Anda di halaman 1dari 22

ALAT KAPAL PENANGKAPAN IKAN

BUBU
Diajukan untuk memenuhi syarat salah satu tugas mata kuliah Alat Kapal
Penangkapan Ikan
Kelompok 9/Perikanan C
Haidar Fathurrahman

230110150159

Setia Angkasa

230110150162

Fadhillah

230110150

Qurrata Ayuni K

230110150

M. Farras

230110150

Yaris Hikmawansyah

230110150

Sri Fitriyah Rahmaningrum

230110150218

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2016

Kolom Nilai
N

Nama

NPM

Nilai

o
1

Haidar Fathurrahman

230110150159

Setia Angkasa

230110150162

Fadhillah

230110150

Qurrata Ayuni K

230110150

M. Farras

230110150

Yaris Hikmawansyah

230110150

Sri Fitriyah R.

230110150218

PENDAHULUAN
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
Alat Tangkap Bubu tepat pada waktunya.
Shalawat beriring salam kami sanjungkan kepada Rasulullah Muhammad
SAW, kepada keluarga kerabat, dan umatnya hingga akhir zaman.
Makalah ini kami susun secara sistematis dan baik berdasarkan
pembahasan dari beberapa referensi sehingga tersusun suatu makalah yang baik .
Kami menyadari bahwa masih ada kekurangan, baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasa. Oleh karena itu, kami menerima segala saran dan
kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini maupun makalah
selanjutnya.
Akhir kata kami berharap semoga makalah yang telah kami susun ini
dapat memberikan manfaat dan pengetahuan yang bertambah kepada pembaca.
Jatinangor, 19 September 2016
Penyusun

DAFTAR ISI
Halaman Nilai...................................................................................................ii
Pendahuluan....................................................................................................iii
Daftar Isi..........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
1.2 Tujuan...........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Deskripsi Bubu ............................................................................................2
2.2 Bentuk, Konstruksi dan Bagian-bagiannya..................................................4
2.3Pengoperasian Alat Tangkap Bubu................................................................6
2.4 Jenis-jenis Bubu Berdasarkan Berdasarkan Pengoperasiannya ..................7
2.5 Daerah Tangkapan dan Hasil Tangkapan...................................................10
2.6 Komponen Alat...........................................................................................12
2.6 Inovasi Alat.................................................................................................16
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................................................................17
3.2 Saran...........................................................................................................17
Daftar Pustaka..............................................................................................18

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemanfaatan sumberdaya perikanan, khususnya perikanan laut (tangkap),
sampai saat ini masih didominasi oleh usaha perikanan rakyat yang umumnya
memiliki karakteristik; skala usaha kecil, aplikasi teknologi yang sederhana,
jangkauan operasi penangkapan yang terbatas di sekitar pantai dan produktivitas
yang relatif masih rendah. Menurut Barus et al. (1991) produktivitas nelayan yang
rendah umumnya disebabkan oleh rendahnya keterampilan dan pengetahuan serta
penggunaan alat penangkapan maupun perahu yang masih sederhana, sehingga
fektifitas dan efisiensi alat tangkap dan penggunaan faktor-faktor produksi lainnya
belum optimal. Keadaan ini sangat berpengaruh terhadap pendapatan yang
diterima oleh nelayan dan akhirnya berpengaruh juga pada tingkat
kesejahteraannya.
Teknologi penangkapan ikan dengan menggunakn bubu banyak dilakukan di
hampir seluruh dunia mulai dari yang berskala kecil, menengah sampai dengan
yang berskala besar. Ukuran skala kecil dan menengah umumnya banyak
dilakukan di perairan pantai dihampir seluruh negara yang masih belum maju
sistim perikanannya, sedangkan untuk skala besar banyak dilakukan di nengara
yang sudah maju sistim perikanannya.
Perikanan bubu skala kecil umumnya ditunjukkan untuk menangkap
kepiting, udang, keong dan ikan dasar di perairan yang tidak begitu dalam,
sedangkan untuk perikanan bubu skala menengah atau skala besar biasanya
dilakukan di lepas pantai yang ditunjukkan untuk menangkap ikan dasar, kepiting,
udang pada kedalaman 20 m- 700m.
Di Indonesia sendiri bubu banyak digunakan oleh nelayan. Sebelum
melakukan usaha penangkapan ada baiknnya kita mengenal macam-macam bubu,
konstruksi, daerah penangkapan, metode pengoperasian, umpan, jenis hasil
tangkapan agar didapat hasil sesuai dengan yang diharapkan.

