Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

BIOTEKNOLOGI LINGKUNGAN

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bioteknologi

Dosen pengampu : Rosellynia Calyptranti, S.Si., M.Si

Disusun Oleh:

Kelompok 4

 Rina Astriyani (171816940)

 Zahra Munawaroh (171816041)

 Moh. Gaos Wildan (171816047)

 Linda Safitiri (171816048)

PROGRAM STUDI FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AN NASHER

CIREBON

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmatnya sehingga

penulis dapat menyusun makalah tentang "Bioteknologi Lingkungan" dengan sebaik-

baiknya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan

kesadaran anak bangsa dalam mempelajari bioteknologi lingkungan dan menjaga

lingkungan.

Saya ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu,

memfasilitasi, memberi masukan, dan mendukung penulisan makalah ini sehingga

selesai tepat pada waktunya. Semoga dibalas oleh Allah SWT dengan ganjaran yang

berlimpah.

Meski penulis telah menyusun makalah ini dengan maksimal, tidak menutup

kemungkinan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu sangat diharapkan kritik dan

saran yang konstruktif dari pembaca sekalian.Akhir kata, saya berharap makalah ini

dapat menambah referensi keilmuan bagi pembaca khususnya dan memberikan

manfaat bagi semuanya.

Cirebon, Desember 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................... I

DAFTAR ISI........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................

1.1 Latar Belakang.......................................................................................


1.2 Rumusan Masalah .................................................................................
1.3 Tujuan ...................................................................................................
1.4 Manfaat .................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................

2.1 Pengertian Bioteknologi lingkungan .....................................................


2.2 Jenis-jenis Bioteknologi ........................................................................
2.3 Manfaat Bioteknologi Lingkungan........................................................
2.4 Bioteknologi Dalam Lingkungan ..........................................................

BAB III PENUTUP.............................................................................................

3.1 Kesimpulan ...........................................................................................


3.2 Saran ......................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Pada zaman modern seperti saat ini hampir semua orang sudah mengenal dan memakai

produk hasil olahan bioteknologi. Baik hasil olahan dari bioteknologi konvensional maupun

modern. Namun walaupun semua orang sudah menikmati hasil dari bioteknologi hanya

segelintir orang saja yang mengetahui secara pasti apa sebenarnya bioteknologi.

Sebenarnya sebelum abad ke 15 manusia telah menggunakan bioteknologi. Namun

mereka belum mengetahui apa yang terjadi pada produk yang mereka olah. Misalnya saja

pada pembuatan anggur. Orang-orang pada saat itu sudah dapat mengolah anggur. Tetapi

mereka tidak mengetahui proses apa yang terjadi sehingga bisa terbentuk anggur. Manusia

pada saat itu hanya mengikuti resep yang diajarkan oleh orang tua mereka.

Dengan ditemukannya mikroskop oleh Antony Van Leeuwenhoek, maka penelitian

tentang bioteknologi pun mulai berkembang. Para peneliti tertarik untuk mengetahui proses

apa yang terjadi sehingga bisa terbentuk anggur. Dengan adanya mikroskop maka dapat

dilihat bahwa dalam proses pengolahan anggur tesebut digunakan sel khamir. Seiring dengan

perkembangan ilmu pengetahuan maka ditemukanlah mikroskop-mikroskop yang lebih

canggih. Hal ini tentunya sangat mempermudah para peneliti untuk meneliti lebih lanjut

tentang biteknologi, dan menemukan inovasi-inovasi baru dalam bidang bioteknologi. Karena

pada dasarnya bioteknologi bukanlah ilmu yang berdiri sendiri, melainkan didukung oleh

ilmu-ilmu lain seperti genetika, biokimia, mikrobiologi dan masih banyak ilmu-ilmu lainnya.

Sehingga ilmu-illmu ini ikut serta dalam mendukung kemajuan dari bioteknologi. Misalnya
saja dengan ditemukannya struktur dari DNA, maka dalam pengolahan anggur tidak perlu

lagi mengunakan sel khamir untuk membuat anggur, cukup hanya dengan menggunakan

material genetik dari khamir tersebut maka dapat dihasilkan anggur. Sehingga sel dari khamir

ini tidak ikut termakan oleh manusia.

Secara umum bioteknologi dibagi menjadi dua yakni bioteknologi konvensional dan

bioteknologi modern. Bioteknologi konvensional merupakan bioteknologi sederhana yang

menggunakan mahluk hidup secara langsung tanpa didasari prinsip ilmiah, melainkan

berdasarkan keterampilan yang diwariskan secara turun temurun. Sedangkan bioteknologi

modern adalah bioteknologi yang menggunakan mahluk hidup secara langsung atau

komponennya, berdasarkan prinsip ilmiah hasil pengkajian berbagai ilmu yang mendalam.

Menurut aplikasinya dalam berbagai bidang, maka bioteknologi dapat dibagi menjadi

bioteknologi merah, bioteknologi putih atau abu-abu, bioteknologi hijau, bioteknologi biru,

dan bioteknologi lingkungan. Bioteknologi merah merupakan aplikasi bioteknologi dibidang

medis. Bioteknologi putih atau abu-abu merupakan aplikasi bioteknologi di bidang industri

seperti pengembangan dan produksi senyawa baru serta pembuatan sumber energi

terbarukan. Bioteknologi hijau adalah aplikasi bioteknologi di bidang pertanian dan

peternakan. Bioteknologi biru merupakan aplikasi bioteknologi di bidang kelautan yang

mengendalikan proses-proses yang terjadi di lingkungan akuatik. Sedangkan bioteknologi

lingkungan merupakan aplikasi bioteknologi di bidang lingkungan. Namun dalam makalah

ini penulis hanya akan membahas tentang bagaimana aplikasi bioteknologi dibidang

lingkungan.

