Anda di halaman 1dari 7

UJIAN TENGAH SEMESTER

PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

ANALISIS PROVINSI PAPUA BARAT SEBAGAI PROVINSI


KONSERVASI: STUDI LITERATUR

Dosen Pengampu:
Bayu Agung Prahardika, M.Si

Oleh:
Alifia Syahira Ramadhani
NIM. 19620043

PROGRAM STUDI BIOLOGI


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2021
ANALISIS PROVINSI PAPUA BARAT SEBAGAI PROVINSI
KONSERVASI: STUDI LITERATUR

1. Dasar ditetapkannya Provinsi Konservasi Papua Barat


Provinsi konservasi dicanangkan dalam rangka mempertahankan
kelestarian lingkungan dan kesinambungan keutuhan alam agar sumber daya alam
tetap terjaga pengelolaannya serta keutuhan ekosistemnya (Warami, 2020). Sesuai
pendapat Warami (2020), Provinsi Papua Barat juga mendeklarasikan diri sebagai
Provinsi Konservasi pada 19 Oktober 2015. Tujuan pendeklarasian tersebut adalah
untuk melindungi dan melestarikan sumber daya alam termasuk keanekaragaman
hayati beserta ekosistemnya bagi generasi mendatang, terutama memastikan akan
kebutuhan standar hidup bagi masyarakat asli Papua Barat.

2. Keberadaan Nilai Ekonomi dan Ekologi Sumber Daya Alam


Provinsi Konservasi Papua Barat memiliki banyak sumber daya alam yang
bernilai ekonomis sehingga sumber daya tersebut dapat menjadi sumber
kesejahteraan masyarakat sekitar terutama bidang ekonomi. Sumber daya alam
yang bernilai ekonomis di Papua Barat di antaranya terdapat di darat seperti hutan
atau perkebunan. Adapun sektor perairan yang juga bernilai ekonomis, di bawah
ini adalah beberapa sumber daya alam yang memiliki nilai ekonomis di Papua
Barat berdasarkan penelitian sebelumnya.
Kabupaten Fakfak memanfaatkan agribisnis sebagai sektor ekonomi rakyat
seperti adanya agrowisata Kramongmongga yang dibangun sebagai sentra buah-
buahan dan pembibitan tanaman hortikultura, seperti durian, manggis, duku,
rambutan, alpukat, sawo, dan beberapa jenis tanaman sayuran. Kegiatan ini
bertujuan untuk mengembangkan tanaman unggulan daerah melalui manajemen
hulu-hilir, yang meliputi produksi, distribusi dan pemasaran atau manajemen
tanam, petik, serta olah dan jual (Yuanjaya, 2018).
Pemerintah Kabupaten Fakfak memiliki potensi sumber daya hasil hutan
yang cukup baik. Hasil hutan yang selama ini telah banyak dimanfaatkan
berupa kayu dan hasil hutan nonkayu. Hasil hutan berupa kayu dikelola
perusahaan melalui HPH. Di Kabupaten Fakfak saat terdapat 3 perusahaan
di bidang kehutanan yang memiliki HPH, yakni: PT. Hanurata A, PT. Hanurata
B, dan PT. Arfak Indah. Karena dianggap produk unggulan, jenis kayu ini
ditetapkan harganya secara tersendiri dalam PSDH melalui permendagri (Yuanjaya,
2018).
Papua Barat memiliki Kepulauan Raja Ampat yang menjadi pusat
pengelolaan perairan atau perikanan. Kepulauan Raja Ampat juga terkenal dengan
keanekaragaman hayati bawah lautnya yang sangat beragam dan memiliki banyak
jenis karang. Adanya hal tersebut Raja Ampat juga menjadi tempat ekowisata yang
dapat menarik wisatawan lokal maupun mancanegara. Kegiatan pengelolaan
sumber daya alam dan ekoswisata di Kepulauan Raja Ampat tersebut dapat menjadi
sumber kesejahteraan khususnya secara ekonomi bagi masyarakat sekitar. Hal ini
juga diungkapkan oleh Tanati, dkk., (2020) bahwa Kepulauan Raja Ampat adalah
salah satu ikon pariwisata khususnya ekowisata, di Provinsi Papua Barat. Hal
tersebut membuat daerah Raja Ampat menjadi salah satu tujuan ekowisata
berbagai wisatawan domestik maupun internasional.

