Anda di halaman 1dari 12

MENGENAL ALAT TANGKAP TRADISIONAL

DI KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA

Oleh :
Teguh Martadinata, ST
NIP: 19760316 201001 1 008

BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN,


KEHUTANAN DAN KETAHANAN PANGAN
BALAI PENYULUH KECAMATAN DANAU PANGGANG
Jl. Pasar Harian Gaya Usaha RT VI Danau Panggang
2012

ALAT TANGKAP TRADISIONAL 0


A. LUKAH

Di dalam masyarakat suku Banjar Kalimantan Selatan Indonesia ada banyak alat
tradisional yang digunakan untuk menangkap ikan. Alat-alat tersebut umumnya dibuat
sendiri atau membeli dari pengrajin yang telah diajarkan secara turun temurun dari orang
tua ke anak begitu seterusnya hingga sekarang. Lukah berbahan sederhana, yaitu terbuat
dari serutan bambu yang dibentuk seperti jeruji kecil, kemudian jeruji ini dibentuk
sedemikian rupa menjadi tube atau bangunan silinder yang berdiameter 20-25 cm dan
panjang antara 1,5 hingga 2 meter. Di dalam silender tersebut dipasang dua bangunan
kerucut yang disusun secara seri, juga berbahan jeruji bambu.

Tujuannya agar ikan yang sudah masuk tidak dapat keluar lagi melalui pintu masuk
tersebut. Jarak antar jeruji bambu bervariasi, tergantung target ikan yang ingin di tangkap,
misalnya untuk ikan sepat atau gurami jarak antar jeruji lebih rapat, namun jika untuk ikan
gabus (Banjar ; haruan), dan Lele (Banjar ;Pentet) maka jarak antar jeruji dibuat lebih
renggang tetapi dengan ukuran jeruji bambu yang sedikit lebih besar.

Gambar 1. Lukah Alat Tradisional untuk Menangkap Ikan

Lukah digunakan untuk menangkap ikan dengan cara di tempatkan di parit,


selokan, atau saluran air. Biasanya alat tradisional ini digunakan saat musim penghujan
diman parit-parit atau selokan akan dipenuhi air. Menangkap Ikan dengan Alat Tradisional
Lukah jika ditelusuri lebih dalam mengandung kearifan lokal dimana hanya ikan-ikan berukuran cukup
besar yang tertangkap sedangkan anak-anak ikan tidak, dengan demikian ketersediaan ikan tidak akan
menurun secara drastis seperti halnya menangkap ikan dengan tuba, pukat harimau atau arus listrik.

ALAT TANGKAP TRADISIONAL 1


Gambar 2. Menempatkan Lukah untuk menjebak Ikan

Selain Lukah ada banyak Alat tradisional yang digunakan masyarakat Suku Banjar
Kalimantan Selatan untuk menangkap ikan. Sebagian mungkin juga digunakan oleh suku
lain dengan nama yang sama atau mungkin berbeda. Beberapa di antaranya ialah Rengge,
Kabam, Tampirai, sarapang, halawit, tangguk, rempa, tugu, unjun, banjur, dll.

Gambar 3.Cara Memasang Lukah

Sayangnya keberadaan alat-alat tradisional penangkap ikan ini kini mulai dilupakan
seiring mulai merambahnya cara menangkap ikan dengan putas atau tuba dan setrum
(arus listrik). Padahal cara menangkap ikan seperti ini tidak hanya membunuh ikan-ikan
besar tetapi juga benih-benih ikan bahkan organisme lain yang menjadi makanan ikan,
sehingga dalam kurun waktu tertentu populasi ikan akan menurun secara signifikan yang
akhirnya merugikan nelayan itu sendiri
B. PENGILAR

ALAT TANGKAP TRADISIONAL 2


Pengilar pada dasarnya sama seperti pengilar kawat. Lebih dikenal karena pengilar
ini biasa ditemukan juga di Desa Paminggir. Pengilar riau berbentuk persegi empat dengan
panjang 75 cm, lebar 63 cm dan tinggi 1 m, berbahan kerangka kayu gelam dengan bahan
nilon dan mess size 2 cm. Pengilar ini memiliki pintu masuk sebagai injab, dan tidak
memiliki pintu pengeluaran untuk hasil tangkapan. Pemasangan alat ini dilakukan di
perairan yang cukup dalam seperti rawa dalam, kanal-kanal, dan juga sungai.