1.2  Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang ada, maka penulis merumuskan beberapa masalah, yaitu

sebagai berikut:

1.      Apa yang dimaksud dengan bioteknologi?


2.      Bagaimana aplikasi bioteknologi di bidang lingkungan?

3.      Apa manfaat bioteknologi bagi lingkungan?

1.3  Tujuan

Dalam makalah ini penulis menemukan beberapa tujuan sebagai berikut:

1.      Untuk memenuhi tugas mata kuliah “Pengantar Bioteknologi”

2.      Untuk mengetahui konsep dasar dari bioteknologi

3.      Untuk mengetahui aplikasi bioteknologi dibidang lingkungan

4.      Untuk mengetahui manfaat bioteknologi bagi lingkungan

1.4 Manfaat

Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain;

1. Dapat memberikan pengetahuan tentang produk bioteknologi dalam bidang lingkungan dan

penerapannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga kita dapat memanfaatkan produk

bioteknologi untuk meningkatkan kesejahteraan manusia.

2. Dapat memberikan pengetahuan tentang penanggulangan dampak bioteknologi sehingga

dapat meningkatkan kualitas lingkungan.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Bioteknologi

Secara umum bioteknologi merupakan pemanfaatan organisme hidup baik secara

keseluruhan maupun bagian dari organisme tersebut untuk menghasilkan barang dan jasa

yang bermanfaat bagi manusia. Namun definisi bioteknologi secara klasik atau konvesional

adalah teknologi yang memanfaatkan agen hayati untuk menghasilkan barang dan jasa dalam

skala kecil untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sedangkan dilihat dari secara modern,

bioteknologi adalah pemanfaatan agen hayati atau bagian-bagian yang telah direkayasa secara

in vitro untuk menghasilkan barang dan jasa dalam skala industri.

Bioteknologi dikembangkan untuk meningkatkan nilai bahan mentah dengan

memanfaatkan mikroorganisme serta bagian-bagiannya, misalnya bakteri. Selain itu,

bioteknologi juga memanfaatkan sel-sel tumbuhan dan hewan untuk mendapatkan jenis baru

yang lebih unggul. Pemanfaatan mikroorganisme dan bagian-bagiannya ini dilakukan

diberbagai bidang salah satunya adalah bidang lingkungan. Oleh karena itu muncullah

pembagian bioteknologi menjadi bioteknologi lingkungan. Dan pengaplikasian bioteknologi

dibidang lingkungan inilah yang disebut dengan bioteknologi lingkungan.

Bioteknologi lingkungan telah diterapkan di Indonesia sejak perkembangan industri dan

urbanisasi yang telah mengganggu lingkungan yang awalnya bersih. Perkembangan

bioteknologi dalam bidang lingkungan dapat merestorasi lingkungan yang tercemar serta

meningkatkan kualitas lingkungan terutama bagi manusia. Untuk mengatasi permasalahan

lingkungan, bioteknologi memanfaatkan mikroorganime dalam pengolahan limbah atau

permasalahan lingkungan yang lain dikarenakan penggunaan mikroorganisme ini dinilai lebih
alami dan tidak menimbulkan dampak yang berbahaya dibandingkan menggunakan bahan

kimia atau sintetis (Susilowati,2007).

Dalam khasanah perkembangan ilmu-ilmu lingkungan, penerapan bioteknologi masih

sangat luas dalam kegiatan penelitian maupun penerapan hasil penelitian tersebut di

lapangan. Seperti juga sejarahnya, bioteknologi, karena perkembangan ilmu pengetahuan,

bioteknologi lingkungan menjadi hal yang relatif baru (rejuvenile), sehingga semua orang

tertarik dan mencoba menerapkan kajian ini dalam beberapa permasalahan yang dihadapi

manusia. Bioteknologi dapat berperan dalam membantu mempertahankan sumberdaya alam

dan ekosistem. Disamping itu bioteknologi juga dapat mencegah kerusakan dan merestorasi

kerusakan lingkungan. Dengan menggunakan mikroorganisme hasil rekayasa genetik melalui

teknik rekombinan DNA, organisme hidup atau bagian-bagiannya akan mampu

mendekomposisi senyawa toksik dalam air, udara, tanah, buangan padat dan buangan

industri. Bioteknologi modern memberikan hasil yang lebih baik dan murah dalam

membersihkan deposit beracun dan pencemaran.

2.2  Aplikasi Bioteknologi Di bidang Lingkungan

Banyak orang beranggapan bahwa bioteknologi memiliki banyak dampak negatif

khususnya terhadap lingkungan. Namun itu hanya anggapan orang yang belum mengenal

seluk beluk bioteknologi itu sendiri. Dewasa ini bioteknologi telah berkembang khususnya

dibidang lingkungan. Bioteknologi bisa dikatakan telah membantu dalam memperbaiki

lingkungan yang saat ini sudah sangat buruk.

Sebagai gambaran umum tentang keadaan lingkungan saat ini dapat dilihat dinegara kita

sendiri yakni Indonesia. Indonesia adalah eksportir batubara terbesar kedua di dunia (setelah

Australia, 2006). Menurut Gautama (2007) untuk pertambangan mineral, Indonesia

merupakan negara penghasil timah peringkat ke-2, tembaga peringkat ke-3, nikel peringkat

ke-4, dan emas peringkat ke-8 dunia.


Dampak negatif dari pertambangan terbuka (open pit mining) ini yakni dapat merubah

total iklim dan tanah akibat seluruh lapisan tanah di atas deposit bahan tambang disingkirkan.

Selain itu, untuk memperoleh atau melepaskan biji tambang dari batu-batuan atau pasir

seperti dalam pertambangan emas, para penambang pada umumnya menggunakan bahan-

bahan kimia berbahaya yang dapat mencemari tanah, air atau sungai dan lingkungan.

