Oleh
Kelompok : 1
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan pertolongan-Nya, sehingga Laporan Mata Kuliah Metode
Penangkapan Ilmiah ini yang berjudul “Metode Penangkapan Ikan Dengan
Menggunakan Alat Tangkap Bubu Lipat Di Desa Nelayan 2 Sungailiat”. Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan laporah ini masih terdapat
banyak kekurangan. Namun berkat dan pertolongan Tuhan Yang Maha Esa
melalui bantuan berbagai pihak, laporan ini dapat terselesaikan. Penulis
menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Orang tua penulis yang telah mendoakan, membimbing, mengayomi, dan
memberi semangat dalam menulis laporan ini.
2. Pak Kurniawan S.Pi., M.Si dan pak Rizaldi S.Pi selaku dosen pengampu
mata kuliah Metode Penangkapan Ikan.
3. Rekan-rekan kerja kelompok yang telah membantu dalam proses
penyelesaian laporan.
4. Seluruh teman-teman mahasiswa Program Studi Manajemen Sumberdaya
Perairan terkhususnya angkatan 2019.
Demikianlah harapan penulis, semoga laporan praktikum ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan juga pembaca tentunya. Adanya saran yang
membangun dari pembaca untuk perbaikan laporan selanjutnya sangat dihargai,
penulis ucapkan terima kasih.
Kelompok 1
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1
I. PENDAHULUAN
Perikanan tangkap berperan penting serta memiliki peran yang strategis bagi
perikanan di Indonesia. Hal ini juga sesuai dengan pendapat (Purnomo, dkk)
Perikanan tangkap memiliki peran penting dan strategis di Indonesia, setidaknya
dapat dilihat dari tiga peran, yaitu sumber pertumbuhan ekonomi, sumber pangan
khususnya protein hewani, dan penyedia lapangan kerja. Pentingnya perikanan
tangkap tidak hanya terjadi di Indonesia namun juga di beberapa negara di Asia,
Eropa dan Amerika. Fakta ini diungkapkan Fauzi (2010) bahwa sektor perikanan
di beberapa negara di Eropa dan Amerika telah menjadi sumber “energi” dan
mesin pertumbuhan ekonomi regional. Peran sektor perikanan di beberapa negara
ditandai dengan tajamnya peningkatan produksi perikanan dunia. Bahkan untuk di
China, perikanan tangkap berdampak secara ekonomi dan sosial (Huang & He
2019). Fauzi & Anna (2002) menyebutkan bahwa sumber daya perikanan sebagai
salah satu aset penting negara apabila dikelola secara baik, dan memberikan
manfaat maksimum bagi masyarakat. Sementara itu, kontribusi produksi
perikanan tangkap laut di dunia terus menurun, hingga sebesar 46,38% dari total
produksi perikanan dunia pada tahun 2016. Pada saat produksi perikanan
meningkat, produksi perikanan tangkap di laut mengalami penurunan, dari sebesar
81,25 juta ton pada tahun 2015 menjadi 79,28 juta ton pada tahun 2016 (FAO,
2018).
II.2 Alat Tangkap Bubu Lipat
Alat tangkap bubu lipat adalah alat tangkap nelayan yang dioperasikan di
perairan pesisir pantai secara pasif untuk memanfaatkan sumberdaya rajungan.
Pengoperasian bubu lipat ini mudah dan bersifat pasif, menggunakan umpan
yaitu dengan cara menunggu rajungan masuk terperangkap. Saat terperangkap di
dalam bubu, rajungan tetap hidup dan dapat bergerak di dalam bubu.
4
hasil tangkapan dilakukan dua sampai tiga hari setelah bubu dipasang
bahkan beberapa hari setelah di pasang.
2. Bubu apung (Floating Fish Pots), adalah bubu yang dioperasikan dengan
cara diapungkan dipermukaan perairan. Bubu ini umumnya terbuat dari
bambu dan dilengkapi dengan pelampung. Bentuk bubu apung ada yang
slindris dan ada pula yang berbentuk seperti kurung-kurung. Bubu jenis ini
menangkap jenis ikan pelagis. Tipe bubu apung berbeda denga bubu dasar,
bubu apung dilengkapi dengan pelampung dari bambu atau rakit bambu
yang penggunaannya ada yang diletakkan tepat dibagian atasnya.
3. Bubu hanyut (Drifting Fish Pots), adalah bubu yang dioperasikan di
permukaan air. Ditinjau dari kedudukannya di air, bubu hanyut sama dengan
bubu apung, namun bubu ini kemudian dihanyutkan mengikuti arus air.
