Bab Halaman
Kata Pengantar ............................................................................ ii
Daftar Isi ....................................................................................... iii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 1
1.3 Tujuan ...................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pukat Pantai ............................................................................. 3
2.1.1 Deskripsi dan Nama Daerah Alat Tangkap ..................... 3
2.1.2 Kontruksi dan Bagian Alat Tangkap ............................... 4
2.1.3 Gambar Kontruksi ........................................................... 6
2.1.4 Bahan yang Digunakan .................................................... 7
2.1.5 Jumlah Nelayan dan Pembagian Tugas ........................... 8
2.1.6 Ukuran Kapal ................................................................... 9
2.1.7 Alat Bantu Penangkapan.................................................. 10
2.1.8 Hasil Tangkapan .............................................................. 10
2.2 Pukat Payang ........................................................................... 11
2.1.1 Deskripsi dan Nama Daerah Alat Tangkap ..................... 11
2.1.2 Kontruksi dan Bagian Alat Tangkap ............................... 14
2.1.3 Gambar Kontruksi ........................................................... 16
2.1.4 Bahan yang Digunakan .................................................... 18
2.1.5 Jumlah Nelayan dan Pembagian Tugas ........................... 19
2.1.6 Ukuran Kapal ................................................................... 20
2.1.7 Alat Bantu Penangkapan.................................................. 21
2.1.8 Hasil Tangkapan .............................................................. 22
2.3 Pukat Dogol ............................................................................. 22
2.1.1 Deskripsi dan Nama Daerah Alat Tangkap ..................... 22
2.1.2 Kontruksi dan Bagian Alat Tangkap ............................... 23
2.1.3 Gambar Kontruksi ........................................................... 24
iv
2.1.4 Bahan yang Digunakan .................................................... 24
2.1.5 Jumlah Nelayan dan Pembagian Tugas ........................... 25
2.1.6 Ukuran Kapal ................................................................... 25
2.1.7 Alat Bantu Penangkapan.................................................. 25
2.1.8 Hasil Tangkapan .............................................................. 26
2.4 Inovasi Alat Tangkap ............................................................... 28
2.4.1 Penilaian Keberlanjutan Alat Tangkap di Indonesia ....... 28
2.4.2 Kriteria Teknologi Penangkapan Ikan Ramah Lingkuangan32
2.4.3 Alat Tangkap Gill Net Millenium.................................... 32
III. KESIMPULAN
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini selain mengerjakan tugas mata kuliah
dasar-dasar penangkapan ikan, yaitu untuk mengetahui lebih lanjut dan
memahami alat tang kap pukat pantai, cara pengoprasian, dan ikan yang dapat
ditangkap oleh alat tangkap pukat pantai tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pukat Pantai
2.1.1 Deskripsi dan Nama Daerah Alat Tangkap
Pukat pantai (beach seine) merupakan alat penangkapan ikan yang termasuk
dalam penggolongan Seine net (pukat kantong), yaitu jaring yang memiliki
kantong dan dua buah sayap serta memiliki tali yang panjang. Sepintas alat ini
mirip dengan alat tangkap trawl, namun banyak sekali perbedaan-perbedaannya
(Subani, 1988). Pukat pantai merupakan alat penangkapan ikan yang masih
tergolong tradisional dan sampai saat ini masih bertahan di tengah perkembangan
teknologi penangkapan ikan.
Menurut Sudirman dan Mallawa (2000) beach seine adalah salah satu jenis
pukat kantong yang digunakan untuk menangkap ikan, baik pelagis maupun ikan
demersal yang berada di tepi pantai. Biasa juga disebut pukat tepi, karena
pengoperasiannya hanya terbatas pada tepi pantai.Saat ini penggunaan pukat
pantai menurun jumlahnya.Namun di beberapa negara seperti Jepang, alat tangkap
ini masih banyak digunakan, namun hasilnya tidak terlalu menggembirakan.Pukat
pantai juga disebut dengan beach siene, dan juga krakat. Beberapa daerah di Jawa
juga dikenal dengan nama “puket”, “krikit”, dan atau “kikis”.
Alat tangkap pukat pantai termasuk jenis pukat yang berukuran
besar.Banyak dikenal di daerah pantai utara Jawa, Madura, Cilacap, Pangandaran,
Labuhan, Pelabukan Ratu, Maringge (Sumatra Selatan).Bentuknya seperti payang
dan bersayap.Prinsip pengoperasiannya adalah menelusuri dasar perairan dan pada
akhir penangkapan hasilnya didaratkan ke pantai.Dalam pengoperasiannya pukat
pantai yang berukuran besar memerlukan tenaga sampai puluhan orang lebih.
