Oleh :
NIM : 205080201111003
KELOMPOK : 11
KELAS : P03
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
KARTU KENDALI ASISTENSI PRAKTIKUM
Identitas Mahasiswa/Praktikan
NIM : 205080201111003
Kelas : P03
1.
(Tugas)
2.
(Laporan Ketik)
Asliq Mawwali
NIM. 185080207111015
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua sehingga penyusunan buku pedoman
kepada semua pihak yang telah membantu baik moril maupun materiil mulai penyusunan
sangat berharap kritik dan sarannya. Akhirnya penulis berharap semoga buku pedoman
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
IUU FISHING 13
ANALISA EKONOMI 17
PRAKTIKUM KAMPUS 22
PRAKTIKUM LAPANG 48
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara dengan luas perairan laut mencapai 3,1 juta
Km2, dengan panjang garis pantai 81.000 Km. Hai ini menyebabkan Indonesia
menjadi salah satu negara yang disebut sebagai Negara Maritim. Hal tersebut juga
dapat menjadi potensi sumberdaya perikanan hingga mencapai 6,4 juta ton/tahun
(2009). Adapun komposisi sumberdaya laut Indonesia terdiri dari ; ikan pelagis kecil
(45%), ikan pelagis besar (12%), ikan demersal (12%), udang (13%), ikan karang
(8%), Cumi-cumi (8%), dan lainnya (2%). Namun sampai saat ini Indonesia masih
belum mampu memanfaatkan secara optimal sumberdaya ikan yang melimpah
tersebut.
Penangkapan Ikan yaitu suatu cara maupun strategi yang digunakan dalam operasi
penangkapan ikan guna mendapatkan hasil yang optimal secara efektif dan efisien
sesuai dengan fungsi dari alat tangkap ikan yang digunakan. Ruang lingkup dari
Metode penangkapan Ikan yaitu meliputi :
2. Scottish seines
3. Pair Seines
4. Payang
5. Cantrang
6. Lampara dasar
Jaring angkat merupakan alat penangkapan ikan terbuat dari bahan jaring
yang umumnya berbentuk segi empat dilengkapi bingkai bambu atau bahan
lainnya sebagai rangka. Pengoperasiannya dengan menurunkan jaring ke dalam
kolom perairan dan mengangkatnya ke atas perairan untuk memperoleh hasil
tangkapan.
1. Bagan berperahu
2. Bouke ami
3. Bagan tancap (Shore-operated stationary lift nets)
Gambar 8. Anco
1. Pancing ulur
2. Pancing berjoran
3. Huhate
4. Squid angling
1. Squid jigging
2. Huhate mekanis
1. Rawai tuna
2. Rawai cucut
f) Pancing layang-layang
melukai dan atau membunuh sasaran tangkap yang dilakukan dari atas kapal atau
tanpa menggunakan kapal.
a) Tombak (Harpoons)
b) Ladung
c) Panah
1) Alat bantu yang sifatnya mengumpulkan ikan pada suatu tempat sehingga
mudah ditangkap, contoh : rumpon (Fish Aggregating Device) &
lampu permukaan atau bawah air (Light Fishing).
2) Alat bantu yang sifatnya secara langsung mencari keberadaan ikan atau
menentukan jenis sumberdaya ikan yang ada di dalam perairan. Contoh : Fish
Finder atau Echosounder.
3) Alat bantu yang sifatnya secara tidak langsung dapat membantu menentukan
daerah penangkapan ikan. Contohnya, Teknologi Marine Remote Sensing.
Selain yang disebutkan diatas ada juga yang membagi alat untuk membantu
keberhasilan penangkapan menjadi 3 kelompok, diantaranya sebagai berikut :
2) Line Hauler
3) Line Arranger (Penyusun tali utama)
4) Branch Line Ace dan Buoy Line Ace
5) Side Roller/ Line Guide Roller
6) Branch Line Conveyor
7) Winch
8) Cone Roler
9) Kapstan
10) Net hauler
11) Power block
1) Kompas magnet
2) Peta laut
3) GPS
4) Radar
5) Radio komunikasi
6) Fax cuaca
7) RDF
8) SART
IUU FISHING
a. ILLEGAL FISHING
Pengertian:
Yang dilakukan oleh orang atau kapal asing pada suatu perairan yang
menjadi yurisdiksi suatu negara tanpa izin dari negara tersebut atau bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
Yang dilakukan oleh kapal yang mengibarkan bendera suatu negara yang
menjadi anggota organisasi pengelolaan perikanan regional tetapi beroperasi tidak
b. UNREPORTED FISHING
Pengertian:
c. UNREGULATED FISHING
Pengertian:
Pada suatu area atau stok ikan yang belum diterapkan ketentuan pelestarian
dan pengelolaan dan kegiatan penangkapan tersebut dilaksanakan dengan cara yang
tidak sesuai dengan tanggung-jawab negara untuk pelestarian dan pengelolaan
sumberdaya ikan sesuai hukum internasional;
Pada area yang menjadi kewenangan organisasi pengelolaan perikanan
regional, yang dilakukan oleh kapal tanpa kewarganegaraan, atau yang mengibarkan
bendera suatu negara yang tidak menjadi anggota organisasi tersebut, dengan cara
yang tidak sesuai atau bertentangan dengan ketentuan pelestarian dan pengelolaan
dari organisasi tersebut.
- Merusak citra Indonesia pada kancah International karena IUU fishing yang
dilakukan oleh kapal asing berbendera Indonesia maupun kapal milik warga negara
Indonesia. Hal ini juga dapat berdampak ancaman embargo terhadap hasil
perikanan Indonesia yang dipasarkan di luar negeri.
Pasal 2
a. tidak dalam kondisi bertelur yang terlihat pada Abdomen luar dan
b. tidak dalam kondisi bertelur yang terlihat pada Abdomen luar dan
ukuran panjang karapas diatas 8 (delapan) cm atau berat diatas 200
(dua ratus) gram per ekor untuk Lobster jenis lainnya dengan
Harmonized System Code 0306.31.20.
Pasal 7
b. ukuran lebar karapas diatas 12 (dua belas) cm atau berat diatas 150
(seratus lima puluh) gram per ekor; dan
a. kuota dan lokasi penangkapan Kepiting (Scylla spp.) sesuai hasil kajian
dari Komnas KAJISKAN yang ditetapkan oleh direktorat jenderal yang
menyelenggarakan tugas dan fungsi di bidang perikanan tangkap;
e. paling lambat pada tahun ketiga, Pembudi Daya kepiting soka harus
memiliki sarana dan prasarana pembenihan yang telah menghasilkan
benih kepiting; dan
Pasal 8
ANALISA EKONOMI
Penerimaan
Dimana: TR = Total
Penerimaan P =
Harga Jual
Pendapatan
π = TR – TC
Dimana: π = Keuntungan
nelayan TR = Total
penerimaan TC = Total
biaya
Sistem bagi hasil merupakan salah satu cara pembagian keuntungan yang
ditentukan atas dasar kesepakatan bersama antara anak buah kapal (ABK) dengan
pemilik kapal dan jumlahnya ditentukan berdasarkan jumlah hasil tangkapan.
Dalam sistem bagi hasil, bagian yang dibagi adalah pendapatan setelah
dikurangi seluruh biaya yang dikeluarkan pada waktu operasional kegiatan
penangkapan ikan. Umumnya biaya-biaya tersebut terdiri daribiaya bahan bakar
(solar), oli, es balok, garam, biaya perbekalan ABK dan pembayaran retribusi.
Biaya lain yang termasuk biaya operasional seperti biaya perawatan kapal, mesin
dan alat tangkap. Dalam sistem bagi hasil, yang dibagi adalah total uang hasil
penjualan ikan hasil tangkapan. Secara umum hasil pembagian keuntungan yang
diterima awak kapal (ABK) harus dibagi lagi dengan jumlah awak yang terlibat
dalam aktifitas kegiatan dikapal.
n Dimana:
TR = Total penerimaan
Subjek Penelitian
1. Pancing Tonda
Literatur :
Menurut Fajar dan Abdul (2014), sebagian besar nelayan menggunakan alat
tangkap tradisional, salah satunya adalah alat tangkap pancing tonda. Pancing
tonda (troling line) adalah pancing yang diberi tali panjang dan ditarik olah perahu
atau kapal. Pancing diberi umpan ikan segar atau umpan palsu. Karena adanya
tarikan maka umpan akan bergerak di dalam air sehingga dapat merangsang ikan
buas untuk menyambarnya. Umpan yang digunakan dalam pengoperasian pancing
tonda adalah umpan tiruan atau umpan buatan yang terbuat dari rangkaian benang
emas atau perak serta benang pita yang dibuat merumbai dan yang berwarna
mencolok semenarik mungkin.