Bubu jenis ini umumnya dirangkai dari beberapa bubu yang berukuran kecil
berjumlah 20-30 buah. Bubu hanyut di indonesia umumnya dikenal dengan
sebutan pakaja, luka , atau patorani. Pakaja atau luka artinya sama yaitu
bubu, sedangkan patorani merupakan penamaan bubu karena bubu ini
menangkap ikan torani atau ikan terbang (flying fish). Bubu hanyut biasa
berukuran kecil, berbentuk silindris, panjang 0,75 m, diameter 0,4-0,5 m.
II.4 Kontruksi Bubu Lipat
4. Tempat umpan (bait case) Tempat umpan pada umumnya terletak didalam
bubu. Tempat umpan ini biasanya terbuat dari kawat, plastik ataupun jaring
sentetis. Fungsinya untuk menahan umpan agar tidak terpisah dan tetap pada
tempatnya. Dalam beberapa kasus, umpan diletakkan pada ruangan yang
terbuat dari besi atau plastik dengan beberapa lubang kecil untuk
mengamankan umpan. Cara ini hanya biasa dilakukan apabila umpan uyang
digunakan sangat atraktif pada ikan yang ingin di tangkap. (Subani dan
Barus, 1989).
5. Pintu untuk mengeluarkan hasil tangkapan (hatch) Pintu biasanya terletak
pada bagian tengah badan bubu agar mudah untuk mengeluarkan hasil
tangkapan. Kebanyakan perangkap dilengkapi dengan pintu untuk
memudahkan dalam mengeluarkan hasil tangkapan (Subani dan Barus,
1989).
6. Celah pelolosan
Celah pelolosan dibuat agar ikan – ikan yang belum layak tangkap dari segi
ukuran dapat keluar dari bubu. Bentuk celah pelolosan dapat mempengaruhi
9 keberhasilan bubu dalam meloloskan hasil tangkapan sampingan. Bentuk
escape gap sebaiknya disesuaikan dengan morfologi maupun tingkah laku
dari terget spesies yang akan diloloskan. Adapun bentuk celah pelolosan
yang umum digunakan yaitu kotak, persegi panjang dan oval. Pada beberapa
negara, celah pelolosan menjadi keharusan pada setiap alat tangkap untuk
meloloskan ikan – ikan dan crustacea yang masih berukuran kecil. (Subani
dan Barus, 1989)
7. Pemberat
Pemberat dipasang pada bubu untuk mengatasi pengaruh pasang surut, arus
laut dan gelombang sehingga posisi bubu tidak berpindah – pindah dari
tempat setting semula. Pemeberat diperlukan terutama untuk bubu yang
terbuat dari kayu dan material ringan lainnya. Pemberat pada bubu bisa
terbuat dari besi, baja, batu bara dan jenis batuan lainnya. (Subani dan
Barus, 1989).
9
Alat dan bahan yang digunakan dalam penggunaan alat tangkap bubu lipat
adalah sebagai berikut:
Table 1. Alat dan bahan
No Alat dan Bahan Kegunaan
1 Bubu Lipat Menangkap kepiting
2 Tali Mengangkat bubu lipat
3 Pelampung Menandai Bubu lipat
4 Wareng Tempat umpan
5 Gunting Memotong Wareng
6 Ikan Sebagai umpan
IV.1 Hasil
IV.2 Pembahasan
Bubu lipat yang digunakan dalam praktikum ini berbentuk persegi empat,
dengan bukaan mulut bubu (funnel) berbentuk horizontal seperti celah, dengan
bentuk rangka tubuh yang terbuat dari besi. Badan bubu sendiri berbentuk
anyaman yang dirangkai menggunakan tuban dan terbuat dari PE. Tempat umpan
bubu sendiri terletak didalam bubu yang dikaitkan dengan salah satu kerangka
besi pada badan bubu. Pelampung bubu yang digunakan terbuat dari gabus yang
kemudian diikat menggunakan tali. Kedalaman dalam pemasangan bubu sendiri
sekitar 1 m -1,5 m. dengan lama waktu satu jam pada tiap masing-masing lokasi.
Berdasarkan pengoperasiannya bubu lipat yang digunakan pada praktikum
ini menggunakan metode sistem tunggal yaitu dengan memasang bubu pada dasar
perairan secara satu persatu yang kemudian sebagai penanda digunakan
pelampung hal ini sesuai dengan pendapat (Sainsbury, 1996).
Berikut merupakan gambar kontruksi dari bubu lipat yang digunakan pada
saat praktikum di desa Nelayan 2 Sungailiat:
Kepiting bakau jenis Scylla paramamosain memiliki duri yang relatif agak
tinggi/sedang, memiliki warna karapas cokelat kehijauan, sumber pigmen
polygonal terdapat pigmen putih pada bagian terakhir dari kaki-kaki.