Kantong pada pukat pantai biasanya berbentuk kerucut dan terbuat dari katun
maupun bahan sintetis lain. Hasil tangkapan yang diperoleh dengan alat tangkap
pukat pantai biasanya jenis-jenis ikan pantai yang hidup di dasar dan termasuk
juga jenis udang.Dalam pengoperasiannya kapal atau perahu yang digunakan
bervariasi.Sampai sekarang penggunaan alat tangkap pukat pantai ini terus
3
4
A
Gambar 2.Kontruksi Jaring Pukat Pantai
(sumber :http://wiadnyadgr.lecture.ub.ac.id)
Keterangan:
A. Kantong B. Sayap / kaki
a. Kayu perentang (spreder), pj. 1 m;
b. Tali Kendali (Bridle), pj. 3 m;
c. Slamber (Haul line), pj. 150 – 200 m.
7
oleh nelayan berjumlah sekitar 13 orang. Sambil secara bertahap saling mendekat
bersamaan dengan mendekatnya jarring ke pantai. Perpindahan dilakukan kira-
kira sebanyak 4 kali dengan perpindahan ke 4 pergeseran dilakukan terus menerus
hingga akhirnya bersatu. Ketika sayap mulai terangkat di bibir pantai, penarikan
di komando oleh seorang mandor untuk mengatur posisi jarring agar ikan tidak
banyak yang lepas. Bersamaan dengan itu perahu dikayuh menuju ujung kantong
yang diberi tanda dengan bendera yang terpasang pada pelampung. Salah satu dari
crew penebar mengikatkan kebo kaos pada bagian ujung kantong. Kebo kantong
tersebut dimaksudkan sebagai tempat ikan hasil tangkapan agar jarring tidak rusak
akibat terlalu banyak muatan. Sambil memegang kebo kaos tersebut nelayan
berenang mengikuti jarring sampai ke pinggir pantai. Kecepatan penarikan dapat
dihitung dengan cara membagi panjang keseluruhan dengan lamanya penarikan
(Ayodhyoa, 1975).
4) Tahap Pengambilan Hasil Tangkap
Sayap dan badan pukat pantai terus ditarik hingga ke pantai, kantong ditarik
dan hasil tangkapan dikeluarkan dari kantong. Selanjutnya ikan yang jenisnya
bermacam-macam tersebut disortir dengan memisahkan dan memasukkanya ke
dalam keranjang tempat yang telah disediakan. Selain itu sebagian nelayan ada
yang menaikkan tali penarik dan jating ke daratan untuk dirawat atau
mempersiapkan pengoperasian tahap berikutnya (Ayodhyoa, 1975).
berupa ikan layur mencapai 67,8 - 100 persen dari total hasil tangkapan. Salah
satu keuntungan pukat pantai adalah pengoperasiannya dapat dilaksanakan
sepanjang tahun sehingga bermanfaat bagi nelayan atau masyarakat desa pantai di
Indonesia baik dalam kaitannya dengan penyediaan lapangan kerja maupun
penyediaan bahan pangan.
Hasil tangkapan sampingan yang diperoleh dengan alat tangkap pukat pantai
antara lain yaitu; pari (rays), cucut (shark),teri (stolepharus spp), bulu ayam
(setipinna spp), beloso (saurida spp), manyung (arius spp), sembilang (plotosus
spp), krepa (epinephelus spp), kerong-kerong (therapon spp), gerot-gerot
(pristipoma spp), biji nangka (parupeneus spp), kapas-kapas (gerres spp), petek
(leiognathus spp), ikan lidah dan sebelah (psettodidae), dan jenis jenis udang
(shrimp).
Sedangkan untuk pembagian hasil tangkapan, hal ini sudah diatur sesuai
dengan Undang-Undang No. 16 tahun 1964 tentang pembagian hasil usaha
perikanan tangkap untuk operasi penangkapan ikan di laut dengan menggunakan
perahu layar, nelayan penggarap minimal mendapat 75% dari hasil usaha bersih.
Batang dan daerah lain di pantai utara Jawa), payang uras (Selat Bali dan
sekitarnya), payang ronggeng (Bali Utara), payang gerut (Bawean), payang puger
(daerah Puger), payang jabur (Padelengan/ Madura, Lampung), pukat
nike(Gorontalo), pukat banting Aceh (Sumatera Utara, Aceh), pukat tengah
(Sumatera Barat: Pariaman, Sungai Limau, Perairan Tiku), jala lompo (Kaltim,
Sulsel), panja/pajala (Muna, Buton, Luwuk, Banggai), pukat buton (Air
Tembaga, Gorontalo, Manokwari, Kupang, Kalabai, Kendari, Flores), jala uras
(Sumbawa, Manggarai/Flores).
