Anda di halaman 1dari 15

DESAIN IN SITU DAN EX SITU

DALAM PROSES BIOREMEDIASI


(Insitu and Exsitu Design Plant deep Bioremediation Process)

Present By ;

REVI FERNANDIAZ (1710246302)


RICKO FERLINDO (1710246303)

POSTGRADUATE PROGRAM
UNIVERSITY OF RIAU
PEKANBARU
2018
DESAIN IN SITU DAN EX
SITU DALAM PROSES
BIOREMEDIASI
(Insitu and Exsitu Design Plant deep
Bioremediation Process)
BAB I
PENDAHULUAN

Indonesia sebagai negara sedang berkembang memiliki beragam ukuran

dan jenis industri, baik dalam bentuk industri rumah tangga maupun industri

ukuran besar. Aturan yang berhubungan dengan berbagai jenis limbah yang

dihasilkan berbagai jenis industri tersebut umumnya sudah tersedia. Undang-

undang No.32 Tahun 2004, tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang

No.32 Tahun 2009 yang mengatur pengelolaan lingkungan hidup menjadi salah

satu materi kewenangan yang didesentralisasikan dari Pemerintah Pusat kepada

Pemerintah Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota). Aturan ini dilahirkan pada

dasarnya dengan tujuan agar limbah sebagai hasil sampingan berbagai jenis

industri tersebut tidak merusak lingkungan maupun tanah yang tercemar oleh

polutan.

Sehingga, banyak dari perusahaan-perusahaan (seperti; perusahan Minyak,

Gas dan Energi; Kayu dan Hasil Hutan dan Bahan Kimia) tersebut dalam

mengelola Output Produksinya menggunakan beberapa teknik, diantara salah

satunya adalah Bioremediasi. Teknik bioremediasi terdiri atas dua yaitu secara

Insitu dan Exsitu. Banyak perusahaan menggunakan Teknik Biomerediasi ini

untuk menanggulangi atau meminimalisir polutan yang berada di dalam tanah

sesuai standar baku mutu yang telah ditetapkan.


BAB II
PEMBAHASAN

Bioremediasi adalah proses degradasi biologis dari sampah organik pada

kondisi terkontrol menjadi suatu bahan yang tidak berbahaya atau konsentrasinya

di bawah batas yang ditentukan oleh lembaga berwenang. Sedangkan menurut

United States Environmental Protection Agency (dalam Lusina et.al., 2011),

bioremediasi adalah suatu proses alami untuk membersihkan bahan-bahan kimia

berbahaya. Ketika mikroba mendegradasi bahan berbahaya tersebut,akan

dihasilkan air dan gas tidak berbahaya seperti CO2. Berikut adalah desain utama

bioremediasi lingkungan ;

Gambar 1. Desain Prinsip Bioremediasi

Bioremediasi merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi

lingkungan dengan memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan

pencemaran dan cukup menarik. Teknologi bioremediasi ada dua jenis, yaitu ex-

situ dan in situ. Teknologi in situ adalah perlakuan yang langsung diterapkan pada
bahan-bahan kontaminan di lokasi tercemar (Marsya et.al., 2013). In situ langsung

di tempat dan prosesnya alamiah (Rofiq S, 2017). Laju degradasi mikroba

terhadap logam berat tergantung pada beberapa faktor, yaitu aktivitas mikroba,

nutrisi, derajat keasaman dan faktor lingkungan (Any et.al., 2011). Ex-situ adalah

pengelolaan yang meliputi pemindahan secara fisik bahan-bahan yang

terkontaminasi ke suatu lokasi untuk penanganan lebih lanjut (Munawar et.al.,

2007). Penggunaan bioreaktor, pengolahan lahan (landfarming), pengkomposan

dan beberapa bentuk perlakuan fase padat lainnya adalah contoh lain dari

teknologi ex-situ.

