Anda di halaman 1dari 11

Nama : Nurul Afia Abd.

Majid
NIM : H041171312
Mata Kuliah : Ekologi Perairan

1. Jelaskan perbedaan kondisi lingkungan Antara daerah pesisir, pantai dan laut. Beri
contoh adaptasi dan strategi hidup di ketiga lingkungan tersebut.
a. Zona supratidal/supralitoral/Pesisir
Zona supratidal merupakan zona yang terletak di atas garis pasang tertinggi yang
dapat memiliki lebar hingga beberapa kilometer dengan bentuk morfologinya yang
bergelombang. Daerah ini sangat dipengaruhi oleh iklim, paling utama adalah hujan. Pada
zona ini biasa ditandai dengan alga-alga yang sudah mati yang terbawa arus air ketika
pasang.
Organisme yang hidup di zona supralittoral (supratidal) harus menghadapi kondisi
tertentu, seperti terekspos dengan udara, air tawar dari hujan, hawa panas dan dingin,
serta predasi dari hewan darat dan burung laut. Untuk mengatasi hal ini, hewan-hewan
yang bergerak seperti kepiting, menghindari kehilangan air dengan cara berpindah
dari daerah permukaan yang terbuka ke dalam lubang-lubang, celah atau galian yang
sangat basah sehingga kehilangan air dapat teratasi.
b. Zona intertidal (pantai)
Zona intertidal (pantai) adalah daerah yang mengalami perubahan level air. Pada zona
ini terjadi pasang surut secara periodik. Organisme yang tinggal di zona ini secara teratur
menghadapi paparan udara (pada saat surut) atau disebut juga emersi, sehingga mereka
harus memiliki suatu cara untuk mengatasi perubahan keadaan lingkungannya. Contoh
organisme yang hidup di daerah intertidal yaitu Gastropoda seperti siput (Littorina). Siput
(Littorina) mempunyai operkula yang menutup rapat celah cangkang ketika pasang
turun, mereka masuk ke dalam cangkang, lalu menutup celah menggunakan
operkulum sehingga kehilangan air dapat dikurangi. Beberapa bivalva seperti Mytilus
californianus dapat hidup di daerah intertidal karena memiliki kemampuan menutup
rapat valvanya untuk mencegah kehilangan air. Organisme seperti anemon Actinia
dan hydroid, Clava squamata menghasilkan lendir (mucus) untuk mencegah
kehilangan air. Sedangkan organisme yang berada di substrat pasir dan lumpur
biasanya menguburkan diri ke dalam subtrat untuk mencegah kekeringan.
c. Zona subtidal (laut)
Zona subtidal (laut) daerah yang selalu terendam air. Zona Subtidal merupakan
daerah yang terletek antara batas air surut terendah di pantai dengan ujung paparan
benua (continental shelf), dengan kedalaman sekitar 200 meter. Faktor lingkungan yang
mempengaruhi zona subtidal adalah pergerakan ombak, salinitas, suhu, penetrasi cahaya,
persediaan makanan dan topografi. Proses adaptasi organisme subtidal dapat dilihat dari
daya tahan kehilangan air, cara makan, pemeliharaan keseimbangan panas, tekanan
mekanik, pernapasan dan tekanan salinitas. Salah satu contoh organisme di zona subtidal
yaitu berbagai jenis ikan. Ikan yang hidup di perairan dengan salinitas yang tinggi seperti
laut mengembangkan cara adaptasi berupa adaptasi fisiologis. Adaptasi fisiologi bagi ikan
yang hidup di laut yaitu dengan meminum banyak air dan mengeluarkan sedikit urin yang
pekat. Bentuk adaptasi lainya pada ikan yaitu memiliki bantuk tubuh yang memungkinkan
untuk berenang dengan cepat. Misalnya bentuk tubuh torpedo.

