Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH BIOREMEDIASI

Disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah: Mikrobiologi
Dosen Pengampu:
Dr. Noor Hujjatusnaini, M.Pd.

Disusun oleh:
Kelompok 1
Chairunnisa Ramlan
Nim: 1911140548
Hana Feyby Atnelya P.
Nim: 1901140003
M. Robyansyah
Nim: 1901140006
Nur Annisa
Nim: 1901140016
Nuri Husna
Nim: 1901140021
Wulan Ainul Guri
Nim: 1901140018

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKARAYA


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
PROGRAM STUDI TADRIS BIOLOGI
TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Bioremediasi” ini dengan sebaik mungkin. Tidak lupa juga shalawat serta salam
semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya.
Tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini dengan baik, semoga Allah SWT
membalas dengan ganjaran yang berlipat ganda, “Amin”.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas salah
satu mata kuliah, yaitu Mikrobiologi. Kami menyadari bahwa didalam makalah ini
masih terdapat kekurangannya.
Kami berharap agar makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang luas bagi
siapa saja yang membacanya. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.

Palangka Raya, 21 Oktober 2021

Penu
lis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................2
C. Tujuan.....................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................4
A. Pengertian Bioremediasi.........................................................................................4
B. Tujuan dan Manfaat dari Biormediasi....................................................................4
C. Mikroorganisme yang Berperan dalam Proses Bioremediasi................................5
D. Proses Bioremediasi.............................................................................................14
E. Jenis-Jenis Bioremediasi......................................................................................15
F. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Bioremediasi...............................................16
G. Kekurangan dan Kelebihan Bioremediasi............................................................18
BAB III PENUTUP.........................................................................................................20
A. Kesimpulan...........................................................................................................20
B. Saran.....................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................21

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lingkungan kita sedang terancam. Secara mengejutkan udara yang kita hirup, air
yang kita minum dan tanah yang kita andalkan untuk menanam bahan makanan telah
terkontaminasi secara langsung oleh hasil aktivitas manusia. Polusi dari sampah
industri seperti tumpahan bahan kimia, produk rumah tangga dan peptisida telah
menyebabkan kontaminasi pada lingkungan. Bertambahnya jumlah bahan kimia
beracun menyebabkan ancaman bagi kesehatan lingkungan dan organisme hidup
yang ada di dalamnya.
Perkembangan pembangunan di Indonesia khususnya bidang industri, senantiasa
meningkatkan kemakmuran dan dapat menambah lapangan pekerjaan bagi
masyarakat kita. Namun di lain pihak, perkembangan industri memiliki dampak
terhadap meningkatnya kuantitas dan kualitas limbah yang dihasilkan termasuk di
dalamnya adalah limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Bila tidak ditangani
dengan baik dan benar, limbah B3 akan menimbulkan pencemaran terhadap
lingkungan.
Pencemaran atau polusi bukanlah merupakan hal baru, bahkan tidak sedikit dari
kita yang sudah memahami pengaruh yang ditimbulkan oleh pencemaran atau polusi
lingkungan terhadap kelangsungan dan keseimbangan ekosistem. Polusi dapat
didefinisikan sebagai kontaminasi lingkungan oleh bahan-bahan yang dapat
mengganggu kesehatan manusia, kualitas kehidupan, dan juga fungsi alami dari
ekosistem. Walaupun pencemaran lingkungan dapat disebabkan oleh proses alami,
aktivitas manusia yang notabenenya sebagai pengguna lingkungan adalah sangat
dominan sebagai penyebabnya, baik yang dilakukan secara sengaja ataupun tidak.
Berdasarkan kemampuan terdegradasinya di lingkungan, polutan digolongkan atas
dua golongan:
1. Polutan yang mudah terdegradasi (biodegradable pollutant), yaitu bahan seperti
sampah yang mudah terdegradasi di lingkungan. Jenis polutan ini akan
menimbulkan masalah lingkungan bila kecepatan produksinya lebih cepat dari
kecepatan degradasinya.

1
2. Polutan yang sukar terdegradasi atau lambat sekali terdegradasi (nondegradable
pollutant), dapat menimbulkan masalah lingkungan yang cukup serius.
Bahan polutan yang banyak dibuang ke lingkungan terdiri dari bahan pelarut
(kloroform, karbontetraklorida), pestisida (DDT, lindane), herbisida (aroklor,
antrazin, 2,4-D), fungisida (pentaklorofenol), insektisida (organofosfat),
petrokimia (polycyclic aromatic hydrocarbon [PAH], benzena, toluena, xilena),
polychlorinated biphenyls (PCBs), logam berat, bahanbahan radioaktif, dan masih
banyak lagi bahan berbahaya yang dibuang ke lingkungan, seperti yang tertera
dalam lampiran Peraturan Pemerintah RI Nomor 18 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun.
Untuk mengatasi limbah (khususnya limbah B3) dapat digunakan metode biologis
sebagai alternatif yang aman, karena polutan yang mudah terdegradasi dapat
diuraikan oleh mikroorganisme menjadi bahan yang tidak berbahaya seperti CO2 dan
H2O. Cara biologis atau biodegradasi oleh mikroorganisme, merupakan salah satu
cara yang tepat, efektif dan hampir tidak ada pengaruh sampingan pada lingkungan.
Hal ini dikarenakan tidak menghasilkan racun ataupun blooming (peledakan jumlah
bakteri). Mikroorganisme akan mati seiring dengan habisnya polutan dilokasi
kontaminan tersebut.
Hanya bioteknologi yang dipertimbangkan untuk menjadi kunci dalam
mengidentifikasi dan memecahkan masalah kesehatan manusia. Bioteknologi juga
menjadi peralatan yang bagus untuk pembelajaran atau perbaikan terhadap buruknya
kesehatan akibat polusi lingkungan.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian Bioremediasi ?
2. Apakah tujuan dan manfaat dari biormediasi ?
3. Apa sajakah mikroorganisme yang berperan dalam proses bioremediasi ?
4. Bagaimanakah proses bioremediasi ?
5. Apa sajakah jenis-jenis bioremediasi ?
6. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi bioremediasi?
7. Apa sajakah kekurangan dan kelebihan bioremediasi ?

