Anda di halaman 1dari 11

Treatment air tambak

OLEH:

WAN ELGA AFFANTA


021401503125010

PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA
JAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP-RI) sesuai dengan


Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 18/PERMEN-
KP/2014 Tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia, dibagi ke dalam 11
(sebelas) WPP-RI. Potensi atau ketersediaan sumberdayaikan di suatu perairan menjadi
pertimbangan utama pembangunan atau pengembangan pelabuhan perikanan. Potensi sumber
daya ikan menentukan kapasitas penangkapan (fishing capacity) atau jumlah kapal perikanan
pada suatu perairan dan pada akhirnya menentukan kapasitas pelabuhan yang dibangun atau
dikembangkan untuk melayaninya.
Sumberdaya ikan pelagis telah lama dieksploitasi oleh berbagai alat penangkapan
ikan, salah satunya adalah payang. Payang (danish seine) telah beroperasi di dekat pantai
utara Laut Jawa dari Kepulauan Seribu (Jakarta) sampai dengan Kepulauan Kangean di
bagian timur Laut Jawa pada awal abad 19. Sejak tahun 1970-an, perkembangan eksploitasi
sumber daya ikan pelagis kecil di Laut Jawa sangat erat kaitannya dengan perkembangan alat
penangkapan ikan pukat cincin. Pasca pelarangan pukat harimau tahun 1980, perikanan pukat
cincin berkembang menjadi semi industri, yang dicirikan dengan peningkatan kapasitas
penangkapan yang meliputi ukuran dan kekuatan mesin kapal. Perluasan daerah penangkapan
ikan, serta perubahan taktik penangkapan ikan dari rumpon digantikan dengan penggunaan
cahaya sebagai alat bantu pengumpul ikan, selanjutnya berkembang alat tangkap bouke ami
yang menggunakan cahaya sebagai alat bantu penangkapan.
Menurut PERMEN No. 2 tahun 2011, bouke ami termasuk dalam jaring angkat
berperahu (boat-operated lift nets). Bouke ami adalah jaring angkat berbentuk empat persegi
panjang atau bujur sangkar yang ujung salah satu sisinya diikat pada patok atau tiang
pancang, sementara ujung yang lain dipasang tali untuk proses pengangkatan. Berdasarkan
cara pengoperasiannya, bouke ami diklasifikasikan ke dalam kelompok jaring angkat (lift
nets).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan PerikananNomor KEP.60/MEN/2010 tentang
produktivitas kapal penangkap ikan, disebutkan bahwa cumi-cumi dari kapal bouke ami
merupakan hasil tangkapan utama, dimana persentase hasil tangkapannya sebesar 80%dari
total tangkapannya. Menurut Triharyuni, et al (2012), sebagian besar kapal bouke ami ini
melakukan penangkapan di WPP-RI 712 (Laut Jawa), yaitu sekitar 70% dari kapal aktif,
kemudian 16% di Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut Cina Selatan, 10% di Selat Makassar
dan Laut Flores dan hanya 4% yang melakukan penangkapan di Laut Timor. Banyaknya
kapal bouke ami melakukan penangkapan di Laut Jawa ini diduga terkait dengan ukuran
kapal yang sebagian besar hanya >29 GT sehingga terbatas daya jelajahnya dan menurut
Rooskandar (2014),semakin banyak jumlah nelayan yang ada di unit penangkapan bouke
ami, maka unit penangkapan bouke ami semakin tidak efisien.
Efisiensi teknis merupakan ukuran dari kemampuan produksi yang terbaik serta
keluaran optimal yang mungkin dicapai dari berbagai masukan dan teknologi yang digunakan
(Viswanathan, B, dan Ramaswamy, A.V. 2005). Kebijakan pembangunan perikanan telah
meningkatkan efisiensi dalam produksi ikan, dimana efisiensi teknik penangkapan, investasi
atau produktivitas telah mendorong peningkatan efisiensi upaya penangkapan (Susilowati,
dan Turyanto, T. 2005). Faktor teknis dalam kegiatan penangkapan ikan berkaitan dengan
tindakan atau keputusan untuk melakukan aktivitas penangkapan yang menguntungkan.
Tindakan atau keputusan dalam melakukan aktivitas akan menyebabkan adanya efisiensi
teknis yang berkaitan dengan dimensi alat, upaya penangkapan ikan dan penggunaan
teknologi penangkapan ikan. Keputusan untuk melakukan efisiensi teknis dipengaruhi oleh
3 komponen yang menyebabkan dinamika armadapenangkapan ikan, yaitu investasi, alokasi
upaya penangkapan dan efisiensi produksi(Sutanto, 2005).
Efisiensi teknis penangkapan dengan bouke ami bermanfaat untuk mengetahui
kemampuan unit penangkapan tersebut untuk menghasilkan output produksi melalui kriteria
teknis yang ada sehingga penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul Efisiensi
TeknisPenangkapan Bouke Ami di Perairan Laut Jawa.