Gambar 1. Zona supratidal, intertidal dan zona subtidal

2. Jelaskan hubungan keterkaitan antara ekosistem lamun dengan ekosistem mangrove


dan ekosistem terumbu karang. Jelaskan faktor lingkungan dari arah darat dan laut
yang mempengaruhi hubungan keterkaitan antara ketiga ekosistem tersebut.
Jawaban:
Ekosistem mangrove, terumbu karang, dan lamun mempunyai keterkaitan
ekologis baik dalam hal nutrisi yang terlarut, sifat fisik air, partikel organik, maupun
migrasi satwa. Hutan mangrove merupakan vegetasi yang tumbuh pada daerah intertidal
dan terlindung dari gelombang besar serta arus pasang-surut yang kuat. Bentuk interaksi
yang terjadi yaitu bentuk interaksi fisik. Terumbu karang dan lamun berfungsi sebagai
penahan gelombang dan arus yang kuat sehingga gerakannya dapat diperlambat, pada
akhirnya akan menyediakan kondisi yang sesuai bagi mangrove. Sebaliknya hutan
mangrove akan memerangkap sedimen di dasar perairan sehingga tidak akan
mengganggu pertumbuhan terumbu karang maupun lamun. Hal ini menjadi masalah
ketika sedimen tersebut dalam jumlah yang banyak masuk ke ekosistem lamun dan
terumbu karang dan berlangsung terus menerus oleh pengaruh penebangan hutan
mangrove maka dapat mengeruhkan perairan. Perairan yang keruh dapat mengurangi
penetrasi cahaya dan pada akhirnya mempengaruhi proses fotosintesis dari lamun dan
zooxanthela yang hidup pada karang. Laju fotosintesis akan berkurang ketika tidak
mendapat cahaya yang cukup, yang pada akhirnya akan mempengaruhi kelimpahan dari
terumbu karang maupun lamun. Keberadaan lamun juga dapat menjadi menahan
substrat dasar karena perakarannya.
Selain itu, partikel organik yang dihasilkan oleh ekosistem mangrove dapat menjadi
makanan bagi biota-biota perairan seperti filter feeder dan detritus feeder yang hidup di
ekosistem lamun maupun terumbu karang. Nutrien di perairan yang berasal dari serasah
daun mangrove, dapat diserap langsung oleh lamun melalui perakarannya, serta
zooxanthella dapat pula menggunakan nutrien tersebut. Batuan-batuan karang yang
pecah juga merupakan nutrien yang dibutuhkan bagi organisme yang ada disekitar
mangrove yang bisanya membentuk cangkang. Nutrien ini juga bisanya dibawa oleh arus
dan ombak untuk diserap oleh lamun.
Ketiga ekosistem ini juga saling terkait dalam hal migrasi fauna. Ketika ekosistem
mangrove dalam keadaan rusak atau terganggu oleh aktivitas manusia maupun oleh
pengaruh alam, maka biota-biota yang hidupnya disekitar mangrove akan beralih tempat
ke ekositem lamun maupun terumbu karang untuk memperoleh perlindungan. Sebaliknya
apabila dalam ekosistem lamun, terjadi persaingan yang ketat dalam memperbutkan
makanan, maka fauna-fauna disekitarnya akan bermigrasi ke darerah mangrove untuk
memperoleh makanan yang banyak. Bentuk interaksi lainnya antara ekosistem mangrove
dan terumbu karang yaitu mangrove berperan sebagai penyerap karbondioksida di udara.
Peran ini secara tidak langsung melindungi terumbu karang dari pemutihan (bleaching)
karena pemanasan global.
Berdasarkan uraian keterkaitan di atas dapat diketahui bahwa faktor lingkungan dari
arah darat yang mempengaruhi yaitu sedimen dan faktor lingkungan dari arah laut berupa
arus dan gelombang. Sedimen yang dapat mengganggu pertumbuhan terumbu karang
dan juga lamun dapat berasal dari kegiatan manusia seperti pengerukan, pertambangan
dan pembangunan konstruksi. Berikut ini merupakan gambar kaitan ekosistem terumbu
karang, lamun dan mangrove.

Gambar 2. Interaksi ekosistem pesisir: mangrove, lamun dan terumbu karang


3. Jelaskan pengertian terumbu karang
Jawaban:
Terumbu karang merupakan ekosistem yang dibangun oleh biota laut penghasil
kapur, terutama oleh hewan karang, bersama sama dengan biota lain yang hidup di dasar
laut maupun kolom air. Hewan karang, yang merupakan penyusun utama terumbu
karang, terdiri dari polip dan skeleton. Polip merupakan bagian yang lunak, sedangkan
skeleton merupakan bagian yang keras. Pada bagian polip terdapat tentakel (tangan-
tangan) untuk menangkap plankton sebagai sumber makanannya. Setiap polip karang
mengsekresikan zat kapur CaCO3 yang membentuk kerangka skeleton karang.

