Anda di halaman 1dari 33

1

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Mikroalga secara umum dikenal sebagai organisme mikroskopis uniseluler

yang dapat hidup di perairan tawar, laut atau payau dan berasal dari proses

fotosintesis. Diperkirakan bahwa 40% fotosintesis secara global dilakukan oleh

mikroalga (Aung et al., 2013). Mikroalga memiliki kandungan senyawa fitokimia

seperti tannin, flavonoid, saponin yang dapat bermanfaat pada tubuh manusia.

Mikroalga juga berpotensi menjadi bahan baku alternatif dalam bidang industri.

Adapun salah satu mikroalga yang berpotensi sebagai alternatif bahan baku

industri yang paling efisien adalah Spirulina sp.

Spirulina sp. umumnya memiliki senyawa fitokimia yang dapat dijadikan

sebagai antivirus, anti bakteri dan anti jamur dalam tubuh manusia (Widowati et

al., 2015). Selain itu, Spirulina sp. juga memiliki nutrisi tinggi dan senyawa

bioaktif seperti phycocyanin sehingga menjadi salah satu mikroalga yang banyak

dipelajari (Diini et al., 2015). Adanya kandungan fitokimia yang cukup tinggi

dalam mikroalga ini menyebabkan Spirulina sp. dianggap berpotensi menjadi

bahan baku alternatif dalam bidang industri. Keunggulan yang dimiliki Spirulina

sp. dari jenis mikroalga yang lain adalah siklus pertumbuhan yang singkat, proses

harvesting dan dewatering berkelanjutan, efisien energi, dan hemat biaya dalam

prosesnya (Tan et al., 2019).

Kultivasi Spirulina sp. membutuhkan media kultur yang tepat dan

mengandung unsur hara yang cukup. Limbah cair tahu mempunyai peluang

sebagai pupuk media alternatif untuk menumbuhkan mikroalga karena


2

mengandung bahan anorganik seperti nitrogen, fosfor dan kalium. Bahan

anorganik ini berasal dari bahan organik seperti protein, kabohidrat, lemak

(Fatmawati et al., 2017). Faktor yang mendukung pertumbuhan dan

perkembangan mikroalga selain CO2, suhu, dan salinitas adalah metode kultivasi

yang digunakan, nutrisi, dan cahaya (kawaroe, 2010).

Pertumbuhan Spirulina sp. yang optimal dapat dilihat dari kepadatannya

melalui pengukuran OD (Optical Density) pada media pertumbuhan. Suyono dan

Winarto (2006) menyatakan bahwa pengukuran kepadatan berperan untuk

mengetahui tingkat pertumbuhan mikroalga. Semakin tinggi nilai OD maka

kepadatan Spirulina sp. juga semakin tinggi. Perhitungan laju pertumbuhan

digunakan sebagai tolak ukur kecepatan pertambahan pertumbuhan sel mikroalga

dan hasil pengukuran OD selama masa kultivasi dapat ditunjukkan melalui kurva

pertumbuhan mikroalga. Kurva pertumbuhan digunakan sebagai penentu

mikroalga memasuki puncak kepadatan tertinggi sehingga dapat dilakukan

pemanenan sesuai dnegan waktu yang ditunjukkan pada kurva (Priyatno, 2016).

Sejauh ini beberapa eksperimen tentang kandungan mikroalga Spirulina

sp. menujukkan bahwa mikroalga jenis ini memiliki kandungan kalsium yang

tinggi untuk mengobati suatu penyakit (Markou et al., 2012). Spirulina sp.

memiliki kandungan kalsium 512,53 mg Ca/100g pada air laut dan 110,89 mg

Ca/100g pada air tawar (Salmean et al., 2015). Berbagai penelitian tentang limbah

cair tahu telah dilakukan, salah satunya adalah penelitian Rini (2012) dengan

perlakuan konsentrasi limbah cair tahu 15%, 20%, 25%, dan 30%, menunjukkan

pertumbuhan Chlorella sp. tertinggi dihasilkan pada konsentrasi 25% dengan rata-

rata 7.431.818 sel/ml pada hari ke-6.


3

Saat ini Spirulina sp. sudah dikembangkan secara komersial sebagai

sumber nutrisi, pakan ikan, produk kosmetik, biofertilzer, atau sebagai sumber

antimikroba dan juga sebagai sumber bahan baku untuk bahan bakar.

Pengembangan atau riset mengenai mikrolaga ini sangat menjanjikan dan

berpotensi di masa depan. Untuk itu diperlukan riset lebih lanjut salah satunya

yaitu pada potensi mikroalga di perairan Sungai Siak. Dikarenakan wilayah

sepanjang Sungai Siak tedapat berbagai aktifitas masyarakat seperti kegiatan

industri, permukiman, dan pertokoan, sehingga sungai itu tercemar. Aktifitas di

sekitar Sungai Siak juga mempengaruhi keanekaragaman makhluk hidup di

dalamnya, salah satunya yaitu mikroalga. Kondisi perairan Sungai Siak

menyebabkan hanya beberapa jenis mikroalga dapat mentoleransi kondisi perairan

tersebut.

Oleh karena pengetahuan mengenai isolasi, pertumbuhan Spirulina sp.

pada media yang terbuat dari limbah cair tahu terbatas (minim), maka penelitian

ini bertujuan untuk mengetahui teknik isolasi mikroalga, serta pertumbuhan

Spirulina sp. pada media yang terbuat dari limbah cair tahu melalui kultivasi

mikroalga dan uji kandungan fitokimia dalam skala laboratorium.

I.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka rumusan

permasalahan dalam penelitian ini yaitu:

1. Apakah konsentrasi limbah cair tahu yang berbeda berpengaruh

terhadap pertumbuhan Spirulina sp.?

2. Berapa konsentrasi limbah cair tahu yang berbeda berpengaruh terhadap

pertumbuhan Spirulina sp.?


4

3. Bagaimanakah kandungan fitokimia dalam mikroalga Spirulina sp.?

I.3. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi

limbah cair tahu yang berbeda terhadap pertumbuhan Spirulina sp. dan kandungan

fitokimia Spirulina sp yang berpotensi sebagai bahan baku industri. Sedangkan

manfaat dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi ilmiah mengenai

pengaruh limbah cair tahu dengan kosentrasi berbeda terhadap pertumbuhan

mikroalga Spirulina sp. dan kandungan fitokimia dalam Spirulina sp.

