Anda di halaman 1dari 17

SEMINAR

UJI PEMANFAATAN AIR LIMBAH IKAN LELE, DAUN


GAMAL, DAN KULIT PISANG KEPOK TERHADAP
PERTUMBUHAN KALE CURLY (Brasicca oleraceae
var. sabellica)

Disusun Oleh:
Brian Andika Purba
NPM: 190802074

UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA


FAKULTAS TEKNOBIOLOGI
PROGRAM STUDI BIOLOGI
YOGYAKARTA
2023
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Air limbah ikan lele merupakan salah satu masalah dalam berternak

ikan lele baik ikan lele yang dibudidayakan kolam beton, terpal, dan drum. Air

limbah budidaya ikan lele adalah salah satu limbah yang berasal dari pakan

buatan yang memiliki kandungan protein tinggi untuk melangsungkan hidup

atau pertumbuhan ikan. Hasil dari sisa pakan yang tidak termakan, kotoran di

kolam ikan lele mengandung unsur hara makro dan mikro yang berupa

kotoran, urine dan makan tambahan dari dedaunan hijau, selain itu limbah cair

budidaya lele merupakan limbah organik yang berfungsi untuk memperbaiki

struktur tanah, dan memperbaiki kehidupan mikroorganisme tanah (Marsono,

2001).

Menurut Kesuma dkk. (2015) bahwa air limbah budidaya ikan lele

mengandungan unsur hara makro dan mikro dimana air limbah ikan lele yang

mengandung bahan organik tersebut dapat dimanfaatkan tanaman sebagai sumber

nutrisi untuk pertumbuhan tanaman. Prinsip ini menggunakan resirkulasi yaitu

penggunaan kembali air yang telah dikeluarkan. Keuntungan dari sistem ini dapat

mengurangi kebutuhan air, reduksi bahan organik yang meliputi amonia, nitrit serta

penyangga atau buffer pH (Effendi dkk. 2015). Sampel air limbah ikan lele

mengandung 6,81 mg/L untuk total Nitrogen, 0,03 mg/L untuk Phospor, 0,25 mg/L

untuk Kalium, 0,71 mg/L untuk Kalsium, 0,07 mg/L untuk Magnesium, 0,03 mg/L

untuk Besi, 0,005 mg/L. Pemanfaatan kotoran ikan juga dapat memenuhi hara

sebagai nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Samsundari dan

Ganjar, 2013). Menurut Adithya dkk. (2015) kandungan pupuk organik padat dengan
2

4 kg limbah ikan memiliki kandungan yang berkisar 2,26% N, 1,44% P dan 0,95% K,

hal ini dapat dimanfaatkan dengan penambahan bahan organik sebagai nutrisi

tanaman.

Kale curly (Brasicca oleraceae var. sabellica) adalah salah satu jenis

sayuran famili kubis-kubisan (Brassicaceae) yang berasal dari negeri Cina dan

sekarang banyak dibudidayakan di Asia Tenggara. Kale merupakan sayuran

yang banyak memberikan manfaat dan juga salah satu sayuran yang memiliki

nilai ekonomis tinggi, dengan kandungan yang kaya akan gizi antara lain:

protein, karbohidrat, lemak, zat besi, vitamin A, B, C dan serat. Kale curly dapat

dibudidayakan secara organik, kale yang dibudidayakan secara organik harus

memenuhi kebutuhan hara yang disediakan dari pupuk organik. Salah satu sumber

yang bisa digunakan untuk mencukupi kebutuhan hara nitrogen, fosfor dan kalium

adalah dengan memanfaatkan air limbah ikan lele, daun gamal, dan kulit pisang

kapok untuk diolah menjadi pupuk cair.

Penggunaan pupuk organik mampu menjadi solusi dalam mengurangi

pemakaian pupuk anorganik yang berlebihan. Namun kelemahan pupuk organik

pada umumnya kandungan unsur hara yang rendah dan lambat tersedia bagi

tanaman dan lambat tersedia bagi tanaman (Jusuf, 2006). Pupuk organik cair adalah

larutan dari hasil pembusukan bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, limbah

agroindustri dan kotoran hewan yang memiliki kandungan lebih dari satu unsur hara

(Rasmito dkk. 2019).