BAB II
BUBU
2.1 DESKRIPSI BUBU
1

Gambar1. Alat Tangkap Bubu


Bubu adalah alat tangkap yang umum dikenal dikalangan nelayan, yang
berupa jebakan, dan bersifat pasif. Bubu sering juga disebut perangkap traps
dan penghadang guiding barriers. Alat ini berbentuk kurungan seperti ruangan
tertutup sehingga ikan tidak dapat keluar. Bubu merupakan alat tangkap pasif,
tradisional yang berupa perangkap ikan tersebut dari bubu, rotan, kawat, besi,
jaring, kayu dan plastik yang dijalin sedemikian rupa sehingga ikan yang masuk
tidak dapat keluar. Prinsip dasar dari bubu adalah menjebak penglihatan ikan
sehingga ikan tersebut terperangkap di dalamnya, alat ini sering diberi nama
ftshing pots atau fishing basket.(Brandt, 1984).
Bubu adalah perangkap yang mempunyai satu atau dua pintu masuk dan
dapat diangkat ke beberapa daerah penangkapan dengan mudah, dengan atau
tanpa perahu (Rumajar, 2002). Menurut Martasuganda, (2005)Teknologi
penangkapan menggunakan bubu banyak dilakukan di negaranegara yang
menengah maupun maju. Untuk skala kecil dan menengah banyak dilakukan di
perairan pantai, hampir seluruh negara yang masih belum maju perikanannya,
sedangkan untuk negara dengan sistem perikanan yang maju pengoperasiannya
dilakukan dilepas pantai yang ditujukan untuk menangkap ikan-ikan dasar,
kepiting, udang yang kedalamannya 20 m sampai dengan 700 m. Bubu skala kecil
ditujukan untuk menagkap kepiting, udang, keong, dan ikan dasar di perairan
yang tidak begitu dalam.

Menurut Brandt (1984), mengklasifikasi bubu menjadi beberapa jenis, yaitu :1.
Berdasarkan sifatnya sebagai tempat bersembunyi / berlindung :

Perangkap menyerupai sisir (brush trap);

Perangkap bentuk pipa (eel tubes);

Perangkap cumi-cumi berbentuk pots (octoaupuspots).


2. Berdasarkan sifatnya sebagai penghalang :

Perangkap yang terdapat dinding / bendungan;

Perangkap dengan pagar-pagar (fences);

Perangkap dengan jeruji (grating);

Ruangan yang dapat terlihat ketika ikan masuk (watched chambers).


3. Berdasarkan sifatnya sebagai penutup mekanis bila tersentuh

Perangkap kotak (box trap);

Perangkap dengan lengkungan batang (bend rod trap);

Perangkap bertegangan (torsion trap).


4. Berdasarkan dari bahan pembuatnya

Perangkap dari bahan alam (genuine tubular traps);

Perangkap dari alam (smooth tubular);

Perangkap kerangka berduri (throrrea line trap).


5. Berdasarkan ukuran, tiga dimensi dan dilerfgkapi dengan penghalang

Perangkap bentuk jambangan bunga (pots);

Perangkap bentuk kerucut (conice);

Perangkap berangka besi.

2.2 Bentuk, Konstruksi dan Bagian-bagiannya

Gambar. Bentuk-bentuk Bubu


Bentuk bubu sangat beraneka ragam, ada yang berbentuk segi empat,
trapesium, sliner, lonjong, bulat, setengah lingkaran, persegi panjang dan bentuk
lainnya. Bentuk bubu biasanya disesuaikan dengan ikan yang akan dijadikan
target tangkapan, meskipun yang dijadikan target tangkapan sama, terkadang
bentuk bubu yang dipakai bisa juga berbeda tergantung pada kebiasaan dan
pengetahuan nelayan yang mengoperasikannya. Berbeda dengan alat tangkap
yang terbuat dari jaring seperti pukat cincin, trawl, jaring insang, set net dan alat
tangkap lainnya, bentuk bubu tidak ada keseragaman diantara nelayan disuatu
daerah dengan daerah lainnya termasuk bentuk bubu disuatu negara dengan
negagara lainnya.

