Anda di halaman 1dari 6

Alat Tangkap Bubu

DKP Padang Pariaman April 14, 2014 Artikel

Alat Penangkap Ikan Bubu

Definisi dan Klasifikasi Alat Tangkap

Bubu adalah alat tangkap yang umum dikenal dikalangan nelayan, yang berupa jebakan, dan
bersifat pasif. Bubu sering juga disebut perangkap traps dan penghadang guiding barriers.
Alat ini berbentuk kurungan seperti ruangan tertutup sehingga ikan tidak dapat keluar. Bubu
merupakan alat tangkap pasif, tradisional yang berupa perangkap ikan tersebut dari bubu,
rotan, kawat, besi, jaring, kayu dan plastik yang dijalin sedemikian rupa sehingga ikan yang
masuk tidak dapat keluar. Prinsip dasar dari bubu adalah menjebak penglihatan ikan sehingga
ikan tersebut terperangkap di dalamnya, alat ini sering diberi nama ftshing pots atau fishing
basket.(Brandt, 1984).

Bubu adalah perangkap yang mempunyai satu atau dua pintu masuk dan dapat diangkat ke
beberapa daerah penangkapan dengan mudah, dengan atau tanpa perahu (Rumajar, 2002).
Menurut Martasuganda, (2005)Teknologi penangkapan menggunakan bubu banyak dilakukan
di negara-negara yang menengah maupun maju. Untuk skala kecil dan menengah banyak
dilakukan di perairan pantai, hampir seluruh negara yang masih belum maju perikanannya,
sedangkan untuk negara dengan sistem perikanan yang maju pengoperasiannya dilakukan
dilepas pantai yang ditujukan untuk menangkap ikan-ikan dasar, kepiting, udang yang
kedalamannya 20 m sampai dengan 700 m. Bubu skala kecil ditujukan untuk menagkap
kepiting, udang, keong, dan ikan dasar di perairan yang tidak begitu dalam.

Subani dan Barus (1989), menyatakan bahwa Bentuk dari bubu bermacam-macam yaitu bubu
berbentuk lipat, sangkar (cages), silinder (cylindrical), gendang, segitiga memanjakan (kubus),
atau segi banyak, bulat setengah lingkaran dan lain-lainnya. Secara garis besar bubu terdiri dari
badan (body), mulut (funnel) atau ijeb dan pintu. Badan bubu berupa rongga, tempat dimana
ikan-ikan terkurung. Mulut bubu (funnel) berbentuk corong, merupakan pintu dimana ikan dapat
masuk tapi tidak dapat keluar dan pintu bubu merupakan bagaian temapat pengambilan hasil
tangkapan.

Menurut Brandt (1984), mengklasifikasi bubu menjadi beberapa jenis, yaitu :1. Berdasarkan
sifatnya sebagai tempat bersembunyi / berlindung :

Perangkap menyerupai sisir (brush trap);

Perangkap bentuk pipa (eel tubes);

Perangkap cumi-cumi berbentuk pots (octoaupuspots).


2. Berdasarkan sifatnya sebagai penghalang :

Perangkap yang terdapat dinding / bendungan;

Perangkap dengan pagar-pagar (fences);

Perangkap dengan jeruji (grating);

Ruangan yang dapat terlihat ketika ikan masuk (watched chambers).

3. Berdasarkan sifatnya sebagai penutup mekanis bila tersentuh

Perangkap kotak (box trap);

Perangkap dengan lengkungan batang (bend rod trap);

Perangkap bertegangan (torsion trap).

4. Berdasarkan dari bahan pembuatnya

Perangkap dari bahan alam (genuine tubular traps);

Perangkap dari alam (smooth tubular);

Perangkap kerangka berduri (throrrea line trap).

5. Berdasarkan ukuran, tiga dimensi dan dilerfgkapi dengan penghalang

Perangkap bentuk jambangan bunga (pots);

Perangkap bentuk kerucut (conice);

Perangkap berangka besi.

Klasifikasi Bubu Menurut Cara Operasinya

Dalam operasionalnya, bubu terdiri dari tiga jenis, yaitu :

1.) Bubu Dasar (Ground Fish Pots).: Bubu yang daerah operasionalnya berada di dasar
perairan. Untuk bubu dasar, ukuran bubu dasar bervariasi, menurut besar kecilnya yang dibuat
menurut kebutuhan. Untuk bubu kecil, umumnya berukuran panjang 1m, lebar 50-75 cm, tinggi
25-30 cm. untuk bubu besar dapat mencapai ukuran panjang 3,5 m, lebar 2 m, tinggi 75-100
cm. Hasil tangkapan dengan bubu dasar umumnya terdiri dari jenis-jenis ikan, udang kualitas
baik, seperti Kwe (Caranx spp), Baronang (Siganus spp), Kerapu (Epinephelus spp), Kakap (
Lutjanus spp), kakatua (Scarus spp), Ekor kuning (Caeslo spp), Ikan Kaji (Diagramma spp),
Lencam (Lethrinus spp), udang penaeld, udang barong, kepiting, rajungan, dll (Anonim. 2007).