Pengilar memiliki tali pengikat dan digunakan untuk mencegah tidak terhanyut oleh
arus air. Ikan yang ditangap atara lain, ikan Haruan (Channa striata), sepat siam
(Trichogaster pectroralis), nila (Oreochromis niloticus), baung (Mytus nemurus), betutu
(Oxyeleotris marmorota), bengalan (Puntioplites bulu).

Alat tangkap pengilar termasuk dalam alat tangkap jenis perangkap. Pengilar. Alat
tangkap model perangkap ini merupakan alat yang banyak digunakan masyarakat di
daerah sungai Paminggir, Sungai Barito, Sungai
Kapuas dan sekitar Sungai berada di Kalimatan
Selatan termasuk daerah rawa-rawanya.
Alat tangkap ini menjadi alat tangkap yang
banyak digunakan karena memiliki berbagai
kemudahan yang disukai masyarakan nelayan
pada umumnya. diantaranya alat tangkap pengilar
ini adalah awet (tahan lama), mudah digunakan
karena hanya tinggal menaruhnya di tempat-
tempat yang tergenang air, hasil yang didapatkan
juga cukup banyak dan bervariasi (tidak spesifik Gambar 4. Pengilar Alat Tangkap
Tradisional
pada satu spesies saja tentunya), umpan dapat
diganti-ganti sesuai dengan yang diinginkan, dan faktor lain adalah harganya murah (di
pasar satu set alat pengilar hanya sekitar Rp. 35.000,- tiga puluh lima ribu rupiah saja).
Deskripsi tentang alat tangkap ini adalah alat ini berbentuk empat persegi dan
kadang belakangnya berbentuk silinder. Bambu untuk pengilar bambu (biasa juga disebut
pengilar udang), kawat strimin atau berlubang untuk pengilar kawat dan juga ada juga
menggunakan tali yang tersususun seperti jaring dengan bambu sebagai tiang utama
(pengilar Kalimatan Selatan), juga terdapat injab di bagian depan dan sejajar dengan
dinding bagian depan dan panjangnya sama dengan tinggi pengilar. Spesies ikan yang
tertangkap dalam pengilar diantaranya adalah ikan sepat siam (Trichogaster pectroralis),
ikan sepat mata merah, selincah, sepatung, betok (papuyu), lele local (pintet), belut dan
udang (untuk pengilar udang).

ALAT TANGKAP TRADISIONAL 3


C. Hancau

Hancau berbentuk segi empat dengan ukuran 150 cm. terbuat dari senar yang
dirajut menyerupai jaring dengan mess size 1 cm. Pada ke-empat sudutnya masing-masing
dihubungkan dengan jerigi yang terbuat dari bambu yang di belah tipis dan berukuran 150
cm. Ke-empat jerigi disatukan menggunakan paralon atau bambu yang berfungsi sebagai
poros. Poros diikatkan dengan bambu dengan panjang 250 cm sebagai angkatan hancau
(satang).
Hancau banyak digunakan di tepi sungai dan rawa, terutama pada bagian muara
aliran air. Pada bagian ini banyak ikan kecil berkumpul, karena sifat ikan yang suka
menentang arah arus air. Ikan yang biasa didapat menggunakan tangkul adalah ikan-ikan
kecil seperti ikan seluang (Rasbora Sp), sepengkah (Parambasis wolffii) dan papuyu
(Anabas testudienus).