Gambar 3. Polip dan skeleton dari karang

a. Reef flat zone


Zona rataan (reef flat) merupakan daerah paparan terumbu yang rentan terhadap
surut, dimana terjadi peralihan komunitas Di daerah ini sudah mulai terlihat adanya
beberapa koloni kecil karang, terutama karang bercabang dan submasif; kedalaman
dangkal sekitar 1 meter
b. Back reef
Merupakan daerah terumbu karang bagian dalam yang terlindung, biasanya masih
didominasi oleh ekosistem lamun atau makrofita lainnya; kedalaman agak dangkal 1-2
meter.
c. Reef crest
Merupakan daerah tubir dimana sebagian besar bentuk pertumbuhan karang dapat
ditemui. Biasanya jenis karang adalah yang dapat bertahan terhadap hempasan
gelombang dari laut lepas. Selain itu, jenis-jenis biota laut terutama ikan cukup melimpah
di daerah ini. Kedalaman berkisar 2-3 meter.
d. Fore reef zone (buttress zone)
Merupakan daerah lereng yang landai atau curam; dengan luas permukaan substrat
yang lebih lapang sehingga memungkinkan jenis benthik banyak mendominasi selain
karang. Kedalaman sekitar 3-10 meter.
e. Deep fore reef (wall)
Merupakan lanjutan daerah lereng atau hanya merupakan dasar merata yang
cenderung mulai tertutupi oleh sedimentasi, sehingga terkadang lebih banyak substrat
berpasir yang ditemui. Di daerah ini sudah jarang terlihat komunitas karang keras yang
lebat, tetapi beberapa jenis karang lunak dan hewan benthik invertebrata lainnya yang
banyak ditemui. Pada zona ini menerima lebih sedikit cahaya karena kedalamannya yang
lebih besar, dari sekitar 22 meter hingga 44 meter.
f. Leeward
zona leeward merupakan sisi yang membelakangi arah datangnya angin. Zona ini
umumnya memiliki hamparan terumbu karang yang lebih sempit daripada windward reef
dan memiliki bentangan goba (lagoon) yang cukup lebar. Kedalaman goba biasanya
kurang dari 50 meter, namun kondisinya kurang ideal untuk pertumbuhan karang karena
kombinasi faktor gelombang dan sirkulasi air yang lemah serta sedimentasi yang lebih
besar.
g. Windward
Windward merupakan sisi yang menghadap arah datangnya angin. Zona ini diawali
oleh reef slope atau lereng terumbu yang menghadap ke arah laut lepas. Di reef slope,
kehidupan karang melimpah pada kedalaman sekitar 50 meter dan umumnya didominasi
oleh karang lunak. Namun, pada kedalaman sekitar 15 meter sering terdapat teras
terumbu atau reef front yang memiliki kelimpahan karang keras yang cukup tinggi dan
karang tumbuh dengan subur. Mengarah ke dataran pulau atau gosong terumbu (patch
reef), di bagian atas reef front terdapat penutupan alga koralin yang cukup luas di
punggungan bukit terumbu tempat pengaruh gelombang yang kuat. Daerah ini disebut
sebagai pematang alga atau algal ridge. Akhirnya zona windward diakhiri oleh rataan
terumbu (reef flat) yang sangat dangkal.

