Anda di halaman 1dari 7

Bubu Ambai

Bubu ambai termasuk perangkap pasang surut berukuran kecil, panjang keseluruhan antara 7-7,5
m. bahan jaring yaitu terbuat dari nilon (polyfilament). Jaring ambai terdiri dari empat bagian
menurut besar kecilnya mata jaring, yaitu bagian muka, bagian tengah, bagian belakang dan
bagian kantung. Mulut jaring ada yang berbentuk bulat, ada juga yang berbentuk empat persegi
berukuran 2,6 x 4,7 m. pada kanan-kiri mulut terdapat gelang, terbuat dari rotan maupun besi
yang jumlahnya 2-4 buah. Gelang- gelang tersebut dimasukkan dalam banyaknya jaring ambai
dan dipasang melintang memotong jurusan arus. Satu deretan ambai terdiri dari 10-22 buah yang
merupakan satu unit, bahkan ada yang mencapai 60-100 buah/unit. Hasil tangkapan bubu ambai
bervariasi menurut besar kecilnya mata jaring yang digunakan. Namun, pada umumnya hasil
tangkapannya adalah jenis-jenis udang (Subani dan Barus, 1989).

Alat tangkap bubu Ambai ini merupakan salah satu jenis dari alat tangkap bubu,
sementara alat tangkap bubu terbagi lagi menjadi beberapa jenis , diantara jenis-jenis alat
tangkap bubu yakni FloatingFish Pots atau Bubu Apung, Ground Fish Pots atau Bubu Dasar ,
Bubu Apolo ,Bubu Ambai dan Bubu Jermal.
Daerah Operasi atau lokasi penangkapan bubu ambai dilakukan antara 1-2 mil dari
pantai. Metode pengoperasian alat tangkap bubu ambai dilakukan pada waktu air pasang maupun
surut.Arah dari mulut jaring dapat dibolak-balik dihadapkan darimana datangnya arus.Setelah
15-20 dari pemasangan, dapat dilakukan pengambilan hasil, yaitu dengan mengangkat bagian
bawah mulut ke permukaan air dengan mempertemukan bibir atas dan bawah. Demikian
seterusnya dilakukan hingga seluruh deretan ambai selesai dikerjakan,kemudian dilakukan
pembukaan tali-tali pengikat pada ujung belakang kantung. Operasi penangkapan dilakukan 2-3
orang untuk tiap kali penangkapan,tergantung banyak sedikitnya unit atau jaring yang dipakai.
Sementara hasil tangkapan bubu ambai bervariasi menurut besar kecilnya mata jaring yang
digunakan. Namun, pada umumnya hasil tangkapannya adalah jenis-jenis udang.

Definisi dan Klasifikasi Alat Tangkap

Bubu adalah alat tangkap yang umum dikenal dikalangan nelayan, yang berupa jebakan, dan
bersifat pasif. Bubu sering juga disebut perangkap “ traps “ dan penghadang “guiding barriers”.
Alat ini berbentuk kurungan seperti ruangan tertutup sehingga ikan tidak dapat keluar. Bubu
merupakan alat tangkap pasif, tradisional yang berupa perangkap ikan tersebut dari bubu, rotan,
kawat, besi, jaring, kayu dan plastik yang dijalin sedemikian rupa sehingga ikan yang masuk
tidak dapat keluar. Prinsip dasar dari bubu adalah menjebak penglihatan ikan sehingga ikan
tersebut terperangkap di dalamnya, alat ini sering diberi nama ftshing pots atau fishing
basket.(Brandt, 1984).

Bubu adalah perangkap yang mempunyai satu atau dua pintu masuk dan dapat diangkat ke
beberapa daerah penangkapan dengan mudah, dengan atau tanpa perahu (Rumajar, 2002).
Menurut Martasuganda, (2005)Teknologi penangkapan menggunakan bubu banyak dilakukan di
negaranegara yang menengah maupun maju. Untuk skala kecil dan menengah banyak dilakukan
di perairan pantai, hampir seluruh negara yang masih belum maju perikanannya, sedangkan
untuk negara dengan sistem perikanan yang maju pengoperasiannya dilakukan dilepas pantai
yang ditujukan untuk menangkap ikan-ikan dasar, kepiting, udang yang kedalamannya 20 m
sampai dengan 700 m. Bubu skala kecil ditujukan untuk menagkap kepiting, udang, keong, dan
ikan dasar di perairan yang tidak begitu dalam.

