Anda di halaman 1dari 27

FITOPATOLOGI

DOSEN : Dr. ELIS TAMBARU, M. Si

JAMUR PATOGEN PADA TANAMAN BUNGA

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK III

NURUL AFIA ABD. MAJID (H041171312)

MIFTAHUL JANNAH

SARASWATI

AYU MITHA LESTARI

VENI APRILIANI

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat, karunia

terutama kesempatan yang diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan makalah ini dengan baik. Tanpa adanya kesempatan, mustahil penulis

dapat menyelasaikan penulisan makalah ini secara tuntas, walaupun masih banyak

terdapat kekurangan.

Selama penulisan makalah ini, penulis memperoleh banyak bantuan dari

berbagai pihak, baik secara langsung maupun secara tidak langsung dalam

penulisan makalah ini. Untuk itu dari hati yang paling dalam penulis

menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

penulisan makalah ini

Sebagai manusia biasa penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah

ini masih banyak terdapat kekurangan dan kekeliruan, baik dari segi isi maupun

dari segi penulisanya. Segala kritikan dan masukan dari semua pihak, akan

menjadi pengalaman yang sangat berharga bagi penulis demi kesempurnaan

makalah ini.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………...ii

DAFTAR ISI…………………………………………………………………….iii

BAB 1 PENDAHULUAN

I.1. Latar belakang………………………………………………………...1

I.2. Tujuan penulisan………………………………………………………2

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………....3

BAB III KESIMPULAN………………………………………………………..31

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


BAB II

PEMBAHASAN

1. Puccinia horiana

Jamur Puccinia horiana merupakan jamur yang menyebabkan penyakit

karat putih (white rust). Jamur ini menyerang tanaman krisan Dendranthema

grandiflora Pzvelev (Yusuf et al., 2014). Menurut Hutabarat (2014) jamur ini

merupakan jamur yang bersifat obligat, yang berarti patogen ini hanya dapat

hidup pada jaringan hidup. Spora Puccinia horiana mempunyai teliospora

berbentuk gada bersel 2 dan agak melekuk pada sekat. Ukuran spora adalah ± 40-

43 µm x 16-17,5 µm. Hal ini sesuai dengan literatur Semangun (2007) yang

menyatakan bahwa Puccinia horiana mempunyai telium yang kompak

mengumpul dengan pola melingkar. Teliospora jorong memanjang atau berbentuk

gada berukuran 30-52 x 11-18 µm bersel 2 atau terkadang bersel 3 atau 4, agak

melekuk pada sekat.

(a) (b)
Gambar 1. (a) bentuk spora (b) gejala dari patogen Puccinia horiana
(Hutabarat et al., 2014)

Gejala krisan yang terserang Puccinia horiana berupa bercak berwana

kuning keputihan pada bagian atas daun. Pada serangan lanjut bagian atas daun

akan tampak seluruh permukaan daun didominasi dengan bercak berwarna kuning
keputihan yang menyerang hampir seluruh daun pada tanaman. Pada bagian

bawah daun terdapat bintil-bintil (pustul) berwana kuning keputihan. Rahardjo

dan Suhardi (2008) menyatakan gejala pada tanaman krisan yang terserang karat

daun pada bagian bawah daun terdapat bercak berwarna kuning keputihan yang

segera menjadi

coklat.
Gambar 2. Permukaan atas dan bawah daun yang terserang Puccinia horiana

Gambar 3. Siklus hidup Puccinia horiana (Trolinger, 2016).

Siklus hidup dari Puccinia horiana dimulai dari germinasi teliospora yang

berasal dari pustul. Teliospora bergerminasi pada kelembaban relative sekitar >96

% dan pada temperature sekitar 170C -24 0C (optimum pada suhu 170C).

Kemudian setelah 3-6 jam teliospora akan melepaskan basidiospora, basidiospora

akan mendarat pada permukaan daun krisan yang memiliki lapisan air. 2 jam

setelah perlekatan dari basidiospora akan terbentuk hifa yang akan berpenetrasi

pada pada jaringan daun. Penetrasi juga dapat berlangsung sekitar 5 jam ketika

keadaan kering. Perkembangan selanjutnya akan muncul gejala berupa timbulnya

bercak klorotik pada permukaan daun setelah 7-10 hari. Kemudian pada bagian

bawah daun akan terbentuk pustul yang berisi teliospora yang siap menginfeksi

tanaman krisan lainnya (Trolinger, 2016).