Menurut Budiyanto, et al. (2018), pancing tonda merupakan salah satu alat
tangkap yang mempunyai prospek yang cukup baik karena penangkapannya dapat
dilakukan sepanjang tahun namun tergantung kondisi alam tidak bisa ditebak.
Salah satu jenis ikan yang menjadi sasaran penangkapan dengan alat ini adalah
ikan pelagis kecil dan pelagis besar seperti cakalang dan tuna. Komunitas nelayan
pancing tonda merupakan komunitas nelayan pesisir Kecamatan Onemay dan
masih dianggap sebagai nelayan yang berskala kecil. Kelurahan Onemay
merupakan salah satu kelurahan yang terletak di daerah pesisir pantai di
Kecamatan Tomia. Di Kelurahan Onemay penangkapan ikan dengan
menggunakan pancing tonda dilakukan secara berkelompok dan merupakan salah
satu sumber mata pencaharian para nelayan.
Pancing tonda merupakan alat tangkap dengan ciri memiliki tali panjang dan
ditarik oleh suatu kapal atau perahu. Pancing tonda biasanya diberi umpan berupa
ikan segar atau umpan sintetis. Dengan adanya umpan, maka bisa merangsang ikan
buas untuk menyambarnya. Alat tangkap memiliki prospek yang cukup baik sebab
dapat dilakukan sepanjang tahun dan menyesuaikan kondisi alam yang tidak bisa
diduga. Di wilayah Kelurahan Onemay, terdapat komunitas nelayan berskala kecil
yang menggunakan pancing tonda secara berkelompok dan ini merupakan mata
pencaharian bagi mereka.
Literatur :
Menurut Fajar dan Abdul (2014), secara garis besar konstruksi pancing
tonda yang dimiliki oleh nelayan terdiri dari tali pancing yang terdiri dari dua jenis
yaitu tali utama (main line) dan tali cabang (branch line), kili-kili (swivel), mata
pancing (hook), roll penggulung tali. Gambaran umum dari bentuk pancing tonda
adalah sebagai berikut : tali utama yang diikatkan pada ujung kili-kili. Kemudian
ujung kili-kili yang belum terikat, diikatkan ke tali cabang. Selanjutnya, tali cabang
diikatkan pada mata pancing. Di tengah-tengah tali cabang diberi pemberat.
Umpan yang digunakan adalah dari jenis umpan buatan (imitation bait). Umpan
dipasang di bagian atas mata pancing yaitu dengan mengikatkan umpan pada
lubang mata pancing yang merupakan tempat mengaitkan tali cabang. Pemasangan
umpan di bagian atas mata pancing berfungsi untuk menutupi mata pancing agar
tidak terlihat ikan sehingga dapat mengelabuhi pandangan ikan.
Menurut Niam, et al. (2013), alat tangkap pancing tonda (troll line) yang
digunakan selama penelitian di Perairan Karimunjawa, terbagi atas beberapa
bagian yaitu penggulung tali pancing, tali pancing, mata pancing dan kili-kili
(swivel). Mata pancing yang digunakan yaitu berbentuk kait dengan ukuran nomor
pancing adalah nomor 9 dengan bahan stainless steel. Tali pancing terbuat dari
bahan nylon monofilament (senar) dengan ukuran nomor tali pancing adalah
nomor 100 – 120, dengan panjang total tali pancing yaitu masing-masing 10 – 25
m. Penggulung tali pancing yang terbuat dari bahan kayu bambu dengan diameter
15 cm dan panjang 11 cm dan kili-kili (swivel) yang terbuat dari bahan stainless
steel dengan panjang 3 cm. Umpan tiruan yang digunakan merupakan umpan yang
di modifikasi khusus untuk menarik perhatian ikan Tongkol (Euthynnus affinis)
yang terbuat dari helaian benang dari kain sutera serta diberi beberapa helai benang
kilat yang berwarna perak atau emas untuk menarik perhatian ikan Tongkol
(Euthynnus affinis).
Konstruksi alat pancing tonda terdiri dari 6 bagian. Secara garis besar
terdapat 2 jenis tali yang digunakan yaitu tali utama (main line) dan tali cabang
(branch line). Berikutnya terdapat kili-kili (swivel), mata pancing (hook), roll serta
penggulung tali. Tali pancing terbuat dari nylon monofilament (senar) dengan
nomor tali 100-120, masing-masing memiliki panjang total 10-25 m. Umpan tiruan
yang digunakan dalam alat pancing tonda terbuat dari helaian benang di modifikasi
khusus guna untuk menarik perhatian ikan Tongkol (Euthynnus affinis).
Metode Pengoperasian :
Metode pengoperasian alat pancing tonda ada persiapan, setting, dan
hauling. Pada tahap persiapan meliputi persiapan di laut dan juga di darat.
Persiapan di darat meliputi pengisian dan pengecekan bahan bakar, pengecekan
mesin dan perahu, alat tangkap dan pengecekan alat bantu penangkapan dan lain-
lain. Persiapan di laut meliputi pengaturan tali pancing dan gulungan pada posisi
yang telah ditentukan. Selanjutnya yaitu setting, setelah menemukan daerah lokasi
penangkapan, maka dilakukan setting. Tahapannya yaitu mengulur alat tangkap
perlahan-lahan ke perairan dan mengikat ujung tali pada salah satu ujung kanan
atau kiri perahu dengan jarak tertentu. Lalu tali pancing yang telah direntangkan di
sisi kanan dan kiri perahu ditarik terus menerus menyusuri daerah penangkapan
dengan kecepatan konstan kurang lebih 2-4 knot dengan tujuan umpan buatan yang
dipakai bergerak-gerak seperti mangsa untuk membuat umpan lebih aktif
melayang di perairan.
Perahu dapat dijalankan dengan arah zig-zag. Pada saat salah satu umpan
dimakan ikan, nelayan langsung memberitahu juru kemudi atau nahkoda untuk
menaikkan kecepatan perahu. Tahap terakhir yaitu hauling, yaitu proses menarik
hasil tangkapan ke atas kapal. Setelah ikan diangkat ke atas kapal, maka pancing
segera dilepas dari ikan dan pancing tersebut diulurkan kembali ke perairan. Alat
bantu yang digunakan dalam pengoperasian pancing tonda yaitu ada rumpon dan
umpan. Rumpon sendiri digunakan untuk mengumpulkan ikan agar berkumpul di
suatu titik. Sedangkan umpan, baik umpan buatan ataupun umpan alami yaitu ikan
hidup seperti jenis ikan layang, kembung bandeng, belanak, lemuru, dan tembang
digunakan agar menarik perhatian ikan agar tertangkap. Banyak nelayan yang
mengganti umpan alami karena dinilai mudah lepas dan mudah rusak oleh gerakan
air selama operasi penangkapan ikan berlangsung. Maka dari itu, terdapat umpan
buatan berupa bulu ayam yang halus. Selain itu, ada juga yang terbuat dari tali
rafia dan bahan plastik.
Literatur :
Menurut Najamuddin, et. al (2016), pengoperasian pancing tonda dapat
dilakukan pagi, siang dan sore hari. Beberapa menit setelah perahu meninggalkan
fishing base pemberat pancing tonda diturunkan perlahan bersamaan dengan mata
pancing hingga semua mata pancing berada dalam air sementara perahu tetap
melaju. Setelah semua mata pancing telah berada di perairan, kecepatan perahu
mulai di tingkatkan ke gerombolan ikan hingga terasa ikan terkait pada setiap mata
pancing. Proses hauling dilakukan dengan menarik pancing ke atas perahu sambil
melepaskan ikan hasil tangkapan dari kaitan mata pancing. Setelah proses hauling
selesai, pancing diturunkan kembali tanpa menghentikan laju perahu.
