DAFTAR ISI
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................................v
3. KAPAL GILLNET.............................................................................................................................................. 16
Tabel 1. Ukuran Utama Kapal Tonda di Perairan Laut Selatan Malang ......................................... 7
Tabel 2. Perbandingan Rasio Ukuran Utama Kapal Tonda di Perairan Laut Selatan Malang 7
Tabel 3. Hubungan Ukuran Kapal dengan Jumlah Basket dan Panjang Total Long Line ....11
Tabel 4. Hubungan antara Jumlah Awak Kapal dengan Ukuran pada Alat Tangkap Long
Line.............................................................................................................................................................11
Tabel 6. Spesifikasi Kapal Gillnet (Sumber : (Pasaribu, Fauziyah, & Agustriani)) ......................21
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.Tali Pancing Diikat Langsung pada Boom atau Menggunakan Reel ......................10
Gambar 4.Pemasangan Tali Pancing pada Kapal Trolling (Kapal Tonda) ...................................10
Gambar 11. Lokasi Setting dan Hauling pada Kapal Longline (Kapal Rawai)............................17
TUJUAN KHUSUS :
Mengetahui ciri-ciri umum kapal perikanan, seperti kapal tonda, kapal rawai, kapal gillnet,
kapal purse seine, dan kapal bagan apung, yang ditinjau dari fungsi kapal, lokasi kapal,
fishing ground, main catch, bycatch, discatch, instrumentasi kapal/fishing gear, besar
kapal (GT), ukuran utama kapal, material kapal, ABK, dan foto kapal.
TOPIK :
1. Kapal Tonda
2. Kapal Rawai
3. Kapal Gillnet
4. Kapal Purse Seine
5. Kapal Bagan Apung
6
1. Kapal Tonda
Fungsi kapal tonda adalah menarik pancing tonda, yaitu pancing tanpa pemberat
dan dipasang di sekitar permukaan dan membawa hasil tangkapan perikanan, yaitu ikan-
ikan pelagis, seperti ikan tuna (Thunnus albacares dan thunnus obesus) dan ikan cakalang
(Katsuwonus pelamis) (Gambar 1. Kapal Tonda).
Umumnya kapal tonda memiliki kecepatan yang cukup besar karena tujuan
penangkapannya adalah ikan-ikan perenang cepat dan teknik penangkapannya adalah
mengelabui ikan dengan membuat umpan yang ditarik mirip ikan yang sedang berenang.
Ciri khas dari kapal trolling atau kapal tonda adalah 2 buah tiang troll yang digunakan
untuk mengikat tali pancing.
Fishing ground yang sering dipakai oleh masyarakat setempat di perairan sebelah
selatan Pelabuhan Ratu Kecamatan Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa
Barat sebagai tempat menangkap ikan dan di tempat tersebut terdapat segerombolan
ikan (schooling fish) dengan armada kapal tonda adalah perairan sebelah selatan
Pelabuhan Ratu pada posisi antara 105°30’-106°5’BT dan 6°59’-8°22’LS. (Rahmat &
Asri, 2008).
Daerah penangkapan (fishing ground) pancing tonda yang digunakan pada
Perairan Teluk Perigi (Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi) berada pada koordinat 09o
49’00” LS dan 111o 43’00”BT atau sejauh 92 mil dari PPN (Pelabuhan Perikanan
Nusantara) Prigi. Operasi alat tangkap pancing tonda yang dilakukan oleh nelayan Prigi
pada umumnya dilakukan di daerah sekitar rumpon laut dalam. Titik koordinat daerah
penangkapan ikan ditentukan dengan Global Positioning System (GPS). Lama perjalanan
untuk menuju letak rumpon tersebut ± 12 jam dengan kecepatan ± 9 knot. (Putra &
Manan, 2014)
1.4 Ukuran Utama Kapal Tonda
Tabel 2. Perbandingan Rasio Ukuran Utama Kapal Tonda di Perairan Laut Selatan
Malang
(Sumber : (Niam & Hasanuddin, 2017))
Jumlah anak buah kapal tonda rata-rata 5 orang (Rahmat & Asri, 2008). Kapal
pancing tonda pada umumnya diawaki oleh 5 orang anak buah kapal, terdiri dari 1 orang
nakhoda atau juru mudi yang bertugas untuk mengemudikan kapal saat operasi
penangkapana serta merangkap sebagai fishing master, 1 orang juru mesin merangkap
pemancing, dan 3 orang pemancing yang melakukan setting dan hauling alat tangkap
pancing tonda. (Rahmat & Asri, 2008).
Kapal trolling (kapal tonda) terbuat dari kayu, fiberglass atau besi. Ada juga kapal
pancing tonda yang material kapal yang seluruhnya terbuat dari bahan baku fiberglass.
Kapal tonda ini mempunyai ukuran L x B x D atau panjang x lebar x tinggi adalah 12,5 m x
2,6 m x 1,4 m, dengan ruang muat ikan per palka ikan 10,5 m3. Mesin penggerak
menggunakan mesin diesel 45 sampai dengan 70 BHP, dengan kecepatan kapal pada
kondisi penuh 7 sampai dengan 10 knot. Daya muat tangki bahan bakar 600 L, tangki air
tawar 400 L, dan jumlah anak buah kapal dapat mencapai 8 orang. (Rahmat & Asri, 2008).
