Anda di halaman 1dari 7

Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka

Pemenuhan Gizi Masyarakat

PERBANDINGAN TEKNOLOGI ALAT TANGKAP BUBU DASAR UNTUK MENGETAHUI EFEKTIVITAS PENANGKAPAN IKAN DEMERSAL EKONOMIS PENTING DI KLUNGKUNG BALI
R . THOMAS MAHULETTE

Pusat Riset Perikanan Tangkap Jalan Pasir Putih I Ancol Timur, Jakarta Utara 14430

ABSTRAK Penelitian efektivitas penangkapan ikan demersal telah dilakukan dengan membandingkan bubu bambu tradisional tanpa umpan dengan bubu besi komersial yang menggunakan umpan . Hasil penelitian menunjukkan bahwa bubu besi berpengaruh sangat nyata dalam meningkatkan jumlah maupun berat ikan yang tertangkap. Adapun variabel penting yang mempengaruhi operasi bubu dasar antara lain adalah lamanya trip, kedalamann, arus permukaan, dan fase bulan . Kata kunci : Efektivitas penangkapan, bubu besi dan bambu, ikan demersal ekonomis

PENDAHULUAN

Kabupaten Klungkung merupakan kabupaten dengan luas terkecil dari 9 (sembilan) Kabupaten dan Kota di Bali . Terletak diantara 115 21'28" - 11537'43" Bujur Timur dan 80 27'37" 8049'00" Lintang Selatan dengan batas-batas di sebelah Utara Kabupaten Bangli, sebelah Timur Kabupaten Karangasem sebelah Selatan Samudra India dan sebelah Barat Kabupaten Gianyar dengan luas wilayah 315 km 2 . Dua pertiga dari Kabupaten Klungkung di Kecamatan Nusa Penida dengan Nusa Lembongan, secara keseluruhan mempunyai panjang pantai 70 km yang merupakan potensi perekonomian laut dengan budidaya rumput laut dan penangkapan ikan laut (KLUNGKUNG, 2002) . Untuk meningkatkan pendapatan nelayan, alat tangkap yang ada perlu diberikan adopsi teknologi, salah satunya adalah bubu . Secara tradisional bubu merupakan benda pasif yang terbanyak dibuat dari rotan atau bambu, sering membahayakan nelayan, apalagi adanya pengaruh arus dasar yang kuat membuat ikan takut mendekatinya. Analisis komparasi dilakukan untuk membedakan bubu yang dilakukan secara tradisional yaitu bubu rotan yang diangkut menggunakan perahu dayung, diselam pada daerah karang tanpa pemberat, menggunakan tali dengan pelampung, dengan teknologi bubu

dari rangka besi, yang menggunakan kapal motor dengan perlengkapan katrol, tali dan pelampung tanda . alat tangkap bubu dalam Penggunaan penangkapan ikan karang atau ikan demersal cukup selektif dibandingkan dengan penggunaan alat tangkap lainnya, (RutAJAR, 2002). Di samping itu juga penggunaan alat tangkap ini secara balk dan benar akan sangat mendukung Code of conduct for responsible fishing, yaitu pengembangan perikanan tradisional dengan penggunaan alat tangkap yang selektif dan memperkecil hasil tangkapan non target (MONINTJA dan BAHRUDIN, 1996) . Jenis jenis ikan pelagis yang biasanya dipergunakan sebagai umpan dalam bubu antara lain adalah kepala ikan cakalang, ikan kembung dan ikan layang . Umpan yang digunakan untuk menarik perhatian ikan biasanya berbeda-beda, bisa karena lelehan darah dari umpan itu ataupun tubuh ikan yang segar dan masih bercahaya. Hal yang perlu diketahui adalah bahwa alat tangkap bubu mempunyai spesifikasi khas sesuai dengan kondisi laut dimana dil akukan penangkapan . Pengoperasian bubu di laut dalam sering dilakukan dengan berbagai macam cara untuk menarik perhatian ikan misalnya dengan meletakkan umpan atau membuat bubu semenarik mungkin . Bentuk rancangan dari bubu juga menentukan sampai sejauh