1.4. Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

H0 : Tidak ada efek konsentrasi limbah cair tahu terhadap pertumbuhan

Spirulina sp.

H1 : Ada efek konsentrasi limbah cair tahu terhadap pertumbuhan Spirulina sp.
5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sungai Siak

Sungai merupakan salah satu sumber air baku untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat. Namun berdasarkan pantaun dari peraturan Kementrian Lingkungan

Hidup (2014), sebanyak 75% sungai di Indonesia tercemar berat akibat limbah

industry dan limbah rumah tangga termasuk Sungai Siak di Kota Pekanbaru.

Sistem pembuangan air limbah yang buruk menyebabkan hal ini terjadi. Saluran

pembuangan air limbah (SPAL) serta instalansi Pembuangan Air Limbah (IPAL)

yang kurang memadai mengakibatkan kualitas air sungai menurun (Dawud et al.,

2016).

Pada daerah aliran Sungai Siak berlangsung berbagai kegiatan yang dapat

menimbulkan polutan seperti kegiatan industri (penambangan minyak bumi, pulp

and paper, kelapa sawit, crumb rubber, plywood), perkebunan, rumah tangga dan

pelabuhan. Polutan dari berbagai kegiatan tersebut menyebabkan menurunnya

kualitas air Sungai Siak. Bahan pencemar yang masuk ke Sungai Siak ada yang

berupa limbah cair, sedimen, nutrien, logam beracun, zat kimia beracun, pestisida,

organisme patogen dan sampah rumah tangga. Beban limbah terbesar yang masuk

ke dalam Sungai Siak adalah limbah cair yang bersumber dari kegiatan industri,

rumah tangga, perkebunan sawit dan pabrik makanan (Mulyadi, 2005).

Aktifitas dari Sungai Siak juga mempengaruhi keanekaragaman makhluk

hidup di dalamnya, salah satunya yaitu mikroalga. Kondisi perairan Sungai Siak

menyebabkan hanya beberapa jenis mikroalga dapat mentoleransi kondisi perairan

tersebut. Aktivitas industri dan limbah perkotaan di sepanjang perairan dapat


6

memberikan dampak buruk terhadap perairan tersebut yang ditandai dengan

masuknya sejumlah beban pencemar termasuk logam berat ke dalam lingkungan

perairan yang menyebabkan terganggunya ekosistem dan degradasi lingkungan

(Delgado, 2007).

2.2. Limbah Cair Tahu

Pemanfaatan limbah organik yang kaya akan bahan organik sebagai sumber

nutrien Spirulina sp. dapat dikembangkan menjadi media alternatif kultur

Spirulina sp. Salah satu limbah organik yang ketersediannya melimpah dan

mudah didapat yaitu limbah cair pabrik tahu. Limbah cair tahu merupakan salah

satu hasil proses pembuatan tahu selain limbah padat tahu. Limbah cair tahu

memiliki kandungan unsur hara makro dan mikro yang sesuai dengan kebutuhan

Spirulina sp (Dianursanti, 2014).

Sisa produksi limbah cair tahu memiliki temperature mlebihi temperature

normal badan air penerima 600C-800C, warna limbah putih kekuningan dan keruh,

pH<7, COD 1534 mg/L. Limbah cair tahu mengandung bahan organik seperti

karbohidrat 0,11%, protein 0,42%, lemak 0,13% da fosfor 1,74% (Makiyah,

2013). Limbah cair tahu berpotensi menjadi pupuk alternatif yang murah daripada

pupuk kimiawi yang mahal (Adi, 2012).

2.3. Mikroalga

Mikroalga merupakan mikroorganisme aquatik yang berukuran mikroskopik

dan bersifat fotoautotrof karena dapat melakukan fotosintesis dan membuat

makanan sendiri. Habitatnya di tempat yang lembab, air tawar dan air laut.

Mikroalga mempunyai karakteristik yaitu tidak mempunyai akar, batang dan

daun. Mikroalga merupakan penyumbang oksigen bagi organisme di perairan,


7

selain itu mikroalga juga berperan sebagai rantai makanan terbawah, yaitu sumber

makanan bagi ikan-ikan kecil di suatu perairan (Putri, 2018).

Ukuran mikroalga relatif sangat kecil dengan diameter 0,1–200 µm.

Morfologi mikroalga berbentuk uniseluler dan hidup secara berkoloni atau

individual (Soeprobowati dan Hariyati, 2016). Mikroalga dapat tumbuh dan

berkembang pada kisaran suhu 20-30ºC dengan derajat keasaman (pH) berkisar

6,5–9,5 (Harmoko et al., 2018).

Menurut Apriyatmoko (2015) secara umum mikroalga dapat dibagi menjadi

empat kelompok utama, yaitu:

a. Diatom (Bacillariophyceae). Mikroalga dalam kelompok ini mendominasi

mikroalga di laut, namun beberapa jenis diketahui hidup di air tawar.

Diatom mengandung silika terpolimerisasi dalam dinding sel dan karbon

disimpan dalam bentuk minyak nabati yang disebut chrysolaminarin.

b. Alga hijau (Chlorophyceae). Mikroalga yang memiliki kelimpahan tinggi

terutama di perairan tawar dan hidup dalam bentuk soliter maupun koloni.

Karbon disimpan terutama dalam bentuk pati.

c. Alga hijau biru (Cyanophyceae). Mikroalga kelompok ini memiliki struktur

yang lebih menyerupai bakteria dan berperan penting dalam fiksasi

nitrogen. Diketahui sekitar 2000 jenis mikroalga yang termasuk dalam

kelompok ini tersebar dalam berbagai habitat.

d. Ganggang perang (Chrysophyceae). Kelompok mikroalga ini merupakan

kelompok yang menyerupai diatom, namun memiliki pigmen yang lebih

rumit, dan nampak berwarna kuning, jingga atau cokelat.


8

Keragaman mikroalga di dunia diperkirakan berada dalam kisaran jutaan

species, sebagian besar belum dikenali dan belum bisa dikultivasi (dibiakkan

sendiri). Diperkirakan 200.000-800.000 spesies hidup di alam, 35.000 spesies

dapat dikenali, dan 15.000 komponen kimia penyusun biomasnya telah diketahui

(Hadiyanto et al., 2012). Suatu komunitas dikatakan tinggi apabila memiliki

keanekaragaman terhadap kelimpahan yang sama, sehingga kelimpahan

mikroalga dapat dijadikan sebagai bioindikator dalam menentukan kualitas yang

ada dalam suatu perairan (Hakiki, 2016).

