Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM BUDIDAYA HEWAN DAN TUMBUHAN

BUDIDAYA IKAN BEONG (Mystus nemurus) DI BBI (BALAI BENIH IKAN)


SAWANGAN, MAGELANG

Disusun oleh:
R.Bg. Irawanto Wisnu B.

12308141042

Vella Liani

13308141051

Nur Khotimah

13308141060

Wulan Novitasari

13308141062

Tonny Haryo Wibisono

13308144002

Hana Widiyanti

13308144006

Endah Ratna Sari

13308144010

Ulfa Nur Wahyudi

13308144011

Aris Setiyanto Wibowo

13308144012

Irfan Hanis Prasetya

13308144015

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2016

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Budidaya hewan dan tanaman merupakan salah satu mata kuliah pilihan prodi Biologi.
Budidaya

hewan

dikategorikan

ke

dalam

peternakan

dan

budidaya

perikanan.

Budidaya merupakan merupakan kegiatan terencana pemeliharaan sumber daya yang


dilakukan pada suatu areal lahan untuk diambil manfaat/hasil panennya. Budidaya beong
merupakan usaha pembesaran bakalan (hewan muda) atau bibit/benih pada suatu lahan tertentu
selama beberapa waktu untuk kemudian dijual, disembelih untuk dimanfaatkan daging serta
bagian tubuh lainnya. Kunjungan ini dilakukan untuk menambah wawasan mahasiswa
dibidang budidaya ikan beong di Balai Benih Ikan (BBI) Sawangan dalam rangka melihat
budidaya ikan beong yang merupakan ikan liar dialam dan sulit untuk dipijahkan.
Ikan beong banyak ditemukan di sungai mulai dari muara sampai hulu, seperti banyak
ditemukan di sungai-sungai daerah Sumatera, Kalimantan dan Jawa. Atas dasar tersebut, ikan
beong tidak bisa bertahan di perairan yang mempunyai kadar oksigen rendah. Kota Magelang
merupakan kota wisata yang memiliki salah satu destinasi pariwisata lokal maupun interlokal.
Ikan beong merupakan ikan karnifor yang hidup disungai. Yang sekarang menjadi icon kota
Magelang yang terkenal dengan mangut ikan beongnya. Jika ikan beong yang ada dialam
ditangkap terus menerus tanpa ada usaha budidaya, maka ikan tersebut akan habis atau punah
Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Magelang mengembangkan budidaya ikan
beong yang merupakan jenis ikan lokal yang selama ini belum pernah dikembangkan oleh
masyarakat dan merintis budidaya ikan beong yang masih sulit untuk dipijahkan serta memiliki
daya hidup yang rentah terhadap oksigen yang rendah, sehingga dapat memenuhi permintaan
pasar akan konsumsi ikan beong yang menjadi icon kota magelang.

B. Tujuan
Mengetahui budidaya ikan beong (Mystus nemurus) yang dilakukan oleh Balai Benih Ikan
(BBI) Sawangan, Magelang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Balai Benih Ikan (BBI) Sawangan
Balai benih ikan (BBI) adalah sarana pemerintah untuk menghasilkan benih ikan dan
untuk membina usaha pembenihan ikan rakyat yang tersebar di seluruh Indonesia. Ada BBI
yang dikelola oleh pemerintah daerah tingkat I yaitu BBI sentral, dan ada yang dikelola oleh
pemerintah daerah tingkat II yaitu BBI lokal. Oleh karena itu, peningkatan potensi BBI
mempunyai kedudukan yang strategis dalam pengembangan budidaya perikanan air tawar
umumnya (Dedy Heryadi Sutisna &Ratno Sutarmanto).
Keadaan lingkungan dan tingkat kemajuan budidaya ikan serta pengelolaan perairan
umum (danau, waduk, rawa, sungai dsb) di setiap daerah seluruh Indonesia tidak selalu sama.
Tuntutan terhadap BBI di setiap daerah juga berbeda, oleh karena itu pengoperasionalan BBI
dapat disesuaikan tanpa merubah prinsip yang telah digariskan. Efektivitas dan efesiensi BBI
sebagai unit pelaksana teknis (UPT) daerah akan dapat tercapai bilamana ada
keseimbangan antara tuntutan kebutuhan benih di daerah setempat dengan fasilitas yang
disediakan, tenaga pelaksana organisasi, dan pengelolaannya (Dedy Heryadi Sutisna &Ratno
Sutarmanto).
Unit Pelaksana Teknis Balai Benih Ikan (UPT BBI) merupakan salah satu UPT yang
ada di Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Magelang berdasarkan SK Bupati
Magelang nomor 31 tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah yang
mempunyai kedudukan sebagai unsur penunjang dari sebagian tugas-tugas Dinas Peternakan
dan Perikanan Kabupaten Magelang, mempunyai fungsi dan tugas sebagai berikut:
-