180

Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat

mana kedudukan bubu akan dipengaruhi oleh arus, upwelling, maupun tempat ikan itu berada . Bubu yang dirancang dalam percobaan ini terbuat dari besi dengan dua pintu, yang dilengkapi alat pemberat besi dengan perlengkapan tali dan pelampung . Adapun tujuan penelitian ini yaitu, 1). Mengetahui efisiensi dan spesifikasi teknis bubu yang secara tradisional digunakan nelayan 2) . Introduksi bubu dengan teknologi yang diperbaiki (bubu besi) 3) . Membandingkan rancang bangun (disain) bubu yang diintroduksi dari bubu tradisional dan bubu besi yang diperbaiki 4) . Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi basil tangkapan bubu besi .

METODE PENELITIAN Kerangka pemikiran penelitian Potensi sumberdaya alam laut yang terdapat di Pulau Bali terdapat dua kegiatan yakni, budidaya laut dan perikanan tangkap . Dari kedua potensi ini yang menjadi andalan oleh nelayan di Nusa Penida adalah perikanan tangkap yang saat ini banyak menggunakan bubu bambu . Inovasi bubu besi diharapkan dapat menghasilkan tangkapan yang lebih baik .
Bubu besi, Kapal motor (jukung), katrol, umpan, tali, pelampung, tanda

Potensi sumberdaya di Bali Budidaya rumput laut dan keramba jaring apung (KJA) Perikanan tangkap bubu secara komparasi

Bubu rotan/bambu, perahu, tali /tanpa tali, pelampung, selam Hasil kurang maksimal

Diharapkan hasil cukup Maksimal

Pengaruh positif dan negatif Terhadap hasil tangkapan y Terhadap nelayan

Kelestarian sumberdaya alam Sosial Pengembangan dan pengelolaan pariwisata I/ Kesejahteraan masyarakat Ekonomi

Pendapatan nelayan

Peningkatan usaha nelayan

Gam bar 1 . Kerangka pemikiran penelitian

Dari potensi yang ada dapat pula dilihat pengaruh positif dan negatif yang terjadi baik terhadap basil tangkapan maupun nelayan . Pengaruh terhadap basil tangkapan berkaitan dengan kelestarian sumberdaya alam baik untuk pengembangan maupun pengelolaan pariwisata yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan pendapatan nelayan . Laut belum memberikan

sumbangan maksimal bagi pembangunan ekonomi . Adapun pengaruh terhadap nelayan terkait dengan kondisi sosial dan ekonomi, jika ekonomi baik maka dengan sendirinya keadaan sosial akan baik . Secara skematis karangka pemikiran penelitian seperti tertera pada Gambar 1 .

181

Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat

Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di Provinsi Bali, Kabupaten Klungkung, Kecamatan Nusa Penida selama 6 bulan dimulai dari persiapan dan pengolahan data . Data lapangan dikumpulkan pada bulan Maret - Mei 2004 . Metode penelitian Bubu yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk selinder yang rangkanya terbuat dari besi . Bubu tersebut dilengkapai dengan pintu masuk bagi ikan dan udang, digunakan 2 buah ijeb (anakan bubu) yang dipasang di sebelah kiri

dan kanan badan bubu . Ukuran ijeb adalah panjang 35 cm, lebar bagian luar 35 cm dan tinggi 45 cm dengan mulut berbentuk lonjong berukuran lebar 12 cm dan tinggi 24 cm . Unit penangkapan terdiri atas : (1) . Alat penangkapan yaitu bubu terbuat dari besi dengan ukuran : panjang 120 cm, lebar 70 cm dan tinggi 60 cm (Gambar 2); (2) . Nelayan sebagai pelaksana kegiatan penangkapan ; (3) . Kapal merupakan sarana yang dilengkapi dengan katrol untuk melancarkan proses kerja bubu; (4) . Bubu dilengkapi dengan pemberat agar tidak tergoyang oleh arus, tali dan pelampung berbendera yang dipersiapkan pada permukaan air laut (Gambar 3) .