2.4. Klasifikasi dan Morfologi Spirulina sp.

Spirulina sp. merupakan mikroalga yang menyebar secara luas dapat

ditemukan di berbagai tipe lingkungan baik di perairan payau, laut, dan tawar

(Ciferri, 1983 dalam Hidayati, 2014). Klasifikasi Spirulina sp. menurut Bold dan

wyne (1985) dalam Hidayati (2014) yaitu kingdom Cyanophyta, kelas

Cyanophyceae, famili Oscilatoriaceae, genus Spirulina dan spesies Spirulina sp.

Gambar 1. Morfologi Spirulina sp. (Researchgate, 2021)


Spirulina sp. merupakan jenis mikroalga yang memiliki bentuk spiral yang

bergabung menjadi satu memliki sel berkoloni membentuk filamen terpilin

mempunyai spiral, tidak bercabang, autotrof, dan berwarna biru kehijauan. Bentuk

tubuh Spirulina sp. yang menyerupai benang merupakan rangkaian sel yang

berbentuk silindris dengan dinding sel yang tipis, berdiameter 1-12 µm. Spirulina
9

sp. berwarna hijau tua dalam koloni besar yang berasal dari klorofil dalam jumlah

tinggi (Cifferi, 1993 dalam Hidayati, 2014).

2.5. Habitat Spirulina sp.

Spirulina sp. merupaka phytoplankton yang dapat di temukan pada daerah

air tawar, payau, dan laut. Spirulina sp. dapat tumbuh di daerah yang tercemar dan

sistem air sisa produksi atau limbah. Bukan hanya itu, Spirulina sp. memiliki

toleransi yang cukup tinggi terhadap salinitas tempat hidupnya, sehingga mampu

hidup di air tawar, payau, dan laut dengan salinitas tinggi. pH yang baik bagi

pertumbuhan Spirulina sp. berkisar antara 7,2-9,5 dan tumbuh baik pada kisaran

suhu sebesar 250C- 350C (Hidayati, 2014).

2.6. Fase Pertumbuhan Spirulina sp.

Menurut Barsanti (2006) dalam Sari (2012), penggandaan sel fitoplankton

terjadi sangat cepat dikarenakan sumber nutrient yang mencukupi. Adanya

pertumbuhan dalam kultur fitoplankton ditandai dengan bertambahnya ukuran sel

fitoplankton. Menurut Kartikasari (2010), pertumbuhan fitoplankton dibagi dalam

beberapa fase pertumbuhan yaitu:

1. Fase lag

Pada fase pertumbuhan lag disebabkan fisiologis adaptasi metabolisme sel

pertumbuhan. Pada saat beradaptasi, sel mengalami defisiensi enzim atau

koenzim, sehingga harus disintesis terlebih dahulu untuk keberlangsungan

aktivitas biokimia sel selanjutnya.

2. Fase logaritmik atau eksponensial

Pada fase eksponensial sel fitoplankton telah mengalami pembelahan dan

laju pertumbuhannya meningkat.


10

3. Fase Deklinasi

Fase ini ditandai dengan pembelahan sel tetap terjadi, namun tidak secepat

pada fase sebelumnya sehingga laju pertumbuhannya pun menjadi melambat.

4. Fase stasioner

Pada fase ke empat faktor pembatas dan tingkat pertumbuhan seimbang.

Laju kematian fitoplankton relatif sama dengan laju pertumbuhannya sehingga

kepadatan fitoplankton pada fase ini relatif konstan.

5. Fase kematian

Fase kematian, kualitas air memburuk dan nutrient habis hingga ke level

tidak sanggup menyokong kehidupan mikroalga. Kepadatan sel menurun dengan

cepat karena laju kematian fitoplankton lebih tinggi daripada laju pertumbuhannya

hingga kultur berakhir.

Gambar 1. Fase Pertumbuhan Spirulina sp. Sumber : (Winasis, 2011)


2.7. Parameter Pertumbuhan Spirulina sp.

Pertumbuhan mikroalga sangat erat kaitannya dengan ketersediaan unsur

hara dan kondisi lingkungan media kulturnya. Faktor-faktor lingkungan yang

berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroalga diantaranya adalah parameter

fisika, parameter kimia dan parameter biologi.


11

2.7.1. Parameter Fisika

1. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) merupakan logaritma negatif dari konsentrasi ion

hidrogen yang terlepas dalam suatu cairan dan merupakan indikator penilain yang

mempengaruhi biota dalam pengkulturan. Derajat Keasaman (pH) akan

mempengaruhi kinerja kerja suatu enzim. pH media berkisar antara 7,0- 8,0 cukup

baik digunakan dalam kultur alga di laboratorium (Kurnia, 2016). Nilai pH yang

bersifat sangat basa maupun sangat asam akan mengganggu proses metabolisme

dan respirasi (Megawati et al., 2014).

2. Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan organisme

saat pengkulturan. Suhu optimal untuk kultivasi mikroalga antara 24°C-30°C,

bergantung pada lokasi, media yang digunakan, serta jenis mikroalga yang

dikultivasi. Namun, sebagian besar mikroalga dapat mentoleransi suhu antara

16°C-35°C. Pada umumnya suhu permukaan perairan berkisar antara 28-31° C

(Khairul, 2017).

3. Cahaya

Cahaya merupakan sumber energi untuk melakukan fotosintesis. Cahaya

matahari yang diperlukan oleh mikroalga dapat digantikan dengan lampu Tube

Luminescent atau tungsten. Mikroalga melakukan proses fotosintesis dengan

mengasimilasi karbon anorganik untuk dikonversi menjadi materi organik.

Intensitas cahaya yang terlalu tinggi akan menyebabkan kepadatan sel

mikroalga menjadi rendah. Perbedaan jumlah energi yang diterima oleh

mikroalga akan menyebabkan terjadinya perubahan pada salinitas dan suhu


12

sehingga akan menjadi kendala dalam proses pertumbuhan fitoplankton

(Febriani et al., 2020). Adapun kisaran intensitas cahaya yang baik bagi

pertumbuhan mikroalga adalah 2.000-8000 lux (Ulfa, 2019).

