Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR (POC)

Mata Kuliah : Agroekosistem Berkelanjutan


Dosen Pengampu : Ir. Ali Rachman M,Si. dan Asih Farmia, SP, M.Agr.Sc

Oleh :
Kelompok 2 / Semester VII-C
1. Darma Satriya 7. Niken Ayu Widyasari
2. Ferrari Romantisa Jonata 8. Rita Septiani Ati
3. Husna Fairuz Hayati 9. Sinta Pertiwi
4. Latifah Nur Hidayati 10. Sukmawati
5. M. Syaifuddin Abdullah 11. Wahyu Daman
6. Mutia Ayu Syafitri

KEMENTERIAN PERTANIAN
BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN
POLITEKNIK PEMBANGUNAN PERTANIAN YOGYAKARTA-MAGELANG
JURUSAN PENYULUHAN PERTANIAN BERKELANJUTAN
YOGYAKARTA

2019
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pupuk merupakan suatu nutrisi yang dibutuhkan tanaman untuk
pertumbuhan dan perkembangan. Pupuk secara umum dibedakan menjadi dua
yaitu pupuk anorganik dan pupuk organik. Pupuk anorganik merupakan pupuk
yang terbuat dari bahan-bahan kimia aktif seperti pestisida yang diproduksi
oleh pabrik-pabrik kimia yang beredar dipasaran. Sedangkan pupuk organik
yaitu pupuk yang terbuat dari pelapukan organisme tumbuhan atau hewan.
Terdapat dua macam pupuk organik yaitu pupuk organik padat dan organik
cair. Pupuk organik padat merupakan pupuk organik yang berasal dari sisa
tanaman, kotoran hewan, dan kotoran manusia yang berbentuk padat
sedangkan pupuk organik cair merupakan larutan yang berasal dari
pembusukan bahan-bahan organik. Kelebihan pupuk organik cair adalah
mampu memberikan hara bagi tanaman tanpa merusak unsur hara di dalam
tanah dan lebih mudah diserap oleh tanaman (Hadisuwito, 2012).
Menurut hasil penelitian Prasetya (2015) pupuk cair dapat dibuat dari
kulit kacang tanah dan rumen sapi dan menambahkan jamur Trichoderma sp.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pupuk tersebut mengandung nutrien yang
tinggi. Kandungan N, P, dan K pupuk organik cair yang besar adalah dari
perlakuan P311 dengan 10% kulit kacang tanah dan 90% rumen sapi dengan
penambahan 50 ml inoculum jamur didapatkan nilai sebesar 0,19% dengan
nilai P 649,34 ppm, dan K 377,76 ppm. Sedangkan pada penelitian Sinaga
(2009) bahwa pupuk cair dapat dibuat dari sampah organik pasar. Pada
penelitian tersebut menunjukan bahwa pemberian dosis strarter (Boisca)
berpengaruh sangat nyata terhadap C/N. Hasil yang terbaik diperoleh pada
kombinasi dosis boisca 10 ml dengan lama perendaman 21 hari. Tanaman
yang sering digunakan sebagai pupuk organik cair adalah jenis kacang-
kacangan (Leguminose) seperti lamtoro karena banyak mengandung bahan
organik yang tinggi. Menurut hasil penelitian Ardianto (2007) bahwa bekas
cucian air beras putih dapat merangsang pertumbuhan akar pada tanaman. Hal
ini disebabkan karena cucian air beras mengandung vitamin B1 yang berfungsi
sebagai metabolisme akar dan merangsang pertumbuhan akar pada tanaman.
Menurut hasil penelitian Handiyanto (2014) kegunaan air cucian beras
sebagai bahan media pertumbuhan biakan murni jamur tiram. Hasil penelitian
menunjukan bahwa konsentrasi air cucian beras terbaik adalah konsentrasi
90% yang menghasilkan kecepatan pertumbuhan miselium jamur tiram putih.
Pembuatan pupuk organik cair dari daun lamtoro dan cucian air beras dapat
diberi bahan tambahan yaitu urin sapi. Urin sapi merupakan limbah dari
perternakan sapi yang selama ini sebagai bahan buangan yang tidak memiliki
nilai ekonomi. Urin sapi dapat diolah menjadi pupuk organik cair, karena
mengandung unsur hara yaitu : N=0,12% P=0,042% dan K=1,124%, C-
organik=10,54% (Ni’am, 2015).
Menurut hasil penelitian Desiana (2013) menunjukan adanya pengaruh
pemberian pupuk organik cair urin sapi dan limbah tahu terhadap
pertumbuhan bibit kakao. Hasil yang diperoleh yaitu ada interaksi antara
pemberian urin sapi dan limbah cair industri tahu terhadap pertumbuhan bibit
kakao dengan tinggi tanaman dan jumlah daun yang terbaik pada dosis 80
ml/kg urin sapi. Pembuatan pupuk organik cair melalui proses fermentasi
anaerob. Fermentasi merupakan proses penguraian zat yang bermolekul
komplek menjadi molekul yang lebih sederhana. Fermentasi dapat terjadi
karena aktivitas mikroorganisme pada bahan organik yang sesuai. Menurut
hasil penelitian Susetyo (2013) bahwa pemanfaatan urin sapi sebagai pupuk
organik cair dengan penambahan akar bambu melalui proses fermentasi
dengan waktu yang berbedabeda yaitu 7 hari dan 14 hari. Hasil penelitian
menunjukan bahwa fermentasi yang efektif yaitu pada perlakuan X2KC
(menambahkan 2% PGPR akar bambu dan urin sapi melalui proses fermentasi
14 hari) menunjukan hasil terbaik Nitrogen 11,32, Pospor 406,31, dan Kalium
4,00. Hal ini menunjukan bahwa pentingnya proses fermentasi pada
pembuatan pupuk organik cair.
Pada umumnya pengaruh pupuk organik dalam tanah mencakup tiga cara
yaitu melalui sifat sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Melalui fungsi fisik,
pupuk organik dengan bagian-bagian serat-seratnya memainkan peran penting
dalam memperbaiki sifat fisik tanah. Komponen penyusunnya yang halus, dan
kandungan karbon yang tinggi dapat meningkatkan pertumbuhan miselia
fungi, dan meningkatkan agregat tanah (Yulipriyanto, 2010:226-227). Bahan
organik akan membuat tanah yang berwarna cerah menjadi kelam. Selain itu
bahan organik juga membuat tanah menjadi gembur sehingga aerasi menjadi
lebih baik serta lebih mudah ditembus perakaran tanaman (Sutanto, 2002: 7).
Melalui fungsi kimianya, bahan organik yang digunakan sebagai pupuk
juga bertanggung jawab terhadap kapasitas tukar kation tanah. Kemampuan
tukar kation yang tinggi selain penting dalam memfiksasi pupuk yang
digunakan juga dapat menjaga buffer tanah sehingga tanaman dapat bertahan
hidup lebih baik dalam kondisi yang tidak menguntungkan seperti keasamaan
dan 17 kelebihan nutrien. Fungsi kemik lain yang penting dari pupuk organik
adalah memberikan hara pada tanaman. Mineralisasi unsur bahan organik
membebaskan bermacam-macam hara yang berbeda seperti N, P, K, S dan
unsur makro lain dan unsur mikro pada laju yang berbeda. Penggunaan
berbagai kombinasi pupuk organik mungkin dapat menggantikan pupuk kimia
(Yulipriyanto, 2010: 227).
Melalui fungsi biologiknya, karbon dalam bahan organik merupakan
sumber energi utama bagi aktivitas mikroorganisme tanah. Penambahan bahan
organik dengan C/N ratio yang tinggi pada tanah mungkin merangsang
perkembangbiakan mikroorganisme tanah, yang dapat memfiksai hara tanah
dalam tubuhnya sehingga menyebabkan kandungan nitrogen dalam tanah agak
berkurang. Namun setelah mikroorganisme itu mati dan jasadnya
terdekomposisi unsur hara yang dikandung dalam tanah kembali ke tanah.
Penggunaan pupuk organik dalam tanah diperkirakan juga meningkatkan
populasi beberapa mikroorganisme tanah yang menguntungkan seperti
rhizobia untuk fiksasi nitrogen dan mikorisa untuk meningkatkan ketersediaan
fosfor (Yulipriyanto, 2010: 227).

