RAWAI DASAR
OLEH:
pelayaran internasional yaitu yang dikenal dengan Lintas Kepulauan Indonesia (ALKI),
mampu memanfaatkan kekayaan alam tersebut. Hal ini terlihat pada hasil tangkapan
ikan oleh nelayan cenderung sedikit dan mengakibatkan pendapatan nelayan semakin
memprihatinkan.
Masalah Kepulauan Indonesia yang terdiri dari 5,8 juta km2 perairan laut dan
sekitar 0,55 juta km2 perairan umum memiliki keanekaragaman jenis sumber daya ikan
yang cukup tinggi dan potensi yang cukup besar. Potensi sumberdaya ikan diduga
berkisar antara 10,5-12,9 juta ton/tahun yang meliputi potensi perikanan laut 6,6-7,2
juta ton/tahun, dan perairan tawar antara 1,4-3,6 juta ton/tahun. Tingkat pemanfaatan
sekitar 22,33% yang meliputi laut 30,0%, budidaya pantai 14,5% dan perikanan tawar
Rawai dasar adalah satu jenis alat penangkapan ikan yang menggunakan mata
pancing dengan umpan (Sadhori, 1984). Mata pancing dikaitkan pada tali pancing dan
dioperasikan menggunakan tenaga manusia (Sudirman dan Mallawa, 2012). Selain itu
yang besar.
Kogholifano yaitu kurangnya pengetahuan dan informasi mengenai cara yang baik dan
menghasilkan tangkapan yang maksimal serta ramah lingkungan. Oleh karena itu,
dibutuhkan teknologi yang baik dan ramah lingkungan untuk meningkatkan hasil
1.3 Tujuan
Tujuannya yaitu untuk lebih memahami alat tangkap ikan yang ramah lingkungan
1.4 Manfaat
Dapat mengtahui alat tangkap yang ramah lingkung atauapun yang tidak ramah
lingkungan yang efektif dan efisien dan hasil tangkapan yang baik.
Pancing ialah salah satu alat tangkap yang umum dikenal masyarakat
lingkungan. Alat tangkap ini terdiri dari pancing/kail, tali utama, pelampung, pemberat,
dan joran. Selanjutnya (Puspito, 2009) menyatakan bahwa Pancing adalah alat
penangkapan ikan yang paling sederhana dan paling banyak digunakan oleh nelayan di
seluruh perairan Indonesia. Seiring dengan kemajuan jaman, alat tangkap pancing
Modifikasi dari alat tangkap pancing ini salah satunya dikenalkan dengan pancing
rawai.
Rawai Dasar (Bottom long line) merupakan alat tangkap yang cocok digunakan di
perairan Indonesia, karena wilayah perairan yang luas dan kaya akan berbagai ikan
dasar. Rawai (Long line) merupakan rangkaian dari unit-unit pancing yang sangat
panjang (mencapai ribuan, bahkan puluhan ribu meter). Terdiri dari tali utama (main
line), tali cabang (branch lines), dan mata pancing (hooks) dengan ukuran (nomor)
tertentu yang diikatkan pada setiap ujung bawah tali-tali cabang (setiap cabang terdiri
dari satu mata pancing). Ditinjau dari konstruksinya alat tangkap ini tidak terlalu rumit
karena hanya terdiri dari 3 bagian, yaitu ; tali utama, tali cabang dan mata pancing.
Sasaran penangkapan alat tangkap rawai pada umumnya ikan-ikan pemangsa dan
3. Pancing landung.
III. METODE PRAKTEK
Adapun praktek Teknologi Alat Tangkap Ikan di laksanakan pada hari Jumat, 22
Mei 2020 pukul 09:20 - 10:00 di Kepulauan Kogholifano Kec.Pasir Putih Sulawesi
Tenggara.
