Anda di halaman 1dari 23

SEMINAR

KUALITAS POC BERBAHAN DASAR AIR LIMBAH LELE SANGKURIANG (Clarias


gariepinus var.) DAUN GAMAL (Gliricidia sepium) dan KULIT PISANG KEPOK (Musa
paradisiaca L.)

Disusun Oleh:
Brian Andika Purba
NPM: 190802074

UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA


FAKULTAS TEKNOBIOLOGI
PROGRAM STUDI BIOLOGI
YOGYAKARTA
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Telah disetujui untuk diujikan dalam seminar


pada hari Jumat tanggal 10 November 2023
naskah proposal penelitian dengan judul:

Kualitas POC Berbahan Dasar Air Limbah Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus var),
Daun Gamal (Gliricidia sepium), Dan Kulit Pisang Kepok (Musa paradisiaca L.)

Disusun Oleh:
Nama Mahasiswa : Brian Andika Purba
NPM : 190802074
Konsentrasi Studi : Teknobio-Lingkungan

Disetujui oleh:

Dosen Pembimbing Utama, Dosen Penguji,

(Drs. Wibowo Nugroho Jati, M. S.) (apt. Dr. Sendy Junedi, M.Sc)

Dosen Pembimbing Pendamping,

(Dra. L. Indah Murwani, M.Si.) (Benediktus Yudo Leksono, S.T.P., M.Sc.)


I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penggunaan pupuk organik cair mampu menjadi solusi dalam

mengurangi pemakaian pupuk anorganik yang berlebihan. Namun kelemahan

pupuk organik cair pada umumnya kandungan unsur hara yang rendah dan

lambat tersedia bagi tanaman (Jusuf, 2006). Pupuk organik cair adalah larutan

dari hasil pembusukan bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, limbah

agroindustri dan kotoran hewan yang memiliki kandungan lebih dari satu

unsur hara (Rasmito dkk. 2019).

Salah satu jenis pupuk yang dimanfaatkan sebagai pupuk organik cair

adalah bahan organik yang berasal dari sisa dedaunan, limbah buahan atau

limbah ikan yang dihancurkan. Bahan organik yang telah dihancurkan sampai

halus nantinya akan dikombinasikan dengan air limbah budidaya ikan lele

sebagai media tanam. Selanjutnya dilakukan proses penambahan Effective

Microorganisms-4 dan molase pada campuran bahan organik dan air limbah

ikan lele untuk proses fermentasi. Fermentasi berlangsung dengan bantuan

mikroorganisme yang mengubah bahan organik menjadi pupuk organik. Uji

mikroorganisme dilakukan untuk mengetahui bakteri apa yang terdapat dan

berperan pada proses fermentasi pupuk organik cair (Rasmito dkk. 2019).

Air limbah ikan lele merupakan salah satu masalah dalam berternak

ikan lele baik ikan lele yang di budidayakan kolam beton, terpal, dan drum,

hal ini disebabkan air limbah lele mengeluarkan bau tak sedap dan dibuang

begitu saja tanpa dimanfaatkan. Pembuangan air limbah dari budidaya lele
2

dapat mempengaruhi kualitas perairan di lingkungan sekitarnya serta dapat

mengganggu kehidupan organisme akuatik. Air limbah budidaya ikan lele

adalah salah satu limbah yang berasal dari pakan buatan yang memiliki

kandungan protein tinggi untuk kelangsungkan hidup atau pertumbuhan ikan.

Hasil dari sisa pakan yang tidak termakan, kotoran di kolam ikan lele

mengandung unsur hara makro dan mikro yang berupa kotoran, urine dan

makan tambahan dari dedaunan hijau. Limbah cair budidaya lele merupakan

limbah organik yang berfungsi untuk memperbaiki struktur tanah, dan

memperbaiki kehidupan mikroorganisme tanah (Akmal dkk. 2019).

Menurut Kesuma dkk. (2015) air limbah budidaya ikan lele

mengandung unsur hara makro dan mikro dapat dimanfaatkan sebagai sumber

nutrisi untuk pertumbuhan tanaman. Air limbah ikan lele mengandung unsur

hara berkisar 0,06-0,62 % (C-organik), 0,49-1,32 % (Nitrogen), 06-0,35%

(fosfor), 0,22-4,97 % untuk Kalsium, 0,07 mg/L untuk Magnesium, 0,03 mg/L

untuk Besi, 0,005 mg/L. Pemanfaatan kotoran ikan juga dapat memenuhi

unsur hara sebagai nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman

(Samsundari dan Ganjar, 2013). Menurut Adithya dkk. (2015) kandungan

pupuk organik padat dengan 4 kg limbah ikan adalah 2,26% N, 1,44% P dan

0,95% K, hal ini dapat dimanfaatkan dengan penambahan bahan organik

sebagai nutrisi tanaman.

