secara taksonomi termasuk ke dalam kelompok crustacea
renik yang hidup secara umum di perairan tawar (Pangkey, 2009). Beberapa Daphnia sp. dapat hidup di daerah tropis hingga arktik dengan berbagai ukuran habitat mulai dari kolam kecil hingga danau luas (Delbaere dan Dhert, 1996). Sebagai hewan air Daphnia sp. juga dikenal sebagai kutu air (= water fleas).Di alam genus Daphnia mencapai lebih dari 20 spesies dan hidup pada berbagai jenis perairan tawar, terutama di daerah sub tropis. Daphnia sp. Memiliki ukuran 1-2mm, tubuh berbentuk lonjong, pipih, dan terdapat ruas- ruas/segmen (Chumaidi dan Djajadireja, 2006). Menurut Mokoginta (2003) Daphnia sp. dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Philum : Arthropoda Kelas : Crustacea Sub Klas : Branchiopoda Divisi : Oligobranchiopoda Ordo : Cladocera Famili : Daphnidae Genus : Daphnia Spesies : Daphnia sp. Daphnia sp. merupakan salah satu hewan poikiloterm sehingga naik turunnya temperatur lingkungan dapat mempengaruhi denyut atau kerja jantung. Metabolisme hewan poikiloterm dipengaruhi oleh lingkungan, begitu juga dengan denyut jantungnya. Dinding tubuh Daphnia transparan sehingga organ-organ internalnya akan tampak jelas di bawah mikroskop cahaya dan kerja jantungnya dapat terlihat jelas (Susanto, 1989). Daphnia sp. memiliki sistem peredaran darah terbuka. Hal ini berarti bahwa darah beredar tanpa melalui pembuluh darah, sehingga terjadi kontak langsung antara darah dan jaringan. Sistem peredaran darah ini menyebabkan hilangnya rongga tubuh, karena darah memenuhi celah antar jaringan dan organ tubuh yang disebut homocoel (rongga tubuh yang dipenuhi darah). Rongga tubuhnya hanya pada rongga ekskresi dan organ perkembangbiakan. Jantung terletak pada bagian dorsal, pada anterior dari kantong telur (Ebert, 2005). Jantung berbentuk oval dan pendek (Fox, 2006). Menurut Waterman (1960) denyut jantung Daphnia sp. sebanyak 120 denyut per menit dalam keadaan normal sedangkan rata-rata denyut jantung Daphnia pada suhu panas kurang lebih 240 denyut per menit (Zahidah et al., 2012). Frekuensi detak jantung jantung Daphnia akan semakin menurun apabila ditempatkan pada lingkungan dengan suhu rendah dan akan semakin meningkat seiring dengan naiknya suhu lingkungan. Hal tersebut karena Daphnia merupakan hewan air yang aktivitas metabolismenya dipengaruhi oleh lingkungan luas. Begitu juga dengan frekuensi denyut jantung. Suhu yang rendah akan mengakibatkan aktivitas metabolisme turun akan mengakibatkan denyut jantung juga lambat karena sedikit menyuplai kebutuhan oksigen untuk proses tersebut (Kimball, 1992). Pada kondisi tertentu kecepatan rata-rata denyut jantung Daphnia sp. ini dapat berubah disebabkan oleh beberapa faktor misalnya denyut jantung lebih cepat pada waktu sore hari, pada saat kepadatan populasi rendah, dan saat betina mengerami telur. Pada waktu suhu turun maka laju metabolisme turun dan menyebabkan turunnya kecepatan pengambilan oksigen. Pada lingkungan dengan suhu tinggi akan meningkatkan metabolisme dalam tubuh sehingga laju respirasi meningkat dan berdampak pada peningkatan denyut jantung Daphnia sp. Kondisi lingkungan yang buruk dapat mengaktifkan proses neuro endokrin yang berpengaruh terhadap beberapa respon fisiologi Daphnia sp. Adapun respon fisiologis tersebut antara lain berupa perubahan warna tubuh Daphnia sp. akibat akumulasi hemoglobin, serta perubahan tipe reproduksi dari aseksual menjadi seksual oleh karena produksi anakan Daphnia sp. jantan (Rider et al., 2005). Kondisi lingkungan yang buruk (kelarutan oksigen yang rendah) Daphnia sp. menghasilkan lebih banyak hemoglobin (Hb) untuk meningkatkan pengambilan oksigen dari air. Konsentrasi hemoglobin dapat meningkat 20 kali lipat sebagai respon terhadap perubahan kondisi lingkungan berupa perubahan konsentrasi oksigen dan perubahan