Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH METODE PENANGKAPAN IKAN

Disusun oleh :

Kaharudin 21605018

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARI

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

PROGRAM STUDI TEKHNOLOGI HASIL PERIKANAN

KENDARI

2019
KATA PENGANTAR

Segala puji kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata
kuliah Metode Penangkapan Ikan dengan sebaik-baiknya.

Tulisan ini adalah hasil dari berbagai sumber dan media yang telah kami
kumpulkan selama bekerja dalam kelompok disertai dengan analisa dan kesimpulan
serta hal yang lain sesuai dengan tugas.

Semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dengan adanya
penyusunan laporan seperti ini, tugas yang kami laksanakan dapat tercatat dengan
rapi dan dapat kita pelajari kembali pada kesempatan yang lain untuk kepentingan
proses belajar kita terutama dalam mata kuliah Metode Penangkapan Ikan.

Bersama ini kami juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu hingga terselesaikannya tugas ini, terutama kepada Dosen mata
kuliah Metode Penangkapan Ikan yang telah memberikan petunjuk dalam
melaksanakan tugas ini.

Dalam penyusunan tugas ini tentulah jauh dari sempurna, oleh karena itu
segala kritik dan saran sangat kami harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan
tugas ini dan untuk pelajaran bagi kita semua dalam pembuatan tugas-tugas yang lain
di masa mendatang.

Kendari, Februari 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki laut yang
luasnya sekitar 5,8 juta km² dan menurut World Resources Institute tahun 1998
memilki garis pantai sepanjang 91.181 km yang di dalamnya terkandung sumber daya
perikanan dan kelautan yang mempunyai potensi besar untuk dijadikan tumpuan
pembangunan ekonomi berbasis sumber daya alam.
Berdasarkan laporan FAO Year Book 2009, saat ini Indonesia telah menjadi
negara produsen perikanan dunia, di samping China, Peru, USA dan beberapa negara
kelautan lainnya. Produksi perikanan tangkap Indonesia sampai pada tahun 2007
berada pada peringkat ke-3 dunia, dengan tingkat produksi perikanan tangkap pada
periode 2003-2007 mengalami kenaikan rata-rata produksi sebesar 1,54%.
Pemanfaatan sumberdaya perikanan dari waktu ke waktu terus mengalami
peningkatan, mengikuti permintaan yang cenderung terus bertambah, baik jumlah
maupun jenisnya. Meningkatnya upaya sumberdaya perikanan mendorong
berkembangnya teknik dan taktik penangkapan (fishing technique and fishing tactics)
untuk dapat memproduksi secara lebih efektif dan efisien (Ayodhyoa, 1983).
Keberadaan alat penangkapan ikan di indonesia ini sudah berkembang pesat,
dengan berbagai macam alat tangkap yang telah dimiliki sudah beredar diseluruh
sektor perikanan indonesia. Diantaranya adalah pancing, payang dan purse seine.
Dari alat-alat tersebut termasuk dalam golongan alat yang ramah lingkungan,
sehingga alat tersebut digunakan sebagai komoditas utama dan bernilai ekonomis
tinggi.
Pemanfaatan sumberdaya hayati laut tidak lepas dari kegiatan operasi
penangkapan ikan yang melibatkan berbagai unit penangkapan ikan, unit
penangkapan ikan yang berkembang saat ini cukup bervariasi mulai dari yang
berukuran kecil seperti tombak, serok dan pancing sampai alat tangkap yang
berukuran besar seperti trawl, purse seine, rawai tuna serta payang. Payang
merupakan salah satu unit penangkapan ikan yang umum dikenal dan dioperasikan
hampir di seluruh perairan indonesia (Subani, 1978).

1.2 Tujuan
Adapun dalam penyusunan makalah ini memiliki tujuan diantaranya, yaitu:

1. Mahasiswa dapat mengetahui apa itu alat tangkap Gill Net, Pancing Rawai,
Bubu dan Purse Seine.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Alat Tangkap Gill Net


Menurut Krisnafi (2011), sebelum mengoperasikan alat penangkapan,

peralatan harus dipersiapkan secara cermat sebelum operasi penangkapan dimulai,

adapun persiapan tersebut yaitu: jaring disusun di atas geladak (dek) dengan

memisahkan antara pelampung dan pemberat; pada ujung depan jaring dipasang tali

selambar dan dihubungkan dengan pelampung tanda. Biasanya pelampung ini

ukurannya relatif lebih besar kadang kala diberi bendera.