2
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian bioremediasi
2. Untuk mengetahui tujuan dan manfaat dari biormediasi
3. Untuk mengetahui mikroorganisme yang berperan dalam proses bioremediasi
4. Untuk mengetahui proses bioremediasi
5. Untuk mengetahui jenis-jenis bioremediasi
6. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi bioremediasi
7. Untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan bioremediasi

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bioremediasi
Bioremediasi berasal dari dua kata yaitu bio dan remediasi yang dapat diartikan
sebagai proses dalam menyelesaikan masalah. Menurut Munir (2006),
bioremediasi merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan dengan
memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan pencemaran. Menurut Sunarko
(2001), bioremediasi mempunyai potensi untuk menjadi salah satu teknologi
lingkungan yang bersih, alami, dan paling murah untuk mengantisipasi masalah-
masalah lingkungan.
Menurut Ciroreksoko, bioremediasi diartikan sebagai proses pendegradasian
bahan organik berbahaya secara biologis menjadi senyawa lain seperti
karbondioksida (CO2), metan, dan air. Sedangkan menurut Craword, bioremediasi
merujuk pada penggunaan secara produktif proses biodegradatif untuk
menghilangkan atau mendetoksi polutan (biasanya kontaminan tanah, air dan
sedimen) yang mencemari lingkungan dan mengancam kesehatan masyarakat.
Jadi bioremediasi adalah salah satu teknologi alternatif untuk mengatasi masalah
lingkungan dengan memanfaatkan bantuan mikroorganisme. Mikroorganisme yang
dimaksud adalah khamir, fungi (mycoremediasi), yeast, alga dan bakteri yang
berfungsi sebagai agen bioremediator. Selain dengan memanfaatkan
mikroorganisme, bioremediasi juga dapat pula memanfaatkan tanaman air. Tanaman
air memiliki kemampuan secara umum untuk menetralisir komponen-komponen
tertentu di dalam perairan dan sangat bermanfaat dalam proses pengolahan limbah
cair ( misalnya menyingkirkan kelebihan nutrien, logam dan bakteri patogen).
Penggunaan tumbuhan ini biasa dikenal dengan istilah fitoremediasi.
Bioremediasi juga dapat dikatakan sebagai proses penguraian limbah
organik/anorganik polutan secara biologi dalam kondisi terkendali.

B. Tujuan dan Manfaat dari Biormediasi


Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi
bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air) atau dengan
kata lain mengontrol,  mereduksi atau bahkan mereduksi bahan pencemar dari

4
lingkungan. Bioremediasi telah memberikan manfaat yang luar biasa pada berbagai
bidang, diantaranya yaitu sebagai berikut:
1. Bidang Lingkungan
Pengolahan limbah yang ramah lingkungan dan bahkan mengubah limbah
tersebut menjadi ramah lingkungan. Contoh bioremediasi dalam lingkungan yakni
telah membantu mengurangi pencemaran dari limbah pabrik, misalnya
pencemaran limbah oli di laut Alaska berhasil diminimalisir dengan bantuan
bakteri yang mampu mendegradasi oli tersebut.
2. Bidang Industri
Bioremediasi telah memberikan suatu inovasi baru yang membangkitkan
semangat industri sehingga terbentuklah suatu perusahaan yang khusus bergerak
dibidang bioremediasi, contohnya adalah Regenesis Bioremediation Products,
Inc., di San Clemente, Calif.
3. Bidang Ekonomi
Karena bioremediasi menggunakan bahan-bahan alami yang hasilnya ramah
lingkungan, sedangkan mesin-mesin yang digunakan dalam pengolahan limbah
memerlukan modal dan biaya yang jauh lebih, sehingga bioremediasi memberikan
solusi ekonomi yang lebih baik.
4. Bidang Pendidikan
Penggunaan mikroorganisme dalam bioremediasi dapat membantu penelitian
terhadap mikroorganisme yang masih belum diketahui secara jelas. Pengetahuan
ini akan memberikan sumbangan yang besar bagi dunia pendidikan sains.

C. Mikroorganisme yang Berperan dalam Proses Bioremediasi


Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bioremediasi adalah salah satu
teknologi alternatif untuk mengatasi masalah lingkungan dengan memanfaatkan
bantuan mikroorganisme. Mikroorganisme yang dimaksud adalah khamir, fungi
(mycoremediasi), yeast, alga dan bakteri. Mikroorganisme akan mendegradasi zat
pencemar atau polutan menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun.
Polutan dapat dibedakan menjadi dua yaitu bahan pencemar organik dan sintetik
(buatan). Bahan pencemar dapat dibedakan berdasarkan kemampuan terdegradasinya
di lingkungan yaitu :