Penyakit karat daun berkembang baik pada saat kelembaban yang tinggi

pada areal pertanaman. Selain kelembaban yang tinggi jarak tanaman yang sangat

rapat juga merupakan faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit.

Kondisi yang baik untuk perkembangan penyakit adalah kelembaban yang tinggi

dan lapisan embun pada permukaan daun (Pusat Penelitian dan Pengembangan

Hortikultura, 2006).

2. Phragmidium mucronatum (Pers. ex Pr.) Schlecht.

Phragmidium mucronatum (Pers. ex Pr.) Schlecht merupakan jamur yang

menyebabkan penyakit karat daun pada tanaman mawar. Gejala yang ditimbulkan

berupa bintik-bintik warna jingga kemerah-merahan pada sisi bawah daun, pada

sisi daun atas terdapat bercak bersudut warna kemerah-merahan. Daun yang

terserang berat akan mudah gugur (rontok). Pada permukaan bawah daun terdapat

pustul berwarna hitam yang mengandung teliospora. P. mucronatum adalah

parasit obligat, autoecious (parasit yang dapat menyelesaikan siklus hidupnya

pada spesies inang tunggal). Selama siklus biologisnya jamur ini mempunyai lima

jenis spora (teliospora, basidiospora, pycniospora, aeciospora, dan uredospora).

Urediniospora bersel satu dan berwarna oranye kekuningan, dan teliospora

mengandung 6-8 sel dengan dinding yang sangat gelap dan kasar dan tangkai

panjang (pedicel) yang mudah terlepas dari lesi daun. Jamur ini menghasilkan hifa

dan haustoria interselular yang terlibat dalam penyerapan nutrisi dari sel-sel hidup

tanaman inang (Parvu et al., 2012).


Gambar 4. Hasil pengamatan dengan Scanning electron micrograph A.
Uredospora dan teliospora B. Uredospora (Parvu et al., 2012).

Gambar
5. Struktur

teliospora dengan tangkai (stalk) dan permukaan yang kasar

Gambar 6.
Sayatan

melintang pada daun mawar yang menunjukkan hifa dan hautorium jamur
Phragmidium
mucronatum A. Hifa (hy)
pada ruang antar sel
dan B.
Haustorium (hl) di bagian
sel mesofil (Parvu et
al., 2012).

Gambar 7. Bercak pada daun mawar yang disebabkan oleh Phragmidium


mucronatum
Gambar 8. Siklus hidup Phragmidium mucronatum

3. Botrytis tulipae (Lib.) Lind.

Bunga tulip merupakan salah satu tanaman bunga paling penting, di

Belanda terdapat sekitar 10.000 hektar menghasilkan 1 miliar bunga dan 2 miliar

umbi. Sebagian besar kultivar Tulipa gesneriana digunakan untuk produksi bunga

potong. Salah satu jenis jamur yang dapat menyerang tulip yaitu jamur Botrytis

tulipae (Lib.) Lind. Jamur ini dapat menginfeksi umbi, daun, dan bunga (Straathof

et al., 2014). Infeksi dari jamur ini dapat menyebabkan tunas kerdil, daun
bengkok dan rusak. Pada keadaan yang lembab akan nampak corak berwarna

keabu-abuaan, yang terdiri dari sejumlah besar spora mikroskopis (konidia).

Gejala lainnya yaitu timbulnya bintik-bintik pada daun tulip. Bintik-bintik ini

berbentuk oval hingga bulat dan berubah menjadi kuning kecoklatan.

Gambar 9. Gejala yang ditimbulkan berupa tunas kerdil daun bengkok dan rusak.

Gambar 10. Gejala berupa corak berwarna kuning kecoklatan


Pada cuaca kering, jaringan daun yang diserang menjadi rapuh dan sering

terbelah. Infeksi daun

dapat menyebar ke

batang. Jamur yang

menginfeksi kuncup bunga

dapat menyebabkan

kuncup bunga gagal untuk


membuka. Bintik bintik melepuh dapat berkembang pada bunga tulip. Jamur yang

menginfeksi umbi dapat menimbulkan lesi pada kulit luar umbi (Departement of

crop science, 2000).

Gambar 11. Gejala yang

timbul pada bunga berupa bintik yang

melepuh.