Menurut Stephenson dan Campbell (1960), Motoh (1977), Warner (1977),
Moosa (1980) dan Keenan dkk (1998), kepiting bakau dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
Class : Crustacea
Ordo : Decapoda
Famili : Portunidae
Genus : Scylla (de Han)
Spesies : Scylla paramamosain (Estampador, 1949)
Kepiting bakau merupakan salah satu kelompok Crustacea. Tubuh kepiting
ditutupi dengan karapas, yang merupakan kulit keras atau exoskeleton (kulit luar)
dan berfungsi untuk melindungi organ bagian dalam kepiting (Prianto, 2007).
Kulit yang keras tersebut berkaitan dengan fase hidupnya (pertumbuhan) yang
selalu terjadi proses pergantian kuit (moulting). Kepiting bakau genus Scylla
ditandai dengan bentuk karapas yang oval bagian depan pada sisi panjangnya
terdapat 9 duri di sisi kiri dan kanan serta 4 yang lainnya diantara ke dua matanya.
Spesies-spesies di bawah genus ini dapat dibedakan dari penampilan morfologi
maupun genetiknya. Seluruh organ tubuh yang penting tersembunyi di bawah
karapas. Anggota badan berpangkal pada bagian cephalus (dada) tampak mencuat
keluar di kiri dan kanan karapas, yaitu 5 (lima) pasang kaki.
Pasangan kaki pertama disebut cheliped (capit) yang berperan sebagai alat
memegang dan membawa makanan, menggali, membuka kulit kerang dan juga
sebagai senjata dalam menghadapi musuh, pasangan kaki kelima berbentuk
seperti kipas (pipih) berfungsi sebagai kaki renang yang berpola poligon dan
pasangan kaki selebihnya sebagai kaki jalan. Pada dada terdapat organ
pencernaan, organ reproduksi (gonad pada betina dan testis pada jantan). Bagian
tubuh (abdomen) melipat rapat dibawah (ventral) dari dada. Pada ujung abdomen
itu bermuara saluran pencernaan (dubur). Jenis yang kepiting Scylla
paramamosain di lokasi 2 adalah jantan yang dicirikan dari abdomen yang
diidentifikasi.
V.1 Kesimpulan
Adapun saran yang dapat disampaikan dari kegiatan praktikum yang telah
dilakukan yaitu:
16
1. Perlu adanya penelitian lanjutan terkait fisika kima dan biologi sehingga
dapat ditentukan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil tangkapan pada
bubu lipat secara terperinci.
2. Sebaiknya penggunaan umpan tidak diikat mengggunakan jaring
dikarenakan banyak bubu yang umpannya habis dimakan akan tetapi tidak
terperangkap kedalam bubu, sehingga perlu dilakukan kajian lebih lanjut
terkait pemasangan umpan yang baik dalam penggunaan bubu lipat.
DAFTAR PUSTAKA
Brandt, A 1984. Fishing Catching Methods of The World. Fishing News Books
Ltd.Farnham surrey, England.166 p.
Fauzi A & Anna Z. (2002). Penilaian Depresiasi Sumber daya Perikanan Sebagai
Bahan Pertimbangan Penentuan Kebijakan Pembangunan Perikanan.
Jurnal Pesisir dan Lautan, Volume 4. No 2. 2002 : 36 – 49 Bogor : Pusat
Kajian Sumber daya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Iskandar. D, 2012. Daya tangkap Bubu lipat yang di operasikan oleh nelayan
tradisional di desa Mayangan kabupaten Subang. Vol. 8 no 2 1-5.
17
Nurhakim, M.A. 2000. Analisis hasil tangkapan jaring kejer pada kedalaman
pemasangan jaring yang berbeda di Gebang Mekar, Cirebon. Skripsi.
(tidak dipublikasikan). Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor.71 hal.
Subani W dan Barus HR. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di
Indonesia. (Fishing Gears for marine Fish and Shrimp in Indonesia).
No.50 Tahun 1988/1989. Edisi khusus. Jurnal Penelitian Perikanan laut.
Jakarta : Balai Penelitian Perikanan Laut. Badan Penelitian dan
pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 248 Hal.
Tirtana S. 2003. Selektivitas Ukuran Ikan Kakap (lutjanus sp) Pada Bubu yang
Dilengkapi Celah Pelolosan (escaping gaps).Skripsi. Bogor.: Program
Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 60 hal.
18
LAMPIRAN