5
a. Bahan pencemar yang mudah terdegradasi (biodegradable pollutant), yaitu bahan
yang mudah terdegradasi di lingkungan dan dapat diuraikan atau didekomposisi,
baik secara alamiah yang dilakukan oleh dekomposer (bakteri dan jamur) ataupun
yang disengaja oleh manusia, contohnya adalah limbah rumah tangga. Jenis
polutan ini akan menimbulkan masalah lingkungan bila kecepatan produksinya
lebih cepat dari kecepatan degradasinya.
b. Bahan pencemar yang sukar terdegradasi atau lambat sekali terdegradasi
(nondegradable pollutant), dapat menimbulkan masalah lingkungan yang cukup
serius. Contohnya adalah jenis logam berat seperti timbal (Pb) dan merkuri.
Sedangkan senyawa-senyawa pencemar menurut keberadaannya dapat dibedakan
menjadi :
a. Senyawa-senyawa yang secara alami ditemukan di alam dan jumlahnya
(konsentrasinya) sangat tinggi, contohnya antara lain minyak mentah (hasil
penyulingan), fosfat dan logam berat.
b. Senyawa xenobiotik yaitu senyawa kimia hasil rekayasa manusia yang
sebelumnya tidak pernah ditemukan di alam, contohnya adalah pestisida,
herbisida, plastik dan serat sintesis.
Dalam bioremediasi, lintasan biodegradasi berbagai senyawa kimia yang
berbahaya dapat dimengerti berdasarkan lintasan mekanisme dari beberapa senyawa
kimia alami seperti hidrokarbon, lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Sebagian besar
dari prosesnya, terutama tahap akhir metabolisme, umumnya berlangsung melalui
proses yang sama. Polimer alami yang mendapat perhatian karena sukar terdegradasi
di lingkungan adalah lignoselulosa (kayu) terutama bagian ligninnya.
Berikut ini merupakan beberapa jenis-jenis mikroorganisme yang berperan dalam
mendegradasi polutan minyak bumi dan logam berat menjadi bahan yang tidak
beracun.
1. Pencemaran minyak bumi
Bahan utama yang terkandung di dalam minyak bumi adalah hidrokarbon
alifatik dan aromatik. Minyak bumi menghasilkan fraksi  hidrokarbon dari proses
destilasi bertingkat. Apabila keberadaan minyak bumi berlebihan di alam, masing-
masing fraksi minyak bumi akan menyebabkan pencemaran yang akan
mengganggu kestabilan ekosistem yang dicemarinya. Di dalam minyak bumi

6
terdapat dua macam komponen yang dibagi berdasarkan kemampuan
mikroorganisme menguraikannya, yaitu komponen minyak bumi yang mudah
diuraikan oleh mikroorganisme dan komponen yang sulit didegradasi oleh
mikroorganisme.
 Komponen minyak bumi yang mudah didegradasi oleh bakteri merupakan
komponen terbesar dalam minyak bumi atau mendominasi, yaitu alkana yang
bersifat lebih mudah larut dalam air dan terdifusi ke dalam membran sel
bakteri. Jumlah bakteri yang mendegradasi komponen ini relatif banyak karena
substratnya yang melimpah di dalam minyak bumi. Isolat bakteri pendegradasi
komponen minyak bumi ini biasanya merupakan pengoksidasi alkana normal.
 Komponen minyak bumi yang sulit didegradasi merupakan komponen yang
jumlahnya lebih kecil dibanding komponen yang mudah didegradasi. Hal ini
menyebabkan bakteri pendegradasi komponen ini berjumlah lebih sedikit dan
tumbuh lebih lambat karena kalah bersaing dengan pendegradasi alkana yang
memiliki substrat lebih banyak. Isolasi bakteri ini biasanya memanfaatkan
komponen minyak bumi yang masih ada setelah pertumbuhan lengkap bakteri
pendegradasi komponen minyak bumi yang mudah didegradasi.
Beberapa bakteri dan fungi diketahui dapat digunakan untuk mendegradasi
minyak bumi. Beberapa contoh bakteri yang selanjutnya disebut bakteri
hidrokarbonuklastik yaitu bakteri yang dapat menguraikan komponen minyak
bumi karena kemampuannya mengoksidasi hidrokarbon dan menjadikan
hidrokarbon sebagai donor elektronnya. Adapun contoh dari bakteri
hidrokarbonuklastik yaitu bakteri dari genus Achromobacter, Arthrobacter,
Acinetobacter, Actinomyces, Aeromonas, Brevibacterium, Flavobacterium,
Moraxella, Klebsiella, Xanthomyces dan Pseudomonas, Bacillus. Beberapa
contoh fungi yang digunakan dalam biodegradasi minyak bumi adalah fungi dari
genus Phanerochaete, Cunninghamella, Penicillium, Candida, Sp.orobolomyce,
Cladosp.orium, Debaromyces, Fusarium, Hansenula,Rhodosp.oridium,
Rhodoturula, Torulopsis, Trichoderma,Trichosp.oron.
Sejumlah bakteri seperti Pseudomonas aeruginosa, Acinetobacter
calcoaceticus, Arthrobacter sp.,Streptomyces viridans dan lain-lain menghasilkan
senyawa biosurfaktan atau bioemulsi. Kemampuan bakteri dalam memproduksi

7
biosurfaktan berkaitan dengan keberadaan enzim regulatori yang berperan dalam
sintesis biosurfaktan. Biosurfaktan merupakan komponen mikroorganisme yang
terdiri atas molekul hidrofobik dan hidrofilik, yang mampu mengikat
molekul hidrokarbon tidak larut air dan mampu menurunkan tegangan permukaan.
Selain itu biosurfaktan secara ekstraseluler menyebabkan emulsifikasi
hidrokarbon sehingga mudah untuk didegradasi oleh bakteri. Biosurfaktan
meningkatkan ketersediaan substrat yang tidak larut melalui
beberapa mekanisme. Dengan adanya biosurfaktan, substrat yang berupa cairan
akan teremulsi dibentuk menjadi misel-misel, dan menyebarkannya ke permukaan
sel bakteri sehingga lebih mudah masuk ke dalam sel. Umumnya ada dua macam
biosurfaktan yang dihasilkan bakteri yaitu :
 Surfaktan dengan berat molekul rendah (seperti glikolipid, soforolipid,
trehalosalipid, asam lemak dan fosfolipid) yang terdiri dari molekul hidrofobik
dan hidrofilik. Kelompok ini bersifat aktif permukaan, ditandai dengan adanya
penurunan tegangan permukaan medium cair.
 Polimer dengan berat molekul besar, yang dikenal dengan
bioemulsifier polisakarida amfifatik. Dalam medium cair, bioemulsifier ini
mempengaruhi pembentukan emulsi serta kestabilannya dan tidak selalu
menunjukkan penurunan tegangan permukaan medium.
 Pelepasan biosurfaktan ini tergantung dari substrat hidrokarbon yang ada. Ada
substrat (misalnya seperti pada pelumas) yang menyebabkan biosurfaktan
hanya melekat pada permukaan membran sel, namun tidak diekskresikan ke
dalam medium. Namun, ada beberapa substrat hidrokarbon (misal heksadekan)
yang menyebabkan biosurfaktan juga dilepaskan ke dalam medium. Hal ini
terjadi karena heksadekan menyebabkan sel bakteri lebih bersifat hidrofobik.
Oleh karena itu, senyawa hidrokarbon pada komponen permukaan sel yang
hidrofobik itu dapat menyebabkan sel tersebut kehilangan integritas struktural
selnya sehingga melepaskan biosurfaktan untuk membran sel itu sendiri dan
juga melepaskannya ke dalam medium.
Secara umum terdapat tiga cara transpor hidrokarbon ke dalam sel bakteri yaitu
sebagai berikut:

8
a. Interaksi sel dengan hidrokarbon yang terlarut dalam fase air. Pada kasus ini,
umumnya rata-rata kelarutan hidrokarbon oleh proses fisika sangat rendah
sehingga tidak dapat mendukung.
b. Kontak langsung (perlekatan) sel dengan permukaan tetesan hidrokarbon yang
lebih besar daripada sel mikroba. Pada kasus yang kedua ini, perlekatan dapat
terjadi karena sel bakteri bersifat hidrofobik. Sel mikroba melekat pada
permukaan tetesan hidrokarbon yang lebih besar daripada sel dan pengambilan
substrat dilakukan dengan difusi atau transpor aktif. Perlekatan ini terjadi
karena adanya biosurfaktan pada membran sel bakteri Pseudomonas.
c. Interaksi sel dengan tetesan hidrokarbon yang telah teremulsi atau
tersolubilisasi oleh bakteri. Pada kasus ini sel mikroba berinteraksi dengan
partikel hidrokarbon yang lebih kecil daripada sel. Hidrokarbon dapat teremulsi
dan tersolubilisasi dengan adanya biosurfaktan yang dilepaskan oleh bakteri
Pseudomonas ke dalam medium.
Berikut ini merupakan jenis-jenis bakteri pendegradasi hidrokarbon pada
minyak bumi yaitu:
1) Pseudomonas sp.
Pseudomonas berbentuk batang dengan diameter 0,5 – 1 x 1,5 – 5,0
mikrometer. Bakteri ini merupakan organisme gram negatif yang motilitasnya
dibantu oleh satu atau beberapa flagella yang terdapat pada bagian polar. Akan
tetapi ada juga yang hampir tidak mampu bergerak. Bersifat aerobik obligat
yaitu oksigen berfungsi sebagai terminal elektron aseptor pada proses
metabolismenya. Kebanyakan sp.esies ini tidak bisa hidup pada kondisi asam
pada pH 4,5 dan tidak memerlukan bahan-bahan organik. Bersifat oksidasi
negatif atau positif, katalase positif dan kemoorganotropik. Dapat
menggunakan H2 dan CO sebagai sumber energi. Bakteri pseudomonas yang
umum digunakan sebagai pendegradasi hidrokarbon antara lain Pseudomonas
aeruginosa, Pseudomonas stutzeri, dan Pseudomonas diminuta.
Salah satu faktor yang sering membatasi kemampuan bakteri Pseudomonas
dalam mendegradasi senyawa hidrokarbon adalah sifat kelarutannya yang
rendah, sehingga sulit mencapai sel bakteri. Adapun mekanisme degradasi
hidrokarbon di dalam sel bakteri Pseudomonas yaitu:

9
 Mekanisme degradasi hidrokarbon alifatik. Pseudomonas menggunakan
hidrokarbon tersebut untuk pertumbuhannya. Penggunaan hidrokarbon
alifatik jenuh merupakan proses aerobik (menggunakan oksigen). Tanpa
adanya O2, hidrokarbon ini tidak didegradasi. Langkah pendegradasian
hidrokarbon alifatik jenuh oleh Pseudomonas meliputi oksidasi molekuler
(O2) sebagai sumber reaktan dan penggabungan satu atom oksigen ke dalam
hidrokarbon teroksidasi.
 Mekanisme degradasi hidrokarbon aromatik. Banyak senyawa ini digunakan
sebagai donor elektron secara aerobik oleh bakteri Pseudomonas. Degradasi
senyawa hidrokarbon aromatik disandikan dalam plasmid atau kromosom
oleh gen xy/E. Gen ini berperan dalam produksi enzim katekol 2,3-
dioksigenase. Metabolisme senyawa ini oleh bakteri diawali dengan
pembentukan Protocatechuate atau catechol atau senyawa yang secara
struktur berhubungan dengan senyawa ini. Kedua senyawa ini selanjutnya
didegradasi oleh enzim katekol 2,3-dioksigenase menjadi senyawa yang
dapat masuk ke dalam siklus Krebs (siklus asam sitrat), yaitu suksinat, asetil
KoA, dan piruvat.
2) Arthrobacter sp.
Pada kultur yang masih muda Arthrobacter berbentuk batang yang tidak
teratur 0,8 – 1,2 x 1 – 8  mikrometer. Pada proses pertumbuhan batang
segmentasinya berbentuk cocus kecil dengan diameter 0,6 – 1 mikrometer.
Gram positif, tidak berspora, tidak suka asam, aerobik, kemoorganotropik.
Memproduksi sedikit atau tidak sama sekali asam dan gas yang berasal dari
glukosa atau karbohidrat lainnya. Katalase positif, temperatur optimum 25 –
30oC.
3) Acinetobacter sp.
Memiliki bentuk seperti batang dengan diameter 0,9 – 1,6 mikrometer dan
panjang 1,5- 2,5 mikrometer. Berbentuk bulat panjang pada fase stasioner
pertumbuhannya. Bakteri ini tidak dapat membentuk spora. Tipe selnya adalah
gram negatif, tetapi sulit untuk diwarnai. Bakteri ini bersifat aerobik, sangat
memerlukan oksigen sebagai terminal elektron pada metabolisme. Semua tipe
bakteri ini tumbuh pada suhu 20-300 C, dan tumbuh optimum pada suhu 33-

