Anda di halaman 1dari 20

Selektivitas Alat Tangkap Trawl, Gillnet dan Bubu

Oleh: RJD

1. Pendahuluan
Selektifitas adalah sifat alat dalam menangkap ukuran dan jenis ikan tertentu dalam suatu
populasi. Sifat ini terutama tergantung pada prinsip yang dipakai dalam penangkapan, selain itu
juga tergantung pada parameter desain alat seperti mata jaring, beban beban benang, material dan
ukuran benang, hanging ratio dan kecepatan menarik (Fridman, 1988). Selain cara penangkapan,
ukuran mata jaring mempunyai pengaruh terbesar pada selektifitas (Treschev, 1974).

Saat ini selektivitas alat tangkap menjadi perhatian para pemerhati dunia perikanan, hal ini
disebabkan karena selektivitas berpengaruh terhadap stok sumberdaya perikanan yang saat ini
diduga mengalami penurunan. Perbaikan selektivitas alat tangkap dianggap sebagai salah satu
alternatif dalam mengurangi hasil tangkapan sampingan (by-catch), sehingga dapat
menyelamatkan stok sumberdaya ikan yang belum layak tangkap dan yang bukan merupakan
target tangkapan utama dari suatu alat tangkap.
Selektivitas suatu alat tangkap dapat digambarkan ke dalam kurva selektivitas, yang
menggambarkan peluang tertangkapnya suatu jenis ikan pada selang waktu tertentu dengan
menggunakan suatu jenis alat tangkap tertentu.

Gambar 1. Empat Model Kurva Selektivitas (Iskandar, 2009)

Selektivitas alat tangkap dapat digambarkan dengan kurva selektivitas di mana sumbu X
menggambarkan ukuran ikan sedangkan sumbu Y menggambarkan peluang ikan pada ukuran
tertentu tertangkap pada alat tangkap (Iskandar, 2009), secara rinci model kurva-kurva tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut:

Model A adalah kurva selektivitas menggunakan model log normal. Log normal adalah
model kurva selektivitas yang menjulur ke kanan, di mana kurva di atas menggambarkan
bahwa alat tangkap yang digunakan mempunyai kisaran ukuran yang tidak seimbang
bahkan cenderung melebar di mana hasil tangkapan berukuran besar mempunyai proporsi
lebih tinggi.

Model B adalah kurva selektivitas menggunakan model left skew yang menggambarkan
bahwa alat tangkap yang digunakan mempunyai kisaran ukuran yang tidak seimbang di
mana hasil tangkapan berukuran kecil mempunyai proporsi yang lebih tinggi

Model C adalah kurva selektivitas menggunakan model normal di mana alat tangkap
yang digunakan mempunyai kisaran ukuran dengan proporsi yang seimbang antara hasil
tangkapan yang berukuran besar dan kecil.

Model D adalah kurva selektivitas menggunakan model logistik, di mana kurva tersebut
menggambarkan bahwa pada ukuran tertentu peningkatan ukuran hasil tangkapan tidak
merubah peluang tertangkapnya target spesies

2. Selektivitas Trawl
Trawl merupakan suatu jaring kantong yang ditarik di belakang kapal menyusuri dasar perairan
untuk menangkap ikan, udang dan jenis ikan demersal lainnya (Subani dan Barus, 1989).
Pengoperasian
trawl yang menyapu dasar perairan membuat alat tangkap ini dianggap bermasalah bagi beberapa
pihak karena merusak lingkungan perairan. Berdasarkan prinsip dasar proses pengoperasian
tersebut, alat tangkap trawl mampu menangkap semua jenis sumberdaya yang masuk dalam area
sapuan (swept area), sehingga diperlukan suatu perhitungan yang berkaitan dengan selektivitas
alat tangkap trawl, agar mampu mengurangi hasil tangkapan sampingan (by-catch) sehingga
lebih ramah lingkungan.

Analisis swept area digunakan untuk mengetahui luas sapuan alat tangkap trawl dan menduga
jumlah biomassa/kepadatan ikan pada area sapuan, dengan demikian perhitungan swept area
tersebut mampu memprediksi sumberdaya ikan yang ada sehingga dapat diketahui upaya apa
yang dapat dilakukakan untuk mengantisipasi penurunan stok sumberdaya ikan yang terdapat
dalam perairan tertentu.od

Perhitungan selektivitas trawl dilakukan dengan menggunakan metode penutup kantong. Metode
ini membandingkan jumlah ikan yang berada di kantong penutup (covernet) dengan jumlah ikan
yang terdapat pada kantong trawl (codend). Nilai selektivitas tersebut selanjutnya digambarkan
dalam kurva selektivitas yang dibuat dengan cara menghitung proporsi ikan yang tertangkap
relatif terhadap jumlah ikan yang berada pada area penangkapan untuk setiap ukuran kelas
panjang. Kurva selektivitas trawl biasanya termasuk dalam kurva model sigmoid (Pope et al,
1975 dan Jones, 1976 dalam Sparre dan Venema, 1999)
Gambar 1. Ilustrasi alat tangkap Trawl

Rumus yang digunakan untuk menghitung selektivitas trawl menurut Sparre dan Venema (1999)
3. Selektivitas Gillnet
Gillnet atau jaring insang merupakan salah satu alat tangkap yang dianggap efektif untuk
menangkap ikan. Subani dan Barus (1989) menyebutkan bahwa jaring insang adalah alat tangkap
yang berbentuk empat persegi panjang yang dilengkapi dengan pelampung, pemberat, tali ris atas
dan tali ris bawah. Besar mata jaring bervariasi disesuaikan dengan target penangkapan. Gillnet
terbagi atas beberapa kelompok, yang didasarkan pada proses pengoperasiannya, seperti:

Encircling gillnet (dengan cara dilingkarkan)

Drift gillnet (dengan cara dihanyutkan/diapungkan)

Set gillnet (dengan cara dilabuh)

Menurut Karlsen dan Bjarnason (1986) dalam Sparre dan Venema (1999), cara tertangkapnya
ikan pada gillnet terbagi kepada empat kategori, yaitu:

1. Snagged (ikan tertangkap karena mata jaring mengelilingi ikan tepat di belakang mata)

2. Gilled (ikan tertangkap karena mata jaring mengelilingi ikan tepat di belakang tutup
insang)

3. Wedged (ikan tertangkap karena mata jaring mengelilingi badan ikan sejauh sirip
punggung)

4. Entangled (ikan tertangkap bila ikan terjerat melalui gigi, tulang rahang, sirip atau bagian
tubuh yang menonjol lainnya tanpa masuk ke dalam mata jaring)
Gambar 2. Ilustrasi alat tangkap Gillnet
Gillnet memiliki sifat yang selektif dalam penangkapan ikan, oleh sebab itu, penentuan desain
dan konstruksi alat tangkap gillnet yang selektif positif sangat diperlukan. Menurut
Martasuganda (2008) penentuan tersebut didasarkan pada beberapa hal, yaitu:

Mengetahui jenis ikan yang dilindungi atau yang tidak bol eh ditangkap

Mengetahui usia ikan yang layak tangkap

Menganalisa sebaran, tingkah laku ikan dan potensi ikan di suatu perairan yang menjadi
rencana daerah operasi penangkapan

Menentukan desain dan konstruksi yang disesuaikan dengan ukuran ikan yang layak
tangkap dan dapat meminimalkan hasil tangkapan sampingan (by-catch) yang tidak
diinginkan.

Kurva selektivitas gillnet dapat dihitung dengan menggunakan model Holt (Sparre dan Venema,
1999). Model ini mengestimasi panjang optimum ikan yang tertangkap dan standar deviasi
dengan menggunakan dua gillnet yang memiliki ukuran mata jaring yang berbeda-beda. Kedua
jaring dipasang untuk menangkap ikan di suatu area pada saat yang sama, sedangkan yang
diobservasi adalah jumlah yang tertangkap menurut kelompok panjang.

4. Selektivitas Bubu
Bersambung....isesuaikan
ANALISIS POPULASI IKAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada umum ntuk mengetahui kecepatan reproduksi, pertumbuhan dan
mortalitas dikategorikan dalam dinamika populasi, di mana untuk mengetahui dinamika
populasi tersebut maka harus detajui sejarahnya terlebih dahulu. Parameter populasi
tersebut meliputi aspek-aspek serta hubungannya dengan yang lainnya. Dari konsep
dasar populasi dan stok sering beriringan dan tercampur aduk, hal ini disebabkan
karena analisisnya sama.
Dalam penentuan analisis populasi khususnya populasi ikan digunakan
beberapa kategori-kategori sesperti stok, varietas, dan strain. Adapun sifat-sifat yang
mengikuti aspek populasi tersebt yakni ; a) populasi-populasi yang terpisah secara
geografi dengan lainnya mempunyai kesempatan walaupun sedikit untuk saling tukar
genetis.b) Dari populasi yang berkelompok yang dinamakan clines terdapat satu sei
perubahan yang gradual. c) Populasi yang berkelompok harus dengan perbedaan yang
tajam dengan daerah hidridasi diantaranya.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka untuk mengetahi lebih lanjut
tentang analisis populasi maka akan dibahas dalam makalah ini yakni tentang Analisis
Populasi Ikan .
B. Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan makalah ini yaitu sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui pengertian analisis populasi khususnya popupasi
b. Untuk mengetahui cara dan metode analisis populasi ikan
Sedangkan manfaat dari makalah ini yakni
a. Sebagai bahan informasi tentang analisis populasi ikan.
b. Dapat menjadi bahan pertimbangan bagi makalah selanjutnya yang berkaitan dengan
populasi ikan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Analisis Polulasi


Analisis populasi ikan merupakan suatu kajian tentang perkembangan populai
ikan. Analisis ini diperlukan karena besar poplasi ikan dari waktu ke waktu selalu
berubah. Kajian ini bertujuan untuk menjelaskan dan meramalkan perkembangan suatu
populasi ikan.