Menurut Miranti (2007), secara umum metode pengoperasian alat tangkap gill

net terdiri atas beberapa tahap, yaitu:

1. Persiapan yang dilakukan nelayan meliputi pemeriksaan alat tangkap, kondisi

mesin, bahan bakar kapal, pembekalan, es dan tempat untuk menyiapkan hasil

tangkapan.

2. Pencarian daerah penangkapan ikan (DPI), hal ini dilakukan nelayan berdasarkan

pengalaman-pengalaman melaut yaitu dengan mengamati kondisi perairan seperti

benyaknya gelembung-gelembung udara di permukaan perairan, warna perairan,

serta adanya burung-burung di atas perairan yang mengidikasikan adanya

schooling ikan.

3. Pengoperasian alat tangkap yang tediri atas pemasang jaring (setting),

perendaman jaring (soaking) dan pengangkatan jaring (hauling).


Tahap penanganan hasil tangkapan adalah pelepasan ikan hasil tangkapan dari jaring
untuk kemudian disimpan pada suatu wadah atau tempat.

2.1.1 Deskripsi Alat Tangkap


Agar ikan-ikan mudah terjerat (gill net) pada mata jaring dan dapat terbelit-
belit (entangled) pada tubuh jaring, maka baik material yang dipergunakan ataupun
pada waktu pembuatan jaring hendaklah diperhatikan hal-hal antara lain seperti
berikut (Nomura, 1978; Ayodhya, 1981).
1) Kekuatan dari Twine (Rigidity of Netting Twine)
Twine yang dipergunakan hendaklah lembut tidak kaku, pliancy, suppeleness.
Dengan demikian, twine yang digunakan adalah cotton, hennep, linen, amylan, nilon,
kremona, dan lain-lain, dimana twine ini mempunyai fibres yang lembut. Bahan-
bahan dari manila hennep, sisal, jerami, dan lainnya yang fibresnya keras tidak
digunakan. Untuk mendapatkan twine yang lembut, ditempuh dengan cara
memperkecil diameter twine atau jumlah pilin persatuan panjang dikurangi, atau
bahan-bahan celup pemberi warna ditiadakan.
2) Ketegangan Rentangan Tubuh Jaring
Yang dimaksud dengan keterangan rentangan disini ialah rentangan ke arah
panjang jaring. Jaring mungkin direntangkan dengan tegang sekali, tetapi mungkin
pula tidak terlalu tegang. Ketegangan rentangan ini, akan mengakibatkan terjadinya
tension bail pada float line ataupun pada tubuh jaring, dan sedikit banyak
berhubungan pula dengan jumlah tangkapan yang akan diperoleh.
Ketegangan rentangan tubuh jaring akan ditentukan terutama oleh bouyancy
dari float, berat tubuh jaring, tali temali, sinking force dari sinker, dan juga shortening
yang digunakan.
3) Shortening atau Shrinkage
Supaya ikan-ikan mudah terjerat (gilled) ataupun terbelit-belit pada mata
jaring dan supaya ikan-ikan tersebut tidak mudah terlepas dari mata jaring, maka
pada jaring perlulah diberikan shortening yang cukup. Yang dimaksudkan shortening
atau shrinkage adalah pengerutan, yaitu beda panjang tubuh jaring dalam keadaan
tegang sempurna dengan panjang jaring setelah diletakkan pada float line ataupun
sinker line, disebutkan dalam persen.