B. Tujuan
Pada praktikum pembuatan pupuk organik cair ini memiliki beberapa
tujuan antara lain :
1. Mahasiswa mampu membuat pupuk organik cair dengan menggunakan
bahan sisa air pencucian beras dan urin sapi.
2. Mahasiswa mengetahui apa saja bahan yang digunakan dalam pembuatan
pupuk organik cair.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan apa saja indikator dalam pembuatan
pupuk organik cair.

C. Manfaat
Adapun manfaat dari praktikum pembuatan pupuk organik cair adalah :
1. Mahasiswa dapat mengerti manfaat dari molase sisa air cucian beras dan
urin sapi dalam pembuatan pupuk organik cair.
2. Mahasiswa dapat mengetahui manfaat yang terkandung dalam pupuk
organik cair
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pupuk Organik Cair


Menurut Huda (2013), pupuk organik merupakan pupuk dengan bahan
dasar yang diambil dari alam dengan jumlah dan jenis unsur hara yang
terkandung secara alami. Dapat dikatakan bahwa pupuk organik merupakan
salah satu bahan yang sangat penting dalam upaya memperbaiki kesuburan
tanah secara aman, dalam arti produk pertanian yang dihasilkan terbebas dari
bahan-bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan manusia sehingga aman
dikonsumsi.
Tabel 2.1 Standar Mutu Pupuk Organik Cair (POC)
Persyaratan
Parameter Satuan Keterangan
Teknis
C-Organik % >=4 Kandungan c-organik jika >2 %
diduga sudah mengandung kimia
ornorganik
N,P,K % <2 Kimia anorganik
Patogen Cfu/g <102 Slamonella harus negatif karena
tingkat bahanyanya
Mikroba Cfu/g - Tingkat keaktifan bakteri
Fungsional
Ph 4-8 pH yang terlalu asam/basa tidak baik
untuk tanah
Sumber : Permentan No 28/SNI/0T.140/2/2009

Pupuk organik cair kotoran sapi akan menambah ketersediaan hara di


dalam tanah. Selain ketersediaan hara di dalam tanah struktur udara dan tata
udara tanah sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan akar
tanaman. Perkembangan sistem perakaran tanaman yang baik sangat
menentukan pertumbuhan vegetatif tanaman yang pada akhirnya akan
menentukan produksi tanaman sawi. Kebutuhan akan bemacam-macam pupuk
selama pertumbuhan tidak sama, tergantung dari umur dan jumlah pupuknya
(Suhedi dan Bambang, 1995).