Gambar 3. Zonasi terumbu karang


4. Jelaskan zonasi yang ada di komunitas mangrove serta jelaskan pula faktor-faktor
lingkungan yang mempengaruhi terbentuknya zonasi tersebut.
Secara sederhana, mangrove umumnya tumbuh dalam 4 zona, yaitu pada daerah
terbuka, daerah tengah, daerah yang memiliki sungai berair payau sampai hampir tawar,
serta daerah ke arah daratan yang memiliki air tawar.
a) Mangrove terbuka
Mangrove berada pada bagian yang berhadapan dengan laut. Komposisi mangrove
dari komunitas di zona terbuka sangat bergantung pada substratnya. S. alba cenderung
untuk mendominasi daerah berpasir, sementara Avicennia marina dan Rhizophora
mucronata cenderung untuk mendominasi daerah yang lebih berlumpur. Meskipun
demikian, Sonneratia akan berasosiasi dengan Avicennia jika tanah lumpurnya kaya akan
bahan organik
b) Mangrove tengah
Mangrove di zona ini terletak dibelakang mangrove zona terbuka. Di zona ini
biasanya didominasi oleh jenis Rhizophora. Jenis-jenis penting lainnya yang dapat
ditemukan adalah B. eriopetala, B. gymnorrhiza, Excoecaria agallocha, R. mucronata,
Xylocarpus granatum dan X. moluccensis.
c) Mangrove payau
Mangrove berada di sepanjang sungai berair payau hingga hampir tawar. Di zona ini
biasanya didominasi oleh komunitas Nypa atau Sonneratia. Ke arah pantai, campuran
komunitas Sonneratia - Nypa lebih sering ditemukan. Di sebagian besar daerah lainnya,
seperti di Pulau Kaget dan Pulau Kembang di mulut Sungai Barito di Kalimantan Selatan
atau di mulut Sungai Singkil di Aceh, Sonneratia caseolaris lebih dominan terutama di
bagian estuari yang berair hampir tawar
d) Mangrove daratan
Mangrove berada di zona perairan payau atau hampir tawar di belakang jalur hijau
mangrove yang sebenarnya. Jenis-jenis yang umum ditemukan pada zona ini termasuk
Ficus microcarpus (F. retusa), Intsia bijuga, N. fruticans, Lumnitzera racemosa, Pandanus
sp. dan Xylocarpus moluccensis. Zona ini memiliki kekayaan jenis yang lebih tinggi
dibandingkan dengan zona lainnya

Gambar 4. Zonasi mangrove


Banyak faktor yang diduga sebagai faktor pengendali dalam zonasi mangrove,
seperti faktor suksesi tumbuhan, kondisi jenis tanah, adaptasi fisiologi, ukuran propagul,
kadar salinitas serta pasang surut air laut. Kemampuan adaptasi dari tiap jenis terhadap
keadaan lingkungan menyebabkan terjadinya perbedaan komposisi hutan mangrove
dengan batas-batas yang khas. Pasang surut dan arus yang membawa material sedimen
dan substrat yng membawa material sedimen dan substrat yang terjadi secara priodik
menyebabkan perbedaan dalam pembentukan zonasi mangrove. Misalnya substrat
berlumpur sangat baik untuk tegakan Rhizophora mucronata dan Avicennia marina.
Jenis–jenis lain seperti Rhizopora stylosa tumbuh dengan baik pada substrat berpasir.
Avicennia merupakan marga yang memiliki kemampuan toleransi terhadap kisaran
salinitas yang luas dibandingkan dengan maraga lainnya. Jenis-jenis tumbuhan mangrove
ini bereaksi berbeda terhadap variasi-variasi lingkungan fisik, sehingga memunculkan
zona-zona vegetasi tertentu dan zonasi dari setiap daerah memiliki pola yang berbeda-
beda tergantung dari keadaan fisiografi daerah pesisir dan dinamika pasang surutnya

5. Jelaskan adaptasi morfologi, fisiologi dan reproduksi dari tumbuhan mangrove


terhadap lingkungan pantai berpasir, berbatu dan berlumpur.
a. Adaptasi mangrove di pantai berpasir
Adaptasi Morfologi
Salah satu jenis mangrove yang tumbuh pada subtrat berpasir yaitu Bakau merah
(Rhizophora stylosa). Substrat yang didominasi oleh pasir merupakan salah satu jenis
sedimen lepas sehingga memungkinkan pohon akan cepat tumbang. Namun, mangrove
dapat tumbuh dengan baik karena sistem perakarannya. Bentuk adaptasi morfologi
mangrove pada daerah yang berpasir yaitu memiliki perakaran berupa akar tunjang. Akar
tunjang pada mangrove berbentuk seperti ceker ayam, berwarna coklat dan memiliki
percabangan lebih dari dua. Fungsinya adalah untuk menahan pohon agar tetap tegak
berdiri bila dihempas angin dan bertahan dari deburan ombak.