B. Populasi dalam ekosistem


Penggolongan ekosistem dapat dilakukan dengan berbadai alasan, misalnya
atas dasar unit biologinya atau unit fisikanya. Di dalam ekosistem tersebut hidup
berbagai populasi yang saling berinteraksi dengan lingkungannya. Sebagai contoh
adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan unit biologi: ekosistem tundra dan hutan hujan
2. Berdasarkan elemen fisik: danau oligotropic
3. Berdasarkan minat sumberdaya alam: tuna ground, oyster bed

C. Parameter Populasi
Populasi selalu tersusun atas beberapa individu sejenis. Oleh karena itu,
parameter yang diukur saat dilakukan kajian/studi juga ada perbedaan.
1. Parameter individu. Parameter yang terukur dari individu adalah pada level individu atau
satu organisme. Parameter tersebut meliputi: ukuran tubuh, morfologi, pertumbuhan
(dalam rasio panjang/berat), kelahiran, dan kematian.
2. Parameter populasi. Parameter yang terukur adalah pada level populasi. Parameter ini
meliputi: kepadatan, pola distribusi, struktur umur, pertumbuhan (dalam satuan jumlah
per biomass), kecepatan kematian, dan kecepatan kelahiran.
Antara kedua kelompok parameter tersebut ada perbedaan. Misalnya dalam hal
pengukuran pertumbuhan. Pada parameter individu yang dimaksud pertumbuhan
adalah pertumbuhan satu individu, misalnya pada berat dan panjang dlam satu kurun
waktu tertentu. Akan tetapi, dalam parameter populasi, yang dimaksud pertumbuhan
adalah perubahan jumlah indiidu dalam suatu populasi.

D. Kepadatan
Istilah densitas dan kemelimpahan seringkali pengertiannya dianggap sama.
Walaupun demikian sebenarnya kedua istilah tersebut pengertiannya berbeda.
1. Kepadatan (density) diartikan sebagai jumlah individu dalam suatu populasi per satuan
luas area. Kepadatan ini dibedakan menjadi 2 hal, yaitu sebagai berikut.
2. Kepadatan mutlak: diperoleh dengan cara menghitung jumlah makhluk hidup per unit
luas area. Kepadatan mutlak ini yang biasa disebut dengan istilah density.
3. Kepadatan nisbi/relatif: diperoleh dengan cara membandingkan kepadatan mutlak suatu
tempat dengan kepadatan mutlak di tempat yang lain. Kepadatan nisbi inilah yang biasa
disebut dengan istilah abundance atau kemelimpahan.
Besar kecilnya kepadatan dapat berubah-ubah seiring dengan waktu. Hal hal
yang dapat mempengaruhi kepadatan terutama adalah kelahiran, kematian, imigrasi,
dan emigrasi. Kelahiran (yang dapat menambah jumlah) dipengaruhi oleh kemampuan
reproduksi. Kematian (yang dapat mengurangi jumlah) lebih banyak disebabkan oleh
faktor lingkungannya. Imigrasi dan emigrasi, karena pengaruhnya sering tidak signifikan
maka faktor ini sering diabaikan.

E. Pola Distribusi
Sebaran ikan secara umum memiliki pola-pola tertentu. Pola ini dapat terjadi
karena pengaruh faktor lingkungan serta sifat sifat yang dimiliki oleh ikan tersebut. Ada
beberapa pola, antara lain sebagai berikut :
1. Pola distribusi vektorial: pola ini terbentuk sebagai jawaban atas pengaruh faktor
lingkungan fisik dan kimia.
2. Pola distribusi reproduktif: pola ini terbentuk karena terkait dengan reproduksi
3. Pola distribusi acak: Pola ini terbentuk karena adanya pengaruh dari kesempatan
dalam suatu lingkungan yang seragam.
4. Pola distribusi contagious: pola ini berupa adanya kelompok individu yang berada di
suatu tempat, tetapi tidak ditemui di daerah sekitarnya yang lain yang berbedakatan.
Akan tetapi populasi ini dapat ditemukan di tempat lain yang juga hidup secara
berkelompok.
5. Pola overdispersion: pola distribusi yang acak yang jarang jarang yang hidup dalam
suatu ruang/tempat yang seragam. Jadi, ada semacam pembagian ruang hidup di
tempat tersebut.
6. Pola distribusi co-active: pola ini terbentuk karena adanya akibat dari interaksi dengan
hewan lain berupa kompetisi.

F. Struktur Umur
Natalitas dan mortalitas yang terjadi dalam suatu populasi akan menghasilkan
suatu set umur tertentu yang jumlahnya tidak sama. Suatu struktur dalam populasi yang
terdapat pengelompokan berdasarkan umur. Jadi, sekumpulan cohort dalam sebuah
populasi. Lazimnya, dalam kondisi normal cohort dengan umur muda lebih banyak
jumlahnya daripada cohort dengan umur yang lebih tua. Hal tersebut karena terkait
dengan faktor mortalitas masing masing cohort. Hal tersebut karena untuk dapat
bertahan hidup, ikan harus melwati banyak hambatan untuk hidup, misalnya predator
dan pengaruh lingkungan. Apalagi pada masa awal kehidupannya merupakan fase
paling kritis dari siklus hidupnya.

G. Pertumbuhan Populasi
Pertumbuhan populasi adalah perubahan jumlah individu dalam sebuah
populasi. Pertumbuhan ini dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling berkaitan. Faktor
pendukung pertambahan populasi, antara lain natalitas yang lebih besar daripada
mortalitasnya. Faktor yang dapat menghambat pertumbuhan populasi antara lain
lingkungan yang tidak sesuai, kompetisi ruang dan jumlah makanan, serta penyakit.