8
1.7 Main Catch, Bycatch, dan Dischard Alat Tangkap Pancing Tonda pada Kapal
Tonda
Sasaran penangkapan utama pancing tonda (main catch) adalah ikan-ikan pelagis
besar, seperti ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dan jenis-jenis tuna (Thunnus albacores
dan thunnus obesus) sebagai hasil tangkapan utama (main catch), sedangkan jenis-jenis
ikan hasil tangkapan sampingan (bycatch) adalah jenis ikan lemadang (Coryphaena
hippurus), dan jenis-jenis ikan tongkol (Euthynnus affinis), seperti Thunnus tonggol, Auxis
thazard, Auxis rochei, Cacrcharinidae, Alopias pelagicus, Alopias superciliosus, Makaira
indica, Istiophorus platypterus, Xiphias gladius, Decapterus sp, salmon, marlin, layaran,
dan lain-lain. (Rahmat & Asri, 2008).
Produksi ikan hasil tangkapan pancing tonda di Pelabuhan Ratu periode tahun
2005 sampai dengan 2007 terdiri atas ikan cakalang ( Katsuwonus pelamis) dengan rata-
rata produksi 12,4 ton per bulan, tuna sirip kuning atau madidihang (Thunnus albacares)
rata-rata 7,7 ton per bulan, dan tuna mata besar ( Thunnus obesus) dengan rata-rata
produksi mencapai 1,8 ton per bulan.
Pancing tonda adalah pancing yang umumnya digunakan tanpa pemberat dan di
pasang di sekitar permukaan air dan ditarik oleh kapal. Pancing tonda merupakan
pancing yang diberi tali panjang dan ditarik oleh perahu atau kapal. Pancing diberi
umpan segar atau umpan palsu yang karena pengaruh tarikan, bergerak di dalam air,
sehingga merangsang ikan buas menyambarnya. Konstruksi pancing tonda terdiri dari
mata pancing (hook), tali pancing yang terdiri dua jenis, yaitu tali utama (main line) dan
tali cabang (branch line), rol penggulung, kili-kili (swivel), dan umpan buatan. (Sulandari,
2011)
Pancing tonda dipasang di bagian buritan kapal, yaitu 1 unit diikat di sisi sebelah
kiri, 1 unit di sebelah kanan, dan 3 unit di bagian belakang, kemudian pancing dilepas dan
diulur sampai dengan jarak 5 sampai dengan 12 meter. Mata pancing yang digunakan
nomor 7 dan 8, mata pancing tersebut buatan lokal dan tidak bermerek. Mata pancing
dilengkapi dengan umpan tiruan yang terbuat dari bahan kayu, plastik bekas compact
disk atau bahan karet dengan variasi benang berwarna-warni yang dibentuk menyerupai
ikan terbang, cumi-cumi (Loligo sp.), layang (Decapterus sp.). dan lain-lain.
Umpan yang sering digunakan oleh nelayan pancing tonda di daerah Prigi dalam
pengoperasian pancing tonda adalah umpan tiruan atau umpan buatan yang terbuat dari
rangkaian atau rumbaian benang yang berwarna emas atau perak serta benang atau tali
pita yang dibuat merumbai berwarna merah dan biru atau yang berwarna mencolok dan
semenarik mungkin, tali rafia, kain setera, bulu ayam serta plastik warna perak. (Putra &
Manan, 2014).
Proses pembuatan masing-masing umpan buatan dari benang emas/perak
dengan panjang 5-7 cm, untuk benang pita dengan panjang 4-6 cm, semua bahan
tersebut dibuat merumbai. Selanjutnya masing-masing bahan dipasangkan pada mata
pancing dan diikat menggunakan benang sampai menutupi bagian atas mata pancing.
Kemudian pada ikatan tadi dipasang selang kecil yang berfungsi sebagai pelindung ikatan
benang. Hal untuk menarik perhatian ikan yang akan dipancing maka digunakan umpan
buatan yang mengkilat, berwarna cerah, dan kontras dengan air laut. Umpan yang
terpasang pada pancing tonda memiliki posisi di atas simpul mata pancing. Pemasangan
ini dilakukan dengan menggunakan bantuan pipa cotton bud yang sudah digabungkan
dengan benang emas/perak atau tali pita yang terumbai sedemikian rupa. Pipa cotton
bud dimasuki senar yang digunakan untuk mengait mata pancing. Cara memasukkan
senar, terlebih dahulu senar tidak dikaitkan dengan mata pancing. Apabila senar masuk ke
dalam pipa cotton bud, maka mata pancing baru dikaitkan pada senar.
Gambaran umum dari bentuk pancing tonda adalah sebagai berikut : tali utama
yang diikatkan pada ujung kili-kili. Kemudian ujung kili-kili yang belum terikat, diikatkan
ke tali cabang. Selanjutnya, tali cabang diikatkan pada mata pancing. Tengah-tengah tali
cabang diberi pemberat. Umpan yang digunakan adalah dari jenis umpan buatan
(imitation bait). Umpan dipasang di bagian atas mata pancing yaitu dengan mengikatkan
umpan pada lubang mata pancing yang merupakan tempat mengaitkan tali cabang.