Menurut Fajar dan Abdul (2014), dalam satu kapal terdapat enam unit
pancing tonda dalam setiap beroperasi. Dua pancing berada disamping kapal dan
empat buah pancing terdapat pada belakang (buritan) kapal. Hal ini dimaksudkan
untuk memaksimalkan hasil tangkapan. Pada operasi alat tangkap pancing tonda
yang dilakukan oleh nelayan Prigi pada umumnya dilakukan di daerah sekitar
rumpon laut dalam. Untuk operasi penangkapan dengan alat tangkap pancing tonda
dilakukan dua kali dalam sehari yaitu : pertama dilakukan pagi hari sekitar pukul
05.00 WIB dan berakhir paling lama sekitar pukul 08.00 WIB, yang kedua
dilakukan sekitar pukul 16.00 WIB dan berakhir sekitar pukul 17.00 WIB. Saat
setting, kapal tetap berjalan mengelilingi posisi rumpon dengan kecepatan 4-5
knot, sambil mengamati arus dengan posisi menebar jaring. Dalam operasi
penangkapan ini kapal menurunkan 6 set pancing tonda, dan membutuhkan 3
orang dimana 1 ABK nya mengoperasikan 2 set pancing.
Pengoperasian alat pancing tonda dapat dilakukan pada pagi, siang dan sore
hari. Tahap pertama yaitu persiapan, yang merupakan segala sesuatu yang perlu
disiapkan baik ketika di darat maupun di laut. Berikutnya setting, yang bertujuan
untuk menemukan daerah lokasi penangkapan ikan. Lalu tahap terakhir yaitu
hauling, yaitu proses menarik hasil tangkapan ke atas kapal. Adapun alat bantu
yang digunakan dalam alat pancing tonda meliputi rumpon dan umpan. Rumpon
difungsikan untuk mengumpulkan ikan agar dapat berkumpul di suatu titik.
Sedangkan umpan difungsikan untuk menarik perhatian ikan agar mudah
ditangkap.
Alat bantu
Alat bantu pengumpul Alat bantu pendeteksi
pengoperasian
Literatur :
Menurut Agustinus, et al. (2019), tipe rumpon laut dalam yang digunakan di
perairan Indonesia adalah rumpon berjangkar, yang dipasang menetap terhubung
dengan dasar perairan, menggunakan jangkar atau pemberat dari beton
dihubungkan dengan tali-temali ke pelampung (pontoon, gabus, rakit), yang
dilengkapi dengan bahan pemikat ikan dari daun kelapa atau nipah. Beberapa jenis
alat tangkap yang dioperasikan di sekitar rumpon antara lain pukat cincin, pancing
ulur, pancing tonda, huhate, dan jaring insang. Beberapa rekomendasi kegiatan
yang perlu dilakukan antara lain: perlu adanya penertiban pemasangan rumpon
dengan melakukan pendaftaran ulang rumpon yang terpasang, jarak pemasangan
rumpon harus mengacu pada jarak terdekat antar rumpon yang telah ditetapkan
yaitu minimal 10 nautical mile, pemasangan rumpon sebaiknya tidak dilakukan di
wilayah perairan perbatasan antar negara. Dengan rumpon, berbagai alat tangkap
dapat dioperasikan secara lebih efisien. Penggunaan rumpon sebagai alat bantu
2. Payang
Pengertian Payang :
Payang merupakan pukat kantong lingkar yang secara garis besar terdiri
sayap, badan dan kantong yang memiliki bagian bukaan mulut yang mana bagian
bawah lebih panjang digunakan untuk menangkap gerombolan ikan pelagis atau
permukaan. Sayap/kaki jaring (wing), yaitu bagian jaring yang terpanjang dan
terletak di ujung depan dari jaring payang. Badan jaring (body), yaitu bagian jaring
yang terletak diantara bagian kantong dan bagian sayap jaring. Kantong jaring
(cod end), yaitu bagian jaring yang terpendek dan terletak di ujung belakang dari
pukat kantong payang. Payang termasuk dalam klasifikasi pukat kantong. Alat
tangkap ini dioperasikan menggunakan satu kapal.
Literatur :
Menurut Rahayu, et al. (2013), payang merupakan alat tangkap modifikasi
yang menyerupai trawl kecil yang dioperasikan di permukaan perairan. Dari segi
konstruksi alat tangkap tersebut hampir mirip dengan lampara, yang membedakan
adalah tidak digunakannya otter board dalam pengoperasiannya. Pengoperasian
payang dilakukan pada lapisan permukaan perairan. Payang mempunyai tingkat
selektifitas yang rendah, disebabkan penggunaan mesh size yang kecil, sehingga
dapat menangkap ikan-ikan kecil, seperti teri sampai ikan yang berukuran lebih
besar, seperti Tongkol dan sebagainya. Payang secara ekonomis termasuk alat
tangkap yang menguntungkan karena menghasilkan tangkapan ikan yang bernilai
ekonomis tinggi (Teri Nasi) dan juga dapat juga untuk menangkap ikan-ikan besar
semacam Tongkol, Tengiri dan sebagainya.
Menurut Anhar (2018), alat tangkap payang merupakan alat tangkap yang
digunakan untuk menanagkap ikan pelagis. Alat tangkap tersebut terbuat dari
jaring dengan bahan nilon. Payang merupakan salah satu pukat tarik yang
pengoperasianya menggunakan satu kapal. Jaring payang tergolong dalam
kelompok jaring lingkar tanpa tali kerut. Jaring payang termasuk dalam kelompok
pukat tarik (Seine net), dimana dalam pengoperasiannya menggunakan kapal (Boat
seine).
Payang adalah alat tangkap menyerupai trawl kecil terbuat dari bahan nilon
yang dioperasikan di permukaan perairan. Payang memiliki konstruksi hampir
mirip dengan lampara. Alat tangkap ini mempunyai tingkat selektifitas yang
rendah dikarenakan memiliki mesh size yang kecil. Ikan-ikan yang biasa ditangkap
menggunakan payang meliputi ikan-ikan yang kecil, contohnya seperti teri sampai
ke ukuran yang lebih besar, seperti tongkol dan lain sebagainya. Alat tangkap
payang tergolong dalam kelompok pukat tarik (seine net) yang mana dioperasikan
dengan bantuan kapal (boat seine).
Literatur
Menurut Anhar (2018), jaring payang merupakan alat penangkap ikan yang
memiliki beberapa bagian yaitu tali penarik, sayap, badan jaring, perut dan
kantong. Jaring payang secara umum dimanfaatkan sebagai penangkan ikan
pelagis yang ada di bagian permukaan air. Terdapat pemberat pada sayap jaring
bagian bawah dan mulut jaring dan terdapat pelampung pada sayap jaring bagian
atas. Pada bagian tengah mulut jaring diletakkan pelampung dengan ukuran
terbesar dan pada ujung depan bagian sayap, keduanya dihubungkan dengan tali
(tali selambar). Tali selambar merupakan tali yang bertugas menarik jaring keatas
kapal.
Menurut Rahayu, et al. (2013), konstruksi jaring payang Jabur dengan
panjang keseluruhan jaring 150-250 meter secara umum terdiri dari bagian-bagian
antara lain: sayap jaring yang terbuat dari bahan nylon multifilament, tubuh jaring
yang terbuat dari nylon multifilament, kantong jaring terbuat dari waring, pemberat
dengan menggunakan batu, pelampung, dan tali temali yang terdapat pada jaring
payang terdiri dari tali sayap, tali selambar, tali ris atas dan tali ris bawah. Tali
sayap terbuat dari bahan rami putih sedangkan tali lainnya dari poly ethylene.
Sayap jaring yang terdiri dari sayap atas dan sayap bawah. Sayap jaring merupakan
bagian yang terletak pada ujung depan jaring dan memiliki ukuran terpanjang.
Medan jaring bagian bawah adalah jarak antara sayap bawah dan sayap atas,
dimana bagian ini terletak pada mulut jaring bagian bawah dan menjorok kearah
depan. Badan jaring merupakan bagian dari jaring yang berada diantara sayap dan
kantong jaring. Kantong jaring berada pada ujung belakang dari jaring dan
merupakan bagian terpendek dari jaring. Tali ris bawah merupakan tali yang
bertugas sebagai penghubung antara dua sayap jaring pada bagian bawah. Tali ris
atas merupakan tali yang bertugas sebagai tempat untuk menggantungkan dan
penghubung antara dua sayap jaring pada bagian atas. Tali selambar merupakan
tali yang bertugas menarik jarik keatas kapal.
Bagian-bagian alat tangkap payang terdiri atas tali selambar, sayap, badan,
kantong, tali ris atas dan bawah, pelampung dan pemberat. Setiap bagian memiliki
fungsi tersendiri. Tali selambar berfungsi untuk menghubungkan alat tangkap
dengan kapal dan sayap berfungsi untuk penggiring ikan agar mengarah ke mulut
jaring. Badan berfungsi untuk mengarahkan ikan kedalam kantong dan kantong
berfungsi untuk tempat terkumpulnya target tangkapan. Tali ris atas dan bawah
berfungsi untuk membentangkan jaring. Pelampung berguna untuk memberi daya
apung dan pemberat untuk memberi daya tenggelam.