Selain masalah pertambangan saat ini banyak muncul industri-industri kecil laundry.

Akan tetapi pertumbuhan industri laundry ini memiliki efek samping yang kurang baik, sebab

industri-industri kecil tersebut sebagian besar langsung membuang limbahnya ke selokan atau

badan air tanpa pengolahan terlebih dulu. Hal ini dapat menyebabkan pencemaran lingkungan

karena dalam limbah tersebut mengandung phospat yang tinggi. Menurut Hera (dalam

Hardyanti, 2007) Phospat ini berasal dari Sodium Tripolyphosphate (STPP) yang merupakan

salah satu bahan yang kadarnya besar dalam detergen. Dalam detergen, STPP ini berfungsi

sebagai builder yang merupakan unsur penting kedua setelah surfaktan karena

kemampuannya menonaktifkan mineral kesadahan dalam air sehingga detergen dapat bekerja

secara optimal (SDA, 2003). STPP ini akan terhidrolisa menjadi PO4 dan P2O7 yang

selanjutnya akan terhidrolisa juga menjadi PO4. Badan air dengan PO4 yang berlebih akan

mengakibatkan terjadinya eutrofikasi. Masalah-masalah yang dapat mengancam

keberlangsungan kelestarian lingkungan ini dapat ditanggulangi dengan mengaplikasikan

ilmu bioteknologi yakni bioremidiasi dan fitoremidiasi. Tentunya metode-metode yang

terbentuk dari ilmu bioteknologi ini sangat diharapkan bisa memperbaiki dan menjaga

kelestarian lingkungan saat ini.

A.    Bioremidiasi

Menurut Bambang Priadie (2012), bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme

yang telah dipilih untuk ditumbuhkan pada polutan tertentu sebagai upaya untuk menurunkan

kadar polutan tersebut. Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa bioremediasi adalah
proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur,

bakteri).

Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan

yang kurang beracun atau tidak beracun. Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang

diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur

kimia polutan tersebut, sebuah peristiwa yang disebut biotransformasi. Pada banyak kasus,

biotransformasi berujung pada biodegradasi, dimana polutan beracun terdegradasi,

strukturnya menjadi tidak kompleks, dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya

dan tidak beracun.

Bioremediasi merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan dengan

memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan pencemaran. Bioremediasi mempunyai

potensi untuk menjadi salah satu teknologi lingkungan yang bersih, alami, dan paling murah

untuk mengantisipasi masalah-masalah lingkungan. Sehingga dapat disimpulkan,

bioremediasi adalah salah satu teknologi untuk mengatasi masalah lingkungan dengan

memanfaatkan bantuan mikroorganisme. Mikroorganisme yang dimaksud adalah khamir,

fungi, dan bakteri yang berfungsi sebagai agen bioremediator.

  Penerapan Bioremidiasi

Seperti yang telah dijelaskan pada halaman sebelumnya bahwa bioremidiasi ini

menggunakan mikroorganisme. Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah Indonesia telah

mempunyai payung hukum yang mengatur standar baku kegiatan bioremediasi dalam

mengatasi permasalahan lingkungan akibat kegiatan pertambangan dan perminyakan serta

bentuk pencemaran lainnya (logam berat dan pestisida) melalui Kementerian Lingkungan

Hidup, Kep Men LH No.128 tahun 2003, tentang tatacara dan persyaratan teknis dan

pengelolaan limbah minyak bumi dan tanah terkontaminasi oleh minyak bumi secara biologis

(bioremediasi) yang juga mencantumkan bahwa bioremediasi dilakukan dengan


menggunakan mikroba lokal. Tortora 2010 (dalam Bambang Priadie, 2012) mengatakan saat

ini, bioremediasi telah berkembang pada pengolahan air limbah yang mengandung senyawa-

senyawa kimia yang sulit untuk didegradasi dan biasanya dihubungkan dengan kegiatan

industri, antara lain logam-logam berat, petroleum hidrokarbon, dan senyawa-senyawa

organik terhalogenasi seperti pestisida dan herbisida, maupun nutrisi dalam air seperti

nitrogen dan fosfat pada perairan tergenang.

Pengolahan air tercemar secara biologi pada prinsipnya adalah meniru proses alami self

purification di sungai dalam mendegradasi polutan melalui peranan mikroorganisma.

Peranan mikroorganisme pada proses self purification ini pada prinsipnya ada dua yaitu:

pertumbuhan mikroorganisme menempel dan tersuspensi.

a)      Pertumbuhan mikroorganisme menempel

Mikroorganisme ini keberadaannya menempel pada suatu permukaan misalnya pada batuan

ataupun tanaman air. Selanjutnya diaplikasikan pada Instalasi Pengolahan Air Limbah

(IPAL) misalnya dengan sistemtrickling filter. Selama pengolahan aerobik air limbah

domestik, genus bakteri yang sering ditemukan berupa gram-negatif berbentuk batang

heterotrofik organisme, termasuk Zooglea, Pseudomonas, Chromobacter, Achromobacter,

Alcaligenes dan Flavobacterium. Filamentous bakteri seperti genera Beggiatoa, Thiotrix dan

Sphaerotilus juga ditemukan dalam biofilm, sebagaimana organisme seperti Nitrosomonas

dan nitrifikasi Nitrobacter.

b)      Pertumbuhan mikroorganisme yang tersuspensi

Mikroorganisme ini keberadaannya dalam bentuk suspensi di dalam air yang tercemar.