Gambar 2 . Rancangan bubu besi tipe selinder

Gambar 3 . Metode operasi bubu dasar skala kecil


(VON BRANDT, 1984)

Metode pengambilan contoh dan pengukuran Untuk lebih membantu melengkapi data-data, maka penelitian ini dilakukan secara deskriptif dengan cara menggali data dilapangan . Data yang dikumpulkan untuk dianalisis adalah data primer melalui survei lapangan dan data sekunder dari berbagai sumber. Data primer Data primer dikumpulkan secara langsung di lokasi penelitian melalui wawancara dengan responden (interview) dan wawancara mendalam (in-depth interview) dengan informasi kunci .

Data sekunder Data sekunder dikumpulkan melalui publikasi, tulisan, atau laporan dari instansi pemerintah atau instansi/lembaga terkait serta sumber-sumber data lain yang berhubungan dengan studi ini . Rancangan penelitian Untuk melihat sejauh mana bubu besi ini dapat digunakan dengan baik dan membawa keuntungan pada nelayan berikut keadaan Iingkungan setempat, maka digunakan estimasi catch per trip per jumlah unit yang dinyatakan : C/T/U = Y dimana : Y = jumlah tangkapan ; Catch = hasil tangkapan ; T = lama operasi (trip) ;

1 82

Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat

Unit = jumlah bubu (unit) Y adalah hasil upaya tangkap selama 25 hari, dengan menggunakan 5 buah bubu dengan alat bantu kapal (motor tempel) . Variabel yang diperhatikan secara teknis yang dianggap sangat berpengaruh terhadap hasil tangkapan adalah :

HASIL DAN PEMBAHASAN Efisiensi dari spesifikasi teknis bubu bambu yang digunakan nelayan Bubu tradisional biasanya terbuat dari batang bambu atau rotan yang dipotong, selanjutnya dibagi lagi sekecil mungkin sesuai dengan keinginan . Di Pulau Nusa Penida pada umumnya bubu ini dibuat dari bambu, karena murah dan mudah didapat . Bubu bambu ini rata-rata berbentuk trapesium (Gambar 4), dengan menggunakan saw anakan yang merupakan mulut atau pintu masuknya ikan . Pada bagian bawah dari bubu itu terletak ruang untuk mengambil hasil tangkapan . Bubu trapesium dianyam dari potongan bambu dengan ukuran 1 - 1,5 cm . Pada bagian dalam atau luar dari bubu diletakkan 4 buah pemberat, tergantung ukuran besar kecilnya bubu . Dalam operasional penangkapannya bisa tunggal (umumnya bubu ukuran besar), bisa ganda (umumnya untuk bubu ukuran kecil atau sedang) . Bubu dioperasikan satu persatu, dengan pelampung tanda menghadap ke daratan, namun tali yang terpasang di daerah pantai Nusa Penida umumnya tidak kelihatan tetapi kadang-kadang menggunakan pengait untuk menariknya . Peletakan bubu yang berukuran kecil adalah pada sekitar pesisir pantai dengan kedalaman 5 - 10 m dan yang lebih besar akan diletakkan jauh dengan kedalaman mencapai 15 m tetapi tetap berada di sekitar daerah terumbu karang (fringing reef) . Bubu tersebut diletakkan dengan cara menyelam untuk mencari posisi yang tepat didasar laut, biasanya untuk tetap stabil, pada bagian atasnya ditempatkan beberapa buah karang yang berada di sekitar bubu . Bubu yang barn dibuat memerlukan waktu 1 bulan sampai berlumut dan menarik ikan untuk masuk . Introduksi bubu dengan teknologi yang diperbaiki (bubu besi) Teknologi bubu besi ini sudah dilakukan di beberapa negara di dunia . Menurut MARTASUGANDA (2003), teknologi penangkapan ikan dengan menggunakan bubu banyak dilakukan hampir diseluruh dunia mulai dari skala kecil, menengah sampai dengan skala besar . Perikanan bubu skala

x, x2 x3

Lama operasi (Trip) diukur dengan lama hari atau bulan (meter) lokasi bubu

= kedalaman ditempatkan

= kecepatan arus diukur dalam waktu (detik)

X 4 = fase bulan Untuk mengetahui pengaruh variabel Xi terhadap Y maka dilakukakan analisis regresi berganda

Y=

(xl ,x2 ,x3 ,x4 )

