Anda di halaman 1dari 127

i

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA MIKRO


IKAN LAYANG (Decapterus ruselli) PINDANG
DI KECAMATAN HERLANG, KABUPATEN BULUKUMBA

SKRIPSI

OLEH:

AULIA MAGFHIRA ICHWAN


L 241 14 511

PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PERIKANAN


DEPARTEMEN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
ii

ABSTRAK

AULIA MAGFHIRA ICHWAN. Strategi Pengembangan Usaha Mikro Ikan Layang


(Decapterus ruselli) Pindang Di Kecamatan Herlang, Kabupaten Bulukumba
Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Sutinah Made, M.Si dan Dr. Djumran Yusuf, MP

Kecamatan Herlang merupakan salah satu kecamatan yang memiliki


potensi perikanan tangkap/laut yang cukup besar, dengan data potensi
perikanan tangkap pada tahun 2016 sebesar 9.013 ton. Hal ini mendorong
munculnya usaha mikro pengolahan ikan pindang yang masih tergolong
agroindustri rumahan atau mikro, pemasaran dan investasi merupakan kendala
terbesar dalam mengembangkankan usaha tersebut. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui tingkat kelayakan finasial usaha mikro ikan pindang,
besarnya nilai tambah yang diperoleh, serta strategi untuk mengembangkan
usaha mikro Ikan Pindang. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember
2017 sampai Januari 2018. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif
dan kuantitatif dengan menggunakan alat bantu berupa kuisioner. Metode
pengambilan sampel yang digunakan yaitu metode sensus dengan jumlah
sampel sebanyak 20 orang. Analisis data yang digunakan adalah analisis
finansial, analisis nilai tambah dan analisis SWOT.
Hasil penelitian yang diperoleh yaitu keuntungan rata-rata yang diperoleh
dalam satu kali produksi sebesar Rp1.113.284,-, nilai R/C sebesar 1,44, Break
Even Point atas dasar unit adalah 327 kg dan Break Even Point atas dasar
rupiah adalah sebesar Rp 10.030.581,00 yang berarti usaha mikro ikan pindang
akan mengalami titik impas saat memperoleh penerimaan sebesar Rp
10.030.581,00 dan volume produksi mencapai 327 kg; nilai tambah yang
diperoleh dari pengolahan ikan pindang sebesar Rp14.356 per kg bahan baku;
serta dirumuskan beberapa strategi pengembangan yaitu meningkatkan sarana
dan fasilitas yang ada, memperkuat manajemen persediaan bahan baku,
memanfaatkan peran pemerintah untuk melakukan pelatihan dan pembinaan,
mengembangkan kemasan produk yang lebih menarik dan higienis.

Kata Kunci: Ikan Layang, Pindang, Usaha Mikro, Strategi Pengembangan


iii

ABSTRACT

AULIA MAGFHIRA ICHWAN. Developing Strategy in Micro Entreprises of


Pindang Fish Float (Decapterus ruselli) in Herlang, Bulukumba District.
Supervised by Prof. Dr. Ir. Sutinah Made, M.Si and Dr. Ir. Djumrah Yusuf, MP.

Herlang sub-disctrict is one of the sub-disctrict that has large number of


fishery potential, with the data of the fishery potential caught in 2016 are 9.013
tons. This case push the entreprise of micro procesing the fish float that are still
agro-industry home-based or micro, commercial and investment is a in a big
obstacles in developing the entreprise. The purpose of this research is to
understand the level of financial qualification for pindang fish float, the worth of
income, also the strategy to develop the micro entreprisees of pindang fishes.
This research is conduct in December 2017 until january 2018. The methode
used is qualitative desctriptive and quantitative with tools of questionnaire. The
methode of sample that used is sensus methode with the total sample of 20
person. The analytical data that used is financial analysis, analytical worth
income and analytical SWOT.
The research result are the income of approximately in one production is
Rp1.113.284,-, worth R/C 1,44, break even point for the unit is 327 kg and break
even point for rupiah is Rp 10.030.581,00 that means the micro entrprise of
pindang fish will reachthe point after received the income of Rp 10.030.581,00
and the value added in the processing of pindang fish is Rp14.356/kg, and can
be formulated several developing strategy such as improving the facilities exists,
making use of the govermnment role to do trainings, and developing the product
packaging to be more higenic and interesting.