B. Urin Sapi
Menurut Huda (2013), salah satu upaya untuk mengurangi limbah adalah
mengintegrasikan usaha tersebut dengan usaha lainnya, yaitu usaha pembuatan
pupuk organik sebagai budidaya tanaman pertanian, sehingga menjadi suatu
sistem yang saling sinergis. Laju pertumbuhan produktivitas usaha pertanian
merupakan interaksi di antara berbagai faktor yang ada dalam sistem
usahatani. Sebagai upaya bagi peningkatan sistem usahatani diperlukan
teknologi alternatif untuk memperbaiki produktifitas lahan dan meningkatkan
pendapatan petani, antara lain melalui teknologi sistem usaha peternakan yang
menerapkan konsep penggunaan pupuk organik.
Pemanfaatan air urin ini dapat digunakan sebagai pupuk organik cair
yang sangat berguna bagi pertanian. Pupuk Organik Cair, adalah jenis pupuk
yang berbentuk cair tidak padat yang mudah sekali larut pada tanah dan
membawa unsur-unsur penting guna kesuburan tanah (Huda, 2013).

Tabel 2.2. Jumlah Unsur Hara (%) pada Limbah Cair Ternak
Jenis N P K Ca Mg Na Fe Mn Zn Cu Ni Cr
Sapi 0,5 1,0 0,9 1,1 0,8 0,2 5726 344 122 20 - 6
Babi 1,7 1,4 0,8 3,8 0,5 0,2 1692 507 624 510 19 25
Ayam 2,6 3,1 2,4 12,7 0,9 0,7 1758 572 724 80 48 17
Sumber : Hsieh, 1987 dalam Huda, 2013

Nutrisi alami belum banyak dimanfaatkan atau digunakan oleh


masyarakat secara luas, sedangkan untuk pupuk telah lama digunakan petani.
Pupuk atau nutrisi ini berasal dari kotoran hewan, seperti ayam, kambing,
kerbau, kuda, babi, dan sapi. Kotoran tersebut dapat berupa padat dan cair
(urin ternak) dengan kandungan zat hara yang berlainan. Pupuk kandang cair
jarang digunakan, padahal kandungan haranya lebih banyak. Hal ini
disebabkan untuk menampung urin ternak lebih susah dan repot serta secara
estetika kurang baik (bau) (Phrimantoro, 1995 dalam Huda, 2013).

C. Molasses (Tetes Tebu)


Menurut Huda (2013), tetes tebu (molasses) adalah sejenis sirup yang
merupakan sisa dari proses pengkristalan gula pasir. Molase tidak dapat
dikristalkan karena mengandung glukosa dan fruktosa yang sulit untuk
dikristalkan. Komposisi tetes tebu (molasses) mempunyai rentangan batas
yang luas dan sulit untuk menentukan mengenai nilai atau jumlah
persentasenya.
Menurut Wijaya (2008), tetes tebu merupakan sumber karbon dan
nitrogen bagi ragi. Prosesnya merupakan proses fermentasi. Prinsip fermentasi
adalah proses pemecahan senyawa organik menjadi senyawa sederhana yang
melibatkan mikrorganisme. Mikroorganisme ini berfungsi untuk menjaga
keseimbangan Karbon (C) dan Nitrogen (N) yang merupakan faktor penentu
keberhasilan dalam proses fermentasi. Tetes tebu berfungsi untuk fermentasi
urin sapi dan menyuburkan mikroba yang ada di dalam tanah, karena dalam
tetes tebu (molasses) terdapat nutrisi bagi bakteri Sacharomyces cereviceae.
Sacharomyces cereviceae bertugas untuk menghancurkan material organik
yang ada di dalam urin dan tentunya mereka juga membutuhkan Nitrogen (N)
dalam jumlah yang tidak sedikit untuk nutrisi mereka. Nitrogen (N) akan
bersatu dengan mikroba selama penghancuran material organik. Oleh karena
itu dibutuhkan tambahan material tetes tebu yang mengandung komponen
nitrogen sangat diperlukan untuk menambah kandungan unsur hara agar
proses fermentasi urin berlangsung dengan sempurna. Selain itu, berdasarkan
kenyataan bahwa tetes tebu tersebut mengandung karbohidrat dalam bentuk
gula yang tinggi (64%) disertai berbagai nutrien yang diperlukan jasad renik
juga dapat meningkatkan kecepatan proses produksi pengolahan urin sapi
menjadi pupuk dalam waktu yang relatif singkat.

D. Air Cucian Beras


Air cucian beras adalah limbah dari kegiatan rumah tangga yang sering
kali terbuang dengan percuma. Padahal air cucian beras mengandung
karbohidrat, nutrisi, vitamin dan zat-zat mineral lainnya. Padahal kandungan
senyawa organik yang terdapat di dalam limbah air cucian beras miliki sangat
beragam. Kandungannya antara lain karbohidrat, nitrogen, fosfor, kalium,
magnesium, sulfur, besi, Vitamin B1 (G.M dkk, 2012) dalam Siagian, 2018).