1.2 Identifikasi Dan Pembatasan Masalah


1.2.2 Identifikasi Masalah
a. Banyaknya kapal bouke ami melakukan penangkapan di Laut Jawa ini diduga terkait
dengan ukuran kapal yang sebagian besar hanya >29 GT sehingga terbatas daya
jelajahnya
b. semakin banyak jumlah nelayan yang ada di unit penangkapan bouke ami, maka unit
penangkapan bouke ami semakin tidak efisien

1.2.3 Pembatasan Masalah


a. penelitian menggunakan cahaya ini hanya untuk spesies cumi-cumi
b. penelitian ini hanya di lakukan pada perairan

1.3 Perumusan Masalah


Hasil tangkapan bouke ami memiliki nilai ekonomis tinggi di pasar domestik dan di
pasar ekspor sehingga menjadi salah satu sumber devisa negara yang layak diperhatikan.
Peningkatan hasil tangkapan dilakukan oleh para pengusaha unit penangkapan bouke ami,
dimana unit penangkapan bouke ami adalah unit penangkapan terbesar yang ada di PPS
Nizam Zachman Jakarta, Muara Baru, serta hasil tangkapan bouke ami tidak terlepas dari
keragaan teknis unit penangkapan, dan produktivitas. Penelitian lebih dalam mengenai
efisiensi teknis penangkapan bouke amiperlu dilakukan.Oleh karena itu, permasalahan yang
akan diangkat pada penelitian ini adalah:

1) Berapakah efisiensi teknis penangkapan bouke ami?


2) Apakah faktor yang paling mempengaruhi produksi hasil tangkapanbouke ami?

1.4 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk :
1) Menghitung nilai efisiensi penangkapan bouke ami.
2) Menentukan faktor yang paling mempengaruhi produksi hasil tangkapan bouke ami

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat :


1) Bagi masyarakat sebagai informasi terhadap alat tangkap bouke ami.
2) Bagi nelayan untuk meningkatkan hasil tangkapan melalui proses penangkapan yang lebih
efisien.

BAB. II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Unit Penangkapan Bouke Ami