Salah satu jenis pupuk yang dimanfaatkan sebagai pupuk organik cair adalah

bahan organik yang berasal dari sisa atau limbah ikan yang dihancurkan. Bahan

organik yang telah dihancurkan sampai halus nantinya akan dikombinasikan dengan

air limbah budidaya ikan lele sebagai media tanam. Selanjutnya dilakukan proses

penambahan EM4 dan molase pada air limbah budidaya ikan lele dan bahan organik
3

nantinya diolah terlebih dahulu melalui proses fermentasi untuk kemudian

dimanfaatkan

Tanaman gamal merupakan tanaman golongan legum yang

memiliki kandungan hara esensial yang cukup tinggi. Menurut Qoniah

dan Umi (2019), kandungan daun gamal yaitu 3-6 % N, 0,31% P, 0,77%

K, 15-30% serat kasar, dan 10% abu K. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan dengan konsentrasi 0, 40, 80, dan 120 ml/liter air

menunjukkan bahwa pupuk cair daun gamal secara umum terdapat

pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan sawi. Tanaman gamal memiliki

keunggulan dibandingkan dengan jenis legume lainnya yaitu, tanaman gamal dapat

dengan mudah dibudidayakan, pertumbuhannya cepat, produksi biomassa yang

tinggi. Daun gamal memiliki kandungan nitrogen yang cukup tinggi dengan C/N

rendah, membuat biomassa tanaman ini mudah mengalami dekomposisi (Jusuf,

2007).

Kulit pisang ialah bahan organik yang mengandung unsur kimia

seperti magnesium, sodium, fosfor dan sulfur, Kandungan unsur hara

yang ada dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Berdasarkan analisis

yang dilakukan maka dapat diketahui bahwa kandungan unsur hara yang

terdapat di pupuk cair kulit pisang kepok yaitu, N-total 0,18%; P2O5

0,043%; C-organik 0,55%; pH 4,5; C/N 3,06%; dan K2O 1,137% (Nasution

dkk. 2014). Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis melakukan penelitian untuk

mengetahui uji pemanfaatan air limbah ikan lele, daun gamal, kulit pisang kapok,

terhadap pertumbuhan kale curly (Brasicca oleraceae var. Sabellica).


4

B. Perumusan Masalah

1. Apa saja jenis tanaman obat yang ada di daerah TNGM?

2. Apa saja manfaat dari tanaman obat yang ada?

3. Bagaimana cara pemanfaatan dan pengolahan tanaman obat yang ada?

4. Dimana saja lokasi tanaman obat tersebut ditemukan?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui jenis tanaman obat di kawasan TNGM.

2. Mengetahui manfaat tanaman obat yang ada di kawasan TNGM.

3. Mengetahui cara pemanfaatan dan pengolahan tanaman obat yang ada di

kawasan TNGM.

4. Mengetahui lokasi berbagai jenis tanaman obat di kawasan TNGM.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan informasi dan pengetahuan

mengenai berbagai jenis tanaman obat yang ada di kawasan TNGM dan

pemanfaatan tanaman obat tersebut. Manfaat lainnya adalah untuk memberikan

lokasi dimana tanaman obat ini ditemukan agar masyarakat lebih mudah untuk

mendapatkannya saat diperlukan. Dengan adanya informasi yang lengkap

tersebut, diharapkan juga masyarakat menjadi lebih paham akan manfaat

tanaman obat.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Etnobotani

Etnobotani adalah sebuah ilmu yang mengkaji hubungan atau

keterkaitan antara manusia dengan tumbuhan, ilmu ini memberikan gambaran

dan penjelasan kaitan antara budaya serta kegunaan tumbuhan, bagaimana

tumbuhan digunakan, dirawat dan dinilai memberikan manfaat bagi manusia

(Syafitri dkk., 2014). Etnobotani memiliki aplikasi pada banyak bidang yang

saat ini turut menjadi perhatian global, diantaranya adalah ketahanan pangan,

perubahan iklim, konservasi keanekaragaman hayati, serta kesehatan manusia.

