Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIK LAPANG

MANAJEMEN SUMBERDAYA PERIKANAN

Oleh :

DWI FAJRIANTI
P3300216013

PROGRAM STUDI ILMU PERIKANAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kabupaten Pinrang merupakan bagian wilayah Provinsi Sulawesi Selatan
yang secara geografis terletak pada koordinat antara 4º 10’ 30” sampai 3º 19’ 13”
Lintang Selatan dan 119º 26’ 30” sampai 119º 47’ 20” Bujur Timur. Daerah ini
berada pada ketinggian 0-2.600 meter dari permukaan laut. Kabupaten Pinrang
berada ±180 km dari Kota Makassar, dengan memiliki luas ± 1.961,77 Km²,
terdiri dari tiga dimensi kewilayahan meliputi dataran rendah, laut dan dataran
tinggi.
Kabupaten Pinrang secara administratif pemerintahan terdiri dari 12 (dua
belas) Kecamatan, 36 Kelurahan dan 68 Desa yang meliputi 81 Lingkungan dan
168 Dusun.Sebagian besar dari wilayah kecamatan merupakan daerah pesisir
yang memiliki luas 1.457,19 Km² atau 74,27 % dari luas keseluruhan Wilayah
Kabupaten Pinrang dengan panjang garis pantai ±93 Km.Kabupaten Pinrang
memiliki sumberdaya perikanan yang cukup besar dan merupakan salah satu
sektor andalan bagi perekonomian daerah. Potensi pertambakan seluas
15.026,20 Ha atau 22,72 %. Potensi perikanan budidaya Kabupaten Pinrang
cukup menjanjikan dengan luas perikanan tambak mencapai 15.675 ha. Dengan
potensi tersebut Pinrang menjadi salah satu daerah pemasok udang windu
terbesar di Sulawesi Selatan.
Manajemen perikanan adalah ilmu perikanan yang mengedepankan
ekstraksi sumber daya perikanan pada level yang berkelanjutan. Berdasarkan
FAO, tidak ada definisi manajemen perikanan yang jelas dan dapat diterima oleh
semua pihak.[1] Namun FAO sendiri dalam tugas dan wewenangnya
menggunakan istilah manajemen perikanan sebagai "proses terintegerasi dari
pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pengambilan
keputusan, alokasi sumber daya, dan formulasi serta implementasi, diikuti
dengan penegakan hukum jika diperlukan, oleh lembaga yang berwenang di
daerah tersebut untuk memastikan produksi sumber daya dan tujuan perikanan
terus berlanjut.
Menurut Oemar Hamalik (2007: 91) praktek kerja lapangan adalah suatu
tahap persiapan profesional dimana seseorang yang hampir menyelesaikan studi
secara formal terjun ke lapangan dengan supervisi oleh seorang administrator
yang kompeten yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan
melaksanakan tanggung jawab. Sumberdaya perikanan merupakan salah satu
potensi yang cukup menjanjikan dalam mendukung tingkat perekonomian
masyarakat terutama bagi nelayan. Tetapi sebagai konsekuensinya sumberdaya
perikanan yang berbasis perairan yang merupakan milik bersama (common
property) dan terbuka untuk umum (open acces) menyebabkan pemanfaatannya
cenderung melebihi daya dukung sumberdaya (over eksploitation) dan bersifat
destruktif (Arief, 2008). Berdasarkan pengertian di atas mengenai praktik kerja
lapang maka diadakan sebuah implementasi pada mata kuliah manajemen
sumberdaya perikanan. .

B. Tujuan dan Kegunaan


Adapun tujuan dari pelaksanaan Praktik kerja lapang ini yaitu ,
Untuk mengetahui bagaimana manajemen sumberdaya perikanan yang ada
di Kabupaten Pinrang.
Kegunaan dari dilaksanakannya Praktik Kerja Lapang ini ialah;
Sebagai bahan informasi dan sebagai bahan pengalaman bagi mahasiswa,
untuk mengetahui atau mendapat informasi yang banyak tentang manajemen
sumberdaya perikanan di Kabupaten Pinrang.
II. METODE PRAKTIK

A. Waktu dan Tempat


Praktik kerja lapang ini dilaksanakan pada tanggal 05 Juni 2017, pukul 10.00
– 15.00 bertempat di Dinas Perikanan Kabupaten Pinrang, Kecamatan Ujung
Loe dan Rumah Bambu Pintar Desa Wiring Tasi.

