Anda di halaman 1dari 12

IDENTIFIKASI POTENSI EKOWISATA

MANGROVE DI DISTRIK RAJA AMPAT


PERUMAHAN DUA RATUS
PAPUA BARAT

PROPOSAL PENGAJUAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL)

Oleh:
FRISKA K. MERABANO
2017 75 004

PROGRAM STUDI D III EKOWISATA


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PAPUA
RAJA AMPAT
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat
dan hidayah-Nya sehingg dapat menyelesaikan proposal saya yang berjudul proposal
“Teknik Pengelolaan Ekowisata Mangrove Berbasis Masyarakat Di Waisai Kabupaten
Raja Ampat Papua Barat. Tidak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Marjan Bato,S.Kel.,M.Si selaku ketua program studi D III Ekowisata
2. Bapak Marjan Bato,S.Kel.,M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah
mengarahkan saya dalam proses penyusunan proposal PKL
3. juga kepada kedua orang tua dan keluarga yang banyak memberikan dukungan
serta motivasi dalam menyusun proposal PKL ini
4. teman-teman yang telah memberi dukungan baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam pembuatan proposal ini.
Penulis mengakui bahwa ada banyak kekurangan pada karya ilmiah ini. Oleh
karena itu, kritik dan saran dari seluruh pihak senantiasa kami harapkan demi
kesempurnaan karya kami. Semoga karya ilmiah ini dapat membawa pemahaman dan
pengetahuan bagi kita semua.
I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia memiliki berbagai macam habitat dan keanekaragaman biota laut, dan
juga sumberdaya alam yang begitu indah. Salah satunya adalah ekosistem mangrovea.
Luas hutan mangrove yang terdapat di pesisir pantai.mencapai 2,5 hingga 4,5 juta
hektar, oleh karena itu Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia
melebihi Brasil ( 1,3 juta ha ) Nigeria ( 1,1 juta ha ) dan Australia ( 0,97 ha ) (Danong,
dkk, 2019). Dibandingkan dengan tahun 1999, luas hutan mangrove di Indonesia
mencapai 8,60 juta dan merupakan kawasan hutan mangrove terluas di dunia. Secara
khusus di Raja Ampat luas hutan mangrove mencapai 27.180 ha, dan tersebar di Pulau
Waigeo 6.843 ha, Pulau Batanta 785 ha, Pulau Kofiau 279 ha, Pulau Misool 8.093 ha
dan Pulau Salawati 4.258 ha. Kawasan hutan mangrove di Papua yang masuk sebagai
hutan konservasi baru 148.000 ha (Anynomous 2006). Dimana kita dapat
menggembangkannya menjadi satu potensi wisata alam yang termasuk di bidang
pariwisata atau ekowisata
.
Ekowisata merupakan perjalanan ke daerah-daerah alami yang melestarikan
lingkungan dan kesejahteraan masyarakat setempat, Sehingga Ekowisata ini memiliki
prinsip yaitu konservasi alam, memperdayakan masyarakat lokal, dan meningkatkan
kesadaran lingkungan hidup. Ekowisata tidak hanya menjual tujuan atau obyek pesisir
dan laut, tetapi menjual filosofi dan rasa, sehingga tidak mengenal kejenuhan bagi
wisatawan yang mengemari di bidang pariwisata. ( Tuwo,2011 dalam Fahriansya,2012 )
Salah satu bentuk ekowisata yang dapat kita lihat di sini yaitu sumberdaya di
wilayah pesisir, yang dimana kita kenal sebagai ekosistem mangrove untuk
mewujudkan pembangunan wilaya pesisir yang berkelanjutan (Hadinoto 1996 ), maka
dari itu ekowisata membentuk kegiatan pariwisata untuk memanfaatkan lingkungan
alam sekitar, agar adanya interaksi antara lingkungan alam dan aktifitas rekreaksi dan
juga konservasi, pengembangan antara penduduk dan wisatawan. dari kegiatan
ekowisata mengintregasikan bahwa kegiatan pariwisata, Konservasi, dan pemberdayaan
masyarakat lokal, dapat mengikuti serta menikmati keuntungan dari kegiatan wisata
tersebut melalui pengembangan potensi-potensi lokal yang di miliki.
Pemanfaatan lain dari hutan mangrove merupakan jasa ekowisata yang sangat
memperhatikan dan penting bagi pariwisata. Guna mendukung sarana konservasi
lingkungan dan kondisi keadaan wisata. Oleh karena itu produk atau jasa dapat
diperoleh bahkan merupakan penghasilan utama kebutuhan hidup masyarakat (Kustanti