Payang adalah termasuk alat penangkap ikan yang sudah lama dikenal
nelayan Indonesia. Munculnya Payang mungkin bersamaan atau jauh sebelumnya
dengan berdirinya organisasi-organisasi “Perkumpulan Penangkapan Ikan Laut“
di pantai utara Jawa, seperti: Misoyo Mino (1912) di Tegal, Soyo Sari (1916) di
Brebes, Upoyo Mino (1916) di Batang, Mino Soyo (1918) di Pekalongan, Soyo
Sumitro (1918) di Indramayu, dan masih banyak lagi perkumpulan-perkumpulan
perikanan lain yang tumbuh sekitar tahun 1920-1930an. Selama kurun waktu
tahun 1920 hingga sekarang, alat tangkap Payang telah mengalami perkembangan
hingga menjadi Payang yang kita kenal sekarang ini. Di Sendang Biru, Payang
mulai dikenal sekitar tahun 1974. Alat tangkap ini diperkenalkan oleh nelayan-
nelayan andon dari Puger. Mereka beroperasi disekitar perairan Sendang Biru, dan
kemudian menjual ikan hasil tangkapannya di daerah tersebut. Karena hasil
tangkap Payang ini rata-rata lebih banyak, nelayan Sendang Biru tertarik untuk
menggunakannya.
A. Prinsip Pengoprasian Pukat Payang
Prinsip operasi penangkapan ikan dengan payang adalah dengan melingkari
suatu gerombolan ikan dengan jaring. Mempunyai sayap yang panjang yang
fungsinya untuk menakut-nakuti (frightening) gerombolan ikan agar lari ke bagian
tengah jaring. Bagian badan jaring hanya berfungsisebagai penghalang pergerakan
ikan. Payang merupakan alat tangkap jaring tradisional di Indonesia. penggunaan
alat tangkap ini oleh nelayan skala kecil sudah dilakukan jauh sebelum Indonesia
merdeka. Tak heran bahwa alat tangkap ini ada di hampir seluruh daerah pantai
yang dihuni oleh nelayan tradisional. Sasaran akhir yang dituju dalam studi
13
c. Bagian Sayap. Payang mempunyai dua bagian sayap yaitu bagian sayap kiri
dan bagian sayap kanan. Konstruksi bagian atas dan bawah dari sayap berbeda
ukuran dan bahan dari sayap .
Panjang : bisa mencapai 90 meter
Mesh size : 10-30 cm
Bahan : PE (Polyethilene) atau PA
Nomor benang : 400 D/15
d. Tali ris atas (Head Rope) berfungsi sebagai tempat mengikatkan bagian sayap
jaring, badan jaring (bagian bibir atas) dan pelampung.
e. Tali ris bawah (Ground Rope) berfungsi sebagai tempat mengikatkan bagian
sayap jaring, bagian badan jaring (bagian bibir bawah) jaring dan pemberat.
f. Tari penarik (selambar) Berfungsi untuk menarik jaring selama di operasikan.
g. Pelampung (float): tujuan umum penggunan pelampung adalah untuk
memberikan daya apung pada alat tangkap yang dipasang pada bagian tali ris atas
(bibir atas jaring) sehingga mulut jaring dapat terbuka.
Berat : 2 ons
Diameter : 15 cm
Bahan : Plastik berbentuk bola
Jumlah : 12 buah per sayap
Jarak antar pelampung : 1,5 meter
h. Pemberat (Sinker): dipasang pada tali ris bagian bawah dengan tujuan agar
bagian-bagian yang dipasangi pemberat ini cepat tenggelam dan tetap berada pada
posisinya (dasar perairan) walaupun mendapat pengaruh dari arus.