Subani dan Barus (1989), menyatakan bahwa Bentuk dari bubu bermacam-macam yaitu bubu
berbentuk lipat, sangkar (cages), silinder (cylindrical), gendang, segitiga memanjakan (kubus),
atau segi banyak, bulat setengah lingkaran dan lain-lainnya. Secara garis besar bubu terdiri dari
badan (body), mulut (funnel) atau ijeb dan pintu. Badan bubu berupa rongga, tempat dimana
ikan-ikan terkurung. Mulut bubu (funnel) berbentuk corong, merupakan pintu dimana ikan dapat
masuk tapi tidak dapat keluar dan pintu bubu merupakan bagaian temapat pengambilan hasil
tangkapan.

Menurut Brandt (1984), mengklasifikasi bubu menjadi beberapa jenis, yaitu :

1. Berdasarkan sifatnya sebagai tempat bersembunyi / berlindung :

 Perangkap menyerupai sisir (brush trap);


 Perangkap bentuk pipa (eel tubes);
 Perangkap cumi-cumi berbentuk pots (octoaupuspots).

2. Berdasarkan sifatnya sebagai penghalang :

 Perangkap yang terdapat dinding / bendungan;


 Perangkap dengan pagar-pagar (fences);
 Perangkap dengan jeruji (grating);
 Ruangan yang dapat terlihat ketika ikan masuk (watched chambers).

3. Berdasarkan sifatnya sebagai penutup mekanis bila tersentuh

 Perangkap kotak (box trap);


 Perangkap dengan lengkungan batang (bend rod trap);
 Perangkap bertegangan (torsion trap).
4. Berdasarkan dari bahan pembuatnya

 Perangkap dari bahan alam (genuine tubular traps);


 Perangkap dari alam (smooth tubular);
 Perangkap kerangka berduri (throrrea line trap).

5. Berdasarkan ukuran, tiga dimensi dan dilerfgkapi dengan penghalang

 Perangkap bentuk jambangan bunga (pots);


 Perangkap bentuk kerucut (conice);
 Perangkap berangka besi.