Pemasangan umpan di bagian atas mata pancing berfungsi untuk menutupi mata
pancing agar tidak terlihat ikan sehingga dapat mengelabuhi pandangan ikan. (Putra &
Manan, 2014)
Satu kapal terdapat enam unit pancing tonda dalam setiap beroperasi. Dua
pancing berada di samping kapal dan empat buah pancing terdapat pada belakang
(buritan) kapal. Hal ini dimaksudkan untuk memaksimalkan hasil tangkapan. (Putra &
Manan, 2014)
Besar kapal atau GT kapal adalah daya muat kapal yang digunakan untuk
membawa perbekalan, ABK, tempat penampungan hasil tangkapan, dan lain-lain. Besar
kecilnya GT kapal akan mempengaruhi kecepatan kapal pada saat menuju daerah
penangkapan (fishing ground). Satuan besar kapal (GT) dinyatakan dalam ton. (Sulandari,
2011)
Gambar 3.Tali Pancing Diikat Langsung pada Boom atau Menggunakan Reel
(Sumber : (Bangunan dan Stabilitas Kapal Perikanan 2, 2015))
2. Kapal Rawai
Tabel 3. Hubungan Ukuran Kapal dengan Jumlah Basket dan Panjang Total Long
Line (Sumber : (Saputra, Solichin, Wijayanto, & Kurohman, 2011))
Jumlah Basket Ukuran Kapal (GT) Panjang Total (mil) Panjang Total (km)
20 100 14 25.9
50 150 21 38.9
70 200 29 53.7
100 250 36 66.7
150 350 50 92.6
200 370 53 98.2
300 430 62 114,8
Tabel 4. Hubungan antara Jumlah Awak Kapal dengan Ukuran pada Alat Tangkap
Long Line (Sumber : (Saputra, Solichin, Wijayanto, & Kurohman, 2011))
Fungsi kapal rawai adalah sebagai alat bantu dan transportasi dalam proses
penangkapan perikanan dengan alat tangkap rawai di laut maupun fishing ground yang
telah ditentukan sebelumnya dengan beberapa teknologi. Kapal rawai juga berfungsi
sebagai tempat menampung dan mengangkut hasil tangkapan rawai, baik hasil
tangkapan utama (main catch), hasil tangkapan sampingan (bycatch), dan hasil tangkapan
buangan (discatch) (Gambar 2. Kapal Rawai.).
12
2.2 Main Catch, Bycatch, dan Dischard Alat Tangkap Rawai pada Kapal Rawai
Hasil tangkapan utama (main catch) dari rawai adalah ikan tuna karena biasanya
rawai dioperasikan di dasar perairan dan digunakan untuk menangkap ikan-ikan
demersal, seperti ikan tuna, ikan albakora ( Thunnus alalunga), ikan tuna sirip biru
(Thunnus maccoyi), ikan madidihang (Thunnus albacores), ikan tuna mata besar (Thunnus
obesus) Jenis-jenis spesies yang menjadi target dari alat tangkap ini sebagai hasil
tangkapan sampingan (bycatch), diantaranya, yaitu ikan manyung, ikan rewang, ikan
kakap merah, ikan kurau, ikan cucut, ikan pari, ikan kuniran, ikan kerisi, ikan marlin, ikan
sailfish, ikan layaran (Isthoporus orientalis), ikan hiu, ikan todak (Xiphias gladius), ikan
setuhuk putih (Makaira mazara), ikan setuhuk loreng (Tetrapturus audax), dan lain-lain.
(Saputra, Solichin, Wijayanto, & Kurohman, 2011).
Bagian/komponen alat tangkap long line secara garis besar terdiri dari tali utama
(main line), tali pelampung, pelampung, bendera, tali cabang (branch line), snapper, kili-
kili (swivel), sekiyama, wire leader, dan pancing (hook). Tali cabang
dipasang/digantungkan pada tali utama dengan jarak tertentu. Setiap jumlah tertentu
dari tali cabang, pada tali utama dipasangkan pelampung yang dihubungkan oleh tali
pelampung. Rangkaian tali di antara dua pelampung inilah yang disebut dengan basket
long line. Panjang tali utama untuk satu basket sekitar 300 – 350 m. Jumlah branch line
atau mata pancing untuk satu basket berbeda-beda. (Saputra, Solichin, Wijayanto, &
Kurohman, 2011).
Kapal rawai diperlukan juga beberapa alat tambahan untuk menunjang operasional
penangkapan yaitu :
1) Lampu Tekan/Vetromak
Vetromak digunakan sebagai penerangan pada saat pengoperasian pancing
rawai dilakukan pada malam hari.
2) Cool Box
Cool box digunakan untuk menyimpan ikan-ikan hasil tangkapan agar tersusun
rapi dan tidak rusak. Ikan-ikan yang telah tersusun dalam cool box kemudian
diberi es curah untuk menjaga kesegarannya.
3) Dayung
Dayung tetap diperlukan untuk memudahkan mengatur posisi kapal, walaupun
sudah menggunakan motor tempel.
4) Serok
Serok digunakan untuk memudahkan nelayan pada saat pengangkatan hasil
tangkapan dari perairan ke perahu.