Melaksanakan seleksi terhadap jenis-jenis ikan air tawar untuk jenis induk ikan unggul dan
pengendalian mutu benih

Penghasil benih ikan untuk keperluan petani ikan dan penebaran ikan diperairan umum;

Sebagai wadah pelaksanaan adaptasi teknik pembenihan / pemeliharaan ikan air tawar

Tempat penyuluhan pembenihan / budidaya ikan.

Pembinaan terhadap petani pembenih ikan.

Sumber pendapatan asli daerah.

UPT BBI Sawangan memiliki 3 unit lokasi:


a. BBI Sawangan I
Terletak di Desa Krogowanan, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang. Luas lahan
1.940 m2 terdiri dari kolam 950 m2, bangunan dan lain-lain 990 m2. Sumber air didapat
dari saluran irigasi sehingga memungkinkan BBI Sawangan I untuk menjalankan
operasional pembenihan jenis ikan air tawar.
b. BBI Sawangan II
Dusun Butuh, Desa Sawangan, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang. Luas lahan
21.945 m2 yang terdiri dari kolam 14.300 m2 bangunan dan lain-lain 7.645 m2. Sumber air
berasal dari mata air, sehingga memungkinkan BBI Sawangan II menjalankan kegiatan
pembenihan ikan air tawar.
c. BBI Grabag
Desa Tlogorejo, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang. Luas lahan: 5.800 m2, yang
terdiri dari perkolaman 4.800 m2 bangunan dan lain-lain 1.000 m2. Sumber air berasal dari
mata air, sehingga memungkinkan BBI Grabag menjalankan kegiatan pembenihan ikan
jenis air tawar.
2. Ikan Baong/Beong
Baung/Beong adalah nama segolongan ikan yang termasuk ke dalam marga
Hemibagrus, suku Bagridae. Ikan ini tersebar luas di India, Cina selatan dan Asia Tenggara.
Baung masih sekerabat dengan lele (bangsa Siluriformes). Nama marganya (Hemibagrus),
berasal dari bahasa Latin hemi yang berarti setengah atau separuh, dan bagrus, yang
merupakan nama sejenis ikan laut (Peter K. L., Ng, H. H. 1995).
Marga Hemibagrus pada mulanya dianggap satu dengan marga Mystus (ikan-ikan keting
atau lundu), atau yang sebelumnya dikenal sebagai Macrones. Marga ini dipisahkan karena
anggotanya yang dewasa umumnya memiliki tubuh yang berukuran besar. Bertubuh agak
mirip dengan lele, ikan-ikan baung memiliki kepala yang memipih agak mendatar, dengan
bagian tulang tengkorak yang kasar di atas kepala tak tertutupi oleh kulit, dan sirip lemak yang
berukuran sedang berada di belakang sirip punggung (dorsal) (Heok Hee, Dodson, Julian J.
1999).
Baung adalah ikan air tawar yang dapat hidup dari perairan di muara sungai sampai ke
bagian hulu. Bahkan di Sungai Musi (Sumatera Selatan), baung ditemukan sampai ke muara