Gambar 2. Kontruksi Bubu


Subani dan Barus (1989), menyatakan bahwa Bentuk dari bubu
bermacam-macam yaitu bubu berbentuk lipat, sangkar (cages), silinder
(cylindrical), gendang, segitiga memanjakan (kubus), atau segi banyak, bulat
setengah lingkaran dan lain-lainnya. Secara garis besar bubu terdiri dari badan
(body), mulut (funnel) atau ijeb dan pintu. Badan bubu berupa rongga, tempat
dimana ikan-ikan terkurung. Mulut bubu (funnel) berbentuk corong, merupakan
pintu dimana ikan dapat masuk tapi tidak dapat keluar dan pintu bubu merupakan
bagaian temapat pengambilan hasil tangkapan.

Gambar 3. Diameter Bubu


Secara umum kontruksi bubu terdiri dari rangka, badan dan pintu masuk,
kemudian ada juga yang dilengkapi dengan pintu masuk untuk mengambil hasil
tangkapan dan kantung umpan sebagai tempat penyimpan umpan. Rangka bubu
ada yag tebuat dari dari lempeng besi, besi behel, bambu, kayu atau bahan
lainnya. Badan bubu ada yang terbuat dari anyaman kawat, jaring, waring,
anyaman bambu atau bahan lainnya yang bisa dijadikan badan bambu. Untuk
kantung umpan kebanyakan bahannya memakai bekas cangkang kerang, keramik,
potongan bambu atau potongan paralon.

2.3 Pengoperasian Alat Tangkap Bubu


Metode pengoperasian untuk semua jenis bubu pada umumnya hampir
sama, yaitu dipasang didaerah penangkapan yang sudah diperkirakan banyak
hidup ikan (ikan, kepiting, udang, keong, lindung, cumi-cumi, gurita atau habitat
5

perairan lainnya yang bisa ditangkap bubu) yang dijadikan target penangkapan.
Pemasangan bubu ada yang dipasang satu demi satu (sistim tunggal) ada juga
yang dipasang secara berantai (sistim rawai). Waktu pasang (setting)
danpengangkatan (hauling) ada yang dilakukan pada waktu pagi, siang atau sore
hari sebelum matahari terbenam atau malam tergantung nelayan
mengoperasikannya. Lama perendaman bubu diperairan ada yang beberapa jam,
satu malam bahhkan ada yang sampai 7 hari 7 nalam.
Sebelum melaut para nelayan telah menyiapkan peralatan yang akan
digunakan. Kemudian setelah sampai didaerah penangkapan nelayan memasukkan
ring bubu ke tiang pancang, bubu dibuang kedalam laut dan letak bubu dibetulkan
agar badan dan mulut bubu menghadap arah datangnya arus. Nelayan bisa
istirahat atau kembali kepangkalan. Nelayan mulai kembali bekerja setelah air
surut. Sesampainya didaerah penagkapan kapal dihentikan dan memutar haluan
kearah tiang bubu yang pertama. Seorang nelayan menarik tali ring bagian bawah,
dan satu lagi membantu mengikatkan taliyang telah ditarik, dan dilanjutkan ke tali
ring bagian bawah berikutnya, sehinggatali ring bagian bawah akan bertemu
dengan ring besi bagian atas, makakeadaan mulut bubu akan tertutup.
Setelah satu bubu selesai maka akanpindah ke bagian berikutnya sampai ke
bubu yang terakhir. Dan kapal motor diputar ke arah bagian kontong bubu
dengan posisi bagian haluan kapal beradadekat kantong bubu sambil melawan
arus lemah. Salah seorang menarik kontong bubu dengan menggunakan pengait
keatas kapal, satu orang lagi membuka kontong ikatan bubu, hasil tangkapan
dituangkan kedalam palka.
Metode Pengoperasian Bubu
1. Bubu tambun

d=0.5-1.5 m

diletakkan di karang, di bag atas ditutupi karang


Umpan yg digunakan bulu babi, bintang laut
Setting=1.5 jam; hauling=45 menit; total=3-4 jam
2. Bubu lempar
d=4-6 m
Umpan: ikan hasil tangkapan sebelumnya
Setting=30 menit; hauling=45 menit: total =2 jam; soaking=3hari 3 malam
Daerah tangkapan berpasir
6

2.4 Jenis-jenis Bubu Berdasarkan Pengoperasiannya


Dalam operasionalnya, bubu terdiri dari tiga jenis, yaitu :
1. Bubu Dasar (Ground Fish Pots)