3.2 Metode
kogholifano.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Kontruksi alat tangkap yang digunakan para nelayan ini terdiri dari tali utama
dengan diameter tali sebesar 200 mm dengan panjang sebesar 300 m, tali cabang dengan
panjang 50 cm dengan jarak antar tali 3,5 m, pemberat yang digunakan sebesar 1 kg
dengan jumlah 2 buah, tali pemberat, pelampung dengan menggunakan bahan gabus
berukuran 10x10 cm, tali pelampung dan mata pancing pancing yang digunakan dengan
ukuran nomor 14 dengan jumlah sebanyak 120 mata pancing. Umapn yang di gunakan
berupa ikan lajang, teri dan cumi cumi, adapun ikan yang tertangkap berupa ikan kakap,
4.2 Pembahasan
Kecamatan Pasir Putih, dilakukan dengan beberapa kali penurunan alat tangkap. Proses
pengoperasian penurunan alat tangkap pancing rawai sesuai dengan musim yaitu musim
musim paceklik hanya dilakukan 2 kali penurunan alat tangkap. Dari hasil wawancara
dengan nelayan, hal tersebut dikarenakan jumlah ikan yang tertangkap dengan alat
tangkap pancing rawai sangat berpengaruh terhadap proses pengoperasian alat tangkap.
Pengoperasian alat tangkap pancing rawai tersebut dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu
subuh sampai soreh hari dimulai dari jam 03:00 sampai dengan 14:00 dengan jarak
Teknologi penangkapan ikan adalah cara khusus yang diterapkan pada suatu
kegiatan yang meliputi persiapan sebelum melaut hingga pendaratan hasil tangkapan.
penangkapan ikan yang ramah lingkungan dapat didefinisikan sebagai suatu cara khusus
yang diterapkan pada suatu operasi penangkapan ikan agar tidak mengancam kelestarian
lingkungan.
yang relevan dengan penjabaran 11 aspek yang telah dikemukakan oleh Cochrane
(2002). Aspek pertama adalah karakteristik hasil tangkapan, hasil tangkapan sampingan
(bycatch) yang didapat haruslah dalam jumlah sedikit. Hasil tangkapan sampingan
adalah hasil tangkapan selain dari hasil tangkapan sasaran utama. Aspek yang kedua
adalah perilaku nelayan yang dapat menyebabkan kecelakaan di laut. Aspek yang
ketiga adalah perilaku nelayan yang dapat menyebabkan kerusakan fisik habitat ikan
(terumbu karang). Kerusakan fisik akibat pengoperasian alat tangkap ini yaitu dengan
terumbu karang. Kemudian aspek yang keempat adalah perilaku nelayan yang dapat
menyebabkan pencemaran lingkungan seperti kasus tali pancing putus yang dapat
menjadi ghost fishing dan sampah perairan. Sampah kemasan perbekalan juga dapat
memicu polusi perairan apabila langsung dibuang ke laut terutama pada kemasan yang
terbuat dari bahan-bahan yang sulit untuk terurai di dalam perairan (nonbiodegradable).
Ketidak ramah lingkungan alat Tangkap Rawai dasar pertama apabila alat
tangkap tersebut putus di dasar maka itu akan menjadi ghost fishing, ke dua dapat
merusak terumbu karang apa bila salah di gunakan atau di operasikan di atas
permuakaan laut.
VI. KESIMPULAN
Cumi cumi dominan menangkap ikan lencam , sedangkan umpan ikan lebih
ini merupakan alat tangkap yang paling selektif dalam menangkap hasil
tangkapan ikan dengan ukuran yang telah layak tangkap sehingga alat tangkap ini dapat
Syofyan. I., Isnaniah., Siregar. M.R. 2015. Identifikasi dan Analisis Alat Tangkap
Rawai Kurau (Mini Long Line) yang Digunakan Nelayan di Kabupaten
Bengkalis Jurnal Berkala Perikanan Terubuk. Vol. 43(2):89-95
LAMPIRAN