Selanjutnya diaplikasikan pada IPAL dengan sistem lumpur aktif konvensional menggunakan

bak aerasi maupun sistem SBR (Sequence Batch Reactor). Berbeda dengan mikroorganisme

yang menempel, sistem pertumbuhan mikroorganisme yang tersuspensi terdiri dari agregat

mikroorganisme yang pada umumnya tumbuh sebagai flocs dalam kontak dengan air limbah
pada waktu pengolahan. Agregat atau flocs, yang terdiri dari berbagai spesies mikroba,

berperan dalam penurunan polutan. Umumnya spesies mikroba ini terdiri dari bakteri,

protozoa dan metazoa. Pada sistem kolam stabilisasi, organisme phototrophic, yang

memanfaatkan berbagai akseptor elektron, dapat dimanfaatkan untuk mencapai pengolahan

yang baik dengan mengabaikan masukan energi. Pengembangan penerapan kedua proses

tersebut dalam teknologi pengolahan air limbah dapat digabungkan berupa hybrid reactor.

Untuk bioremediasi air tercemar memerlukan beberapa tahapan. Tahapan tersebut

meliputi: isolasi bakteri, pengujian bakteri dalam mengdegradasi zat pencemar, identifikasi,

dan perbanyakan bakteri. Bagi pengggunaan bakteri indigenous, seperti yang dipersyaratkan

oleh Kep Men LH No.128 (2003), tahap isolasi bakteri merupakan langkah awal yang harus

diperhatikan.

  Teknik Isolasi Bakteri, Pengujian Bakteri, dan Identifikasi Bakteri

Isolasi bakteri yang baik dan benar dapat menentukan bakteri yang cocok dalam proses

remediasi air limbah yang diinginkan. Oleh karena itu prinsip pemilihan bakteri hasil isolasi

dapat memberikan kinerja penurunan kadar polutan yang optimal. Karena secara alami

jumlah bakteri yang diinginkan terdapat dalam jumlah sedikit, malah lebih banyak bakteri

yang tidak diinginkan, maka diperlukan proses isolasi untuk memperbanyak bakteri yang

dimaksud. Tujuan mengisolasi bakteri adalah untuk mendapatkan bakteri yang diinginkan

dengan cara mengambil sampel mikroba dari lingkungan yang ingin diteliti. Dari sampel

tersebut kemudian dikultur/dibiakkan dengan menggunakan media universal atau media

selektif, tergantung tujuan yang ingin dicapai (Tortora, 2010 dalam Bambang Priyadie 2012).

Bahan nutrisi dipersiapkan untuk pertumbuhan bakteri di laboratorium yang disebut

kultur media. Beberapa bakteri dapat tumbuh dengan baik pada hampir semua media kultur;

lainnya memerlukan media kultur khusus yang pada akhirnya akan ada suatu pertumbuhan

yang disebut inokulum. Untuk tujuan tersebut diperlukan media yang diperkaya (enrichment
culture) untuk memperbanyak bakteri yang dimaksud. Pada medium yang diperkaya,

termasuk juga media selektif, biasanya menyediakan nutrisi dan kondisi lingkungan yang

mendukung pertumbuhan mikroba yang diinginkan tetapi menghambat bakteri lainnya.

Setelah itu, media yang mengandung mikroorganisme diinginkan tersebut selanjutnya

diinkubasi selama beberapa hari, kemudian sejumlah kecil inokulum dipindahkan ke lain

media dengan komposisi media yang sama. Setelah serangkaian transfer tersebut,

mikroorganisme yang masih hidup akan terdiri dari bakteri yang mampu melakukan

metabolisme bahan organik. Setelah populasi bakteri bertambah dilakukan isolasi pada

medium agar yang diinkubasi selama 3 hari. Dari hasil inkubasi tersebut diperoleh koloni-

koloni bakteri untuk selanjutnya akan diambil koloni yang dominan untuk diamati dan dibuat

sub kultur murninya untuk digunakan dalam penurunan zat pencemar. Identifikasi dapat

dilakukan dengan beberapa cara termasuk : pengamatan morfologi sel, pewarnaan gram, dan

uji biokimia. Selain berdasarkan morfologi, bakteri juga dibedakan menjadi 3 bentuk

meliputi: bentuk bulat (kokus), bentuk batang (basil), dan bentuk spiral.

  Perbanyakan bakteri

Setelah didapatkan isolat yang diinginkan, uji degradasi, dan identifikasi bakteri,

selanjutnya adalah membuat perbanyakan bakteri untuk uji skala lapangan. Perbanyakan

bakteri atau pengembangan inokulum ini merupakan proses untuk memproduksi inokulum.

Medium pengembangan inokulum harus cukup serupa dengan medium produksi. Hal ini

dimaksudkan untuk meminimalkan periode adaptasi dengan mereduksi fase lag. Perbanyakan

bakteri atau pengembangan inokulum ini merupakan proses untuk memproduksi inokulum

dengan jumlah yang besar sehingga menjaga keberlangsungan. Perbanyakan bakteri

indigenous dilakukan melalui tahapan: pembuatan kultur stok, pemeliharaan kultur,

perbanyakan kultur tahap I, perbanyakan kultur tahap II, dan pembuatan kultur produksi.
Untuk lebih jelasnya tentang bagaimana pemanfaatan bioremidiasi dalam mengatasi

masalah lingkungan ini, maka penulis akan mengambil contoh bagaimana pemanfaatan

bakteri pseudomonas untuk bioremediasi akibat pencemaran minyak bumi.

         Pseudomonas Sp merupakan bakteri hidrokarbonoklastik yang mampu mendegradasi

berbagai jenis hidrokarbon. Keberhasilan penggunaan bakteri Pseudomonas dalam upaya

bioremediasi lingkungan akibat pencemaran hidrokarbon membutuhkan pemahaman tentang

mekanisme interaksi antara bakteri Pseudomonas sp dengan senyawa hidrokarbon.