Gambar 5. Hancau Alat Tangkap Tradisional

D. BUBU HARUAN

Bubu haruan termasuk kedalam alat tangkap jenis perangkap. Haruan berasal dari
nama ikan gabus (Channa striata) di daerah perairan kalimantan. Bubu ini terbuat dari
bilah-bilah bambu yang di serut halus, rotan atau resam, dan plastik ball. Bubu haruan
memiliki panjang 144 cm, dengan bentuk bagian depan besar (diameter 16,5 cm) dan
bagian belakang lebih kecil (7 cm). bubu ini memiliki dua injab, injab penggiring dan injab
pengurung. Bagian pintu belakang ditutup dengan sandal bekas ataupun botolobat dan
pupuk.
Cara pengoperasian bubu ini adalah dipasang di pinggir sungai atau rawa dengan
posisi ¾ bagian depan terbenam ke dalam air dan searah arus air pada bagian muara. Jenis

ALAT TANGKAP TRADISIONAL 4


ikan yang tertangkap adalah sepat siam (Trichogaster pectroralis), sepat mata merah
(Trichogaster leen), selincah (Polychantus haselti), dan haruan (Channa striata).

Gambar 6. Bubu Haruan Alat Tangkap Tradisional

E. BUBU BELUT
Bubu belut memiliki bentuk hampir sama dengan bubu haruan. Namun bahan dasar
bubu ini banyak yang terbuat dari bahan plastik ball dan juga bambu tua yang diserut
halus tipis, disusun rapat menyerupai tikar (tidak berongga). Panjang bubu belut mencapai
113 cm. terdapat dua lubang yaitu lubang masuk dengan diameter 9 cm dan lubang guna
mengambil hasil tangkapan yang berdiameter 6 cm. Pada bagin depan terdapat dua buah
injab, yaitu injab penggiring sepanjang 12-23 cm, dan injab pengurung dengan panjang 12-
20 cm. Rangka bubu

Gambar 7. Bubu Belut Alat Tangkap Tradisional

terbuat dari kawat dan dianyam menggunakan nilon no. 12. Lubang hasil tangkapan
ditutup menggunakan botol bekas berbahan plastik. Penggunaan bubu ini cukup diletakan
pada tempat yang becek dan lembab, atau dapat digali terlebih dahulu. Tempat ini biasanya
pada pinggir rawa, sawah lebak, dan pinggir sungai tanpa diikat. Belut akan masuk
kedalam bubu, karena belut memang menyukai lubang dan masuk ke dalamnya. Hasil
tangkapan 1 alat tangkap bubu dapat mencapai 2-5 ekor sekali pemasangan.

ALAT TANGKAP TRADISIONAL 5


F. SERAKAP
Serakap alat tangkap yang biasa di gunakan pada perairan dangkal, pinggiran sungai,
sawah lebak dan rawa-rawa dangkal. Serakap berbentuk hampir menyerupai kerucut
dengan ujung terbelah dan terbuka, dan rongga bawah berbentuk lingkaran dan runcing.
Alat ini terbuat dari bahan bambu tua yang di potong dibelah kecil-kecil dan dihaluskan.
Kemudian diikatkan pada dua bingkai besi sebagai kerangka pada bagian atas dan bawah
menggunakan rotan dan kawat. Tinggi alat mencapai 65 cm, diameter lubang bawah 35 cm
dan lubang tas 15 cm.

Pengoperasian serakap yaitu


diselungkupkan pada tempat yang
diperkirakan terdapat ikan bersembunyi. Ini
dapat diketahui dengan cara mengamati
gerakan ikan pada air dangkal yang bergerak.
Setelah ikan diserakap maka ikan akan
Gambar 8 Sarkap Alat Tangkap
Tradisional terkurung di bagian dasar, dan hasil tangkapan
dapat diambil dengan cara memasukan tangan
dari lubang bagian atas dan di ambil satu persatu. Jenis ikan yang tertangkap
menggunakan alat tangkap serakap adalah gabus (Channa Striata), Betok (Anabas
testudienus), dan Sepat siam (Trichogaster pectroralis).

G. BANJUR
Banjur termasuk kedalam line fishing. Banjur terbuat dari bambu kecil atau
masyarakat lebih mengenal dengan istilah prumpung. Alat ini menyerupai pancing dengan
ukuran pendek, panjang Banjur sekitar 1 meter dan diameter 0,5-1 cm. Tali yang
digunakan adalah nilon, dan mata pancing ukuran 10-12. Nilon diikatkan pada ujung untuk
alat Banjur di rawa. Sedangkan pada Banjur sungai diikatkan pada bagian tengah batang
bambu.
Cara pengoperasian Banjur, adalah dipasang di tepi rawa, sawah lebak dan tepi
sungai. Umpan yang digunakan adalah hewan yang diusahakan masih hidup seperti katak
sawah, dan ikan sepat mata merah.