Metode Pengoperasian :
Metode pengoperasian alat tangkap payang terdiri dari 3 tahap yakni
meliputi persiapan, setting dan hauling. Yang pertama tahap persiapan, yaitu
mempersiapkan segala kebutuhan melaut seperti surat perizinan, BBM, air mineral,
makanan, es balok dan lain sebagainya serta yang tidak kalah penting yaitu
mempersiapkan alat tangkap yang akan digunakan. Lalu tahap kedua yaitu setting,
penurunan alat tangkap, dimana setting dimulai dari salah satu sisi lambung bagian
buritan kapal dengan kapal bergerak maju membentuk lingkaran yang bertujuan
untuk melingkari gerombolan ikan sesuai dengan panjang tali selambar dari jaring
payang.
Selanjutnya ada tahap haulling atau proses pengangkatan alat tangkap
beserta hasil tangkapannya ke atas kapal. Proses haulling dimulai dari proses
penarikan tali selambar kemudian sayap, badan jaring lalu kemudian kantong dan
mengangkat hasil tangkapan. Hasil tangkapan dari alat tangkap payang yaitu ikan-
ikan permukaan atau ikan pelagis terutama ikan pelagis kecil. Alat bantu yang
digunakan pada payang yakni ada rumpon dan lacuba (lampu celup bawah air)
yang berfungsi untuk menarik perhatian ikan agar mendekat dan berkumpul pada
suatu titik . Rumpon digunakan pada siang hari sedangkan lacuba digunakan pada
malam hari.
Literatur :
Menurut Rahayu (2013), pengoperasiannya dimulai dengan penurunan atau
penebaran jaring, kemudian dilanjutkan dengan penarikan jaring, hingga akhirnya
ikan terkumpul dan jaring kemudian diangkat. Pengoperasian Payang Jabur
melalui dua tahap yaitu setting dan hauling. Tahap setting dimulai dengan
penurunan pelampung tanda dan tali selambar kanan di sebelah kanan kapal
dilanjutkan dengan penurunan sayap kanan dan badan jaring. Setelah penurunan
badan jaring dilanjutkan dengan penurunan kantong payang dan sayap kiri. Tahap
hauling merupakan penarikan tali selambar kanan dan kiri secara bersamaan
sampai sayap kanan dan sayap kiri dilakukan dengan masing-masing sisi sayap
ditarik oleh nelayan.
Menurut Anhar (2018), Jaring payang dioperasikan dengan menggunakan
tali selambar yang ditebarkan secara melingkar di permukaan air pada daerah,
dimana terdapat sekumpulan ikan. Jaring kemudian ditarik dan diangkat keatas
kapal. Jaring payang terdiri atas 2 kelompok yaitu jaring payang berbadan panjang
dan jaring payang berbadan pendek. Kedua jaring tersebut memiliki metode
pengoperasian yang sama, nemun hasil tangkapan utamanya berbeda. Jaring
payang berbadan panjang difungsikan untuk mengangkap ikan selain jenis ikan
teri, jaring ini disebut juga dengan payang ikan, sementara jaring payang berbadan
pendek digunakan untuk menangkap ikan teri, jaring ini disebut juga dengan
payang teri.
Metode operasi penangkapan ikan menggunakan alat tangkap payang bisa
dikatakan selektif namun efektif. Dikatakan selektif karena alat tangkap ini
dioperasikan melingkar di permukaan daerah tertentu. Dikatakan efektif sebab
banyak ikan yang tertangkap di dalam jaring dalam satu kali pengoperasian.
Dengan adanya alat tangkap payang tentu memudahkan para nelayan dalam
menangkap ikan. Hasil tangkapannya seperti, ikan teri, ikan tongkol dan lain
sebagainya.
Alat bantu
Alat bantu pengumpul Alat bantu pendeteksi
pengoperasian
Literatur :
Menurut Rizal, et al. (2013), rumpon merupakan salah satu alat bantu
penangkapan untuk meningkatkan hasil tangkapan dimana mempunyai
kontruksinya menyerupai pepohonan yang dipasang (ditanam) di suatau tempat di
perairan laut yang berfungsi sebagai tempat berlindung, mencarai makan, memijah,
dan berkumpulnya ikan. Rumpon umumnya dipasang pada saat kondisi perairan
tenang. Sehingga rumpon ini dapat diartikan tempat berkumpulnya ikan di laut,
untuk mengefisienkan operasi penangkapan bagi para nelayan. Dengan makin
majunya rumpon telah menjadi salah satu alternatif untuk menciptakan daerah
penangkapan buatan dan manfaat keberadaannya cukup besar. Di Utara Pulau
Jawa telah lama mengenal rumpon untuk memikat ikan agar berkumpul di sekitar
rumpon, sehingga memudahkan penangkapan.
Menurut Andika, et al. (2017), payang dapat dioperasikan baik pada siang
maupun malam hari. Pengoperasian payang pada malam hari terutama dilakukan
saat keadaan tidak terang bulan dan menggunakan alat lampu petromaks.
Pengoperasian payang pada siang hari dapat menggunakan rumpon sebagai alat
bantu pengoperasian. Apabila sedang musim timur pada bulan april, mei, dan juni
para nelayan sering menggunakan alat tangkap payang dengan alat bantu lampu,
penangkapan dilakukan pada saat malam hari, sedangkan pada bulan september,
oktober, dan november nelayan payang menggunakan alat bantu rumpon,
penangkapan dilakukan pada pagi sampai sore hari. Payang biasanya dioperasikan
di lapisan permukaan air (water surface), dengan tujuan menangkap ikan pelagis
yang membentuk kelompok atau schooling.
Payang merupakan salah satu alat bantu penangkapan yang dapat
dioperasikan pada siang atau malam hari. Alat tangkap ini berfungsi untuk
meningkatkan hasil tangkapan yang konstruksinya memiliki bentuk pepohonan
pisang (ditanam) di suatu tempat di perairan laut yang berfungsi untuk tempat
berlindung dan berkumpulnya ikan. Alat bantu pengumpul dari payang yaitu
rumpon dan serok. Alat bantu pengoperasian dari payang yaitu net hauler. Alat
bantu pendeteksi atau pelacak yaitu fish finder, yang berfungsi untuk mendeteksi
keberadaan ikan dan echosunder, yang digunakan untuk mendeteksi keberadaan
ikan beserta lingkungannya perairan.
3. Gill Net
Literatur :
Menurut Sutoyo (2018), jaring insang merupakan alat tangkap yang bersifat
pasif. Dimana gill net merupakan alat tangkap yang menghadang larinya ikan.
Jaring insang digunakan untuk menangkap ikan-ikan pelagis dan pertengahan
membentuk gerombolan. Prinsip penangkapan jaring insang adalah menghadang
jalannya ikan dari arah horizontal dengan merentangkan jaring.. Tujuan utama
operasional alat tangkap jaring insang adalah menangkap jenis ikan yang
mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dan kaya akan protein hewani, juga dapat
menambah devisa negara baik yang dipasarkan di dalam dan luar negeri, sebaiknya
dilakukan pada musim ikan agar mencapai hasil yang baik.
Menurut Surahman dan Kuswoyo (2016), gill net (jaring insang) adalah
jenis alat ikan dari bahan jaring yang bentuknya empat persegi panjang dimana
mata jaring bagian utama ukurannya sama, jumlah mata jaring kearah horizontal
(Mesh length) (ML) jauh lebih banyak dari pada jumlah mata jaring kearah vertical
atau kearah dalam (Mesh depth) (MD), pada bagian atasnya dilengkapi dengan
beberapa pelampung (floats) dan dibagian bawah dilengkapi dengan beberapa
pemberat (sinkers) sehingga dengan adanya dua gaya yang berlawanan
memungkinkan jaring insang dapat dipasang didaerah penangkapan dalam keadaan
tegak. Gill net ialah jaring yang berbentuk persegi panjang yang mempunyai mata
jaring yang sama ukurannya pada seluruh jaring, lebar jaring lebih pendek jika
dibandingkan dengan panjangnya, dengan kata lain, jumlah mesh depth lebih
sedikit jika dibandingkan dengan jumlah mezh size pada arah panjang jaring.