Bahan : Batu
Berat : 2 kg
Jumlah : 10 buah per sayap
Jarak antar pemberat : 8 meter
Secara umum payang yang paling banyak digunakan adalah payang Tegal
yang terdiri dari sebuah kantong panjang dan dua buah sayap kiri dan
16
B. Kontruksi Khusus
Keterangan :
A. Kantong
B. Perut
C. Kaki / Sayap
i. Kantong, bahan dari karuna
ii. Ranggamanis, # 1 cm, 700 mata
iii. Rang tetik, # 1,5 cm, 700 mata
iv. Rang petak, # 2 cm, 700 mata
v. Rang bagat, # 7,5 cm, 700 mata
vi. Rang halam, # 4,5 cm, 700 mata
vii. Rang alet, # 6,5 cm, 600 mata
viii. Empat nyare, # 7,5 cm, 500 mata
ix. Klobang, # 8,5 cm, 500 mata
x. Sulam, # 10 cm, 400 mata
xi. Dasar:
- dasar, # 13 cm, 300 mata
- dasar, # 18 cm, 300 mata
18
C. Gambar Teknis
d) Pelampung
o Berat : 2 ons
o Diameter : 15 cm
o Bahan : Plastik berbentuk bola
o Jumlah : 12 buah per sayap
o Jarak antar pelampung : 1,5 meter
e) Pemberat
o Bahan : Batu
o Berat : 2 kg
o Jumlah : 10 buah per sayap
o Jarak antar pemberat : 8 meter
Tabel 2.Posisi dan Pembagian Tugas Nelayan Payang (sumber: Irnawati, 2004)
Jumlah
No. Posisi Tugas
(orang)
20
Posisi juru mudi biasanya ditempati oleh pemilik perahu atau jika pemilik
perahu tidak ikut melaut, maka sebagai juru mudi adalah orang kepercayaan
pemilik perahu.Untuk menjadi “pawang” dibutuhkan keahlian khusus dan
biasanya didapat dari pengalaman dalam menentukan lokasi keberadaan
gerombolan ikan (Irnawati, 2004).
ini dapat dilakukan operasi penangkapan selama satu hari penangkapan (one day
fishing).Mesin yang digunakan adalah mesin tempel berbahan solar, dengan
panjang kapal 10 m.
Dimensi Utama
3. Mesin Utama 1
- Merek Mariner
- Kekuatan
40 PK
- Bahan Bakar
Bensin
bantu rumpon, yaitu dengan cara menduga-duga ditempat yang dikira banyak ikan
atau mencari gerombolan ikan. Gerombolan ikan yang diburu didapat adalah ikan
tongkol dalam penangkapan ini disebut oyokan tongkol. Penggunaan rumpon
untuk alat bantu penangkapan dengan payang meliputi 95% lebih.
Keterangan penilaian:
Nilai Ekologi:
+ 2 = operasi alat tangkap telah menyebabkan dampak positif berupa
perbaikan
Nilai Ekonomi:
+ 2 = operasi alat tangkap telah menyebabkan dampak positif yang sangat nyata
bagi rumah tangga perikanan maupun nelayan
Nilai Sosial:
+ 2 = operasi alat tangkap tidak pernah menimbulkan kecemburuan sosial dari
komunitas yang menggunaakan alat lainnya, bahkan penggunakan alat didukung
oleh nelayan lain
0 = operasi alat tangkap berdampak netral secara sosial, bagi rumah tangga
perikanan ataupun nelayan lainnya
hukum.Peluang abu-abu ini terjadi karena sebagian besar alat penangkapan ikan
di Indonesia merupakan modifikasi dari ketentuan SNI (Standar Nasional
Indonesia). Kemampuan adaptasi nelayan terhadap teknologi alat penangkapan
ikan sudah berkembang jauh lebih di depan dibandingkan dengan kemampuan
pemerintah untuk mengatur jenis alat tangkap melalui ketentuan SNI (Faud dkk,
2015).
4) Menghasilkan ikan dengan kualitas baik. Kualitas ikan hasil tangkapan sangat
ditentukan oleh jenis alat tangkap yang digunakan, metode penangkapan dan
penanganannya.
5) Produk yang dihasilkan tidak membahayakan konsumen. Tingkat bahaya
yang diterima oleh konsumen terhadap produksi yang dimanfaatkann
tergantung dari ikan yang diperoleh dari proses penangkapan. Apabila dalam
proses penangkapan nelayan menggunakan bahan-bahan beracun atau bahan-
bahan lainnya yang berbahaya, maka akan berdampak pada tingkat keamanan
konsumsi pada konsumen.
6) Hasil tangkapan sampingan (by-catch) dan discard minimum. Suatu spesies
dikatakan hasil tangkapan sampingan apabila spesies tersebut tidak termasuk
dalam target penangkapan. Hasil tangkapan yang didapat ada yang
dimanfaatkan dan ada yang dibuang ke laut (discard).