2.7.2. Parameter Kimia

1. Oksigan Terlarut (DO)

Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) merupakan total jumlah oksigen yang

ada (terlarut) di air. Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua makhluk hidup untuk

pernapasan dan proses metabolisme yang kemudian menghasilkan energi untuk

pertumbuhan dan perkembangbiakan. Oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi

bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Pertumbuhan mikroalga di

laboratorium perlu penyediaan oksigen terlarut (DO) yang cukup. Kadar oksigen

terlarut (DO) 3-5 mg/l kurang produktif, 5-7 mg/l produktivitasnya tinggi dan

diatas 7 mg/l sangat tinggi (Dyah, 2011).

2. Karbondioksida Bebas

Karbon dioskida digunakan mikroalga untuk proses fotosintetis layaknya

tumbuhan berklorofil lainnya. Tingginya kadar CO2 dalam medium dapat

mempengaruhi pH (Ugwu et al., 2015). Semakin tinggi kadar CO2 di atas 33%

dari komposisi udara normal, laju pertumbuhan mikroalga menjadi terhambat

(Kong et al., 2010).

3. Nutrien

Nutrien merupakan bentuk nutrisi yang sangat dibutuhkan oleh organisme

fitoplankton untuk pertumbuhan dan perkembangan sel. Nutrien berperan penting

dalam pengaturan produksi, biomassa, dan keragaman spesies. Konsentrasi


13

mikroalga yang terlalu rendah dan tinggi akan mempengaruhi pertumbuhan dan

pembelahan sel mikroalga (Regista et al., 2017).

Adapun unsur hara yang dibutuhkan mikroalga terdiri dari mikro nutrien

dan makro nutrien. Unsur hara makro nutrien didefinisikan sebagai unsur hara

yang digunakan untuk pertumbuhan dan perbanyakan sel. Makro nutrien terdiri

dari karbon (C), hidrogen (H), nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), sulfur (S),

magnesium (Mg), dan kalsium (C). Sedangkan mikro nutrien yang dibutuhkan

antara lain besi (Fe), tembaga (Cu), mangan (Mn), zink (Zn), molibdenum (Mo),

borat (Bo), dan silikon (Si). Nutrien yang diberikan kepada mikroalga tergantung

jenis mikroalga dan kebutuhannya. Keterbatasan nutrien dapat menghambat

dinamika pertumbuhan dan penurunan biomassa mikroalga (Kawaroe et al.,

2012).

2.7.3. Parameter Biologi

Keberadaan populasi mikroorganisme akuatik dapat mempengaruhi

kultivasi mikroalga dari suatu perairan. Secara umum populasi mikroorganisme

dapat berubah menjadi kontaminan yang dapat berasal dari protozoa, zooplankton,

jamur, dan bakteri. Kontaminan dapat berebut makanan dengan mikroalga dan

kontaminan menjadi predator bagi jenis mikroalga yang dikultivasi. Oleh karena

itu, seluruh kegiatan kultivasi mikroalga harus dilakukan secara steril untuk

mencegah adanya kontaminan dari mikroorgasisme lain dan sedikit kontaminan

yang ada akan mempengaruhi pertumbuhan mikroalga (Hadiyanto et al., 2012).

2.8. Potensi Mikroalga Sebagai Bahan Baku Industri

Besarnya potensi mikroalga harus dioptimalkan mengingat kelimpahannya

di perairan Indonesia amat terbatas, namun dengan penggunaanya cukup luas


14

maka perlu dilakukan kultur mikroalga secara berkesinambungan (Addini, 2017).

Berbagai keuntungan untuk pengembangan mikroalga sebagai bahan baku industri

telah dikemukaan oleh Verma et al., (2010) diantaranya yaitu:

a. Memiliki struktur sel yang sederhana dan kemampuan untuk

mengendalikan sel tanpa mengurangi produktifitasnya,

b. Kemampuan berfotosintesis sangat tinggi, sekitar 3–8% sinar matahari

mampu dikonversikan menjadi energi dibanding tanaman tingkat tinggi

lainnya yang hanya sekitar 0,5% ,

c. Memiliki siklus hidup yang pendek (±1–15 hari),

d. Kemampuan untuk mensintesis lemak sangat tinggi (± 40– 86% berat kering

biomassa),

e. Kemampuan bertahan pada kondisi lingkungan yang ekstrim (salinitas tinggi

atau lingkungan yang tercemar),

f. Tidak banyak membutuhkan pupuk dan nutrisi,

g. Tidak bersaing dengan produk pangan.

Mikroalga sebagai sumber bahan baku industri memiliki keunggulan

diantaranya sebagai sumber protein yang baik jika dibandingkan dengan nasi,

sayuran atau gandum. Mikroalga juga mengandung sterol dan DHA (ω3 fatty

acid) yang apabila dikonsumsi oleh manusia (adults) bisa digunakan untuk

mengobati penyakit kardiovaskular. Selain itu, mikroalga juga bisa digunakan

untuk mengatasi masalah lingkungan seperti bioremediasi dan menyerap

karbondioksida dari udara (CO2) serta menghasilkan oksigen ke udara untuk

meminimalisir global warming. Oleh sebab itu, riset mengenai mikroalga sangat


15

menjanjikan di masa depan karena dapat dijadikan sebagai bahan baku industri

berkelanjutan (Singh, 2011).

2.9. Fitokimia Mikroalga

Fitokimia merupakan suatu cabang ilmu yang mempelajari tentang isolasi

atau pemisahan serta ekstraksi zat aktif yang ada pada tanaman mengunakan

metoda kimia. Kajian fitokimia meliputi uraian yang mencakup aneka ragam

senyawa organik yang dibentuk dan disimpan oleh organisme, yaitu struktur

kimianya, biosintesisnya, perubahan serta metabolismenya. Fitokimia juga

merupakan senyawa aktif dalam mikroalga yang dapat dijadikan sebagai

pengobatan untuk makhluk hidup (Ruth, 2012).

