202054242036
Fakultas pertanian
2023
Jurnal
ANALISIS USAHA PENANGKAPAN IKAN DENGAN ALAT TANGKAP JARING INSANG DI SENTRA
PERIKANAN TANGKAP PASAR BAWAH, MANNA, BENGKULU SELATAN
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menghitung dan menganalisis kelayakan usaha penangkapan
ikan dengan alat tangkap jaring insang berdasarkan segi aspek finansial di Pasar Bawah
Kecamatan Pasar Manna Kabupaten Bengkulu Selatan, Provinsi Bengkulu. Penelitian ini
dilakukan dengan metode survei. Data primer dil kumpulkan dengan metode obsevasi dan
wawancara. Data hasil penelitian di analisis dengan metode statistik deskriptif. Jaring insang
yang dioperasikan nelayan di Sentra Perikanan Pasar Bawah, Manna, memiliki panjang 3.300
meter dengan kedalaman 4 meter dan ukuran mata jaring 2 ¼ inchi. Perahu/kapal
penangkapan yang digunakan adalah berupa perahu motor tempel, dengan ukuran 3,38 GT
dengan kekuatan daya mesin 40 PK. Daerah penangkapan ikan sebagai lokasi operasi jaring
insang berada pada jarak 1-2 mil dari muara Sungai Manna. Jenis ikan hasil tangkapan
adalah
PENDAHULUHAN
2 orang (Profil Kelurahan Pasar Bawah, 2018). Keberadaan Sentra Perikanan tangkap di Pasar Bawah
merupakan salah satu faktor pendukung untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan sebagai
penunjang perekonomian masyarakat setempat. Alat penangkapan ikan yang digunakan nelayan di
Pasar Bawah Bengkulu Selatan adalah jaring insang, jaring hijau atau jaring millennium, jaring
terusan, jaring udang, jaring bawal, rawai, dan rawai hiu. Alat penangkapan ikan yang popular dan
banyak digunakan salah satunya adalah jaring insang, untuk menangkap ikan–ikan yang ekonomis
penting. Mengingat banyaknya nelayan yang menggunakan jaring insang, maka perlu dilakukan
penelitian tentang aspek kelayakan finansial usaha penangkapan ikan dengan jaring insang di Sentra
Perikanan Tangkap
Seluruh unit penangkapan ikan di Sentra Perikanan Kelurahan Pasar Bawah terbuat dari kayu. Perahu
motor tempel yang di operasikan di Sentra Perikanan Pasar Bawah memiliki umur teknis ±7 tahun,
lebih pendek dibandingkan kapal jaring insang di Muara Angke dan Muara Baru, Jakarta Utara, yaitu
10 tahun (Bank Indonesia, 2008). Ukuran rata-rata dimensi utama (L x B x D) perahu motor tempel di
di Sentra Perikanan Pasar Bawah adalah 8 m x 2 m x 1m (Gambar 3 Perahu/kapal penangkapan ikan
yang digunakan oleh nelayan di Sentra Perikanan Pasar bawah Manna, termasuk kategori kecil
(Gambar 2). Sebagaimana pendapat Tarigan (2002) dalam Syarifadilah (2009), umumnya kapal
ukuran 5 – 10 GT kelompok kapal kecil, kelompok kapal ukuran 10 - 30 GT sedang dan kelompok
kapal ukuran GT > 30 besar.
Daerah Penangkapan Jaring insang
Daerah penangkapan ikan adalah suatu daerah perairan dimana ikan yang menjadi sasaran
penangkapan diharapkan dapat tertangkap secara maksimal dengan batas kelestarian sumber daya
perikanan
Anak Buah Kapal (ABK)
Jumlah ABK dalam satu perahu/kapal terdiri 3 orang termasuk nahkoda kapal. Masing-masing ABK
memiliki peran penting yang berbeda-beda baik pada saat penurunan jaring insang (setting) dan
penarikan jaring insang (hauling). Jumlah ABK pada perikanan jaring insang skala kecil memang tidak
banyak. Ada yang hanya 2 ABK (Wulandari, 2017).
Sistem bagi hasil yang berlaku di Sentra Perikanan Kelurahan Pasar Bawah Manna Kabupaten
Bengkulu Selatan, untuk gaji ABK adalah hasil dari pendapatan dikurang dengan biaya operasi dan
biaya tetap (biaya eksploitasi), kemudian dibagi menjadi dua; satu bagian untuk pemilik kapal dan
satu bagian untuk ABK.