Gambar 5. Akar tunjang pada Rhizophora stylosa


Adaptasi Fisiologi
Ada tiga mekanisme yang dilakukan oleh tumbuhan mangrove untuk bertahan
terhadap kelebihan garam di daerah berpasir yaitu :
1. Mensekresi garam (salt-secretors).
Jenis mangrove ini menyerap air dengan kadar salinitas tinggi kemudian
mengeluarkan atau mensekresikan garam tersebut keluar dari pohon. Secara khusus
pohon mangrove yang dapat mensekresikan garam memiliki salt glands di daun yang
memungkinkan untuk mensekresi cairan Na+ dan Cl-. Beberapa contoh mangrove yang
dapat mensekresikan garam adalah : Aegiceras, Aegialitis, Avicennia, Sonneratia,
Acanthus, dan Laguncularia.
2. Tidak dapat mensekresi garam (salt-excluders).
Jenis mangrove ini menyerap air dengan menggunakan akarnya tetapi tidak
mengikutsertakan garam dalam penyerapan tersebut. Mekanisme ini dapat terjadi karena
mangrove jenis ini memiliki ultra filter di akarnya sehingga air dapat diserap dan garam
dapat dicegah masuk ke dalam jaringan. Beberapa contoh mangrove yang dapat
melakukan mekanisme ini adalah: Rhizophora, Ceriops, Sonneratia, Avicennia, Osbornia,
Bruguiera, Excoecaria, Aegiceras, Aegialitis, Acrostichum, Lumnitzera, Hibiscus, Eugenia.
3. Mengakumulasi garam (accumulators)
Mangrove memiliki mekanisme untuk mengakumulasi garam di dalam
jaringannya. Jaringan yang dapat mengakumulasi cairan garam terdapat di akar, kulit
pohon, dan daun yang tua. Daun yang dapat mengakumulasi garam adalah daun yang
sukulen yaitu memiliki jaringan yang banyak mengandung air dan kelebihan garam
dikeluarkan melalui jaringan metabolik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa daun
yang jatuh dari pohon diduga merupakan suatu mekanisme untuk mengeluarkan
kelebihan garam dari pohon yang dapat menghambat pertumbuhan dan pembentukan
buah. Garam yang terdapat di dalam pohon mangrove dapat mempengaruhi enzim
metabolik dan proses fotosintesis, respirasi, dan sintesa protein. Konsentrasi garam yang
tinggi tersebut dapat menghambat ribulose difosfat karboksilase suatu enzim dalam
proses karboksilase. Beberapa jenis mangrove yang memiliki mekanisme dapat
mengakumulasi garam adalah : Xylocarpus, Excoecaria, Osbornia, Ceriops, Bruguiera.
Adaptasi Reproduksi
Adaptasi reproduksi pada mangrove daerah berpasir yaitu vivipari dan kriptovivipari.
Embrio vivipari adalah kondisi dimana embrio pertama kali tumbuh, memecah kulit biji
dan keluar dari buah pada saat masih melekat pada tumbuhan misalnya Bruguiera,
Ceriops, Kandelia dan Rhizophora. Kriptovivipari adalah kondisi dimana embrio tumbuh
dan memecah kulit biji, namun tidak keluar dari kulit buah hingga lepas dari tumbuhan
induk, misalnya Aegiceras dan Avicennia. Vivipari dan kriptovivipari merupakan
mekanisme adaptasi untuk mempersiapkan seedling tersebar luas, dapat bertahan dan
tumbuh dalam lingkungan

b. Adaptasi mangrove terhadap pantai berbatu

Adaptasi Morfologi
1. Mangrove yang tumbuh pada pantai yang berbatu cenderung berukuran lebih kecil
(kerdil). Nutrient merupakan faktor pembatas bagi mengrove yang tumbuh pada
pantai berbatu. Sonneratia alba merupakan salah satu jensi mangrove yang dapat
tumbuh pantai berbatu. Perakaran yang dimiliki tumbuh jauh menembus tanah untuk
memperolah air.
2. Memilki sistem perakaran yang dapat menopang tubuhnya. Rhizophora mucronata
merupakan jenis mangrove sejati yang memiliki persebaran paling luas dan paling
toleran terhadap substrat yang lebih keras seperti pantai berbatu.