Kajian etnobotani mampu memberikan wawasan tentang cara masyarakat

berinteraksi dengan sumber daya lingkungan sekitar mereka, kajian ini juga

memiliki potensi untuk menyatukan serta mengintegrasikan pengetahuan lokal

dan ilmiah untuk tujun konservasi. Etnobotani berkontribusi terhadap

konservasi keanekaragaman hayati, khususnya berkaitan dengan dokumentasi

dan pemeliharaan pengetahuan asli serta lokal dari suatu tumbuhan (Pei dkk.,

2020).

Istilah etnobotani muncul dan diperkenalkan oleh ahli tumbuhan dari

Amerika Utara, John Harshberger pada tahun 1895 untuk menekankan bahwa

ilmu ini mengkaji terkait etnik (suku bangsa) dan botani (tumbuhan).

Perkembangan etnobotani pada awalnya hanya berfokus terhadap pengumpulan

informasi jenis serta nama lokal dari tumbuhan serta manfaatnya, namun pada

tahun 1916 telah diperkenalkan konsep baru tentang etnobotani dimana kajian

etnobotani juga harus berperan dalam memberikan pemahaman kepada


6

masyarakat mengenai biologi tumbuhan serta perannya dalam kehidupan

masyarakat tertentu. Peran dan kontribusi etnobotani bagi kehidupan

masyarakat baik untuk saat ini maupun generasi mendatang sangat luas dan

beragam, diantaranya adalah sebagai upaya konservasi tumbuhan, penilaian

status konservasi jenis tumbuhan, inventori botanik, berperan dalam penemuan

obatobatan baru, hingga berperan dalam perencanaan lingkungan yang

berkelanjutan

(Hakim, 2014).

B. Tanaman Obat

Tanaman obat adalah segala jenis tumbuhan yang diketahui mempunyai

khasiat baik dalam membantu memelihara kesehatan maupun pengobatan

suatu penyakit. Tumbuhan Obat sangat erat kaitannya dengan pengobatan

tradisional, karena sebagian besar pendayagunaan tumbuhan obat belum

didasarkan pada pengujian klinis laboratorium, melainkan Iebih berdasarkan

pada pengalaman penggunaan (Harmida dkk., 2011).

Adapun pengertian lain tanaman Obat tradisional menurut Departemen

Kesehatan RI mendefenisikan tanaman Obat Indonesia seperti yang

tercantum dalam SK Menkes No. 149/SK/Menkes/IV/1978, yaitu 1) Tanaman

atau bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan Obat tradisional atau

jamu. 2) Tanaman atau bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan

pemula bahan baku obat. 3) Tanaman atau bagian tanaman yang diekstraksi

dan ekstrak tanaman tersebut digunakan sebagai Obat.


7

Menurut Dewoto (2007) definisi obat tradisional ialah bahan atau

ramuan bahan yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian

(galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun temurun telah

digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional

Indonesia atau obat asli Indonesia yang Iebih dikenal dengan nama jamu,

umumnya campuran Obat herbal, yaitu obat yang berasal dari tanaman.

Bagian tanaman yang digunakan dapat berupa akar, batang, daun, umbi atau

mungkin juga seluruh bagian tanaman.

C. Taman Nasional Gunung Merapi

1. Sejarah Taman Nasional Gunung Merapi

Taman Nasional Gunung Merapi adalah salah satu taman nasional

yang berlokasi di kawasan Gunung Merapi. TNGM ini memiliki luas

kawasan 6.410 ha yang berada diantara dua provinsi, yaitu Daerah Istimewa

Yogyakarta dan Jawa Tengah. Panorama yang ada di Kawasan TNGM ini

sangat indah karena hasil dari bentukan alam dan memiliki banyak tempat

tujuan wisata yang sangat menarik terutama bagi para pecinta alam. Gunung

Merapi adalah salah satu gunung yang berstatus aktif, tetapi kawasan ini

cukup kaya akan keanekaragaman flora dan fauna.