suhu. Peningkatan konsentrasi hemoglobin dapat mempengaruhi warna tubuh Daphnia sp. menjadi berwarna kemerahan (Ebert, 2005). Rider et al. (2005) menjelaskan jugawarna merah pada Daphnia sp. memiliki methyl farnesoate yang akan memacu sintesa hemoglobin yang dapat menyebabkan perubahan warna tubuh Daphnia sp.menjadi kemerahan. Habitat Daphnia sp. adalah air tawar yang tergenang (Nasution dan Supranoto, 2004). Daphnia sp. menjadi zooplankton dominan di perairan, Daphnia sp. juga dapat hidup pada bagian atas kolom air di dekat permukaan air yang kaya fitoplankton (Clare, 2002). Daphnia sp. merupakan plankton yang mempunyai ukuran tubuh kecil dan lemah untuk melawan arus yang kuat. Daphnia sp. hanya mampu bergerak migrasi secara vertikal (Waterman, 1960). Pennak (1989) menyatakan bahwa Daphnia sp. dapat tumbuh pada lingkungan dengan kisaran pH antara 6,5 – 8,5, dimana kisaran pH optimum antara 7,2 – 8,5,salinitas umumnya sekitar 1,5 ppt, sedangkan suhu optimum untuk Daphnia sp. adalah 18 – 24˚C. Pernyataan tersebut juga didukung oleh Kusumaryanto (2001) yang menyatakan bahwa Daphnia sp. Dapat hidup dengna baik pada suhu berkisar antara 22˚C - 32˚, pH berkisar antara 6-8, oksigen terlarut (DO) > 3,5ppm da dapat bertaha hidup pada kandungan amoniak antara 0,35 ppm – 0,61 ppm. Konsentrasi oksigen terlarut optimum yaitu di atas 3,5 mg/l.Pada kandungan amoniak antara 0,35 – 0,61 ppm, Daphnia sp. masih dapat hidup dan berkembangbiak dengan baik (Mokoginta, 2003). DAFTAR PUSTAKA
Kimball, J. W. 1992. Biologi II. Jakarta: Erlangga.
Mokoginta Ing. 2003. Budidaya Pakan Alami Air Tawar Modul: Budidaya Daphnia. Departemen Pendidikan Nasional: Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Zahidah, Gunawan, dan Subhan. 2012. Pertumbuhan Populasi Daphnia sp. yang Diberi Pupuk Limbah Budidaya Karamba Jaring Apung (KJA) di Waduk Cirata yang Telah Difermentasi EM4. Jurnal Akuatika. Vol. 3(1):84-94. Ebert, D. 2005. Ecology, Epidemiology and Evolution of Parasistism in Daphnia. University of Basel. Switzerland. Delbaere and Dhert. 1996. Terrestrial and Aquatic Invertebrates as Bioindicators of Enviromental Monitoring, With Particular References to Mountain Ecosystems. Liverpool John Moores University, Byrom Street. Liverpool. Pangkey, H. 2009. Daphnia dan Penggunaannya. Jurnal Perikanan dan Kelautan. V (3): 33-36 Rider, C. V., T. A. Gorr., A.W. Olmstead, B. A. Wasilak, and G. A. LeBlanc. 2005. Stress Signaling: Coregulation of Hemoglobin and Male Sex Determination Through a Terpenoid Signaling Pathway in a Crustacean. Department of Environmental and Molecular Toxicology. North Carolina State University , Raleigh. USA. Waterman. 1960. Unfying Concepts from Methyl Farnesoate for Invertebrate Rreproduction and Post- Embryonic Development. Departement of Molecular and Cell Biology. University of Connecticut. Massachussetts. Clare, J. 2002. Daphnia and Aquarist’s Guide. Dikutip dari http//www.caudata.org/daphnia. [7 April 2019] Pennak, R. W. 1989. Coelenterata. Fresh-water Invertebrates of the United States: Protozoa to Mollusca, 3rd edition. John Wiley and Sons, Inc., New York. Chumaidi dan Djajadireja. 2006. Kultur Massal Daphnia sp. di Kolam dengan Menggunakan Pupuk Kotoran Ayam. Buletin Perikanan. Penelitian Perikanan Darat, 3 (2): 17-20. Susanto, H. 1989. Ikan Hias Air Tawar Populer. Jakarta, Penebar Swadaya. Fox, R. 2006. Invertebrate Anatomy Online Daphnia sp. magna Water Flea. http:/www.lander.edu/rsfox/invertebrates/Daphnia sp..html. diakses tanggal 7/04/19/.p 9-10. Nasution, S. H. Dan Supranoto. 2004. Ikan Hias Air Tawar Kongo Tetra. Penebaar Swadaya. Jakarta. Hal 35. Kusumayanto, H. 2001. Pengaruh Jumlah Inokulasi Awal terhadap Pertumbuhan Populasi, Biomassa dan Pembentukan Epipium Daphnia sp. Skripsi. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.