Tabel 2.3 Kandungan Air Cucian Beras


Kandungan Air Cucian Beras Merah (%) Air Cucian Beras Putih (%)
Nitrogen 0,014 0,015
Fosfor 14,452 16,306
Kalium 0,02 0,002
Kalsium 3,574 2,944
Magnesium 13,286 14,252
Kandungan Air Cucian Beras Merah (%) Air Cucian Beras Putih (%)
Sulfur 0,005 0,027
Besi 0,0698 0,0427
Vitamin B1 0,056 0,043
Sumber : Lab. Tanah Umum dan Analisis Bahan Pangan UGM, 2011 dalam
Wulandari dkk, 2011

Semua kandungan yang ada pada air cucian beras itu umumnya berfungsi
untuk membantu pertumbuhan tanaman. Dapat dikatakan bahwa air cucian
beras berfungsi sebagai zat pengatur tumbuh karena karbohidrat yang ada di
dalam kandungan air cucian beras ini menjadi perantara terbentuknya hormon
auksin dan giberelin. Dua jenis bahan tersebut sangat banyak digunakan dalam
zat perangsang tumbuh buatan. Serta auksin bermanfaat merangsang
pertumbuhan pucuk dan kemunculan tunas baru sedangkan giberelin berguna
untuk perangsangan akar (Leandro, 2009 dalam Siagian, 2018).

E. Bakteri EM-4
Pembuatan kompos/pupuk organik tidak terlepas dari proses
pengomposan yang diakibatkan oleh mikroba yang berperan sebagai pengurai
atau dekomposer berbagai limbah organik yang dijadikan bahan pembuat
kompos. Aktivator mikroba memiliki peranan penting karena digunakan untuk
mempercepat pembuatan kompos. Di pasaran saat ini tersedia banyak produk-
produk dekomposer untuk mempercepat proses pengomposan misalnya: EM-
4, OrgaDec, M-Dec, Probion, dan lain-lain (Huda, 2013).
EM-4 merupakan kultur campuran mikroorganisme yang
menguntungkan dan bermanfaat bagi kesuburan tanah maupun pertumbuhan
dan produksi tanaman, serta ramah lingkungan. Mikroorganisme yang
ditambahkan akan membantu memperbaiki kondisi biologis tanah dan dapat
membantu penyerapan unsur hara. EM-4 mengandung mikroorganisme
fermentasi dan sintetik yang terdiri dari bakteri asam laktat (Lactobacillus Sp),
bakteri fotosintetik (Rhodopseudomonas Sp), Actinomycetes Sp,Streptomycetes
Sp, R.bassillus/azotobachter dan ragi (yeast) atau yang sering digunakan
dalam pembutan tempe (Utomo, 2007).
Menurut Utomo (2007) EM-4 mempunyai beberapa manfaat diantaranya
memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologis tanah, meningkatkan ketersediaan
nutrisi dan senyawa organik pada tanah, mempercepat pengomposan sampah
organik atau kotoran hewan, membersihkan air limbah dan meningkatkan
kualitas air pada perikanan, menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman
dan meningkatkan produksi tanaman serta menjaga kestabilan produksi.

F. Fermentasi
Menurut Rasyid (2017), fermentasi merupakan aktivitas mikroorganisme
baik aerob maupun anaerob yang mampu mengubah atau mentranspormasikan
senyawa kimia ke substrat organik. Fermentasi dapat terjadi karena ada
aktivitas mikroorganisme penyebab fermentasi pada substrat organik yang
sesuai, proses ini dapat menyebabkan perubahan sifat bahan tersebut.
Fermentasi pada awalnya hanya menunjukkan pada suatu peristiwa alami
pada pembuatan anggur yang menghasilkan buih (ferment berarti buih).
Beberapa ahli mendefinisikan kata fermentasi dengan pengertian yang
berbeda. Fermentasi sebagai proses pemecahan karbohidrat dan asam amino
secara anerobik, yaitu tanpa memerlukan oksigen. Senyawa yang dapat
dipecah dalam proses fermentasi terutama karbohidrat, sedangkan asam amino
hanya dapat difermentasi oleh beberapa jenis bakteri tertentu. Fermentasi
dengan suatu proses dimana komponen‐komponen kimiawi dihasilkan sebagai
akibat adanya pertumbuhan maupun metabolism mikroba. Pengertian ini
mencakup fermentasi aerob dan anaerob (Fardiaz dan Srikandi, 1992).

G. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pupuk Organik Cair


Menurut Indriani (2004), pembuatan pupuk organik dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain :
1. Nilai C/N Bahan
Semakin besar nilai C/N bahan maka proses penguraian oleh bakteri
akan semakin lama. Proses pembuatan kompos akan menurunkan C/N
rasio sehingga menjadi 12-20.
2. Ukuran Bahan
Bahan yang berukuran lebih kecil akan lebih cepat proses
pengomposannya karena semakin luas bahan yang tersentuh bakteri.
3. Komposisi Bahan
Pengomposan dari beberapa macam bahan akan lebih baik dan lebih
cepat. Pengomposan bahan organik dari tanaman akan lebih cepat bila
ditambah dengan kotoran hewan.
4. Jumlah Mikroorganisme
Dengan semakin banyaknya jumlah mikroorganisme maka proses
pengomposan diharapkan akan semakin cepat. Jumlah mikroorganisme
fermentasi didalam EM4 sangat banyak, sekitar 80 genus. Mikroorganisme
tersebut dipilih yang dapat bekerja efektif dalam memfermentasikan bahan
organik. Dari sekian banyak mikroorganisme ada lima golongan yang
pokok yaitu, bakteri fotosintesis, Lactobasilius sp, Aspergillus sp, ragi
(yeast) dan Actinomycetes.
5. Kelembaban
Umumnya mikroorganisme tersebut dapat bekerja dengan
kelembaban sekitar 40-60%. Kondisi tersebut perlu dijaga agar
mikroorganisme dapat bekerja secara optimal.
6. Suhu Faktor
Suhu sangat berpengaruh terhadap proses pengomposan karena
berhubungan dengan jenis mikroorganisme yang terlibat. Bila suhu terlalu
tinggi mikroorganisme akan mati. Bila suhu relatif rendah mikroorganisme
belum dapat bekerja atau dalam keadaan dorman. Proses fermentasi
mikroba menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas.
Setelah sebagian besar bahan telah terurai maka suhu akan berangsur-
angsur mengalami penurunan. Bila suhu atau temperatur terlalu tinggi
maka mikroorganisme akan mati. Bila suhu atau temperatur relatif lebih
rendah maka mikroorganisme belum dapat bekerja atau masih dalam
keadaan dorman. Aktivitas mikroorganisme dalam proses pembuatan
pupuk organik umumnya menghasilkan panas sehingga untuk menjaga
suhu tetap optimal sering dilakukan pembalikan atau pengadukan. Suhu
atau temperatur optimal pupuk organik sekitar 30 – 50 ⁰C (hangat).
7. Keasaman (pH)
Jika bahan yang dikomposkan terlalu asam, pH dapat dinaikkan
dengancara menambahkan kapur. Sebaliknya, jika nilai pH tinggi (basa)
bisa diturunkan dengan menambahkan bahan yang bereaksi asam
(mengandung nitrogen) seperti urea atau kotoran hewan. Derajat keasaman
pada proses awal proses pengomposan akan mengalami penurunan karena
sejumlah mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan mengubah
bahan organik menjadi asam organik. Pada proses selanjutnya
mengkonversikan asam organik yang telah terbentuk sehingga bahan
memiliki derajat keasaman yang tinggi dan mendekati netral. Pada proses
fermentasi pH agak turun pada awal proses pengomposan karena aktivitas
bakteri yang menghasilkan asam. Dengan munculnya mikroorganisme lain
dari bahan yang didekomposisikan, maka pH bahan akan naik setelah
beberapa hari dan kemudian berapa pada kondisi netral (Indriani, 2004).
pH yang optimum setelah proses pengomposan adalah berkisar 5,5-6,5 dan
kurang dari 8.
8. Warna dan Bau
Ciri fisik pupuk organik cair yang telah matang dengan sempurna
adalah berwarna kuning kecoklatan dan berbau bahan pembentuknya
sudah membusuk serta adanya bercak-bercak putih (semakin banyak
semakin bagus).
Dalam pembuatan pupuk organik cair dilakukan fermentasi selama 14
hari dengan penambahan urin sebagai fermentator. Fermentasi merupakan
bahan organik yang dihancurkan oleh mikroba dalam kisaran temperature dan
kondisi tertentu. Fermentasi bertujuan untuk memecah senyawa komplek
menjadi senyawa yang lebih sederhana. Selama proses fermentasi terjadi
proses fiksasi N dari udara oleh mikroorganisme yang ada didalam urin sapi
(Indriani, 2003). Pupuk cair sudah dapat digunakan setelah melalui beberapa
proses selama 14 hari dengan indikator bau ureum pada urin sudah berkurang
atau hilang. Suhu dan pH juga mempengaruhi proses fermentasi. Suhu dan pH
merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya fermentasi
secara anaerob. Derajat keasaman pada awal proses pengomposan akan
mengalami penurunan karena sejumlah mikroorganisme yangterlibat dalam
pengomposan mengubah bahan organik menjadi asam organik. Pada proses
selanjutnya mengkonversikan asam organik yang telah terbentuk sehingga
bahan memiliki derajat keasaman yang tinggi dan mendekati netral (Sinaga
(2010) dalam Susetyo, 2013).
Ciri fisik pupuk organik cair yang telah matang dengan sempurna adalah
berwarna kuning kecoklatan dan berbau bahan pembentuknya sudah
membusuk serta adanya bercak-bercak putih (semakin banyak semakin
bagus). Kisaran pH yang baik untuk pupuk organik adalah sekitar 6,5 – 7,5
(netral). Biasanya pH agak turun pada awal proses pengomposan karena
aktivitas bakteri yang menghasilkan asam, dengan munculnya mikroorganisme
lain bahan yang di dekomposisikan, maka pH bahan akan naik setelah
beberapa hari dan kemudian berada pada kondisi netral (Indriani, 2003).
III. METODE PELAKSANAAN

A. Waktu dan Tempat


1. Waktu
Kegiatan praktikum pembuatan pupuk organik cair (POC)
dilaksanakan pada hari Jumat, tanggal 11 Oktober 2019 pukul 14.00 WIB
sampai selesai.
2. Tempat
Kegiatan praktikum pembuatan pupuk organik cair (POC)
dilaksanakan di areal kandang sapi kebun Celeban kampus Politeknik
Pembangunan Yogyakarta Magelang.