Letak kawasan Taman Nasional Gunung Merapi secara geografis

berada di antara 7°22’33’’ – 7°52’30’’ Lintang Selatan dan 110°15’00’’ –

110°37’30’’ Bujur Timur. Sementara itu, letak administratifnya berada di

kabupaten Magelang, Klaten, dan Boyolali di Jawa Tengah dan kabupaten

kabupaten Sleman di DIY.


8

Kawasan hutan Gunung Merapi adalah kawasan hutan negara yang

penting dan strategis karena berfungsi sebagai daerah resapan air yang

memiliki manfaat bagi wilayah sekitarnya dan merupakan tipe hutan tropis

dengan kondisi gunung api yang sangat aktif. Kawasan hutan Gunung Merapi

dilindungi untuk fungsi pelestarian alam (menjaga fungsi hidrologis, botani

dan estetika serta pengelolaan kawasan secara khusus sebagai daerah rawan

bencana). Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang perubahan Fungsi

Kawasan Hutan Lindung, Cagar Alam dan Taman Wisata Alam pada

Kelompok Hutan Gunung Merapi seluas ± 6.410 ha, yang terletak di

Kabupaten Magelang, Boyolali dan Klaten Provinsi Jawa. TNGM di landasi

hukum berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan

Konservasi Alam No. SK.74/IV/Set-1/2005 tentang Rencana Stratejik

Direktorat Jenderal PHKA Tahun 2005-2009. Keputusan Menteri Kehutanan

Nomor SK.456/Menhut-VII/2004 tentang Lima Kebijakan Prioritas Bidang

Kehutanan dalam Program Pembangunan Nasional Kabinet Indonesia

Bersatu. Peta Zonasi Taman Nasional Gunung Merapi dapat dilihat pada

Gambar 1.

Gambar 1. Peta Zonasi Taman Nasional Gunung Merapi


9

Berdasarkan pada gambar diatas dapat dilihat bahwa gambar diatas

adalah peta keseluruhan gunung merapai yang sudah disketsa dan diwarnai

sesuai dengan zona dan wilayah tertentu. Kemudian pengambilan gambar dari

hasil diatas didapat dari buku Taman Nasional Gunung Merapi yang dimana

penulis meminjam untuk kepentingan pembuatan laporan dan juga

pelengkapan data dokumentasi hasil kerja praktik.

Struktur organisasi Balai Taman Nasional Gunung Merapi diatur pada

Peraturan Menteri Kehutanan nomor : P.03/Menhut-II/2007 Tanggal 1

Pebruari 2007 mengenai Organisasi Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman

Nasional. Taman Nasional Gunung Merapi termasuk dalam Taman Nasional

Nasional Tipe B, terdiri dari Kepala Balai (Eselon III), Kepala Sub Bagian

Tata Usaha (Eselon IV), dua orang Kepala Seksi Pengelolaan Taman

Nasional (Eselon IV), dan Kelompok Jabatan Fungsional. Selengkapnya

struktur organisasi Taman Nasional Gunung Merapi didasarkan pada SK.

Kepala Balai No. SK.02/IV-T 43/Peg/2008.

2. Visi dan Misi Taman Nasional Gunung Merapi

Taman Nasional Gunung Merapi memiliki visi yaitu menjadi

Ekosistem Gunung Merapi Lestari dan Bermanfaat. Pencapaian visi

tersebut diwujudkan dengan adanya misi-misi pengelolaan sebagai berikut :

1) Meningkatkan kapasitas kelembagaan berbasis prinsip tata Kelola hutan

yang baik dan pengelolaan di tingkat tapak.

2) Merestorasi ekosistem volcano yang dinamis dan mitigasi bencana

vulkanik.
10

3) Meningkatkan partisipasi para pihak dalam pengelolaan TN Gunung

Merapi.

4) Meningkatkan pengelolaan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya.