Gambar 12. Lesi pada kulit

umbi

Spora mikroskopis (konidia) dapat disebarkan oleh angin dan cipratan air

hujan. Spora dapat berkecambah dan menginfeksi pada kelembaban di atas 95 %.

Spora Botrytis tulipae dapat bertahan hingga enam minggu di permukaan tanah

lembab. Jamur ini tumbuh pada kisaran suhu 5-27°C. Siklus hidup dari Botrytis
tulipae dimulai dari germinasi kodinidiaspora yang akan berkembang menjadi

hifa. Hifa yang terbentuk akan berpenetrasi pada tanaman tulip dan menyebabkan

kerusakan

(Departement of crop

science, 2000).

Gambar 13. Siklus hidup Botrytis tulipae

4. Penyakit Kapang Kelabu krisan oleh Botrytis cinerea Pers.

Botrytis cinerea Pers. merupakan pathogen penting pada berbagai tanaman

hortikultura di daerah beriklim sedang, baik di lapangan maupun di penyimpanan.

Infeksi Botrytis umumnya terjadi pada buah-buahan yang berdaging lunak,

sayuran, tanaman hias dari Famili Amaryllidaceae, Iridaceae, Liliaceae, dan

Orchidaceae. Jamur mempunyai konidiofor bercabang-cabang, bersekat,

berwarna kelabu, dengan konidium lonjong atau hampir bulat, berukuran 12-

13×9-10 μm (Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, 2006). Hifa

berbentuk seperti gelembung yang dibatasi oleh sekat berwarna putih, abuabu,
hingga cokelat kemudian membentuk miselium yang bercabang dan bersekat.

Selanjutnya konidiofor muncul tegak lurus dari miselium, bersekat, bercabang

pada ujungnya dan membentuk dikotomi atau trikotomi. Semakin tua umur

konidiofor, warnanya semakin cokelat pada bagian ujung dan lebih terang

mendekati percabangan. Ujung konidiofor membengkak membentuk ampula dan

terdapat dentikula (denticle) sebagai tempat menempelnya konidium

(Komalaningrat, D. A., dkk., 2018).

Gambar 14. Botrytis cinerea

Gejala yang ditimbulkan

Penyakit ini disebabkan oleh jamur Botrytis cinerea, dengan gejala pada

tajuk bunga terjadi hawar atau busuk bunga. Penyakit muncul pada waktu musim

penghujan. Jamur ini setelah menghasilkan spora dan berkecambah pada tajuk

bunga terjadi bercak yang kecil dan bundar. Cuaca yang lembap bercak dapat

berkembang dan tajuk bunga tampak seperti diliputi lapisan kelabu kecoklatan

(Mamahit, J. M. E., dkk., 2016).


Gambar 15. Gejala serangan Botrytis cinerea
Faktor yang mempengaruhi

Jamur dapat bertahan sebagai saprofit pada sisa-sisa tanaman sakit.

Penyakit biasanya hanya terjadi pada musim hujan pada kondisi yang sangat

lembab (Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, 2006). Faktor biotik

dapat

mempengaruhi perkembangan dan penyebaran patogen. Sebagai contoh, serbuk

sari yang telah terinfeksi oleh jamur B. cinerea pecah lalu terbawa oleh angin.

Serbuk sari kemudian menempel pada permukaan tanaman lain. Tanaman tersebut

akan terinfeksi jamur B. cinerea dari serbuk sari yang menempel tadi. Dengan

demikian kehadiran serbuk sari mungkin meningkatkan tingkat penyakit


Gambar 16. Siklus hidup B. cinerea

Air dan hembusan angin adalah pembawa yang paling efektif dalam

proses penularan jamur ini pada tanaman pada fase spora. Selain itu beberapa

jenis serangga juga merupakan pembawa potensial jamur ini seperti lebah dan

aphid. Cuaca yang dingin dengan temperatur rendah serta kelembaban yang tinggi

seperti di daerah Indonesia pada umumnya merupakan faktor yang mendukung

daur hidupnya.

Jamur Botrytis ada di lingkungan sebagai parasit atau sebagai saprofit.