B. Alat dan Bahan


1. Alat
Peralatan yang digunakan dalam kegiatan praktikum pembuatan
pupuk organik cair (POC) adalah sebagai berikut :
No Alat Jumlah Satuan Kegunaan
1 Ember kecil 1 Buah Menampung urin sapi
2 Ember besar 1 Buah Wadah fermentasi POC
3 Pengaduk 1 Buah Mengaduk bahan
4 Jirigen 1 Buah Menampung air cucian beras
5 Saringan 1 Buah Menyaring urin sapi dan air
cucian beras
6 Gelas ukur 1 Buah Mengukur kebutuhan bahan
7 Corong 1 Buah Memasukkan bahan ke dalam
gelas ukur
8 pH meter 1 Buah Mengukur pH POC
9 Termometer 1 Buah Mengukur suhu POC

2. Bahan
Bahan-bahan yang diperlukan dalam kegiatan praktikum pembuatan
pupuk organik cair (POC) adalah sebagai berikut :
No Bahan Jumlah Satuan
1 Urin sapi 2 Liter
2 Air cucian beras (leri) 5 Liter
3 Molase 1 Liter
4 EM4 10 mL
C. Langkah Kerja
Adapun langkah-langkah dalam kegiatan praktikum pembuatan pupuk
organik cair (POC) adalah sebagai berikut :
1. Mempersiapkan peralatan dan bahan-bahan yang diperlukan.
2. Memasukkan bahan-bahan ke dalam ember besar. Urin sapi dimasukkan
terlebih dahulu, kemudian diikuti bahan yang lain seperti air cucian beras
(leri), molase, dan EM4 sesuai dengan komposisi yang telah ditentukan.
3. Mengaduk bahan-bahan searah jarum jam hingga tercampur secara merata.
4. Tutup rapat ember besar, lakukan fermentasi selama 14 hari (2 minggu)
dengan meletakkan ember di tempat yang kering dan tidak terpapar sinar
matahari secara langsung.
5. Melakukan pengadukan searah dengan jarum jam serta melakukan
pengecekan suhu dan pH setiap hari selama proses fermentasi berlangsung.
6. Setelah 14 hari, campuran bahan tersebut disaring dan siap untuk
diaplikasikan ke tanaman.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
Hasil Pengamatan
No Hari/Tanggal
Suhu Ph Aroma Warna Kenampakan
Sabtu, 12 Belum tampak
1 30o C 5 Urin Cokelat
Oktober 2019 busa
Minggu, 13 Belum tampak
2 30o C 5 Urin Cokelat
Oktober 2019 busa
Senin, 14 Aroma urin Mulai tampak
3 29o C 5,5 Cokelat
Oktober 2019 berkurang busa
Selasa, 15 Aroma urin
4 30o C 5,5 Cokelat Tampak busa
Oktober 2019 berkurang
Rabu, 16 Aroma urin
5 29o C 5,5 Cokelat Tampak busa
Oktober 2019 berkurang
Kamis, 17 Muncul
6 31o C 5,5 Cokelat Tampak busa
Oktober 2019 aroma tape
Jumat, 18 Muncul
7 31o C 5,5 Cokelat Tampak busa
Oktober 2019 aroma tape
Sabtu, 19 Aroma tape Busa semakin
8 34o C 5,5 Cokelat
Oktober 2019 (kecut) banyak
Minggu, 20 Aroma tape Busa semakin
9 34o C 5,5 Cokelat
Oktober 2019 (kecut) banyak
Senin, 21 Busa semakin
10 35o C 5 Aroma mol Cokelat
Oktober 2019 banyak
Selasa, 22
11 29o C 5 Aroma mol Cokelat Busa menipis
Oktober 2019
Rabu, 23 Aroma tape Busa menipis,
12 27o C 5 Cokelat
Oktober 2019 menyengat mengental
Kamis, 24 Aroma tape Cokelat
13 27o C 5 Mengental
Oktober 2019 menyengat pekat
Jumat, 25 Aroma tape Cokelat
14 27o C 5 Mengental
Oktober 2019 menyengat pekat