Gambar. Ground Fish Pots


Bubu yang daerah operasionalnya berada di dasar perairan. Untuk bubu
dasar, ukuran bubu dasar bervariasi, menurut besar kecilnya yang dibuat menurut
kebutuhan. Untuk bubu kecil, umumnya berukuran panjang 1m, lebar 50-75 cm,
tinggi 25-30 cm. untuk bubu besar dapat mencapai ukuran panjang 3,5 m, lebar 2
m, tinggi 75-100 cm.
2. Bubu Apung (Floating Fish Pots)

Gambar. Floating Fish Pots


Bubu yang dalam operasional penangkapannya diapungkan. Tipe bubu
apung berbeda dengan bubu dasar. Bentuk bubu apung ini bisa silindris, bisa juga
menyerupai kurung-kurung atau kantong yang disebut sero gantung. Bubu apung
dilengkapi dengan pelampung dari bambu atau rakit bambu yang penggunaannya
ada yang diletakkan tepat di bagian atasnya.
3. Bubu Hanyut (Drifting Fish Pots)
Bubu yang dalam operasional penangkapannya dihanyutkan. Bubu hanyut atau
pakaja termasuk bubu ukuran kecil, berbentuk silindris, panjang 0,75 m,
diameter 0,4-0,5 m.
4. Bubu Jermal

Gambar. Bubu Jermal


Termasuk jermal besar yang merupakan perangkap pasang surut (tidal
trap). Ukuran bubu jermal, panjang 10 m, diameter mulut 6 m, besar mata pada
bagian badan 3 cm dan kantong 2 cm.
5. Bubu Ambai
Disebut juga ambai benar, bubu tiang, termasuk pasang surut ukuran
kecil. Bubu ambai termasuk perangkap pasang surut berukuran kecil, panjang
keseluruhan antara 7-7,5 m. bahan jaring terbuat dari nilon (polyfilament). Jaring
ambai terdiri dari empat bagian menurut besar kecilnya mata jaring, yaitu bagian
muka, tengah, belakang dan kantung.
Mulut jaring ada yang berbentuk bulat, ada juga yang berbentuk empat
persegi berukuran 2,6 x 4,7 m. pada kanan-kiri mulut terdapat gelang, terbuat dari
rotan maupun besi yang jumlahnya 2-4 buah. Gelang- gelang tersebut dimasukkan
dalam banyaknya jaring ambai dan dipasang melintang memotong jurusan arus.
Satu deretan ambai terdiri dari 10-22 buah yang merupakan satu unit, bahkan ada
yang mencapai 60-100 buah/unit.
6. Bubu Apolo

Gambar. Bubu Apolo


Hampir sama dengan bubu ambai, bedanya ia mempunyai 2 kantong,
khusus menangkap udang rebon. Bahan jaring dibuat dari benang nilon halus yang
terdiri dari bagian-bagian mulut, badan, kaki dan kantung. Panjang jaring
keseluruhan mencapai 11 m. Mulut jaring berbentuk empat persegi dengan
lekukan bagian kiri dan kanan. Panjang badan 3,75 m, kaki 7,25 m dan lebar 0,60
m. pada ujubg kaki terdapat mestak yang selanjutnya diikuti oleh adanya dua
kantung yang panjangnya 1,60 m dan lebar 0,60 m.
2.5 Daerah Penangkapan dan Hasil Tangkapan Bubu
Tidak seperti halnya menentukan daerah penangkapan untuk ikan pelagis besar
seperti tuna dan ikan pelagis pada umumnya yang harus selalu memperhitungkan
faktor oseanografi, kelimpahan plankton dan faktor lainnya yang berhubungan,
penentuan daerah penangkapan untuk pengoperasian bubu sangat sedikit
dipengaruhi oleh faktor oseanografi sehingga dalam menentukan dalam
menentukan daerah penangkapan tidak begitu rumit. Hal terpenting dalam
menentukan daerah penangkapan adalah diketahumya keberadaan ikan dasar,
kepiting atau udang yang bisa dideteksi dengan fish faider, bedasar pada data
hasil tangkapan sebelumnya disuatu lokasi atau informasi daerah penangkapan
dari instansi terkait maupun berdasarkan pada catatan mengenai keberadaan ikan
dasar, kepiting atau udang disuatu perairan. Adapun daerah penangkapan dan hasil
tangkapan bubu diantaranya:
10

Bubu Dasar (Ground Fish Pots)