dkk 2005). Meskipun demikian dalam praktek pengembangan ekowisata, pada hutan
mangrove harus di kelola agar menghindari resiko dan dampak negatif terhadap
lingkungan. Seperti memperhatikan aspek kesesuaian, serta daya dukung lingkungannya
( Muhammad dkk, 2012;Kusaeri dkk,2015 ). Dengan begitu daerah tujuan ekowisata ini
merupakan spesifik dan alami serta kaya akan keanekaragaman hayati. sehingga
ekosistem mangrove sangat berpotensi untuk di kembangakan dan meningkatkan
kesejateraan masyarakat, karena memiliki keunikan tersendiri seperti berbagai jenis
fauna yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove yaitu; ikan, udang, kepiting, kerang,
siput, dan hewan lainya, hutan mangrove merupakan tempat hidup beberapa satwa liar
juga, seperti burung, biawak, ular, berang-berang dan monyet (Hamdan,F.dkk.2012).
karena itu potensi ekosistem mangrove sangat baik untuk berkembang sebagai daerah
tujuan ekowisata alternatif.
Kabupaten Raja Ampat memiliki banyak destinasi wisata dan juga di kenal
dengan ekosistem alam laut dan lingkungannya yang indah dan menarik, di sisi lain
salah satunya hutan mangrove yang begitu luas dan besar
Ekowisata di Raja Ampat sangat banyak untuk dapat di kembangkan kerena apa
yang kita lihat, dan tidak perna kita temukan semuanya ada. Sebab dari itu Raja Ampat
ini di sebut dengan cagar alam bawah laut dan juga hutannya yang begitu menarik
ketika di lihat, sehingga banyak wisatawan yang berkunjung dan melakukan aktifitas
wisata. Raja Ampat merupakan tempat wisata yang berada di Provinsi Papua Barat,
merupakan sekelompok pulau yang berlokasi di waisai kabupaten Raja Ampat.
Keindahan Pulau ini menjadikan Raja Ampat sebagai salah satu ikon wisata bawah laut
terpopuler di Indonesia. Terdapat satu hal yang menjadi ciri khas Raja Ampat yakni
pemandangan bawah lautnya yang menakjubkan. Memang sejak dahulu 1 kawasan
pulau raja ampat papua selalu menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan
domestik maupun mancanegara. Kebanyakan dari mereka sengaja mengunjungi wisata
ini untuk melihat keindahan biota dan terumbu karang bawah laut yang menakjubkan.
Bahkan banyak pihak yang menyatakan Kepulauan Raja Ampat memiliki banyak
keanekaragaman spesies terbanyak dari seluruh pulau-pulau di dunia. Beberapa spesies
biota laut langka yang belum pernah Anda jumpai bahkan dapat Anda temui
(Mohammad Rizaldy Maturan 2018)
Sumber Daya Alam (SDM) yang ada di Raja Ampat terkenal dengan berbagai
macam ragam ekosistem laut dan hutan mangrove, serta destinasi wisata yang bagus
untuk di kembangkan bagi mansyarakat setempat, Akan tetapi wisatawannya masi
kurang, di karenakan belum adanya pembangunan dan infrastruktur yang belum
memadai bagi masyarakat setempat untuk membantu dan mengelolah potensi SDM
yang ada. Oleh karena itu masyarakat sangat mengharapkan bantuan dan dukungan dari
pemerintah untuk mengembangkan potensi SDM yang ada di Raja Ampat, Dalam hal
ini di bidang parawisata terlebih khususnya di Waisai Kabupaten Raja Ampat. Agar
masyarakat dapat mengembangkan potensi SDM yang ada. Sehingga wisatwannya bisa
tertarik dan berwisata dengan baik, dan juga dapat meningkatkan wisatawan yang akan
masuk ke Raja Ampat.
Oleh karena itu Praktek Kerja Lapangan (PKL) mengambil judul
Identifikasi……….. mengembangkan potensi ekosistem mangrove yang ada di
kabupaten Raja Ampat yang dapat dikelola menjadi aktivitas ekowisata mangrove.
1.2 Tujuan

Tujuan praktek kerja lapang (PKL) ini, bertujuan untuk:


1. Mengidentifikasi sumberdaya alam (SDA) di distrik perumahan dua ratus di waisai
Kabupaten Raja Ampat yang dapat mendukung kegiatan Ekowisata Mangrove.
2. Membantu masyarakat di distrik perumahan dua ratus sebagai daerah pelaksanaan
kegiatan Ekowisata Mangrov
3. Dimana bisa memberi informasi kepada Pemerintah daerah agar adanya tindakan

lanjut supaya hutan bakau bisa di jaga.