A. In situ dan Ex Situ

1. Bioremediasi in situ

Bioremediasi in situ disebut juga bioremediasi dasar atau natural

attenuation. Teknologi ini memanfaatkan kemampuan mikroba indigen dalam

merombak polutan di lingkungan. Proses ini terjadi dalam tanah secara alamiah di

dalam tanah secara alamiah dan berjalan sangat lambat. Bioremediasi in situ

merupakan metode dimana mikroorganisme diaplikasikan langsung pada tanah (1-

6 tahun) atau air dengan kerusakan yang minimal. Berikut adalah prinsip desain

bioremediasi in situ ;
Gambar 2. Desain Bioremediasi In Situ

Bioremediasi (in situ bioremidiation) juga terbagi atas:

a) Biostimulasi/Bioventing: dengan penambahan nutrient (N, P) dan aseptor

elektron (O2) pada lingkungan pertumbuhan mikroorganisme untuk

menstimulasi pertumbuhannya.

b) Bioaugmentasi: dengan menambahkan organisme dari luar (exogenus

microorganism) pada subpermukaan yang dapat mendegradasi kontaminan

spesifik.

c) Biosparging: dengan menambahkan injeksi udara dibawah tekanan ke

dalam air sehingga dapat meningkatkan konsentrasi oksigen dan kecepatan

degradasi.
Gambar 3. Desain Biosparging

2. Bioremediasi ex situ

Sementara bioremediasi ex situ dikenal sebagai metode dimana

mikroorganisme diaplikasikan pada tanah (1-7 bulan) atau air terkontaminasi yang

telah dipindahkan dari tempat asalnya. Teknik ex situ terdiri atas:

a. Composting: teknik yang melakukan kombinasi antara tanah terkontaminasi

dengan tanah yang mengandung pupuk atau senyawa organik yang dapat

meningkatkan populasi mikroorganisme. (10-80 hari).

b. Bioreactor: dengan menngunakan aquaeous reaktor pada tanah atau air yang

terkontaminasi.
Uap Air
Tanah
Terkontaminasi
Pengadukan dan
Pengatur Suhu

Cairan
Nutrien
Terkontaminasi
Saluran Keluar
Cairan dan Tanah

Udara
Masuk

Gambar 4. Desain Bioreactor

c. Biopiles: merupakan perpaduan antara landfarming dan composting.

Tanah
Terkontaminasi
Saringan / Pompa
Udara Tangki

Lapisan Gravel

Gambar 5. Desain Biopiles


d. Landfarming: teknik dimana tanah yang terkontaminasi digali dan dipindahkan

pada lahan khusus yang secara periodik diamati sampai polutan terdegradasi.

Lapisan Air Gravel


Nutrien

Lapisan Kedap Air Penampungan


Leachate

Gambar 6. Desain Landfarming

B. Agen Proses Biologis

Berdasarkan agen proses biologis serta pelaksanaan rekayasa,

bioremediasi dapat dibagi menjadi dalam Empat kelompok, yaitu:

a. Fitoremediasi;

b. Bioremediasi in situ

c. Bioremediasi ex situ

d. Bioagumentasi

Fitoremediasi merupakan proses teknologi yang menggunakan tumbuhan

untuk memulihkan tanah yang tercemar oleh bahan polutan secara in situ (Marsya

et.al., 2013). Teknologi ini dapat ditunjang dengan peningkatan perbaikan media

tumbuh dan ketersediaan mikroba tanah untuk meningkatkan efesiensi dalam

proses degradasi bahan polutan. Proses fitoremediasi bermula dari akar tumbuhan

yang menyerap bahan polutan yang terkandung dalam air. Kemudian melalui

proses transportasi tumbuhan, air yang mengandung bahan polutan dialirkan


keseluruh tubuh tumbuhan, sehingga air yang menjadi bersih dari polutan.

Tumbuhan ini dapat berperan langsung atau tidak langsung dalam proses

remediasi lingkungan yang tercemar.