Tanaman gamal merupakan tanaman golongan legum yang

memiliki kandungan hara esensial yang cukup tinggi. Menurut Qoniah

dan Umi (2019), kandungan daun gamal yaitu 3-6 % N, 0,31% P, 0,77%
3

K, 15-30% serat kasar, dan 10% abu. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan dengan konsentrasi 0, 40, 80, dan 120 ml/liter air

menunjukkan bahwa pupuk cair daun gamal secara umum berpengaruh

signifikan terhadap pertumbuhan sawi. Daun gamal memiliki kandungan

nitrogen yang cukup tinggi dengan C/N rendah, membuat biomassa tanaman

ini mudah mengalami dekomposisi (Jusuf, 2007).

Kulit pisang ialah sisa pembuangan dari kulit buah pisang yang tidak

terpakai dan menjadi limah yang mengandung unsur kimia seperti

magnesium, sodium, fosfor dan sulfur dan kandungan unsur hara yang

ada dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Kulit pisang kepok salah

satu limbah organik yang dapat digunakan sebagai pupuk organik cair karena

kandungan fosphor dan kalium yang tinggi. Berdasarkan analisis yang

dilakukan maka dapat diketahui bahwa kandungan unsur hara yang

terdapat di pupuk cair kulit pisang kepok yaitu, N-total 0,18%; P2O5

0,043%; C-organik 0,55%; pH 4,5; C/N 3,06%; dan K2O 1,137% (Nasution

dkk. 2014).

Berdasarkan hasil penelitan terdahulu yang telah dilakukan oleh

Widyabudiningsih dkk., 2021 dengan menguji kualitas pupuk organik cair

kulit buah pisang, mangga, nanas dan ditambah EM4 dengan melakukan

rancangan percobaan 7 perlakuan dan dilakukan pengambilan sampel pada

hari ke-7, 14, 24 dan 34. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pupuk organik

cair kualitas terbaik dengan kandungan C-Organik, N-total, P2O5 dan K2O

dengan masing-masing nilai sebesar 17,4%, 6,05%, 0,15%, dan 2,50% dengan
4

fermentasi optimum selama 7-14 hari. Waktu optimum pada fermentasi

diketahui dari waktu fermentasi yang memberikan hasil terbaik yaitu selama 7-

14 hari, setelah itu tidak ada memberikan kenaikan unsur hara lagi.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh

Gustiar dkk., 2020 dengan analisis pupuk organik cair air limbah ikan lele

dengan penambahan bahan dan EM 4 dengan metode mineralisasi aerobik dan

anaerobik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan hara nitrogen

paling tinggi terdapat pada perlakuan terdapat pada perlakuan penambahan

daun gamal dan kulit pisang kepok pada kondisi aerob. Kadungan kalium dan

fosfor tertinggi terdapat pada penambahan air limbah ikan, daun gamal dan

kulit pisang dengan sistem mineralisasi anaerob.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan untuk mengetahui uji kualitas

pupuk organik cair dari air limbah ikan lele, daun gamal, kulit pisang kepok

sebelumnya sudah dilakukan dan sudah menjadi POC. Namun berdasarkan

penelitian sebelumnya NPK yang didapat belum sesuai SNI dan belum ada

identifikasi mikroorganisme yang berperan pada proses fermentasi. Maka dari

itu perlu dilakukan penelitian lanjutan agar kekurangan yang terdapat pada

penelitian dapat menjadi data baru dan dapat digunakan nantinya.

Pembaharuan penelitian ini yaitu menggunakan air limbah ikan lele, daun

gamal, dan kulit pisang kepok dengan variasi 14 dan 30 hari. Penelitian ini

juga dilakukan uji identifikasi mikroorganisme yang berperan pada proses

fermentasi dan analisis NPK yang diharpkan nantinya sesuai dengan SNI.
5

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kandungan nitrogen, fosfor, kalium pada POC dari air limbah
lele, daun gamal, dan kulit pisang kepok?
2. Berapa lama waktu fermentasi yang optimal pada pembuatan pupuk
organik cair limbah air ikan lele, daun gamal, dan kulit pisang kepok?
3. Apa saja bakteri yang berperan pada proses pembuatan POC dari air limbah
lele, daun gamal, dan kulit pisang kepok?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui kandungan nitrogen, phosfor, kalium pada POC dari air limbah

lele, daun gamal, dan kulit pisang kepok.

2. Mengetahui waktu fermentasi yang optimal pada pembuatan pupuk organik

cair air limbah ikan lele, daun gamal, dan kulit pisang kepok.