sungai di daerah pasang surut yang berair sedikit payau. Selain itu ikan ini juga banyak ditemui
di tempat-tempat yang letaknya di daerah banjir. Secara umum baung dinyatakan sebagai ikan
yang hidup di perairan umum seperti sungai, rawa, situ, danau dan waduk. Baung bersifat
noktural yang berarti aktivitas kegiatan hidupnya (mencari makan, dll) lebih banyak dilakukan
pada malam hari. Selain itu baung juga memiliki sifat suka bersembunyi di dalam liang-liang
di tepi sungai tempat habitat hidupnya. Di alam baung termasuk ikan pemakan segala
(omnivora), namun ada juga yang menggolongkannya sebagai ikan karnivora karena lebih
dominan memakan hewan-hewan kecil seperti ikan-ikan kecil (Arsyad, 1973).
Menurunnya populasi ikan beong, menjadi sebuah persoalan dari masyarakat, pecinta
beong, hingga pemerintahan di Kabupaten Magelang. Ikan berhabitat asli di sungai Progo itu
lama kelamaan habis karena banyak ditangkap untuk ikan konsumsi. Namun, pembibitan dan
juga pembenihan ikan yang hidup liar ini jarang dilakukan. Fidil Rahmat merasa prihatin
dengan terus berkurangnya populasi ikan yang memiliki nama latin mystus nemurus ini sejak
akhir tahun 2000an. Ikan ini meski hidup liar di sungai-sungai di beberapa wilayah Indonesia,
telah menjadi salah satu ikon Magelang. Hal itu identik dengan masakan sederhana nan nikmat
berjuluk mangut beong Kabupaten Magelang. (Tribun Jogja).
Persoalan berkurangnya dan terancam punahnya populasi ikan bersifat predator ini
bahkan menjadi pembahasan hingga tingkat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Magelang. Fidil
kemudian bersama lima orang lainnya dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) BBI Kecamatan
Sawangan lalu membuat terobosan.Fidil yang merupakan Kepala UPT BBI Sawangan dan
kawan-kawannya kemudian mencoba mengeksplorasi dan melakukan eksperimen untuk
mengembang biakkan ikan beong dengan cara menangkarkan di kolam pada akhir tahun 2013.
Ide dan langkah mulia untuk melakukan konservasi sumber daya alam ini, awalnya tak mulus
(Tribun Jogja).
Fidil dan timnya harus menemui kendala dalam proses mengawinkan dua indukan
beong yang dipinjamnya dari kantor UPT BBI Provinsi Jawa Tengah (Jateng) di Muntilan.
Selama enam bulan, ikan ini belum menunjukkan tanda-tanda dapat berkembang biak secara
maksimal. Mungkin, saat awal kami tangkarkan, beong ini masih dalam proses adaptasi
lingkungan. Hampir setengah tahun, dua indukan yang akan kami kembangbiakkan baru mau
kawin, jelasnya. Dia mengungkapkan, setelah enam bulan, tepatnya di pertengahan tahun
2014, proses perkawinan dua indukan beong itu terjadi. Mereka bersorak. Namun, saat proses

perkawinan dua induk beong ini juga memerlukan waktu dan proses amat panjang. Kami
menunggu sampai 3-4 jam untuk proses perkawinannya. Dalam kurun waktu tersebut, indukan
beog bisa kawin selama 10-12 kali. Kami juga harus telaten memindahkan telur dengan
substrat yang terbuat dari ijuk, paparnya (Tribun Jogja).
Dia berharap program konservasi ikan beong ini bisa terus berjalan dan menjadi
program. Diharapkan dalam dua kali setahun, sudah ada ribuan bibit beong yang ditebarkan ke
sungai dari ujung Secang hingga perbatasan dengan Kulonprogo, DIY. Untuk melestarikan
ikan ini, BBI Sawangan juga melakukan penangkaran di kolam-kolam. Mereka juga
menggandeng pemuda Dusun Butuh, Desa Sawangan, Kecamatan Sawangan, Kabupaten
Magelang untuk melakukan konservasi (Tribun Jogja).
a. Klasifikasi Ikan Baung
Berdasarkan Eschmeyer (1998) dan Kottelat (1996) dalam Supyan (2011 ) klasifikasi Ikan
Tagih sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum

Nama Sinonim

: Chordata

Subfilum : Vertebrata

: Hemibagrus nemurus, Macrones


nemurus

Nama Asing

: Asian Redtail Catfish, Green

Kelas

: Actinopterygii

Catfish, River Catfish

Subkelas

: Actinopterygii

Nama Umum

: Tagih / Baung

Ordo

: Siluriformes

Nama Lokal

: Tagih (Jawa Timur), Sogo (Jawa

Subordo

: Siluroidei

Tengah), Sengol (Jawa Barat),

Famili

: Bagridae

Baung (Sumatera)

Genus

: Mystus

Spesies

: Mystus Nemurus

b. Morfologi Ikan Baung


Menurut Amri dan Khairuman (2008) tubuh ikan baung terbagi atas 3 bagian, yaitu
kepala, badan, dan ekor. Mulut, sepasang mata, hidung dan tutup insang (operculum)
terdapat di kepala. Ikan baung memiliki bentuk tubuh panjang, licin, dan tidak bersisik,
kepalanya kasar dan depress. Di kepala, terdapat mata di bagian depan dan operculum di
bagian belakang. Terdapat garis linea lateralis memanjang mulai dari belakang tutup
insang sampai pangkal ekor. Ikan baung memiliki lima buah sirip, yaitu sirip punggung,

sirip dada, sirip perut, sirip dubur, dan sirip ekor. Morfologi ikan baung dapat dilihat pada
Gambar 1.