3. Struktur Organisasi Taman Nasional Gunung Merapi

Balai Taman Nasional Gunung Merapi adalah kawasan konservasi

dari keanekaragaman hayati dan perlindungan fungsi hidro-orologi. Fungsi

hidoorologi ini adalah fungsi kawasan sebagai daerah resapan air yang

berguna bagi masyarakat disekitar kawasan. Balai Taman Nasional Gunung

Merapi dibagi menjadi 2 Seksi Wilayah yaitu Seksi Pengelolaan Taman

Nasional Wilayah 1 (SPTN Wilayah 1) yang meliputi wilayah Sleman dan

Magelang dengan kedudukan di Magelang dan Seksi Pengelolaan Taman

Nasional Wilayah 2 (SPTN Wilayah 2) yang meliputi wilayah Boyolali dan

Klaten dengan kedudukan di Boyolali.

Pembagian wilayah Taman Nasional Gunung Merapi ini sesuai

dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 134 Menhut-II tahun 2004

tentang perubahan Fungsi Kawasan Hutan Lindung, Cagar Alam dan Taman

Wisata Alam pada Kelompok Hutan Gunung Merapi seluas ± 6.410 ha, yang

terletak di Kabupaten Magelang, Boyolali dan Klaten Provinsi Jawa Tengah,

serta Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta laporan Akhir

BKSDA, 2004:1-2. Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah 1 (SPTN

Wilayah 1) terbagi menjadi 4 (empat) resort yaitu Resort Wilayah Srumbung

Kabupaten Magelang, Resort Wilayah Dukun Kabupaten Magelang, Resort

Wilayah Turi dan Pakem Kabupaten Sleman, dan Resort Wilayah

Cangkrinagn Kabupaten Sleman.


11

Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah 2 (SPTN Wilayah 2)

terbagi menjadi 3 (tiga) resort yaitu Resort Wilayah Musuk dan Cepego

Kabupaten Boyolali, Resort Wilyah Selo Kabupaten Boyolali, dan Resort

Wilayah Kemalang Kabupaten Klaten.


III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penilitian akan dilakukan di kawasan Taman Nasional Gunung


Merapi.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu daftar pertanyaan untuk

responden, buku catatatan, alat tulis, label, kamera handphone, perekam suara,

dan daftar jenis tanaman obat. Bahan yang digunakan, yaitu tanaman obat yang

ada di kawasan TNGM.

C. Tahapan Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif eksploratif

atau penelitian dengan cara observasi serta wawancara. Wawancara yang

dilakukan merupakan wawancara semi terstruktur dengan bantuan daftar

pertanyaan dan dibuktikan dengan keberadaan tanaman obat yang ada di

kawasan TNGM.

1. Survei Awal Penelitian

Survei dilakukan pada lokasi penelitian dengan tujuan untuk

mengetahui kondisi di kawasan TNGM untuk.menentukan responden serta

menentukan lokasi pendataan tanaman obat.

2. Wawancara

Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data tentang jenis dan

pemanfaatan tanaman obat yang ada di kawasan TNGM. Wawancara yang

dilakukan adalah wawancara semi terstruktur dengan menggunakan daftar


13

pertanyaan sebagai panduan. Sampel yang diambil untuk keperluan

wawancara dalam penelitian ini nantinya akan disesuaikan dengan orang

yang ada di lapangan sehingga memenuhi kebutuhan pengumpulan data.

Responden dipilih dengan teknik snowball sampling, yaitu teknik

pemilihan responden berdasarkan rekomendasi informan awal, teknik ini

dipilih untuk mendapatkan informasi yang akurat dari orang yang tahu

mengenai pemanfaatan dan jenis tumbuhan obat yang ada di kawasan

TNGM. Responden yang akan menjawab pertanyaan adalah orang-orang

atau petugas di TNGM serta masyarakat sekitar yang mengetahui dan sering

atau pernah memanfaatkan tanaman obat. Hasil wawancara kemudian

dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam tabel hasil untuk diolah menjadi

diagram atau grafik serta dijelaskan secara deskriptif.

3. Observasi Lapangan dan Pengumpulan Data

Observasi lapangan dilakukan untuk mendapatkan verifikasi tentang

jenis tanaman obat apa saja yang memang ada di kawasan TNGM, serta

dapat mengetahui dengan lebih jelas bentuk serta lokasi adanya tanaman

tersebut.