Skrining Fitokima merupakan cara untuk mengidentifikasi bioaktif yang

belum tampak melalui suatu tes pemeriksaan yang dapat dengan cepat

memisahkan antara bahan alam yang memiliki kandungan fitokimia tertentu

dengan bahan alam yang tidak memiliki kandungan fitokimia tertentu. Skrining

fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam suatu penelitian yang bertujuan

untuk memberikan gambaran tentang golongan senyawa yang terkandung dalam

tanaman obat yang sedang diteliti (Sani et al., 2014). Menurut Khotimah (2015),

skrining fitokimia serbuk simplisia dan sampel dalam bentuk basah meliputi

pemeriksaann kandungan senyawa alkaloid, flavonoid, terpenoid/steroid, tanin,

saponin dan glikosida.

a. Alkaloid merupakan suatu golongan senyawa organic yang terbanyak

ditemukan di alam. Dengan rumus kimia C3H4N2,


16

b. Flovonoid tersusun dari dua cincin aromatis yang terdiri dari 15 atom

karbon, dimana dua cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai propana

(C3) sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6,

c. Glikosida adalah suatu disakarida yang dibentuk dari monomer-monomernya

yang berupa unit glukosa dan fruktosa, dengan rumus kimia C12H22O11,

d. Tanin adalah senyawa polifenol yang memiliki berat molekul besar serta

terdiri dari gugus hidroksi (-OH) dan Karboksil (-COOH),

e. Triterpenoid adalah kelompok senyawa kimia yang terbentuk dari tiga unit

terpena dengan rumus kimia C30H48,

f. Saponin adalah senyawa dalam bentuk glikosida yang terbesar luas pada

tumbuhan tingkat tinggi. Saponin tersusun atas C27 dengan molekul

karbohidrat.
17

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Oktober–Desember 2021

bertempat di laboratorium Pengolahan Limbah Fakultas Perikanan dan Kelautan

Universitas Riau Kecamatan Bina Widya Kota Pekanbaru Provinsi Riau. Bibit

mikroalga diambil dari Perairan Sungai Siak Kota Pekanbaru.

3.2. Bahan dan Alat

Adapun alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini dapat

dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Alat yang Digunakan Selama Penelitian


No. Alat Spesifikasi Fungsi
1. Plankton net No. 25 Mengambil sampel
2. Selang aerasi - Untuk penyalur oksigen
3. Haemocycometer Neubauer Improved Menghitung kelimpahan
mikroalga
4. Aerator Nikita star Sebagai pemberi oksigen
saat kultur
5. Batu Aerasi - Untuk menyerap oksigen dalam
air secara maksimal
6. Toples 2 L - Untuk kultur skala besar
7. Pipet tetes - Untuk mengambil sampel
8. Tissue gulung - Membersihkan alat
9. Timbangan digital Camry Menimbang pupuk dan
tepung mikroalga
10. Lampu Hannocs 45 Watt Sumber Cahaya
11. Kertas Saring Whatman No. 42 Menyaring mikroalga
12. Botol sampel - Wadah sampel di lapangan
13. Object Glass - Mengamati mikroalga
14 Cover glass WWR Scientific Penutup Haemocytometer
dan Objek gelas
15 pH meter - Mengukur Ph
16 Thermometer - Mengukur suhu
17. Mikroskop olimpus CX 21 Megamati sampel
18. Kabel - Penghantar arus listrik
19 Hand-counter Itally Menghitung kelimpahan
Mikroalga
No. Alat Spesifikasi Fungsi
18

20. Pengaduk - Mengaduk Sampel


21. Botol film - Wadah isolasi
22. Alat Dokumentasi - Dokumentasi Kegiatan
23. Alat tulis - Mencatat kegiatan

Tabel 2. Bahan yang Digunakan Selama Penelitian


No. Bahan Fungsi
1. Air sampel Bibit kultur
2. Air kemasan Media kultur skala laboratorium
3. Alkohol 70% Strelisasi alat
4. Pupuk NPK Pupuk skala laboratorium
5. Lugol Pengawet dan pewarna sampel
6. Sunlight Mencuci alat
7. Aquades Bahan untuk isolasi mikroalga
8. Larutan H2SO4 Uji fitokimia
9. Larutan HCL Uji fitokimia

3.3. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Metode eksperimen

merupakan suatu metode penelitian ilmiah dimana peneliti sepenuhnya

mengontrol satu atau lebih variable bebas dan melakukan pengamatan terhadap

variabel-variabel terikat untuk menemukan variasi muncul bersamaan dengan

manipulasi terhadap variabel bebas tersebut. Peneliti berusaha melihat hubungan

sebab-akibat dari satu variabel bebas dengan satu atau lebih variabel terikat.

Adapun variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi limbah cair tahu

15%, 30%, 45%, 60% dan kontrol (0%). Media kontrol hanya diberi aquades.

Media perlakuan diberi limbah cair tahu sebagai sumber nutrient dan variabel

terikat dari penelitian ini adalah pertumbuhan sel fitoplankton.

Dalam penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) 1 faktor

yaitu masing-masing pada limbah cair tahu yang terdiri dari masing-masing lima

taraf perlakuan dan untuk setiap perlakuan dilakukan 3 ulangan. Metode

matematis RAL adalah sebagai berikut.


19

Yij=μ+ τi+ εij

Keterangan:

Yij : jumlah sel Spirulina sp. akibat perlakuan kosentrasi limbah cair tahu

µ : nilai rata-rata keseluruhan / rataan umum

τi : pengaruh limbah cair tahu ke-i

εij : galat akibat pengaruh perlakuan limbah cair tahu ke-i dan ulangan ke-j

3.4. Alur Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei laboratorium yang meliputi

beberapa tahapan. Alur penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Sampel diambil dari Perairan Sungai Siak

Strelisasi Alat dan Bahan

Identifikasi dan Isolasi Mikroalga

Memasukkan limbah cair tahu


0%, 15%, 45%, 60% Kultur Pertumbuhan Mikroalga

Penyaringan Mikroalga dengan Pengeringan Mikroalga


Kertas Saring Whatman Menggunakan Lampu

Biomassa Mikroalga

Skrinning Fitokimia Tepung Mikroalga

Gambar 2. Skema Penelitian

3.5. Prosedur Penelitian

3.5.1. Pengambilan Sampel


20

Sampel mikroalga diperoleh dari perairan Sungai Siak Kota Pekanbaru,

dengan menggunakan plankton net No. 25 sebanyak 50 liter lalu disaring,

kemudian di pindahkan ke 2 botol sampel (volume 200 ml), dan botol tersebut

diberi label (botol A1 adalah sampel segar tanpa pengawet, dan A2 adalah botol

sampel yang telah diberi pengawet dengan lugol). A1 akan digunakan untuk

isolasi murni dan kultur skala laboratorium. Sedangkan A2 akan digunakan untuk

mengidentifikasi keaneragaman jenis mikroalga yang terdapat di Sungai Siak

tersebut. Semua sampel tersebut di bawa ke Laboratorium Pengolahan Limbah

untuk dianalisis.