Jurnal
PENDAHULUAN
Kerusakan lingkungan dan penurunan sumber daya perairan laut salah satunya akibat eksploitasi
yang berlebihan oleh oleh mayarakat pesisir. Masyarakat yang secara umum mendiami wilayah
pesisir adalah masyarakat yang sebagian besar bermatapencarian sebagai nelayan yang
kesehariannya melakukan penangkapan ikan. Masyarakat nelayan termasuk kedalam kelompok
masyarakat tertinggal; baik tertinggal secara kondisi ekonomi, sosial maupun budaya, akan tetapi
keluarga nelayan lebih sejahtera dibandingkan dengan keluarga bukan nelayan (Muflikhati dkk.,
2010). Sumber pemasukan ekonomi dari masyarakat nelayan banyak bergantung pada pengelolaan
potensi sumberdaya perikanan (Mulyadi, 2005). Pemasukan yang bergantung pada kondisi
sumberdaya perikanan tersebut, menjadikan nelayan berhadapan dengan
Metode penelitian
adalah melakukan identifikasi IFAS dan EFAS dengan pembobotan. Kemudian tahapan selanjutnya
adalah menyusun Matrik SWOT agar dapat menggambarkan bagaimana kegiatan usaha penangkapan
ikan di Kabupaten Buleleng. Setelah Matrik SWOT, kemudian ke Matrik IFAS dan EFAS untuk
menginventarisasi angka-angka yang didapatkan dari hasil identifikasi IFAS dan EFAS. Terakhir yaitu
Matrik IFAS dan EFAS secara kuantitatif kemudian di gambarkan melalui Kuadran SWOT menggunak
Jurnal
ANALISIS HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP MINI PURSE SEINE DI PERAIRAN TELUK KUPANG
Abstrak
- Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil tangkapan alat tangkap mini purse seine di
Perairan Teluk Kupang dalam kurun waktu lima tahun terakhir (tahun 2015-2019) yang dilihat dari
komposisi jenis, produksi hasil tangkapan serta nilai CPUEnya. Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah menggunakan teknik observasi dan juga studi literature yang kemudian
dianalisis menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Selanjutnya hasil dari penelitian
ini menemukan bahwa jenis ikan hasil tangkapan mini purse seine yang di operasikan di perairan
Teluk Kupang terdiri dari ikan kembung, tongkol, layang, selar dan tembang, yang mana untuk ikan
kembung terdiri dari 3 spesies yaitu Rastrelliger kanagurta,
1.PENDAHULUAN
Teluk Kupang merupakan kawasan pesisir dan laut yang terletak di bagian barat Pulau Timor, Provinsi
Nusa Tenggara Timur. Kawasan Teluk Kupang menyimpan berbagai potensi sumberdaya kelautan dan
perikanan yang banyak memberi manfaat bagi masyarakat. Teluk Kupang keberadaannya saat ini ada
dalam wilayah administrasi Pemerintahan Kabupaten Kupang, Pemerintah Kota Kupang, Pemerintah
Kabupaten Rote Ndao dan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Secara geografis Teluk Kupang
terletak di antara dan
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan yang terjadi dalam masyarakat Suku Bajo
utamanya pada perubahan sistem teknologi penangkapan ikan dan untuk mengetahui faktor
pendorong perubahan di dalam masyarakat Suku Bajo tersebut, di desa Samarengga. Jenis penelitian
yang digunakan dalam penelitia ini yakni perubahan dari segi alat yang digunakan dari tradisional ke-
modern. Adapun yang menjadi faktor pendorong yang mempengaruhi perubahan dalam hal ini yakni
betul betul
PENDAHULUAN
Perubahan sosial dialami oleh setiap masyarakat yang padaa dasarnya tidak dapat dipisahkan dengan
perubahan kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Perubahan sosial dapat meliputi semua segi
kehidupan masyarakat, yaitu perubahan dalam cara berfikir dan berinteraksi sesama warga menjadi
semakin rasional; perubahan dlam sikap dan orientasi kehidupan ekonomi menjadi makin komersial;
perubahan tata cara kerja sehari-hari yang makin ditandai dengan pembagian kerja pada spesilisasi
kegiatan yang makin tajam; perubahan dalam kelembagaan dan kepemimpinan masyarakat yang
makin demokratis; perubahan dalam tata
Jurnal
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN
TANGKAP BERBASIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN PERAIRAN DI WPPNRI
ABSTRAK
Data produksi dan jumlah kapal ikan legal dan illegal inilah yang dipakai dalam analisis pengelolaan
ekonomi perikanan tangkap pelagis kecil di WPPNR guna mendapatkan data aktual dan optimal
secara bioekonomi dan surplus produksinya. Potensi perikanan tersebut harus tetap dijaga agar
dapat dikelola sepenuhnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya nelayan
Indonesia, disamping itu penerapan pengelolaan perikanan berbasiskan ekosistem yang memberikan
manfaat sosial ekonomi yang optimal bagi masyarakat
Pendahuluan Wilayah
pengelolaan perikanan dibagi berdasarkan penyebaran stok ikan dan karakteristik oseonografis, yang
meliputi perairan Indonesia, Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia, sungai, danau, waduk, rawa,
dan genangan air lainnya yang potensial untuk diusahakan di wilayah Republik Indonesia. Pembagian
WPPNRI berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Republik Indonesia
Nomor: 18/Permen-KP/2014 yang terdiri atas 11 (sebelas) wilayah pengelolaan perikanan. Dengan
pembagian ini diharapkan pengelolaan ekonomi perikanan tangkap dapat dikoordinasikan dengan
daerah-daerah yang memiliki potensi sumber daya ikan, sehingga pengelolaan ekonomi perikanan
tangkap di setiap masingmasing wilayah dapat lebih terkendali, efektif dan bertanggung jawab
termasuk juga dalam perijinan