Anda di halaman 1dari 15

PENGELOLAAN SUMBER DAYA PESISIR

PENGELOLAAN SUMBER DAYA PESISIR PULAU PANNIKIANG

DI SUSUN OLEH :

NURUL AFIA ABD. MAJID (H041171312)

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
Pengelolaan Sumber Daya Pesisir Pulau Pannikiang
Pulau Pannikiang atau disebut juga Pulau Panning berasal dari bahasa
Bugis yang berarti kelelawar, dimana pada pulau tersebut terdapat banyak
kelelawar (Arifin dan Lestari, 2017). Pulau Pannikiang merupakan salah satu
pulau yang secara administratif termasuk dalam dusun Pannikiang, Desa Madello,
Kecamatan Balusu, Kabupaten Barru. Secara geografis Pulau Pannikiang berada
pada 04°19’45.21”- 04°22’19.93” LS dan 119°34’32.45” - 119°36’46.22” BT
dengan luas sekitar 97 Ha. Pulau pannikiang dapat dicapai melalui transportasi
laut dari pelabuhan Garongkong. Jarak tempuh dari pelabuhan Garongkong
sekitar ±20 menit. Pulau Pannikiang memiliki topografi pantai yang landai dengan
substrat pasir berlumpur (Lestaru et al., 2018). Pulau Pannikiang dihuni oleh 103
orang dengan mata pencaharian sebagai nelayan (Data Penduduk Desa Madello,
Oktober 2019).
Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Barru tahun 2014, Pulau pannikiang
dicanangkan sebagai Kawasan Konservasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
sekaligus merupakan daerah yang berpotensi dimanfaatkan sebagai lokasi
ekowisata dan sarana pendidikan. Menurut data Direktorat Jenderal Kelautan,
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia tahun 2014 kawasan konservasi di Pulau Pannikiang mencakup area
dengan luas 605, 94 Ha dengan rincian yaitu luas daratan Pulau Pannikiang (94,50
Ha), luas ekosistem terumbu karang (331,61 Ha), luas ekosistem padang lamun
(93,52 Ha), dan Luas Ekosistem Mangrove (86,31 Ha). Menurut Arfan et al.,
2019 terdapat 30 jenis mangrove yang terdapat di Pulau Pannikiang. Menurut
Arifin et al., 2014 Pulau Pannikiang memiliki kondisi terumbu karang yang
termasuk dalam kategori sedang (klasifikasi kondisi menurut Brown (1986)).
Gambaran kondisi ikan karang juga menunjukkan nilai yang tinggi dibanding dua
Pulau Lainnya (Pulau Puteanging dan Pulau Bakki). Nilai kelimpahan tertinggi
terdapat di Pulau Pannikiang dengan jumlah individu sebanyak 1.015 ekor.
Menurut Putri et al., 2019 di Pulau Pannikiang ditemukan pula 3 janis lamun yaitu
Enhalus acoroides, Halophila ovalis, dan Cymodocea rotundata, yang
didominasi oleh Enhalus acoroides. Jumlah jenis lamun yang diidentifikasi
dalam penelitian ini mengalami penurunan bila dibandingkan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Hamziah (2006), pada penelitian ini diperoleh 8 jenis lamun
di Pulau Pannikiang.
Potensi lainnya yang dapat dikembangkan di Pulau Pannikiang yaitu
budidaya kerang mutiara jenis Pinctada maxima. Menurut Rizaki (2017)
kecamatan Ballusu (Pulau Pannikiang) memiliki kondisi perairan yang sangat
sesuai untuk pengembangan budidaya kerang mutiara. Hal diindikasikan oleh
kondisi suhu perairan, salinitas, oksigen terlarut, dan pH perairan Pulau
Pannikiang.
Berdasarkan potensi yang terdapat di Pulau Pannikiang tersebut maka
bentuk-bentuk pengelolaan yang dapat dilakukan adalah sebagai Berikut.
1. Mangrove
Pulau Panikiang memiliki wilayah pesisir dengan beragam jenis tumbuhan
mangrove. Terdapat 30 jenis mangrove pada pulau ini yang terdiri dari 17 jenis
mangrove sejati dan 13 jenis mengrove ikutan (asosiasi). Ekosistem mangrove di
pulau tersebut mempunyai sifat khas dibandingkan dengan ekosistem mangrove
lainnya di Sulawesi Selatan, yakni menjadi tempat bersarang ribuan kelelawar.
Oleh karena itu, keberadaan ekosistem mangrove di Pulau Panikiang menjadi
sangatlah penting bagi siklus bioekologis di wilayah tersebut (Qamal, 2019).
Selain karena keberadaan kelelawar di pulau tersebut salah satu daya tarik
wisatawan yaitu hutan mangrove. Menurut Arifin dan Lestari (2017) sekitar 91 %
dari pulau Pannikiang merupakan kawasan mangrove yang memiliki potensi
sebagai tempat wisata. Oleh karena itu, pemerintah Kabupaten Barru telah