5) Jangkar Kayu
Jangkar digunakan agar posisi kapal tetap pada saat setting dengan tali jangkar
sepanjang 100 – 200 meter.
Mata Pancing
Mata pancing merupakan bagian yang penting pada rawai dasar. Ukuran mata
pancing yang digunakan untuk rawai dasar bervariasi, sesuai dengan jenis dan ukuran
ikan sasaran. Ukuran pancing yang digunakan untuk rawai di Maldivas (India) adalah
pancing nomor 4, 5, dan 6. Pancing yang digunakan untuk rawai dasar di Indonesia
umumnya terbuat dari baja atau besi berlapis tanah karat berukuran nomor 6, 7, 8. Bahan
yang lain yang dicampuri besi dan baja, dengan nomor pancing 7. (Nasution, 2018)
Efektifitas alat tangkap rawai bukan hanya dipengaruhi oleh faktor desain dari
mata pancing serta tipe, ukuran, dan bentuk umpan saja, tetapi juga dipengaruhi oleh
bahan, panjang, dan jarak antra tali cabang. Bahan monofilamen untuk tali utama dan tali
cabang sangat baik digunakan karena visibility nya lebih rendah dan bisa diikatkan pada
swivef sehingga mengurangi kemungkinan terbelit. (Nasution, 2018)
Perairan yang dasarnya berlumpur, alat tangkap rawai tidak terpasang menyentuh
dasar, tetapi dipasang di atas pada jarak tertentu dengan menggunakan bantuan
pelampung, dengan mengatur panjang tali pelampung ini, nelayan dapat mengatur jarak
mata pancing dari dasar perairan. (Nasution, 2018)
Pelampung memiliki fungsi agar pancing, tali pancing, dan hasil tangkapan tidak
tengelam, terdapat empat jens pelampung rawai diantranya pelampung bola, pelampung
bendera, pelampung lampu, dan pelampung radio transmitter. Pelampung terbuat dari
plastik dengan daya apung sebesar 4,8 kg dan tiang bendera tanda pada pelampung ini
terbuat dari bambu dengan panjang 1,50 m. Beberapa pelampung pada main line terbuat
dari potongan-potongan sandal. (Nasution, 2018)
Umpan
Umpan mempunyai peranan yang sangat penting dalam usaha penagkapan,
terutama dengan alat tangkap pancing. Hal–hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan
umpan adalah :
1. Kebiasan makan ikan yang ditangkap.
2. Dapat memberikan rangsangan bau dan penglihatan terhadap ikan sasaran.
3. Dagingnya elastis dan kenyal sehingga bisa tahan lama dan melekat pada mata
pancing selama alat berada dalam air.
Salah satu lokasi kapal rawai di Indonesia adalah dari Tanjung Balai Karimun di
WPP 11, Laut Natuna Utara dengan pelabuhan pangkalan, yaitu di Tanjung Balai Karimun-
Natuna, Tanjung Balai Karimun-Pulau Tiga, dan Pulau Tiga. (Zulham, Subaryono, &
Anggawangsa, 2017)
Lokasi lainnya terkait lokasi penangkapan kapal rawai adalah di Pangkalan
Pendaratan Ikan (PPI), Dumai, Kota Dumai, Provinsi Riau.
Kapal rawai yang beroperasi dari Tanjung Balai Karimun di WPP 11, Laut Natuna
Utara dengan pelabuhan pangkalan di Tanjung Balai Karimun-Natuna memiliki besar
14
kapal (GT) sebesar 24-30 GT dengan jumlah unit kapal dari bulan Februari-November
2017, yaitu 195 unit. (Zulham, Subaryono, & Anggawangsa, 2017)
Kapal rawai yang beroperasi dari Tanjung Balai Karimun di WPP 11, Laut Natuna
Utara dengan pelabuhan pangkalan di Tanjung Balai Karimun-Pulau Tiga memiliki besar
kapal (GT) sebesar 20-30 GT dengan jumlah unit kapal dari bulan Februari-November
2017, yaitu 8 unit. (Zulham, Subaryono, & Anggawangsa, 2017)
Kapal rawai yang beroperasi dari Tanjung Balai Karimun di WPP 11, Laut Natuna
Utara dengan pelabuhan pangkalan di Pulau Tiga memiliki besar kapal (GT) sebesar 28-30
GT dengan jumlah unit kapal dari bulan Februari-November 2017, yaitu 41 unit. (Zulham,
Subaryono, & Anggawangsa, 2017)
Panjang : 55 m
Lebar : 11,4 m
Dalam : 5,2 m
Mesin utama : 2.500 hp / 1.000 rpm
Crew : 22 orang
Kapasitas BM : 150.000 liter
Kapasitas air : 50.000 liter
Perlengkapan deck : Line hauler, unloading crane, mustad autoline system, automatic
baiting system
3. Kapal Gillnet
Fungsi kapal gillnet adalah sebagai alat bantu dan transportasi dalam proses
penangkapan perikanan dengan alat tangkap gillnet di laut maupun fishing ground yang
telah ditentukan sebelumnya dengan beberapa teknologi. Kapal gillnet juga berfungsi
sebagai tempat menampung dan mengangkut hasil tangkapan rawai, baik hasil
tangkapan utama (main catch), hasil tangkapan sampingan (bycatch), dan hasil tangkapan
buangan (discatch).