Padang lamun memiliki peran dan fungsi yaitu sebagai sumber utama
produktivitas primer (penghasil bahan organik), habitat berbagai biota, substrat bagi
biota penempel, tempat asuhan bagi larva ikan dan biota lain, sumber makanan bagi
biota langka seperti duyung (Dugong dugon), penyu, dan kuda laut (Hippocampus
sp.), tempat berlindung dan tempat pembesaran beberapa spesies biota dan
krustasea komersial penting. Padang lamun juga mempunyai nilai ekonomis yaitu
pada jasa ekosistem lamun, sektor pariwisata dan perikanan, menjaga kestabilan pH
air laut, menyimpan karbon, dan sebagai indikator kualitas perairan dan kesehatan
ekosistem (Supriyadi, dkk., 2018).

3. Tahap Ditetapkannya Papua Barat sebagai Provinsi Konservasi


Proses ditetapkannya Papua Barat sebagai Provinsi Konservasi, khususnya
terkait dengan inventarisasi, monitoring, dan konservasi sumber daya alam.
Tahapan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di antaranya:
1. Inventarisasi lingkungan hidup yang ada di Papua Barat. Sebagaimana yang
telah dilakukan oleh Susanto (2019) yaitu Inventarisasi Vegetasi Pohon di
Hutan Sekunder Papua Barat, tepatnya di lahan bera Womnowi Sidey
Manokwari berdasarkan IUCN. Hasil penelitian menunjukkan pohon
didominasi status LC.
2. Penetapan wilayah ecoregion. Menurut hasil kajian World Wildlife Fund
(WWF) dalam Efendi, (2017) terdapat 14 ekoregion di Papua yaitu 14 di
daratan dan 2 lainnya di perairan
3. Penyusunan RPPLH
Tahap penetapan wilayah ecoregion dilaksanakan Bersama Menteri setelah
berkoordinasi dengan Lembaga-lembaga terkait tentunya dengan
mempertimbangkan beberapa hal, di antaranya:
1. Karakteristik bentang alam atau geografis
2. Daerah aliran sungai
3. Iklim
4. Potensi Flora dan Fauna
5. Sosial budaya
6. Ekonomi
7. Kelembagaan masyarakat
8. Hasil inventarisasi lingkungan hidup
Secara administrasi penetapan provinsi konservasi ini juga telah melalui
beberapa proses. Berdasarkan Peraturan Daerah Khusus (PERDASUS) Nomor 10
tahun tahun 2019 tentang Pembangunan Berkelanjutan di Provinsi Papua Barat
tahapan yang telah dilalui pemerintah Provinsi Papua Barat adalah:
1. Pada 19 Oktober 2015, Gubernur Papua Barat Bersama para bupati dan
walikota dan disaksikan Menteri Dalam Negeri, mendeklarasikan Papua
Barat sebagai Provinsi Konservasi
2. Pada saat pendeklarasian, Provinsi Papua Barat termasuk kategori provinsi
termiskin ke-2 di Indonesia. Namun dibalik inisiatif dan komitmen
antimainstream terkandung makna yang baik yaitu ingin melindungi dan
melestarikan sumber daya alam untuk generasi mendatang.
3. Konferensi Internasional Keanekaragaman Hayati, Ekowisata dan Ekonomi
Kreatif (ICBE). Konferensi ini menghasilkan Deklarasi Manokwari.
4. Pada 19 Oktober 2019, bersamaan 5 tahun sejak pendeklarasian,
PERDASUS Nomor 10 tahun 2019 bisa disosialisasikan kepada
masyarakat.
5. Langkah selanjutnya adalah penyusunan aturan operasional, penyiapan dan
pembentukan kelembagaan, Integrasi dan sinkronisasi program dan
kebijakan daerah, pemantauan, evaluasi dan pembelajaran,
(PERDASUS Nomor 10 tahun 2019)

4. Bentuk Pengelolaan Sumber Daya Alam Terintegrasi


Beberapa bentuk pengelolaan sumber daya alam secara terintegrasi di Provinsi
Papua Barat, di antaranya:
 Pengelolaan Perikanan dilakukan secara terintegrasi dengan melibatkan
aspek pelestarian alam dan manfaat ekonomi jangka panjang bagi
masyarakat yang tinggal di sekitarnya.
 Pemanfaatan energi panasbumi sebagai tenaga pembangkit listrik di
Kabupaten Manokwari. Mata air panas Demini di distrik Momiwaren,
Kabupaten Manokwari Selatan merupakan manifestasi panasbumi yang
belum banyak diketahui masyarakat karena akses ke lokasi cukup sulit.
Mata air Demini dengan kisaran suhu 70o – 80oC masih memungkinkan
untuk menjadi sumber pembangkit listrik dengan system siklus biner
(Raharjo, dkk., 2017)