Contoh : Panjang tubuh jaring (webbing) 100m, setelah ditata jaring menjadi
70m (panjang float line maupun sinker line), maka dikatakan shortening tersebut
adalah
(100 – 70 x 100% = 30%
100
(L0 – L1) x 100% = 30%
L0
4) Tinggi Jaring
Yang dimaksud dengan tinggi jaring ialah jarak antara float line ke sinker line
pada saat jaring tersebut terpasang di perairan. Untuk jaring insang tetap, akibat
resistence terhadap arus akan menyebabkan perubahan bentuk jaring, pertambahan
lebar jaring (mesh depth) akan juga berarti pertambahan resistance terhadap arus.
Biasanya lebar jaring insang tetap tidak melebihi dari sekitar 7 meter.
5) Mesh Size dan Besar Ikan
Antara mesh size dari gill net dan besar ikan yang terjerat (gilled) terdapat
hubungan yang erat sekali. Dari percobaan-percobaan terdapat kecenderungan bahwa
sesuatu mesh size mempunyai sifat untuk menjerat ikan hanya pada ikan-ikan yang
besarnya tertentu batas-batasnya. Dengan perkataan lain, gill net akan besifat selektif
terhadap besar ukuran catch yang diperolehnya.
6) Warna Jaring
Warna jaring dalam air akan dipengaruhi oleh faktor-faktor kedalaman dari
perairan, transparancy, sinar matahari, sinar bulan, dan faktor lainnya. Sesuatu warna
akan mempunyai perbedaan derajat terlihat oleh ikan-ikan yang berbeda-beda.
Demikian pula hendaklah warna jaring sama dengan warna air diperairan tersebut,
juga warna jaring jangan membuat yang sangat kontras, baik terhadap warna air juga
terhadap warna dari dasar perairan tersebut.
Cara tertangkapnya ikan pada kedua jenis jaring ini, selain terjerat pada bagian
belakang operculum atau terjerat di antara operculum dan bagian tinggi maksimum
pada mata jaring bagian dalam, juga tertangkap secara terpuntal. Selain itu, ikan yang
tertangkap dapat terjerat juga terpuntal pada jaring (Hadian, 2005). Menurut Baranov
(1999) dalam Tibrizi (2003) menyatakan bahwa mekanisme tertangkapnya ikan
dibedakan dalam tiga cara, yaitu:
1) Gilled : Ikan terjerat mata jaring pada bagian operculum.
2) Wedged : Ikan terjerat mata jaring pada bagian keliling tubuhnya.
Tangled : Ikan terpuntal di jaring pada bagian gigi, maxillaria, sirip, apendik atau
bagian tubuh ikan lainnya.

2.1.2 Metode Penangkapan


Bila kapal telah sampai di daerah penangkapan, maka persiapan alat dimulai,
yaitu: (Miranti 2007)
1) Posisi kapal ditempatkan sedemikian rupa agar arah angin datangnya dari
tempat penurunan alat
2) Setelah kedudukan/ posisi kapal sesuai dengan yang dikehendaki, jaring
dapat diturunkan. Penurunan jaring dimulai dari penurunan jangkar,
pelampung tanda ujung jaring atau lampu, kemudian tali slambar depan, lalu
jaring, tali slambar pada ujung akhir jaring atau tali slambar belakang, dan
terakhir pelampung tanda.
3) Pada saat penurunan jaring, yang harus diperhatikan adalah arah arus laut.
Karena kedudukan jaring yang paling baik adalah memotong arus antara
450-900
Penaikan Alat dan Pengambilan Ikan, Setelah jaring dibiarkan di dalam
perairan sekitar 3-5 jam, jaring dapat diangkat (dinaikkan) ke atas kapal untuk
diambil ikannya. Bila hasil penangkapan baik, jaring dapat didiamkan selama kira-
kira 3 jam sedangkan bila hasil penangkapan sangat kurang jaring dapat lebih lama
didiamkan di dalam perairan yaitu sekitar 5 jam. Bila lebih lama dari 5 jam akan
mengakibatkan ikan-ikan yang tertangkap sudah mulai membusuk atau kadang-
kadang dimakan oleh ikan lain yang lebih besar. Urutan pengangkatan alat ini adalah
merupakan kebalikan dari urutan penurunan alat yaitu dimulai dari pelampung tanda,
tali selambar belakang, baru jaring, tali selambar muka dan terakhir pelampung tanda.
Apabila ada ikan yang tertangkap, lepaskan ikan tersebut dari jaring dengan hati-hati
agar ikan tidak sampai terluka. Untuk hal tersebut bila perlu dengan cara memotong
satu atau dua kaki (bar) pada mata jaring agar ikan dilepas tidak sampai luka/ rusak.
Ikan-ikan yang sudah terlepas dari jaring segera dicuci dengan air laut yang bersih
dan langsung dapat disimpan ke dalam palka, dengan dicampur peahan es atau garam
secukupnya agar ikan tidak lekas membusuk.

2.1.3 Daerah Penangkapan


Setelah semua peralatan tersusun rapi maka kapal dapat dilayarkan menuju ke
daerah penangkapan (fishing ground). Syarat-syarat daerah penangkapan yang baik
untuk penangkapan ikan dengan menggunakan gill net adalah :
a) Bukan daerah alur pelayaran umum
b) Arus arahnya beraturan dan paling kuat sekitar 4 knots
c) Dasar perairan tidak berkarang
d) Penurunan Alat
2.1.4 Jenis Hasil Tangkapan

Menurut Sudirman (2004), pada umumnya ikan-ikan yang menjadi tujuan

penangkapan ialah jenis ikan yang horisontal migrasi dan vertikal migrasi tidak

seberapa aktif. Dengan perkataan lain, migrasi dari ikan-ikan tersebut terbatas pada

suatu range layer-depth tertentu. Berdasarkan depth dari swimming layer ini lebar

jaring ditentukan.