3.5.2. Sterilisasi Alat

Strelisasi merupakan salah satu penunjang keberhasilan kegiatan kultur

karena dapat membunuh mikroorganisme kontaminasi yang tidak diiinginkan

seperti protozoa, bakteri, plankton dan jenis lainnya, dan menghilangkan kotoran

yang berada pada toples dan alat. Adapun strelisasi alat skala laboratorium di

Laboratorium Pengolahan Limbah Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas

Riau yaitu dengan cara mencuci alat-alat yang akan digunakan dengan sunlight

dan sikat hingga noda pada alat-alat tersebut hilang. Sterilisasi alat dicuci dengan

air mengalir dan deterjen kemudian disemprotkan sebuah larutan yang berisi

aquades pada alat yang akan digunakan kemudian dikeringkan (Zulaika, 2014).

3.5.3. Identifikasi dan Isolasi Mikroalga

Kegiatan identifikasi terhadap sampel A2 dilakukan dengan menggunakan

teknik sapuan yang dilakukan di bawah mikroskop cahaya, sebanyak 20 kali

ulangan pengamatan. Seterusnya sampel diidentifikasi dengan cara menyesuaikan

tingkat magnifikasi okuler terhadap ukuran sampel tersebut (10x10 µm, 10x25
21

µm, 10x40 µm, 10x100 µm). Objek yang didapat difoto, lalu di catat

karakteristiknya dan dilakukan komparasi dengan berbagai referensi yang ada

untuk mendapatkan jenis dan klasifikasi dari mikroalga tersebut. Buku manual

untuk identifikasi menggunakan Yunfang (1995), Huynh, and Serediak (2006),

and Verlencar and Somshekar (2004).

Selanjutnya dilakukan isolasi terhadap 5 jenis mikroalga yang paling banyak

ditemukan dari perairan Sungai Siak tersebut dan berpotensi dijadikan sebagai

bahan baku industri. Teknik isolasi yang digunakan adalah menggunakan metode

pengenceran bertingkat. Metode ini cukup efektif untuk menapis dan mengisolasi

satu jenis mikroalga, karena kelimpahan mikroalga yang beragam di dalam

sampel perairan. Berdasarkan sumber dari (Adi Mulyanto, 2010). Mikroalga hasil

isolasi ini dikultur dalam skala laboratorium dan dihitung kelimpahannya dari hari

pertama hingga akhir pengkulturan.

3.5.4. Kultur Mikroalga

Pemeliharaan kultur Spirulina sp. dimulai dengan pembuatan media limbah

cair tahu sebagai media kultur. Variasi limbah cair thau ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Variasi Limbah Cair Tahu bagi pemeliharaan Spirulina sp.

Kosentrasi Limbah Volume Medium (mL) Limbah Cair Tahu


Cair Tahu (%) Aquades Limbah Cair Tahu : Total Volume
0 1000 0 0
15 850 150 1 ; 6,6
30 700 300 1 ; 3,3
45 550 450 1 ; 2,2
60 400 600 1 ; 1,7

Media tumbuh Spirulina platensis divariasikan dengan kadar limbah cair

tahu 15%, 30%, 45%, 60% dan kontrol (0%). Tahap ini bertujuan untuk

mengetahui batas maksimal penambahan limbah air tahu ke dalam media tumbuh.
22

Selanjutnya, pada penelitian utama, penambahan limbah cair tahu divariasikan

15%, 30%, 45%, 60% dan kontrol (0%) dalam media kultur. Kemudian aquades

ditambahkan sampai total volume media kultivasi sebanyak 1000 mL. Kultivasi

dilakukan menggunakan toples 2 L. Lampu TL digunakan sebagai sumber cahaya

yang diletakkan pada jarak ± 15 cm. Pertumbuhan dilakukan di dalam toples

dengan volume 1 liter dan diaerasi selama 15 hari.

3.5.5. Perhitungan Kepadatan

Keberhasilan kultur mikroalga dapat dilihat dengan mengetahui kepadatan

mikroalga selama masa kultur. Perhitungan kepadatan sel menggunakan

haemocytometer dengan 3 kali pengulangan dan dilakukan pada jam 15.00 setiap

harinya selama masa kultur. Tahapan yang dilakukan untuk menghitung

kepadatan mikroalga yaitu:

 Alat yang digunakan untuk pengamatan dipersiapkan terlebih dahulu seperti

mikroskop, haemocytometer, hand counter, cover glass, pipet tetes, tissue,

aquades, tabung reaksi, dan gelas ukur volume 10 ml dan telah disterilkan,

 Diambil sampel mikroalga sebanyak 3 ml dengan pipet tetes kemudian

dimasukkan dalam tabung reaksi, setelah itu 1 mL air sampel diambil dan

dimasukkan dalam gelas ukur untuk pengenceran dengan aquades sebanyak

9 ml, lalu ambil 1 tetes dan letakkan pada haemocytometer,

 Haemocytometer ditutup dengan cover glass tanpa ada gelembung udara,

dan diletakkan di mikroskop untuk diamati di bawah perbesaran 400 x,

 Perhitungan sel dilakukan dilakukan tiga kali pengulangan pada setiap

sampel dan dihitung dengan rumus berikut menurut kepada (Mukhlis et al.,

2017).
23

N (sel/L) = n x 10 x 104
3
Keterangan:

N = Kepadatan Mikroalga
n = Jumlah sel setelah pengulangan
10 = Pengenceran
104 = Ketetapan perhitungan
3.5.6. Perhitungan Kualitas Air

Mikroalga membutuhkan lingkungan yang mampu menyediakan kondisi

yang optimal. Kondisi yang dimaksud adalah suhu dan pH. Pengukuran kualitas

air pada 5 toples mikroalga akan dilakukan pada hari ke-1 hingga hari ke-15 pada

jam 10.00 WIB. Pengkulturan kualitas air dilakukan dengan alat pH meter dan

termometer.

a. Penggunaan pH meter sebagai berikut:

 Baterai dicek sebelum dipergunakan, alat terlebih dahulu dihidupkan

setelah itu tunggu beberapa detik sampai layar menunjukkan angka,

 Setelah itu pH meter dimasukkan ke dalam toples, Nilai pH-nya

dibaca dan dicatat pada log book,

 Setelah dipergunakan kemudian dibilas dengan menggunakan tissue

yang diberi aquades.

b. Penggunaan thermometer sebagai berikut:

 Thermometer dicelupkan ke dalam toples, kemudian ditunggu dalam

2 – 5 menit atau sampai angka stabil,

 Skala thermometer dicatat pada log book tanpa mengangkat

thermometer,
24

 Setelah thermometer digunakan, kemudian dibilas dengan

menggunakan tissue yang diberi aquades dan disimpan pada tempat

yang aman.