ALAT TANGKAP TRADISIONAL 6


Gambar 9. Banjur Alat Tangkap Tradisional

Pada pemasangan di daerah rawa Banjur hanya cukup diletakan pada semak
rumput yang diperkirakan terdapat air dan sarang ikan. Sedangkan pada daerah pinggir
sungai, Banjur ditancapkan pada bagian ujungnya pada daerah pinggir sungai. Jenis ikan
yang tertangkap antara lain adalah ikan gabus (Channa striata), dan lele lokal (Clarias sp).

H. Beje
Beje adalah kolam berbentuk persegi panjang, dibuat di lahan rawa lebak tipologi
lebak tengahan, ukuran beje bervariasi, ukuran panjang 10 – 30 meter, lebar 5 – 10 meter
dengan kedalaman air 1,5- 2,0 meter atau rata-rata luas 148,3 m 2 ± 76,5. sebagian besar
kiri kanan pada setiap beje dihubungkan dengan parit yang dalam bahasa daerah disebut
‘tatah” atau “pelacar”. Tatah atau pelacar bertujuan untuk membantu mengarahkan ikan
masuk dalam beje. Sisa tanah galian beje dan tatah di timbun atau ditempatkan pada satu
sisi yang juga berfungsi untuk menghadang dan mengarahkan ikan agar masuk dalam
beje. Upaya lain yang dilakukan untuk lebih merangsang ikan masuk dalam beje uaitu
dengan menempatkan potongan dahan dan ranting kayu dalam beje sebagai. rumpon.
(Gambar 1 dan 2 ).

2. Waktu, alat dan cara panen beje


Panen beje dilakukan pada musim kemarau, dimulai bila tanah dataran sekitar beje kering
yaitu sekitar awal bulan kedua musim kemarau, permukaan air dalam beje 20 – 30 cm
lebih rendah dari permukaan tanah sekitas. Panen beje dilakukan dengan alat bantu
“:rempa beje” (nama daerah), terbuat dari benang nylon politelin, mesh size 1,0 – 1,5 inchi,

ALAT TANGKAP TRADISIONAL 7


berbentuk empat persegi panjang, keliling pinggiran rempa beje ditambahkan tali ris.
Bagian dalam dan keliling pinggiran beje dibersihkan dari dahan, ranting kayu dan
rerumputan, disiapkan patok kayu kecil untuk tempat menyangkutkan tali ris rempa beje.
Rempa dibentangkan pada seluruh permukaan beje, pinggiran keliling rempa
dikaitkan pada patok kayu pada kedalaman 10 – 20 cm dari permukaan air dan 10 –20 cm
dari pinggiran beje. Bagian tengah rempa akan tenggelam dan membentuk kerucuk, ikan
(terutama jenis labyrinth) berusaha muncul kepermukaan untuk bernapas, bergerak
mengikuti arah lekukan rempa beje sampai kepermukaan kemudian mengarah ketengah
beje dan masuk rempa beje. (Gambar 3 dan 4).
Untuk mengambil hasil tangkapan, rempa beje diangkat beberapa kali setiap (2 –6)
jam tergantung perkiraan kepadatan ikan dalam rempa beje dan tingkat ketahanan ikan
untuk tidak timbul kepermukaan air. Ikan tambakan, sepat siam, sepat rawa adalah jenis
pertama yang masuk rempa, kemudian ikan betok, gabus dan lele yang paling akhir
tertangkap. Kegiatan panen berhenti bila hasil tangkapan dianggap sudah tidak layak
untuk ditunggu, dan umumnya panen 1 beje menghabiskan waktu 1 –2 hari hari termasuk
mengangkut hasil ketempat pengolahan atau penampungan.