Kemampuan bakteri Pseudomonas sp. IA7D dalam mendegradasi hidrokarbon dan dalam

menghasilkan biosurfaktan menunjukkan bahwa isolat bakteri Pseudomonas sp IA7D

berpotensi untuk digunakan dalam upaya bioremediasi lingkungan akibat pencemaran

hidrokarbon.

Bahan utama minyak bumi adalah hidrokarbon alifatik dan aromatik. Selain itu, minyak

bumi juga mengandung senyawa nitrogen antara 0-0,5%, belerang 0-6%, dan oksigen 0-

3,5%. Terdapat sedikitnya empat seri hidrokarbon yang terkandung di dalam minyak bumi,

yaitu seri n-paraffin (n-alkana) yang terdiri atas metana (CH4) sampai aspal yang memiliki

atom karbon (C) lebih dari 25 pada rantainya, seri iso-paraffin (isoalkana) yang terdapat

hanya sedikit dalam minyak bumi, seri neptena (sikloalkana) yang merupakan komponen

kedua terbanyak setelah n-alkana, dan seri aromatik (benzenoid). Sedangkan bakteri

pseudomonas yang umum digunakan dalam biioremidiasi ini antara lain: Pseudomonas

aeruginosa, Pseudomonas stutzeri, Pseudomonas diminuta.

Salah satu faktor yang sering membatasi kemampuan bakteri Pseudomonas dalam

mendegradasi senyawa hidrokarbon adalah sifat kelarutannya yang rendah, sehingga sulit

mencapai sel bakteri. Oleh karena itu, untungnya, bakteri Pseudomonas dapat memproduksi

biosurfaktan. Kemampuan bakteri Pseudomonas dalam memproduksi biosurfaktan berkaitan


dengan keberadaan enzim regulatori yang berperan dalam sintesis biosurfaktan. Ada 2

macam biosurfaktan yang dihasilkan bakteri Pseudomonas :

1.      Surfaktan dengan berat molekul rendah (seperti glikolipid, soforolipid, trehalosalipid, asam

lemak dan fosfolipid) yang terdiri dari molekul hidrofobik dan hidrofilik. Kelompok ini

bersifat aktif permukaan, ditandai dengan adanya penurunan tegangan permukaan medium

cair.

2.      Polimer dengan berat molekul besar, yang dikenal dengan bioemulsifier polisakarida

amfifatik. Dalam medium cair, bioemulsifier ini mempengaruhi pembentukan emulsi serta

kestabilannya dan tidak selalu menunjukkan penurunan tegangan permukaan medium.

Biosurfaktan merupakan komponen mikroorganisme yang terdiri atas molekul hidrofobik

dan hidrofilik, yang mampu mengikat molekul hidrokarbon tidak larut air dan mampu

menurunkan tegangan permukaan. Selain itu biosurfaktan secara ekstraseluler menyebabkan

emulsifikasi hidrokarbon sehingga mudah untuk didegradasi oleh bakteri. Biosurfaktan

meningkatkan ketersediaan substrat yang tidak larut melalui beberapa mekanisme. Dengan

adanya biosurfaktan, substrat yang berupa cairan akan teremulsi dibentuk menjadi misel-

misel, dan menyebarkannya ke permukaan sel bakteri. Substrat yang padat dipecah oleh

biosurfaktan, sehingga lebih mudah masuk ke dalam sel.

Pelepasan biosurfaktan ini tergantung dari substrat hidrokarbon yang ada. Ada substrat

(misal seperti pada pelumas) yang menyebabkan biosurfaktan hanya melekat pada permukaan

membran sel, namun tidak diekskresikan ke dalam medium. Namun, ada beberapa substrat

hidrokarbon (misal heksadekan) yang menyebabkan biosurfaktan juga dilepaskan ke dalam

medium. Hal ini terjadi karena heksadekan menyebabkan sel bakteri lebih bersifat hidrofobik.

Oleh karena itu, senyawa hidrokarbon pada komponen permukaan sel yang hidrofobik itu

dapat menyebabkan sel tersebut kehilangan integritas struktural selnya sehingga melepaskan
biosurfaktan untuk membran sel itu sendiri dan juga melepaskannya ke dalam medium.

Terdapat tiga cara transpor hidrokarbon ke dalam sel bakteri secara umum yaitu :

1.      Interaksi sel dengan hidrokarbon yang terlarut dalam fase air. Pada kasus ini, umumnya

rata-rata kelarutan hidrokarbon oleh proses fisika sangat rendah sehingga tidak dapat

mendukung.

2.      Kontak langsung (perlekatan) sel dengan permukaan tetesan hidrokarbon yang lebih besar

daripada sel mikroba. Pada kasus yang kedua ini, perlekatan dapat terjadi karena sel bakteri

bersifat hidrofobik. Sel mikroba melekat pada permukaan tetesan hidrokarbon yang lebih

besar daripada sel dan pengambilan substrat dilakukan dengan difusi atau transpor aktif.

Perlekatan ini terjadi karena adanya biosurfaktan pada membrane sel bakteri Pseudomonas.

3.      Interaksi sel dengan tetesan hidrokarbon yang telah teremulsi atau tersolubilisasi oleh

bakteri. Pada kasus ini sel mikroba berinteraksi dengan partikel hidrokarbon yang lebih kecil

daripada sel. Hidrokarbon dapat teremulsi dan tersolubilisasi dengan adanya biosurfaktan

yang dilepaskan oleh bakteri pseudomonas ke dalam medium.