1.3 Manfaat

Manfaat praktek kerja lapangan (PKL) ini, untuk :

1. Dimana meningkatkan pemahaman dari fungsi mangrove terhadap Masyarakat

di distrik perumahan dua ratus untuk menjaga atau melestarikan ekosistem

mangrove.

2. Agar Pemerintah dapat memberi strategi dan kebijakan untuk masyarakat di

distrik perumahan dua ratus dapat berkembang dan menjadi salah satu

pemasukan bagi ekonomi mereka dan menguntungkan.

BAB II
GAMBARAN UMUM

2.1 Keadaan umum lokasi praktek


Perumahaan 200 adalah salah satu kampung yang terletak di distrik Raja Ampat
Papua Barat. Letak Kampung 200 tidak jauh dari Ibu Kota Raja Ampat waisai, yang
berjarak kurang lebih 2 KM dan dapat di jangkau menggunakan kendaraan roda 2
maupun roda 4, dengan jarak tempuh kurang lebih 15 menit.

2.2 Letak Administrative


kampung wisata Yenwaupnor adalah salah satu kampung yang pada awalnya
bernama kampung kormansiwin, yang administrative, terlekatnya di Distrk Meos
Mansar Kabupaten Raja Ampat Provinsi Papua Barat.

2.3 Topografi
Keadaan Topografi pada wilayah Kabupaten Raja Ampat sebagian besar 70%
merupakan perairan yang memisahkan pulau yang satu dengan pulau yang lain.
pulau-pulau tersebut bervariasi luasnya yang terdiri dari 4(empat) pulau besar yaitu:
Pulau Waigeo, Pulau Batanta, Pulau Salawati dan Pulau Misool
2.4 Mata Pencaharian
Mayoritas Mata pencaharian penduduk Kampung Yenwaupnor adalah nelayan
Mata pencaharian sebagai nelayan adalah merupakan mata pencaharian pokok yang
di anggap memberikan hasil bagi penduduk setempat, Karena hanya dangan
penangkapan ikan yang dijual bisa dapat memenuhi kebutuhan penduduk.
Disamping mata pencaharian sebagai nelayan masyarakat Kampung Yenwaupnor
juga memiliki mata pencaharian sebagai petani. serta terdapat beberapa warga
masyarakat yang memiliki pekerjaan sebagai pegawai negeri dan wirausaha.

2.5 Sejarah Budaya Dan Masyarakat


Sejarah masyarakat di Kampung Yenwaupnor tidak terlepas dari sejarah
masyarakat Biak dan Numfor di Wilayah Teluk Cenderawasih. Orang Biak dan
Numfor bermigrasi ke Raja Ampat dalam beberapa periode waktu dan sejarah
bermulai dari pelayaran hongi dan pembayaran upeti Kepada Sultan Tidore/Ternate.
Periode perjalanan Suku Biak dan Numfor berukutnya mengikuti arah perjalanan
Koreri (Manarmaker) dalam legenda kepercayaan tradisional Biak Migrasi terakhir
diperkirakan terjadi pada akhir tahun 1950-an oleh karena masyarakat di kampung
yenwaupnor berasal dari Biak maka budaya dan bahasa mereka juga sama dengan
bahasa Biak yang membedakannya hanya dialek atau ragam bahasanya umumnya
penduduk asli Kampung Yenwaupnor beragama Kristen Protestan.
Berdasarkan kondisi geografis dan ragam ekosistem maka masyarakat
Kampung Yenwaupnor tergolong masyarakat pesisir/ nelayan Masyarakat Kampung
Yenwaupnor dalam menjalankan kelangsungan hidupnya paling banyak
memanfaatkan hasil laut dan potensi lingkungan perairan dan pesisir Sistem
ekonomi masyarakat Kampung Yenwaupnor tidak lagi dikategorikan pada tingkat
subsisten tetapi sudah tergolong sistem perdagangan karena hasil laut yang
diperoleh tidak hanya untuk dikonsumsi sendiri melankan suduh didistribusikan
dengan imbalan ekonomi kapada pihak lain Menurut Kusmayadi dan Kaihatu (2017).
III METODE PELAKSANAAN PKL

3.1 Lokasi Dan Waktu


Waktu pelaksanaan PKL berlangsung selama 3 bulan, yaitu pada bulan agustus–
oktober 2020. Di laksanakan dikampung yenwaupnor Distrik Meos Mansar Kabupaten
Raja Ampat, Papua Barat.