Karakteristik, gill net berbentuk empat persegi panjang yang dilengkapi dengan
pelampung yang terbuat dari plastik, pemberat - pemberat yang terbuat dari timah,
tali ris atas dan tali ris bawah yang bahannya terbuat dari plastik. Besarnya mata
jaring bervariasi tergantung sasaran yang akan ditangkap baik udang maupun ikan.
Jaring insang (gill net ) merupakan alat tangkap yang memiliki sifat pasif.
Gill net berfungsi untuk menghadang larinya ikan dari arah horizontal dengan
merentangkan jaring. Selain untk menambah devisa negara, tujuan utama alat
tangkap ini yaitu mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dan kaya protein hewani.
Gill net terbuat dari bahan jaring berbentuk empat persegi panjang. Alat tangkap
ini dilengkapi dengan pelampung dari plastik, pemberat dari timah, tali ris atas dan
tali ris bawah dari plastik. Mata jaring besarnya beragam tergantung sasaran bisa
berupa udang maupun ikan.
Literatur :
Menurut Juliastuti, et al. (2016), bagian badan pada jaring insang berbahan
polyamide (PA) monofilament dengan panjang 114,3 m dan tinggi 1 m berdiameter
0,2 mm, besar mata jaring 3,5 cm dengan jumlah mata jaring hrisontal 1025 mata
dan vertikal 12 mata. Badan jaring digantungkan pada tali ris atas dan tali ris
bawah, tali ris atas berbahan polyethilene (PE) multyfilament dengan panjang 163
m berdiameter 0,25 mm, sedangkan tali ris bawah berbahan polyethilene (PE)
Metode Pengoperasian :
Metode pengoperasian alat tangkap gill net ini terdiri dari tahap persiapan,
setting, drifting, dan hauling. Pada tahap persiapan ini, segala kebutuhan yang
dianggap perlu selama operasi penangkapan ikan sampai kembali ke fishing base
dengan selamat harus dipersiapkan terlebih dahulu seperti BBM, perbekalan, surat
izin menangkap ikan dan lain-lain. Tahap berikutnya yaitu setting, setelah
sampainya di daerah fishing ground lalu dilakukan proses setting berupa
penurunan jaring. Pada saat penurunan jaring, kedudukan jaring diusahakan
memotong arus dengan sudut 45 derajat sampai 90 derajat sehingga posisi jaring
membentuk siku-siku pada arah arus.
Pada waktu penurunan jaring, kapal berjalan berjalan dengan kecepatan
sesuai yang berlawanan dengan gerak dalam membuang jaring. Tahap selanjutnya
yaitu drifting, pada tahap drifting ini jaring yang sudah diturunkan dan
dioperasikan maka sebagian besar ikan berenang memotong arus sehingga ikan
akan menabrak jaring dan terjerat pada mata jaring. Dan tahap terakhir yaitu
hauling adalah menarik jaring dari dasar perairan ke geladak kapal dilanjutkan
penyortiran hasil tangkapan.
Literatur :
Menurut Juliastuti, et al. (2016), pengoperasian jaring pejer (jaring insang)
dilakukan oleh nelayan dengan perahu yang terdiri dari 1 juragan dan 2 ABK, tiap
orang membawa 12 – 22 set jaring. Metode pengoperasian gill net dibagi menjadi
tiga tahap yaitu setting, immersing dan hauling. Jauh atau dekatnya daerah
pengoperasian tergantung dari besar-kecil ukuran perahu dan jumlah ABK serta
jumlah jaring yang dimiliki. Nelayan yang melakukan penangkapan one day
fishing berangkat jam 15.00 untuk menebar jaring dengan lama 20 – 30 menit
tergantung jumlah jaring yang akan ditebar, setelah selesai menebar nelayan
kembali ke fishing base. Keberhasilan suatu usaha penangkapan sangat didukung
oleh pengetahuan dan pemilihan mengenai suatu daerah penangkapan ikan (fishing
ground) tetapi perlu dipertimbangkan pula bahwa daerah tersebut mudah dicapai
sehingga dapat menciptakan efisiensi biaya.
Alat bantu
Alat bantu pengumpul Alat bantu pendeteksi
pengoperasian
Literatur :
Menurut Safitri dan Adelita (2018), persiapan di fishing base (PPN
Pemangkat) dilakukan dengan pengecekan kelengkapan dokumen penangkapan
SIUP dan SIPI. Selain itu, juga dilakukan pendataan kapal (nama, bahan, GT,
ukuran, dan tahun pembuatan), mesin kapal (jumlah, merk, dan kekuatan GT),
spesifikasi dan konstruksi alat tangkap gillnet, alat bantu navigasi, dan bahan
bakar. Nelayan menggunakan perahu kecil yang dilengkapi dengan lampu buoy
yang berfungsi sebagai alat bantu pengumpul ikan menuju ke arah alat tangkap
yang telah terpasang. Ikan dengan tipe fototaksis positif akan mengikuti arah
cahaya kemudian bagian insang dan sirip punggung ikan akan tersangkut pada
jaring yang memotong arah renang ikan. Setelah perendaman selama ±6 jam,
nelayan melakukan penarikan pukul 01.00 WIB.
Menurut Sileh, et al. (2021), rumpon elektronik merupakan salah satu jenis
alat bantu penangkapan ikan yang dipasang di laut, baik laut dangkal maupun laut
dalam dengan menggunakan cahaya dan suara pada intensitas dan frekuensi
tertentu untuk menarik gerombolan ikan agar berkumpul di sekitar rumpon,
sehingga ikan mudah untuk ditangkap. Hasil tangkapan ikan dengan alat bantu
rumpon elektronik berkisar 98-131 ekor setiap trip penangkapan dengan total hasil
tangkapan 2.324 ekor. Sementara rumpon biasa didapatkan hasil tangkapan
berkisar 51-84 ekor setiap trip penangkapan dengan total hasil tangkapan 1.313
ekor dan jenis ikan tangkapan tertinggi yaitu ikan selar, diikuti kembung lelaki,
Selar bentong, Kuwe putih, Layang, Barakuda, selangat dan Mata goyang. Tingkat
perbandingan hasil tangkapan dengan penggunaan rumpon elektronik adalah 64%,
sedangkan rumpon biasa 36%. Mengingat rumpon merupakan alat bantu efektif
dalam mengumpulkan ikan maka diperlukan strategi pengelolaan yang
4. Long Line
Utara)
Rawai (Long line) merupakan rangkaian dari unit-unit pancing yang sangat
panjang (mencapai ribuan, bahkan puluhan ribu meter). Rawai juga memiliki
beberapa kelompok diantaranya berdasarkan letak pemasangannya maka dibagi
menjadi beberapa jenis.
Yang pertama ada rawai permukaan. Rawai permukaan ini dioperasikan di
permukaan untuk menangkap ikan pelagis seperti ikan cucut dan ikan tuna. Jenis
yang kedua adalah rawai pertengahan. Dimana rawai pertengahan ini dioperasikan
di perairan tengah dekat dengan dasar perairan untuk menangkap ikan pelagis
besar ataupun demersal contohnya seperti scorpion fish. Jenis yang ketiga ada
rawai dasar. Dimana rawai dasar ini dioperasikan di dasar perairan untuk
menangkap ikan demersal seperti ikan kakap dan ikan kerapu. Untuk
pengelompokan yang kedua itu berdasarkan susunan mata pancingnya.
Berdasarkan susunan mata pancingnya dapat dibedakan menjadi beberapa jenis.
Ada rawai tegak, rawai yang dimana talinya dioperasikan cara tegak. Yang kedua
ada rawai mendatar. Rawai mendatar ini merupakan rawai yang dimana talinya
dioperasikan cara mendatar. Untuk penggolongan yang ketiga, ada berdasarkan
hasil tangkapannya. Berdasarkan hasil tangkapannya yang terbanyak itu rawai
dapat dibedakan menjadi 2 jenis, ada rawai tuna yang dikhususkan untuk
menangkap ikan tuna dan rawai cucut yang mana dikhususkan untuk menangkap
ikan cucut.
Literatur :
Menurut Firdaus (2011), rawai adalah alat tangkap yang memiliki sejumlah
variasi baik dalam hal ukuran, struktur maupun besar kecil jenis ikan yang menjadi
tujuan penangkapan. Rawai (Long line) merupakan alat tangkap perikanan yang
sangat bervariasi baik dalam hal ukuran, cara pengoperasian, daerah penangkapan
serta jenis ikan yang menjadi tangkapan utama. Sedangkan pengertian rawai dalam
ensiklopedia perikanan, yaitu suatu jenis alat penangkap ikan dengan konstruksi
tertentu di mana tali pancing yang bermata pancing (branch lines) dikaitkan pada
tali pancing utama yang panjang (main line) pada jarak tertentu. Alat tangkap ini
berkembang pesat penggunaannya jika dilihat dari segi teknisnya serta beragam
alat bantu yang digunakan. Keuntungan menggunakan alat tangkap rawai (Long
Line) antara lain : pengoperasiannya tidak rumit serta penanganan dan perawatan
yang relatif mudah.