menyediakan jalur yang digunakan untuk mengamati kawasan mangrove.


Gambar 1. Peta Pulau Pannikiang. Jalur merah pada peta merupakan Mangove
tracking route (Sumber: Arifin dan Lestari, 2017)
Sarana dan prasarana meruapakan salah satu hal yang harus diperhatikan
dalam pengelolaan suatu tempat wisata agar dapat menarik minat pengunjung.
Jalur yang disediakan oleh pemerintah di pulau tersebut terbilang masih sangat
sederhana dan kurang menarik sehingga bentuk pengelolaan yang dapat dilakukan
yaitu dengan mengecat mangove tracking route tersebut sehingga dapat menjadi
lebih indah dan menarik.

(a) (b)
Gambar 2. Perbandingan jalur wisata mangrove di Pulau Pannikiang (a) dan
kawasan hutan mangrove Matalalang (b)

Berdasarkan potensi hutan mangrove yang terdapat di pulau tersebut


bentuk pengelolaan lainnya yang dapat dilakukan selain penyedian sarana wisata
mangrove yaitu pengembangan usaha pembesaran kepiting bakau. Menurut
Lestaru et al., 2018 kebanyakan masyarakat yang ada di pulau Pannikiang
berprofesi sebagai nelayan dengan alat tangkap yang digunakan adalah pancingan
dengan bantuan perahu bermesin yang masih sederhana, sehingga dalam hal ini
pengembangan usaha pembesaran kepiting bakau dapat menjadi sumber
pendapatan lain bagi masyarakat yang terdapat di pulau tersebut. Menurut Saidah
dan Sofia (2016) kepiting bakau (Scylla spp.) memiliki nilai ekonomis tinggi serta
merupakan komoditas ekspor. Peluang pasar kepiting bakau terbuka luas dan
prospektif, baik domestik maupun pasar mancanegara dengan permintaan lebih
dari 450 ton setiap bulan. Berikut ini merupakan tahapan pengembangan usaha
pembesaran kepiting bakau yang dapat diterapkan di Pulau Pannikiang (metode
menurut Saidah dan Sofia (2016)):
1. Persiapan Tambak (demplot)
Penyedian tambak (demplot) secara sederhana dapat dibuat dengan
menggunakan keranjang plastik buah yang dibagi menjadi dua bagian dengan
menggunakan penyekat dari kasa nilon, sehingga dalam satu keranjang akan
diletakkan dua ekor kepiting. Bibit kepiting dapat dikumpulkan nelayan/petani
dari kawasan mangrove yang ada di sekitar.
2. Pemeliharaan dan Pemberian Pakan
Kegiatan pemeliharaan kepiting dalam keramba mencakup: pemberian pakan
dan pengaturan debit air. Dalam kesehariannya, kepiting memakan makanan
berupa makanan alami yang tersedia di tambak yaitu makrozoobenthos (moluska,
cacing – cacingan dan lain – lain).