3. Mengetahui bakteri yang berperan pada proses pembuatan POC dari air

limbah lele, daun gamal, dan kulit pisang kepok.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat antara lain untuk

membantu peternak lele dalam meminimalisir pembuangan air limbah ikan

lele dengan memanfaatkan air limbah ikan lele sebagai pupuk organik cair,

juga diharapkan dapat memberikan sumber informasi bagi masyarakat dalam

penggunaan dan pembuatan pupuk organik cair dari air limbah ikan lele, daun

gamal, dan kulit pisang kepok.


II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pupuk Organik Cair

Pupuk organik cair merupakan pupuk yang berasal dari bahan ogranik

tumbuhan dan hewan yang telah mengalami dekomposisi serta memiliki

bentuk produk berupa cairan. Pupuk organik cair dinilai lebih efektif dalam

meningkatkan pertumbuhan dan tanaman yang dihasilkan karena dapat

menjaga stabilitas unsur hara dalam tanah, dapat mengurangi dampak sampah

organik di lingkungan sekitar, mudah menyerap, serta dapat memupuk dan

menyiram tanaman secara bersamaan. Proses pembuatan pupuk organik cair

dapat melalui dekomposisi bahan organik yang memanfaatkan mikroba.

Pembuatan pupuk organik cair dari limbah budidaya ikan lele menggunakan

bioaktivator berupa Effective Microorganisme 4 (EM4) dan molase (Meriatna

dkk. 2019).

EM4 adalah teknologi kultur mikroorganisme yang menguntungkan

dan memiliki banyak kegunaan seperti meningkatkan bakteri pengurai bahan

ogranik, menekan pertumbuhan bakteri pathogen, dan menstimulasi enzim

pencernaan untuk menjaga kualitas perairan. EM4 juga dapat mempercepat

proses pembentukan pupuk dan meningkatkan kualitas pupuk yang dihasilkan.

Penambahan molase berfungsi sebagai sumber energi dan penyubur bagi

bakteri dalam proses dekomposisi untuk menghasilkan pupuk organik cair

(Meriatna dkk. 2019).

Tetes tebu atau molase adalah hasil samping industri gula yang

mengandung senyawa nitrogen dan merupakan sumber karbon serta nitrogen


7

bagi ragi yang terdapat di dalam EM4. Proses fermentasi dilakukan dengan

cara anaerobik, yaitu dilakukan dengan kondisi tanpa adanya oksigen dan sinar

matahari atau secara fermentasi. Sistem anaerobik merupakan penguraian

bahan organik tanpa menggunakan oksigen sehingga produk akhir dari

metabolis berupa metana, karbondioksida dan senyawa tertentu seperti asam

organik (Sundari dkk. 2014).

Berdasarkan pembuatan pupuk organik harus memenuhi kriteria

Standarisasi Nasional Indonesia pada kriteria mutu Pupuk Organik Cair (POC)

yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian untuk menjaga kualitas pupuk organik

cair sehingga dengan adanya SNI maka pupuk organik cair telah dihasilkan

dapat digunakan pada tanaman dengan baik dan hasil yang maksimal.

Persyaratan teknis pupuk organik cair (POC) yang telah ditetapkan diatur oleh

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 261/KPTS/SR.310/M/4/2019 adalah

sebagai berikut:

Tabel 1. Syarat Teknis POC


No. Parameter Satuan Standar
Mutu
1. C-Organik % (w/v) Minimum 10
2. Hara makro:
N + P2O5 + K2O % (w/v) 2-6

3. N-organik % (w/v) Minimum 0,5


4. Hara mikro**
Fe total ppm 90-900
Mn total ppm 25-500
Cu total ppm 25-500
Zn total ppm 25-500
B total ppm 12-250
Mo total ppm 2-10
5. pH - 4-9
8

6. E. coli cfu/mL atau < 1 x 102


MPN/mL
Salmonella sp. cfu/mL atau < 1 x 102
MPN/mL
7. Logam berat
As ppm Maksimum 5,0
Hg ppm Maksimum 0,2
Pb ppm Maksimum 5,0
Cd ppm Maksimum 1,0
Cr Ni ppm Maksimum 40
ppm Maksimum 10
8. Unsur/senyawa lain**
Na ppm Maksimum 2.000
Cl ppm Maksimum
2.000
Sumber: Menteri Pertanian Republik Indonesia
Keterangan:
*) Dalam prosesnya tidak boleh menambahkan bahan kimia sintetis.
**) Minimum 3 (tiga) unsur.
***) Khusus untuk pupu organik hasil ekstraksi rumput laut dan produk

lainnya

B. Mikroorganisme

Mikrooganisme adalah makhluk hidup berukuran sangat kecil yang

terbentuk dari satu atau beberapa sel berupa tumbuhan atau hewan yang

biasanya hidup secara parasit maupun saprofit. Mikroorganisme Lokal (MOL)