Keywords: Fish Float, Pindang, Micro Entrprise, Developing Strategy


iv

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA MIKRO


IKAN LAYANG (Decapterus ruselli) PINDANG
DI KECAMATAN HERLANG, KABUPATEN BULUKUMBA

SKRIPSI

OLEH:

AULIA MAGFHIRA ICHWAN


L 241 14 511

Skripsi
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana
pada
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan

PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PERIKANAN


DEPARTEMEN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
v
vi

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Aulia Magfhira Ichwan, lahir di


Bulukumba pada tanggal 09 Juli 1996. Penulis merupakan
anak pertama dari 3 bersaudara dari pasangan Ayah
Ichwan Zainuddin, S.Sos., M.Si. dan Ibu Rosdaeni, S.Pd.
Pendidikan yang ditempuh penulis dimulai pada tahun
2002 penulis memasuki Sekolah Dasar di SD Negeri 12
Babana Kabupaten Bulukumba dan lulus pada
tahun 2008. Kemudian penulis melanjutkan lagi ke
tingkat pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 3 Bulukumba dan
lulus pada tahun 2011. Pada tahun 2011 penulis melanjutkan pendidikan ke
tingkat Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Bulukumba dan lulus pada
tahun 2014. Pada tahun 2014 penulis melanjutkan pendidikan di tingkat
Perguruan Tinggi Negeri yakni di Universitas Hasanuddin Makassar tepatnya di
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Departemen Perikanan, dengan Program
Studi Sosial Ekonomi Perikanan, melalui jalur mandiri yaitu JNS.
Aktivitas penulis selama menjadi mahasiswa adalah mahasiswa aktif
selama mengikuti perkuliahan dan ikut aktif dalam berbagai kepanitiaan dan
organisasi dalam lingkup fakultas dan lingkup universitas. Penulis pernah
mengikuti Pelatihan Perencanaan Bisnis Program Mahasiswa Wirausaha (PMW)
dan Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM). Penulis juga pernah menjadi anggota
Divisi Minat dan Bakat Badan Pengurus Harian Himpunan Sosial Ekonomi
Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin
(HIMASEI FIKP-UH) periode 2016 – 2017, serta menjadi anggota Divisi
Kesekretariatan Unit Kegiatan Mahasiswa Keilmuan dan Penalaran Ilmiah (UKM
KPI) periode 2016-2017. Penulis juga merupakan staf Laboratorium Unit
Agribisnis dan Kewirausahaan FIKP Universitas Hasanuddin.
vii

KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT, pemilik segala kesempurnaan, memiliki segala ilmu dan kekuatan yang tak

terbatas, yang telah memberikan kami kekuatan, kesabaran, ketenangan, dan

karunia selama ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Selawat dan salam

tercurahkan kepada Rasulullah Nabi Muhammad SAW, Nabi pembawa cahaya

ilmu pengetahuan yang terus berkembang hingga kita merasakan nikmatnya

hidup zaman ini.

Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian mengenai Strategi

Pengembangan Usaha Mikro Ikan Layang (Decapterus ruselli) Pindang Di

Kecamatan Herlang, Kabupaten Bulukumba yang merupakan salah satu

syarat dalam menyelesaikan studi pada Program Studi Sosial Ekonomi

Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin.

Pada penelitian ini, hambatan dan rintangan yang dihadapi merupakan

proses yang menjadi kesan dan pendewasaan diri. Semua ini tentunya tidak

lepas dengan adanya kemauan yang kuat dalam hati dan kedekatan kepada

Allah SWT.

Melalui kesempatan yang baik ini penulis menyampaikan ucapan

terkhusus untuk kedua penyemangatku, Ayahanda Ichwan Zainuddin, S.Sos.,

M.Si. dan Ibunda Rosdaeni, S.Pd. tercinta yang telah menjadi orang tua yang

sangat sabar dalam menghadapi semua keluh kesah penulis, serta telah

memberikan dukungan, kasih sayang, perhatian dan doa yang tiada henti-
viii

hentinya bagi penulis terima kasih karena telah menjadi canda dan tawa, serta

penguat bagi penulis, penulis tidak mampu melangkah sejauh ini tanpa

bimbingan kedua orangtua tercinta. Untuk om dan tante Kaharuddin Bakti S.IP,

M.AP dan Arifah Zainuddin, S.P.,M.EnvSc yang telah menjadi orang tua ke 2

bagi saya selama saya di makassar, yang senantiasa menjaga, memberi

dukungan, perhatian, kasih sayang serta doa kepada penulis. Untuk Adik-adikku

(Annisa Muthmainnah Ichwan, Ainun Muthaharah Ichwan, dan Aisyah

Nafhah Ariqah Kahar Bakti) beserta keluarga besarku yang senantiasa

mendukung dan memberi semangat selama ini semoga Allah SWT senantiasa

melimpahkan rahmat dan karunia Nya kepada keluarga kita.

Terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Ibu Prof.

Dr. Ir. Sutinah Made, M.Si selaku pembimbing ketua dan Bapak Dr. Ir. Djumran

Yusuf, MP selaku pembimbing anggota yang telah banyak meluangkan waktu

dan tenaga dalam membimbing dan memberikan petunjuk yang sangat berharga

dari awal persiapan penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini.

Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Dr. St. Ir. Aisyah Fahrum, M. Si selaku Wakil Dekan Fakultas Ilmu

Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin.

2. Bapak Dr. Ir. Gunarto Latama, M.Sc selaku Ketua Departemen Perikanan

Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin.

3. Bapak Dr. Andi Adri Arief, S.Pi., M.Si selaku Ketua Program Studi Sosial

Ekonomi Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas

Hasanuddin.
ix

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Aris Baso, M.Si, Ibu Dr. Ir. Mardiana E. Fachry, M.Si,

dan Ibu Sri Suro Adhawati, SE., M.Si selaku penguji yang telah memberikan

pengetahuan baru dan masukan saran dan kritik yang sangat membangun.

5. Dosen dan Staf Dosen Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas

Hasanuddin.

6. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, Kepala Dinas Perdagangan dan

Perindustrian, Penyuluh Perikanan Kabupaten Bulukumba, Kepala Desa

Pataro Kecamatan Herlang beserta staf dan warga setempat, terima kasih

atas bantuan dan keramahan kepada penulis selama proses pengambilan

data penelitian ini.

Ucapan terima kasih dan limpahan kasih sayang melalui skripsi ini penulis

sampaikan kepada mereka yang telah berperan serta dalam proses penelitian,

penulisan hingga penyelesaian skripsi ini.

1. Untuk sahabat sekaligus saudaraku sejak semester awal Rizka

Maulidiyah M., Riskiyani, Verha Aswirani dan Iin Robihatul terima

kasih atas segala dukungan, motivasi dan semangat yang selalu

diberikan kepada penulis selama proses penyusunan skripsi ini.

2. Untuk teman penelitian seperjuangan Haidir, Depri Setiawan Bastin,

dan Hardianty Askar terima kasih atas segala dukungan, motivasi dan

semangat yang selalu diberikan kepada penulis selama proses

penyusunan skripsi ini.

3. Untuk teman-teman, kakak-kakak, dan adik-adik O’SEA (Unit Agribisnis

dan Kewirausahaan FIKP), terima kasih atas segala bentuk dukungan,

motivasi, semangat dan bantuan yang diberikan kepada penulis selama

proses perkuliahan hingga proses penyelesaian skripsi ini.


x

4. Untuk seluruh saudara-saudara seperjuangan Glad14tor yang tidak bisa

saya sebutkan satu persatu terima kasih atas segala bentuk bantuan,

dukungan, dan semangat yang selama ini diberikan kepada penulis.

5. Untuk teman KKN ASEAN Batch 96 terkhusus Syafira Setia Budi terima

kasih atas bantuan dalam penulisan Abstrak Inggris dalam skripsi penulis.

6. Pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini

yang tidak mungkin disebutkan satu per satu, terima kasih semuanya.

Dengan kata pengantar ini, penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi

ini masih jauh dari kesempurnaan dan segala kritik serta saran membangun

sangat diharapkan dalam penyusunan skripsi ini. Akhirnya penulis mengucapkan

banyak terima kasih dan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi

pembaca dan terutama kepada penulis.

Makassar, 23 Februari

2018

Aulia Magfhira Ichwan


xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ......................................................................................... i

ABSTRAK .......................................................................................................... ii

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ iv

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. v

RIWAYAT HIDUP .............................................................................................. vi

KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xvi

I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

A. Latar Belakang ......................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian ................................................................................... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 5

A. Ikan Layang (Decapterus ruselli) ............................................................ 5


B. Usaha Mikro ............................................................................................. 6
C. Metode Pemindangan ............................................................................. 7
D. Prospek Usaha Pengolahan ................................................................... 10
E. Analisis Finansial ..................................................................................... 15
F. Analisis Nilai Tambah .............................................................................. 17
G. Pendekatan Analisis SWOT .................................................................... 19
H. Kerangka Pikir Penelitian ........................................................................ 21

III. METODELOGI PENELITIAN ...................................................................... 24

A. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................... 24


B. Jenis Penelitian ....................................................................................... 24
xii

Halaman
C. Metode Pengambilan Sampel ................................................................. 24
D. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 25
E. Sumber Data ........................................................................................... 26
F. Analisis Data ............................................................................................ 27
G. Konsep Operasional................................................................................ 34

IV. KEADAAN UMUM LOKASI ........................................................................ 37

A. Kondisi Geografis .................................................................................... 37


B. Iklim .......................................................................................................... 38
C. Kondisi Demografi ................................................................................... 39
D. Karakteristik Responden ......................................................................... 40

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 45

A. Sejarah Usaha Mikro Ikan Pindang......................................................... 45


B. Proses Usaha Pengolahan Ikan Pindang ............................................... 45
C. Analisis Finansial ..................................................................................... 49
D. Analisis Nilai Tambah .............................................................................. 60
E. Analisis SWOT......................................................................................... 65