B. Metode Praktik
Pengumpulan Data Informasi praktik kerja lapang yaitu :
1. Presentasi umum yang dibawakan oleh kepala Dinas Perikanan
Kabupaten Pinrang (Ir. H. Andi Budaya Hamid) mengenai kondisi
perikanan di Kabupaten Pinrang.
2. Melakukan kunjungan ke beberapa lokasi perikanan bersama penyuluh
PNS Dinas Perikanan Kabupaten Pinrang.
3. Melakukan wawancara langsung dengan nelayan setempat serta Dinas
perikanan Kabupaten Pinrang dan mencatat hasil yang di peroleh.
4. Dokumentasi lokasi perikanan dan alat atau data/informasi perikanan
yang terdapat di Kabupaten Pinrang.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Potensi Perikanan Kabupaten Pinrang


Di Pinrang, luas lahan potensi perikanan tambak mencapai 15.675 ha
dengan pola budidaya tradisional, semi intensif, polikultur udang dan bandeng
serta sedikit budidaya pola intensif. Kawasan tambak tersebar di enam
kecamatan wilayah pesisir, yaitu Suppa (2.203 ha), Lasinrang (1.5675 ha),
Mattirosompe (4.131 ha), Cempa (2.341 ha), Duampanua (5.101 ha), dan
Lembang (339 ha). Bermodalkan dengan potensi pertambakan udang tersebut
maka Pinrang merupakan salah satu daerah pemasok udang windu tersebesar
di Sulawesi Selatan, dimana pada tahun 2013 produksi udang windu terbesar di
Sulawesi Selatan, yaitu2.973,2 ton, meningkat dari produksi tahun 2012 sebesar
2.931 ton.Sementara tahun 2014 produksinya naik menjadi 3.125,3 ton atau
meningkat 100,82 persen dari target sebesar 3.100 ton tahun lalu dan pada
tahun 2015 peningkatan produksi lebih dari 100 persen.
Udang windu (Penaeus monodon) sejak dahulu hingga saat ini
merupakan salah satu komoditas unggulan sektor Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Pinrang. Produksi udang windu yang dihasilkan oleh pembudidaya di
daerah ini sangat diminati oleh pasar manca negara khususnya di Jepang. Tak
berlebihan apabila kabupaten Pinrang berobsesi ingin mengembalikan kejayaan
udang windu seperti di era tahun 1980-an.
Ketika itu, terjadi booming udang windu di enam kecamatan wilayah pesisir
di kabupaten Pinrang. Pada masa itu, budidaya udang windu diandalkan sebagai
penggerak roda perekonomian masyarakat pesisir. Booming udang windu yang
terjadi sepanjang tahun 1980-an hingga awal 1990 berimplikasi pada semakin
bertambahnya luas lahan tambak yang mencapai lebih dari 15.000 ha.
Mengingat, pada saat itu banyak lahan sawah yang tidak memenuhi persyaratan
teknis dipaksakan untuk dialihfungsikan menjadi lahan budidaya udang.
Akibatnya, bermunculan berbagai masalah yang menyebabkan gagal panen
terjadi dimana-mana.
Sejak tahun 2005 ditemukan populasi phronima suppa (Phronima sp) jenis
mikro crustacea yang hidup secara alami pada perairan tambak tertentu di desa
Wiringtassi dan desa Tasiwalie kecamatan Suppa, Pinrang. Phronima sp tidak
ditemukan pada tambak di luar kedua desa tersebut (Fattah dan Saenong,
2008). Pada awal ditemukannya organisme tersebut, masyarakat lokal
menyebutnya sebagai were. Were berasal dari kosa kata bahasa Bugis yang
bermakna anugerah, berkah atau rahmat. Phronima Suppa menjadi anugerah,
berkah dan rahmat bagi pembudidaya pada saat kondisi pertambakan udang
nasioanl mengalami keterpurukan karena degradasi mutu lingkungan, infeksi
patogen dan buruknya manajemen budidaya.