H. Suplai Makanan Dan Hubungan Pakan-Ikan


Pakan merupakan salah satu komponen yang memiliki pengaruh sangat besar
terhadap besar kecilnya suatu populasi ikan. Beberapa konsep yang berkaitan dengan
suplai makanan dan hubungan pakan-ikan, antara lain sebagai berikut :
1. Konsep Suplai Makanan
Suplai makanan berpengaruh cukup besar terhadap besar populasi ikan.
Walaupun hal tersebut tidak sederhana, dan melewati suatu proses jaring-jaring
makanan yang kompleks. Suplai makan tersebut dapat mempengaruhi populasi terkait
dengan: jumlah, kualitas, dan ketersediaan makanan yang ada. Adanya makanan
dalam jumlah yang cukup akan mempengaruhi: pertumbuhan ikan, kematangan gonad,
dan kemampuan bertahan hidup dari ikan.
Jumlah dan komposisi makanan akan menentukan jumlah dan komposis spesies
dalam satu kelompok ikan. Selain itu, jumlah pakan yang dimakan akan mempengaruhi:
fekunditas tahunan, laju pertumbuhan, waktu kedewaaan, dan lamanya hidup.

Suplai makanan dapat berpengaruh terhadap populasi ikan, antara lain terkait
oleh hal-hal berikut :
1. Kebiasaan makan secara individual, yang dalam hal ini dipengaruhi oleh umur dan
jenis. Jumlah pakan, kualitas, dan ketersediaan pakan.
2. Kompetisi terhadap pakan yang sama, walaupun pada spesies yang sama jarang
terjadi. Namun kompetisi ini menjadi sangat genting justru pada fase anakan ikan.
3. Ikan pada level tropik atas memakan jenis makanan yang beragam
4. Makanan di level tropik bawah lebih sedikit
5. Spesies euryphagus makan lebih banyak dan memiliki cakupan gegrafis lebih luas
daripaka spesies stenophagus.
6. Organisme stenophagus umumnya berada di daerah tropis
7. Ikan memiliki perlindungan diri terhadap predator
Ketersediaan pakan dipengaruhi oleh kondisi abiotik perairan. Faktor abiotik
tersebut, antara lain sebagai berikut: suhu, transparansi, angin, fluktuasi permukaan air,
perubahan perluasan area makan, dan keterlindungan pakan dari predator. Hubungan
Makan antara Asosiasi Fauna Tunggal pada Variasi Garis Lintang yang Berbeda.
Dalam perkembangannya ikan selalu beradaptasi dengan lingkungannya
termasuk dalam hal makanan dengan tujuan supaya dapat memanfaatkan makanan
yang tersedia secara maksimal. Ikan ikan yang saling beraosiasi dalam satu kelompok
dalam area tertentu biasanya akan beradaptasi dalam hal makanan, untuk mencegah
adanya konflik dengan ikan yang lain, yang memiliki kebutuhan pakan hayati yang
sama (pemakan plankton, pemakan benthos, dan predator) karena adanya perbedaan
pakan yang dimakan.
Garis lintang bumi ternyata berpengaruh terhadap suplai makanan. Perbedaan
ketersediaan makanan di daerah lintang yang berbeda mempengaruhi perilaku makan
ikan. Di daerah tropis, ikan biasanya akan mengurangi volume makan saat musim
kemarau karena keterbatasan suplai makanan. Bahkan beberapa jenis mengalami
hibernasi untuk mengirit emergi.
Ikan ikan di daerah lintang tinggi selalu beradaptasi untuk makan berbagai jenis
makanan dalam jumlah yang bervariasi untuk menjaga ketersediaan makanan.
Sebaliknya di daerah dengan lintang rendah variasi jenis makanan lebih rendah karena
ketersediaan makanan relatif stabil. Pada masa tertentu migrasi diperlukan karena
terkait dengan ketersediaan makanan. Keteraturan makan dapat dipengaruhi oleh
migrsi ikan, walaupun ada penurunan pemangsaan makanan di sungai.

I. Hubungan Makan Di Antara Spesies dalam Asosiasi yang Berbeda


Dalam satu kelompok ikan tersusun atas beberapa spesies. Dalam satu
kelompok tersebut akan terjadi kompetisi yang sangat tajam (dalam hal makanan)
apabila mereka memiliki jenis makanan yang sama. Tidak banyak suatu daerah yang
hanya terdiri atas satu kelompok saja. Umumnya dalam satu daerah terdapat beberapa
kelompok. Sebagai contoh adalah danau Arktik dan beberapa pegunungan di Asia. Di
danau tersebut hanya ada satu kelompok ikan saja. Hal tersebut karena adanya
penyesuaian iklim yang akan meperpanjang rantai makanan.
Lokasi atau zona berpengaruh terhadap hubungan makan. Garis lintang bumi
memiliki kondisi yang berbeda sehingga wilayah tropis dan sb tropis hubungan makan
juga berbeda. Komunitas di daerah lintang tinggi atau daerah sub-tropis lebih
menguntungkan saat makanan pokok tidak tersedia. Sebaliknya komunitas di daerah
lintang rendah atau tropis lebih menguntungkan apabila makanan pokok tersedia. Di
daerah lintang rendah, predator akan lebih mudah mentransfer prey dibandingkan di
daerah tintang tinggi. Prey atau mangsa yang berfungsi sebagai makanan pokok
predator umumnya mempunyai kesamaan bentuk dengan predator.
Ketersediaan pakan merupakan pembatas biologis, misalnya pertumbuhan dan
kemampuan reproduksi. Oleh karena itu, besar populasii juga dipengaruhi oleh
ketersediaan pakan. Dalam suatu area ikan ikan yang ada akan saling berinteraksi.
Antara satu dengan yang lain ada yang interaksinya tidak menimbulkan masalah
namun ada yang dapat menimbulkan masalah apabila terhadap hubungan predator
dan prey. Beberapa ikan di daerah sub-tropis atau di daerah dengan lintang tinggi,
karena keterbatasan makanan maka ikan ikan tersebut dapat mengalami perubahan
secara dratis penjadi predator. Pada sebuah lokasi pemangsaan yang luas, maka
pemangsaan akan meningkat jumlahnya apabila lokasi terseut ternyata merupakan rute
migrasi pemijahan.