merupakan sekumpulan mikroorganisme yang berguna menjadi starter dalam

penguraian dan fermentasi bahan organik menjadi pupuk organik padat

maupun cair. Mikroorganisme lokal sebagai agen dekomposer pada

pembuatan pupuk organik dapat mengubah struktur fisik dan kimia suatu

bahan. Mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang secara alami dalam

suatu media biakan khusus yang mempunyai kandungan zat penting sebagai

pendukung tumbuhnya mikroba. Mikroorganisme lokal mempunyai peranan


9

sebagai dasar komponen pupuk, sebagai dekomposisi bahan organik, limbah

pertanian, limbah rumah tangga dan limbah industri (Manullang dkk., 2018).

Mikroorganisme yang berperan pada proses fermentasi pupuk organik

cair umumnya yaitu Bacillus panthotenticus, Bacillus circulans, Bacillus

polymyxa dan Bacillus alvei. Genus Lactobacillus sp, genus Yeast cell dan

spesies Staphylococcus aureus. Mikroorganisme tersebut diketahui untuk

melihat mikroorganisme apa yang terdapat di pupuk organik dan mengetahui

perannya masing-masing. Identifikasi bakteri dapat dilakukan secara

mikroskopis dan makroskopis yang dilakukan. dari beberapa isolat yang telah

dibuat melalui pembuatan medium. Bakteri-bakteri tersebut yang nantinya

akan menunjang proses keberhasilan pada fermentasi pupuk (Usdar dkk.,

2021).

C. Air Limbah Lele

Ikan lele adalah salah satu jenis ikan yang hidup di air tawar yang di

budidayakan dengan metode intensif sehingga menghasilkan padat tebar

persatuan volum atau luas yang tinggi. Metode padat tebar akan mendorong

para pembudidaya menggunakan pakan buatan berprotein untuk mencukupi

kebutuhan pakan lele. Budidaya ikan lele yang dilakukan akan menghasilkan

air limbah yang di dalamnya dapat terakumulasi residu organik yang berasal

dari pemberian pakan ikan, kotoran, partikel sisa pakan ikan, bakteri, serta

alga (Gustiar et al., 2020).


10

Air limbah budidaya ikan lele adalah salah satu limbah yang berasal

dari pakan buatan yang memiliki kandungan protein tinggi untuk

melangsungkan hidup atau pertumbuhan ikan. Hasil dari sisa pakan yang tidak

termakan, kotoran di kolam ikan lele mengandung unsur hara makro dan

mikro yang berupa kotoran, urine dan makan tambahan dari dedaunan hijau,

selain itu limbah cair budidaya lele merupakan limbah organik yang berfungsi

untuk memperbaiki struktur tanah, dan memperbaiki kehidupan

mikroorganisme tanah (Akmal dkk. 2019).

D. Daun Gamal

Daun gamal merupakan salah satu tanaman leguminosa berupa pohon

perdu yang sering digunakan oleh peternak sebagai pakan ternak dimana

pohon gamal dapat tumbuh pada daerah kering dan mampu beradaptasi pada

musim kemarau. Tanaman gamal merupakan tanaman golongan legum

yang memiliki kandungan hara esensial yang cukup tinggi. Menurut

Qoniah dan Umi (2019), kandungan daun gamal yaitu 3-6 % N, 0,31% P,

0,77% K, 15-30% serat kasar, dan 10% abu K. Tanaman gamal memiliki

keunggulan dibandingkan dengan jenis legume lainnya yaitu, tanaman gamal

dapat dengan mudah dibudidayakan, pertumbuhannya cepat, produksi

biomassa yang tinggi. Daun gamal memiliki kandungan nitrogen yang cukup

tinggi dengan C/N rendah, membuat biomassa tanaman ini mudah mengalami

dekomposisi (Jusuf, 2007).


11

E. Kulit Pisang Kepok

Kulit pisang kepok adalah salah satu limbah dari hasil pertanian yang

belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Umumnya Masyarakat hanya

menggunakan buah dari pisang kepok untuk dijadikan olahan makanan dan

kulit buah akan dibuang dan menjadi limbah. Berdasarkan potensinya, kulit

pisang kepok dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan pupuk organik

cair (Setiawati dkk. 2013). Kulit pisang mengandung unsur kimia seperti

magnesium, sodium, fosfor dan sulfur, Kandungan unsur hara yang ada

dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Berdasarkan analisis yang

dilakukan maka dapat diketahui bahwa kandungan unsur hara yang

terdapat di pupuk cair kulit pisang kepok yaitu, N-total 0,18%; P2O5

0,043%; C-organik 0,55%; pH 4,5; C/N 3,06%; dan K2O 1,137% (Nasution

dkk. 2014).