Adaptasi Fisiologi
Pantai dengan substat yang berbatu tidak menyediakan kebutuhan air yang banyak
sehingga bentuk adaptasi yang dikembangkan yaitu memiliki mempunyai jaringan
internal penyimpan air baik pada daun dan batangnya.

Adaptasi Reproduksi
Adaptasi reproduksi pada mangrove daerah berbatu yaitu vivipara dan kriptovivipari.
Embrio vivipari adalah kondisi dimana embrio pertama kali tumbuh, memecah kulit biji
dan keluar dari buah pada saat masih melekat pada tumbuhan misalnya Bruguiera,
Ceriops, Kandelia dan Rhizophora. Kriptovivipari adalah kondisi dimana embrio tumbuh
dan memecah kulit biji, namun tidak keluar dari kulit buah hingga lepas dari tumbuhan
induk, misalnya Aegiceras, Avicennia dan Nypa. Vivipari dan kriptovivipari merupakan
mekanisme adaptasi untuk mempersiapkan seedling tersebar luas, dapat bertahan dan
tumbuh dalam lingkungan

c. Adaptasi mangrove pada pantai berlumpur

Adaptasi morfologi
Daerah berlumpur merupakan daerah dengan kadar oksigen yang rendah sehingga
mangrove yang tumbuh di daerah berlumpur memiliki morfologi akar yang
memungkinkan untuk mengambil oksigen dari udara. Didominasi oleh tumbuhan yang
mempunyai pneumatofora, atau yang dikenal juga dengan akar nafas. Bentuk perakaran
mangrove tersebut adalah sebagai berikut:
1. Akar Pasak (Pneumatophore)
Akar pasak berupa akar yang muncul dari sistem akar kabel dan memanjang ke luar
ke arah udara seperti pasak. Akar pasak ini terdapat pada Avicenniea dan Sonnneratia.
2. Akar Lutut (Knee root)
Akar lutut merupakan modifikasi dari akar kabel yang pada awalnya tumbuh ke arah
permukaan substrat kemudian melengkung menuju ke substrat lagi. Akar lutut seperti
ini terdapat pada Bruguiera sp.
3. Akar Tunjang (Stilt root)
Akar tunjang merupakan akar (cabang- cabang akar) yang keluar dari batang dan
tumbuh ke dalam sustrat. Akar ini terdapat pada Rhizophora spp.
4. Akar Papan (Buttres root)
Akar papan hampir sama dengan akar tunjang tetapi akar ini melebar menjadi bentuk
lempeng, mirip struktur silet. Akar ini terdapat pada heritiera.
5. Akar Gantung (Aerial root)
Akar gantung adalah akar yang tidak bercabang yang muncul dari batang ataau
cabang bagian bawah tetapi biasanya tidak mencapai substrat. Akar gantung terdapat
pada Rhizophora, Avicennia dan Acanthus.

Gambar 5. Tipe perakaran pada mangrove


Adaptasi Fisiologi
a. Mengeluarkan kelebihan garam, merupakan salah satu bentuk adaptasi fisiologis
tanaman mangrove. Adaptasi ini dilakukan untuk mengatasi salinitas yang tinggi,
contohnya Avicennia sp, mengeluarkan kelebihan garam melalui kelenjar di bawah
daunnya.
b. Keberadaan tannin pada mangrove dapat berperan sebagai antibakteri bagi
mangrove yang hidup di kawasan berlumpur.

Adaptasi Reproduksi
Adaptasi reproduksi pada mangrove daerah berlumpur yaitu vivipara dan
kriptovivipari. Embrio vivipari adalah kondisi dimana embrio pertama kali tumbuh,
memecah kulit biji dan keluar dari buah pada saat masih melekat pada tumbuhan
misalnya Bruguiera, Ceriops, Kandelia dan Rhizophora. Kriptovivipari adalah kondisi
dimana embrio tumbuh dan memecah kulit biji, namun tidak keluar dari kulit buah hingga
lepas dari tumbuhan induk, misalnya Aegiceras, Avicennia dan Nypa. Vivipari dan
kriptovivipari merupakan mekanisme adaptasi untuk mempersiapkan seedling tersebar
luas, dapat bertahan dan tumbuh dalam lingkungan
(a) (b)

Gambar 6. Propagul (a) pada Bruguiera cylindrica dan (b) pada Aegiceras
comiculata

Anda mungkin juga menyukai