Dalam operasi penangkapan, bubu dasar biasanya dilakukan di perairan


karang atau diantara karang-karang atau bebatuan. Hasil tangkapan dengan bubu
dasar umumnya terdiri dari jenis-jenis ikan, udang kualitas baik, seperti Kwe
(Caranx spp), Baronang (Siganus spp), Kerapu (Epinephelus spp), Kakap
( Lutjanus spp), kakatua (Scarus spp), Ekor kuning (Caeslo spp), Ikan Kaji
(Diagramma spp), Lencam (Lethrinus spp), udang penaeld, udang barong,
kepiting, rajungan, dll.
Bubu Apung (Floating Fish Pots)

Dalam operasi penangkapan, bubu apung dihubungkan dengan tali yang


disesuaikan dengan kedalaman tali, yang biasanya dipasang pada kedalaman 1,5
kali dari kedalaman air. Hasil tangkapan bubu apung adalah jenis-jenis ikan
pelagik, seperti tembang, japuh, julung-julung, torani, kembung, selar, dll.
Bubu Hanyut (Drifting Fish Pots)

Dalam operasi penangkapan, bubu hanyut ini sesuai dengan namanya yaitu
dengan menghanyutkan ke dalam air. Hasil tangkapan bubu hanyut adalah ikan
torani, ikan terbang (flying fish).
Bubu Jermal dan Bubu Apolo

Dalam operasi penangkapan, kedua bubu di atas diletakkan pada daerah


pasang surut (tidal trap). Umumnya dioperasikan di daerah perairan
Sumatera. Hasil tangkapan bubu apolo sama dengan hasil tangkapan dengan
menggunakan bubu ambai, yakni jenis-jenis udang.
Bubu Ambai

Lokasi penangkapan bubu ambai dilakukan antara 1-2 mil dari


pantai. Hasil tangkapan bubu ambai bervariasi menurut besar kecilnya mata jaring
yang digunakan. Namun, pada umumnya hasil tangkapannya adalah jenis-jenis
udang.
11

2.6 Komponen Alat Tangkap


1. Nelayan
Nelayan yang ikut dalam pengoprasian alat tangkap bubu sejumlah satu
orang nelayan saja, dimana ia memiliki peran ganda sebagai penarik bubu ke atas
permukaan air serta ia juga yang mengemudikan perahu.
2.

Kapal atau perahu

Gambar. Perahu
Perahu digunakan sebagai alat transportasi dari darat ke
laut (daerah tempat pemasangan bubu). Kapal yang digunakan
saat praktik memiliki dimensi utama dengan panjang 9 m, lebar1,35 m,
tinggi 1,5 m dan bagian kemudi kapal berada di tengah, kapal ini memiliki satu
buah propeller yang terbuat dari timah dengan 3 buah daun.
3.

Mesin
Mesin yang digunakan oleh nelayan bubu yaitu mesin dengan merek

jiandong yang memiliki kekuatan 12 pk, sekali melakukan oprasi penagkapan


mesin ini dapat menghabiskan bahan bakar solar sebanyak 10 15 Liter per hari,
mesin yang digunakan biasanya mengganti oli sekali dalam 2 bulan.

12

Dalam operasi penangkapan, terdapat alat bantu penangkapan yang


bertujuan untuk mendapatkan hasil tangkapan yang lebih banyak. Alat bantu
penangkapan tersebut antara lain :

Umpan

perikananlaut.wordpress.com
Umpan digunakan untuk mengarahkan target tangkapan mendekati bubu dan juga
untuk menggiring target untuk masuk kedalam bubu.Umpan yang dibuat

disesuaikan dengan jenis ikan ataupun udang yang menjadi


tujuan penangkapan.
- Dayung
Ketika mesin kapal telah mati dan belum berada pas di daratan ataupun tempat alt
tangkap disinalah dayung akan digunakan untuk membantu penempatan perahu.
- Wadah Penyimpanan Hasil Tangkapan
Wadah penyimpanan ini hasil tangkapan berupa sterofom digunakan untuk
menyimpan hasil tangkapan yang telah mati agar tidak berserakan di atas kapal,
hal ini juga mempermudah nelayan untuk mengangkat hasil tangkapan ke darat.

Rumpon

13

lalaukan.blogspot.com
Pemasangan rumpon berguna dalam pengumpulan ikan.

Pelampung

Gambar. Pelampung dan pemberat


Penggunaan pelampung membantu dalam pemasangan
bubu, dengan tujuan agar memudahkan mengetahui
tempat-tempat dimana bubu dipasang.