Kapal ikan adalah kapal yang dibangun untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan
usaha penangkapan ikan dengan ukuran, rancangan, bentuk dek, kapasitas muat,
akomodasi, mesin serta berbagai perlengkapan yang secara keseluruhan disesuaikan
dengan fungsi dalam rencana operasi. (Ramdhan, 2008)
Kapal ikan merupakan salah satu faktor penting diantara komponen armada
penangkapan ikan dan merupakan sebagian modal yang ditanamkan pada usaha
penangkapan ikan. Berdasarkan metode pengoperasiannya kapal ikan dapat digolongkan
ke dalam empat kelompok, yaitu pengoperasian alat tangkap yang dilingkarkan
(encircling gear), pengoperasian alat tangkap yang ditarik (towing gear), pengoperasian
alat tangkap pasif (static gear), pengoperasian lebih dari satu alat tangkap (multipurpose).
(Ramdhan, 2008)
Kapal gillnet termasuk ke dalam kelompok kapal ikan dengan metode
pengoperasian static gear sehingga kecepatan kapal bukanlah suatu faktor yang penting
karena alat tangkap ini bekerja secara statis melainkan stabilitas kapal yang tinggi lebih
diperlukan agar saat pengoperasian alat tangkap dapat berjalan dengan baik. (Ramdhan,
2008)
Lokasi lainnya di Indonesi terkait lokasi penangkapan kapal gillnet, yaitu perairan
Indramayu, Desa Karangsong, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat
Daerah penangkapan gillnet yang lainnya adalah di Tanjung Balai Asahan,
umumnya hanya di sekitar perairan Selat Malaka, tepatnya di sekitaran pulau Berhala,
Pulau Pandang, Pulau Jemur, dan Pulau Salahnama. Jarah tempuh keempat lokasi
tersebut berbeda –beda, untuk Pulau Pandan kira-kira ditempuh dalam waktu empat jam
perjalanan dengan jarak tempuh sejauh ± 20 mil, Pulau Jemur berjarak 40 mil, Pulau
Berhala berjak 40 mil, dan Pulau Salahnama berjarak 25. (Surahman & Kuswoyo, 2016)
Jaring insang dasar pada umumnya memiliki konstruksi yang terdiri dari jaring
(webbing), pelampung, pemberat, peluntang, tali ris atas serta tali ris bawah. Seperti
namanya, jaring insang dioperasikan di dasar perairan dengan tujuan ikan akan terjerat
pada mata jaring, seperti pada bagian kepala (snegged), bagian insang (gilled), bagian
punggung (wedged), serta tertangkap secara terpuntal. (Winarti, Syofyan, & Zain).
e) Pelampung
Gillnet dasar, pelampung hanya berfungsi untuk mengangkat tali ris atas saja
agar gillnet dapat berdiri tegak (vertikal) di dalam air, gillnet pertengahan dan gillnet
permukaan, disamping pelampung yang melekat pada tali ris atas diperlukan juga
pelampung tambahan yang berfungsi sebagai tanda di permukaan perairan. Pelampung
yang dipakai biasanya terbuat dari bahan styrofoam, polyvinyl chloride, plastik, karet atau
benda lainnya yang mempunyai daya apung. Jumlah, berat, jenis dan volume pelampung
yang dipasang dalam satu piece menentukan besar kecilnya daya apung (buoyancy).
Besar kecilnya daya apung yang terpasang pada satu piece sangat berpengaruh terhadap
baik buruknya hasil tangkapan.
f) Pemberat
Pemberat berfungsi untuk menenggelamkan badan jaring. Pemberat pada jaring
insang umumnya terbuat dari timah, besi, dan semen cor.
g) Tali selambar
Tali selambar adalah tali yang dipasang pada kedua ujung alat tangkap untuk
mengikat ujung gillnet pada pelampung tanda, serta ujung lainnya diikatkan pada kapal.
Panjang tali selambar yang digunakan umumnya 25-50 meter tergantung ukuran alat
tangkap dan kapal yang digunakan.
3.5 Main Catch, Bycatch, dan Dischard Alat Tangkap Gillnet pada Kapal Gillnet
Target tangkapan jaring insang (gillnet) adalah ikan malung (Congresox talabon),
ikan ini memilki harga yang cukup tinggi di pasaran. Ikan tersebut merupakan hasil
tangkapan utama (maincatch) pada alat tangkap gillnet. Tetapi, pada saat operasi
penangkapan tidak hanya ikan malung (Congresox talabon) saja yang tertangkap,
melainkan ikan tenggiri (Scomberromo commersoni), ikan parang (Chirocentus dorab),
ikan duri (Arius talasius), ikan senunggang (Nemipterus hexodom), dan ikan debuk
(Pomadasis sp) kadang juga ikut tertangkap. Ikan-ikan tersebut dianggap sebagai hasil
tangkapan sampingan (bycatch). (Winarti, Syofyan, & Zain).