J. Hubungan Makan Di Antara Spesies


Dalam satu populasi, (terutama untuk ikan yang hidup berkelompok) antara
satu individu dengan individu yang lain memiliki hubungan yang erat dalam kaitannya
dengan masalah makanan. Populasi dapat maksimum apabila pakan yang tersedia
juga maksimum dan adanya gangguan dari predator. Ketersediaan pakan dapat
maksimum apabila terdapat adaptasi ikan terhadap jenis makanan.
Karena adanya pengarh berbagai faktor, misalnya musim dan kompetisi,
ternyata dapat mempengaruhi ketersediaan pakan. Salah satu cara ikan untuk tetap
menjaga agar pakan selalu tersedia dalam jumlah yang cukup adalah ikan melakukan
pergerakan berpindah tempat atau migrasi. Ikan-ikan tersebut akan bermigrasi sampai
di tempat di mana terdapat suplai makanan yang cukup. Perilaku lain yang yang
berkaitan dengan hubungan makan di natara spesies adalah kebiasaan bergerombol.
Kebiasaan bergerombol ini memiliki beberapa manfaat, antar lain sebagai berikut :

1. Ikan dapat memulai makan dan berhenti makan pada saat yang sama. Dengan adanya
gerombolan yang besar akan mempersulit predator untuk menyerang mangsanya
sehingga ikan-ikan yang menjadi prey lebih terlindung.
2. Kondisi Abiotik Mempengaruhi Suplai Makanan. Variasi kondisi abiotik memiliki
pengaruh yang sangat besar terhadap food intake atau jumalh pakan yang dimakan.
Sementara itu, kondisi abiotik ditentukan oleh besar luas zona geografi dan kedalaman,
di mana di tempat tersebut terjadi hubungan makanan.
Suplai makanan berkaitan erat dengan panjang periode vegetatif. Periode
vegetatif adalah suatu masa di mana populasi dapat menjalankan metabolisme secara
maksimal dan membangun jaringan tubuhnya dalam kondisi tersedianya makanan,
dalam kondisi yang sesuai. Waktu dan durasi (periode) makan ikan bergantung pada
kondisi ketersediaan makan yang terkait dengan kondisi abiotik dan kondisi ikan itu
sendiri. Secara seksual, ikan ikan yang belum dewasa memiliki periode yang lebih
panjang daripada ikan dewasa. Jumlah pakan yang dimakan oleh ikan bervariasi.
Adanya variasi ini dipengaruhi oleh panjang periode makan dan suhu, selama periode
makan. Beberapa kondisi lain yang berpengaruh terhadap suplai makanan yang
akhirnya juga berpengaruh terhadap jumlah makan yang dimakan oleh ikan, antara lain
sebagai berikut. Wilayah geografi secara alami berpengaruh terhadap kecepatan
reproduksi makanan. Kecepatan reproduksi inilah yang akan berakibat terhadap banyak
pakan yang dimakan. Angin dapat berpengaruh terhadap suplai makanan. Misalnya,
adanya angin besar membuat serangga banyak yang jatuh ke air, dan dapat
memperbesar suplai makanan yang tersedia. Cahaya berpengaruh terhadap jumalh
pakan yang dimakan. Misalnya, adanya cahaya memudahkan predator untuk meburu
mangsanya.
Kondisi perikanan dunia saat ini tidak dapat lagi dikatakan masih berlimpah.
Tanpa adanya konsep pengelolaan yang berbasis lingkungan, dikhawatirkan sumber
daya yang sangat potensial ini-sebagai sumber protein yang sehat dan murah-bisa
terancam kelestariannya. Karena itu, sidang Organisasi Pangan Sedunia (FAO)
memperkenalkan Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) sejak 1995.
Konsep yang diterjemahkan sebagai Tata Laksana Perikanan yang Bertanggung Jawab
(Code of Conduct for Responsible Fisheries) tersebut telah diadopsi oleh hampir
seluruh anggota badan dunia sebagai patokan pelaksanaan pengelolaan perikanan.
Sekalipun sifatnya sukarela, banyak negara telah sepakat bahwa CCRF merupakan
dasar kebijakan pengelolaan perikanan dunia. Dalam pelaksanaannya, FAO telah
mengeluarkan petunjuk aturan pelaksanaan dan metode untuk mengembangkan
kegiatan perikanan yang mencakup perikanan tangkap dan budidaya. Sejak
pertengahan tahun 1990-an, sebagian ahli perikanan dunia memang telah melihat
adanya kecenderungan hasil tangkapan perikanan global yang telah mencapai titik
puncak. Bahkan di beberapa wilayah dunia, produksi perikanan telah menunjukkan
gejala tangkap lebih (overfishing).
Kondisi overfishing di beberapa bagian dunia dapat dibuktikan dengan
membuat analisis rantai makanan (trophic level) terhadap ikan-ikan yang tertangkap.
Hasil yang ada menunjukkan bahwa aktivitas perikanan oleh manusia menurunkan
populasi ikan-ikan jenis predator utama, seperti tuna, marlin, cucut (Myers dan Worm,
2003). Dengan jumlah alat tangkap yang dimiliki armada perikanan dunia saat ini serta
dibarengi kemajuan teknologi yang ada, nelayan modern tidak perlu lagi mencari-cari
daerah penangkapan terlalu lama seperti yang dilakukan generasi terdahulu, di mana
mereka harus berlayar berhari-hari untuk mencapai fishing ground atau daerah
penangkapan ikan. Akibat dari berkurangnya populasi ikan pada trophic level tinggi,
tingkat eksploitasi terhadap jenis ikan yang berada pada tingkat trophic level yang lebih
rendah, seperti ikan-ikan pelagis kecil dan cumi-cumi, akan meningkat. Kecenderungan
demikian disebut Fishing Down Marine Food Web, yang pertama kali diperkenalkan
Pauly et al, 2002.
Ilustrasi gejala Fishing Down Marine Food Web seperti yang dimaksud.
Kecenderungan ini tidak bisa dibiarkan karena pada akhirnya manusia hanya akan bisa
menyantap sup ubur-ubur dan plankton.
BAB III
PEMBAHASAN