B. Pembahasan
Pembuatan pupuk organik cair dilakukan dengan mempersiapkan
peralatan dan bahan-bahan yang diperlukan. Bahan-bahan dalam pembuatan
POC diantaranya 2 liter urin sapi, 5 liter air cucian beras, 1 liter molasses, dan
10 ml EM4. Dalam pembuatan POC, setiap bahan memiliki fungsi dan peran
masing-masing. Urin sapi merupakan sumber unsur hara utama di dalam
komposisi POC. Hsieh (1987) dalam Huda (2013) mengemukakan bahwa urin
sapi mengandung beberapa unsur makro diantaranya Nitrogen (0,5 %),
Phospor (1,0 %), Kalium (0,9 %), Kalsium (1,1 %) dan Magnesium (0,8 %),
serta mengandung beberapa unsur mikro seperti Natrium (0,2 %), Ferrum
(5726 %), Mangan (344 %), Seng (122 %), Cuprum (20 %) dan Krom (6 %).
Air cucian beras juga memiliki kandungan yang beragam seperti
karbohidrat, nitrogen, fosfor, kalium, magnesium, sulfur, besi, Vitamin B1
(G.M dkk, 2012 dalam Siagian, 2018). Air cucian beras berfungsi sebagai zat
pengatur tumbuh karena karbohidrat yang ada di dalam kandungan air cucian
beras menjadi perantara terbentuknya hormon auksin dan giberelin yang baik
untuk pertumbuhan dan perkembangan perakaran tanaman.
Wijaya (2008) menyatakan, tetes tebu atau molasses merupakan sumber
karbon dan nitrogen bagi ragi. Molasses berfungsi untuk fermentasi urin sapi
dan menyuburkan mikroba yang ada di dalam tanah, karena dalam molasses
terdapat nutrisi bagi bakteri Sacharomyces cereviceae. Molasses mengandung
karbohidrat dalam bentuk gula yang tinggi (64%) disertai berbagai nutrien
yang diperlukan jasad renik juga dapat meningkatkan kecepatan proses
fermentasi urin sapi menjadi pupuk dalam waktu yang relatif singkat.
EM-4 berperan dalam proses fermentasi pupuk organik cair karena
mengandung mikroorganisme fermentasi dan sintetik yang terdiri dari bakteri
asam laktat (Lactobacillus Sp), bakteri fotosintetik (Rhodopseudomonas Sp),
Actinomycetes Sp,Streptomycetes Sp, R.bassillus/azotobachter dan ragi (yeast)
(Utomo, 2007). EM-4 mempunyai beberapa manfaat diantaranya memperbaiki
sifat fisik, kimia, dan biologis tanah, meningkatkan ketersediaan nutrisi dan
senyawa organik pada tanah, mempercepat pengomposan sampah organik atau
kotoran hewan, membersihkan air limbah dan meningkatkan kualitas air pada
perikanan, menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman dan
meningkatkan produksi tanaman serta menjaga kestabilan produksi.
Proses fermentasi pupuk organik cair berlangsung selama 14 hari (2
minggu) dengan menempatkan ember fermentasi di lokasi yang kering dan
tidak terpapar sinar matahari secara langsung. Fermentasi dalam pembuatan
POC berlangsung secara anerobik, yaitu tanpa memerlukan oksigen. Selama
fermentasi berlangsung dilakukan pengadukan searah jarum jam serta
pengukuran suhu dan pH POC setiap harinya. Kegiatan pengadukan bertujuan
agar bakteri pengurai atau dekomposer dapat memfermentasi bahan-bahan
dengan baik sehingga proses pengomposan dapat berlangsung secara optimal.
Berdasarkan hasil pengukuran suhu dan pH selama fermentasi, pada hari
ke-1 dan ke-2 pupuk organik cair memiliki suhu dan pH yang relatif stabil
yaitu dengan suhu 30o C dan nilai pH 5. Pada hari ke-3 POC mulai
menunjukkan perubahan suhu, pH, aroma, serta kenampakan. Pada permukaan
POC mulai tampak busa atau buih yang menunjukkan adanya aktivitas bakteri
dalam melakukan proses dekomposisi (pengomposan). Pada hari-hari
berikutnya POC cenderung mengalami peningkatan suhu, perubahan aroma,
serta kenampakan. Aroma urin sapi mulai berkurang dan mulai muncul aroma
tape. Busa atau buih yang ada di permukaan POC semakin tebal. Meskipun
demikian pH POC relatif stabil pada angka 5,5. Suhu tertinggi terjadi pada
hari ke-10 yakni mencapai 35o C. Peningkatan suhu ini berbanding terbalik
dengan nilai PH POC yang mengalami penurunan dari 5,5 menjadi 5.
Beberapa hari selanjutnya suhu POC kembali mengalami penurunan secara
bertahap. Hasil akhir POC pada hari ke-14 memiliki suhu 27o C, nilai pH 5,
aroma tape menyangat, warna cokelat pekat serta mengental.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam pembuatan pupuk
organik cair diantaranya ukuran bahan, komposisi bahan, jumlah
mikroorganisme, kelembaban, suhu, serta derajat keasaman (pH). Ukuran
bahan dalam pembuatan POC dengan berbahan dasar urin sapi, air cucian
beras, molasses dan EM4 relatif kecil karena berupa cairan sehingga proses
pengomposan akan berlangsung lebih cepat karena semakin luas bahan yang
tersentuh bakteri. Komposisi bahan dalam pembuatan POC terdiri dari
beberapa macam bahan dan termasuk bahan-bahan organik sehingga
fermentasi akan berjalan lebih baik dengan waktu yang relatif singkat. Jumlah
mikroorganisme yang ada dalam komposisi POC berpengaruh terhadap
lamanya proses fermentasi berlangsung. Penggunaan EM4 sebagai
dekomposer dalam pembuatan POC dinilai lebih efektif karena EM4
mengandung bakteri yang sangat banyak. Kelembaban yang efektif bagi
mikroorganisme di dalam POC berkisar antara 40 hingga 60 %. Kondisi
tersebut perlu dijaga agar mikroorganisme dapat bekerja secara optimal. Suhu
sangat berpengaruh terhadap proses pengomposan karena berhubungan
dengan jenis mikroorganisme yang terlibat. Bila suhu terlalu tinggi
mikroorganisme akan mati. Bila suhu relatif rendah mikroorganisme belum
dapat bekerja atau dalam keadaan dorman. Aktivitas mikroorganisme dalam
proses pembuatan POC umumnya menghasilkan panas sehingga untuk
menjaga suhu tetap optimal sering dilakukan pembalikan atau pengadukan.
Derajat keasaman pada proses awal proses pengomposan akan mengalami
penurunan karena sejumlah mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan
akan mengubah bahan organik menjadi asam organik. Pada proses selanjutnya
mengkonversikan asam organik yang telah terbentuk sehingga bahan memiliki
derajat keasaman yang tinggi dan mendekati netral. pH yang optimum setelah
proses pengomposan adalah berkisar 5,5-6,5 dan kurang dari 8.
Ciri fisik pupuk organik cair yang telah matang dengan sempurna adalah
berwarna kuning kecoklatan dan berbau bahan pembentuknya sudah
membusuk serta adanya bercak-bercak putih (semakin banyak semakin
bagus). Suhu atau temperatur optimal pupuk organik cair sekitar 30 – 50 ⁰C
(hangat). Kisaran pH yang baik untuk pupuk organik cair adalah sekitar 6,5 –
7,5 (netral) (Indriani, 2003).
Jika dibandingkan dengan hasil akhir pada praktikum pembuatan POC,
maka belum sepenuhnya sesuai dengan kriteria keberhasilan POC yang telah
matang dengan sempurna sebagaimana dikemukakan oleh Indriani (2013).
Hasil akhir pada praktikum pembuatan POC menghasilkan POC dengan suhu
27o C, nilai pH 5, aroma tape menyangat, warna cokelat pekat serta mengental.
Pupuk organik cair yang telah jadi dapat diaplikasikan dengan cara
disemprotkan pada tanaman padi pada umur 10 hst, 20 hst, 30 hst, dan 40 hst.
Dosis aplikasi pupuk organik cair yaitu sebanyak 500 ml yang dilarutkan
dalam 1 tangki sprayer (14 liter air).
V. PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam pembuatan pupuk
organik cair diantaranya ukuran bahan, komposisi bahan, jumlah
mikroorganisme, kelembaban, suhu, serta derajat keasaman (pH).
2. Ciri fisik pupuk organik cair yang telah matang dengan sempurna adalah
berwarna kuning kecoklatan dan berbau bahan pembentuknya sudah
membusuk serta adanya bercak-bercak putih (semakin banyak semakin
bagus), suhu atau temperatur sekitar 30 – 50 ⁰C (hangat), dan kisaran pH
sekitar 6,5 – 7,5 (netral).