Gambar 1. Phronema suppa

Udang budidaya di tambak yang memakan pakan alami endemik lokal


tersebut cenderung lebih cepat besar dan sehat karena didalam tubuhnya diduga
kaya nutrien yang berperan penting dalam pembentukan sistem immunitas untuk
larva, juvenil, induk ikan dan crestacean. Selain itu keberadaan Phronima Suppa
dapat memperbaiki mutu air dan substrat dasar tambak dan membentuk
immunitas pada tubuh udang dan ikan. Pakan alami Suppa tumbuh endemik di
lokasi tambak tertentu, Selain itu pakan alami juga memiliki peran penting dalam
perbaikan subsrat dan lingkungan tambak. Pakan alami lokal Suppa ini
berpotensi sebagai pengganti artemia salina dimana kebutuhannya sangat tinggi
dan masih diimpor dari negara Eropa.

Keberadaan Phronima Suppa menjadi indikator bangkitnya udang windu


pada kawasan yang sedang terserang virus WSSV dan V.harvey. Kawasan
tambak yang ditemukan Phronima sp serta kawasan tambak yang sedang
terjangkit WSSV berhasil memproduksi udang windu dengan sintasan sekitar 70
persen. Sebaliknya, tambak udang windu tanpa Phronima sp hanya mampu
memproduksi udang windu dengan sintasan 10 persen (Fattah dan Saenong,
2008). Phronima Suppa diduga kaya nutrien dan berperan penting dalam
membangun sistem immunitas internal pada udang serta memperbaiki struktur
tanah dan lingkungan perairan.
Berkembangnya pakan alami Phronima Suppa menjadikan kabupaten
Pinrang sebagai daerah pemasok udang windu tersebesar di Sulawesi Selatan,
dimana pada tahun 2013 produksi udang windu terbesar di Sulawesi Selatan,
yaitu 2.973,2 ton, meningkat dari produksi tahun 2012 sebesar 2.931 ton. Di
Pinrang, luas lahan potensi perikanan tambak mencapai 15.675 ha dengan pola
budidaya tradisional, semi intensif, polikultur udang dan bandeng serta sedikit
budidaya pola intensif. Kawasan tambak terbagi di enam lkecamatan, yaitu
Suppa (2.203 ha), Lasinrang (1.5675 ha), Mattirosompe (4.131 ha), Cemapa
(2.341 ha), Duampanua (5.101 ha), dan Lembang (339 ha).

B. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Potensial Di Kabupaten Pinrang