3.5.7. Pemanenan

Pemanenan mikroalga dapat dilakukan dengan menyaring mikroalga yang

telah dikultur dengan menggunakan kertas saring whatman No. 42. Wadah

saringan dibuat dengan menggunakan botol yang dibelah menjadi dua. Kemudian

di dalam botol dimasukkan kertas saring whatman No. 42 sebagai penyaring

sampel. Setelah itu sampel dimasukkan ke dalam penyaring dan dibiarkan selama

beberapa jam hingga menyisakan mikroalga yang menempel di kertas saring.

Kemudian kertas saring dikeringkan di bawah lampu selama satu hari hingga

kering. Mikroalga yang menempel pada kertas saring dapat digerus hingga

diperoleh tepung mikroalga.

3.5.8. Perhitungan Biomassa

Perhitungan biomassa mikroalga dilakukan dengan menimbang berat basah

dan berat kering tepung mikroalga pada timbangan digital. Adapun prosedur

dalam melakukan perhitungan biomassa adalah alat yang akan digunakan

dibersihkan terlebih dahulu, kemudian sampel mikroalga dimasukkan ke dalam

saringan hingga menyisakan mikroalga yang menempel pada kertas saring,

kemudian kertas saring yang basah ditimbang dengan menggunakan timbangan

digital yang disebut dengan berat basah. Setelah ditimbang, mikroalga

dikeringkan dengan menggunakan lampu di bawah kardus hingga 24 jam.

Kemudian berat kertas saring dihitung kembali untuk mengetahui berat kering

mikroalga. Adapun rumus biomassa menurut Putch (2007) adalah:


25

Biomassa = Berat Basah (gr) – Berat Kering (gr)

3.5.9. Kandungan Fitokomia

Pembuatan larutan uji untuk skrining fitokimia (alkaloid, saponin, steroid,

triterpenoid, dan flavonoid) dilakukan dengan melarutkan ekstrak mikroalga

Spirulina sp.

a. Uji Alkaloid

Sejumlah sampel dilarutkan dalam 10 tetes asam sulfat 2N. Lalu diuji

dengan menggunakan 2 pereaksi alkaloid wagner dan marquis. Pereaksi wagner

dibuat dengan cara 10 mL akuades ditambahkan dengan 2,5 gram iodine, dan 2

gram kalium iodine. Seterusnya dilakukan pengenceran menggunakan aquades

sebanyak 200 ml. Jika hasil uji ini dinyatakan positif jika endapan nya

membentuk warna cokelat hingga kuning. Sedangkan pereaksi marquis dibuat

dengan cara 1 ml formalin 40%, lalu ditambahkan 5 ml asam sulfat pekat. Jika

hasil uji dinyatakan positif jika endapan nya berwarna ungu anggur, merah atau

cokelat (Rahmawati, 2005).

b. Uji Flavonoid

Sebanyak 50 mg ekstak sampel tepung mikroalga ditambahkan 100 ml air

panas, lalu dididihkan selama 5 menit. Setelah itu sampel di saring, dan difiltrat

sebanyak 5 ml. Kemudian ditambahkan 0,05 serbuk mg, dan 1 ml HCL pekat.

Hasil uji dinyatakan positif jika terbentuk warna merah, kuning atau jingga

(Sutisna, 2000).

c. Uji Steroid

Sejumlah sampel dilarutkan dalam 2 mL kloroform dalam tabung reaksi

yang kering, lalu ditambahkan 10 tetes anhidra asetat, serta 2 tetes H2SO4 pekat.
26

Terbentuknya larutan berwarna jingga dan ungu untuk pertama kali menunjukkan

adanya senyawa triterpenoid, kemudian berubah menjadi biru dan hijau

menunjukkan reaksi positif menandung senyawa steroid (Nohong, 2009).

d. Uji Saponin

Sebanyak 1 mg sampel tepung mikroalga ditambahkan dengan air panas

90oC. Kemudian ditambahkan 2 tetes HCL pekat. Hasil uji dinyatakan positif Jika

terbentuk busa permanen selama ± 15 menit (Darwis, 2000).

3.5. Analisis Data

Analisis data kepadatan populasi sel Spirulina sp. dianalisa secara deskriptif

sedangkan biomassa populasi Spirulina sp. dianalisa dengan menggunakan uji

anava (Analysis of Varian) satu arah dengan taraf signifikansi 0,05 untuk

mengetahui pengaruh limbah cair tahu yang digunakan dalam penelitian terhadap

biomassa populasi Spirulina sp. Apabila berbeda nyata maka dilanjutkan dengan

Uji Duncan. Jika hasilnya signifikan maka dilanjutkan dengan uji BNT untuk

mengetahui perbedaan antar perlakuan yang diberikan.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAL) dengan 5

perlakuan konsentrasi. Konsentrasi yang digunakan antara lain 15%, 30%, 45%,

60% dan kontrol (0%). Parameter yang diukur ialah kepadatan populasi Spirulina

sp. dan biomassa populasi Spirulina sp. Adapun variabel manipulasi yaitu

konsentrasi limbah cair tahu yaitu antara lain 15%, 30%, 45%, 60% dan kontrol

(0%). Sedangkan variabel respon dalam penelitian ini adalah kepadatan populasi

dan biomassa populasi Spirulina sp. Variabel kontrol meliputi volume medium,

jenis medium, spesies Spirulina sp., waktu penebaran bibit, ukuran toples, waktu

pemupukan, dan waktu penghitungan.


27

3.7 Asumsi

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Media kultur dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroalga.

2. Ketelitian peneliti dan akurasi alat yang digunakan dalam menganalisis sampel

dianggap sama.