Satu buah armada penangkapan ikan yang menggunakan perahu motor tempel 5
dan 15 GT umumnya terdapat 4-5 orang nelayan. Kapal motor ukuran 30 GT umumnya
terdapat 11-12 orang nelayan. Tiap-tiap nelayan tersebut mempunyai tugas dan
fungsinya masing-masing dalam suatu operasi penangkapan ikan, sebagai juru mudi, juru
mesin, anak buah kapal (ABK), dan juru masak. (Ramdhan, 2008)
Fungsi kapal purse seine adalah kapal yang secara khusus dirancang dan dibagun
untuk digunakan menangkap ikan dengan alat tangkap jenis purse seine atau sering juga
disebut pukat cincin, sekaligus menampung, menyimpan, mendinginkan, dan
mengangkut hasil tangkapannya. Kapal purse seiner merupakan kapal yang khusus
dioperasikan untuk menangkap ikan jenis pelagis yang selalu bermigrasi dalam
bentuk schooling fish, seperti ikan layang, ikan selar, ikan tongkol, dan cakalang.
Kapal purse seine sebagai faktor yang menentukan keberhasilan dalam operasi
penangkapan hendaknya memiliki ukuran kapal dan daya penggerak yang sesuai dengan
jenis alat tangkap yang digunakan. Kapal juga harus memiliki palka dan terjamin untuk
menyimpan ikan, serta cukup untuk menyimpan hasil tangkapan selama operasi
penangkapan berlangsung. Kapal pukat cincin/purse seine atau yang disebut kapal pukat
kantong juga harus bergerak cepat terutama saat melingkari ketika dalam operasi
penangkapan ikan. Selain itu, stabilitas kapal pukat cincin harus mantap karena pada saat
beroperasi kapal akan miring dan saat keadaan laut berombak besar. Perlengkapan
penangkapan ikan yang dianggap penting dalam pengoperasian alat tangkap purse seine
ini adalah lampu, fish finder, sampan atau perahu kecil, boom, roller, dan tangguk,
sedangkan untuk penanganan hasil tangkapan dilengkapi dengan cold box, bak air
bersih, dan es.
4.3 Main Catch, Bycatch, dan Dischard Alat Tangkap Purse Seine pada Kapal Purse
Seine
Jenis ikan yang ditangkap dengan purse seine terutama di daerah Jawa dan
sekitarnya adalah ikan layang (Decapterus sp), ikan bentang, ikan kembung (Rastrehinger
sp), ikan lemuru (Sardinella sp), ikan slengseng, cumi-cumi dan lain-lain sebagai hasil
tangkapan utama (main catch).
Namun, ada juga ikan yang sering kali tertangkap jaring purse seine sebagai
berikut, yaitu ikan madidihang (Yellowfin tuna), ikan tuna mata besar (Bigeye tuna), ikan
cakalang (Skipjack tuna), ikan layaran/Jangilus (Indo-Pacific sailfish), ikan tongkol krai
(Frigate tuna), ikan tongkol como (Kawa-kawa/Eastern little tuna), ikan tenggiri (Narrow-
barred Spanish mackerel), ikan cucut botol (Longnose velvet dogfish), ikan cucut
martil/capingan (Scalloped Hammerhead sharks, Wingehead), ikan cucut lanjam (Spinner
shark), ikan layang/Benggol (Indian scad), ikan selar kuning (Yellowstripe scad), ikan
sunglir (Rainbow runner), ikan kwee (Bigeye trevally), ikan tetengkek (Torpedo scad), ikan
layang deles (Shortfin scad), ikan teri (Anchovies), ikan lemuru (Bali sardinella), ikan japuh
(Rainbow sardine), ikan tembang (Goldstripe sardinella), ikan siro (Spotted sardinella), ikan
banyar/kembung lelaki (Indian mackerel), ikan slengseng (Spotted chub mackerel),
cendro/saku/kacangan/kajang/loncong (Needle fishes), ikan manyung (Giant catfish), ikan
bawal hitam (Black pomfret), ikan bawal putih (Silver pomfret), ikan swanggi (Purple-
spotted bigeye), ikan gulamah/Tigawaja (Croackers), ikan layur (Hairtails), ikan peperek
(Slipmouths or Pony fishes), ikan beloso/buntut kerbo (Greater lizardfish), ikan kuniran
(Sulphur goatfish), ikan kurisi (Threadfin bream), ikan pari kembang/pari macan
(Stingrays), ikan kakap merah/bambangan (Red snappers), ikan kakap putih (Barramundi,
Giant sea perch), ikan lencam (Emperors), ikan ekor kuning (Redbelly yellowtail fusilier),
ikan Kkpas-kupas (Wire-netting leatherjacket), udang jerbung/udang putih (Banana
prawn/ White shrimp). (P., Sunarto, & Nurruhwati, 2016).
Purse seine digunakan pada fishing ground dengan kondisi yang a spring layer of
water temperature adalah areal permukaan laut, jumlah ikan berlimpah, dan bergerombol
pada area permukaan air dan kondisi laut dalam keadaan bagus dan tenang. Kedalaman
perairan yang dapat di operasiakan alat purse seine, yaitu 15-50 m dari permukaan laut
tergantung besarnya alat tangkap tersebut. Purse seine banyak dioperasiakan di pantai
utara Jawa, Cirebon, Juwana dan pantai selatan Jawa Cilacap dan Prigi.