2.1.1 Kapal
Kapal perikanan didefinisikan sebagai kapal atau perahu atau alat apung lainnya yang
digunakan untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan termasuk melakukan survei atau
eksplorasi perikanan. Kapal penangkap ikan adalah kapal yang secara khusus dipergunakan
untuk menangkap ikan termasuk menampung, menyimpan, mendinginkan atau
mengawetkan. Kapal pengangkut ikan adalah kapal yang secara khusus dipergunakan untuk
mengangkut ikan termasuk memuat, menampung, menyimpan, mendinginkan atau
mengawetkan.
Berdasarkan defenisi-definisi terseb ut diatas, maka dapat diketahui bahwa kapal ikan
sangat beragam dari kekhususan penggunaannya hingga ukurannya. Kapal-kapal ikan
tersebut terdiri dari kapal atau perahu berukuran kecil berupa perahu sampan (perahu tanpa
motor) yang digerakkan dengan tenaga dayung atau layar, perahu motor tempel yang terbuat
dari kayu hingga pada kapal ikan berukuran besar yang terbuat dari kayu, fibre glass maupun
besi baja dengan tenaga penggerak mesin diesel. Jenis dan bentuk kapal ikan ini berbeda
sesuai dengan tujuan usaha, keadaan perairan, daerah penangkapan ikan (fishing ground) dan
lain-lain, sehingga menyebabkan ukuran kapal yang berbeda pula (Purbayanto et al,
2004).Menurut Undang undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 tentang
Perikanan,terdapat beberapa pengertian tentang kapal, yaitu: Kapal Perikanan ialah kapal,
perahu, atau alat apung lainnya yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan,
pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian atau eksplorasi
perikanan.
Kapal bouke ami merupakan jenis armada penangkapan yang umumnya digunakan
untuk menangkap Ikan pelagis yang bersifat phototaxis positif seperti ikan saury, horse
mackerel dan sand launce (Monintja dan Martasuganda, 1989). Gambar dan Spesifikasi
Kapal bouke ami dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kapal Alat Tangkap Bouke Ami (Brandt, 1984).

2.1.2 Nelayan

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan,


mendefinisikan nelayan sebagai orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan
ikan. Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi
penangkapan ikan, binatang air lainnya atau tanaman air. Orang yang hanya melakukan
pekerjaan seperti membuat jaring, mengangkut alat-alat atau perlengkapan ke dalam perahu
atau kapal, tidak dimasukkan sebagai nelayan. Ahli mesin atau juru masak yang bekerja di
atas kapal penangkap dimasukan sebagai nelayan, walaupun tidak secara langsung
melakukan penangkapan.
Nelayan adalah tenaga kerja yang pekerjaannya menangkap ikan, baik sebagian
langsung (seperti para penebar dan penarik jaring), maupun secara tidak langsung (seperti
juru mudi perahu layar, nahkoda kapal ikan bermotor, ahli mesin kapal juru masak kapal
penangkap ikan, termasuk juragan kapal yang ikut melaut) di perairan (Sudhawasa, 2006).
Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung pada hasil
laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budidaya. Mereka pada umumnya
tinggal di pinggir pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi
kegiatannya (Mulyadi, 2005).
Berdasakan segi kepemilikan alat, Mulyadi (2005) membedakan nelayan menjadi tiga
kelompok berikut :
1) Nelayan buruh, yaitu nelayan yang bekerja dengan alat tangkap milik orang lain.
2) Nelayan juragan, yaitu nelayan yang memiliki alat tangkap yang dioperasikan oleh orang
lain, dan
3) Nelayan perorangan, yaitu nelayan yang memiliki alat tangkap sendiri dan
pengoperasiannya tidak melibatkan orang lain.

2.1.3 Alat Tangkap

Bouke Ami termasuk klasifikasi alat tangkap jaring angkat (lift net) dalam
pengoperasiannya jaring hanya dipasang pada satu sisi kapal saja, yaitu disisi kanan kapal.
Bouke Ami yangdioperasikan dengan kapal kayu yang berukuran 19 118 GT dengan
kekuatan mesin 45 - 380 PK. Panjang kapal yang digunakan (L) 11,65 25,48 m, lebar (B)
2,85 7,39 m dan tinggi (D) 0,8 2,1 meter. Jumlah ABK dalam pengoperasian berkisar 10
12 orang (Triharyuni, et al. 2012).
Menurut Peraturan Pemerintah RI No.54 tahun 2002, bouke amiadalah alat tangkap
berbentuk jaring persegi empat (8-12 m) yang pengoperasiannya dilakukan dengan
menurunkan dan mengangkat secara vertikal dari sisi kapal. Dalam pengoperasiannya
menggunakan alat bantu lampu sebagai pengumpul gerombolan ikan yang bertujuan untuk
menangkap ikan-ikan fototaksis positif.