Klasifikasi Bubu Menurut Cara Operasinya


Dalam operasionalnya, bubu terdiri dari tiga jenis, yaitu :
1.) Bubu Dasar (Ground Fish Pots).: Bubu yang daerah operasionalnya berada di dasar perairan.
Untuk bubu dasar, ukuran bubu dasar bervariasi, menurut besar kecilnya yang dibuat menurut
kebutuhan. Untuk bubu kecil, umumnya berukuran panjang 1m, lebar 50-75 cm, tinggi 25-30
cm. untuk bubu besar dapat mencapai ukuran panjang 3,5 m, lebar 2 m, tinggi 75-100 cm. Hasil
tangkapan dengan bubu dasar umumnya terdiri dari jenis-jenis ikan, udang kualitas baik, seperti
Kwe (Caranx spp), Baronang (Siganus spp), Kerapu (Epinephelus spp), Kakap ( Lutjanus spp),
kakatua (Scarus spp), Ekor kuning (Caeslo spp), Ikan Kaji (Diagramma spp), Lencam (Lethrinus
spp), udang penaeld, udang barong, kepiting, rajungan, dll (Anonim. 2007).
2.) Bubu Apung (Floating Fish Pots): Bubu yang dalam operasional penangkapannya
diapungkan. Tipe bubu apung berbeda dengan bubu dasar. Bentuk bubu apung ini bisa silindris,
bisa juga menyerupai kurung-kurung atau kantong yang disebut sero gantung. Bubu apung
dilengkapi dengan pelampung dari bambu atau rakit bambu yang penggunaannya ada yang
diletakkan tepat di bagian atasnya. Hasil tangkapan bubu apung adalah jenis-jenis ikan pelagik,
seperti tembang, japuh, julung-julung, torani, kembung, selar, dll. Pengoperasian Bubu apung
dilengkapi pelampung dari bambu atau rakit bambu, dilabuh melalui tali panjang dan
dihubungkan dengan jangkar. Panjang tali disesuaikan dengan kedalaman air, umumnya 1,5 kali
dari kedalaman air, (Anonim. 2007).
3.) Bubu Hanyut (Drifting Fish Pots) : Bubu yang dalam operasional penangkapannya
dihanyutkan. Bubu hanyut atau “ pakaja “ termasuk bubu ukuran kecil, berbentuk silindris,
panjang 0,75 m, diameter 0,4-0,5 m. Hasil tangkapan bubu hanyut adalah ikan torani, ikan
terbang (flying fish). Pada waktu penangkapan, bubu hanyut diatur dalam kelompok-kelompok
yang kemudian dirangkaikan dengan kelompok-kelompok berikutnya sehingga jumlahnya
banyak, antara 20-30 buah, tergantung besar kecil perahu/kapal yang digunakan dalam
penangkapan (Anonim. 2007).
Operasi penangkapan dilakukan sebagai berikut :
1. Pada sekeliling bubu diikatkan rumput laut;
2. Bubu disusun dalam 3 kelompok yang saling berhubungan melalui tali penonda (drifting line).
Penyusunan kelompok (contohnya ada 20 buah bubu) : 10 buah diikatkan pada ujung tali
penonda terakhir, kemudian kelompok berikutnya terdiri dari 8 buah dan selanjutnya 4 buah, lalu
disambung dengan tali penonda yang langsung diikatkan dengan perahu penangkap dan diulur
sampai ± antara 60 -150 m (Anonim. 2007).
Disamping ketiga bubu yang disebutkan di atas, terdapat beberapa jenis bubu yang lain seperti :
1. Bubu Jermal : Termasuk jermal besar yang merupakan perangkap pasang surut (tidal trap);
2. Bubu Ambai : Disebut juga ambai benar, bubu tiang, termasuk pasang surut ukuran kecil;
3. Bubu Apolo :Hampir sama dengan bubu ambai, bedanya ia mempunyai 2 kantong, khusus
menangkap udang rebon.
Bubu Ambai
Bubu ambai termasuk perangkap pasang surut berukuran kecil, panjang keseluruhan antara 7-7,5
m. bahan jaring yaitu terbuat dari nilon (polyfilament). Jaring ambai terdiri dari empat bagian
menurut besar kecilnya mata jaring, yaitu bagian muka, bagian tengah, bagian belakang dan
bagian kantung. Mulut jaring ada yang berbentuk bulat, ada juga yang berbentuk empat persegi
berukuran 2,6 x 4,7 m. pada kanan-kiri mulut terdapat gelang, terbuat dari rotan maupun besi
yang jumlahnya 2-4 buah. Gelang- gelang tersebut dimasukkan dalam banyaknya jaring ambai
dan dipasang melintang memotong jurusan arus. Satu deretan ambai terdiri dari 10-22 buah yang
merupakan satu unit, bahkan ada yang mencapai 60-100 buah/unit. Hasil tangkapan bubu ambai
bervariasi menurut besar kecilnya mata jaring yang digunakan. Namun, pada umumnya hasil
tangkapannya adalah jenis-jenis udang (Subani dan Barus, 1989).
Bubu Apolo
Bahan jaring dibuat dari benang nilon halus yang terdiri dari bagian mulut, bagian badan, kaki
dan bagian kantung. Panjang jaring keseluruhan mencapai 11 m. Mulut jaring berbentuk empat