5. Perkembangan Provinsi Konservasi Papua Barat Saat ini


Berdasarkan penelitian di tahun 2018 yang mengamati kondisi terumbu
karang, lamun, dan mangrove di Suaka Alam Perairan Kabupaten Raja Ampat,
Provinsi Papua Barat, didapatkan hasil yaitu Kondisi ekosistem terumbu karang
yang tergolong ‘sedang’ dengan relatif tingginya persentase hard coral, dead coral
algae dan pasir dapat memberikan dukungan terhadap pertumbuhan Drupella
cornus dan Linkia laevigate di Suaka Alam Perairan Raja Ampat. Keberadaan
ekosistem padang lamun dengan kondisi ‘sedang’ sampai ‘baik’ juga mempunyai
peran dan fungsi penting terhadap perlindungan ekosistem terumbu karang. Kedua
ekosistem terumbu karang dan padang lamun peka terhadap perubahan lingkungan,
sehingga keberadaan ekosistem mangrove dalam kondisi ‘baik’ dengan kerapatan
pohon ke arah ‘padat’ melalui sistem perakaranya yang unik menjadi penopang
dalam menjaga perubahan lingkungan perairan. Dapat diambil kesimpulan dari
penelitian Supriyadi, dkk., (2018) bahwa kondisi tiga ekosistem tersebut dalam
keadaan baik dan akan dipantau secara berkala untuk menjaga ketersediaan dan
keberlanjutan sumber daya alam.
Adapun hasil penelitian Susanto (2019) yang telah menginventarisasi
vegetasi pohon di hutan sekunder Papua Barat menyatakan bahwa sattus pohon di
hutan sekunder Papua Barat didominasi status LC atau dalam kategori aman. Selain
itu terdapat juga penelitian fauna oleh Yarangga, dkk., (2017) yaitu tentang
inventarisasi spesies cacing tanah di Kampung Irai, Kabupaten Pegunungan Arfak,
Papua Barat. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya empat spesies cacing
tanah dari 2 famili yaitu Megascolicidae dan Lumbricidae.
Berdasarkan beberapa penelitian di atas, dapat diketahui bahwa kondisi
sumber daya alam di Provinsi Papua Barat semakin membaik ketika dijadikan
Provinsi Konservasi. Hal tersebut bisa disebabkan oleh beberapa factor yaitu
adanya pendanaan dari pemerintah, adanya lembaga konservai yang lebih mumpuni
daripada sebelumnya, serta masyarakat yang aktif dan turut berpartisipasi
mendukung Papua Barat sebagai Provinsi Konservasi.
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Daerah Khusus Nomor 10 Tahun 2019 tentang Pembangunan


Berkelanjutan di Provinsi Papua Barat
Raharjo, A. D. U., Nugroho, N. P. P., & Resesiyanto, H. (2017). Potensi Panas
Bumi di Kabupaten Manokwari Selatan Provinsi Papua Barat berdasarkan
Analisa Geokimia. Jurnal Konversi, 6(2), 83-88.
Supriyadi, I. H., Cappenberg, H. A., Souhuka, J., Makatipu, P. C., & Hafizt, M.
(2018). Kondisi Terumbu Karang, Lamun Dan Mangrove Di Suaka Alam
Perairan Kabupaten Raja Ampat Provinsi Papua Barat. Jurnal Penelitian
Perikanan Indonesia, 23(4), 241-252.
Susanto, S. A. (2019). Status Konservasi Vegetasi Pohon di Lahan Bera Womnowi
Sidey Manokwari (Sebuah Catatan Kecil Inventarisasi Vegetasi di Hutan
Sekunder Papua Barat). BIOMA: JURNAL BIOLOGI MAKASSAR, 4(2),
107-120.
Tanati, E., Wahyudi, W., & Sinery, A. S. (2020). Tingkat Partisipasi Masyarakat
Lokal dalam Pengelolaan Ekowisata di Kampung Saporkren Distrik Waigeo
Selatan Kabupaten Raja Ampat. Jurnal Sumberdaya Akuatik
Indopasifik, 4(2), 193-202.
Warami, H. (2020). Papua Barat Sebagai Provinsi Konservasi. Malaysian Journal
of Social Sciences and Humanities (MJSSH), 5(11), 197-204.
Yarangga, Y., Kilmaskossu, A., & Ratnawati, S. (2017). Inventarisasi Spesies
Cacing Tanah di Kampung Irai Distrik Anggi Kabupaten Pegunungan
Arfak Papua Barat (Doctoral dissertation, Universitas Papua).

Anda mungkin juga menyukai