Gambar 1. Morfologi ikan baung (Efendi, 2010)


Ikan baung memiliki bentuk seperti ikan patin dengan warna putih perak pada
bagian bawah dan kecoklatan pada punggung. Pada jenis-jenis tertentu ada yang memiliki
warna kehitaman. Badan ikan baung tidak bersisik dan licin karena diliputi lendir. Pada
sirip dada terdapat tulang tajam dan bersengat yang berfungsi seperti patil. Pada bagian
sirip dada juga berjari-jari keras. Terdapat sirip lemah yang disebut adipose fin. Ikan baung
memiliki sungut yang sangat panjang, bahkan mencapai dubur. Proporsi ukuran panjang
tubuh adalah 5 kali tinggi atau 3-3,5 kali panjang kepala (Amri dan Kairuman, 2008).
Ciri yang sangat membedakan ikan tagih dengan ikan catfish lainnya adalah
mempunyai 4 sungut peraba dan satu diantaranya lebih panjang yang terletak pada sudut
rahang atas dan panjangnya mencapai sirip dubur. Selain itu, ikan ini juga memiliki sirip
lemah yang biasa disebut sebagai adiposefin. Sirip lemah ini memiliki panjang yang hampir
sama dengan sirip dubur. Sirip punggung mempunyai dua jari-jari keras, sedangkan jarijari lunaknya ada tujuh buah. Sirip dubur mempunyai 12-13 jari-jari lunak. Sirip perut
mempunyai 6 jari-jari lunak dan 2 jari-jari keras yang menjadi patil. Dari segi ukuran, ikan
tagih termasuk cukup besar untuk ukuran ikan dari golongan Catfish (Supyan 2011).

c. Siklus Hidup dan Penyebaran


Makanan dan kondisi lingkungan menjadi faktor penting dalam proses
pertumbuhan dan reproduksi. Apabila makanan mencukupi dan kondisi lingkungan baik,
maka keberlangsungan hidup suatu sumberdaya dapat berjalan dengan baik. Saat ini,
lingkungan perairan terus menerus mendapat tekanan dari adanya kegiatan manusia yang
menimbulkan pencemaran cukup tinggi sehingga membuat kondisi ikan menjadi terganggu
(Effendie 2002).
Ikan tagih mengalami enam fase kehidupan dimulai dari telur, larva, benih,
konsumsi, calon induk dan induk. Masa kematangan gonad jantan dan betina ikan tagih
berbeda. Ikan jantan lebih cepat matang gonad dari ikan betina, dan mulai matang pada
umur 10 bulan dengan ukuran 100 gram. Sedangkan betina mulai matang gonad pada umur
12 bulan dengan ukuran yang sama. Ikan ini dapat hidup pada ketinggian sampai 1.000 m
di atas permukaan laut, kandungan oksigen minimal 4 ppm, dan air yang tidak terlalu keruh
dengan kecerahan pada pengukuran alat secchi disk. Ikan tagih tergolong ke dalam
benthopelagic, dan hidup di perairan tawar dan payau dengan kisaran pH 7 - 8,2 dan suhu
240C 270C (Supyan 2011).
Ikan tagih suka menggerombol di dasar perairan dan membuat sarang berupa
lubang di dasar perairan yang lunak dengan aliran air yang tenang. Ikan tagih menyukai
tempat-tempat yang tersembunyi dan tidak aktif keluar sarang sebelum hari petang. Setelah
hari gelap, ikan tagih akan keluar dengan cepat untuk mencari mangsa, tetapi tetap berada
di sekitar sarang dan segera akan masuk ke sarang bila ada gangguan. Ikan ini banyak
ditemukan dengan kondisi perairan yang cukup dangkal (45 cm) dengan kecerahan hampir
100 % (Supyan 2011).
d. Reproduksi
Selama proses reproduksi, sebagian besar hasil metabolisme tertuju pada
perkembangan gonad. Hal ini menyebabkan terdapatnya perubahan dalam gonad itu
sendiri. Umumnya pertambahan dalam gonad ikan betina 10-25% dan pada ikan jantan 510% dari bobot tubuh. Pengetahuan tentang perubahan atau tahap-tahap kematangan gonad
diperlukan untuk mengetahui perbandingan ikan-ikan yang akan atau tidak melakukan
reproduksi. Pengetahuan tentang kematangan gonad juga didapatkan keterangan bilamana
ikan akan memijah, baru memijah atau sudah selesai memijah. Ukuran ikan pada saat