VI. PENUTUP .................................................................................................... 80

A. Kesimpulan .............................................................................................. 80
B. Saran ....................................................................................................... 81

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 82

LAMPIRAN ....................................................................................................... 84
xiii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Jenis-Jenis Ikan Pindang di Indonesia ................................................. 8

2. Deskripsi Mutu Ikan Pindang ................................................................ 9

3. Perubahan Jumlah Orang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun


2011-2015 11

4. Perhitungan nilai tambah metode Hayami 29

5. Matrik Faktor Strategi Internal 30

6. Matrik Faktor Strategi Eksternal 32

7. Matrik SWOT 34

8. Luas Wilayah Menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Herlang 37

9. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Desa/Kelurahan di


Kecamatan Herlang 39

10. Banyaknya Rumah Tangga, Penduduk, Luas Desa, dan Kepadatan


Penduduk Menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Herlang 40

11. Karakteristik Responden Berdasarka Tingkat Usia 41

12. Karakterisitik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan 42

13. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan 43

14. Karakteristik Responden Berdasarkan Pengalaman Usaha 44

15. Komponen Investasi Pengolah Setahun Penuh Usaha Ikan Pindang 50

16. Komponen Biaya Tetap Usaha Ikan Pindang Setahun Penuh 51

17. Komponen Biaya Tetap Usaha Ikan Pindang (Satu Kali Produksi) 51

18. Pengeluaran Biaya Tidak Tetap (Variabel) Usaha Ikan Pindang Saat
Musim Non Paceklik (Satu Kali Produksi) 52

19. Pengeluaran Biaya Tidak Tetap (Variabel) Usaha Ikan Pindang saat
musim Non Paceklik (Februari-Juni) 53
xiv

Halaman

20. Pengeluaran Biaya Tidak Tetap (Variabel) Usaha Ikan Pindang Saat
Musim Paceklik (Satu Kali Produksi) 54

21. Pengeluaran Biaya Tidak Tetap (Variabel) Usaha Ikan Pindang saat
musim Paceklik (Juli-Januari) 55

22. Rata-Rata Total Biaya/Produksi Pada Usaha Mikro Ikan Pindang 56

23. Rata-Rata Total Biaya/Tahun pada Usaha Mikro Ikan Pindang 56

24. Rata-Rata Penerimaan/Produksi Pada Usaha Mikro Ikan Pindang 57

25. Rata-Rata Penerimaan/Tahun pada Usaha Mikro Ikan Pindang 57

26. Rata-Rata Keuntungan/Produksi Usaha Mikro Ikan Pindang 58

27. Rata-Rata Keuntungan/Tahun Usaha Mikro Ikan Pindang 59

28. Analisis R/C Ratio Pada Usaha Mikro Ikan Pindang 59

29. Break Even Poitn Untuk Usaha Mikro Ikan Pindang 60

30. Perhitungan Nilai Tambah Metode Hayami 61

31. Sumbangan Input Lain Pengolahan Ikan Pindang 63

32. Analisis Faktor Internal 68

33. Analisis Faktor Eksternal 70

34. Matrik Analisis SWOT 71

35. IFAS (Internal Strategic Factors Analysis Summary) Usaha Mikro Ikan
Pindang di Kecamatan Herlang 76

36. EFAS (Eksternal Strategic Factors Analysis Summary) Usaha Mikro Ikan
Pindang di Kecamatan Herlang 78
xv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Ikan Layang (Decapterus ruselli) ......................................................... 6

2. Ikan Pindang Garam Bumbu ................................................................ 8

3. Diagram Analisis SWOT ....................................................................... 23

4. Kerangka Pikir Penelitian Strategi Pengembangan Usaha Mikro Ikan


Pindang Di Kecamatan Herlang Kabupaten Bulukumba 36
5. Diagram Luas Wilayah Menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Herlang 38
6. Alur Pembuatan Ikan Pindang 48

7. Diagram Analisis SWOT 78


xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Peta Lokasi Penelitian .......................................................................... 85

2. Data Responden ................................................................................... 86

3. Nilai Investasi 87

4. Penyusutan Investasi/Tahun 88

5. Biaya Variabel Non Paceklik 89

6. Biaya Variabel Paceklik 95

7. Penerimaan/Tahun Non Paceklik 101

8. Penerimaan/Tahun Paceklik 102

9. Dokumentasi Penelitian 103


1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kabupaten Bulukumba merupakan kabupaten dengan panjang garis

pantai 128 km dan luas laut 204,83 km 2 yang berbatasan dengan laut flores dan

teluk bone, sangat menunjang sebagai daerah bahari/maritim dengan potensi

unggulan perikanan dan kelautan. Kabupaten Bulukumba terdiri dari 10

kecamatan yaitu Kecamatan Ujungbulu (Ibukota Kabupaten), Gantarang,

Kindang, Rilau Ale, Bulukumpa, Ujung Loe, Bontobahari, Bontotiro, Kajang dan

Herlang. 7 diantaranya termasuk daerah pesisir sebagai sentra pengembangan

pariwisata dan perikanan yaitu kecamatan: Gantarang, Ujungbulu, Ujung Loe,

Bontobahari, Bontotiro, Kajang dan Herlang (Bidang Statistik Perencanaan dan

Pengendalian Pembangunan, 2014).