I. Penangkapan Ikan dengan lunta


Lunta merupakan alat tangkap yang terbuat dari benang atau tali nilon yang
dianyam, berbentuk kerucut bagian bawahnya bulat, ukuran mata jaringnya biasanya 1,5 –
2,5 di bagian bawah terpasang rantai untuk pemberat serta terdapat lipatan berupa
kantong untuk wadah ikan, diameter alat ini biasanya 5 – 7 m, panjangnya 2,5 – 5 m
(gambar 3). Alat ini dioperasikan dengan melempar bagian ujung ke dalam perairan
terbuka, alat ini menangkap ikan dengan cara mengurung ikan dan ikan yang tertangkap
akan menyangkutdi bagian kantong; alat ini tergolong jenis cast net. Ikan tertangkap
diambil dengan mengakat dan membuka bagian kantongnya. Alat ini ditempat lain sering
disebut jala.

ALAT TANGKAP TRADISIONAL 8


Gambar . Cara Pengoperasian Lunta di Perairan Rawa Paminggir

J. Penangkaan Ikan dengan Rengge


Alat ini terbuat dari bahan benang ataupun nilon yang dianyam dengan mesin
lebarnya 1,5 – 2 m, ukuran mata jaringnya 1,5 – 2,5 cm panjang 10 – 12 m, di bagian bawah
alat ini di beri pemberat , bagian atas di beri pengapung (gambar 5). Alat ini dioperasikan
dengan memasang memamanjang disekitar anak-anak sungai atau melintang dengan
menjebak, ikan yang tertangkap insangnya masuk pada alat ini. Alat ini dioperasionalkan
biasanya pada siang hari sampai sore. Pengambilan hasil tangkapan dengan mengakat alat
dan mengambil satu persatu. Alat ini didaerah lain disering disebut dengan jaring insang
(gillnet)

H. HAMPANG
Hampang merupakan alat tangkap yang terbuat ayaman bamboo; Dimensi alat ini
mempunyai tingi 1,5 – 2 m, panjang 4 m celah antar bilah 0,75 – 1 cm, alat di pasang
tertancap di muara anak sungai yang masuk ke dalam hutan, berbentuk seperti sayap
membendung anak sungai. Ukuran sayap tergantung lebar anak sungai, biasanya 4 – 6 m,
mempunyai pintu dan rumah ikan. Pada waktu air pasang alat ini dibuka agar ikan-ikan
yang ada di sungai masuk kehutan, saat surut ditutup, ikan tertangkap kedalam rumah ikan

ALAT TANGKAP TRADISIONAL 9


dengan cara menjebak. Ikan yang ada dalam rumah ikan diambil dengan serok yang
tangkainya panjang. Pengambilan hasil biasanya dilakukan pagi dan sore hari.

Gambar 10. Hampang

Sumber :

Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor


Kep.06/Men/2010 Tentang Alat Penangkapan Ikan Di Wilayah Pengelolaan
Perikanan Negara Republik Indonesia Menteri Kelautan Dan Perikanan
Republik Indonesia.
Nasution, Z. dan A.D. Utomo. 1995. Lelang Lebak Lebung dan berbagai aspeknya.
Prosiding evaluasi hasil penelitian Loka Penelitian Perikanan.
Puslitbangkan. BadanLitbang Pertanian. Palembang. Hal. 23 - 30. Prasetyo,
D. 1992. Aktifitas penangkapm ikan Botia (Botia macracanthus ) di Danau
Arang Arang Jarnbi. Jurnal Terubuk. Fakultas Perikanan Universitas Riau.
haI. 21 - 25.
Prasetyo, D. dan, Asymi. 2003. Inventarisasi jenis ikan dan karakteristik Sungai
Barito. Sosisalisasi hasil Penelitian tahun 2002. Prosiding Pusat Riset
Perikanan Tangkap.Puris Tangkap, Badan Riset Keiautan dan Perikanan.
Departemen Kelautan. Jakarta. hal. 37 - 42.
Samuel, dan Z. Nasution. 1997. Kegiatan penangkapan ikan di perairan DAS Musi
bagian tengah. Bulletin Penelitian Perikanan Darat. Balai Penelitian
Perikanan Air Tawar. Puslitbang Perikanan. Badm Litbang Pertanian.
Departemen Pertmian. Bagor. 7 : 21- 25.

ALAT TANGKAP TRADISIONAL 10


ALAT TANGKAP TRADISIONAL 11

Anda mungkin juga menyukai