10
350 C. Bersifat oksidasi negatif dan katalase positif. Bakteri ini memiliki
kemampuan untuk menggunakan rantai hidrokarbon sebagai sumber nutrisi,
sehingga mampu meremidiasi tanah yang tercemar oleh minyak. Bakteri ini
bisa menggunakan amonium dan garam nitrit sebagai sumber nitrogen, akan
tetapi tidak memiliki pengaruh yang signifikan. D-glukosa adalah satu-satunya
golongan heksosa yang bisa digunakan oleh bakteri ini, sedangkan pentosa D-
ribosa, D-silosa, dan L-arabinosa juga bisa digunakan sebagai sumber karbon
oleh beberapa strain.
4) Bacillus sp.
Umumnya bakteri ini merupakan mikroorganisme sel tunggal, berbentuk
batang pendek (biasanya rantai panjang). Mempunyai ukuran lebar 1,0-1,2 mm
dan panjang 3-5 mm. Merupakan bakteri gram positif dan bersifat aerob.
Adapun suhu pertumbuhan maksimumnya yaitu 30-50oC dan minimumnya 5-
20oC dengan pH pertumbuhan 4,3-9,3. Bakteri ini mempunyai kemampuan
dalam mendegradasi minyak bumi, dimana bakteri ini menggunakan minyak
bumi sebagai satu-satunya sumber karbon untuk menghasilkan energi dan
pertumbuhannya. Pada konsentrasi yang rendah, bakteri ini dapat merombak
hidrokarbon minyak bumi dengan cepat.  Jenis Bacillus sp. yang umumnya
digunakan seperti Bacillus subtilis, Bacillus cereus, Bacillus laterospor.
Selain dari golongan bakteri, mikroba pendegradasi hidrokarbon juga dapat
dilakukan oleh fungi. Fungi pendegradasi hidrokarbon  umumnya  berasal dari
genus Phanerochaete,Cunninghamella, Penicillium, Candida, Sporobolomyces,
Cladosporium. Jamur dari genus ini mendegradasi hidrokarbon polisiklik
aromatik. Jamur Phanerochaete chrysosporium mampu mendegradasi berbagai
senyawa hidrofobik pencemar tanah yang persisten. Adapun oksidasi dan
pelarutan hidrokarbon polisiklik aromatik oleh Phanerochaete chrysosporium
menggunakan enzim lignin peroksidase.  Bila terdapat H2O2, enzim lignin
peroksidase yang dihasilkan akan menarik satu elektron dari PAH yang
selanjutnya membentuk senyawa kuinon yang merupakan hasil metabolisme.
Cincin benzena yang sudah terlepas dari PAH selanjutnya dioksidasi menjadi
molekul-molekul lain dan digunakan oleh sel mikroba sebagai sumber energi
misalnya CO2.

11
Jamur dari golongan Deuteromycota (Aspergillus niger, Penicillium
glabrum,P.janthinellum,Zygomycete,Cunninghamellaelegans), Basidiomycetes
(Crinipellis stipitaria) diketahui juga dapat mendegradasi hidrokarbon
polisiklik aromatik.
Sistem enzim monooksigenase Sitokrom P-450 pada jamur ini memiliki
kemiripan dengan sistem yang dimiliki mamalia.  Adapun langkah-langkahnya
yaitu pembentukan monofenol, difenol, dihidrodiol dan quinon dan terbentuk
gugus tambahan yang larut air (misalnya sulfat, glukuronida, ksilosida,
glukosida). Senyawa ini merupakan hasil detoksikasi pada jamur dan mamalia.
2. Pencemaran Logam Berat
Secara umum diketahui bahwa logam berat merupakan unsur yang berbahaya
di permukaan bumi, sehingga kontaminasi logam berat di lingkungan merupakan
masalah yang besar. Persoalan spesifik logam berat di lingkungan terutama
akumulasinya sampai pada rantai makanan dan keberadaannya di alam
menyebabkan keracunan terhadap tanah, udara maupun air. Bahan pencemar
senyawa anorganik/mineral misalnya logam-logam berat seperti merkuri (Hg),
kadmium (Cd), Timah hitam (pb), tembaga (Cu), timbal (Pb), dan  garam-garam
anorganik. Bahan pencemar berupa logam-logam berat yang masuk ke dalam
tubuh biasanya melalui makanan dan dapat tertimbun dalam organ-organ tubuh. 
Mikroba memerlukan logam sebagai fungsi struktural dan katalis serta sebagai
donor atau reseptor elektron dalam metabolisme energi. Kemampuan interaksi
mikroba terhadap logam antara lain :
a. Mengikat ion logam yang ada di lingkungan eksternal pada permukaan sel
serta membawanya ke dalam sel untuk berbagai fungsi sel. Contohnya bakteri
Thiobaccilus sp. Mampu menggunakan Fe dalam aktivasi enzim format
dehidrogenase pada sitokrom.
b. Menggunakan logam sebagai donor atau akseptor elektron dalam metabolisme
energi.
c. Mengikat logam sebagai kation pada permukaan sel yang bermuatan negatif
dalam proses yang disebut biosorpsi.
Mikroba mengurangi bahaya pencemaran logam berat dapat dilakukan dengan
cara detoksifikasi, biohidrometakurgi, bioleaching, dan bioakumulasi.