Produksi perikanan tangkap (perikanan laut) Kabupaten Bulukumba

dalam 5 tahun terakhir mengalami peningkatan yang cukup signifikan seperti

pada tahun 2012 sebesar 32.735 ton, tahun 2013 sebesar 33.094 ton, tahun

2014 sebesar 53.612 ton, tahun 2015 sebesar 52.870 ton, tahun 2016 sebesar

50.072. Peningkatan penangkapan terjadi pada tahun 2012 sampai tahun 2014,

kecuali pada tahun 2015 dan 2016 yang mengalami penurunan (DKP Kab.

Bulukumba, 2017).

Kecamatan Herlang merupakan salah satu kecamatan yang memiliki

potensi perikanan tangkap/laut yang cukup besar. Potensi perikanan tangkap di

Kecamatan Herlang hampir tiap tahun mengalami peningkatan yang cukup besar

dimana pada tahun 2012 sebesar 5.947 ton, tahun 2013 sebesar 6.037 ton,

tahun 2014 sebesar 9.780 ton, tahun 2015 sebesar 9.643 dan tahun 2016

sebesar 9.013 ton. Berdasarkan data tersebut terjadi peningkatan setiap tahun
2

dari tahun 2013 sampai tahun 2014, sedangkan pada tahun 2015 dan 2016

mengalami penurunan (DKP Kab. Bulukumba, 2017).

Dengan potensi yang ada diperlukan pengembangan agroindustri sebagai

upaya untuk meningkatkan nilai tambah, meningkatkan pendapatan dan

kesejahteraan petani/nelayan serta meningkatkan pendapatan asli daerah

adalah industri pengolahan hasil perikanan. Usaha mikro di bidang pengolahan

ikan yang telah dikembangkan di Kecamatan Herlang adalah pemindangan ikan.

Menurut Adawiyah (2014) Pemindangan ikan merupakan upaya pengawetan

sekaligus pengolahan ikan yang menggunakan teknik penggaraman dan

pemanasan dalam suasana bergaram selama waktu tertentu dalam suatu

wadah. Adapun jenis ikan yang diolah dalam proses pemindangan ikan adalah

ikan Layang (Decapterus ruselli) karena besarnya potensi ikan Layang

(Decapterus ruselli) di Kecamatan Herlang.

Menurut pelaku usaha harga olahan ikan pindang bervariasi tergantung

dari penentuan harga setiap kelompok usaha berkisar antara Rp 5.000,00 hingga

Rp 10.000,00 per ekor untuk harga pasar. Sedangkan harga rumah atau

membeli langsung dari tempat produksi yaitu Rp. 10.000,00 sebanyak 3 ekor.

Berdasarkan harga tersebut, dapat dilihat dan diamati bahwa harga ikan pindang

jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga ikan segar. Hal inilah yang

mendorong pengolahan perikanan dengan metode tersebut semakin meningkat.

Meski sebagian besar masyarakat di Desa Pataro berprofesi sebagai pengolah

ikan pindang, usaha ikan pindang ini masih tergolong agroindustri rumahan atau

mikro, pemasaran dan investasi merupakan kendala terbesar dalam

mengembangkankan usaha tersebut sehingga tidak sedikit yang terpaksa

menutup usahanya dikarenakan masalah tersebut.

Proses pengolahan yang masih sederhana dan belum higienis

menyebabkan ikan ini hanya mampu bertahan 2 sampai 3 hari. Dalam hal
3

packaging, kemasan produk ikan pindang masih sangat sederhana dan

tradisional. Ke dua masalah inilah yang menyebabkan pemasaran ikan pindang

ini masih dalam lingkup pasar-pasar yang ada di kabupaten bulukumba dan

bantaeng dan belum bisa bersaing dengan produk-produk olahan perikanan

yang ada di pasar modern (supermarket).

Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan di atas menyebabkan

industri rumah tangga ikan pindang terhambat pengembangannya dan perlu

dipertanyakan apakah agroindustri ikan pindang di Kecamatan Herlang

menguntungkan dan layak untuk diusahakan. Untuk itu, penelitian ini diharapkan

dapat memberikan solusi yang tepat untuk pengembangan industri rumah tangga

ikan pindang sehingga usaha mikro ini dapat menjadi alternative untuk

memperluas lapangan kerja bagi masyarakat. Sehingga, penulis tertarik

melakukan penelitian dengan judul “Strategi Pengembangan Usaha Mikro Ikan

Layang (Decapterus ruselli) Pindang Di Kecamatan Herlang Kabupaten

Bulukumba”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan

yang dapat dikaji dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana tingkat kelayakan finansial usaha mikro ikan pindang?

2. Berapa besar nilai tambah yang diperoleh setelah berubah ikan segar

menjadi produk olahan ikan pindang?

3. Bagaimana strategi untuk mengembangkan usaha mikro Ikan Pindang ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui tingkat kelayakan finasial usaha mikro ikan pindang


4

2. Untuk mengetahui besarnya nilai tambah yang diperoleh setelah berubah

ikan segar menjadi produk olahan ikan pindang

3. Untuk mengetahui strategi untuk mengembangkan usaha mikro Ikan

Pindang

D. Manfaat Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Pemerintah, penelitian ini dapat diharapkan menjadi sumbangan

pemikiran dan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan terutama

dalam pengembangan usaha mikro Ikan Pindang di Kabupaten

Bulukumba.

2. Bagi Pengusaha, penelitian ini dapat diharapkan untuk digunakan

sebagai bahan kajian dalam peningkatan usaha dalam mencapai

keuntungan yang maksimal.

3. Bagi Peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan

pengetahuan yang lebih luas mengenai usaha mikro Ikan Pindang.

4. Bagi Pembaca, penelitin ini dapat diharapkan memberikan pengetahuan

dan tambahan referensi serta acuan pembanding yang dapat digunakan

untuk penelitian selanjutnya.


5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ikan Layang (Decapterus ruselli)

Klasifikasi ikan layang adalah sebagai berikut :

Phyllum : Chordata

Kelas : Pisces

Sub kelas: Teleostei

Ordo : Percomorphi

Divisi : Perciformes

Sub divisi : Carangi

Familia : Carangidae

Genus : Decapterus

Spesies : Decaptersus ruselli (Ruppell, 1830) (www.marinespesies.org)

Ikan layang (Decapterus sp.) termasuk ikan pelagis, dan berdasarkan

ukurannya dikelompokkan sebagai ikan pelagis kecil. Ikan ini yang tergolong

suku Carangidae ini bisa hidup bergerombol. Ukurannya sekitar 15 cm meskipun

ada pula yang bisa mencapai 25 cm. Ciri khas yang sering dijumpai pada ikan

layang ialah terdapatnya sirip kecil ( finlet) di belakang sirip punggung dan sirip

dubur dan terdapat sisik berlingin yang tebal (lateral scute) pada bagian garis sisi

(lateral line) (Nontji, 2002).


6

Gambar 1. Ikan Layang (Decapterus ruselli)

Warna tubuh ikan layang pada bagian punggungnya biru kehijauan dan

putih perak pada bagian perutnya. Bentuk tubuh memanjang dapat mencapai 30

cm, rata-rata panjang badan ikan layang pada umumnya adalah 20-25 cm dan

warna sirip-siripnya kuning kemerahan. Ikan layang memiliki dua sirip punggung,

selain sirip-sirip yang ada pada umumnya, ikan layang memiliki sirip tambahan

dua buah di belakang sirip punggung kedua dan satu buah di belakang sirip

dubur. Ikan layang memiliki finlet yang merupakan ciri khas dari genus

Decapterus (www.marinespesies.org).

B. Usaha Mikro

Usaha rumah tangga dapat dimasukkan ke dalam golongan usaha mikro

maupun industri kecil. Tergantung dari kesesuaian kriteria yang dimiliki oleh

usaha rumah tangga tersebut. Usaha mikro menurut Undang-Undang RI No. 20

Tahun 2008 adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/ atau badan

usaha peroranga yang memenuhi kriteria Usaha Mikro.

Kerajinan rakyat atau industri rumah tangga dapat didefinisikan sebagai

unit usaha dalam lingkup kecil dengan jumlah tenaga kerja antara satu sampai
7

empat orang termasuk pengusaha, dimana alat-alat produksi yang digunakan

masih bersifat sederhana (Indriani, 2016).

Menurut Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2008 usaha mikro adalah

usaha yang memiliki kriteria sebagai berikut :

a. Usaha tersebut memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,-

(lima puluh juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat

usaha;

b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak sebesar Rp 300.000.000,-

(tiga ratus juta rupiah);

Usaha mikro yaitu kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil yang bersifat

tradisional dan informal, dalam arti belum terdaftar, belum tercatat, dan belum

berbadan hukum. Hasil penjualan bisnis tersebut maksmum Rp 100.000.000,-

(seratus juta rupiah) (Suparyanto, 2013).