Menurut Nawawi (2015), kapal longline kapal secara khusus dirancang
untuk menangkap ikan dengan alat tangkap jenis long line atau sering juga disebut
rawai dan sekaligus untuk menyimpan, mendinginkan, dan mengangkut hasil
tangkapan sampai ke pelabuhan. Kapal longline yang berukuran 30-100 GT pada
umumnya dioperasikan untuk menagkap ikan jenis tuna dengan hasil sampingan
ikan cucut, sehingga sering pula kapal tersebut disebut kapal tuna long line. Kapal
rawai (longliner) adalah kapal yang menggunakan satu atau lebih tali atau kail
dengan rangkaian umpan dan kait. Panjang dan jumlah kail, umpan, dan kait
bervariasi tergantung pada ukuran kapal, jumlah kru, dan level mekanisasi kapal.
Jenis ikan yang ditangkap pun bergantung pada umpan yang digunakan. Kapal
rawai ukuran kecil dapat menggunakan tangan untuk mengulur dan menarik kail.
Kecepatan kapal menentukan seberapa dalam dan seberapa jauh jangkauan kail.
Rawai (long line) merupakan alat tangkap yang memiliki sejumlah variasi
mulai dari ukuran, struktur maupun besar kecil jenis ikan yang menjadi tujuan
penangkapan ikan. Alat tangkap ini beragam baik dalam hal ukuran, cara
pengoperasian, daerah penagkapan serta jenis ikan yang menjadi tujuan tangkapan
utama. Kapal rawai (longliner) merupakan kapal yang menggunakan satu atau
lebih kail dengan rangkaian umpan dan kait. Rawai memiliki konstruksi tertentu
dimana tali pancing yang bermata pancing (branch lines) dikaitkan pada tali utama
(main line) pada jarak tertentu. Jika dilihat dari segi teknisnya, long line
berkembang pesat penggunaannya dan bervariasi alat bantu yang digunakan.
Literatur :
Menurut Firdaus (2011), bahan tali pancing terbuat dari monofilament atau
multifilament. Perbedan bahan tersebut dipandang dari segi teknis adalah :
multifilament lebih berat dan mahal dibandingkan monofilament, lebih kecil, halus,
dan transparan maka pemakaian monofilament dinilai akan memberi hasil
tangkapan lebih baik Oleh karena itu bahan monofilament (PA) lebih disukai oleh
nelayan rawai. Tali utama (main line) merupakan bagian dari potongan-potongan
tali yang dihubungkan antara satu dengan yang lain sehingga membentuk
rangkaian tali yang sangat panjang. Tali cabang merupakan bagian alat tangkap
ikan rawai tuna yang berguna untuk menghubungkan tali utama dengan pancing.
Tali pelampung berfungsi mengatur kedalaman dari alat penangkap sesuai dengan
yang dikehendaki. Tali pelampung ini biasanya terbuat dari bahan kuralon.
Pelampung merupakan bagian alat tangkap ikan rawai yang berguna untuk
menahan alat tangkap rawai agar tidak tenggelam.
Menurut Ramadhan (2020), bagian-bagian pancing rawai terdiri dari
beberapa komponen. Main line atau tali utama, merupakan tali yang berfungsi
sebagai tempat tergantungnya tali cabang. Branchline atau tali cabang, merupakan
tali yang digunakan sebagai peletakan mata pancing yang menggantung pada tali
utama. Pelampung, berfungsi sebagai daya apung yang terbuat dari plastik resin
dan ujungnya diberi lubang untuk tempat mengikat pelampung. Pemberat,
berfungsi untuk membebani tali cabang agar tali cabang tetap berada pada
kedalaman yang diinginkan.
Bahan tali pancing terbuat dari monofilament atau multifilament. Bagian-
bagian rawai (long line) terdiri dari beberapa komponen. Tali utama merupakan
bagian dari potongan-potongan tali yang berfungsi sebagai tempat tergantungnya
tali cabang sehingga membentuk rangkaian tali yang sangat panjang. Tali cabang
digunakan sebagai peletakan mata pancing pada tali utama. Tali pelampung
berfungsi digunakan sebagai daya apung terbuat dari plastik resin yang diberi
lubang untuk tempat mengikat pelampung.
Metode Pengoperasian :
Metode pengoperasian pancing rawai dibagi menjadi beberapa tahap yaitu
tahap persiapan pengoperasian, tahap setting, tahap drifting dan tahap hauling.
Pengoperasiannya sama seperti metode pengoperasian alat tangkap yang lain.
Namun rawai ini memiliki tahap drifting dimana tali rawai akan dibuat menjadi
melayang agar terbentang lurus di perairan.
Literatur :
Menurut Firdaus (2011), keuntungan menggunakan alat tangkap rawai
(Long Line) antara lain : pengoperasiannya tidak rumit serta penanganan dan
perawatan yang relatif mudah. Berdasarkan cara pengoperasiannya yakni dilihat
pada lapisan kedalaman tempat alat tersebut dioperasikan maka alat tangkap rawai
(Long line) yang beroperasi di perairan Tarakan adalah jenis bottom long line.
Pada rawai (Long line) ini direntang dekat maupun di dasar perairan. dipasang di
dasar perairan secara tetap pada jangka waktu tertentu dan perentangannya
ditetapkan dengan adanya pelampung dan jangkar dikenal dengan nama rawai
tetap atau bottom long line atau set long line yang biasa digunakan untuk
menangkap ikan-ikan demersal. Alat tangkap ini dioperasikan dekat maupun di
dasar perairan dengan arah perentangan secara horizontal. Dengan metode atau
cara pengoperasian rawai (Long line) terbagi atas tiga tahap, yakni : setting
(pembuangan pelampung, pemberian umpan dan penurunan alat tangkap), soaking
(perendaman), hauling (penarikan alat tangkap sambil mengambil hasil
tangkapan).
Menurut Firmansyah, et al. (2019), rawai tuna dioperasikan di laut lepas
atau bahkan mencapai perairan samudera. Satu tuna longliner biasanya
mengoperasikan 1.000 - 2.000 mata pancing untuk sekali turun. Alat tangkap ini
bersifat pasif yaitu menanti umpan dimakan oleh ikan target. proses setting alat
tangkap longline dilakukan dengan kondisi mesin kapal dimatikan mesinnya,
sehingga pancing yang diturunkan akan hanyut oleh arus atau dapat disebut
dengan drifting. Drifting berlangsung selama kurang lebih empat jam. Selanjutnya
proses hauling alat tangkap yaitu pancing diangkat kembali ke atas kapal dan
mengambil hasil tangkapan.
Metode pengoperasian alat tangkap rawai (long line) tidak rumit dan bisa
dikatakan relatif mudah penanganan dan perawatannya. Cara pengoperasian alat
tangkap ini direntang dekat maupun di dasar perairan. Alat tangkap ini
dioperasikan di dekat maupun di dasar perairan dengan arah perentangan secara
horizontal. Long line bersifat pasif yaitu menunggu umpan dimakan oleh ikan
target. Alat tangkap ini juga dioperasikan di laut lepas atau bahkan mencapai
perairan samudera.
Alat bantu
Alat bantu pengumpul Alat bantu pendeteksi
pengoperasian
Literatur :
Menurut Kurniawati, et al. (2020), sebagai area kerja utama, di dek kapal
terdapat alat bantu penangkapan yang terdiri atas, line hauler, side roller, ganco,
dan radio buoy. Sementara itu, alat bantu navigasi seperti kompas, radio direction
finder (RDF), GPS, dan peta terkonsentrasi di ruang kemudi. Keberadaan alat
bantu seperti meja untuk branch line dan snap serta line thrower untuk
melemparkan branch line akan sangat mengurangi tingkat kelelahan dan risiko
gangguan kesehatan dari aktivitas ini. Alat bantu yang ada di area hauling adalah
line hauler yang berfungsi untuk membantu penarikan main line. Penggunaannya
sangat mudah yaitu dengan membuka dan menutup keran hidraulik.