F. Unsur Hara

Unsur hara merupakan suatu jenis unsur kimia tertentu yang

dibutuhkan oleh tanaman untuk tumbuh dan berkembang juga memenuhi

kebutuhan fisiologisnya. Unsur hara dapat dibagi menjadi dua macam yaitu

unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro adalah zat yang

diperlukan tanaman dengan jumlah yang besar, sedangkan unsur hara mikro

adalah zat yang diperlukan tanaman dengan jumlah yang kecil. Unsur hara

utama yang dibutuhkan oleh tumbuhan yaitu unsur hara makro N, P, K

(Mpapa, 2016). Unsur hara makro bebas memiliki kandungan yaitu karbon
12

atau zat arang, hidrogen dan oksigen yang berfungsi sebagai pembentukan

jaringan pada tumbuhan berupa pembentukan karbohidrat, respirasi,

fotosintesis, kerja kimia dan kerja mekanis pada tumbuhan sehingga dapat

berlangsung lancar (Triadiawarman dkk., 2022).

Unsur hara nitrogen adalah unsur hara yang mutlak dan sangat

dibutuhkan oleh tanaman. Nitrogen berperan sebagai unsur yang membentuk

zat hijau daun atau klorofil yang sangat penting dalam proses fotosintesis.

Nitrogen juga berperan sebagai pembentukan protein, lemak dan berbagai

senyawa organik lainnya. Unsur hara makro nitrogen juga dapat merangsang

pertumbuhan vegetatif tanaman secara keseluruhan terkhusus pertumbuhan

akar, batang dan daun. Tanaman dengan kandung nitrogen tinggi ditandai

dengan warna daun yang lebih hijau dan sukar rapuh, sedangkan tanaman

yang kekurangan nitrogen ditandai dengan warna daun yang menguning dan

pucat hingga berwarna hijau kemerahan (Fitrianti dkk., 2021).

Unsur hara phosfor merupakan bahan mentah dalam proses

pembentukan sejumlah protein tertentu. Unsur hara phosfor berfungsi dalam

merangsang pertumbuhan akar terkhusus akar benih dan tanaman muda.

Phosfor juga berfungsi membantu tanaman dalam proses asmilasi dan

pernapasan tanaman dan mempercepat pembungaan serta proses pemasakan

biji dan buah. Tanaman dengan kandung phosfor tinggi ditandai perakaran

yang lebat yang membuat pertumbuhan tunas daun terhambat, dan buah yang

cepat matang sebelum waktunya (Frimansyah dkk., 2017).


13

Unsur hara kalium merupakan unsur yang menjadi sumber daya tahan

tanaman terhadap kekerigan dan penyakit. Kalium memiliki fungsi yaitu

membantu proses pembentukan protein dan karbohidrat tanaman. Unsur hara

kalium dapat memperkuat tanaman sehingga bunga, daun dan buah tidak

mudah gugur atau rontok (Frimansyah dkk., 2017).

G. Hipotesis

1. Kandungan unsur hara nitrogen, fosfor, dan kalium paling tinggi terdapat

pada perlakuan B3 (air limbah budidaya ikan + daun gamal + kulit pisang)

dengan mineralisasi anaerob.

2. Lama waktu fermentasi pembuatan pupuk organik cair air limbah ikan lele,

daun gamal, dan kulit pisang kepok dengan kandungan unsur hara paling

optimum yaitu 14 sampai 21 hari.

3. Identifikasi mikroorganisme dilakukan secara makroskopis dengan

mengamati morfologi koloni, mikroskopis dengan melakukan pewarnaan

gram dan pengamatan bentuk sel bakteri yaitu Genus Bacillus sp,

Lactobacillus sp, Yeast cell dan Staphylococcus aureus.


III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian akan dilakukan di Fakultas Teknobiologi Universitas

Atmajaya Yogyakarta. Lokasi penelitian dilakukan di kebun percobaan

Fakultas Teknobiologi Atmajaya Yogyakarta. Waktu penelitian dilaksanakan

selama 5 bulan yang akan dimulai pada bulan Desember 2023 – April 2024.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam pengolahan POC yaitu ember 10 liter,

pisau, gelas ukur, timbangan, sarung tangan, pengaduk dan masker. Alat untuk

analisis pengujian NPK yaitu pipet ukur, propipet, pipet tetes, tabung reaksi,

rak tabung reaksi, spektrofotometer, alat destruksi, alat destilasi, alat titrasi, dan