pertama kali gonadnya masak, ada hubungan dengan pertumbuhan ikan dan faktor
lingkungan yang mempengaruhinya (Tang dan Affandi, 2001).
Ikan baung, sebagaimana ikan-ikan yang hidup di perairan umum air tawar
memijah pada awal musim hujan. Hal ini merupakan fenomena umum karena saat musim
hujan, kawasan (daerah) yang kering pada musim kemarau akan ditumbuhi rerumputan dan
tergenang air. Di kawasan demikian, banyak terdapat makanan dan cukup terlindungi bagi
ikan untuk melakukan pemijahan. Alawi dkk (1992) dalam Kordi (2009) melaporkan
bahwa ikan baung di perairan Sungai Kampar (Riau) memijah pada sekitar bulan Oktober
sampai Desember.
Areal pemijahan biasanya ditumbuhi tanaman air seperti rerumputan, Hydrilla dan
lain-lain. Kematangan gonad pertama dicapai pada umur sekitar satu tahun dimana
beratnya telah mencapai di atas 200 g. Pada ukuran tersebut, seekor ikan baung betina
memiliki fekunditas sekitar 5000 butir telur. Ikan baung dengan berat 2,7 kg produksi
telurnya mencapai 1.365 sampai 160.235 butir (Tang et al., 1999). Pada umur yang lebih
tua dan berukuran panjang 42 cm serta berat badanya sekitar 800 g, fekunditas ikan baung
dapat mencapai sekitar 80.000 butir (Cholik, 2005).

BAB III
METODE
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Kuliah Lapangan Praktikum Budidaya Hewan dan Tumbuhan ini dilaksanakan pada
Hari Selasa, 15 Maret 2016 di UPT Balai Benih Ikan (BBI) Kec. Sawangan, Kab. Magelang
dengan fokus untuk mempelajari tentang budidaya ikan beong (Mystus nemurus), dari
pemijahan, pendederan, hingga pembesaran.

B. Alat
Alat alat yang digunakan dalam pengambilan data adalah buku catatan, recorder,
kamera, serta menyiapkan pertanyaan yang akan diajukan sebelum proses wawancara.

C. Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Metode
pengumpulan data yang digunakan yaitu observasi secara langsung dan melakukan wawancara
dengan staff UPT BBI Sawangan. Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara
melakukan pengamatan langsung terhadap materi yang menjadi obyek pembahasan.
sedangkan wawancara merupakan proses perolehan keterangan untuk tujuan mendapatkan
data yang dilakukan dengan tanya jawab kepada responden.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Balai benih ikan (BBI) Sawangan adalah Unit Pelaksanaan Teknis dari Dinas
Peternakan Dan Perikanan Kabupaten Magelang.
UPT BBI Sawangan memiliki 3 unit lokasi:
a. BBI Sawangan I
Terletak di Desa Krogowanan, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang. Luas lahan
1.940 m2 terdiri dari kolam 950 m2, bangunan dan lain-lain 990 m2. Sumber air didapat
dari saluran irigasi sehingga memungkinkan BBI Sawangan I untuk menjalankan
operasional pembenihan jenis ikan air tawar.
b. BBI Sawangan II
Dusun Butuh, Desa Sawangan, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang. Luas lahan
21.945 m2 yang terdiri dari kolam 14.300 m2 bangunan dan lain-lain 7.645 m2. Sumber air
berasal dari mata air, sehingga memungkinkan BBI Sawangan II menjalankan kegiatan
pembenihan ikan air tawar.
c. BBI Grabag
Desa Tlogorejo, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang. Luas lahan: 5.800 m2, yang
terdiri dari perkolaman 4.800 m2 bangunan dan lain-lain 1.000 m2. Sumber air berasal dari
mata air, sehingga memungkinkan BBI Grabag menjalankan kegiatan pembenihan ikan
jenis air tawar.
BBI Sawangan memilki beberapa tupoksi, salah satunya adalah pelestarian. Pelestarian
yang dilakukan oleh BBI Sawangan adalah mengenai ikan Beong. Ikan Beong merupakan jenis
ikan yang hidup di sungai. Ikan beong hidup liar di sungai-sungai pada beberapa wilayah di
Indonesia.Ikan Beong yang dibudidayakan di BBI Sawangan adalah ikan yang menjadi ikon
kota Magelang. Ikan Beong ini memiliki habitat asli di sungai Progo sehingga banyak ditemui
di wilayah sepanjang sungai ini. Sayangnya, semakin lama populasi ikan Beong di sungai
Progo mengalami penurunan akibat penangkapan secara liar oleh warga sekitar untuk dijadikan
sebagai kuliner khas kota Magelang. Hal ini diperparah dengan semakin maraknya bisnis
kuliner berbahan ikan khas tersebut yang kemudian menjadi serbuan para wisatawan.
Peningkatan akan jumlah permintaan ikan Beong tidak seimbang denga ketersediaan
ikan Beong di alam karena belum adanya upaya pembudidayaan ikan Beong. Padahal, ikan