12
 Detoksifikasi (biosorpsi) pada prinsipnya mengubah ion logam berat yang
bersifat toksik menjadi senyawa yang bersifat tidak toksik. Proses ini
umumnya berlangsung dalam kondisi anaerob dan memanfaatkan senyawa
kimia sebagai akseptor elektron.
 Biohidrometalurgi pada prinsipnya mengubah ion logam yang terikat pada
suatu senyawa yang tidak dapat larut dalam air menjadi senyawa yang dapat
larut dalam air.
 Bioleaching merupakan aktivitas mikroba untuk melarutkan logam berat dari
senyawa yang mengikatnya dalam bentuk ion bebas. Biasanya mikroba
menghasilkan asam dan senyawa pelarut untuk membebaskan ion logam dari
senyawa pengikatnya. Proses ini biasanya langsung diikuti dengan akumulasi
ion logam.
 Bioakumulasi merupakan interaksi mikroba dan ion-ion logam yang
berhubungan dengan lintasan metabolism.
Interaksi mikroba dengan logam di alam adalah imobilisasi logam dari fase
larut menjadi tidak  atau sedikit larut sehingga mudah dipisahkan. Adapun contoh
mikroba  pendegradasi  logam yaitu :
1) Enterobacter cloacae dan Pseudomonas fluorescens mampu mengubah Cr (VI)
menjadi Cr (III) dengan bantuan senyawa-senyawa hasil metabolisme,
misalnya hidrogen sulfida, asam askorbat, glutathion, sistein, dll.
2) Desulfovibrio sp. membentuk senyawa sulfida dengan memanfaatkan hidrogen
sulfida yang dibebaskan untuk mengatasi pencemaran logam Cu.
3) Desulfuromonas acetoxidans merupakan bakteri anerobik laut yang
menggunakan sulfur dan besi sebagai penerima elektron untuk mengoksidasi
molekul organik dalam endapan yang bisa menghasilkan energi.
4) Bakteri pereduksi sulfat contohnya Desulfotomaculum sp. Dalam melakukan
reduksi sulfat, bakteri ini menggunakan sulfat sebagai sumber energi yaitu
sebagai akseptor elektron dan menggunakan bahan organik sebagai sumber
karbon. Karbon tersebut  selain berperan sebagai sumber donor elektron dalam
metabolismenya juga merupakan bahan penyusun selnya. Adapun reaksi
reduksi sulfat oleh bakteri ini adalah sebagai berikut.

13
5) Bakteri belerang, khususnya Thiobacillus ferroxidans banyak berperan pada
logam-logam dalam bentuk senyawa sulfida untuk menghasilkan senyawa
sulfat.
6) Mikroalga contohnya Spirulina sp., merupakan salah satu jenis alga dengan sel
tunggal yang termasuk dalam kelas Cyanophyceae. Sel Spirulina sp. berbentuk
silindris, memiliki dinding sel tipis. Alga ini mempunyai kemampuan yang
tinggi untuk mengikat ion-ion logam dari larutan dan mengadsorpsi logam
berat karena di dalam alga terdapat gugus fungsi yang dapat melakukan
pengikatan dengan ion logam. Gugus fungsi tersebut terutama gugus karboksil,
hidroksil, amina, sulfudril imadazol, sulfat dan sulfonat yang terdapat dalam
dinding sel dalam sitoplasma.
7) Jamur Saccharomyces cerevisiae dan Candida sp. dapat mengakumulasikan Pb
dari dalam perairan, Citrobacter dan Rhizopus arrhizus memiliki kemampuan
menyerap uranium. Penggunaan jamur mikoriza juga telah diketahui dapat
meningkatkan serapan logam dan menghindarkan tanaman dari keracunan
logam berat.

D. Proses Bioremediasi
Proses utama pada bioremediasi adalah biodegradasi, biotransformasi dan
biokatalis. Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh
mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia
polutan tersebut. Enzim mempercepat proses tersebut dengan cara menurunkan
energi aktivasi, yaitu energi yang dibutuhkan untuk memulai suatu reaksi. Pada
proses ini terjadi biotransformasi atau biodetoksifikasi senyawa toksik menjadi
senyawa yang kurang toksik atau tidak toksik. Pada banyak kasus, biotransformasi
berujung pada biodegradasi. Degradasi senyawa kimia oleh mikroba di lingkungan
merupakan proses yang sangat penting untuk mengurangi kadar bahan-bahan
berbahaya di lingkungan, yang berlangsung melalui suatu seri reaksi kimia yang
cukup kompleks dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak
beracun. Misalnya mengubah bahan kimia menjadi air dan gas yang tidak berbahaya
misalnya CO2. Dalam proses degradasinya, mikroba menggunakan senyawa kimia
tersebut untuk pertumbuhan dan reproduksinya melalui berbagai proses oksidasi.

14
Enzim yang dihasilkan juga berperan untuk mengkatalis reaksi degradasi, sehingga
tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai keseimbangan. Lintasan
biodegradasi berbagai senyawa kimia yang berbahaya dapat dimengerti berdasarkan
lintasan mekanisme dari beberapa senyawa kimia alami seperti hidrokarbon, lignin,
selulosa, dan hemiselulosa. Sebagian besar dari prosesnya, terutama tahap akhir
metabolisme umumnya berlangsung melalui proses yang sama.
Supaya proses tersebut dapat berlangsung optimal, diperlukan kondisi lingkungan
yang sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan dan perkembangangbiakan
mikroorganisme. Tidak terciptanya kondisi yang optimum akan mengakibatkan
aktivitas degradasi biokimia mikroorganisme tidak dapat berlangsung dengan baik,
sehingga senyawa-senyawa beracun menjadi persisten di lingkungan. Agar tujuan
tersebut tercapai diperlukan pemahaman akan prinsip-prinsip biologis tentang
degradasi senyawa-senyawa beracun, pengaruh kondisi lingkungan terhadap
mikroorganisme yang terkait dan reaksi-reaksi yang dikatalisnya. Salah satu cara
untuk meningkatkan bioremediasi adalah melalui teknologi genetik. Teknologi
genetik molekular sangat penting untuk mengidentifikasi gen-gen yang mengkode
enzim yang terkait pada bioremediasi. Karakterisasi dari gen-gen yang bersangkutan
dapat meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana mikroba-mikroba
memodifikasi polutan beracun menjadi tidak berbahaya.