Sebagaimana diketahui bahwa sumberdaya perikanan adalah
sumberdaya yang dapat pulih (renewable) yang berarti bahwa apabila tidak
terganggu, maka secara alami kehidupan akan terjaga keseimbangannya, dan
akan sia-sia bila tidak dimanfaatkan. Apabila pemanfaatannya tidak seimbang
dengan daya pulihnya maka sumberdaya tersebut dapat terdegradasi dan
terancam kelestariannya, yang sering dikenal sebagai tangkap berlebih
(overfishing). Untuk menghindari kemungkinan terjadinya kondisi tangkap lebih
maka perlu adanya pengelolaan sumberdaya perikanan. Prinsip dasar yang
mendasari ide pengelolaan adalah bahwa pemanfaatan sumberdaya harus
didasarkan pada sistem dan kapasitas daya dukung (carrying capacity)
alamiahnya (Saputra, 2009)
Pengelolaan sumberdaya ikan adalah suatu proses yang terintegrasi
mulai dari pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi,
pengambilan keputusan, alokasi sumber dan implementasinya, dalam rangka
menjamin kelangsungan produktivitas serta pencapaian tujuan pengelolaan
(FAO, 1997). Sementara Widodo dan Nurhakim (2002) mengemukakan bahwa
secara umum, tujuan utama pengelolaan sumberdaya ikan adalah untuk :
1. Menjaga kelestarian produksi, terutama melalui berbagai regulasi serta
tindakan perbaikan (enhancement).
2. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan social para nelayan serta
3. Memenuhi keperluan industri yang memanfaatkan produksi tersebut.
Konsep pengembangan Blue economy saat ini kian gencar
didengungkan seiring kian meningkatnya kesadaran untuk menjaga lingkungan
dalam melakukan usaha budidaya perikanan. Prinsip ini pula yang kini
diterapkan oleh para petambak udang windu di kabupaten Pinrang, Sulawesi
Selatan. Mereka menyebutnya budidaya udang windu ramah lingkungan. Yaitu
budidaya udang windu dengan menggunakan pakan alami yang disebut sebagai
phronima (Phronima suppa). Phronima merupakan sejenis udang renik yang
hidup di dasar tambak yang pertama kali ditemukan di kecamatan Suppa maka
diberi sebutan Phronima Suppa. Rencananya pakan alami lokal ini akan segera
dipatenkan dengan nama Phronima Suppa agar tidak diakui oleh daerah lain.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Pinrang, Ir. H. Andi Budaya
Hamid menjelaskan, tercapainya target produksi komoditas ekspor seperti udang
windu didorong oleh peluang pasar dan beberapa kebijakan strategis yang telah
dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Pinrang. Kebijakan tersebut
antara lain pengembangan kawasan minapolitan di beberapa lokasi yang mampu
mendongkrak produksi dengan mengoptimalkan potensi lahan tambak yang ada
agar minat dan kepercayaan investor dan masyarakat lokal untuk terjun ke usaha
budidaya udang semakin meningkat khususnya udang windu maka Dinas
Kelautan dan Perikanan melakukan perbaikan infrastruktur tambak berupa
normalisasi saluran, perbaikan pintu air, pembangunan jembatan dan
pemeliharaan jalan tambak.
Demikian juga pengembangan budidaya berbasis kawasan. Bantuan
sarana budidaya yang merupakan stimulus bagi pembudidaya turut berperan
serta dalam menaikkan produksi komoditas ekspor perikanan tersebut. "Selain
itu kegiatan lainnya yang menjadi pemicu meningkatnya produksi udang seperti
pendampingan kelompok, pengembangan tambak percontohan aplikasi pakan
alami phronima dan probiotik rica. Termasuk kerjasama lintas sektor dan
stakeholder untuk memudahkan pengembangan inovasi teknologi dalam
budidaya udang.
Pengelolaan yang berbasis masyarakat (PBM/CBM) adalah suatu sistem
pengelolaan sumberdaya alam di suatu tempat dimana masyarakat lokal di
tempat tersebut terlibat secara aktif dalam proses pengelolaan sumberdaya alam
yang terkandung didalamnya. Sejarah pengelolaan sumberdaya alam di wilayah
pesisir berbasis masyarakat (Community Based Management, CBM) sebenarnya
telah ada sejak jaman dahulu, dimana dimana nenek moyang mulai
memanfaatkan sumberdaya alam tersebut untuk menunjang kehidupannya.
Pengelolaan sumberdaya alam pada waktu itu masih bersifat lokal dan masih
sederhana, dimana struktur masyarakat dan aktivitasnya masih sederhana dan
juga belum banyak dicampuri oleh pihak luar. Proses-proses pengelolaan mulai
dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan sampai pada
penerapan sanksi hukum, dilakukan secara bersama oleh masyarakat.
Untuk menjaga lingkungan dalam melakukan usaha budidaya perikanan
penyuluh perikanan kerjasama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Pinrang,
akademisi dan WWF-Indonesia melakukan kajian lapangan berupa tambak
percontohan (dempond) budidaya udang windu dengan aplikasi pakan alami
Phronima Suppa. Kegiatan tambak percontohan budidaya udang windu dengan
aplikasi pakan alami Phronima Suppa berlangsung Maret sampai Agustus 2014
di desa Tasiwalie kecamatan Suppa, Pinrang.. Percontohan budidaya udang
windu aplikasi Phronima Suppa dikelola sesuai dengan Cara Budidaya Ikan yang
Baik (CBIB) . Pendampingan dilakukan dengan cara memberikan bimbingan
secara langsung dalam peningkatan produksi dan pendapatan pembudidaya
tambak udang windu. Pembudidaya yang menjadi sampel dalam kegiatan kajian
tersebut ditetapkan bedasarkan kesediaan mereka untuk melakukan budidaya
udang windu aplikasi Phronima Suppa berbasisi CBIB. Berdasarkan pengamatan
lapangan selama ini bahwa ketersediaan pakan alami secara berkesinambungan
dan pengendalian faktor lingkungan secara penuh menjadi faktor penentu
ketersedian phronima suppa secara memadai untuk mendukung peningkatan
produksi udang windu dengan aplikasi phronima suppa.
IV. KESIMPULAN