Gambar 1. Peta lokasi kampung yenwaupnor

4.2 Alat Dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang akan di gunakan dalam penyususan laporan PKL dan
proses pengelolaan ekowisata mangrove.
Tabel 1. Alat yang di gunakan dalam kegiatan PKL
No Alat Kegunaan
1 Alat tulis Mencatat data-data yang didapatkan
2 Kamera Sebagai dokumentasi pengambilan gambar
3 Laptop Untuk mengolah data yang didapatkan
4 Handphone Agar bisa berkomunikasi atau rekam

4.3 Jadwal Pelaksanaan


Tabel 2. Jadwal pelaksanaan PKL

Kegiatan Bulan
Minggu Mingu Minggu Minggu Ke-4 Minggu
Ke-1 Ke-2 Ke-3 Ke-5
Persiapan
Proposal
Pelaksana
n Pkl
Penyusuna
n Pkl
Konsultasi
Ujian

3.4 Metode Pengumpulan Data


Metode yang di gunakan dimana berpartisipasi langsung dengan masyarakat
setempat dalam sebuah kegiatan wisata mangrove di kampung yenwaupnor,
pengambilan data ini di lakukan selama kegiatan pelaksanaan praktek kerja. Data yang
dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung
pada lokasi penelitian melalui observasi, dan wawancara,. Data sekunder diperoleh dari
kantor kelurahan terkait dengan monografi desa dan sumber-sumber yang relevan
terkait dengan rehabilitasi hutan mangrove.
a. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara:
1. Pengamatan langsung di lapangan
Pengamatan secara langsung oleh peneliti untuk mendeskripsikan keadaan
ekosistem hutan mangrove yang akan diteliti guna mendapatkan data primer.
Sehingga peneliti dapat mendeskripsikan ekosistem hutan mangrove, dan
mengamati secara Langgsung dan guna mendapatkan data primer.
2. Wawancara dengan responden
Pengambilan data dengan cara mengadakan tanya jawab dengan responden.
Tanya jawab yang dilakukan menggunakan daftar pertanyaan umum atau kuesioner
untuk memperoleh data primer. Karena itu cara yang akan digunakan dengan
wawancara Terhadapat responden, sehingga mengadakan tanya jawab yang
dilakukan menggunakan daftar pertanyaan atau kuesioner agar memperoleh data
primer.
3.Studi pustaka
Metode pengumpulan data dengan cara membaca dan mengutip teori yang
berasal dari buku dan tulisan lain yang relevan dengan penelitian untuk mendapatkan
data sekunder.

DAFTAR PUSTAKA
Latupapua T yosevita, dkk. 2019. Analisis Kesesuaian Kawasan Mangrove sebagai
Objek Daya Tarik Ekowisata di Desa Siahoni, Kabupaten Buru Utara Timur,
Provinsi Maluku, Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas
Pattimura, Jl. Ir. M. Putuhena Kampus Poka, Ambon 97233, Maluku,
Indonesia *Email: vithaforester@gmail.com

Pratama W Firman, 2017. Identifikasi potensi dan strategi pengembangan ekowisata


mangrove pada kawasan wisata tanarajae kecamatan labbakkang kabupeten
pangkep, depatermen ilmu kelautan fakultas ilmu kelautan dan perikanan
universitas hasanuddin makassar 2017

Mukhlisi, 2017. potensi pengembangan ekowisata mangrove di kampung tanjung


batu,kecamatan pulau derawan,kabupaten berau,balai litbang teknologi
konservasi sumber daya alam (Balitek KSDA) samboja

Agussalim andi dan toni, 2014. Potensi kesesuaian mangrove sebagai daerah ekowisata
di pesisir muara sungai musi kabupaten banyuasin,program studi ilmu
kelautan,fakultas mipa,universitas sriwijaya,palembang

Anda mungkin juga menyukai