Menurut Setyono (1983), ikan yang menjadi tujuan penangkapan alat tangkap
giil net adalah ikan-ikan yang hidupnya beruaya atau mempunyai daerah renang di
permukaan (surface), di dasar (bottom), dan di pertengahan (mid water), tergantung
dari jenis gill net yang dioperasikan.

2.2 Alat Tangkap Pancing Rawai

Pancing rawai dasar atau dalam bahasa asingnya adalah long line, adalah alat

tangkap yang terdiri dari rangkaian tali-temali yang disambung-sambung sehingga

merupakan tali yang panjang dengan beratus-ratus tali cabang. Ayodhyoa (1981)

menyatakan bahwa alat tangkap rawai dasar terdiri dari tali utama (main line), tali

cabang (branch line), tali pelampung, bendera, pelampung tali pancing, pancing dan

tali-temali lainnya. Prinsip kerja dari pancing rawai dasar adalah memikat ikan untuk

memakan umpan pada mata pancing yang merupakan perangkap bagi target

tangkapan.

Penggunaan teknologi untuk mengoperasikan pancing rawai dasar relatif

masih sederhana. Pengembangan teknologi dapat diterapkan dalam proses


pemasangan pancing atau penggulungan pancing. Mengingat pancing ulur

menggunakan tali pancing yang panjang, maka dalam proses pemasangannya

(setting) sering terjadi kecelakaan ketika tali pancing utama kusut. Demikian juga

dalam proses penarikannya, tidak jarang karena ikan terjerat di tali pancing, tali

pancing juga kusut. Untuk mengatasinya, biasanya digunakan line hauler.

2.2.1 Deskripsi Alat Tangkap

Rawai (long line) terdiri dari rangkaian tali utama dan tali pelampung, dimana

pada tali utama pada jarak tertentu terdapat beberapa tali cabang yang pendek dan

berdiameter lebih kecil dan di ujung tali cabang ini diikatkan pancing yang

berumpan.

Rawai dapat diklasifikasikan berdasarkan letak pemasangan pada saat

pengoperasian, berdasarkan susunan mata pancing dan berdasarkan ikan sebagai

tujuan hasil tangkapan. Adapun klasifikasinya sebagai berikut;

1. Berdasarkan letak pemasangan pada saat pengoperasian yaitu:

a. Rawai permukaan (surface long line)

b. Rawai pertenggahan (sub surface long line)

c. Rawai dasar (bottom long line)


2.2.2 Metode Penangkapan

Setting

Setting (penurunan alat tangkap) dilakukan pada bagian buritan kapal oleh 4

orang yang masing-masing menangani pekerjaan masing masing. Orang pertama

manangani pemasangan umpan pada mata pancing yang sekaligus melempar branch

line, orang kedua bertugas mengulurkan/membuang main line, orang ketiga

mempersiapkan tali-tali pelampung, bendera dan pemberat serta basket dan orang

keempat mengemudikan kapal selama operasi berlangsung.

Setting diawali dengan Sebelum dilakukan penurunan pancing/rawe dari,

terlebih dahulu diturunkan pelampung tanda disertai pemberat dan tali pelampung

secukupnya menyesuaikan kedalaman, merangkai ujung ujung main line dengan tali-

tali pemberat dan tali-tali pelampung yang kemudian dilemparkan ke laut, setelah itu

diteruskan dengan mengulur main line dan melempar branch line dan mata pancing

yang telah dilengkapi umpan. Pada saat hampir menyelesaikan penurunan satu

basket rawai dasar, maka pada ujung akhir dari main line basket pertama diikatkan

lagi tali-tali yang telah dilengkapi pemberat dan pelampung demikian seterusnya

sampai pada keseluruhan basket yang diperlukan (setting ini dilakukan dalam

keadaan kapal berjalan pelan dan tetap pada haluannya).


Tahap Drifting ( menunggu )

Tahap Drifting ( menunggu ) dilakukan setelah penurunan alat tangkap

pancing rawe selesai. Waktu yang dibutuhkan dalam tahapan ini adalah 3 s/d 4 jam.