Gambar 2. Desain Alat Tangkap Bouke Ami (Triharyuni, et al. 2012)

2.2 Alat Bantu Penangkapan Bouke Ami


2.2.1 Cahaya
Alat bantu penangkapan menurut (Silian, 2011), adalah alat yang digunakan untuk
mengumpulkan ikan dalam kegiatan penangkapan ikan. Alat bantu penangkapan pada
boukeami yaitu cahaya lampu. Lampu yang digunakan pada umumnya berkekuatan 15.000
sampai 27.000 watt yang berasal dari generator set, tetapi tidak bersamaan dinyalakan.

2.2.2Generator Set (Genset)

Generator Set adalah sumber pembangkit listrik yang dipasang di dalam lambung
perahu bouke ami. Kapasitas daya dari genset harus sebanding dengan jumlah total daya yang
digunakan. Umumnya pada kapal bouke ami menggunakan genset dengan kapasitas daya
sebesar 15 20 kVA yang digerakkan dengan motor penggerak berkekuatan 30 HP
menggunakan bahan bakar solar (Nadir, 2000).

2.2.3 Gardan

Gardan digunakan untuk menarik warp memungkinkan penarikan jaring lebih cepat.
Penggunaan gardan tersebut dimaksudkan agar pekerjaan anak buah kapal (ABK) lebih
ringan, disamping lebih banyak ikan yang terjaring sebagai hasil tangkapan dapat lebih
ditingkatkan (Prasetyo, et al. 2014).

2.2.4 Rumpon
Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.02/MEN/2011,
rumpon merupakan alat bantu untuk mengumpulkan ikan dengan menggunakan berbagai
bentuk dan jenis pemikat/atraktor dari benda padat yang berfungsi untuk memikat ikan agar
berkumpul.

2.3 Metode Pengoperasian Bouke Ami

Metode pengoperasian bouke amimenurut Triharyuni, et. al. (2012) adalah sebagai
berikut:

2.3.1 Persiapan

Jumlah trip Bouke Ami berkisar 28103 hari/trip. Operasi penangkapan dilakukan
pada malam hari, mulai dari jam 6 sore hingga jam 5 pagi, setelah ditentukan fishing ground
nelayan mulai mempersiapkan operasi penangkapan dengan meneliti bagian-bagian alat
tangkap, dan alat bantu penangkapan, yangmenggunakan bantuan lampu untuk menarik
gerombolan cumi-cumi. Lampu yang digunakan memiliki daya 750-1.500 watt dan berjumlah
24-90 buah, selain itu gardan juga digunakan sebagai alat bantu dalam penarikan jaring.

2.3.2 Setting

Penebaran jaring terlebih dahulu diperhatikan arah mata angin dan arus, kedua faktor
ini perlu diperhatikan karena arah angin akan mempengaruhi pergerakan kapal, sedang arus
akan mempengaruhi pergerakan ikan dan alat tangkap. Selama satu hari dilakukan 5-8 kali
setting, waktu yang dibutuhkan dalam melakukan setting ialah 1 jam, untuk mendapatkan
luas area jaring persegi empat pengoperasiannya dilakukan dengan menurunkan dan
mengangkat jaring secara vertikal dari sisi kapal.Jaring yang digunakan memiliki panjang 10-
30 m; lebar 6-36 m; kedalaman jaring 5-34 meter; mesh size 1 inch; dan berbahan polyamide
dengan teknik pengoperasian bouke amidengan menggunakan alat bantu penangkapan cahaya
lampu. Tahap awal yang dilakukan adalah menentukan fishing ground dari ikan yang menjadi
tujuan penangkapan. Penentuan ini ditentukan atas pengalaman yang berulang ulang dari
nelayan di perairan yang subur, tetapi juga bisa digunakan fish finder untuk mendeteksi
gerombolan ikan yang ada di perairan.Langkah selanjutnya adalah menyalakan search light
yang mempunyai intensitas cahaya yang lebih tinggi dengan panjang gelombang yang pendek
seperti cahaya berwarna biru.Setelah itu digunakan lampu actracting fish shoal untuk
menarik ikan ke dekat kapal, dari yang sebelumnya berada jauh dari kapal, kemudian
dilanjutkan dengan menurunkan jaring pada bagian sisi kapal.Langkah selanjutnya adalah
menggiring ikan ke atas jaring dengan cara bergantian memadamkan lampu sampai
gerombolan ikan tiba di atas jaring (mendekat dengan area alat tangkap) atau digunakan
lampu leading fish shoal. Selanjutnya gerombolan ikan dikonsentrasikan di atas jaring
dengan menggunakan lampu concentracting fish to middle area dengan cahaya berwarna
merah. Sebelum hauling dilakukan terlebih dahulu perendaman jaring yang dibiarkan selama
30 menit untuk memberi kesempatan waktu tunggu jaring mencapai dasar perairan. Kapal
pada saat hauling tetap berjalan dengan kecepatan lambat.