B.     Fitoremidiasi

Disamping menggunakan bioremidiasi, masalah lingkungan tersebut dapat ditanggulangi

dengan fitoremidiasi. Apabila dilihat dari susunan katanya fitoremidiasi berasal dari kata

Phyto asal kata Yunani/ greek “phyton” yang berarti tumbuhan/tanaman (plant), dan

Remediation yang berasal dari kata latin yakni remediare (to remedy) yaitu memperbaiki/

menyembuhkan atau membersihkan sesuatu. Sehingga Fitoremediasi (Phytoremediation)

merupakan suatu sistem dimana tanaman tertentu yang bekerja sama dengan mikroorganisme

dalam media (tanah, koral dan air) dapat mengubah zat kontaminan (pencemar/pollutan)

menjadi kurang atau tidak berbahaya bahkan menjadi bahan yang berguna secara ekonomi.

Pemahaman lain mengenai fitoremidiasi adalah upaya penggunaan tanaman dan bagian-

bagiannya untuk dekontaminasi limbah dan masalah-masalah pencemaran lingkungan baik


secara ex-situ menggunakan kolam buatan atau reactor maupun in-situ (langsung di

lapangan) pada tanah atau daerah yang terkontaminasi limbah. Secara singkatnya dapat

dikatakan bahwa fitoremidiasi adalah penggunaan tanaman-tanaman tertentu (keseluruhan

atau bagiannya) untuk mengatasi limbah.

Keuntungan fitoremediasi selain mudah juga merupakan alternatif yang murah

dibandingkan dengan cara remediasi fisiko-kimia maupun bioremediasi yang menggunakan

mikroorganisme (bakteri, kapang dan jamur). Adapun keterbatasan sistem fitoremediasi

adalah terutama yang berhubungan dengan batasan konsentrasi kontaminan yang dapat

ditolerir oleh tanaman, masalah kebocoran kontaminan yang sangat larut dalam air dan

lamanya waktu yang diperlukan pada fitoremediasi tanah yang tercemar.

(http://pkrlt.ugm.ac.id/files/2006%20.html)

  Penerapan Fitoremidiasi

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa fitoremidiasi merupakan suatu upaya

untuk menanggulangi pencemaran dengan menggunakan tumbuhan tertentu (keseluruhan

atau bagian-bagiannya). Tumbuh-tumbuhan yang digunakan umumnya adalah tumbuhan

yang dapat mendegradasi polutan. Tumbuhan yang digunakan antara lain enceng gondok

(Eichhornia crassipes) dengan fitoremediasi phospat. Berdasarkan penelitian-penelitian yang

telah dilakukan tanaman enceng gondok memiliki kemampuan untuk mengolah limbah, baik

itu berupa logam berat, zat organik maupun anorganik. Selain itu Sheffield (1997)

melaporkan bahwa tanaman ini mampu menurunkan konsentrasi ammonia sebesar 81%

dalam waktu 10 hari. Tumbuh-tumbuhan lain yang digunakan juga yaitu, Solanum nigrum,

Anturium Merah/ Kuning, Alamanda Kuning/ Ungu, Akar Wangi, Bambu Air, Cana Presiden

Merah/Kuning/ Putih, Dahlia, Dracenia Merah/ Hijau, Heleconia Kuning/ Merah, Jaka,

Keladi Loreng/Sente/ Hitam, Kenyeri Merah/ Putih, Lotus Kuning/ Merah, Onje Merah,
Pacing Merah/ Mutih, Padi-padian, Papirus, Pisang Mas, Ponaderia, Sempol Merah/Putih,

Spider Lili, dll.

  Cara berlangsungnya proses fitoremidiasi

Proses dalam sistem ini berlangsung secara alami dengan 6 tahap proses secara serial

yang dilakukan tumbuhan terhadap zat kontaminan/ pencemar yang berada disekitarnya.

1)      Phytoacumulation (phytoextraction) yaitu proses tumbuhan menarik zat kontaminan dari

media sehingga berakumulasi disekitar akar tumbuhan. Proses ini disebut juga

Hyperacumulation

2)      Rhizofiltration (rhizo= akar) adalah proses adsorpsi atau pengedapan zat kontaminan oleh

akar untuk menempel pada akar. Percobaan untuk proses ini dilakukan dengan menanan

bunga matahari pada kolam mengandung radio aktif untuk suatu test di Chernobyl, Ukraina.

3)      Phytostabilization yaitu penempelan zat-zat contaminan tertentu pada akar yang tidak

mungkin terserap kedalam batang tumbuhan. Zat-zat tersebut menempel erat (stabil ) pada

akar sehingga tidak akan terbawa oleh aliran air dalam media.

4)      Rhyzodegradetion disebut juga enhenced rhezosphere biodegradation, atau plentedassisted

bioremidiation degradation, yaitu penguraian zat-zat kontaminan oleh aktivitas microba yang

berada disekitar akar tumbuhan. Misalnya ragi, fungi dan bacteri.

5)      Phytodegradation (phyto transformation) yaitu proses yang dilakukan tumbuhan untuk

menguraikan zat kontaminan yang mempunyai rantai molekul yang kompleks menjadi bahan

yang tidak berbahaya dengan dengan susunan molekul yang lebih sederhan yang dapat

berguna bagi pertumbuhan tumbuhan itu sendiri. Proses ini dapat berlangsung pada daun ,

batang, akar atau diluar sekitar akar dengan bantuan enzym yang dikeluarkan oleh tumbuhan

itu sendiri. Beberapa tumbuhan mengeluarkan enzym berupa bahan kimia yang mempercepat

proses proses degradasi.


6)      Phytovolatization yaitu proses menarik dan transpirasi zat contaminan oleh tumbuhan

dalam bentuk yang telah larutan terurai sebagai bahan yang tidak berbahaya lagi untuk

selanjutnya di uapkan ke admosfir. Beberapa tumbuhan dapat menguapkan air 200 sampai

dengan 1000 liter perhari untuk setiap batang.