Selama menunggu, personil yang terlibat bergantian mengawasi dan menjaga posisi

kapal dan alat tangkap ( jarak kapal dengan alat tangkap ), agar tidak terlalu jauh

jaraknya dan agar terhindar dari aktifitas nelayan disekitarnya yang melakukan

aktifitas penangkapan ikan.

Hauling

Pekerjaan hauling diawali dengan menaikkan pelampung dan pemberat yang

diikuti dengan main line dan branch line serta melepas/memungut hasil-hasil

tangkapan. Pekerjaan ini dilakukan di haluan kapal. Dan bisa juga di lakukan di

Buritan Kapal.

Hauling (menarik alat tangkap) dilakukan 2 jam setelah setting dan dapat

ditangani oleh 4 -5 orang. Orang pertama dan kedua masing-masing melakukan

penarikan main line dan branch line yang sekaligus melepas ikan hasil tangkapan dari

mata pancing, orang ketiga menangani hasil tangkapan dan menyusun serta

merapikan alat tangkap pada masing-masing basket, orang keempat mengemudikan

kapal (hauling ini dilakukan dalam keadaan kapal melaju pelan). Ditahap hauling

tersebut posisi kapal harus selalu mengarahkan haluan pada mine line yang ditarik.

Agar penarikan berjalan dengan lancar dan ringan, selama penarikan kapal maju
perlahan mengikuti irama penarikan. Bilamana ada ikan yang tertangkap dengan

pancing kapal berhenti untuk mengambil hasil tangkapan.

2.2.3 Daerah Penangkapan

1. Perairan tersebut cukup subur, dalam arti di daerah tersebut secara potensial

banyak terdapat ikan-ikan yang menjadi sasaran tangkap.

2. Topografi dasar peraikan dimana alat akan dioperasikan relatip cukup rata,

sehingga tidak mudah tersangkut.

3. Daerah tersebut merupakan perairan yang bebas dari alur pelayaran.

2.2.4 Jenis Hasil Tangkapan

Pada alat tangkap rawai dasar ikan- ikan yang menjadi sasaran tangkapan

utama adalah ikan-ikan demersal yang memiliki nilai ekonomis penting, seperti ikan

kakap,kerapu,kurisi,sunu dan ikan demersal lainnya. Misalnya Ikan Sunu dan Ikan

Kakap.

2.3 Alat Tangkap Bubu

Perangkap adalah alat pancing pasif di mana

ikan dapat masuk secara sukarela dengan cara

sedemikian rupa sehingga pintu masuk sendiri

menjadi perangkat non-return. Gagasan tentang


menangkap ikan tanpa banyak usaha mungkin mungkin menghasilkan perkembangan

jebakan. Penemuan untuk menangkap ikan mungkin dianggap mendahului penemuan

nets. Perangkap dapat menangkap ikan terus menerus di siang hari dan malam

dengan pemeriksaan berkala dan organisme dapat diambil hidup-hidup tanpa

kerusakan apapun. (Baruah, 2013). Perangkap mengacu pada koleksi perangkap

dalam bentuk kandang atau keranjang yang dibuat, dengan berbagai bahan dengan

satu atau lebih bukaan atau pintu masuk, yang dirancang untuk menangkap ikan atau

(Nedelec, 1982). Perangkap dapat digunakan dengan atau tanpa umpan (Everhart et

al., 1975). Malian dan Ndurtitu adalah perangkap pof tradisional. Sebagian besar

dipekerjakan nelayan di bagian utara Nigeri (Hasanni, 2013).

Agar pemanfaatan sumber daya ikan dengan alat tangkap diperoleh hasil yang

optimum, maka perlu diperhatikan beberapa aspek, seperti aspek biologi, teknis

maupun ekonomi. Aspek biologi terkait dengan sumberdaya ikan, termasuk faktor

lingkungan. Aspek teknis menyangkut peralatan dan teknologi untuk memanfaatkan

sumber daya ikan, berupa alat tangkap, armada penangkapan, alat pendeteksi ikan

dan sarana penangkapan lain. Sedangkan aspek ekonomi menyangkut modal yang

dikeluarkan dalam upaya pengembangan perikanan tersebut (Kurniawati, 2005).