persegi dengan lekukan bagian kiri dan kanan. Panjang badan 3,75 m, kaki 7,25 m dan lebar 0,60
m. pada ujug kaki terdapat mestak yang diikuti oleh adanya dua kantung yang panjangnya 1,60
m dan lebar 0,60 m. Hasil tangkapan bubu apolo sama dengan hasil tangkapan dengan
menggunakan bubu ambai, yakni jenis-jenis udang (Subani dan Barus, 1989).
Konstruksi Bubu
Menurut Subani dan Barus. (1999), Bentuk bubu bervariasi. Ada yang seperti sangkar (cages),
silinder (cylindrical),gendang, segitiga memanjang (kubus) atau segi banyak, bulat setengah
lingkaran, dll. Bahan bubu umumnya dari anyaman bambu (bamboo`s splitting or-screen).
Secara umum, bubu terdiri dari bagian-bagian badan (body), mulut (funnel) atau ijeh, pintu.
- Badan (body): Berupa rongga, tempat dimana ikan-ikan terkurung.
- Mulut (funnel): Berbentuk seperti corong, merupakan pintu dimana ikan dapat masuk tidak
dapat keluar.
- Pintu : Bagian tempat pengambilan hasil tangkapan.
Daerah Penangkapan
1.) Bubu Dasar (Ground Fish Pots)
Dalam operasi penangkapan, bubu dasar biasanya dilakukan di perairan karang atau diantara
karang-karang atau bebatuan (Anonim, 2006)
2.) Bubu Apung (Floating Fish Pots)
Dalam operasi penangkapan, bubu apung dihubungkan dengan tali yang disesuaikan dengan
kedalaman tali, yang biasanya dipasang pada kedalaman 1,5 kali dari kedalaman air (Anonim,
2006).
3.) Bubu Hanyut (Drifting Fish Pots)
Dalam operasi penangkapan, bubu hanyut ini sesuai dengan namanya yaitu dengan
menghanyutkan ke dalam air (Anonim, 2006).
4.) Bubu Jermal dan Bubu Apolo
Dalam operasi penangkapan, kedua bubu di atas diletakkan pada daerah pasang surut (tidal trap).
Umumnya dioperasikan di daerah perairan Sumatera (Anonim, 2006).
5.) Bubu Ambai
Lokasi penangkapan dengan bubu ambai dilakukan pada jarak antara 1-2 mil dari pantai
(Anonim, 2006).
Teknik Pengoperasian Alat Tangkap Bubu
Menurut BPPI (1996), alat tangkap bubu lebih cocok dioperasikan di perairan dangkal,
berkarang clan berpasir dengan keadalaman 2-7 m karena umumnya terbuat dari bambu. Bubu
diletakkan pada celah karang untuk menghadang ikan yang keluar dari celah karang clan posisi
mulutnya harus menghadap ke hilir mudik ikan yang berada di perairan karang.
Metode pengoperasian untuk semua jenis bubu biasannya sama, yaitu dipasang di daerah
penangkapan yang sudah diperkirakan adanya stok ikan seperti ikan dasar, udang, kepiting,
keong, cumi-cumi dan biota lainnya yang bisa ditangkap oleh bubu. Pemasangan bubu ada yang
dipasa secara tunggal dan juga ada yang beruntai (seperti pemasangan, rawai). Ditambahkan
menurut Direktorat Jendral Perikanan (1997), cara pengoperasiaan bubu dapat dimulai antara
lain pemberian umpan, selanjutnya perahu berangkat menuju daerah operasi (fishing Xrouncl)
sambil mengamati kondisi perairan. Bubu dipasang di perairan karang dan merupakan habitat
ikan karang. Kemudian pengangkatan bubu harus dilakukan dengan perlahan-lahan untuk
memberikan kesempatan ikan dalam beradaptasi terhadap perbedaan tekanan air dalam perairan.
Cara pertama, bubu dipasang secara terpisah (umumnya bubu berukuran besar), satu bubu
dengan satu pelampung. Cara kedua dipasang secara bergandengan (umumnya bubu ukuran kecil
sampai sedang) dengan menggunakan tail utama, sehingga cara ini dinamakan "longline trap".
Untuk cara kedua ini dapat dioperasikan beberapa bubu sampai puluhan bahkan ratusan bubu.
Biasanya dioperasikan dengan menggunakan kapal yang bermesin serta dilengkapi dengan
katrol. Tempat pemasangan bubu dasar biasanya dilakukan di perairan karang atau diantara
pemasangan bubu dasar biasanya dilakukan di perairan karang atau diantara karang-karang atau
bebatuan.
Menurut Martasuganda (2002), waktu pemasangan (setting) dan pengangkatan (hauling) ada
yang dilakukan pagi hari, siang hari, sore hari, sebelum matahari tenggelam. Lama perendaman
bubu di perairan ada yang hanya direndam beberapa jam, ada yang direndam satu malam, ada
juga yang direndam tiga sampai dengan empat hari.
Perangkap dan Penghadang (Trap and Guiding Barrier) Bubu Ambai
Selasa, Maret 29, 2011