Karena merekadapat menginfeksi berbagai macam tanaman, organisme ini dapat

ditemukan di berbagai lingkungan di seluruh dunia. Untuk tumbuh dan

berkembang dengan sukses, mereka membutuhkan lingkungan yang sejuk dan

lembab. Dengan demikian, mereka dapat ditemukan di hampir semua lingkungan

dengan kondisi menginfeksi berbagai tanaman. Dalam kondisi lingkungan yang

menguntungkan, spora jamur Botrytis dapat bertahan dan berkecambah untuk

melanjutkan siklus hidup ketika kondisinya membaik. Jamur Botrytis

menghasilkan berbagai jenis spora. Sementara beberapa spora ini memiliki tutup

pelindung yang memungkinkan mereka bertahan hidup selama kondisi ekstrem

untuk periode waktu yang lama (musim dingin, kekurangan nutrisi, dll.) Yang lain
hanya dapat bertahan untuk jangka waktu terbatas (dari beberapa minggu hingga

sekitar 3 bulan).

5. Gejala busuk pangkal batang bunga lili merah oleh Sclerotium rolfsii

Deskripsi jamur

Sclerotium rolfsii adalah cendawan mempunyai miselium berwarna putih

dan membentuk sklerotium. Sklerotium berbentuk bulat tidak beraturan, berwarna

putih saat muda, dan menjadi cokelat tua saat matang,. Pada hifa dijumpai adanya

percabangan septa, dan koneksi klam (Sektiono, A.W., dkk., 2019).

Gejala yang ditimbulkan

Infeksi S. rolfsii pada Lilium spp. pernah dilaporkan di Cina dengan

penampakan gejala berupa klorosis pada daun, pangkal batang, dan umbi tanaman

yang terinfeksi; kemudian tanaman layu pada tingkat serangan lebih lanjut.

Jaringan tanaman tersebut ditumbuhi massa miselium dan ketika kelembapan

tinggi terbentuk sklerotium berwarna putih atau cokelat krem sampai cokelat tua

dengan diameter 1–3 mm. S. rolfsii pada umumnya yang telah ditemukan, yaitu

1.0–1.2 mm (Sektiono, A.W., dkk., 2019).

Infeksi S. rolfsii mula-mula terjadi pada bagian pangkal tanaman, ditandai

dengan munculnya gejala lesio berwarna cokelat, 7 hari kemudian terdapat

massamiselium berwarna putih seperti kapas dan 7 hari setelahnya tampak butiran

sklerotium berwarna putih,krem dan cokelat. Gejala berupa daun menguning,

daun layu dan akhirnya tanaman rebah yang terjadi pada hari ke 21 setelah

inokulasi. Miselium yang tumbuh tidak hanya pada pangkal batang tanaman lili

merah, tetapi juga pada permukaan kulit umbinya. Gejala infeksi tidak tampak

pada bagian dalam umbi tanaman lili merah yang dibelah (Sektiono, A.W., dkk.,

2019).
a b

c d
Gambar 17. a, Gejala menguning pada keseluruhan tanaman yang terinfeksi; b
Miselium yang tumbuh pada pangkal batang tanaman yang terinfeksi; c,
Sklerotium (→) yang terbentuk diatas permukaan koloni S. rolfsii pada serangan
lebih lanjut; d, Infeksi cendawan S. rolfsii tidak sampai pada umbi tanaman

Gambar 18. Siklus hidup


Dalam siklus hidupnya, S. rolfsii mempunyai dua fase, yaitu : Fase

patogenesis, berupa miselia atau kumpulan hifa berwarna putih dan bersifat

sebagai parasit. Pada fase ini, jamur memulai infeksinya pada jaringan tanaman

dalam tanah dan dekat permukaan tanah.

Fase saprogenesis, pada fase ini terjadi pembentukan struktur sklerosia

yang berfungsi sebagai alat bertahan hidup jika tidak ada tanaman inang di

lapangan, dan bersifat sebagai saprofit. Lingkungan pertanaman dengan suhu

hangat dan kelembaban tinggi merupakan kondisi yang mendukung perkembangan

penyakit busuk batang.

Penyebaran

Residu tanaman terinfeksi yang mengandung inokulum (miselia dan

sklerosia) berperan sebagai sumber primer penyakit di lahan pertanian. Inokulum

tersebut dapat tersebar jauh ke areal tanaman lainnya melalui air irigasi, peralatan

pertanian yang terkontaminasi, serta terbawa pada benih ataupun terbawa angin.

Inokulum akan berkembang cepat di tanah yang lembab terutama pada tanah

berpasir.