E. Jenis-Jenis Bioremediasi
a) Bioremediasi yang melibatkan mikroba terdapat 3 macam yaitu :
1. Biostimulasi
Biostimulasi adalah memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan
mikroba yang sudah ada di daerah tercemar dengan cara memberikan
lingkungan pertumbuhan yang diperlukan, yaitu penambahan nutrien dan
oksigen. Jika jumlah mikroba yang ada dalam jumlah sedikit, maka harus
ditambahkan mikroba dalam konsentrasi yang tinggi sehingga bioproses dapat
terjadi. Mikroba yang ditambahkan adalah mikroba yang sebelumnya diisolasi
dari lahan tercemar kemudian setelah melalui proses penyesuaian di
laboratorium di perbanyak dan dikembalikan ke tempat asalnya untuk memulai
bioproses. Namun sebaliknya,  jika kondisi yang dibutuhkan tidak terpenuhi,

15
mikroba akan tumbuh dengan lambat atau mati. Secara umum kondisi yang
diperlukan ini tidak dapat ditemukan di area yang tercemar (Suhardi, 2010).
2. Bioaugmentasi
Bioaugmentasi merupakan penambahan produk mikroba komersial ke
dalam limbah cair untuk meningkatkan efisiensi dalam pengolahan limbah
secara biologi. Cara ini paling sering digunakan dalam menghilangkan
kontaminasi di suatu tempat. Hambatan mekanisme ini yaitu sulit untuk
mengontrol kondisi situs yang tercemar agar mikroba dapat berkembang
dengan optimal. Selain itu mikroba perlu beradaptasi dengan lingkungan
tersebut (Uwityangyoyo, 2011). Menurut Munir (2006), dalam beberapa hal,
teknik bioaugmentasi juga diikuti dengan penambahan nutrien tertentu.
Para ilmuwan belum sepenuhnya mengerti seluruh mekanisme yang terkait
dalam bioremediasi, dan mikroorganisme yang dilepaskan ke lingkungan yang
asing kemungkinan sulit untuk beradaptasi.
3. Bioremediasi Intrinsik
Bioremediasi jenis ini terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang
tercemar.
2) Bioremediasi berdasarkan lokasi terdapat 2 macam yaitu:
 In situ, yaitu dapat dilakukan langsung di lokasi tanah tercemar ( proses
bioremediasi yang digunakan berada pada tempat lokasi limbah
tersebut). Proses bioremadiasi in situ pada lapisan surface juga ditentukan oleh
faktor bio-kimiawi dan hidrogeologi
 Ex situ, yaitu bioremediasi yang dilakukan dengan mengambil limbah tersebut
lalu ditreatment ditempat lain, setelah itu baru dikembalikan ke tempat
asal.  Lalu diberi perlakuan khusus dengan memakai mikroba.  Bioremediasi
ini bisa lebih cepat dan mudah dikontrol dibanding in-situ, ia pun mampu me-
remediasi jenis kontaminan dan jenis tanah yang lebih beragam.

F. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Bioremediasi


Keberhasilan proses biodegradasi banyak ditentukan oleh aktivitas enzim. Dengan
demikian mikroorganisme yang berpotensi menghasilkan enzim pendegradasi
hidrokarbon perlu dioptimalkan aktivitasnya dengan pengaturan kondisi dan

16
penambahan suplemen yang sesuai. Dalam hal ini perlu diperhatikan faktor-faktor
lingkungan yang mempengaruhi proses bioremediasi, yang meliputi kondisi tanah,
temperature, oksigen, dan nutrient yang tersedia.
a) Lingkungan
Proses biodegradasi memerlukan tipe tanah yang dapat mendukung kelancaran
aliran nutrient, enzim-enzim mikrobial dan air. Terhentinya aliran tersebut akan
mengakibatkan terbentuknya kondisi anaerob sehingga proses biodegradasi
aerobik menjadi tidak efektif. Karakteristik tanah yang cocok untuk bioremediasi
in situ adalah mengandung butiran pasir ataupun kerikil kasar sehingga dispersi
oksigen dan nutrient dapat berlangsung dengan baik. Kelembaban tanah juga
penting untuk menjamin kelancaran sirkulasi nutrien dan substrat di dalam tanah.
b) Temperatur
Temperatur yang optimal untuk degradasi hidrokaron adalah 30-40˚C.
Ladislao, et. al. (2007) mengatakan bahwa temperatur yang digunakan pada suhu
38˚C bukan pilihan yang valid karena tidak sesuai dengan kondisi di Inggris untuk
mengontrol mikroorganisme patogen. Pada temperatur yang rendah, viskositas
minyak akan meningkat mengakibatkan volatilitas alkana rantai pendek yang
bersifat toksik menurun dan kelarutannya di air akan meningkat sehingga proses
biodegradasi akan terhambat. Suhu sangat berpengaruh terhadap lokasi tempat
dilaksanakannya bioremediasi
b) Oksigen
Langkah awal katabolisme senyawa hidrokaron oleh bakteri maupun kapang
adalah oksidasi substrat dengan katalis enzim oksidase, dengan demikian
tersedianya oksigen merupakan syarat keberhasilan degradasi hidrokarbon
minyak. Ketersediaan oksigen di tanah tergantung pada (a) kecepatan konsumsi
oleh mikroorganisme tanah, (b) tipe tanah dan (c) kehadiran substrat lain yang
juga bereaksi dengan oksigen. Terbatasnya oksigen, merupakan salah satu faktor
pembatas dalam biodegradasi hidrokarbon minyak
c) pH.
Pada tanah umumnya merupakan lingkungan asam, alkali sangat jarang namun
ada yang melaporkan pada pH 11. Penyesuaian pH dari 4,5 menjadi 7,4 dengan
penambahan kapur meningkatkan penguraian minyak menjadi dua kali.