labu leher. Alat untuk identifikasi bakteri yaitu cawan petri, jarum ose bulat ,

jarum ose lurus, mikropipet, labu erlenmeyer, gelas kimia, gelas ukur, spatula,

batang pengaduk, bunsen, thermometer, autoclave, inkubator dan Lamina Air

Flow (LAF),

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu air limbah ikan lele

sangkuriang, daun gamal, kulit pisang kepok, EM4, akuades, indikator PP,

larutan H2SO2, selenium, NaOH 40%, HNO3, HClO4, BHBI (Brain Heart

Infusion Broth),SDA (Sabouraud Dextrose Agar), NA (Nutrient Agar),

Macconkey, MRSA medium (de Mann Ragosa Sharpe Agar), MSA medium
15

(Mannitol Salt Agar), pepton, yest extract, dextrose, kristal violet, larutan lugol,

alkohol 96%, NaCL, CHSIN Alkali, buffer fosfat dan lain-lain.

C. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu

Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 4 perlakuan masing-masing

3 kali percobaan di bawah ini:

Tabel 2. Rancangan Pembuatan Fermentasi Pupuk Organik Cair


Kod Air Limbah Ikan Lele
e
A0 Air limbah ikan lele 5 L + EM4 50 ml (difermentasi secara anaerob)
A1 Air limbah ikan lele 5 L + daun gamal 250 gr + kulit pisang kepok 750
gr + EM4 50 ml (difermentasi secara anaerob)
A2 Air limbah ikan lele 5 L + daun gamal 500 gr + kulit pisang kepok 500
gr + EM4 50 ml (difermentasi secara anaerob)
A3 Air limbah ikan lele 5 L + daun gamal 750 gr + kulit pisang kepok 250
gr + EM4 50 ml (difermentasi secara anaerob)

Tabel 3. Rancangan Percobaan Pupuk Organik Cair Air Limbah Ikan Lele
Daun Gamal dan Kulit Pisang Kepok
No Fermentasi

Perlakuan 14 Hari 30 Hari

1 Air limbah ikan lele 5 L + EM4 50 ml

2 Air limbah ikan lele 5 L + daun gamal


250 gr + kulit pisang kepok 750 gr +
EM4 50 ml
3 Air limbah ikan lele 5 L + daun gamal
500 gr + kulit pisang kepok 500 gr +
EM4 50 ml
4 Air limbah lele 5 L + daun gamal 750
gr + kulit pisang kepok 250 gr + EM4
50 ml
16

D. Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel air limbah ikan lele didapatkan dari hasil

budidaya sendiri dimana drum diisi ikan lele kurang lebih 150 ekor per drum.

Kemudian air limbah lele diambil setelah 3 bulan pemeliharaan ikan lele dan

di pindahkan ke wadah yang sudah disiapkan. Daun gamal didapatkan dari

petani yang menanamnya di kebun atau dapat dicari disekitaran wilayah yang

tumbuh liar. Kulit pisang kepok bisa didapat dari pedagang goreng yang

menggunakan pisang kepok yang hanya tersisa limbah kulit pisang kepok saja.

Bahan bahan lainnya dapat diperoleh dari toko pertanian dan toko kimia

terdekat.

E. Cara Kerja

1. Pembuatan Pupuk Organik Cair Air Limbah Ikan Lele, Daun Gamal, dan

Kulit Pisang Kepok (Gustiar dkk., 2020)

Pembuatan pupuk organik cair dilakukan dengan 4 perlakuan yakni

A0 dengan menyiapkan wadah ukuran 7 liter lalu dimasukkan air limbah

lele 5 liter ditambah EM4 50 ml. Kemudian A1 dengan menyiapkan

wadah ukuran 7 liter lalu dimasukkan air limbah lele 5 liter ditambah daun

gamal basah 250 gr yang sudah dihaluskan dengan blender ditambah kulit

pisang kepok 500 gr yang sudah dibersihkan dan dicacah sekecil mungkin

lalu ditambah EM4 50 ml. Kemudian A2 dengan menyiapkan wadah

ukuran 7 liter lalu dimasukkan air limbah lele 5 liter ditambah daun gamal
17

basah 500 gr yang sudah dihaluskan dengan blender ditambah kulit pisang

kepok 750 gr yang sudah dibersihkan dan dicacah sekecil mungkin lalu

ditambah EM4 50 ml. Kemudian A3 dengan menyiapkan wadah ukuran 7

liter lalu dimasukkan air limbah lele 5 liter ditambah daun gamal basah

750 gr yang sudah dihaluskan dengan blender ditambah kulit pisang kepok

1 kg yang sudah dibersihkan dan dicacah sekecil mungkin lalu ditambah

EM4 50 ml. Seluruh bahan yang sudah tercampur kemudian di tutup rapat

dan di biarkan di tempat tertutup dimana proses fermentasi berlangsung

selama 14 dan 30 hari dan proses fermentasi berlangsung secara anaerob.