Katrol

14

Gambar. Katrol
Membantu dalam pengangkatan bubu. Biasanya
penggunaan katrol pada pengoperasian bubu jermal.
2.6 Inovasi Alat
Udang galah merupakan salah satu jenis udang yang nilai ekonomisnya
sangat tinggi dan banyak disukai atau diminati oleh masyarakat untuk dikonsumsi sebagai
pangan keluarga. Namun demikian produksi yang di dapat oleh nelayan perairan umum
belum seimbang dengan kebutuhan konsumen, oleh karena itu perlunya inovasi/
teknologi alat penangkapan yang efektip digunakan tetapi hasil produksinya lebih
memuaskan nelayan perairan umum. Salah satu alat tangkap yang bisa digunakan untuk
menangkap udang galah adalah bubu. Di Kalimantan Barat masyarakat melakukan
inovasi alat tangkap bubu yaitu alat tangkap bubu liat dengan bahan nipah.
Tujuan dari alat tangkap atau bubu udang galah dari daun nipah adalah :
Memanfaatkan bahan lokal yang mudah didapat
Meningkatkan produksi tangkapan.
Alat tangkap ini juga memiliki aspek ekonomis yatu:
Harga bahan pendukung murah
Waktu pembuatan praktis tidak terlalu lama
Daya tahan lebih lama dibandingkan menggunakan bambu atau lainya.
Sedangkan aspek sosialnya sendiri
Ramah lingkungan
Tidak mengganggu alur / jalur transportasi perairan karena letaknya dipinggiran dan
didasar perairan.

15

Cara membuat alat ini adalah:


Ember plastik di iris silang sesuai dengan ukuran baik untuk injab maupun pintu
keluar
Akar kayu kuning di bulatkan dan di ikat
Injab dan pintu belakang diikat pada lingkaran akar
Daun Nipah dianyam pada lingaran akar yang telah diikat dengan injab dan pintu
keluar dengan menggunakan tali rapiah.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini ialah bubu memiliki prinsip dasar
dari bubu yaitu mengusahakan ikan untuk masuk kedalam jaring tersebut, setelah
dihadang seraya diajak memasuki bubu dengan menggunakan umpan, lalu setiap
16

hari pada waktu waktu tertentu jaring diangkat ataupun setelah di perhitungkan
bahwa target tangkapan telah masuk kedalam jaring, kemudian bubu diangkat.
Tahap pengoperasian bubu (trap) terdiri atas beberapa tahap yaitu tahap
persiapan sebelum melakukan penangkapan, tahap penurunan alat tangkap
(hauling), tahap perendaman alat tangkap (soaking time), dan tahap pengangkatan
alat tangkap (hauling).
3.2 Saran
Dalam pengoprasian bubu sebaiknya menggunakan alat bantu yang
lebih modern guna mempermudah pencarian daerah penangkapan (fishing
groung), hal ini diperlukan meningkatkan hasil tangkapan nelayan.

DAFTAR PUSTAKA
Iskandar, Dahri. 2011. Analisis Hasil Tangkapan Sampingan Bubu Yang
Dioperasikan Di PerairanKarang Kepulauan Seribu.
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/saintek/article/viewFile/2071/1822 (Di akses
tanggal 9 Desember 2014).

17

Martasuganda S. 2003. Bubu (Traps). Bogor: Program Studi Pemanfaatan


Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Martasuganda Set al. 2004. Teknologi Untuk Pemberdayaan Masyarakat Pesisir.
Seri Alat Tangkap Ikan. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan.
Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Direktorat
Pemberdayaan Masyarakat Pesisir. 157 hlm.
Monintja, D.R dan S. Martasuganda 1991. Teknologi Pemanfaatan Sumberdaya
Hayati Laut. Diktat kuliah, Ilmu dan Teknologi Kelautan Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 50 hal.
Sainsbury J C. 1996. Commercial Fishing Methods. An Introduction to Vessel and
Gears. 3ed Edition. London: Fishing News Book.
Subani W, Barus HR. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang di Indonesia.
Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen
Pertanian. 248 hlm.
Yang Berbeda Pada Bubu Lipat Kepiting Bakau.
http://www.umbidharma.org/jipp/index.php/jipp/article/view/27/21 (Di
akses tanggal 20 September 2016).

18

Anda mungkin juga menyukai