Pada kondisi lembab, bagian tanaman di atas tanah meliputi daun, batang

dan cabang yang bersentuhan langsung dengan permukaan tanah, berpeluang

terinfeksi jamur tular tanah tersebut. S. rolfsii dapat menginfeksi tanaman

monokotil dan dikotil yang tumbuh di wilayah tropis dan sub tropis. Sekitar 500

jenis tanaman dilaporkan menjadi inang S. rolfsii termasuk aneka kacang, serealia,

ubijalar, ubikayu, taro, mint, herbal sambiloto, tanaman hias, bunga matahari,

tembakau, tebu, jahe, aneka labu, aneka bawang, rumput pakan ternak, dan gulma.

6. Jamur Phytium sp pada Anggrek


Gambar 19. Phytium sp

Struktur tubuh jamur phytium ini terdiri dari golongan Ascomycotina,

golongan ini struktur tubuhnya ada yang multiseluler atau uniseluler. Golongan

Ascomycotina ini Hidup saprofit di dalam tanah atau hipogean, hidup di kotoran

ternak disebut koprofil,ada juga yang parasit pada tumbuhan. Tubuhnya terdiri

atas benang-benang yang bersekat atau ada yang unisel. Jamur Phytium adalah

organisme yang kecil, bersifat filamen yang kekurangan klorofil. Oleh karena itu

organisme ini mendapatkan makanannya dari tanaman atau binatang yang

mengandung bahan organik, apakah itu sebagai saprophyte, parasyte ataupun

patogen.

Oospora memiliki dinding yang agak tebal dan halus, diameter 17 – 19

mikrometer Hyfa Phytium sp adalah hyaline, tidak bersekat dan umumnya

memiliki lebar 4 – 6 mikrometer. Sporangia panjangnya bervariasi dari 50 – 1000

um dan umumnya memiliki cabang banyak (multi). Sporangia hanya

berkecambah dengan produksi vexicle yang membebaskan zoospora. Oogonia


adalah berbentuk

spherical dan

terminal dengan

diameter 22 – 27

um/ antherium

berbentuk interclary,

barrel ataupun

kubah. Aplerotic

oospora memiliki dinding yang tebal. Jamur Phytium Spp. mempunyai miselium

kasar, lebarnya kadang-kadang sampai 7 mikrometer. Selain membentuk

sporangium biasa, (berbentuk bulat atau lonjong), jamur juga membentuk

sporangium yang bentuknya tidak teratur seperti batang atau bercabang-cabang

yang dipisahkan dari ujung hifa. Bagian ini sering disebut presporangium dan

ukurannya dapat mencapai 800 x 20 mikrometer.

Gejala

Gambar 20. Pythium sp menyerang perkecambahan


Gambar 21. Pythium sp. ini menyebabkan tanaman menjadi layu,

Serangan Pythium umumnya tampak dimulai dari ujung akar (akar pokok

dan atau akar lateral).  Mula-mula, serangan dimulai dari bagian tanaman di dalam

tanah. Kemudian, serangan Pythium sp. ini menyebabkan tanaman menjadi layu,

kulit akar busuk basah, diikuti dengan daun atau tunas-tunas yang kemudian

terjangkit gejala busuk coklat.

Gambar 22. Siklus hidup

Reproduksi aseksual:
Miselium dalam jaringan inang atau dalam kultur biasanya

menghasilkan sporangia, tetapi bentuknya bervariasi. Sporangia berfilamen dan

hampir tidak dapat dibedakan dari hifa vegetatif. Namun, dalam banyak spesies,

mis. P. debaryanum, sporangia berbentuk bulat.

Bagian terminal atau intercalary dari hifa membesar dan mengasumsikan

bentuk bulat, kemudian menjadi terputus dari miselium oleh dinding silang.

Sporangia mengandung banyak nuklei. Pembelahan sitoplasma untuk membentuk

zoospora dimulai pada sporangium, tetapi diselesaikan dalam vesikel berdinding

tipis yang diekstrusi dari sporangium. Ini adalah vesikel homohylic karena

dinding glukannya kontinu dengan satu lapisan dinding sporangial.

Di dalam sporangium, vesikula belahan mulai bergabung untuk

memisahkan sitoplasma menjadi bagian yang tidak berinti. Proses diferensiasi

yang menarik dari sitoplasma amorf menjadi zoospora motil membutuhkan waktu

30-45 menit.

Sesaat sebelum pelepasan sporangial, ada akumulasi pembelahan vesikel

di belakang tutup apikal dan di pinggiran sitoplasma dekat dengan dinding

sporangium. Vesikel pembelahan di sekitar sitoplasma sporangial mengeluarkan

isinya untuk membentuk antarmuka fibrosa yang longgar antara sitoplasma dan

dinding sporangial.