Y= a+b,x, +b 2 x2 +b3x3 +b4 b4


dimana bi adalah koefisien regresi . Pengaruh X terhadap Y secara individu dihitung melalui nyata/ signifikan tidaknya koefisien bi, menggunakan uji t . Sementara pengaruh X terhadap Y secara menyeluruh dihitung dengan menggunakan uji F menggunakan Program Minitab . Daya tenggelam Daya tenggelam yang dimaksud adalah daya tenggelam yang ditimbulkan baik itu dari alat tangkap itu sendiri maupun daya tenggelam yang ditimbulkan dari beberapa jenis pemberat yang dipasang pada alat tangkap (MARTASUGANDA 2002) . Perhitungan besarnya daya tenggelam dari jenis pemberat dan rancangan bubu dari besi dilakukan menggunakan rumus : S=W(1-1/C) Dimana : S = gaya tenggelam (g) ; W = berat pemberat (g) ; C = BJ pemberat (C > 1) ; 1 = BJ air. Dengan ukuran bubu dasar yang panjangnya 120 cm, lebar 70 cm dan tinggi 60, akan didapat daya tenggelam tiap-tiap bubu dengan berat jenis 10 kg adalah 22,5 g atau 22,5 kg .

1 83

Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknoldgi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat

kecil dan menengah umumnya ditujukan untuk menangkap kepiting, udang, keong dan ikan dasar di perairan yang tidak begitu da am, sedangkan perikanan bubu skala menengah dan besar biasanya dilakukan di lepas pantai yang ditujukan untuk menangkap ikan dasar, kepiting, atau udang pada kedalaman 20 - 700 m . Desain bubu terbuat dari plastik, besi dan baja . Komparasi rancang bangun bubu besi dan bubu bambu Dari basil penangkapan dengan bubu besi diperoleh koefisien determinasi (R2) 0,6908 yang berarti 69,08%, basil tangkapan dipengaruhi oleh lamanya operasi, sedangkan sisanya 30,92% disebabkan oleh faktor lain . (Gambar 5) . Karena Fhitung > Ftabel, maka Ho ditolak, dengan demikian dapat dikatakan bahwa banyak trip berpengaruh terhadap jumlah basil tangkapan dari bubu besi, Fhitung 17,83, sedangkan Ftabel (a) 1% bernilai 2,845 . Persamaan regresi akan menjadi, Y = 0,6846X + 6,1 dimana Y = basil tangkapan jumlah dan X = Trip . Konstanta sebesar 6,1 menyatakan bahwa jika ada kegiatan penangkapan selama beberapa kali trip dengan umpan, maka bubu akan selalu mendapatkan basil tangkapan . Tanda plus menunjukkan pengaruh sangat nyata dari banyaknya trip terhadap jumlah basil tangkapan . Koefisien regresi sebesar 0,6846 menyatakan bahwa semakin banyak trip akan menambahkan jumlah basil tangkapan sebesar 68,46% ikan .

Sebaliknya, basil penangkapan dngan bubu bambu menghasilkan koefisien determinasi (R2 ) 0,6816 yang berarti 68,16%, basil tangkapan dipengaruhi oleh perubahan dari trip, sedangkan sisanya 31,84% dapat disebabkan oleh faktor lain (Gambar 6) . Karena Fhitung > Ftabel, maka Ho ditolak, dengan demikian dapat dikatakan bahwa banyak trip berpengaruh terhadap jumlah basil tangkapan bubu bambu, Fhitung 2,87%, sedangkan Ftabel (a) 5% bernilai 1,725 . Persamaan regresi akan menjadi, Y = 0,1377X + 3,65 dimana Y = basil tangkapan jumlah X = Trip . Konstanta sebesar 3,65 menyatakan bahwa jika ada kegiatan penangkapan selama beberapa kali trip, maka bubu akan selalu mendapatkan basil tangkapan, namun lebih kecil dari bubu besi . Koefisien regresi sebesar 0,1377 menyatakan bahwa semakin banyak trip dengan lama operasi akan menambahkan jumlah basil tangkapan sebesar 13,77% ikan . Hasil analisis regresi linier menunjukkan bahwa bubu besi lebih banyak dimasuki ikan dibandingkan dengan bubu bambu . Hasil penelitian lapangan yang membandingkan antara bubu bambu dan bubu besi dapat dilihat pada Gambar 7 . Ternyata bubu besi mempunyai pengaruh sangat nyata dan baik dalam jumlah basil tangkapan ikan maupun beratnya . Ini menunjukkan, bahwa bubu besi yang diintroduksikan mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan bubu bambu yang secara tradisional digunakan oleh masyarakat setempat .