A. Analisis Populasi Ikan


Analisis populasi ikan sangat diperlukan dalam mengkaji beberapa sumber
perkembangan suatu populasi ikan dan stok ikan yang ada baik pada perairan darat
maupun pada perairan laut yang dimana hal tersebut diperlukan karena besar populasi
ikan dari waktu ke waktu selalu berubah.
Adapun beberapa contoh analisis populasi ikan yang di lakukan oleh beberapa
penelitian yakni sebagai berikut :

1. Hubungan Panjang-berat
Hasil analisis panjang-berat, tanpa membedakan jenis kelamin dan lokasi
penelitian didapatkan bahwa pertumbuhan ikan Serandang adalah isometrik dengan
nilai b = 3,15 (b = 3, n = 154, dengan taraf signifikansi 0,05 dan 0,01). Jika analisis
hubungan panjang-berat ikan serandang dibedakan berdasarkan lokasi dan waktu
pengambilan sampel maka didapat nilai b berkisar 2,9681 - 3,598. Ikan serandang yang
tertangkap dilokasi penelitian Sungai Beringin dan Sungai Arisan Belido mempunyai
pola pertumbuhan Alometrik (b = 2,9681 dan 2,9886, b<3 dengan taraf signifikansi 0,05
dan 0,01) dan Sungai Gumai pola pertumbuhan bersifat Isometrik dengan nilai b =
3,589, b>3. Analisis hubungan panjang berat dari suatu populasi ikan mempunyai
beberapa kegunaan, yaitu memprediksi berat suatu jenis ikan dari panjang ikan yang
berguna untuk mengetahui biomassa populasi ikan tersebut (Smith, 1996), parameter
yang digunakan untuk memprediksi hubungan panjang berat suatu populasi ikan dapat
dibandingkan dengan populasi ikan di badan air yang lain, parameter pendugaan antara
kelompok-kelompok ikan untuk mengidentifikasi keadaan suatu populasi suatu jenis
ikan berdasarkan ruang dan waktu (Arteaga et al., 1997).

Analisis panjang-berat yang dihubungkan dengan data kelompok umur dapat


digunakan untuk mengetahui komposisi stok, umur saat pertama memijah, siklus
kehidupan, kematian pertumbuhan dan produksi (Fafioye, 2005) Selain itu juga untuk
membedakan unit-unit taksonomi melihat perubahan pada ikan yaitu metamorfosis
petumbuhan, dan memprediksi jumlah ikan yang didaratkan. Dari data panjang-berat
yang didapat selama bulan Juni-Desember telah didapat faktor kondisi ikan Serandang
(Channa pleurophthalmus) menyebar pada kisaran 0,3245 - 1,9372 dengan rata-rata
1,0997. Faktor kondisi dengan nilai terendah (0,3245) dijumpai pada pasangan data
bulan Agustus di stasiun penelitian Arisan Belido dan faktor kondisi tertinggi (1.607)
terdapat pada bulan Juli di stasiun penelitian Sungai Beringin. Hasil rata-rata Faktor
Kondisi (KTL) dengan nilai 1,0997 dan nilai tertinggi 1,607 berarti ikan badannya kurang
pipih. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Lagler, 1961 (dalam Effendie,
1975). Untuk ikan yang badannya agak pipih KTL berkisar antara 2 - 4 dan untuk ikan
yang badannya kurang pipih KTL berkisar antara 1 - 3. Faktor kondisi atau indek
ponderal adalah perbandingan antara berat ikan dengan pangkat tiga panjangnya
merupakan faktor yang menggambarkan kondisi kegemukan ikan (Effendie, 1975).