jenis ini bisa dibudidayakan di kolam-kolam ikan. Oleh karena kekhawatiran terhadap populasi
ikan Beong yang semakin menyusut, maka BBI Sawangan melakukan upaya budidaya ikan
Beong untuk mendapatkan benih. Upaya yang telah dilakukan oleh BBI Sawangan telah
membuahkan hasil dengan beberapa kali telah melakukan penebaran benih ikan Beong ke
Sungai Progo.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam budidaya ikan Beong terdiri dari
beberapa langkah dari proses pemijahan sampai proses pembesaran.
1. Pemilihan induk
Ikan Beong sekilas menyerupai ikan lele, hanya saja pada ikan beong terdapat
beberapa ciri khas yang membedakannya dari ikan lele. Ikan Beong memiliki ekor yang
bercabang, sementara ekor pada ikan lele tidak bercabang. Ikan Beong juga memiliki
kumis seperti pada ikan lele, hanya saja kumis pada ikan Beong berjumlah 4 pasang yang
terdiri dari 2 pasang kumis pendek dan 2 pasang kumis yang memanjang sampai ke ke sirip
perut.
Ciri khas lain pada ikan Beong adalah duri atau patil pada terletak di punggung ada
satu buah dan di bagian dada terdapat 2 buah. Duri atau patil pada ikan Beong ini lebih
besar, keras, runcing dan bergerigi jika dibandingkan dengan patil pada ikan lele. Selain
itu, ikan Beong memiliki gigi-gigi kecil yang berjumlah ratusan terletak pada rahang atas
maupun rahag bawah. Ikan Beong memiliki bentuk tubuh yang bulat dan memipih ke
bawah. Untuk membedakan jantan dan betina dapat didasarkan pada kenampakan bentuk
tubuh. Pada yang jantan bentuk tubuh cenderung lebih ramping sementara pada betina
tubuhnya lebih besar. Jika dilihat dari alat kelaminnya, maka pada yang jantan akan
nampak bagian yang memanjang pada alat kelamin di belakang anus. Sementara pada yang
betina, alat kelaminnya berbentuk bulat.
Induk yang digunakan untuk proses pembenihan di BBI Sawangan, diperoleh dari
balai ikan lain. Indukan yang digunakan berusia 3 tahun dimana pada usia tersebut gonad
sudah matang. Induk betina yang sudah siap untuk proses pemijahan dapat dilihat dari
ukuran perut yang tetap besar walaupun tidak diberi makan selama 2 minggu. Sementara
pada yang jantan, untuk mengetahui matangnya gonad tidak bisa dilakukan dengan cara
striping.

2. Pemijahan
Proses kawin pada ikan Beong terjadi pada awal musim hujan. Proses kawin ikan
Beong terjadi pada siang hari dengan kisaran waktu dari jam 07.00 sampai 11.00 sehingga
mudah untuk diamati. Hal yang penting dibutuhkan dalam proses pemijahan ini adalah
substrat tempat penempelan telur. Telur ikan Beong sama seperti telur pada ikan lele
dimana telur yang telah dibuahi akan menempel pada substrat. Untuk itu, pemberian
kakaban di dalam kolam pemijahan mutlak diperlukan.
Dalam satu kolam pemijahan, diisi oleh sepasang indukan. Proses kawin pada ikan
Beong dimulai dengan gerakan ikan jantan mendekati betina. Setelah itu, jantan akan
meliukkan tubuhnya, menjepit ikan betina. Ikan betina yang dijepi oleh jantan kemudian
akan mengeluarkan telur. Telur tersebut selanjutnya akan dibuahi oleh jantan. Setelah
kawin, jantan dan betina akan kembali berpisah. Jeda waktu dalam satu kali kawin dengan
proses kawin selanjutnya adalah sekitar 15-20 menit. Hal ini bisa berlangsung sampai 12
kali. Ikan Beong bersifat terestrial sehingga ikan tersebut cenderung menetap dalam satu
tempat. Selama proses kawin, ikan ini juga akan cenderung menetap dan tidak berpindah.
Sehingga apabila dalam satu kolam diletakkan banyak kakaban, maka kakaban yang akan
terisi telur hanya yang terletak di bagian dimana ikan kawin. Untuk itu, selama jeda kawin
dapat dilakukan penggantian kakaban agar telur tidak menumpuk dalam satu kakaban saja.
3. Penetasan telur
Telur akan menetas setelah 24 jam. Setelah menetas, larva-larva ikan akan berbaris
satu-satu dan menggerombol sampai berumur 3 hari. Pada hari keempat ketika kuning telur
sudah mulai habis, maka ikan akan menyebar dalam rangka mencari makan. Saat ikan
mulai menyebar pada hari keempat ini, maka ikan sudah siap ditebar ke kolam pembesaran.
4. Pembesaran
Kolam untuk pendederan mulai dipersiapkan pada hari pertama ikan dipijahkan.
Pada saat itu, kolam mulai ditata dan dipersiapkan. Kolam diatur pH nya dan dipupuk
menggunakan pupuk kandang. Untuk dosis pupuk kandang yang diberikan adalah 0,5
kg/m2 jika pupuk dalam keadaan kering atau 1 kg/m2 jika pupuk dalam keadaan basah.
Setelah dipupuk, kolam diisi air 10 cm. Hari kedua, ketiga dan keempat pada persiapan
kolam, air ditambahkan masing-masing setinggi 10 cm sehingga total pada hari keempat
tinggi air dalam kolam mencapai 40 cm. Kemudian pada hari kelima ikan mulai masuk ke