C. Metode Pemindangan

Pemindangan ikan merupakan upaya pengawetan sekaligus pengolahan

ikan yang menggunakan teknik penggaraman dan pemanasan. Pengolahan

tersebut dilakukan dengan merebus atau memanaskan ikan dalam suasana

bergaram selama waktu tertentu di dalam suatu wadah. Wadah itu digunakan

sebagai tempat ikan selama perebusan atau pemanasan dan sekaligus sebagai

kemasan selama transportasi dan pemasaran. Garam yang digunakan berperan

sebagai pengawet sekaligus memperbaiki cita rasa ikan, sedangkan pemanasan

mematikan sebagian besar bakteri pada ikan, terutama bakteri pembusuk dan

patogen. Selain itu, pemanasan dengan kadar garam tinggi menyebabkan

tekstur ikan berubah menjadi lebih kompak. Ikan pindang pun menjadi lezat dan

lebih awet ketimbang ketika masih segar (Adawyah, 2014).


8

Pemindangan dapat dikelompokkan berdasarkan proses, wadah yang

digunakan, jenis ikan, perlakuan atau bumbu yang ditambahkan, dan daerah

asal.

Tabel 1. Jenis-Jenis Ikan Pindang di Indonesia

No. Dasar Pengelompokkan Nama dalam Perdagangan


1. Proses  Pindang cue (perbusan di dalam air
garam)
 Pindang garam (pemanasan dengan
sedikit garam dan sedikit air)
 Pindang prseto (pemindangan dengan
tekanan tinggi, pindang duri lunak)
2. Wadah  Pindang naya (pindang cue dengan
wadah naya)
 Pindang besek (pindang cue dengan
wadah besek)
 Pindang badeng (pindang garam
dalam wadah badeng)
 Pindang paso (pindang garam dalam
paso)
 Pindang kendil (pindang garam dalam
kendil)
3. Jenis Ikan  Pindang Bandeng
 Pindang Tongkol
 Pindang Kembung
 Pindang Lemuru
 Pindang Tawas
 Pindang Gurami
4. Bumbu Pindang bumbu (memakai bumbu
tambahan misalnya kunyit)
5. Asal  Pindang Pekalongan
 Pindang Kudus
 Pindang Juwono
 Pindang Tuban
 Pindang Muncar
Sumber : Adawyah, 2014
9

Gambar 2. Ikan Pindang Garam Bumbu

Ikan pindang yang baik harus memenuhi kriteria tertentu. Cara paling

mudah untuk menilai mutu ikan pindang dengan menilai mutu sensorisnya.

Minimal empat parameter sensoris yang perlu dinilai, yaitu rupa dan warna, bau,

rasa, dan tekstur. Adanya jamur dan lendir juga diamati. Untuk mendapatkan

mutu pindang yang tinggi, diperlukan cara pengolahan yang baik dan benar,

diikuti pengawasan mutu yang ketat, serta nilai higienis yang terpelihara.

Tabel 2. Deskripsi Mutu Ikan Pindang

Parameter Deskripsi
Rupa dan Warna Ikan utuh tidak patah, mulus, tidak terluka atau
lecet, bersih, tidak terdapat benda asing, tidak ada
endapan lemak, garam atau kotoran lain. Warna
spesifik untuk tiap jenis, cemerlang, tidak berjamur,
dan tidak berlendir.
Bau Bau spesifik pindang atau seperti bau ikan rebus,
gurih, segar. Tanpa bau tengik, masam, basi atau
busuk.
Rasa Gurih spesifik pindang, enak, tidak terlalu asin,
rasa asin merata, dan tidak ada rasa asin.
Tekstur Daging pindang kompak, padat, cukup kering dan
tidak berair atau tidak basah (kesat)
Sumber : Adawyah, 2014

Mutu ikan pindang yang dihasilkan saat ini masih belum memuaskan

karena cara pengolahan yang belum baik dan benar. Penampilan fisik kurang

menarik, banyak luka, terkelupas, daging retak, warna agak kecokelatan, berbau

sedikit tengik dan sebagainya. Faktor penyebab di antaranya penggunaan

larutan garam yang tidak bersih, mutu ikan kurang bagus, penggunaan larutan

perebus yang berulang kali sampai kental dan cokelat, serta berbau tidak sedap /

tengik, saitas dan higienitas yang diabaikan, dan sebagainya. Oleh karena itu,

pindang yang dihasilkan cepat rusak dan mutu belum memuaskan.