Menurut Prayitno, et al. (2016), rumpon didefinisikan sebagai adalah alat
bantu pengumpul ikan yang menggunakan berbagai bentuk dan jenis
pengikat/atraktor dari benda padat, berfungsi untuk memikat ikan agar berkumpul,
yang dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas operasi
penangkapan ikan. Penggunaan rumpon atau Fish Aggregating Devices (FADs)
telah menjadi metode yang paling banyak digunakan dalam perikanan pukat cincin
dan alat tangkap lainnya. Rumpon digunakan baik di perairan tropis maupun sub
tropis hampir di seluruh perairan samudera dan pantai untuk menangkap tuna
maupun ikan pelagis lainnya. Rumpon merupakan alat bantu dalam kegiatan
penangkapan ikan yang digunakan untuk mengumpulkan ikan sehingga lebih
mudah untuk ditangkap. Penggunaan rumpon telah meningkatkan efisiensi dalam
penangkapan ikan dan saat ini sekitar setengah dari hasil tangkapan dunia
didapatkan dengan memanfaatkan rumpon.
Alat bantu penangkapan terdiri dari line hauler, side roller, ganco, dan
radio buoy. Adapun alat bantu navigasi diantaranya seperti kompas, radio
direction finder (RDF), GPS, dan peta terkonsentrasi pada ruang kemudi. Line
hauler merupakan alat bantu untuk proses menurunkan tali rawai ke perairan dan
membantu proses hauling. Line hauler berfungsi untuk membantu penarikan main
line. Sedangkan alat bantu umpan sebagai pemikat target tangkapan. Umpan dibagi
menjadi 2 jenis, yang pertama yaitu umpan alami yang berasal dari ikan-ikan segar
dan yang kedua yaitu umpan buatan yang berasal dari kayu, plastik yang
menyerupai ikan, udang dan umpan buatan lainnya. Alat bantu pengumpul dari
long line adalah rumpon, lacuba dan umpan. Alat bantu pengoperasian dari alat
tangkap ini yaitu line hauler dan line thrower. Alat bantu pendeteksi dari long line
5. Bubu
Pengertian Bubu :
Nama internasional bubu yaitu portable trap dan fishing pots. Bubu
memiliki nama daerah yaitu wuwu. Bubu merupakan alat tangkap pasif tradisional
yang berupa penangkap ikan, terbuat dari rotan, kawat, besi, jaring, kayu dan
plastik yang dijalin sedemikian rupa sehingga ikan yang masuk tidak dapat keluar.
Prinsip dasar dari bubu adalah menjebak penglihatan ikan sehingga ikan tersebut
terperangkap di dalamnya atau bisa dikatakan mempermudah target masuk dan
mempersulit target keluar.
Literatur :
Menurut Yokasing, et al. (2013), bubu adalah alat tangkap ikan berupa
jebakan. Masyarakat nelayan Kupang banyak menggunakan bubu sebagai alat
tangkap ikan. Bubu yang digunakan umumnya terbuat dari bambu dan jenis bubu
yang digunakan adalah bubu dasar, yang dalam operasi penangkapannya biasanya
diperairan karang atau diantara karang-karangan atau bebatuan. Bubu adalah alat
tangkap yang umum dikenal dikalangan nelayan, yang berupa jebakan, dan bersifat
pasif. Bubu sering juga disebut perangkap “traps“ dan penghadang “guiding
barriers“. Bubu merupakan alat tangkap pasif biaya pembuatannnya relative
murah dan mudah dalam pengoperasiannya.
Menurut Nusyirwan dan Rafi (2019), bubu adalah alat tangkap yang bekerja
seperti perangkap. Alat tangkap masyarakat nelayan yang tinggal di wilayah
pesisir bervariasi, salah satunya adalah bubu. Dengan sensor berat loadcell yang
mendeteksi berat bubu akan menginformasikan berat bubu yang dapat dilihat pada
LCD. Proses penangkapan ikan yang biasa dilakukan oleh nelayan pesisir pantai di
daerah tanjungpinang, sebagian besar masih di lakukan dengan menggunakan alat
tangkap tergolong tradisional. Oleh sebab itu diperlukannya inovasi yang mampu
memberikan peningkatan efektifitas dalam proses penangkapan ikan sehingga
dapat memberi dampak positif pada nelayan.
Bubu merupakan alat tangkap ikan berupa jebakan (trap). Bubu umumnya
terbuat dari bambu. Jenis bubu yang digunakan adalah bubu dasar yang mana
pengoperasiannya biasanya di perairan karang, diantara karang-karang atau
bebatuan. Bubu tergolong alat tangkap pasif karena biaya pembuatan yang relatif
murah dan pengoperasiannya mudah. Inovasi dalam pengoperasian bubu
diperlukan agar memberikan peningkatan efektivitas proses penangkapan ikan
yang akan memberikan dampak positif bagi nelayan.
Literatur :
Menurut Sarapil (2019), untuk menghasilkan hasil tangkapan yang
maksimal dan dapat meningkatkan pendapatan mitra, maka diberikan pelatihan
bagaimana proses pembuatan alat tangkap somba. Selama ini, bubu yang banyak
digunakan memiliki konstruksi dengan daya tahan yang rendah yaitu kurang lebih
1 bulan untuk pembenaman, karena bahan dasar yang terbuat dari bahan dasar
anyaman bambu sehingga cepat rusak. Alat tangkap somba lokal, masih terbuat
dari bahan bambu yang cepat lapuk atau rusak apabila dioperasikan di air laut
dalam jangka waktu yang lama. Somba yang dimodifikasi mempunyai daya tahan
yang lebih lama dibandingkan dengan somba tradisional. Modifikasi somba yang
rangkanya terbuat dari besi dan badan somba dibuat dari jaring bahan PE
multifilament sehingga diharapkan memiliki daya tahan yang lama, dengan
spesifikasi sebagai berikut: tali pelampung dengan panjang 50 m, tali pengait untuk
tali pelampung, panjang bubu 3 m, lebar bubu 1,75 m, tinggi bubu 1 m, diameter
pintu masuk bagian luar 30 cm, diameter pintu masuk bagian dalam 12 cm, jaring
penutup bubu 2 inci.
Menurut Jeksen, et al. (2018), badan bubu bagian belakang berfungsi
sebagai tempat meletakkan umpan selain tempat ikan terkurung. Badan belakang
memiliki pintu yang berfungsi sebagai tempat memasukkan umpan sedangkan
tempat mengeluarkan hasil tangkapan berada di depan yang ditutup dengan batok
kelapa. Bubu dioperasikan dengan cara meletakan di dasar sungai di bagian pinggir
atau tebing sungai pada kedalaman air 50-150 cm. Bubu diletakan dengan bagian
depan bubu diarahkan menghadap ke hilir sungai. Agar tidak terbawa arus air
maka bubu diberi pemberat berupa batu. Masing-masing bubu dilengkapi tiga
pemberat dan dua pelampung.
Bagian-bagian bubu terdiri dari beberapa komponen. Badan bubu berguna
untuk meletakkan umpan selain tempat ikan terkurung. Badan belakang memiliki
pintu yang berfungsi untuk tempat memasukkan umpan. Tempat untuk
mengeluarkan umpan berada di depan yang ditutup dengan batok kelapa. Alat
tangkap ini biasanya diletakkan dengan bagian depan bubu yang dihadapkan ke
hilir sungai. Bubu diberi pemberat berupa batu supaya tidak terbawa arus air saat
digunakan.
Metode Pengoperasian :
Metode pengoperasian bubu terbagi atas 3 tahap yaitu persiapan, setting,
dan hauling. Yang pertama, tahap persiapan mempersiapkan segala kebutuhan
melaut seperti surat perizinan, BBM, air mineral, makanan es balok,
mempersiapkan alat tangkap yang digunakan dan lain sebagainya. Yang kedua,
tahap setting yaitu melakukan penurunan alat tangkap. Tahap setting diawali
dengan memasang umpan, kemudian menurunkan bubu ke dalam perairan dan
memasang tanda seperti lampu berwarna pada pelampung tanda. Karena
merupakan alat tangkap pasif maka bubu mempunyai soaking time atau waktu
tunggu. Waktu tunggu dalam hal ini adalah lamanya waktu setelah penurunan bubu
atau setting dengan waktu dimulainya pengangkatan bubu atau hauling
diperkirakan bubu telah memperoleh hasil tangkapan.