3. Semua mikroalga dianggap mempunyai masa pertumbuhan yang sama.


28

DAFTAR PUSTAKA

Addini, I. 2017. Pertumbuhan Mikroalga Spirulinna plantensis Yang dikultur


dengan Media Teknis.
Apriyatmoko, Y. 2015. Isolasi dan Karakteristik Mikroalga yang Berpotensi
Sebagai Bahan Baku Biodiesel di Perairan Estuaria Sungai Porong. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh
Nopember.
Dawud, M., L. Namara., dan N. Chayati. 2016. Analisis Sistem Pengendalian
Pencemaran Air Sungai Cisadene Kota Tangerang Berbasis Masyarakat. In
Pro iding Seminar Nasional Sains dan Teknologi (pp.1-8). Bogor. UMJ.
Dyah, P.S. 2011. Produksi Biodiesel dari Mikroalga Chlorella sp. dengan Metode
Esterifikasi In-Situ. Tesis. Program Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro.
Semarang.
Hadiyanto, M., M. A. Nur and G. D. Hartanto. 2012. Cultivation of Chlorella sp.
as Biofuel Sources in Palm Oil Mill Effluent (POME). Int. Journal of
Renewable Energy Development 1 (2): 45-49.
Hakiki, R. 2016. Microalgae as Bioindicator of Surface Water Quality. Journal of
Enviroment Engineering and Waste Management. 1 (3): 46-54.
Harmoko., dan Y. Risnawati. 2018. Mikroalgae Bacillariophyta Division Founded
in Lake Aur Regency of Musi Rawas. J.Bio. 6 (1): 30-35.
Kawaroe, M., T. Prartono., A. Sunuddin., dan S.W. Sari. 2010. Mikroalga: Potensi
dan Pemanfaatannya Untuk Produksi Bio Bahan Bakar. PT. Penerbit IPB
Press Bogor.
Khairul. 2017. Studi faktor fisika kimia perairan terhadap biota akuatik
dieEkosistem Belawan (pp. 1132–1140).

Khotimah, K. 2015. Skrining Fitokimia Dan Indentifikasi Metabolit Sekunder


Senyawa Karpain Pada Ekstrak Metanol Daun Carica pubescens Lenne and
K. Koch Dengan LC /MS (Liquid Chromatograph-tanden Mass
Spectrometry). Jurnal Protobiont. 4(1): 187.

Kong., B. Martinez., P. Chen., and R. Ruan. 2010. Culture of Microalgaee


Chlamydomonas reinhardtii in Wastewater for Biomass Feedstock
Production. Applied Biochemistry and Biotechnology. 160 (2): 9-18.

Kurnia, I. 2016. Optimasi Pertumbuhan Dan Hidrolisis Lignoselulosa Dari


Mikroalga Chlorella vulgaris Untuk Meningkatkan Kadar Glukosa Sebagai
Bahan Baku Bioethanol. Universitas Andalas. Padang.
29

Munawaroh, S. Z. 2016. Potensi Mikroalga Yang Dikultivasi Pada Media Limbah


Cair Industri Karet Remah Dengan Sistem Open Pond Sebagai Sumber
Protein. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Lampung (Tidak
Diterbitkan).

Regista, Ambeng, Litaay, M., dan Umar, M. R. 2017. The research on effect
giving liquid vermikompos Lumbricus rubellus on the of Chlorella sp
BIOMA : Jurnal Biologi Makassar, 2 (1): 1-8.

Singh, A., P. S Nigam., dan J. D. Murphy. 2011. Mechanism and challenges in


commercialisation of algal biofuels. Bioresour Technol. 102 (2): 26–34.
Soeprobowati dan Hariyati. 2016. Bioaccumulation of Pb, Cd, Cu, and Cr by
Porphyridium cruentum (S.F. Gray) Nägeli. International Journal of Marine
Science 2013. 3 (27): 212-218 (doi: 10.5376/ijms.2013.03.0027).

Tjitrosoepomo, G. 2011. Taksonomi Tumbuhan Schizophyta, Tallophyta,


Bryophyta, Pteridophyta. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.

Ugwu., H. Aoyagi., and H. Uchiyama. 2015. Photobioreactors for mass


cultivation of algae. Bioresource Technology. 99 (1): 4021-4028.

Ulfa, M., dan Irwansyah. 2019. Perancangan E-Marketplace pada PT . Pabrik


Terasi Sejahtera Sungi Lumpur Tulung Selapan. Bina Darma Conference on
Computer Science 2019. 94–111.

Widowati, I., M. Zainuri., H.P. Kusumaningrum., dan J.L. Mouget. 2015. Salina
Sustanaible Valorization of Indonesian Phytoplankton in Aquaculture : New
Approaches to Control Infection Deseas. Laporan Penelitian Kerjasama
Luar Negeri dan Publikasi Internasinal. Fakultas Kelautan dan Perikanan.
Universitas Diponegoro. Semarang.
30

LAMPIRAN

Lampiran 1. Organisasi Penelitian


31

1. Pelaksana Penelitian

Nama : Nurul Supiyana Damanik

NIM : 1804111275

Jurusan : Manajemen Sumberdaya Perairan

Alamat : Jl. Manyar Sakti

2. Dosen Pembimbing I

Nama : Budijono, S.Pi., M.Sc.

NIP : 19700612 199702 1 003

Pekerjaan : Dosen Fakultas Perikanan dan Kelautan

Alamat : Fakultas Perikanan dan Kelautan

3. Dosen Pembimbing II

Nama : Ir. Eddiwan, M.Sc.

NIP : 19631231 199103 1 031

Pekerjaan : Dosen Fakultas Perikanan dan Kelautan

Alamat : Fakultas Perikanan dan Kelautan

Lampiran 2. Jadwal Penelitian


32

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Oktober-Desember 2021.

Adapun Rencana pelaksanaan penelitian ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Waktu (Bulan dan Minggu)


N
Kegiatan Oktober November Desember Januari
O
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Penyusunan
usulan
penelitian
2 Revisi usulan
penelitian
3 Penelitian
4 Persiapan
alat
5 Penelitian
6 Penyusunan
Skripsi

Lampiran 3. Anggaran Biaya


33

1. Biaya Persiapan

a. Kertas HVS dan alat tulis Rp. 300.000,-

b. Perbanyak cetak dan jilid usulan penelitian Rp. 200.000,-

2. Biaya Pelaksanaan Penelitian

a. Persiapan alat penelitian Rp. 500.000,-

b. Bahan penelitian Rp. 500.000,-

c. Biaya Pemakaian Alat Rp. 200.000,-

3. Biaya Penulisan Skripsi

a. Biaya pembuatan dan perbanyak laporan Rp. 500.000,-

4. Biaya Tak Terduga Rp. 500.000,-

Jumlah Rp. 2.700.000,-

Terbilang: Dua Juta Tujuh Ratus Ribu Rupiah

Anda mungkin juga menyukai