Gambar 3. Pengembangan usaha pembesaran kepiting bakau di kawasan hutan


mangrove (Sumber: Saidah dan Sofia, 2016)

Gambar 4. Lokasi di Pulau Pannikiang yang berpotensi dijadikan sebagai tempat


pembesaran kepiting bakau

2. Lamun
Menurut Putri et al., 2019 di Pulau Pannikiang terdapat 3 janis lamun yaitu
Enhalus acoroides, Halophila ovalis, dan Cymodocea rotundata, yang
didominasi oleh Enhalus acoroides. Jumlah jenis lamun yang diidentifikasi
dalam penelitian ini mengalami penurunan bila dibandingkan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Hamziah (2006), pada penelitian ini diperoleh 8 jenis lamun
di Pulau Pannikiang. Berdasarkan hal tersebut dapat diindikasikan bahwa perlu
dilakukan rehabilitasi ekosistem padang lamun di pulau tersebut. Menurut Data
Potensi Pariwisata Kabupaten Barru tahun 2016, dugong sering dijumpai oleh
nelayan disekitar pulau pannikiang sehingga dengan menerapkan metode
budidaya lamun dapat meningkatkan sumber makanan bagi dugong yang terdapat
di pulau tersebut. Berikut ini beberapa metode yang dapat diterapkan di Pulau
Pannikiang.
 Metode Sprig dengan jangkar atau tanpa jangkar
Metode ini dilakukan dengan mengambil bibit tanaman dengan pisau/parang
dan ditransplantasi tanpa substratnya. Untuk penanaman dengan metode spring
dengan jangkar biasanya dilakukan pada arus dengan 1,5 knot (kira-kira 3 km per
jam) atau pada daerah dengan gelombang akibat angin. Mengingat dengan
menggunakan balok dan kawat akan meningkatkan biaya, maka disarankan
menggunakan plastik bentuk kasa (net). Beberapa tanaman dapat tumbuh dengan
cepat dengan menggunakan teknik ini. Penanaman metode spring tanpa jangkar
telah banyak berhasil. Metode ini ditanam dengan cara menggali sebuah lubang
kecil pada substrat (dalamnya kira-kira 8 cm), kemudian ditutup dengan substrat
yang sama. Metode ini hanya bisa berhasil jika arus atau gelombang yang rendah.
Menurut Herniati et al., 2017 lamun yang ditanaman dengan menggunakan

metode ini mengalami kenaikan rata ± 0 - 1,5 cm/minggu dan diperoleh tingkat
kelangsungan hidup pada metode sprig yaitu 100%.
Gambar 5. Desain Tatak letak lamun transplantasi metode Sprig (Sumber:
Permatasari et al., 2017).
Gambar 6. Sketsa penanaman menggunakan jangkar (Sumber: Permatasari et
al., 2017).

 Metode Plug

Metode ini menggunakan lamun yang utuh beserta subtrat tanpa diketahui
jumlah tegakan yang digunakan ketika melakukan transplantasi, Berdasarkan hasil
penelitian Halim et al., 2016 dengan menggunakan metode ini diperoleh tingkat
kelangsungan hidup lamun di atas 50 %. Untuk metode plugs, pengambilan bibit
dilakukan beserta substratnya menggunakan corer (PVC paralon) berdiameter 10
cm dengan kedalaman 15-20 cm dari lokasi donor yang memiliki kepadatan tinggi
serta mendominasi kawasan tersebut (Khotib, 2016).

(a) (b)
Gambar 7. Corer dengan diameter 10 cm (a) dan unit transplantasi Plugs (b)
(Sumber: Khotib, 2016).