2. Hubungan Fekunditas dengan Panjang Total dan Berat Ikan


Hasil perhitungan hubungan antara fekunditas (F) dengan panjang (L) dan
berat tubuh (W), nampak adanya korelasi yang signifikan. Persamaan dari korelasi
tersebut adalah F = 78,898L + 3584,1, n = 24 , r = 0,6701 dan F = 10,923 W + 1896, n
= 24, r = 0,7149. Dari persamaan tersebut menunjukkan bahwa fekunditas ikan
Serandang (Channa plerophthalmus) berkorelasi erat dengan berat ikan dibandingkan
dengan panjang ikan. Berat gonad yang diperoleh selama penelitian berkisar 3,7 - 7,1 g
dengan rata-rata 5,502 g. Fekunditas telur ikan Serandang berkisar 4290 1223 butir
dengan rata-rata 7491 butir dengan indeks kematangan gonad berkisar 0,711 - 1,486
dengan rata-rata 1.087. Berdasarkan penelitian tahun 2004 puncak pemijahan ikan
Serandang (Channa plerophthalmus) terjadi pada bulan Mei, Juli dan September.
Diperkirakan ikan ini adalah jenis ikan yang memijah sepanjang tahun karena pada tiap
bulan pengambilan sampel selalu ditemukan ikan dengan tingkat kematangan gonad IV
dan ukuran ikan baik panjang total maupun berat yang didapat juga beragam.
Pengetahuan tentang fekunditas (kemampuan ikan untuk menghasilkan telur) dari
suatu jenis ikan merupakan faktor yang sangat penting untuk mengetahui siklus hidup
ikan tersebut. Pendugaan fekunditas dari suatu jenis ikan sangat berguna untuk
mengetahui kemampuan bertahan hidup anakan ikan, evaluasi stok ikan, budidaya ikan
yang didasarkan pada inkubasi telur. Fekunditas absolut (F) adalah jumlah total telur
matang yang terdapat di dalam ovarium utama yang siap memijah dari suatu individu
ikan betina (King, 1997).
Hubungan antara panjang-berat ikan dengan fekunditas adalah suatu fungsi
alometrik penting dari suatu parameter yang relevan yang berguna dalam berbagai
aplikasi yaitu pendugaan fekunditas dari suatu populasi ikan, pendugaan fekunditas
rata-rata dari suatu kelompok panjang ikan, membandingkan kapasitas produksi telur
antar populasi maupun dalam populasi itu sendiri, memperkirakan kapasitas produksi
telur sebagai hasil dari proses pertumbuhan ikan. Jenis makanan juga mempengaruhi
fekunditas ikan. Jika makanan berasal dari hewan (ikan bersifat karnivora) maka
fekunditasnya akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan ikan yang sumber
makanannya berasal dari tumbuhan. Ikan Serandang (Channa pleurophthalmus)
bersifat predator dan karnivora. Makanan utamanya adalah ikan yang berukuran lebih
kecil dan udang. Dari hasil pengamatan pakan alami isi usus ikan Serandang (Channa
pleurophthalmus) hampir 100% berupa hancuran daging ikan dan udang sisanya
adalah jenis cacing, sehingga dapat dikatakan bahwa ikan ini adalah karnivora murni.
Hal ini dapat dilihat dari perbandingan antara panjang usus ikan dan panjang total ikan
yaitu jika ikan mempunyai ukuran panjang total yang besar maka mempunyai nilai
perbandingan yang kecil dan juga sebaliknya (Kottelat, 1993).

3. Hubungan Antara Fitoplankton dengan Zooplankton (Kopepoda)


Berdasarkan hasil perata-rataaan dari semua data kelimpahan fitoplankton dan
zooplankton dari semua stasiun baik pada saat pasang maupun surut selama
penelitian, didapatkan adanya kecenderungan perubahan rata-rata total kelimpahan
zooplankton mengikuti perubahan rata-rata total kelimpahan fitoplankton. Rendahnya
kelimpahan fitoplankton pada minggu-minggu awal diduga merupakan efek
pemangsaan oleh zooplankton yang kelimpahannya relatif tinggi pada minggu-minggu
awal dimana juga kemungkinannya besar beberapa saat sebelumnya. Akibat populasi
fitoplankton yang rendah maka jumlah makanan yang tersedia bagi zooplankton tidak
mendukung untuk peningkatan populasinya sehingga mengalami penurunan beberapa
saat kemudian. Menurunnya populasi zooplankton mengurangi tekanan bagi
fitoplankton sehingga secara perlahan mengalami kenaikan. Akibat dari kenaikan
kelimpahan populasi fitoplankton ini adalah mendorong kembali pertumbuhan
zooplankton karena makanannya mulai mengalami kenaikan. Demikan mekanisme
pemangsaan yang membentuk dinamika fitoplankton dan zooplankton.
Untuk melihat adanya efek pemangsaan zooplankton terhadap fitoplankton
dimana energi yang dikonsumsi pada saat tertentu akan berdampak pada populasi
setelah beberapa waktu kemudian, maka dilakukan perhitungan korelasi (Spearman
Correlation) antara kelimpahan zooplankaton saat t dengan kelimpahan fitoplankton
saat t, t-1, t-2 dan t-3 (fitoplankton saat t, 1 minggu, 2 mingg dan 3 minggu
sebelumnya). Hasilnya menunjukkan bahwa nilai R Spearmann tertinggi didapatkan
pada korelasi antara kelimpahan zooplankton saat t dengan kelimpahan fitoplankton 1
minggu sebelumnya (t-1) yaitu 0.4899, kemudian t-2, t dan t-3 dengan nilai R Spearman
secara berurut 0.4725, 0.4651, dan 0.2677. Hasil ini menunjukkan bahwa kelimpahan
populasi zooplankton pada saat tertentu lebih dipengaruhi dan berkaitan dengan
kelimpahan populasi fitoplankton seminggu seblumnya. Dengan nilai R yang kecil dan
R2 paling tinggi sebesar 0.24 yang berarti bahwa hanya 24% keragaman kelimpahan
zooplankton pada saat t dapat dijelaskan oleh keragaman kelimpahan fitoplankton
seminggu sebelumnya, menunjukkan bahwa selain kelimpahan fitoplankton maka ada
faktor lain yang pengaruhnya lebih besar dalam mengontrol populasi zooplankton.
Faktor-faktor tersebut mungkin saja pemangsa zooplankton dari hewan tingkat tinggi
lainnya yang tidak diukur dalam penelitian ini. Berdasarkan perhitungan korelasi antara
total kelimpahan fitoplankton dengan setiap genus fitoplankton yang ditemukan,
didapatkan ada 17 genus fitoplankton yang signifikan memperlihatkan korelasi (positif
maupun negatif) dengan total kelimpahan zooplankton. Berdasarkan Kelas fitoplankton
maka genus-genus dari Diatom yang lebih banyak menunjukkan korelasi yang positif
dengan zooplankton, diantaranya Chatoceros, Bacteriastrum dan Coscinodiscus.
Adanya genus yang memperlihatkan korelasi negatif ada berbagai kemungkinan yaitu
genus tersebut merupakan kompetitor bagi genus yang menjadi makanan zooplankton
atau jika genus tersebut dimakan oleh zooplankton maka pada saat pengambilan
sampel terjadi periode dimana menurunnya populasi genus tersebut akibat
pemangsaan yang terjadi beberapa saat sebelumnya. Hal ini sulit dipastikan karena
tidak dilakukan analisis lambung zooplankton selama penelitian.