2.) Bubu Apung (Floating Fish Pots): Bubu yang dalam operasional penangkapannya
diapungkan. Tipe bubu apung berbeda dengan bubu dasar. Bentuk bubu apung ini bisa
silindris, bisa juga menyerupai kurung-kurung atau kantong yang disebut sero gantung. Bubu
apung dilengkapi dengan pelampung dari bambu atau rakit bambu yang penggunaannya ada
yang diletakkan tepat di bagian atasnya. Hasil tangkapan bubu apung adalah jenis-jenis ikan
pelagik, seperti tembang, japuh, julung-julung, torani, kembung, selar, dll. Pengoperasian Bubu
apung dilengkapi pelampung dari bambu atau rakit bambu, dilabuh melalui tali panjang dan
dihubungkan dengan jangkar. Panjang tali disesuaikan dengan kedalaman air, umumnya 1,5
kali dari kedalaman air, (Anonim. 2007).

3.) Bubu Hanyut (Drifting Fish Pots) : Bubu yang dalam operasional penangkapannya
dihanyutkan. Bubu hanyut atau pakaja termasuk bubu ukuran kecil, berbentuk silindris,
panjang 0,75 m, diameter 0,4-0,5 m. Hasil tangkapan bubu hanyut adalah ikan torani, ikan
terbang (flying fish). Pada waktu penangkapan, bubu hanyut diatur dalam kelompok-kelompok
yang kemudian dirangkaikan dengan kelompok-kelompok berikutnya sehingga jumlahnya
banyak, antara 20-30 buah, tergantung besar kecil perahu/kapal yang digunakan dalam
penangkapan (Anonim. 2007).

Operasi penangkapan dilakukan sebagai berikut :

1. Pada sekeliling bubu diikatkan rumput laut;

2. Bubu disusun dalam 3 kelompok yang saling berhubungan melalui tali penonda (drifting
line).Penyusunan kelompok (contohnya ada 20 buah bubu) : 10 buah diikatkan pada ujung tali
penonda terakhir, kemudian kelompok berikutnya terdiri dari 8 buah dan selanjutnya 4 buah,
lalu disambung dengan tali penonda yang langsung diikatkan dengan perahu penangkap dan
diulur sampai antara 60 -150 m (Anonim. 2007).

Disamping ketiga bubu yang disebutkan di atas, terdapat beberapa jenis bubu yang lain seperti
:

1. Bubu Jermal : Termasuk jermal besar yang merupakan perangkap pasang surut (tidal
trap);

2. Bubu Ambai : Disebut juga ambai benar, bubu tiang, termasuk pasang surut ukuran kecil;

3. Bubu Apolo :Hampir sama dengan bubu ambai, bedanya ia mempunyai 2 kantong,
khusus menangkap udang rebon.

Bubu Ambai

Bubu ambai termasuk perangkap pasang surut berukuran kecil, panjang keseluruhan antara 7-
7,5 m. bahan jaring yaitu terbuat dari nilon (polyfilament). Jaring ambai terdiri dari empat bagian
menurut besar kecilnya mata jaring, yaitu bagian muka, bagian tengah, bagian belakang dan
bagian kantung. Mulut jaring ada yang berbentuk bulat, ada juga yang berbentuk empat persegi
berukuran 2,6 x 4,7 m. pada kanan-kiri mulut terdapat gelang, terbuat dari rotan maupun besi
yang jumlahnya 2-4 buah. Gelang- gelang tersebut dimasukkan dalam banyaknya jaring ambai
dan dipasang melintang memotong jurusan arus. Satu deretan ambai terdiri dari 10-22 buah
yang merupakan satu unit, bahkan ada yang mencapai 60-100 buah/unit. Hasil tangkapan bubu
ambai bervariasi menurut besar kecilnya mata jaring yang digunakan. Namun, pada umumnya
hasil tangkapannya adalah jenis-jenis udang (Subani dan Barus, 1989).

Bubu Apolo

Bahan jaring dibuat dari benang nilon halus yang terdiri dari bagian mulut, bagian badan, kaki
dan bagian kantung. Panjang jaring keseluruhan mencapai 11 m. Mulut jaring berbentuk empat
persegi dengan lekukan bagian kiri dan kanan. Panjang badan 3,75 m, kaki 7,25 m dan lebar
0,60 m. pada ujug kaki terdapat mestak yang diikuti oleh adanya dua kantung yang panjangnya
1,60 m dan lebar 0,60 m. Hasil tangkapan bubu apolo sama dengan hasil tangkapan dengan
menggunakan bubu ambai, yakni jenis-jenis udang (Subani dan Barus, 1989).