Lama perendaman atau soaking time biasanya antara 9 jam. Lalu tahap
ketiga, hauling yaitu proses pengangkatan hasil tangkapan beserta alat tangkap ke
atas kapal. Proses hauling dimulai dengan persiapan perahu bergerak mendekati
pelampung tanda lalu mengambil dan mengangkat pelampung kemudian dinaikkan
ke atas perahu. Bubu kemudian diangkat ke atas perahu dengan cara ditarik tali ris
atasnya. Pada saat mengangkat bubu, hasil tangkapan yang tertangkap diambil dan
dimasukkan ke dalam ember yang telah disediakan dengan diberi sedikit air laut.
Bubu yang sudah selesai diangkat, kemudian dipasang umpan dan disusun kembali
di atas perahu untuk dioperasikan pada penangkapan selanjutnya. Hasil tangkapan
dari alat tangkap bubu adalah baronang, kerapu, kakap, kakatua, ekor kuning, ikan
kaci, lencam, udang benet, kepiting dan rajungan.
Literatur :
Menurut Jeksen, et al. (2018), bubu dioperasikan dengan cara diberi umpan
berupa dedak halus yang dicampur pasir, jagung dan ubi. Umpan diletakan pada
bagian belakang (penutup) bubu yaitu diletakan di dalam batok kelapa. Ikan yang
tertangkap dikeluarkan melalui penutup di bagian depan bubu. Bubu dasar
dioperasikan pada malam hari, pemasangan (setting) dilakukan secara serentak
pada lokasi yang telah ditentukan pada Jam 16.00 WIB (sore hari) dan diangkat
(hauling) pada keesokan hari yaitu jam 16. 00 WIB. Ikan yang diperoleh kemudian
dipisahkan berdasarkan umpan yang telah dipasang dimana ikan tersebut
tertangkap.
Menurut Putri, et al. (2013), tahap-tahap pengoperasian bubu diuraikan
berikut ini: 1. Persiapan Bubu yang berjumlah 72 unit disiapkan dengan membagi
menjadi 6 bagian, setiap bagian merupakan 1 perlakuan sehingga masing-masing
perlakuan diulang 12 kali. 12 bubu tersebut harus disusun secara berangkai dengan
1 tali utama dan menggunakan 2 buah pelampung. Setelah persiapan selesai,
kemudian menuju fishing ground dengan menggunakan perahu. 2. Pemasangan
bubu (setting) Penentuan daerah penangkapan berdasarkan kedalaman perairan
yang akan diuji disesuaikan dengan pengalaman dari nelayan. Daerah penangkapan
kemudian di-plot menggunakan GPS pada masing-masing rangkaian bubu. Umpan
yang akan digunakan adalah jenis ikan petek. Pemasangan bubu dimulai dengan
memasang umpan sesuai dengan perlakuan. Perendaman bubu Perendaman bubu
dibedakan menjadi 3 yaitu dengan lama waktu perendaman selama 8 jam, 15 jam
dan 24 jam yang masing-masing dilakukan sebanyak 1 kali. Pengangkatan bubu
(hauling) dilakukan setelah perendaman bubu selama 8 jam, 15 jam dan 24 jam.
Setelah diangkat, hasil tangkapan bubu dihitung jumlahnya, ditimbang dan diukur
panjang karapasnya. Hal tersebut diulangi setiap pengangkatan bubu dilakukan.
Metode pengoperasian bubu dilakukan dengan cara memberi umpan berupa
dedak halus yang dicampur pasir, jagung dan ubi. Selanjutnya, umpan diletakkan
pada bagian penutup bubu yang diletakkan dalam batok kelapa. Bubu dasar
dioperasikan pada malam hari. Setting dilakukan secara serentak pada lokasi yang
telah ditentukan dan diangkat (hauling). Setelah diangkat, hasil tangkapan bubu
kemudian dihitung jumlahnya, ditimbang lalu diukur panjang karapasnya. Hal
tersebut diulangi setiap dilakukan pengangkatan bubu.
Alat bantu
Alat bantu pengumpul Alat bantu pendeteksi
pengoperasian
Literatur :
Menurut Pratama, et al. (2012), perkembangan Bubu Dasar di Karimunjawa
memakai alat bantu GPS (Global Positioning System) dan Fish Finder yang dinilai
akan mempermudah nelayan mencari Bubu yang sudah ditanam di dasar perairan.
Kapal yang lebih besar digunakan untuk membawa Bubu dan posisi setting Bubu
Dasar yang jauh dari pantai. Alat bantu penangkapan Spear Panah menggunakan
kompresor yang harganya lebih murah dibandingkan satu set alat GPS dan fish
finder yang digunakan oleh nelayan alat tangkap Bubu Dasar. Biaya tetap yang
dibutuhkan untuk usaha penangkapan ikan dengan Bubu Dasar dan Panah adalah
biaya penyusutan kapal, mesin, alat tangkap dan alat bantu penangkapan.
Pendapatan Nelayan ABK dibayarkan setiap trip yaitu dengan pembagian hasil
yang sama antara pemilik kapal, pemilik alat tangkap, pemilik alat bantu
penangkapan, dan jumlah ABK masing-masing dihitung memperoleh pendapatan 1
bagian.
Menurut Bakari dan Baruadi (2020), pemasangan bubu dilakukan pada
sekitar karang, pada daerah berpasir yang disekitarnya terdapat karang, cara ini
dilakukan agar alat tangkap bubu tidak merusak karang yang ada disekitarnya.
Pemasangan bubu dilakukan diperairan dengan kedalaman berkisar 5-10 m,
pengoperasian bubu dilakukan dengan menggunakan alat bantu compressor,
ANALISA EKONOMI
8 ........................................................ = Rp.
9 ........................................................ = Rp.
10 ........................................................ = Rp.
Jumlah
No Jenis Ikan Harga per kg Total (Rp.)
(kg)
Rumus :
⮚ TR = Jumlah Penerimaan
⮚ TC = Jumlah Biaya
Perhitungan :
1. Pendapatan
π = Total Revenue – Total Cost
π = 49.000.000 – 4.614.500
π = 44. 385.500
Penjelasan :
π = Keuntungan
TR = Jumlah Penerimaan
TC = Jumlah Biaya
2. Bagi Hasil Selama 1x Trip
π pemilik kapal = 50% x π Total
π pemilik kapal = 50% x 44.385.500
π pemilik kapal = 22.192.750
π awak kapal = (50% x π Total) / n
π awak kapal = (50% x 44.385.500) / 4 orang
π awak kapal = 22.192.750 / 4 orang
π awak kapal = 5.548.187,5
Penjelasan :
π = Keuntungan total (π Total = TR – TC)
n = Jumlah awak kapal (4 orang )
Interpretasi :
Berdasarkan hasil perhitungan analisa ekonomi, total biaya yang
dikeluarkan nelayan dalam satu kali trip adalah sebesar 4.614.500 rupiah.
Sedangkan untuk total pendapatan bersih yang diperoleh anak buah kapal sebesar
5.548.187,5 rupiah.
DAFTAR PUSTAKA
Bakari, Y., & Baruadi, A. S. (2020). Efektivitas Alat Tangkap Bubu dengan
Umpan Berbeda untuk Ikan Baronang| Effectiveness of bubu fish
trap with different baits for baronang fish. The NIKe
Journal, 6(1).
Lisdawati, A., Najamuddin, N., & Assir, A. (2016). Deskripsi alat tangkap
ikan di Kecamatan Bontomanai Kabupaten Kepulauan
Selayar. Jurnal IPTEKS Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan, 3(6).
Manan, A., & Putra, F. N. D. (2014). Monitoring Hasil Perikanan dengan Alat
Tangkap Pancing Tonda di Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi,
Kabupaten Trenggalek, Propinsi Jawa Timur [Monitoring Of
Fishery With Fishing Gear Troling Line In The Prigi Nusantara
Mulyatno, I. P., Jatmiko, S., & Susilo, F. (2012). Analisa Investasi kapal ikan
Tradisional Purseiner 30 GT. KAPAL: Jurnal Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi Kelautan, 9(2), 58-67.
Pratama, F., Boesono, H., & Hapsari, T. (2012). Analisis Kelayakan Finansial
Usaha Penangkapan Ikan Menggunakan Panah Dan Bubu Dasar
Di Periran Karimunjawa. Journal of Fisheries Resources
Utilization Management and Technology, 1(1), 22-31.
Wudianto, W., Widodo, A. A., Satria, F., & Mahiswara, M. (2019). Kajian
pengelolaan rumpon laut dalam sebagai alat bantu penangkapan
DATA ASISTEN