Pelepasan sporangium terjadi oleh pembentukan vesikel berdinding tipis

di ujung papilla dari bahan fibrillar dari tutup apikal, dan massa zoospore yang

dibedakan sebagian diekstrusi ke dalamnya. Pergerakan sitoplasma dari

sporangium ke dalam vesikel kemungkinan merupakan hasil dari beberapa

kekuatan termasuk kontraksi elastis dinding sporangium dan kemungkinan energi

permukaan. Isi sporangium dapat berubah menjadi Zoospora. Dalam beberapa


bentuk, mis. P. ultimum var. Pada akhirnya, sporangia tidak melepaskan zoospora

tetapi berkecambah langsung dengan memproduksi tabung kuman

Reproduksi seksual:

Sebagian besar spesies Pythium adalah homothallic, yaitu oogonia dan

antheridia mudah dibentuk dalam budaya yang berasal dari zoospora tunggal.

Namun, beberapa spesies heterothalik diketahui, mis. P. sylvaticum, P.

heterothallicum.

Oogonia muncul sebagai pembengkakan bola terminal atau intercalary

yang menjadi terputus dari miselium yang berdekatan dengan pembentukan

dinding silang. Oogonium muda adalah multinukleat dan sitoplasma di dalamnya

berdiferensiasi menjadi massa sentral multinukleat, ooplasma tempat oosfer

berkembang, dan massa perifer, periplasma, juga mengandung beberapa inti.

Periplasma tidak berkontribusi pada pembentukan oosfer. Segera setelah

gametangia menjadi terbatas oleh septum basal, pembelahan mitosis berhenti.

Nukleus dapat dibatalkan pada tahap ini, dan dalam oogonia

Antheridia muncul sebagai ujung hifa bengkak berbentuk klub, sering

sebagai cabang dari batang oogonial (monoklin) atau kadang-kadang dari hifa

terpisah (diclinous). Dalam antheridium P. debaryanum dan P. ultimum, semua

nukleus kecuali satu mengalami degenerasi sebelum meiosis, sehingga empat

nukleus haploid ada di setiap antheridium sebelum plasmogami. Antheridium

kemudian menempelkan dirinya pada dinding oogonial dan menembusnya dengan

cara tabung pembuahan. Setelah penetrasi, hanya tiga inti dihitung dalam

antheridium, menunjukkan bahwa seseorang telah memasuki oogonium.

Penggabungan antara inti antheridial dan oosphere tunggal telah

dijelaskan. Oosfer yang dibuahi mengeluarkan dinding ganda, dan ooplast muncul
di protoplasma. Bahan yang berasal dari periplasma juga dapat disimpan di luar

oospore yang sedang berkembang. Oospora semacam itu mungkin memerlukan

periode istirahat (setelah pematangan) beberapa minggu sebelum mereka mampu

berkecambah. Perkecambahan dapat melalui tabung kuman, atau dengan

pembentukan vesikel di mana zoospora dibedakan, atau dalam beberapa bentuk

oospore yang berkecambah menghasilkan tabung kuman pendek yang berakhir

dalam sporangium.

Penyebaran

Spesies Pythium muncul di seluruh dunia. Mereka ditemukan di air,

tanah, pada tumbuhan atau hewan, selaput, mutualis, dan parasit (Ichitani & Goto

1982). Mereka adalah jamur yang tumbuh cepat yang menginfeksi benih, akar

muda, dan bibit dari spesies tanaman yang lebih luas. Dalam banyak kasus,

infeksi Pythium dikaitkan dengan pra-atau pasca-kemunculan "redaman" benih

berkecambah dan pembibitan tetapi juga dikaitkan dengan gejala nekrosis

"pengumpan-akar" yang lebih umum yang mengakibatkan pertumbuhan tanaman

berkurang (Bouhot 1988). Trow var. Ultimum pada awalnya diisolasi dari bibit

selada busuk di Inggris tetapi dapat menjadi parasit yang parah pada banyak

tanaman (Plaats-Niterink 1981; Abdelzaher et al. 1997a). Ini adalah salah satu

spesies Pythium yang paling umum ditemukan di tanah dan terjadi pada suhu

sedang. iklim hangat (Abdelzaher, H. M. A., 2003).

Anda mungkin juga menyukai