Tumbuhan yang tumbuh di lokasi yang tercemar belum tentu berperan

aktif dalam penyisihan kontaminan, kemungkinan tumbuhan tersebut berperan

secara tidak langsung. Agen yang berperan aktif dalam biodegradasi polutan

adalah mikroorganisme tertentu, sedangkan tumbuhan dapat berperan

memberikan fasilitas penyediaan akar tumbuhan sebagai media pertumbuhan

mikroba tanah sehingga pertumbuhan lebih cepat berkembang biak (Munawar

et.al., 2007).

Ada beberapa kriteria tumbuhan yang dapat digunakan dalam proses

fitoremdiasi, (Any et.al., 2011), yaitu harus: memiliki kecepatan tumbuh yang

tinggi; hidup pada habitat yang kosmopolitan; mampu mengkonsumsi air dalam

jumlah banyak dan dalam waktu yang singkat; mampu meremediasi lebih dari

satu jenis polutan; mempunyai toleransi tinggi terhadap polutan; dan mudah

dipelihara. Contoh tumbuhan yang dapat digunakan untuk dalam bioremediasi

polutan adalah: Salix sp, rumput-rumputan (Bermuda grass, sorgum), legum

(semanggi, alfalfa), berbagai tumbuhan air dan hiperakumulator untuk logam

(bunga matahari, Thlaspi sp).

Dalam proses remediasi, tumbuhan dapat bersifat aktif maupun pasif

dalam mendegradasi bahan polutan. Secara aktif tumbuhan memiliki kemampuan

yang berbeda dalam fitoremediasi. Ada yang melakukan proses transformasi,

fitoekstraksi (pengambilan dan pemulihan dari kontaminan pada biomassa bawah

tanah), fitovolatilisasi, fitodegrradasi, fitostabilisasi (menstabilkan daerah limbah


dengan kontrol penyisihan dan evapotrannspirasi), dan rhizofiltrasi (menyaring

logam berat ke sistem akar) (Any et.al., 2011). Keenam proses ini dibedakan

berdasarkan proses fisik dan biologis. Sedangkan secara pasif tumbuhan

melakukan biofilter, transfer oksigen, menghasilkan karbon, dan menciptakan

kondisi lingkungan (habitat) bagi pertumbuhan mikroba.

Gambar 8. Proses Agen Bioremediasi

Fitotransformasi adalah pengambilan kontaminan bahan organik dan

nutrien dari tanah atau air tanah yang kemudian dtransformasikan oleh tumbuhan.

Proses trannsformasi poluttan dalam tumbuhan dapat berubah menjadi nontoksik

atau menjadi lebih toksik. Metabolit hasil transformasi tersebut terakumulasi

dalam tubuh tumbuhan.

Fitoekstraksi merupakan penyerapan polutan oleh tanaman air atau tanah

dan kemudian diakumulasi atau disimpan dalam bagian suatu tumbuhan (daun
atau batang). Tanaman tersebut dinamakan hiperakumulator. Setelah polutan

terakumulasi, tumbuhan dapat dipanen dan tumbuhan tersebut tidak boleh

dikonsumsi tetapi harus dimusnahkan dengan insinerator atau ditimbun dalam

landfill.

Fitovolatillisasi merupakan proses penyerapan polutan oleh tumbuhan,

kemudian polutan tersebut diubah menjadi bersifat volatile (mudah menguap),

setelah itu ditranspirasikan oleh tumbuhan. Polutan yang dilepaskan oleh

tumbuhan keudara dapat memiliki bentuk senyawa awal polutan, atau dapat juga

menjadi senyawa yang berbeda dari senyawa awal.

Fitodegradasi adalah proses penyerapan polutan oleh tumbuhan dan

kemudian polutan tersebut mengalami metabolisme di dalam tumbuhan.

Metabolisme polutan di dalam tumbuhan melibatkan enzim antara lain

nitrodictase, laccase, dehalogenase, dan nitrillase.