2.3.3 Hauling

Saat pengangkatan jaring akan dilakukan lampu berwarna merah yang berfungsi
untuk mengonsentrasikan ikan diatas jaring dinyalakan sedangkan lampu-lampu lainya
dipadamkan. Hal ini dilakukan agarkondisi yang sangat baik ikan sudah terkonsentrasi
dibawah lampu maka proses hauling dilakukan selama 1 jam. Ikan hasil tangkapan diangkat
ke atas kapal, serta kapal tidak bergerak mundur karena berat jaring. Penarikan alat tangkap
dibantu dengan alat gardan sehingga akan lebih menghemat tenaga, dengan dinaikkannya
hasil tangkapan maka proses hauling selesai dilakukan dan jaring kembali ditata seperti
keadaan semula, sehingga pada saat melakukan setting selanjutnya tidak mengalami
kesulitan.

2.4 Efisiensi Teknis Penangkapan

Menurut Suharto (2003), efisiensi teknis berarti pengendalian fisik daripada produksi
dan dalam term ini mencakup prosedur, teknis, dan besarnya skala operasi dengan tujuan
penghematan fisik. Penghematan fisik meliputi mengurangi kerusakan (waste), mencegah
merosotnya suatu produk dan menghemat tenaga kerja. Penghematan fisik mengakibatkan
pengurangan ongkos.
Konsep efisiensi teknis merupakan konsep hubungan rasio input-output pada suatu
proses produksi, baik dalam satuan fisik atau nilai kombinasi keduanyatanpa secara teknis
memperhatikan keuntungan maksimum. Terhadap hal ini yangpenting adalah
memaksimumkan produk rata-rata input tertentu dan jika initercapai, maka secara teknis
proses produksi telah efisien (Fauziyah, 1997).
Ada beberapa kriteria teknis, untuk menilai efisiensi teknis suatu unit penangkapan
ikan. Suharto (2003) mengukur efisiensi teknis unit penangkapan Gillnet dengan kriteria
teknis yaitu, produksi/gross tonage kapal, produksi/kekuatan mesin, produksi/bahan bakar,
produksi/jumlah ABK, dan produksi/luas jaring gillnet. Sedangkan untuk menghitung
efisiensi teknis unit penangkapan rawai tuna (long line) dengan kriteria teknis produksi/gross
tonage kapal, produksi/kekuatan mesin, produksi/bahan bakar, produksi/jumlah ABK, dan
produksi/panjang main line. Kriteria teknis yang digunakan oleh (Fauziyah, 1997) untuk
menghitung efisiensi teknis unit penangkapan jaring cucut (liongbun) adalah produksi
total/tahun, produksi total/GT kapal/tahun, produksi total/jumlah trip/tahun, produksi
total/jumlah hari laut/tahun, produksi total/HP kapal/tahun, produksi total/jumlah
jaring/tahun.
2.5 Hipotesis Penelitian

Hal 1 : ketahan lampu dan besarnya intensitas jumlah cahaya akan mempengaruhi hasil
tangkapan

Hal 2 : ukuran kapal, jenis mesin serta sumber pembangkit listrik berpengaruh terhadap hasil
tangkapan

Anda mungkin juga menyukai