K. Teknik dan Metode Pendugaan Populasi Ikan


Pengkajian polpulasi ikan banyak menggunakan beberapa perhitungan statistik
dan matematik untuk memprediksi secara kuantitatif tentang perubahan populasi ikan
dan menentukan alternatif pilihan manajemen perikanan.
Teknik pendugaan stok
Pengkajian stok terdiri 4 tahapan:
1. Pendugaan karakteristik stok (pertumbuhan, mortalitas alam dan karena penangkapan
serta potensi reproduksi).
2. Pendugaan kelimpahan ikan di laut,
3. Hubungan antara upaya (effort) dan mortalitas penangkapan
4. Pendugaan produksi untuk jangka pendek dan jangka panjang berupa skenario
penangkapan atas dasar kelimpahan dan karakteristik stok masa sekarang.
a. Metode pendugaan stok
Metode berbasis panjang ikan. Khusus masalah di daerah tropis, adalah kesulitan
dalam menentukan umur ikan secara tepat. Metode dengan berbasis panjang ikan
dalam penelitian perikanan untuk pendugaan stok semakin dikembangkan dan
diperbaharui. FISAT (FAO-ICLARM = Stock Assessment Tool) merupakan perangkat
lunak yang dikembangkan dari pakel ELEFAN (Electronic LEngth Frequency ANalysis)
dan LFSA (Length-based Fish Stock Assessment) dijadikan paket standar metode yang
didasarkan pada panjang. Keluaran dari program FISAT adalah:
1. Perkiraan parameter pertumbuhan dari ukuran panjang ikan, pertumbuhan tumbuh dan
frekuensi panjang.
2. Perkiraan mortalitas dan parameter yang terkait.
3. Identifikasi rekruitmen musiman.
4. Penghitungan rekruitmen dengan menggunakan virtual population analysis (VPA).
5. Prediksi dari produksi dan biomas per rekrut (Y/R; B/R) dari model Beverton dan Holt
(1957) dan Thompson dan Bell (1934) untuk single atau multi spesies.
b. Metode tak langsung.
Metode tak langsung. Terdapat beberapa pendekatan untuk pendugaan sumber
daya perikanan secara tidak langsung. Diantaranya adalah pendugaan produksi ikan
dari produksi primer, kelimpahan zooplankton, survei telur dan larva ikan dan pengujian
kandungan perut ikan pada tingkat trophic tinggi. Dari uraian tersebut di atas, bisa
disimpulkan apa tugas ahli perikanan dalam menjawab beberapa pertanyaan berikut :
1. Bagaimana keadaan hasil penangkapan sekarang sebagai gambaran potensi hasil
penangkapan yang maksimum.
2. Bagaimana keadaan tingkat penangkapan dan apa yang terjadi bila eksploitasi
ditingkatkan.
3. Berapa armada kapal yang diperlukan untuk operasi penangkapan pada level yang
optimal.
4. Bagaimana pengaruhnya terhadap stok dan hasil tangkapan bila ada perubahan ukuran
mata jaring (mesh size), atau pengaruh terhadap ukuran minimum ikan yang
tertangkap.
1. Alat Tangkap Harus Memiliki Selektivitas yang Tinggi, yaitu
Selektivitas Ukuran dan Jenis. Sub kriteria ini Terdiri dari
(mulai dari paling rendah hingga yang paling tinggi):
a. Alat menangkap lebih dari tiga spesies dengan ukuran yang berbeda jauh
b. Alat menangkap tiga spesies dengan ukuran yang berbeda jauh
c. Alat menangkap kurang dari tiga spesies dengan ukuran yang kurang lebih sama.
d. Alat menangkap satu spesies saja dengan ukuran yang kurang lebih sama.

Read more: http://www.terangi.or.id/index.php?


option=com_content&view=article&id=213%3Akajian-keramahan-alat-tangkap-
ikan-hias-laut-menurut-klasifikasi-standarnfao&catid=59%3Aperikanan-
ornamental&Itemid=54&lang=en#ixzz3olsfjmbH

Anda mungkin juga menyukai