dalam kolam pendederan. Pada hari itu, plankton di dalam kolam diperkirakan sudah
tumbuh. Zooplanton seperti Morina sap. dan cacing sutra sudah tumbuh sebagai sumber
makanan bagi ikan.
Setelah 4 hari ikan di dalam kolam, pertumbuhan plankton di kolam akan booming.
Ikan yang berumur 8 hari tersebut sudah tumbuh besar dengan ukuran mulut yang juga
lebih besar. Hal ini memungkinkan ikan untuk memakan plankton dalam jumlah yang lebih
banyak sehingga pada hari ke 6 usia kolam atau umur ikan 10 hari plankton akan habis.
Sehingga umur 2 minggu atau ikan sudah berukuran 3-4 cm mulai dapat diberikan pakan
seperti cincangan daging keong. Setelah berumur sekitar 3 minggu, ikan dapat diberi pakan
pelet dengan memperhatikan proses transisi pemberian pakan dari daging keong ke pelet.
Selain itu, pembesaran ikan Beong bersama ikan nilem mampu meningkatkan
pertumbuhan ikan Beong. Dalam hal ini ikan nilem menjadi sumber pakan daging bagi
ikan Beong.
5. Pengendalian hama dan penyakit
Penyakit yang menyerang ikan Beong, sama dengan penyakit pada ikan lain seperti
lele. Untuk penanganan parasit pada ikan, digunakan garam sebanyak 5 kg/1000m2. Garam
memiliki fungsi untuk merontokkan parasit yang menempel pada tubuh ikan. Jika tingkat
gangguan penyakit sudah tinggi, dapat digunakan malacyt green oksalat dengan takaran
kurang lebih 1 sendok teh/1000 m2. Pada pemakaian malacyt, ikan yang terkena parasit
hanya dibilas saja dalam larutan tersebut kemudian ikan akan masuk ke dalam kolam yang
baru. Ikan yang mendapat perlakuan malacyt adalah ikan yang bukan ditujukan untuk
konsumsi mengingat bahan kimia tersebut berbahaya dan dapat terakumulasi dalam tubuh
ikan. Oleh karena itu, penggunaan malacyt green hanya ketika keadaan benar-benar sudah
terdesak karena ancaman kematian pada ikan-ikan yang akan menjadi indukan serta dalam
jumlah sedikit.
-