Beberapa aplikasi dari fitoremidiasi yang telah dilakukan antara lain :

1)      Menghilangkan logam berat yang mencemari tanah dan air tanah, seperti yang dilakukan di

New Zealand, lokasi : Opotiki, Bay of Plenty. Membersihkan tanah yang tercemar cadmium

(Cd oleh penggunaan pesticida) dengan menanam pohon poplar.

2)      Membersihkan tanah dan air tanah yang mengandung bahan peledak (TNT, RDX dan

amunisi militer) di Tennese, USA, dengan menggunakan metode wetland yaitu kolam yang

diberi media koral yang ditanami tumbuhan air dan kemudian dialirkan air yang tercemar

bahan peledak tersebut. Tumbuhan yang digunakan seperti: Sagopond (Potomogeton

pectinatus), Water stargas (Hetrathera), Elodea (Elodea Canadensis) dan lain-lain.

3)      Pengolahan limbah domestik dengan konsep fitoremediasi dengan metoda Wet land, seperti

yang diterapkan dibeberapa tempat di Bali dengan sebutan wastewater garden (WWG) atau

terkenal dengan Taman Bali seperti yang terlihat di Kantor Camat Kuta, Sunrise School, dan

Kantor Gubernur Bali. Wetland ini berupa kolam dari pasangan batu kemudian diisi media

koral setinggi 80 cm yang ditanami tumbuhan air (Hydrophyte) selanjutnya dialirkan air

limbah (grey water dan effluen dari sptictank). Air harus dijaga berada pada ketinggian 70 cm

atau 10 cm dibawah permukaan koral agar terhindar dari bau dan lalat/ serangga lainnya.

Untuk menghindari kloging (mampet) pada lapisan koral maka air limbah sebelum masuk

unit wet land ini harus dilewatkan unit pengendap partikel discret. Berdasarkan hasil test

laboratorium terhadap influen dan effluent.

2.3  Manfaat Bioteknologi Bagi Lingkungan


Bioteknologi dapat dimanfaatkan untuk perbaikan lingkungan. Berikut ini adalah manfaat

bioteknologi bagi lingkungan.

1.      Mengolah limbah

Terdapat banyak mikroorganisme yang bisa mencerna karbohidrat, protein, lemak,

minyak, selulosa, plastik, dan minyak. Berbagai spesies mikroorganisme tersebut bisa

dipergunakan untuk keperluan tertentu. Para ilmuwan meneliti dan “menangkap”

mikroorganisme tersebut untuk dikultur di laboratorium. Sejumlah bakteri yang bisa

mencerna minyak dan selulosa sudah berhasil diperoleh. Selama itu, juga pernah adanya

penelitian terhadap campuran mikroorganisme yang bisa mencerna sampah dengan cara yang

lebih efektif.

a) Mikroorganisme Pengolah Limbah

Mikroorganisme dapat dimanfaatkan oleh kalangan industri untuk mengolah limbah

sebelum limbahnya dibuang ke lingkungan. Misalnya, industri yang limbahnya mengandung

lemak dapat memanfaatkan mikroorganisme pencerna lemak sebelum membuang limbah ke

sungai. Proses pengolahan limbah dengan metode biologi adalah metode yang memanfaatkan

mikroorganisme sebagai katalis untuk menguraikan material yang terkandung di dalam air

limbah. Mikroorganisme yang digunakan umumnya bakteri aerob. Proses pengolahan air

limbah yaitu:

 Pengumpulan

 Pemilahan

 Pengaliran limbah

 Pengendapan

 Proses aerob

 Kucuran air
 Proses anaerob

Pembuangan sampah mikroorganisme yang didapat didaftarkan untuk memperoleh hak

paten. Mikroorganisme tersebut bisa dimanfaatkan dalam dunia industri untuk mengolah

limbah sebelum akhirnya dibuang ke lingkungan. Contohnya, industri yang limbahnya

terdapat kandungan lemak bisa memanfaatkan mikroorganisme yang dapat mencerna lemak

sebelum akhirnya limbah dibuang ke sungai. Contohnya yaitu cacing tanah.

Cacing tanah bisa mengurangi pencemaran oleh sampah organik. Hal ini karena cacing

tanah mencerna sisa-sisa bahan organik yang terdapat di dalam tanah, seperti ranting, sisa

dedaunan, dan sampah organik lainnya. Kotoran cacing tanah mengandung banyak nitrogen

sehinga bisa menyuburkan tanah.Cacing tanah termasuk hewan tingkat rendah karena tidak

mempunyai tulang belakang (invertebrata). Cacing tanah termasuk kelas Oligochaeta. 

Di Indonesia, cacing tanah telah banyak diternakkan. Sentra peternakan cacing terbesar

terdapat di Jawa Barat khususnya Bandung-Sumedang dan sekitarnya. Manfaat Cacing

Tanah:

 Mengurangi pencemaran sampak organik

 Menyuburkan tanah

 Memperbaiki aerasi dan struktur tanah

 Meningkatkan ketersediaan air tanah

2.      Biogas

Biogas adalah gas metana yang bisa menghasilkan energi yang tidak menimbulkan polusi.

Biogas dibuat dengan cara pemanfaatan kotoran ternak, sehingga bisa mengurangi

pencemaran oleh kotoran ternak, dan sisa-sisa biogas bisa dimanfaatkan sebagai

pupuk. Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh

mikroorganisme pada kondisi langka oksigen (anaerob). Komponen biogas antara lain
sebagai berikut : ± 60 % CH4 (metana), ± 38 % CO2 (karbon dioksida) dan ± 2 % N2, O2,

H2, & H2S.

a) Pembuatan Biogas

Biogas dibuat dengan memanfaatkan kotoran ternak, karena itu dapat mengurangi

pencemaran oleh kotoran ternak, dan sisa-sisa biogas dapat dimanfaatkan untuk pupuk.

Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik secara anaerobik

(tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan gas yang sebagian besar adalah berupa gas

metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) dan karbon dioksida, gas inilah yang disebut

biogas.

Bakteri yang membantu pembentukan biogas :

 Bakteri fermentative

 Bakteri asetogenik

  Bakteri metana

Bioteknologi memiliki banyak manfaat bagi lingkungan diantara sebagai

bioremediasi, bioleaching yaitu pelepasan logam dari mineral atau sedimen, memproduksi

pupuk hayati yang mudah didegradasi oleh lingkungan serta mengurangi limbah plastik

dengan memproduksi bioplastik yang berasal dari gula, lemak, protein dan serat tanaman

(Fahmideh et al., 2014).

Pendekatan bioteknologi dengan memanfaatkan penggunaan bakteri

Desulfotomaculum orientis ICBB1204 dapat menurunkan kandungan Cr pada air limbah

industri hingga 92,7% selama 30 hari (Santosa et al., 2008). Penggunaan bioplastik akan

mengurangi permasalahan lingkungan yang mana sampah plastik saat ini menjadi

permasalahan di seluruh dunia. Bioplastik adalah plastik yang dapat digunakan seperti

layaknya plastik pada umumnya namun ketika dibuang ke tanah akan mudah didekomposisi
oleh mikroorganisme tanah dan akan menghasilkan senyawa asalnya yaitu air dan karbon

dioksida (Yuniarti et al., 2014).

Bioleaching merupakan aplikasi dari bioteknologi lingkungan yang

memanfaatkan mikroorganisme dalam prosesnya. Bioleaching di Indonesia diterapkan untuk

mengekstraksi emas, pyrate, tembaga dan besi. Penicillium chrysogenum dapat dimanfaatkan

untuk mengekstraksi logam nikel dan menghasilkan 12,87% sedangkan Aspergillus niger

menghasilkan 11,83% (Kurniawan et al., 2018). Penelitian lain melaporkan bahwa bakteri

mixotrop dapat mengekstraksi nikel sebesar 34,3% menggunakan substrat organik air lindi

dengan penambahan belerang 20% setelah proses berlangsung selama 28 hari (Mubarok et

al., 2016).

Pada pengatasan permasalahan lingkungan hidup, bioteknologi lingkungan

memanfaatkan mikroba serta jasad biologi yang lebih besar dalam kegiatan pengolahan

limbah (purifikasi/pemurnian kembali) pada khususnya serta untuk memperbaiki kualitas

lingkungan pada umumnya. Pemanfaatan jasad biologi ini sangat diharapkan, karena

dianggap lebih alami dan tidak membahayakan dibandingkan dengan menggunakan bahan-

bahan pemurni lain (Susilowati, 2007). Pemanfaatan mikroorganisme untuk pengolahan

limbah pada awalnya ditemukan melalui pengamatan ekologi yang didukung oleh ilmu dasar

lainnya di bidang biologi, misalnya botani, biokimia, taksonomi, dll. Temuan dari survey ini

kemudian dibuat kultur dan diuji efektifitasnya untuk kemudian dijadikan sediaan jika

sewaktu-waktu diperlukan bantuannya untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan.

Dalam pengolahan limbah, jasad biologi pada awalnya bukan hal yang

menarik bagi orang teknik, karena memang bukan bidangnya. Namun ternyata mereka sangat

membutuhkan mikroba tersebut dalam kegiatan pengolahan limbah, terutama dalam kegitan

pengolahan limbah organik, untuk itulah bioteknologi secara perlahan dikembangkan di

bidang lingkunga
BAB III

PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa :

1.      Bioteknologi merupakan pemanfaatan organisme hidup baik secara keseluruhan maupun

bagian dari organisme tersebut untuk mengahasilkan barang dan jasa yang bermanfaat bagi

manusia.

2.      Bioteknologi lingkungan merupakan aplikasi dari bioteknologi dibidang lingkungan.

3.      Aplikasi bioteknologi dibidang lingkungan antara lain adalah bioremidiasi dan

fitoremidiasi.

4.      Dalam bidang pengelolaan lingkungan hidup, bioteknologi juga

memegang peranan yang penting. Misalnya, penggunaan bakteri aktif di

instalansi-instalansi pengolahan air limbah. Untuk mengefisienkan

pengolahan limbah, digunakan mikroorganisme yang dapat mengubah

sampah organik menjadi substansi yang lebih sederhana.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006. Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang Menuju Pemanfaatan Lahan Yang

Berkelanjutan:  Leaflet Seminar Nasional.

http://pkrlt.ugm.ac.id/files/2006%20.html

(Di unduh 20/03/2014)

Anonim. 2010. Pemanfaatan Bakteri Pereduksi Sulfat untuk Bioremediasi Tanah Bekas

Tambang Batubara.

http://goblog06.blogspot.com/2010/05/pemanfaatan-bakteri-pereduksi-sulfat02.html.

(Di unduh 20/03/2014)

Hardyanti, nurandani, dkk. 2007. Fitoremediasi Phospat dengan Pemanfaatan Enceng

Gondok (Eichhornia Crassipes), (Studi Kasus pada Limbah Cair Industri Kecil Laundry).

Jurnal presipitasi.

Priadie, bambang. 2012. Teknik Bioremediasi Sebagai Alternatif dalam Upaya Pengendalian

Pencemaran Air. Jurnal ilmu lingkungan.

Rahadjanto, Abdulkadir. 2011. Peranan Bioteknologi Dalam Restorasi Lingkungan.

Universitas Muhamadiyah Malang. Vol. 14 No. 1.

Santosa, D, A. 2008. Bioteknologi Lingkungan Untuk Penanggulangan Limbah Mengandung

Krom. Institut Pertanian Bogor. Vol. 10 No. 2.

Anda mungkin juga menyukai