 Potensi Perikanan Pulau Pannikiang


Menurut Data Potensi Pariwisata Kabupaten Barru tahun 2016, di Pulau

Pannikiang terdapat kerambah jaring apung yang digunakan untuk memelihara


berbagai jenis ikan kerapu dan Lobster.
Gambar 8. Keramba jarring apung di Pulau Pannikiang (Sumber: Data Potensi
Pariwisata Kabupaten Barru tahun 2016)

Kerambah jaring apung yang terdapat di Pulau Pannikiang dinilai masih


sederhana sehingga tidak dapat mendukung sepenuhnya potensi yang terdapat di
pulau tersebut sehingga bentuk pengelolaan yang dapat diterapkan untuk
meningkatkan potensi di wilayah tersebut yaitu Offshore aquaculture. Aquatec
adalah salah satu perusahaan pembuat keramba modern untuk di laut. Terbuat dari
bahan high density polyethylene, keramba produksinya sangat kuat, tidak berkarat
dan bisa didaur ulang (tidak merusak lingkungan). Dengan ukuran diameter besar,
keramba seperti ini bisa memuat ratusan ton ikan. Kerambah jaringa apung
Aquatec juga sangat kuat sehingga tidak akan rusak kerena terjangan gelombang.

Gambar 9. Kerambah jaring apung Aquatec di kepualaun Seribu

 Budidaya kerang mutiara jenis Pinctada maxima


Menurut Rizaki (2017) kecamatan Ballusu (Pulau Pannikiang) memiliki
kondisi perairan yang sangat sesuai untuk pengembangan budidaya kerang
mutiara jenis Pinctada maxima. Hal diindikasikan oleh kondisi suhu perairan,
salinitas, oksigen terlarut, dan pH perairan Pulau Pannikiang. Pemilihan metode
budidaya tiram mutiara (Pictada maxima) dengan rawai atau tali rentang
(longli ne)
mampu

diterapkan masyarakat maupun kelompok budidaya. Adapun bahan utama dalam


metode ini menggunakan tali, pelampung dan keranjang. Metode tali rentang ini
telah diaplikasikan di perairan Indonesia. Tali rentang yang digunakan berbahan
polythelen atau sejenisnya yang dipasang diantara tali satu dengan yang lainnya
yang terkait pemberian jarak 5 meter dan panjang tali rentang tergantung dari luas
budidaya. Tujuan dari pemilihan metode budidaya tali rentang (longline) menekan
biaya modal yang cukup tinggi, dibandingkan metode penggunaan rakit apung
(floating raft method). Pengunaan metode tali rentang longline banyak digunakan
karena susunan kantong-kantong berada vertikal di bawah perairan mengikuti pola
pergerakan arus. Adapun kelebihan dari penggunaan metode budidaya ini adalah
mudah dipindahkan dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan perairan.
Berdasarkan hasil Penelitian Dody (2017) yang menggunakan metode ini
diperoleh persentasi sintasan (survival rate) sekitar 70% baik pada kelompok
kerang yang dipelihara pada kedalaman 3 m, 6 m maupun 9 m.
Gambar 10. Diagram metode tali rentang (long line method) pada perlakuan
pemeliharaan dengan 3 kedalaman yang berbeda (Sumber: Dody, 2017).

 Aplikasi Teknologi Osmosis Balik Untuk Memenuhi Kebutuhan Air


Minum Di Pulau Pannikiang
Menurut Rahmawati (2016) di Pulau Pannikiang tidak terdapat sumber air
tawar, sehingga air tawar di peroleh dari Takkalassi atau dari daratan utama. Hal
ini meruapakan salah satu masalah yang terdapat di Pulau tersebut sehingga salah
satu bentuk pengeloaan lainnya yang dapat diterapkan di wilayah tersebut yaitu
pengadaan air tawar. Salah satu metode yang dapat diterapkan yaitu aplikasi
teknologi osmosis balik. Menurut Widayat (2017) teknologi osmosis balik untuk
mengolah air asin menjadi air minum merupakan salah satu alternatif untuk
memenuhi kebutuhan air minum yang memenuhi syarat teknis kesehatan dan hasil
pengelolaannya dapat meningkatkan derajad sosial maupun ekonomi masyarakat
nelayan.