B. Saran
1. Dalam proses fermentasi pupuk organik cair yang berlangsung selama 14
hari (2 minggu) sebaiknya wadah fermentasi ditempatkan di lokasi yang
kering dan tidak terpapar sinar matahari secara langsung.
2. Selama fermentasi berlangsung sebaiknya dilakukan pengadukan secara
berkala untuk menjaga suhu tetap optimal agar bakteri pengurai atau
dekomposer dapat memfermentasi bahan-bahan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Fardiaz, Srikandi. 1992. Mikrobiologi PanganI. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka


Utama.

Huda, M.K. 2013. Pembuatan Pupuk Organik Cair Dari Urin Dengan Adiktif
Tetes Tebu (Molases) Metode Fermentasi. Universitas Negeri Semarang.
Diakses https://lib.unnes.ac.id/17837/1/4350408012.pdf pada 23 Oktober
2019 pukul 20:56 WIB

Indriani. 2003. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta: Penebar Swadaya.

_______. 2004. Membuat Kompos Secara Kilat. Jakarta: Penebar Swadaya.

Rasyid, W. 2017. Kandungan Fosfor (P) Pupuk Organik Cair (POC) Asal Urin
Sapi Dengan Penambahan Akar Serai (Cymbogon citratus) melalui
fermentasi. Fakultas Sains dan Teknologi. UIN Alauddin Makassar. Diakses
http://repositori.uin-
alauddin.ac.id/4048/1/WARSYIDAWATI%20RASYID_.pdf pada 23
Oktober 2019 pukul 6:10 WIB.

Siagian, A.S. 2018. Respon Pemberian Pupuk Organik Cair Air Cucian Beras
Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Selada Hijau (Lactuca sativa
L.). Universitas Medan Area diakses
epository.uma.ac.id/bitstream/123456789/10578/1/138210016 - Aidil
Syahri Siagian - Fulltext.pdf pada 23 Oktober 2019 pukul 21:18 WIB

Susetyo, N, A. 2013. Pemanfaatan Urin Sapi Sebagai Pupuk Organik Cair (POC)
dengan Penambahan Akar Bambu Melalui Proses Fermentasi Dengan
Waktu yang Berbeda. http://eprints.ums.ac.id/26749/24/NASKAH
PUBLIKASI. pdf. Diakses 23 Oktober 2019 pukul 21:50 WIB.

Utomo, A, S. 2007. Pembuatan Kompos Dengan Limbah Organik. Jakarta: CV


Sinar Cemerlang Abadi.

Wijaya,K.A. 2008. Nutrisi Tanaman sebagai Penentu Kualitas Hasil dan


Resistensi Alami pada Tanaman. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Wulandari, C. G.M., Sri muhartini, Sri T.2011. Pengaruh Air Cucian Beras Merah
dan Beras Putih Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Selada (Lactuca sativa
L.) diakses https://jurnal.ugm.ac.id/jbp/article/viewFile/1516/1313 pada 23
Oktober 2019 pukul 21:32 WIB
DOKUMENTASI

Gambar 1. Penambahan Urine Sapi Gambar 2. Penambaha Air Cucian Beras

Gambar 3. Penambahan Tetes Tebu Gambar 4. Penambahan EM-4

Gambar 5. Pengecekan pH awal Gambar 6. Pengecekan suhu awal

Gambar 7. Penampakan POC Setelah Gambar 8. Penampakan POC Setelah 14


7 Hari Hari
Gambar 9. Penyaringan POC Gambar 10. POC yang siap digunakan

Anda mungkin juga menyukai