4. Dokumentasi

Tahap dokumentasi dilakukan untuk mengumpulkan bukti, baik

berupa foto, audio, maupun video. Dokumentasi dilakukan dengan bantuan

alat perekam suara serta kamera handphone. Pengambilan foto dilakukan

dengan kamera handphone selama pengambilan data berlangsung, termasuk

foto atau dokumentasi dari tanaman obat serta bagian tanamannya,

sedangkan informasi yang disampaikan oleh responden saat wawancara

didokumentasikan dengan perekam suara.


14

D. Analisis Data

1. Demografi Responden

Karakteristik dari responden dalam penelitian disusun dan

dikelompokkan ke dalam empat karakteristik umum, yaitu umur,

pendidikan, jenis kelamin, dan pekerjaan. Data karakteristik responden

selanjutnya disajikan dalam bentuk diagram atau grafik dan dianalisis secara

deskriptif.

2. Cara Pemanfaatan dan Pengolahan Tumbuhan

Informasi mengenai jenis, cara pemanfaatan dan cara pengolahan

tanaman obat yang diperoleh dari hasil wawancara yang telah dilakukan

kemudian dikelompokkan dengan bantuan tabel dan dianalisis secara

deskriptif.
15

DAFTAR PUSTAKA

Bonai, Y.M.M. 2013. Pemanfaatan jenis-jenis tumbuhan obat tradisional olah


masyarakat Suku Klabra di Kampung Buk Distrik Klabot Kabupaten

Jusuf, L. 2006. Potensi Daun Gamal Sebagai Bahan Pupuk Organik Cair Melalui
Perlakuan Fermentasi. Jurnal Agrisistem. 2(1): 5-16.

Marsono

Kesuma, B. W., Budiyanto dan Bieng, B. 2015. Efektifitas Pemberian Probiotik


dalam Pakan terhadap Kualitas Air dan Laju Pertumbuhan Pemeliharaan
Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) Sistem Terpal. Jurnal Penelitian
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. 4(2): 21-27.

Jusuf, L. 2006. Potensi Daun Gamal Sebagai Bahan Pupuk Organik Cair Melalui
Perlakuan Fermentasi. Jurnal Agrisistem. 2(1): 5-16.

Qoniah, Umi. 2019. Pengaruh Pemberian Pupuk Cair Daun Gamal (Gliricidia
sepium) terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Tanaman Selada
(Lactuca sativa L.) dengan Media Hidroponik. Skripsi S1. Universitas
Islam Negeri Raden Intan. Lampung.

Effendi, H., Utomo, B.A., Darmawangsa, G. M., dan Karo-Karo, R.E. 2015.
Fitoremediasi Limbah Budidaya Ikan Lele (Clarias sp.) dengan Kangkung
(Ipomoea aquatica) dan Pakcoy (Brassica rappa chinensis) dalam sistem
resirkulasi. Ecolab. 9 (2): 47-104.

Aditya, S., Suparmi, Edison. 2015. Study of Manufacture Solid Organic Fertilizer
From Fisheries Waste. Jomfaperika. 2 (2): 1 – 11.

Samsundari, S., dan Ganjar A. W. 2013.Analisis Penerapan Biofilter dalam Sistem


Resirkulasi terhadap Mutu Kualitas Air Budidaya Ikan Sidat (Anguilla
bicolor). Jurnal, Gamma. 8(2): 86-97.

Rasmito, A., Aryanto, H., Anjang P. H. 2019. Pembuatan Pupuk Organik Cair
dengan Cara Fermentasi Limbah Cair Tahu, Starter Filtrat Kulit Pisang dan
Kubis, dan Bioaktivator EM14.Jurnal IPTEK. 23(1): 55-62.

Nasution, F.J., Mawarni, L., dan Meirani, M. 2014. Aplikasi Pupuk Organik Padat
dan Cair dari Kulit Pisang Kepok untuk Pertumbuhan dan Produksi Sawi
(Brassica juncea L.). Jurnal Online Agroekoteknologi. 2(3): 1029-1037.

Anda mungkin juga menyukai