Gambar 11. Unit Pengolah


Air Sistem RO di Pulau
Kelapa, K. Seribu
Analisis SWOT Pengelolaan Sumber Daya Pesisir Pulau Pannikiang
Analisis SWOT artinya didasarkan pada logika berpikir, yaitu kekuatan
(strength), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman
(threats), dari keempat komponen tersebut mengindikasikan bahwa sangat
berpengaruh dan dipengaruhi dalam proses pembuatan kebijakan, baik secara
internal maupun eksterna l, faktor internal yaitu : strength dan weaknesses,
sedangkan faktor eksternal yaitu opportunities dan threats. Analisis ini
mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk menyusun keputusan
atau kebijakan.

Eksternal Opportunity (Peluang) Treaths (Ancaman)


 Terbukanya peluang  Hilangnya
pengembangan potensi keanekaragaam hayati
di Pulau Pannikiang. di Pulau Pannikiang
 Potensi Pesisir belum  Konflik kepentingan
sepenuhnya antar stake holder
dikembangkan.  Ahli fungsi lahan
 Ketersediaan lahan mangrove
yang memadai  Potensi Kerusakan
Ekosistem Hayati
Semakin Tinggi
menyebabkan hasil
Internal tanggkapan berkurang
Strength (Kekuatan) Rencana Strategis (SO) Rencana Strategis (ST)
 Adanya dukungan  Melibatkan langsung  Menerapkan aturan
dari pemerintah Masyarakat, dan yang ketat bagi
dengan pemerintah dalam pelaku yang merusak
dicanangkannya Pulau upaya pengelolaan lingkungan
Pannikiang sebagai pesisir Pulau  Melakukan sosialisasi
daerah konservasi. Pannikiang. dan penyuluhan
 Adanya potensi alam  Melakukan pentingnya upaya
yang cukup untuk identifikasi potensi pelestarian SDA
pengembangan usaha pesisir Pulau peisir dan laut serta
termasuk pariwisata Pannikiang program nyata
 Kawasan pesisir Pulau  Mengembangkan
Pannikiang sangat sumber pendapatan
indah lainnya di Pulau
Pannikiang yang lebih
modern.

Weakness (Kelemahan) Rencana Strategis Rencana Strategis
 Kurangnya kesadaran (WO) (WT)
dan partisipasi  Melakukan sosialisasi
masyarakat sehingga kepada masyarakat  Meningkatkatan
kerusakan lingkungan untuk memperkenalkan kesadaran masyarakat
menjadi salah satu bentuk usaha lainnya terhadap pelestarian
masalah di pulau yang dapat sumber daya pesisir
tersebut. dikembangkan di pulau Pulau Pannikiang
 Rendahnya taraf tersebut  Menciptakan
hidup masyarakat  Meningkatkan taraf lapangan pekerjaan
yang terdapat di Pulau hidup masyarkat salah bagi masyarakat di
tersebut Mis. Tidak satunya dengan Pulau Pannikiang
tersedianya air tawar pengadaan sumber air  Membuat manajemen
yang memadai. tawar. Penataan Kawasan
 Kurangnya  Melakukan pelatihan Pesisir secara
pengetahuan keterampilan ke berkelanjutan
masyarakat sehingga mengenai cara berdasarkan pemetaan
potensi yang terdapat budidaya misalnya zonasi sesuai daya
di pulau tersebut tidak sosialisasi budidaya dukung dan
sepenuhnya di kepiting bakau dan peruntukannya
kembangkan. kerang mutiara.
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M., dan Lestari, A. E. T., 2017. The Development Of Ecotourism-Based