Fitostabilisasi merupakan proses yang dilakukan oleh tumbuhan untuk

mentransformasikan polutan di dalam tanah menjadi senyawa nontoksik tanpa

menyerap terlebih dahulu polutan tersebut ke dalam tubuh tumbuhan. Hasil

transformasi dari polutan tersebut tetap berada di dalam tanah. Fitostabilisasi

dapat diartikan sebagai penyimpanan tanah dan sedimen yang terkontaminasi

dengan menggunakan vegetasi, dan immobilisasi kontaminan beracun polutan.

Fitostabilisasi biasanya digunakan untuk kontaminan logam pada daerah

berlimbah yang mengandung suatu kontaminan.


Rhizofiltrasi adalah proses penyerapan polutan oleh tanaman tetapi

biasanya konsep dasar ini berlaku apabila medium yang tercemarnya adalah badan

perairan (Any et.al., 2011).

Tumbuhan dapat berperan dalam mempercepat proses remediasi pada

lokasi yang tercemar. Hal ini dapat menjadi dalam berbagai cara, antara lain

(Any et.al., 2011) :

a) Sebagai solar driven-pump dan treat system, yaitu: proses penarikan polutan

ke daerah rhizosfer dengan bantuan sinar matahari.

b) Sebagai biofilter, yaitu: tumbuhan yang dapat mengadsorbsi dan

membiodegradasi kontaminan yang berbeda di udara, air, dan daerah buffer.

Proses adsorbsi ini bersifat menyaring kontaminan.

c) Transfer oksigen dan menurunkan water table. Tumbuhan dengan sistem

perakaran dapat berfungsi sebagai transfer oksigen bagi mikroorganisme dan

dapat menurunkan water table sehingga difusi gas dapat terjadi. Fungsi ini

biasanya dilakukan oleh tanaman apabila kontaminannya bersifat

biodegradable.

d) Penghasil sumber karbon dan energi. Tumbuhan dapat berperan sebagai

sumber penghasil karbon dan energi alternatif yaitu dengan cara

mengeluarkan eksudat atau metabolisme oleh akar tumbuhan. Eksudat

tersebut dapat digunakan oleh mikroorganisme tanah sebagai sumber karbon

dan alternatif sebelum mikroorganisme tersebut menggunakan polutan

sebagai sumber karbon dan energi.


BAB III
KESIMPULAN

Kesimpulan dari pembahasan pada makalah ini yaitu desain gabungan

antara desain in situ dan ex situ yang dilakukan dengan Teknik Bioremediasi yang

digunakan oleh banyak perusahan (seperti; perusahan Minyak, Gas dan Energi;

Kayu dan Hasil Hutan dan Bahan Kimia) untuk mentreatment Output

Produksinya yaitu pada Gambar 7.

Gambar 7. Mix Desain In Situ dan Ex Situ


REFRENCES

Any, J dan R, Fudhola. 2011. Bioremediasi Lumpur Minyak (Sludge Oil) dengan
Penambahan Kompos sebagai Bulking Agent dari Sumber Nutrient
Tumbuhan. Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan. Volume 3, No.1, Hal:
001-018.

Lusina, R.Y, B, Marsya dan S.R, Juliastuti. 2011. Bioremediasi Air Laut
Terkontaminasi Minyak Bumi dengan Menggunakan Bakteri
Psedudomonas aeriginosa. Institut Teknologi Sepuluh November.
Surabaya.

Marsya, D.P, F. Ali dan Zulkifliani. 2013. Bioremediasi Tanah yang


Terkontaminasi Minyak Bumi dengan Metode Bioventing terhadap
Penurunan Kadar Total Petroleum Hydrocarbon dan BTEX. Fakultas
Teknik Universitas Indonesia. Depok.

Munawar, Mukhtar dan T, Sutiningsih. 2007. Bioremediasi Tumpahan Minyak


Mentah dengan Metode Biostimulasi Nutrien Organik di Lingkungan
Pantai Surabaya Timur. Berk Penel Hayati : 13(91-90).

Rofiq, S. 2017. Bioremediasi Hydrocarbon Minyak Bumi menggunakan Isolat


Indigeneous BPPT. Banten

Anda mungkin juga menyukai