Ikan Beong tidak tahan pada kadar oksigen rendah

Air mengalir

Ikan Beong hidup di air yang keruh

Di air bening, ikan beong saling menyerang dan menggigit

Penyakit : 21 hari harus pindah kolam, karena kondisi air sudah tidak bagus, yg muncul
adalah parasite.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah diperoleh dari BBI (Balai Benih
Ikan) Sawangan dapat disimpulkan mengenai langkah-langkah yang dilakukan dalam
budidaya ikan Beong terdiri dari:
a. Pemilihan induk, dilihat dari kenampakan bentuk tubuh serta alat kelamin di belakang
anus. Indukan yang digunakan berusia 3 tahun dimana pada usia tersebut gonad sudah
matang.
b. Pemijahan, proses kawin pada ikan Beong terjadi pada awal musim hujan dan siang hari
dengan kisaran waktu dari jam 07.00 sampai 11.00 WIB. Telur yang telah dibuahi akan
menempel pada substrat yaitu kakaban.
c. Penetasan telur, telur akan menetas setelah 24 jam. Pada hari keempat setelah penetasan,
maka ikan sudah siap ditebar ke kolam pembesaran
d. Pembesaran, sebelumnya kolam diatur pH nya dan dipupuk menggunakan pupuk kandang.
Pada hari kelima ikan mulai masuk ke dalam kolam pendederan, plankton di dalam kolam
diperkirakan sudah tumbuh. Umur 2 minggu atau ikan sudah berukuran 3-4 cm mulai dapat
diberikan pakan seperti cincangan daging keong. Setelah berumur sekitar 3 minggu, ikan
dapat diberi pakan pelet
e. Pengendalian hama dan penyakit, digunakan garam sebanyak 5 kg/1000m2 untuk
merontokkan parasit yang menempel pada tubuh ikan. Jika tingkat gangguan penyakit
sudah tinggi, dapat digunakan malacyt green oksalat dengan takaran kurang lebih 1 sendok
teh/1000 m2.
B. Saran
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah diperoleh dari BBI (Balai Benih
Ikan) Sawangan, sebaiknya kunjungan dilakukan saat ikan Beong sedang dalam proses
pemijahan sehingga dapat melihat secara langsung proses pemijahannya, atau sedang
dilakukan langkah budidaya yang lainnya seperti persiapan kolam pembesaran, pemindahan
ikan, dan lain sebagainnya. Selain itu, setelah dilakukan kunjungan sebaiknya praktikan dapat
langsung melakukan budidaya ikan Beong, sehingga hasil observasi dan wawancara dapat
langsung dipraktekkan.

DAFTAR PUSTAKA
Affandi,R, Sjafei, D S, Rahardjo, M. F. & Sulistiono. 2004. Fisiologi Ikan Pencernaan dan
Penyerapan Makan. Institut Pertanian Bogor
Affandi, R & tang,U.M.2002. Fisiologi Hewan Air. Unsri Press, Riau
Alawi, H. 1990. Memelihara Ikan dalam Karamba. Fakultas Perikanan, Universitas Riau.
Dedy Heryadi Sutisna, Ratno Sutarmanto. 1995. Pembenihan Ikan Air Tawar. Jakarta: Penerbit
Kanisius.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan.
Penerbit Kanisius : Yogyakarta.
Eschmeyer, W.N. 1998. Catalog of Fishes I-III. California Academy of Sciences, San Fransisco,
3517 pp
Heok Hee, Dodson, Julian J. 1999. Morphological and Genetic Descriptions of a New Species of
Catfish, Hemibagrus chrysops, from Sarawak, East Malaysia, with an Assessment of
Phylogenetic Relationships. Ebook: The Raffles Bulletin of Zoology.
Khairuman dan Khairul Amri. 2002. Membuat Pakan Ikan Komersil. Penerbit. Agromedia
Pustaka: Jakarta. 88 Hlm.
Khairuman dan Khairul Amri. 2002. Buku Budidaya Ikan Baung. Penerbit Agromedia Pustaka.
Jakarta.
Kottelat, M., Anthony, J.W., Sri, N.K., Soetikno, W. Freshwater Fishes of Western Indonesia and
Sulawesi. Periplus Edition (HK), Ltd : Jakarta
Peter K. L., Ng, H. H. 1995. Hemibagrus gracilis, a New Species of Large Riverine Catfish
(Teleostei: Bagridae) from Peninsular Malaysia. Ebook: The Raffles Bulletin of Zoology.
Supyan. 2011. Aspek Biologi Ikan Baung. Jurnal Penelitian Perikanan. Jakarta.
http://dispeterikan.magelangkab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=23:prof
il-balai-benih-ikan-bbi-kab-magelang&catid=271:artikel--berita. Diakses pada 17 April
2016 pukul 05:53 WIB.
http://jogja.tribunnews.com/2015/03/01/mangut-beong-ikan-asli-sungai-progo-yang-nyatispunah. Diakses pada 17 April pukul 05:53 WIB.

LAMPIRAN

Gambar 1. Balai benih Ikan (BBI) Sawangan,


Magelang

Gambar 2. Ikan Beong

Gambar 3. Kolam Pemijahan

Gambar 4. Kolam Pembesaran

Gambar 5. Pengecekkan Alat Kelamin Ikan Beong

Gambar 6. Penjelasan Proses Budidaya

Gambar 7. Penjelasan Proses Budidaya

Gambar 8. Penjelasan Proses Budidaya

Gmbar 9. Pemberian Kenang-kenangan

Gambar 10. Dosen, Staff FMIPA UNY dan BBI, serta


Mahasiswa

Anda mungkin juga menyukai