Tabel 1 . Faktor-faktor determinasi hasil tangkapan bubu besi dan bubu bambu Bubu besi Bubu bambu Variabel independen Koefisien regresi P-Value (signifikansi) Koefisien regresi P-Value (signifikansi) Intercept 17,734 0,002 -0,65 0,704 Lama operasi (X l) 0,0765 0,000* 0,00971 0,117* Kedalaman (X2) -0,00097 0,687ns -0,0169 0,156* Arus permukaan (X3) -0,982 0,002* 0,0538 0,585* Fase bulan (X4) -0,0165 0,023* 0,00138 0,611 Koefisien determinasi ( RI) = 78,1 36,4
P - Value - 0,000 0,050

1 84

Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia,UTW Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Daaam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakal

r Gambar 4 . Bubu bambu berbentuk trapesium

Ga

:s 18 T a a 6.2 5c 94

u 5 E 4

a 3 t 2
E 1

u 3
i 2 m t
0 5 10 15 Trip 20 25 30 m . s s e

0 a 2 4 Bubu besi berat (kg) 6 8

Gambar 6. Trip terhadap jumlah hasil tangkapan bubu bambu

Gambar 7 . Hubungan antara berat hasil tangkapan bubu besi (kg) terhadap hasil tangkapan (kg) bubu bambu

berapa variabel penting yang mempengaruhi operasi bubu dasar Dalam pengoperasian bubu besi terdapat beberapa variabel penentu yang berpengaruh langsung terhadap kinerja bubu . Beberapa variabel yang berpengaruh adalah : a . lama operasi (trip), b . kedalaman, c . kecepatan arus permukaan, dan d . fase bulan . Dari persamaan di atas terlihat bahwa variabel yang mempunyai nilai signifikansi di atas 0,05 atau faktor yang berpengaruh pada jumlah hasil penangkapan bubu besi yaitu (X1), (X2), (X3) dan (X4), sehingga dapat dijelaskan bahwa keempat variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap jumlah hasil tangkapan . Nilai t untuk koefisien variabel X2 (kedalaman), X3 (arus permukaan), X4 (fase bulan), pada persamaan diatas memiliki nilai negatif yang menunjukkan bahwa semakin dalam pemasangan bubu dan semakin cepat perputaran arus, serta fase (umur) bulan yang berubah, maka semakin sedikit nelayan yang melaut . Nilai koefisien

untuk XI (lama operasi/trip) yang memiliki nilai positif menunjukkan bahwa semakin sering mengadakan operasi penangkapan, maka akan sering tertangkap . Nilai Fhit didapat dari uji regresi atau Ftest 17,83 dengan tingkat signifikansi 0,000 (Tabel Uji Anova) . Karena probabilitas 0,000 jauh lebih kecil dari 0,01, maka model regresi bisa dipakai untuk memprediksi hasil tangkapan, Ftabel untuk tingkat signifikansi (a) 1% adalah 4,43 . Untuk bubu bambu diperoleh persamaan : Yi = -0 .652 + 0 .00971 Xi - 0 .0169 X2 + 0 .538 X3 + 0 .00138 X4 . Dari persamaan tersebut terlihat bahwa variabel yang mempunyai nilai signifikansi atas 0,05 atau faktor yang berpengaruh pada jumlah hasil penangkapan (ekor) bubu bambu yaitu (X1), (X2), (X3) dan (X4), sehingga dapat dijelaskan bahwa keempat variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap jumlah hasil tangkapan . Nilai t hitung koefisien variabel X2 (kedalaman) pada persamaan diatas memiliki nilai negatif yang berarti semakin dalam bubu bambu diletakkan akan