17
Penyesuaian pH dapat merubah kelarutan, bioavailabilitas, bentuk senyawa kimia
polutan, dan makro & mikro nutrien. Ketersediaan Ca, Mg, Na, K, NH 4+, N dan P
akan turun, sedangkan penurunan pH menurunkan ketersediaan NO3- dan Cl- .
Cendawan yang lebih dikenal tahan terhadap asam akan lebih berperan
dibandingkan bakteri asam.
d) Kadar H2O dan karakter geologi.
Kadar air dan bentuk poros tanah berpengaruh pada bioremediasi. Nilai
aktivitas air dibutuhkan utk pertumbuhan mikroba berkisar 0.9 - 1.0, umumnya
kadar air 50-60%. Bioremediasi lebih berhasil pada tanah yang poros.
e) Keberadaan zat nutrisi.
Baik pada in situ & ex situ. Bila tanah yang dipergunakan bekas pertanian
mungkin tak perlu ditambah zat nutrisi. Untuk hidrokarbon ditambah nitrogen &
fosfor, dapat pula dengan makro & mikro nutrisi yang lain.
Mikroorganisme memerlukan nutrisi sebagai sumber karbon, energy dan
keseimbangan metabolisme sel. Dalam penanganan limbah minyak bumi biasanya
dilakukan penambahan nutrisi antara lain sumber nitrogen dan fosfor sehingga
proses degradasi oleh mikroorganisme berlangsung lebih cepat dan
pertumbuhannya meningkat.
f) Interaksi antar Polusi.
Fenomena lain yang juga perlu mendapatkan perhatian dalam mengoptimalkan
aktivitas mikroorganisme untuk bioremediasi adalah interaksi antara beberapa
galur mikroorganisme di lingkungannya. Salah satu bentuknya adalah
kometabolisme. Kometabolisme merupakan proses transformasi senyawa secara
tidak langsung sehingga tidak ada energy yang dihasilkan.

G. Kekurangan dan Kelebihan Bioremediasi


a)  Kelebihan bioremediasi sebagai berikut :
 Proses pelaksanaan dapat dilakukan langsung di daerah tersebut dengan lahan
yang sempit sekalipun.
 Mengubah pollutant bukan hanya memindahkannya.
 Proses degradasi dapat dilaksanakan dalam jangka waktu yang cepat.

18
 Bioremediasi sangat aman digunakan karena menggunakan mikroba yang
secara alamiah sudah ada dilingkungan (tanah).
 Bioremediasi tidak menggunakan/menambahkan bahan kimia berbahaya.
 Teknik pengolahannya mudah diterapkan dan murah biaya.
b) Kekurangan bioremediasi sebagai berikut :
 Tidak semua bahan kimia dapat diolahsecara bioremediasi.
 Membutuhkan pemantauan yang ekstensif .
 Membutuhkan lokasi tertentu.
 Pengotornya bersifat toksik 
 Padat ilmiah
 Berpotensi menghasilkan produk yangtidak dikenal
 Dapat digabung dengan teknik pengolahan lain
 Persepsi sebagai teknologi yang belum teruji

19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan
mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau
mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun
(karbon dioksida dan air).
Jenis-jenis bioremediasi meliputi :
1) Bioremediasi yang melibatkan mikroba terdapat 3 macam yaitu :
a) Biostimulasi, yaitu memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan mikroba
yang sudah ada di daerah tercemar dengan cara memberikan lingkungan
pertumbuhan yang diperlukan, yaitu penambahan nutrien dan oksigen.
b) Bioaugmentasi, yaitu penambahan produk mikroba komersial ke dalam limbah
cair untuk meningkatkan efisiensi dalam pengolahan limbah secara biologi.
c) Bioremediasi Intrinsik, terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang
tercemar.
2) Bioremediasi berdasarkan lokasi, meliputi :
a) In situ, yaitu dapat dilakukan langsung di lokasi tanah tercemar ( proses
bioremediasi yang digunakan berada pada tempat lokasi limbah tersebut).
b) Ex situ, yaitu bioremediasi yang dilakukan dengan mengambil limbah tersebut
lalu ditreatment ditempat lain, setelah itu baru dikembalikan ke tempat asal. 

D. Saran
Demikianlah makalah ini mudah-mudahan apa yang kami uraikan bisa memberi
manfaat bagi kita sekalian terutama bagi kami sendiri selaku yang mengkaji makalah
ini. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaan pada penulisan mendatang.

20
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, H.S., M. Yani, F. Aribowo, and A.M. Fauzi. 2004. Bioremediation: A


Case Study in East Kalimantan, Indonesia. Proceeding the 1st COE
International Symposium “Environmental Degradation and Ecosystem
Restoration in East Asia” Tokyo University – Japan. 9 p.
Budianto, H. 2006. Perbaikan lahan terkontaminasi minyak bumi secara
bioremediasi
 Drs. Lud Waluyo, M.Kes, 2004. Mikrobiologi Umum, Universitas
Muhammadiyah Malang
Fumento, Michael. 2003. Bioevolution: How Biotechnology Is Changing Our
World . United State of America : Encounter Books.
Koes Irianto, 2006. Menguak Dunia Mikroorganisme Jilid 1, Yrama Widya ,
Bandung
Munawar dkk. 2005. Bioremediasi Tumpahan Minyak Mentah Dengan Metode
Biostimulasi   Di Lingkungan Pantai Surabaya Timur. Surabaya.
Rondonuwu, Sendy Beatrix. 2012. Bioremediasi Limbah Mengandung
Merkuri     Menggunakan Bakteri Tempatan Dengan Sistem Bioreaktor Dan
Lahan Basah Buatan.Disertasi. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Suryani, Yani. 2011. Bioremediasi Limbah Merkuri Dengan Menggunakan
Mikroba. Pada Lingkungan Yang Tercemar. ISSN 1979-8911.5 (1-2). 139-
141.

21

Anda mungkin juga menyukai