Sejak tahun 2005 ditemukan populasi phronima suppa (Phronima sp)


jenis mikro crustacea yang hidup secara alami pada perairan tambak tertentu di
desa Wiringtassi dan desa Tasiwalie kecamatan Suppa, Pinrang. Phronima sp
tidak ditemukan pada tambak di luar kedua desa tersebut (Fattah dan Saenong,
2008). Berkembangnya pakan alami Phronima Suppa menjadikan kabupaten
Pinrang sebagai daerah pemasok udang windu tersebesar di Sulawesi Selatan,
dimana pada tahun 2013 produksi udang windu terbesar di Sulawesi Selatan,
yaitu 2.973,2 ton,
Tercapainya target produksi komoditas ekspor seperti udang windu
didorong oleh peluang pasar dan beberapa kebijakan strategis yang telah
dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Pinrang. Kebijakan tersebut
antara lain pengembangan kawasan minapolitan di beberapa lokasi yang mampu
mendongkrak produksi dengan mengoptimalkan potensi lahan tambak yang ada
agar minat dan kepercayaan investor dan masyarakat lokal untuk terjun ke usaha
budidaya udang semakin meningkat khususnya udang windu maka Dinas
Kelautan dan Perikanan melakukan perbaikan infrastruktur tambak berupa
normalisasi saluran, perbaikan pintu air, pembangunan jembatan dan
pemeliharaan jalan tambak.
Untuk menjaga lingkungan dalam melakukan usaha budidaya perikanan
penyuluh perikanan kerjasama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Pinrang,
akademisi dan WWF-Indonesia melakukan kajian lapangan berupa tambak
percontohan (dempond) budidaya udang windu dengan aplikasi pakan alami
Phronima Suppa.
Keberhasilan oleh banyak pihak termasuk penyuluh perikanan dalam
mengembangkan Phronima Suppa sebagai pakan alami dalam budidaya udang
windu berkelanjutan menjadi tantangan dan kebanggaan kabupaten Pinrang di
mata nasional dan internasioanl. Untuk itu diperlukan kerja keras dalam
mendorong pembudidaya agar tetap mempertahankan komoditas udang windu
sebagai salah satu komoditas unggulan di sector perikanan budidaya kabupaten
Pinrang.
DAFTAR PUSTAKA
Food and Agricultural Organization, 1997. Fisheries Management. FAO
Technical Guidelines for Responsible Fisheries, No. 4 82p. Rome.

Fattah, M.H. dan M. Saenong. 2008. Uji Pendahuluan Kultur Udang Suppa
(Phronima sp). Laboratorium Lapang Akultur. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Universitas Muslim Indonesia (UMI), Makassar. 45 hal

Saputra, Suradi Wijaya. 2009. Dinamika Populasi Ikan Berbasis Riset. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang

Widodo, J dan S. Nurhakim, 2002. Konsep Pengelolaan Sumberdaya


Perikanan. Disampaikan dalam Training of Trainers on Fisheries
Resource Management. 28 Oktober s/d 2 November 2002. Hotel Golden
Clarion. Jakarta
DOKUMENTASI

FOTO BERSAMA KADIS DAN STAF DINAS PERIKANAN KABUPATEN PINRANG

FOTO BERSAMA PENYULUH PNS DAN PETANI TAMBAK DI DESA WIRING TASI

FOTO BERSAMA PENYULUH PNS DAN NELAYAN DI KECAMATAN UJUNG LOE

Anda mungkin juga menyukai