1 85

Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat

berakibat pada kemungkinan hilangnya bubu . Nilai koefisien untuk X 1 (lama operasi/trip), X3 (arus permukaan), X4 (fase/umur bulan) yang memiliki nilai positif menunjukkan bahwa semakin lama pengoperasian dan arus permukaan serta fase bulan semakin besar jumlah hasil tangkapan bubu bambu . Nilai Fhit didapat dari uji regresi atau Ftest 2,87% dengan tingkat signifikansi 0,050 (Tabel Uji Anova) . Karena propabilitas 0,000 sama dengan 0,05, maka model regresi bisa dipakai untuk memprediksi hasil tangkapan, Ftabel untuk tingkat signifikansi (a) 5% adalah 2,87 . KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian ini dapatlah disimpulkan bahwa ; (1) Dari jumlah hasil tangkapan yang semakin menurun dapat dikatakan bahwa alat tangkap bubu bambu tidak efisien lagi untuk digunakan . (2) Introduksi teknologi bubu besi yang telah diperbaiki serta dilengkapi umpan menunjukkan hasil tangkapan yang lebih baik dibandingkan dengan bubu bambu yang tanpa umpan yang ada di Pulau Nusa Penida . (3) Rancangan bubu besi dengan panjang 120 cm, lebar 70 cm dan tinggi 60 cm, dilengkapi 2 mulut/ pintu memiliki kestabilan yang baik, dengan berat 1 unit bubu 22,5 kg . Dibanding-kan dengan bubu bambu yang lebih ringan, yang hanya memiliki I mulut/pintu, sehingga menyulitkan bagi ikan untuk masuk, dan tidak stabil di laut ; bubu besi relatif lebih baik . (4) Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil tangkapan adalah ; lama operasi (trip), kedalaman, arus permukaan dan fase bulan . Dari faktor-faktor tersebut yang paling signifikan adalah lama operasi dan fase bulan, baik pada bubu besi maupun pada bubu bambu . Saran Berdasarkan dari hasil penelitian yang diperoleh, dapat disarankan sebagai berikut : 1 . Bubu bsi yang diintroduksikan diharapkan dapat dimanfaatkan dengan baik meskipun masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

dengan penggunaan umpan yang berbeda . 2 . Perlu penelitian lanjutan dalam desain bubu besi yang dikembangkan dengan bentuk yang bermacam-macam seperti, trapesium, bulat, persegi panjang, kotak dan lain-lain, tergantung selera dari yang membuatnya. . 3 Pemanfaatan bububesi akan lebihefektif bila dilakukan dalam keadaan paceklik, dengan asumsi bahwa jumlah alat tangkap tergantung dari bagaimana pengoperasiannya, sehingga dapat berguna bagi kesejahteraan nelayan .
DAFTAR PUSTAKA KABUPATEN KLUNGKUNG DALAM ANGKA . 2002 .

Badan Pusat Statistik Kabupaten Klungkung . Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Klungkung 200 him .
S . 2002 . Jaring insang (Gillnet) . teknologi penangkapan ikan berwawasan Serial lingkungan Jurusan PSP . Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB . 65 him .

MARTASUGANDA,

MONINTJA,

D .R dan M . BADRUDIN . 1996 . Ketentuan pelaksanaan perikanan yang bertanggung jawab (Code of conduct for responsible fisheries) . Marine Resources Evolution and Planning (MREP), Marine and Coastal Ecological System and Processes (MCESP) . Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan . 47 him .
T.P. 2002 . Pendekatan sistem untuk pengembangan usaha perikanan ikan karang dengan alat tangkap bubu di Perairan Tanjung Manimbaya Kabupaten Donggala . Sulawesi Tengah . Tesis 79 . him .

RUMAJAR,

VON BRANDT, A . 1984 .

Fishing catching methods of the word . Fishing new books Ltd . England . 418 pp . D., SURYA, ASEP SAEFUDIN, dan SUMARDJO . Pemberdayaan masyarakat pesisir untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga wilayah. Kasus Desa Pakis Kabupaten Kerawang Jawa Barat. CRESCENT. 51 him .
2002 .

WIDIYANTO

186

Anda mungkin juga menyukai