Kapal purse seine adalah kapal yang secara khusus dirancang untuk digunakan
menangkap ikan dengan alat tangkap jenis purse seine atau sering juga disebut pukat
cincin, kapal ini sekaligus digunakan untuk menyimpan, mendinginkan dan mengangkut
hasil.
Kapal perikanan dengan alat tangkap purse seine dibedakan menjadi dua jenis
ukuran yakni ukuran kapal dibawah 60 GT dan kapasitas mesin dibawah 140 PK yang
disebut kapal purse seine kecil (mini purse seine). Sedangkan untuk ukuran kapal diatas
60 GT dan diatas 140 PK disebut kapal purse seine besar.
Tujuan penangkapan dari kapal purse seine adalah ikan ikan pelagis yan “pelagic
shoaling species”, yang berarti ikan-ikan tersebut haruslah membentuk gerombolan atau
shoal, berada dekat dengan permukaan air dan sangat diharapkan jarak antara ikan satu
dengan yang lain harus sedekat mungkin. Ikan pelagis yang umum ditangkap antara lain,
yaitu ikan layang,tembang,kembung, dan lemuru.
Pengoperasian kapal dengan purse seine menggunakan alat bantu berupa
rumpon dan lampu. Rumpon merupakan suatu bangunan (benda) menyerupai
pepohonan yang dipasang di suatu tempat di tengah laut. Prinsipnya, rumpon terdiri dari
empat komponen utama, yaitu pelampung (float), tali panjang (rope), atraktor (pemikat),
dan pemberat (sinkers / anchor). Rumpon umumnya dipasang pada kedalaman 30-75 m.
Praktek penggunaan rumpon yang mudah diangkat-angkat itu diatur sedemikian rupa
setelah purse seine dilingkarkan, maka pada waktu menjelang akhir penangkapan,
rumpon secara keseluruhan diangkat dari permukaan air dengan bantuan perahu
penggerak.
Fungsi kapal bagan apung adalah sebagai alat bantu dan transportasi dalam
proses penangkapan perikanan dengan alat tangkap bagan apung di laut maupun fishing
ground yang telah ditentukan sebelumnya dengan beberapa teknologi. Kapal bagan
apung juga berfungsi sebagai tempat menampung dan mengangkut hasil tangkapan
bagan apung, baik hasil tangkapan utama ( main catch), hasil tangkapan sampingan
(bycatch), dan hasil tangkapan buangan (discatch).
Lokasi kapal bagan apung di Indonesia salah satunya ada di Pelabuhan Perikanan
Nusantara (PPN) Sibolga yang terletak di Jalan Gatot Subroto, Kelurahan Pondok Batu,
Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara., secara
geografis terletak pada posisi koordinat 01 – 02’ – 15” LS dan 100 – 23’ – 34” BT.
Alat tangkap bagan apung merupakan alat tangkap yang berbentuk persegi
empat yang memiliki panjang dan lebar yang sama. Konstruksi alat tangkap bagan apung
ini terdiri dari jaring, bambu, pipa besi, tali temali, lampu, dan kapal bermesin. Bagian
jaring dari bagan ini terbuat dari bahan waring yang dibentuk menjadi kantong. Bagian
kantong terdiri dari lembaran-lembaran waring yang dirangkai atau dijahit sedemikian
rupa sehingga dapat membentuk kantong berbentung bujur sangkar yang dikarenakan
adanya kerangka yang dibentuk oleh bambu dan pipa besi
Kapal dengan alat tangkap bagan apung paling banyak menggunakan kapal
dengan ukuran antara 21-30 GT sebanyak 66 meskipun ada juga menggunakan kapal
dengan ukuran antara 21-30 GT sebanyak 66, meskipun ada juga menggunakan kapal
dengan ukuran dibawah 20 GT sebanyak 34 unit.
Alat tangkap bagan apung yang terdapat pada KM. Bakti Fortuna di PPN Sibolga
dilengkapi dengan sebuah kapal yang terbuat dari kayu meranti dengan panjang kapal
(Length Over All) 18,5 m, lebar perahu 5,37 m dan dalam perahu 1,54 m. Bagian perahu
terdapat rumah bagan yang terbentuk empat persegi panjang dengan ukuran panjang
3,50 m dan lebar 5,37 m dan tingginya 1,54 m yang berfungsi sebagai tempat
peristirahatan, tempat meletakkan kebutuhan melaut, dan tempat untuk meletakkan
mesin diesel (Mesin Mitsubishi 120 pk) sebagai tenaga penggerak kapal, mesin lampu
(mesin diesel merek Panther 90 pk) sebagai pembangkit tenaga listrik pada alat tangkap
bagan perahu untuk menghasilkan cahaya lampu pada suatu alat tangkap ini
dioperasikan dan mesin penarik/roller tali jaring dengan tenaga 26 HP dilengkapi dengan
gear box dan reduction gear. (Sagala, Isnaniah, & Syofyan, 2016).
Hasil tangkapan utama (main catch) yang didapatkan selama dilakukannya
kegiatan penangkapan ikan dengan alat tangkap bagan apung, yaitu ikan teri
(Stolephorus sp), cumi-cumi (Loligo sp), dan Peperek atau pepetek (Leiognathus sp). Hasil
tangkapan yang paling dominan adalah ikan teri (Stolephorus sp). (Areta, Mudzakir, &
Pramitasari).