2. Tahap Pengamatan

Pengamatan dilakukan dengan pengecekan warna, bau, suhu dan

pH pada pupuk organik setiap 1 minggu sekali pagi dan sore hari.

Kemudian kadar N, P, dan K dianalisis kandungannya dari hasil

pembuatan air limbah ikan lele ditambah daun gamal ditambah kulit pisang

kepok yang sudah jadi POC. Hasil analisis kemudian dibandingkan dengan

Standar mutu Keputusan Menteri Pertanian Nomor

261/KPTS/SR.310/M/4/2019 tentang Persyaratan Teknis Minimal Pupuk

Organik, Pupuk Hayati, dan Pembenah Tanaman minimal 2-6%.

Kemudian dilakukan identifikasi mikroorganisme dengan mengamati

bakteri apa yang ada dan berperan pada proses fermentasi POC.

3. Analisis Kadar Unsur Hara N, P, K (Firdarini dkk., 2021)


18

Analisis kadar nitrogen dilakukan dengan metode Kjehdahl dimana

sampel pupuk organik air limbah ikan lele daun gamal dan pisang kepok

diambil sebanyak 5 mL kemudian ditambahkan H2SO4 pekat sebanyak 25

mL. Sampel didestruksi selama 3 jam hingga larutan berubah warna

menjadi warna orange. Sampel yang telah didestruksi kemudian

didinginkan dan diencerkan ke dalam 500 mL akuades. Sampel diambil

sebanyak 25 mL dan dimasukkan ke dalam labu leher kemudian

ditambahkan akuades 1/3 bagian kemudian ditambahkan 10 mL NaOH

40%. Sampel pupuk organik cair di destilasi hingga destilat yang

tertampung kurang lebih sebanyak 50 mL. Proses selanjutnya kemudian

titrasi sampel dengan NaOH 0,25 N kemudian ditambahkan indikator PP

sebanyak 2-3 tetes. Kadar nitrogen dapat dihitung dengan rumus di bawah

ini:

Kadar Nitrogen (%)

(Vsmpl−Vblnk )× N 14,007 × F P
= x100%
mL sampel ×1000

Analisis kadar P dan K diacu oleh penelitian Firdarini dkk., 2021.

Kadar Posfor (P) dan Kalium (K) pada pupuk organik cair dianalisis

dengan spektofotometer. Preparasi sampel pupuk organik cair akan

didestruksi dengan ditambahkan larutan HNO3 dan HClO4. Tanda apabila

destruksi akan berakhir maka ditandai dengan adanya uap putih yang

muncul dan cairan sebanyak 0,5 mL. Hasil dari preparasi tersebut

kemudian disaring dengan saringan dan diukur dengan spektofotometer.

Rumus yang digunakan yaitu sebagai berikut:


19

Kadar P2O5 (%) = ppm kurva x (mL ekstrak)/(1000 mL) + 100/(mg

contoh) + 142/62 x fk x fk

Kadar K2O (%) = ppm kurva x (mL ekstrak)/(1000 mL) + 100/(mg

contoh) + 94/78 x fk x fk

4. Identifikasi Mikrooganisme (Usdar dkk., 2021)

Identifikasi mikroorganisme dilakukan pada isolat secara

makroskopis dengan mengamati morfologi koloni, mikroskopis dengan

melakukan pewarnaan gram dan pengamatan bentuk sel bakteri serta

beberapa uji aktivitas biokimia yang meliputi uji voges-proskauer, uji

penggunaan sitrat, NaCl 6,5%, uji medium MRSA dan MSA. Kemudian

hasil pengamatan diatas diidentifikasi.

5. Analisis Data (Gomez dan Gomez, 2010)

Data yang akan diperoleh dilakukan secara statistik. Pengaruh

perlakuan terhadap parameter yang diukur maka dianalisis data

menggunakan ragam (ANOVA). Namun, jika perlakuan berbeda nyata

maka analisis dilanjutkan dengan uji Duncan untuk mengetahui perbedaan

pengaruh antar tiap perlakuan.


DAFTAR PUSTAKA

Aditya, S., Suparmi., dan Edison. 2015. Study of manufacture solid organic
fertilizer from fisheries waste. Jomfaperika 2 (2): 1 – 11.

Akmal, Y., Muliari, H. R., Zulfahmi, I., dan Maulina. 2019. Pemanfaatan air
buangan budidaya ikan iele (Clarias sp.) sebagai media budidaya Daphnia
sp. Jurnal Biosains Dan Edukasi 1 (1), 22–27.

