah yang rentan untuk terjadinya kasus tetanus.
Pada tahun 2001, diperkirakan 282.000 orang di seluruh dunia meninggal karena tetanus, yang terbesar
terjadi di Asia, Afrika, dan Amerika Selatan, yang merupakan daerah tropis.
Tetanus tidak bisa segera terdeteksi karena masa inkubasi penyakit ini berlangsung hingga 21 hari setelah
masuknya kuman tetanus ke dalam tubuh. Pada masa inkubasi inilah baru timbul gejala awalnya. Gejala
penyakit tetanus bisa dibagi dalam tiga tahap, yaitu:
a. Tahap pertama
Rasa nyeri punggung dan perasaan tidak nyaman di seluruh tubuh merupakan gejala awal penyakit ini.
Satu hari kemudian baru terjadi kekakuan otot. Beberapa penderita juga mengalami kesulitan menelan.
Gangguan terus dialami penderita selama infeksi tetanus masih berlangsung.
b. Tahap kedua
Gejala awal berlanjut dengan kejang yang disertai nyeri otot pengunyah (Trismus). Gejala tahap kedua
ini disertai sedikit rasa kaku di rahang, yang meningkat sampai gigi mengatup dengan ketat, dan mulut tidak
bisa dibuka sama sekali. Kekakuan ini bisa menjalar ke otot-otot wajah, sehingga wajah penderita akan
terlihat menyeringai ( Risus Sardonisus), karena tarikan dari otot-otot di sudut mulut.Selain itu, otot-otot
perut pun menjadi kaku tanpa disertai rasa nyeri. Kekakuan tersebut akan semakin meningkat hingga kepala
penderita akan tertarik ke belakang (Ophistotonus). Keadaan ini dapat terjadi 48 jam setelah mengalami
luka.
Pada tahap ini, gejala lain yang sering timbul yaitu penderita menjadi lambat dan sulit bergerak,
termasuk bernafas dan menelan makanan. Penderita mengalami tekanan di daerah dada, suara berubah
karena berbicara melalui mulut atau gigi yang terkatu berat, dan gerakan dari langit-langit mulut menjadi
terbatas.
c. Tahap ketiga
Daya rangsang dari sel-sel saraf otot semakin meningkat, maka terjadilah kejang refleks. Biasanya hal
ini terjasi beberapa jam setelah adanya kekakuan otot. Kejang otot ini bisa terjadi spontan tanpa rangsangan
dari luar, bisa juga karena adanya rangsangan dari luar, misalnya cahaya, sentuhan, bunyi-bunyian dan
sebagainya. Pada awalnya, kejang ini hanya berlangsung singkat, tapi semakin lama akan berlangsung lebih
lama dan dengan frekuensi yang lebih sering.
Selain dapat menyebabkan radang otot jantung (mycarditis), tetanus dapat menyebabkan sulit buang air
kecil dan sembelit. Pelukaan lidah, bahkan patah tulang belakang dapat terjadi akibat adanya kejang otot
hebat. Pernafasan juga dapat terhenti karena kejang otot, sehingga beresiko menyebabkan kematian. Hal ini
disebabkan karena sumbatan saluran nafas, akibat kolapsnya saluran nafas, sehingga refleks batuk
tidak memadai, dan penderita tidak dapat menelan.
Masa laten dan periode infeksi
Tetanus tidak menular dari orang ke orang. Tetanus dicegah dengan vaksin penyakit yang menular, DTP
(difteri, tetanus, and pertusis), tapi tidak menular. Luka, baik besar maupun kecil, adalah jalan
bakteri Clostridium tetanimasuk ke dalam tubuh. Tetanus dapat disebabkan oleh luka bakar, luka tusuk yang
dalam, otitis media, infeksi gigi, gigitan hewan, aborsi, dan persalinan yang tidak steril.
Tetanus tidak mempunyai periode infeksius karena tetanus tidak menular dari orang ke orang. Tetanus
merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin, tapi tidak menular.