Bagan apung yang dioperasikan di PPS Bungus mempunyai tonase ukuran kapal
21 GT dan 30 GT. Kapal bagan apung dengan ukuran 21 GT memiliki mempunyai ABK
sebanyak 9 orang dan kapal dengan ukuran 30 GT mempunyai ABK sebanyak 13 orang.
Kapal dengan ukuran 21 GT melakukan penangkapan setiap hari. Satu tahun jumlah hari
penangkapan 240-260 trip dengan rata-rata 250 trip. Setiap bulan kapal ini beroperasi
rata-rata selama 22 trip. Kapal bagan apung dengan ukuran 30 GT melakukan aktifitas
penangkapan 5 hari/trip. Satu tahun jumlah hari penangkapan 50-60 trip dengan rata-
rata 55 trip. Setiap bulan kapal ini beroperasi rata-rata selama 4 trip. Jumlah trip dalam
setahun telah dikurangi dengan faktor cuaca, bulan terang dalam penangkapan serta
faktor lainnya seperti hari besar. Berdasarkan jenis ukuran kapal, usaha alat tangkap
bagan apung yang menggunakan jenis kapal ukuran 21 GT dan 30 GT beroperasi antara
perairan pantai Padang sampai ke Pulau Mentawai. Mesin yang digunakan untuk kapal
bagan apung baik ukuran 21 GT maupun 30 GT terdiri dari 3 mesin yaitu mesin kapal,
28
mesin lampu, dan mesin penderek. Merek mesin yang digunakan adalah Mitsubishi dan
Dompeng. (Malinda, Yulinda, & Hendrik, 2015)
Daerah penangkapan ikan wilayah Provinsi Sumatera Barat berada dalam Wilayah
Pengelolaan Perikanan (WPP)-RI 572, klasifikasi WPP RI-572 Provinsi Sumatera Barat
adalah Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Padang Pariaman, Kota Padang, Kabupaten
Agam, Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Kepulauan Mentawai dan Kota Pariaman.
SUMBER REFERENSI
Areta, P., Mudzakir, A. K., & Pramitasari, S. D. (n.d.). Analisis Kelayakan Usaha Perikanan
Tangkap Bagan Apung di PPP Lempasin, Bandar Lampung.
Bahtiar, A., Barata, A., & Novianto, D. (2013). Sebaran Laju Pancing Rawai Tuna di
Samudera Hindia. J. Lit. Peikan. Ind., 19(4), 195-202.
Bangunan dan Stabilitas Kapal Perikanan 2. (2015). Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia.
Malinda, T., Yulinda, E., & Hendrik. (2015). The Analysis of Bagan Apung the Mooring at
Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus West Sumatera Province. JOM, 1-7.
Nasution, R. A. (2018). Kajian Unit Penangkapan Rawai di PPI Sialang Buah Kecamatan
Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera Utara. Medan, Sumatera
Utara, Medan: Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Niam, W. A., & Hasanuddin. (2017). Desain Kapal Ikan di Perairan Laut Selatan Malang.
Jurnal Teknik ITS, 6(2), 2337-3520.
P., A. R., Sunarto, & Nurruhwati, I. (2016). Selektivitas Alat Tangkap Purse Seine di
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke Jakarta. Jurnal Perikanan dan
Kelautan, 97-102.
Pasaribu, R., Fauziyah, & Agustriani, F. (n.d.). Karakteristik Design Kapal Perikanan Bottom
Gillnet di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat, Bangka Belitung.
Putra, F. N., & Manan, A. (2014). Monitoring Hasil Perikanan dengan Alat Tangkap Pancing
Tonda di Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi, Kabupaten Trenggalek Provinsi
Jawa Timur. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 6(1), 15-19.
Rahmat, E., & Asri, P. (2008). Perikanan Pancing Tonda di Perairan Pelabuhan Ratu. BTL,
77-82.
Sagala, I., Isnaniah, & Syofyan, I. (2016). Studi Konstruksi Alat Tangkap Bagan Apung 30
GT di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Sibolga Kelurahan Pondok Batu Kota
Sibolga Universitas Sumatera Utara. 1-13.
Saputra, S. W., Solichin, A., Wijayanto, D., & Kurohman, F. (2011). Produktivitas dan
Kelayakan Usaha Tuna Longliner di Kabupaten Cilacap Jawa Tengah. Jurnal
Saintek Perikanan, 84-91.
Sulandari, A. (2011, JUNI). Strategi Peningkatan Produksi pada Nelayan Pancing Tonda di
Perairan Teluk Prigi (Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi). JAWA BARAT, DEPOK:
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Program Magister Ilmu
Kelautan Universitas Indonesia.
Surahman, A., & Kuswoyo, A. (2016). Aspek Penangkapan Jaring Kembung di Tanjung
Balai Asahan, Selat Malaka. Buletin Teknik Litkayasa, 73-76.
Winarti, L., Syofyan, I., & Zain, J. (n.d.). Analysis of Bottom Gillnet Fishing and Developmet
In Dumai City. 1-10.