2.3.1 Deskripsi Alat Tangkap

Bubu merupakan jenis alat tangkap ikan yang dioperasikan secara pasif di

dasar perairan. Secara umum bubu dapat digolongkan sebagai alat penangkap yang
berbentuk seperti kurungan atau berupa ruangan tertutup dimana ikan ikan tidak

dapat keluar lagi. (Gordon & Djonler, 2015) menspesifikkan bubu yaitu gwatle lir

(bubu jaring), melayu dobo (bubu jaring), bahasa indonesia (perangkap bubu jaring)

dan english (fish trap using netting). Bubu dasar adalah salah satu alat penangkapan

yang dikategorikan sebagai alat tangkap perangkap. Bubu dapat diaplikasikan untuk

menangkap hewan-hewan krustasea seperti rajungan, lobster dan kepiting yang

bergerak dengan menggunakan kakinya pada dasar perairan sesuai dengan

kontstruksi dari alat tangkapnya. Daerah penangkapan bubu adalah perairan yang

mempunyai dasar perairan berlumpur maupun dasar pasir ataupun daerah berkarang

tergantung yang menjadi tujuan penangkapan. Umumnya bubu yang digunakan

terdiri dari tiga bagian, yaitu badan dan tubuh bubu (Mallawa & sudirman, 2012)

• Badan dan tubuh bubu umumnya terbuat darianyaman bambu yang terbentuk

empat persegi panjang dengan panjang 125 cm, lebar 80 cm, dan tinggi 40 cm.

Bagian ini dilengkapi dengan pe,berat dari batu bata (bisa juga pemberat lain) yang

berfungsi utnuk menenggelamkan bubu kedasar perairan yang terletak pada ke empat

sudut bubu.

• Lubang tempat mengeluarkan hasil tangkapan terletak pada sisi bagian bawah

bubu. Lubang ini berdiameter 35 cm, posisisnya tepat belakang mulut bubu. Lubang

ini dilengkapi dengan penutup.


• Mulut bubu berfungsi untuk tempatmasuknya ikan yang terletak pada bagian

depan badan bubu. Posisi mulut bubuk menjorok kedalam badan atau tubuh bubu

berbentuk silinder. Semakin kedalam diameter lubangnya semakin mengecil.

2.3.2 Metode Penangkapan

Sistem penangkapan bubu yang digunakan oleh nelayan yaitu pengoperasian

bubu pada sistem rawai yaitu bubu dipasang dalam jumlah banyak dan dirangkai

menggunakan tali antara bubu satu dengan bubu lainnya. Biasanya bubu yang

dipasang dengan sistem rawai biasanya dihubungkan dengan pengait (snap) antara

tali cabang dan tali utama. Kemudian ditandai dengan pelampung tanda pada kedua

ujungnya dan dilengkapi pemberat agar bubu tidak berpindah tempat (Joandi. et.al,

2015).

Sebelum meletakkan bubu biasa para nelayan menentukan letak pencarian

derah tangkapan ikan (fishing ground), tahap pencarian daerah penangkapan ikan

(fishing ground) umumnya dilakukan berdasarkan pada kedalaman, kebisaaan dan

pengalaman nelayan dalam melakukan operasi penangkapan, umumnya lokasi

pemasangan bubu berada pada perairan sekitar pantai terbuka yang dipengaruhi

gelombang, kecepatan arus tidak terlalu besar, dasar perairan berupa pasir, pasir

berlumpur dan lumpur, setelah menemukan daerah penangkapan biasanya nelayan

melakukan peletakkan bubu yang dilakukan pada saat pagi hari dan dibiarkan

semalam, sedangkan pengambilan hasil tangkapan bubu dilakukan pada pagi hari

berikutnya. Namun ada beberapa nelayan yang meninggalkan atau merendam


bubunya selama dua hari atau lebih. Hal tersebut tergantung dari keadaan laut. Jika

ombak atau gelombang cukup besar maka nelayan lebih memilih untuk tidak

mengangkat bubu dan menunggu sampai keadaan laut memungkinkan untuk

melakukan penarikan jaring.

2.3.3 Daerah Penangkapan

1.) Bubu Dasar (Ground Fish Pots)

Dalam operasi penangkapan, bubu dasar biasanya dilakukan di perairan

karang atau diantara karang-karang atau bebatuan (Anonim, 2006)

2.) Bubu Apung (Floating Fish Pots)

Dalam operasi penangkapan, bubu apung dihubungkan dengan tali yang

disesuaikan dengan kedalaman tali, yang biasanya dipasang pada kedalaman 1,5 kali

dari kedalaman air (Anonim, 2006).

3.) Bubu Hanyut (Drifting Fish Pots)

Dalam operasi penangkapan, bubu hanyut ini sesuai dengan namanya yaitu

dengan menghanyutkan ke dalam air (Anonim, 2006).