Konstruksi Bubu

Menurut Subani dan Barus. (1999), Bentuk bubu bervariasi. Ada yang seperti sangkar (cages),
silinder (cylindrical),gendang, segitiga memanjang (kubus) atau segi banyak, bulat setengah
lingkaran, dll. Bahan bubu umumnya dari anyaman bambu (bamboo`s splitting or-screen).
Secara umum, bubu terdiri dari bagian-bagian badan (body), mulut (funnel) atau ijeh, pintu.

Badan (body): Berupa rongga, tempat dimana ikan-ikan terkurung.

Mulut (funnel): Berbentuk seperti corong, merupakan pintu dimana ikan dapat masuk tidak
dapat keluar.

Pintu : Bagian tempat pengambilan hasil tangkapan.

Daerah Penangkapan

1.) Bubu Dasar (Ground Fish Pots)

Dalam operasi penangkapan, bubu dasar biasanya dilakukan di perairan karang atau diantara
karang-karang atau bebatuan (Anonim, 2006)

2.) Bubu Apung (Floating Fish Pots)

Dalam operasi penangkapan, bubu apung dihubungkan dengan tali yang disesuaikan dengan
kedalaman tali, yang biasanya dipasang pada kedalaman 1,5 kali dari kedalaman air (Anonim,
2006).

3.) Bubu Hanyut (Drifting Fish Pots)

Dalam operasi penangkapan, bubu hanyut ini sesuai dengan namanya yaitu dengan
menghanyutkan ke dalam air (Anonim, 2006).

4.) Bubu Jermal dan Bubu Apolo

Dalam operasi penangkapan, kedua bubu di atas diletakkan pada daerah pasang surut (tidal
trap). Umumnya dioperasikan di daerah perairan Sumatera (Anonim, 2006).
5.) Bubu Ambai

Lokasi penangkapan dengan bubu ambai dilakukan pada jarak antara 1-2 mil dari pantai
(Anonim, 2006).

Teknik Pengoperasian Alat Tangkap Bubu

Menurut BPPI (1996), alat tangkap bubu lebih cocok dioperasikan di perairan dangkal,
berkarang clan berpasir dengan keadalaman 2-7 m karena umumnya terbuat dari bambu. Bubu
diletakkan pada celah karang untuk menghadang ikan yang keluar dari celah karang clan posisi
mulutnya harus menghadap ke hilir mudik ikan yang berada di perairan karang.

Metode pengoperasian untuk semua jenis bubu biasannya sama, yaitu dipasang di daerah
penangkapan yang sudah diperkirakan adanya stok ikan seperti ikan dasar, udang, kepiting,
keong, cumi-cumi dan biota lainnya yang bisa ditangkap oleh bubu. Pemasangan bubu ada
yang dipasa secara tunggal dan juga ada yang beruntai (seperti pemasangan, rawai).
Ditambahkan menurut Direktorat Jendral Perikanan (1997), cara pengoperasiaan bubu dapat
dimulai antara lain pemberian umpan, selanjutnya perahu berangkat menuju daerah operasi
(fishing Xrouncl) sambil mengamati kondisi perairan. Bubu dipasang di perairan karang dan
merupakan habitat ikan karang. Kemudian pengangkatan bubu harus dilakukan dengan
perlahan-lahan untuk memberikan kesempatan ikan dalam beradaptasi terhadap perbedaan
tekanan air dalam perairan. Cara pertama, bubu dipasang secara terpisah (umumnya bubu
berukuran besar), satu bubu dengan satu pelampung. Cara kedua dipasang secara
bergandengan (umumnya bubu ukuran kecil sampai sedang) dengan menggunakan tail utama,
sehingga cara ini dinamakan longline trap. Untuk cara kedua ini dapat dioperasikan beberapa
bubu sampai puluhan bahkan ratusan bubu. Biasanya dioperasikan dengan menggunakan
kapal yang bermesin serta dilengkapi dengan katrol. Tempat pemasangan bubu dasar biasanya
dilakukan di perairan karang atau diantara pemasangan bubu dasar biasanya dilakukan di
perairan karang atau diantara karang-karang atau bebatuan.

Menurut Martasuganda (2002), waktu pemasangan (setting) dan pengangkatan (hauling) ada
yang dilakukan pagi hari, siang hari, sore hari, sebelum matahari tenggelam. Lama perendaman
bubu di perairan ada yang hanya direndam beberapa jam, ada yang direndam satu malam, ada
juga yang direndam tiga sampai dengan empat hari.

Sumber : http://makaira-indica.blogspot.com/2011/11/v-bubu.html

Daftar Pustaka

Martasuganda S. 2003. Bubu (Traps). Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya


Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Iskandar, M.D. 2010. Penuntun Praktikum Teknologi Alat Penangkapan Ikan. Departemen
Pemanfaatan sumberdaya Perikanan. Institut Pertanian Bogor.
Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal
Penelitian Perikanan Laut Vol II No.2. Jakarta : Balai Riset Perikanan Laut, Departemen
Pertanian.

Von Brandt, A. 1984. Fish Catching Methods of The World. Fishing News Books. Ltd, London.
190 hal

Anda mungkin juga menyukai