Morfologi
Cacing ini disebut cacing benang, terdapat bentuk bebas di alam dan bentuk parasitik di dalam
intestinum vertebrata. Bentuk parasitik adalah parthenogenetik dan telur dapat berkembang di luar tubuh
hospes, langsung menjadi larva infektif yang bersifat parasitik atau dapat menjadi bentuk larva bebas yang
jantan dan betina. Bentuk bebas ditandai dengan adanya cacing jantan dan betina dengan esofagus
rabditiform, ujung posterior cacing betina meruncing ke ujung vulva terletak di pertengahan tubuh. Bentuk
parasitik ditandai dengan esofagus filariform tanpa bulbus posterior, larva infektif dari generasi parasitik
mampu menembus kulit dan ikut aliran darah.
Cacing dewasa betina hidup sebagai parasit di vilus duodenum dan yeyunum. Cacing betina berbentuk
filiform, halus, tidak berwarna dan panjangnya kira-kira 2 mm. Cacing dewasa betina memiliki esofagus
pendek dengan dua bulbus dan uterusnya berisi telur dengan ekor runcing. Cara berkembang biaknya adalah
secara parthenogenesis. Telur bentuk parasitik diletakkan di mukosa usus, kemudian menetas menjadi larva
rabditiform yang masuk ke rongga usus serta dikeluarkan bersama tinja. Cacing dewasa jantan yang hidup
bebas panjangnya kira-kira 1 mm, esophagus pendek dengan 2 bulbus, ekor melingkar dengan spikulum.
Larva rabditiform panjangnya 225 mikron, ruang mulut: terbuka, pendek dan lebar. Esophagus dengan 2
bulbus, ekor runcing. Larva Filariform bentuk infektif, panjangnya 700 mikron, langsing, tanpa sarung,
ruang mulut tertutup, esophagus menempati setengah panjang badan, bagian ekor berujung tumpul berlekuk.
Siklus hidup
Parasit ini mempunyai tiga macam daur hidup :
1) Siklus langsung
Sesudah 2 3 hari di tanah, larva rabditiform, berubah menjadi larva filaform dengan bentuk
langsing.Bila larva ini menembus kulit manusia, larva tumbuh,masuk ke dalam peredaran darah veha
kemudian melalui jantung sampai ke paru-paru. Dari paru, parasit yang mulai dewasa,menembus alveolus,
masuk ke trakea dan laring.Sesudah sampai di laring,tarjadi refleks batuk, sehingga parasit tertelan,
kemudian sampai di usus halus dan menjadi dewasa.
2) Siklus tidak langsung
Pada siklus ini, larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan betina.Cacing betina
berukuran 1mm x 0,06mm, dan yang jantan berukuran 0,75 mm x 0.04 mm. Cacing betina mengalami
pembuahan dan menghasilkan larva rabditiform yang kemudian menjadi larva filaform. Larva ini masuk ke
dalam hospes baru. Siklus tidak langsung ini terjadi apabila lingkungan sekitarnya optimum yaitu sesuai
dengan keadaan yang dibutuhkan untuk kehidupan bebas parasit ini, misalnya di negeri-negeri tropik
beriklim rendah.
3) Autoinfeksi
Telur menetas menjadi larva rabditiform di dalam mukosa usus -> di dalam usus larva rabditiform
tumbuh menjadi larva filariform -> larva filariform menembus mukosa usus, tumbuh menjadi cacing dewasa
Patologi
Bila larva filaroform dalam jumlah besar menembus kulit, timbul kelainan kulit yang dinamakan creeping
eruption yang sering disertai rasa gatal yang hebat. Cacing dewasa menyebabkan kelainan pada mukosa
usus halus. Infeksi ringan Strongyloides pada umumnya terjadi tanpa diketahui hospesnya karena tidak
mungkin menimbulkan gejala. Infeksi sedang dapat menyebabkan rasa sakit seperti tertusuk-tusuk di daerah
epigastrium tengah dan tidak menjalar. Mungkin ada mual dan muntah; diare dan konstipasi saling
bergantian. Pada stongiloidiasis dapat terjadi autoinfeksi dan hiperinfeksi. Pada hiperinfeksi cacing dewasa
yang hidup sebagai parasit dapat ditemukan diseluruh traktusdigestivus dan larvanya dapat ditemukan
diberbagai alat dalam (paru, hati, kandung empedu). Pada pemeriksaan darah mungkin ditemukan
eosinofilia tau hipereosinofilia meskipun pada banyak kasus jumlah eosinofil normal