4.) Bubu Jermal dan Bubu Apolo

Dalam operasi penangkapan, kedua bubu di atas diletakkan pada daerah

pasang surut (tidal trap). Umumnya dioperasikan di daerah perairan Sumatera

(Anonim, 2006).
5.) Bubu Ambai

Lokasi penangkapan dengan bubu ambai dilakukan pada jarak antara 1-2 mil

dari pantai (Anonim, 2006).

2.3.4 Jenis Hasil Tangkapan

Bubu Dasar (Ground Fish Pots). Hasil tangkapan dengan bubu dasar

umumnya terdiri dari jenis-jenis ikan, udang kualitas baik, seperti Kwe (Caranx spp),

Baronang (Siganus spp), Kerapu (Epinephelus spp), Kakap ( Lutjanus spp), kakatua

(Scarus spp), Ekor kuning (Caeslo spp), Ikan Kaji (Diagramma spp), Lencam

(Lethrinus spp), udang penaeld, udang barong, kepiting, rajungan, dll.

Bubu Apung (Floating Fish Pots). Hasil tangkapan bubu apung adalah jenis-

jenis ikan pelagik, seperti tembang, japuh, julung-julung, torani, kembung, selar, dll.

Bubu Hanyut (Drifting Fish Pots). Hasil tangkapan bubu hanyut adalah ikan

torani, ikan terbang (flying fish).

2.4 Alat Tangkap Purse Seine

Purse Seine adalah alat tangkap yang efektif

untuk menangkap ikan-ikan pelagis yang

bersifat bergerombol dan hidup di dekat

perairan. Alat tangkap ini bersifat aktif


karena pengoperasiannya bersifat menghalangi, mengurung serta mempersempit

ruang gerak dari ikan sehingga ikan tidak dapat melarikan diri dan akhirnya

tertangkap. Pengoperasian alat tangkap Purse Seine dilakukan dengan 2 (dua) tahap

yaitu setting dan hauling.

2.4.1 Deskripsi Alat Tangkap

Purse seine biasanya disebut jaring kantong karena bentuk jaring tersebut

waktu dioperasikan berbentuk menyerupai sebuah kantong. Purse seine merupakan

jaring berbentuk empat persegi panjang yang bagian bawah jaringnya dikerucutkan

dengan cara menarik tali kolornya sehingga ikan-ikan akan terkurung didalamnya dan

tertangkap (P3 Jawa Tengah, 1985). Menurut (Sadhori,1984) mengemukakan bahwa

alat tangkap purse seine memiliki 3 bentuk dasar yaitu :

1. bentuk segi empat ( empat persegi panjang )

2. bentuk trapezium ( potongan )

3. bentuk lekuk

2.4.2 Metode Penangkapan

Setting
Setting merupakan kegiatan penurunan alat tangkap mengitari dan
membentuk suatu lingkaran penuh untuk mengelilingi dan mengurung gerombolan
ikan yang telah terkumpul. Menurut (Sadhori, 1984) bahwa hal-hal yang harus
diperhatikan dengan cermat sebelum penurunan jaring meliputi :
a. Kecepatan dan arah angin.
b. Kecepatan dan arah arus.
c. Arah renang gerombolan ikan.
d. Kedalaman dasar perairan.
Proses setting dimulai dengan komando Nakhoda, pelampung besar (buoy)
dilepas kelaut, kapal dijalankan dengan cepat hampir searah dengan arus, kemudian
jaring dilingkarkan pada gerombolan ikan, dengan memperhitungkan jari-jari
lingkaran jaring dan gerombolan ikan maka setelah selesai penawuran jaring maka
pelampung besar sudah berada di haluan kapal dan segera dinaikan ke atas kapal
(Katiandagho, 1989). Sedangkan menurut (Von Brandt, 1946) menyatakan bahwa
penurunan jaring harus dilakukan dengan cepat karena hal ini merupakan faktor
penting yang berpengaruh pada seberapa besar kelompok ikan yang akan mampu
dikelilingi.