1. Definisi dan Klasifikasi Bubu Ambai


Bubu ambai dapat disebut juga “ambai benar”, “bubu tiang” adalah perangkap pasang surut
(tidal trap) berukuran kecil, terbuat dari jaring berbentuk kerucut, pada kanan kiri mulut terdapat
gelang-gelang terbuat dari besi atau rotan yang dimasukkan ke dalam tiang-tiang pancang. Bubu
ambai diklasifikasikan ke dalam kelompok perangkap dan penghadang (Subani dan Barus 1989).

2. Konstruksi Bubu Ambai


Bubu ambai terdiri dari empat bagian menurut besar kecilnya mata jaring,
yaitu bagian muka, tengah, belakang dan kantong. Panjang seluruh bubu ambai adalah antara 7-
7,5 m. Bahan jaring terbuat dari nilon polyfilament. Mulut jaring berbentuk bulat atau empat
persegi berukuran 2,6 x 4,7 m. Kanan dan kiri mulut terdapat gelang terbuat dari rotan maupun
besi yang berjumlah 2-4 buah. Gelang-gelang tersebut dimasukkan ke dalam tiang-tiang pancang
yang disusun berderetan. Jumlah tiang pancang (patok-patok) disesuaikan dengan banyaknya
jaring ambai dan dipasang melintang memotong arah arus. Biasanya satu deretan alat tangkap
terdiri dari 10-22 buah bubu ambai (Subani dan Barus 1989).
Parameter utama dari bubu ambai adalah ukuran mata jaring, ukuran alat tangkap dan bukaan
mulut bubu ambai.

3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan


3.1 Kapal
Alat tangkap bubu ambai tidak menggunakan perahu dalam pengoperasiannya.
3.2 Nelayan
Nelayan yang dibutuhkan dalam pengoperasian bubu ambai antara 2-3 orang yang bertugas
untuk memasang bubu ambai di daerah penangkapan (fishing ground) dan mengambil hasil
tangkapan (Subani dan Barus 1989).
3.3 Alat Bantu
Alat bantu pada pengoperasian bubu ambai yaitu serok yang berfungsi untuk mengambil hasil
tangkapan.
3.4 Umpan
Bubu ambai tidak menggunakan umpan dalam pengoperasian.

4. Metode Pengoperasian Alat


Penangkapan dengan menggunakan bubu ambai dilakukan pada waktu air laut pasang surut.
Arah dari mulut jaring dapat dibolak-balik dihadapkan tergantung datangnya arus pasang-surut.
Setelah 15-20 menit dari pemasangan bubu, dilakukan pengambilan hasil tangkapan yaitu
dengan mengangkat bagian bawah mulut ke permukaan air dengan mempertemukan bibir atas
dan bawahnya. Demikian seterusnya dilakukan sehingga seluruh deretan ambai dikerjakan dan
baru kemudian dilakukan pembukaan tali-tali pengikat pada ujung belakang kantong (Subani dan
Barus 1989).

5. Daerah Pengoperasian
Lokasi untuk mengoperasikan bubu ambai adalah 1-2 mil dari pantai. Distribusi bubu ambai
yaitu sepanjang pantai timur Sumatera Utara (sekitar Pulau Halang, Sungai Negamuk,
Bengkalis), Sumatera Timur (Kuala Manda, Concong Luar, Kuala Tunggkal, Tembilahan, Perigi
Raja, Kuala Enoh, Bagan si Api-Api). (Subani dan Barus 1989).

6. Hasil Tangkapan
Hasil tangkapan utama dari pengoperasian alat tangkap bubu ambai adalah udang rebon. Hasil
tangkapan sampingan adalah jenis-jenis sumberdaya perikanan pantai, di antaranya yaitu Biang-
biang (Setipinna spp), Bulu ayam (Engraulis spp), Kasih madu (Kurtus indicus), Nomei
(Harpodon spp), Gulamah (Scinea spp), Bawal putih (Pampus argenteus), Mata belo (Pellona
spp), Tenggiri (Scomberomorus comerson), Manyung (Arius spp), jenis-jenis udang yaitu
Golok-golok, Kakap (Lates calcarifer), Senangin (Polynemus spp) Selanget (Dorosoma spp),
Beloso (Sourida spp) (Subani dan Barus 1989).

Daftar Pustaka
Subani,W dan H.R. Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia Jurnal
Penelitian Perikanan Laut Nomor : 50 Tahun 1988/1989. Edisi Khusus. Jakarta : Balai Penelitian
Perikanan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.

Anda mungkin juga menyukai