Fishermen Housing On Pannikiang Island. Architecture & Environment.
Vol. 16 (1): 1 – 18.
Arifin, T., Ramdhan, M., Mustikasari, E., Heriati, A., 2014. Model Pengelolaan
Kawasan Pesisir & Pulau-Pulau Kecil Berbasis Zonasi di Kabupaten
Barru, Sulawesi Selatan. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Laut dan Pesisir.
Data Potensi Pariwisata dan Peternakan (Show Room Sapi) Kabupaten Barru
Tahun 2016.
Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan Direktorat Jenderal Kelautan,
Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan Dan Perikanan
Republik Indonesia. 2014. Status Pengelolaan Efektif Kawasan
Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil Di Indonesia Profil
113 Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Dody, S., 2017. Uji Coba Penerapan Teknologi Budidaya Kerang Mutiara
(Pinctada maxima) Di Perairan Ternate Selatan, Maluku Utara. Prosiding
Seminar Nasional KSP2K II. Vol. 1 (2) : 167 – 173.
Halim, M., Karlina, I., dan Irawan, H., 2017. Laju Pertumbuhan Lamun Thallasia
hemprichi dengan Teknik Transplantasi Terfs dan Plug pada Jumlah
Tegakan Yang Berbeda dalam Rimpang. FIKP UMRAH.
Hamziah. 2006. Potensi jenis kerang yang berasosiasi dengan padang lamun di
pulau Pannikiang kabupaten Barru. Volume 13 (2): 172-180.
Harnianti, N., Karlina, I., dan Irawan, H., 2017. Laju Pertumbuhan Jenis Lamun
Enhalus acoroides Dengan Teknik Transplantasi Polybag dan Sprig
Anchor pada Jumlah Tunas yang Berbeda dalam Rimpang di Perairan
Bintan. Intek Akuakultur. Vol 1 (1): 56-70.
Kecamatan Balusu Dalam Angka. 2019. Badan Pusat Statistik Kabupaten Barru.
Khotib, A. W. M., 2016. Status Temporal Komunitas Lamun (Seagrass) Dan
Pertumbuhannya Dengan Berbagai Teknik Transplantasi Dalam Kawasan
Rehabilitasi Di Pulau Harapan, Kepulauan Seribu, Jakarta. Skripsi.
Institut Pertanian Bogor.
Lestaru, A., Saru, A., dan Lanuru, M., 2018. Konsentrasi Bahan Organik dalam
Sedimen Dasar Perairan Kaitannya dengan Kerapatan dan Penutupan Jenis
Mangrove di Pulau Pannikiang Kecamatan Balusu Kabupaten Barru.
Prosiding Simposium Nasional Kelautan dan Perikanan V Universitas
Hasanuddin.
Permatasari, A., Karlina, I., dan Irawan, H., 2017. Laju Pertumbuhan Jenis Lamun
(Syringodium isoetifolium) Dengan Teknik Transplantasi Polybag Dan
Sprig Anchor Pada Jumlah Tegakan Yang Berbeda Dalam Rimpang Di
Perairan Kampe Desa Malang Rapat. Intek Akuakultur. Volume 1 (1): 1-
14.
Putri, L. D. M., Rauf, A., dan Hamsiah. 2019. Struktur Komunitas dan
Produktivitas Ekosistem Padang Lamun di Pulau Pannikiang Sulawesi
Selatan. Journal of Indonesian Tropical Fisheries. Vol. 2 (2): 161-173.
Qamal, I. R., 2019. Perubahan Luas dan Kerapatan Hutan Mangrove Pulau
Panikiang Kabupaten Barru. Jurnal Environmental Science. Vol. 1 (2): 1-
7.
Rahmawati, S., 2016. Laporan Praktek Lapang Konservasi di Pulau Pnnikiang.
Aquatic Resources Management. Hasanuddin University.
Rizaki, I., 2017. Pengelolaan Budidaya Laut Tiram Mutiara (Pinctada maxima)
dan Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) Berbasis Daya Dukung
Lingkungan (Studi Kasus: Kabupaten Barru Sulawesi Selatan). Skripsi.
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Saidah, S., dan Sofia, L. A., 2016. Pengembangan Usaha Pembesaran Kepiting
Bakau (Scylla Spp) Melalui Sistem Silvofishery. Jurnal Hutan Tropis. Vol.
4 (3): 265-272.
Widayat, W., 2018. Inovasi Teknologi Air Minum Berbasis Masyarakat. Jurnal
Air Indonesia Vol. 10 (2): 67 – 78

Anda mungkin juga menyukai