Hauling
Pengangkatan alat tangkap (hauling) dilakukan segera setelah alat tangkap
selesai dilingkarkan mengelilingi gerombolan ikan, dengan tujuan mengangkat alat
tangkap dan hasil tangkapan ke atas kapal. Kegiatan ini terbagi dalam 2 (dua)
kegiatan utama, yaitu penarikan tali kolor dan penarikan isi jaring.
Penarikan tali kolor harus dilakukan sehalus dan secepat mungkin sampai
seluruh cincin-cincin purse seine terkumpul dan muncul dari laut, atau sampai dirasa
cukup (Ben Yami, 1994). Untuk menghindari kesalahan sering dilakukan hauling
sebagian tali pelampung dan isi jaring dengan cara manual. Alat-alat bantu proses
penarikan tali kolor dapat dibedakan dalam 5 jenis, sesuai dengan jenis tali kolor
yang digunakan, yaitu :
Menurut (Marzuki, 1976) bahwa sebaiknya penarikan tali kolor tidak
memakan waktu yang lama kira-kira 30 menit dengan kecepatan sedang agar supaya
tali kolor tidak cepat aus sehingga tidak mudah putus, disamping itu penarikan tali
kolor yang terlalu cepat akan menyebabkan kapal akan tertarik masuk kedalam
lingkaran jaring. Semakin cepat proses penarikan tali kolor, maka semakin cepat pula
cincin purse seine akan terkumpul sehingga jaring akan membentuk sebuah kantong
dan kawanan ikan tidak dapat meloloskan diri lagi. Hal ini dimaksudkan demi
efisiensi dan tingkat keberhasilan operasi penangkapan yang tinggi.
Penarikan isi jaring harus dilakukan dengan cepat namun berhati-hati
mengingat ikan masih dapat lolos dan melarikan diri dengan cara melompati tali
pelampungnya (Ben Yami, 1994).
Alat penarik jaring berbentuk drum besar yang letaknya di buritan
kapal.Penarikan isi jaring dengan secara manual dengan menggunakan tenaga
manusia dapat dilakukan ketika penarikan tali kolor belum selesai semuanya, hal ini
dimaksudkan untuk mengurangi beban tarik Capstand serta efisiensi waktu untuk
operasi selanjutnya.

2.4.3 Daerah Penangkapan


Hal pertama harus diperhatikan sebelum kita melakukan operasi penangkapan
ikan adalah kita harus tahu dimana ikan tersebut hidup. Ikan-ikan 19 yang menjadi
tujuan penangkapan purse seine berada di daerah pesisir pantai serta di perairan yang
cukup dalam. Biasanya ikan-ikan tersebut memiliki swimming layer di sekitar
permukaan air. Hal ini dikarenakan pada daerah tersebut sinar matahari masih dapat
ditembus oleh sinar matahari yang memungkinkan tumbuhnya klorofil makanan ikan
plankton yang merupakan makanan dari ikanikan pelagis sehingga membuat ikan
tersebut senang berkumpul atau bergerombol pada daerah tersebut. Ikan-ikan yang
tertangkap oleh alat tangkap purse seine dengan cara terkurung oleh jaring sehingga
pergerakannya terhalang oleh dua jaring dari dua arah, baik pergerakan ke samping
(horizontal) maupun kearah dalam (vertical).
2.4.4 Jenis Hasil Tangkapan
Ikan yang ditangkap adalah ikan ekonomis penting. Jenis-jenis ikan
yang tertangkap dengan alat tangkap purse seine adalah :
1). Ikan Baby tuna
2). Ikan Kembung
3). Ikan Tongkol
4). Ikan Cakalang
5). Ikan Lamadang
6). Ikan Layang,dll
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Jenis alat tangkap
di Indonesia sangalah beragam, meskipun prinsip kerjanya sama namun beberapa alat
tangkap ikan memiliki nama berbeda. Perkembangan Perikanan Tangkap di Indonesia
masih belum merata meskipun potensinya sangat besar.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2007. Klasifikasi Alat Penangkapan Ikan Indonesia. Balai Besar


Pengembangan Penangkapan Ikan, Direktorat Jenderal Perikanan
Tangkap, Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta

Ledhyane, dkk. 2013. Teknologi Penangkapan Ikan. Naskah Modul Elektronik.


Universitas Brawijaya.

Sudirman, dkk. 2000. Teknik Penangkapan Ikan. PT. Rineka Cipta. Jakarta
Anomin.Trawl. Australian Fisheries Management Authority.
Sadhortomo, Bambang. 2006. Jurnal Ilmiah. Distribusi Spasial Upaya Penangkapan
Sondita, M.F.A. (2010). Manajemen Sumber Daya Perikanan. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Subani,W. 1978. Alat dan Cara Penangkapan Ikan di Indonesia,jilid I. LPPL. Jakarta.
Yonvitner. (2007). Produkstivitas Nelayan, Kapal dan Alat Tangkap di Wilayah
Pengelolaan
Perikanan Indonesia. Jurnal Perikanan, IX (2):254-266.

Anda mungkin juga menyukai