Firmansyah, I., Syakir, M. dan Lukman, L. 2017. Pengaruh kombinasi dosis


pupuk N, P, dan K terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman terung
(Solanum melongena L.).

Fitrianti., Masdar. dan Astiani. 2018. Respon pertumbuhan dan produksi tanaman
terung (Solanum melongena) pada berbagai jenis tanah dan penambahan
pupuk NPK phonska. Jurnal Ilmu Pertanian Universitas Al Asyariah 3 (2):
1-5.

Gomez, K. A. dan Gomez, A. A. 2010. Prosedur Statistika untuk Penelitian


Pertanian Edisi ke-2. UI Press, Jakarta.

Gustiar, F., Munandar, M., Qasanah, U., dan Handayani, R. S. 2020. Analisis
pupuk organik cair air limbah budidaya ikan dengan penambahan bahan
organik menggunakan metode Mineralisasi Aerobic dan Anerobic.
Komoditas Sumber Pangan Untuk Meningkatkan Kualitas Kesehatan Di
Era Pandemi Covid -19 356–363.

Jusuf, L. 2006. Potensi daun gamal sebagai bahan pupuk organik cair melalui
perlakuan fermentasi. Jurnal Agrisistem 2 (1): 5-16.

Kesuma, B. W., Budiyanto dan Bieng, B. 2015. Efektifitas pemberian probiotik


dalam pakan terhadap kualitas air dan laju pertumbuhan pemeliharaan lele
Sangkuriang (Clarias gariepinus) sistem terpal. Jurnal Penelitian
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 4 (2): 21-27.

Meriatna, M., Suryati, S., dan Fahri, A. 2019. Pengaruh waktu fermentasi dan
volume Bioaktivator EM4 (Effective Microorganisme) pada pembuatan
pupuk organik cair (POC) dari limbah buah-buahan. Jurnal Teknologi
Kimia Unimal 7 (1), 13–29.

Mpapa, B. L. 2016. Analisis kesuburan tanah tempat tumbuh pohon jati (Tectona
gradis L.) pada ketinggian yang berbeda. Jurnal Agrista 20 (3): 135-139.

Manullang, R. R., Rusmini, R. and Daryono, D. 2018. Kombinasi mikroorganisme


local sebagai bioaktivator kompos. Jurnal Hutan Tropis 5 (3): 259.

Nasution, F. J., Mawarni, L., dan Meirani, M. 2014. Aplikasi pupuk organik padat
dan cair dari kulit pisang kepok untuk pertumbuhan dan produksi sawi
(Brassica juncea L.). Jurnal Online Agroekoteknologi 2 (3): 1029-1037.
21

Qoniah, dan Umi. 2019. Pengaruh pemberian pupuk cair daun gamal (Gliricidia
sepium) terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman selada (Lactuca
sativa L.) dengan media Hidroponik. Skripsi S1. Universitas Islam Negeri
Raden Intan. Lampung.

Rasmito, A., Aryanto, H., dan Anjang P, H. 2019. Pembuatan pupuk organik cair
dengan cara fermentasi limbah cair tahu, Starter Filtrat kulit pisang dan
kubis, dan Bioaktivator EM14. Jurnal IPTEK 23 (1): 55-62.

Samsundari, S., dan Ganjar A, W. 2013.Analisis penerapan Biofilter dalam sistem


resirkulasi terhadap mutu air budidaya ikan sidat (Anguilla bicolor).
Jurnal, Gamma 8 (2): 86-97.

Setiawati, D. R., Sinaga, A. R. dan Dewi, T. K. 2013. Proses pembuatan Bioetanol


dari kulit pisang kepok. Jurnal Teknik Kimia 1 (19).

Sundari, I., Ruf, W., dan Dewi, E. 2014. Pengaruhpenggunaan Bioaktivator EM4
dan penambahan tepung ikan terhadap spesifikasi pupuk organik cair
rumput laut (Gracilaria Sp.). Jurnal Pengolahan Dan Bioteknologi Hasil
Perikanan 3 (3), 88–94.

Triadiawarman, D., Aryanto, D. dan Krisbiyantoro, J. 2022. Peran unsur hara


makro terhadap pertumbuhan hasil bawang merah (Allium cepa L.). Jurnal
Agrifor 21 (1): 27-32.

Widyabudiningsih, D., Troskialina, L., Fauziah, S., Shalihatunnisa., Riniati.,


Djenar, N. S., Hulupi, M., Indrawati, L., Fauzan, A. dan Abdilah, F. 2021.
Pembuatan dan pengujian pupuk organik cair dari limbah kulit buah-
buahan dengan penambahan bioaktivator EM4 dan variasi waktu
fermentasi. Indonesian Journal of Chemical Analysis 4 (1): 30-39.

Anda mungkin juga menyukai