7) Dampak ke biodiversity rendah. Dampak buruk yang diterima oleh habitat
akan berpengaruh buruk pula terhadap biodiversity yang ada di lingkungan
tersebut, hal ini tergantung daribahan yang digunakan dan metode
penangkapan ikan. Pengaruh pengoperasian alat tangkap terhadap
biodiversity yang ada adalah:
Menyebabkan kematian semua makhluk hidup dan merusak habitat.
Menyebabkan kematian beberapa spesies dan merusak habitat.
Menyebabkan kematian beberapa spesies tetapi tidak merusak habitat.
Aman bagi biodiversity.
8) Tidak menangkap spesies yang dilindungi atau terancam punah. Suatu alat
tangkap dikatakan berbahaya terhadap spesies yang dilindungi apabila alat
tangkap tersebut mempunyai peluang yang cukup besar untuk menangkap
spesies yang dilindungi.
9) Dapat diterima secara social. Penerimaan masyarakat terhadap suatu alat
tangkap yang digunakan tergantung pada kondisi sosial, ekonomi dan budaya
masyarakat setempat.Suatu alat tangkap dapat diterima secara sosial oleh
masyarakat apabila;
o biaya investasi murah;
32
o menguntungkan;
o tidak bertentangan dengan budaya setempat;
o tidak bertentangan dengan peraturan yang ada.
Tabel 6.Hasil Penilaian Alat Tangkap Gill Net Millenium terhadap Tingkat
Keramahan Lingkungan (sumber: Ramdhan, 2008)
33
No. Keterangan
Pengamatan Kriteria Hasil Penilitian
Penilaian
Berdasarkan tabel di atas, dari segi bobot hasil tangkapan dan pemanfaatan
hasil tangkapan alat tangkap ini dikategorikan ramah lingkungan.Berikut adalah
kelebihan alat tangkap gill net millennium dibandingkan dengan alat tangkap
pukat maupun alat tangkap gill net sejenis:
Jaring lebih tahan lama dibandingkan Jaring insang lain
Pada saat melakukan hauling jaring lebih ringan karena tidak menyimpan
air
Hasil tangkapan lebih maksimal karena peluang ikan untuk lepas lebih
kecil
Dapat dipakai bahan untuk penangkapan ikan permukaan maupun ikan
dasar
Ramah lingkungan
BAB III
KESIMPULAN
34
DAFTAR PUSTAKA
Ayodhyoa. 1975. Fishing Method Diktat Kuliah Ilmu Teknik Penangkapan Ikan.
Bagian Penangkapan. Bogor: Fakultas Perikanan, IPB.
Bintoro, Dr. Ir. Gatut, M. Sc. dan Ir. Sukandar, MP. 2011. Metode Penangkapan
Ikan: Alat Tangkap Jaring Berkantong.
http://wiadnyadgr.lecture.ub.ac.id/files/2012/01/4A_2-Alat-Tangkap.pdf
Febriantoni, Penny, Ir. H. Bustari, M. Si, dan Ir. Alit Hindri Yani, M. Sc. 2014.
The Case of Seine Net Fishing Gear Technologu in Korong Toboh
Kanagarian Campago V Koto Kampung Dalam Village, Padang Pariaman
District, West Sumatra. Universitas Riau: Riau.
http://download.portalgaruda.org/
Fuad, S.Pi, MT, Ir. Sukandar, MP, Ir. Dewa Gede Raka W., M.Sc, dkk. 2015.
Tinjauan Akademis Terhadap Peraturan Menteri Kelautan Perikanan No.
2/2015 Tentang Pelarangan Pengguanaan Beberapa alat Penangkapan
Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
Universitas Brawijaya: Malang.
http://ledhyane.lecture.ub.ac.id/files/2015/11/Module-6-Jaring-
Berkantong.doc
35
36
Subani,W dan H.R. Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di
Indonesia.Jurnal Penelitian Perikanan Laut. Balai Penelitian Perikanan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian:
Jakarta.
Sudirman. 2008. Deskripsi alat tangkap dogol, analisis By Catch dan komposisi
ikan yang tertangkap di Perairan Takalar. Torani.hlm. 160-170
Bernard. 2015. Pro dan Kontra Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan .
http://www.bappedakotasibolga.com/index.php/component/content/article/1
7-artikel/43-permen-kp. Diakses 19 September 2016.
https://www.scribd.com/doc/87631712/KONTUKSI-KAPAL-PERIKANAN-
DAN-UKURAN-UTAMA-DALAM-PENENTUAN-KONTRUKSI-
KAPAL.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16336/4/Chapter%20II.pdf