10

Menurut Adawyah (2014), daya awet ikan pindang tergolong pendek. Ikan

pindang cue hanya bertahan 2-3 hari. Pindang garam biasanya lebih awet yaitu

sampai 2 minggu tanpa perubahan berarti. Kerusakan awal pada ika pindang

terlihat dengan mulai berlendir, lembek, dan lengket serta baunya pun jadi tidak

sedap.

Untuk memperpanjang daya awet, salah satunya dengan melakukan

perebusan ulang dalam larutan garam 15% sealam 10-15 meit setiap 2 harinya.

Namun dapat berpengaruh kurang baik , yaitu tekstur menjadi agak liat dan

kenyal atau sedikit keras, lebih asin, kenampakan kurang menarik, dan warna

agak gelap atau kecokelatan. Daya awet dapat diperpanjang dengan menyimpan

dalam ruang dingin (cold storage).

Cara lain yaitu dengan menggunakan kunyit atau asam pada waktu

perebusan. Masing-masing bahan tersebut digunakan sebanyak 2,5% dari berat

ikan yang diolah dengan cara ditambahkan ke dalam larutan garam perebus.

Sehingga, pindang cue dapat bertahan 4-10 hari (Adawyah, 2014).

D. Prospek Usaha Pengolahan

Provinsi Sulawesi Selatan merupakan daerah agraris yang sebagian

besar kehidupan masyarakatnya bertumpu pada sektor pertanian. Pada tahun

2014 sektor pertanian masih mendominasi struktur perekonomian Sulawesi

Selatan sebesar 22,80 %, diikuti sektor industri pengolahan sebesar 13,75 %.

Sektor pertanian menjadi sektor yang dominan dalam perekonomian Sulawesi

Selatan. Beberapa potensi wilayah seperti perkebunan (kakao, kelapa sawit,

rotan), pertanian, perikanan, dan kelautan merupakan modal utama Sulawesi

Selatan untuk membangun dan meningkatkan pertumbuhan ekonominya (BPS,

2014).
11

Tabel 3. Perubahan Jumlah Orang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan 2011-


2015
No. Lapangan Pekerjaan 2011 2015 (Feb) Perubahan

1. Pertanian 1.469.245 1.449.458 -19.787

2. Pertambangan 29.039 23.256 -5.783

3. Industri Pengolahan 223.246 212.802 -10.444

4. Listrik, Gas, Air 7.931 5.626 -2.305

5. Bangunan 179.717 239.749 60.032

6. Perdagangan, Hotel, Restoran 673.726 738.999 65.237

7. Angkutan & Telekomunikasi 191.214 182.995 -8.219

8. Keuangan 55.929 67.587 11.658

9. Jasa-jasa 575.963 617.087 41.124

Total 3.406.010 3.537.559 131.549

Sumber : BPS Sulawesi Selatan, 2015

Sektor pertanian perlu dikembangkan untuk mendukung kedaulatan

pangan sesuai dengan agenda prioritas pembangunan. Upaya mencapai

kedaulatan pangan dilakukan dengan meningkatkan produksi pertanian

sekaligus menggerakkan usaha industri pengolahan hasil hasil pertanian. Ada

dua alasan yang mendukung hal tersebut. Pertama, sektor pertanian primer

memiliki elastisitas permintaan yang rendah terhadap pendapatan. Hal ini

ditunjukkan dengan relatif bertahannya kinerja pertumbuhan sektor pertanian di

masa krisis, namun ketika situasi ekonomi membaik dan pendapatan masyarakat

meningkat permintaan terhadap komoditas pertanian tidak meningkat dengan


12

proporsi yang sama. Berbeda halnya dengan permintaan terhadap produk

manufaktur, yang sangat elastis terhadap peningkatan pendapatan. Kedua,

sektor industri pengolahan non migas sangat potensial dalam menciptakan nilai

tambah, mendorong perkembangan sektor-sektor lain dan menciptakan

lapangan kerja.

Menurut BPS Kab. Bulukumba (2016), lapangan usaha Pertanian,

Kehutanan, dan Perikanan memberi kontribusi terhadap PDRB atas dasar harga

berlaku sebesar 41,14 persen. Keadaan ini mengalami penurunan dibanding

tahun 2015 sekitar 42,94 persen. Tahun 2014 memberikan kontribusi terbesar

dalam kurun waktu tiga tahun terakhir yakni 45,08 persen. Kontribusi tersebut

terdiri dari Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa Pertanian sebesar 30,18

persen, Kehutanan dan Penebangan Kayu 0,12 persen serta Perikanan 10,84

persen. Sedangkan pada Kategori Industri Pengolahan, kontribusi terbesar,

terjadi pada tahun 2011, sebesar 7,36 persen. Kemudian tahun 2012, 7,16

persen, disusul 7,13 pada tahun 2013, tahun 2014 sebesar 6,78 persen, 6,91

persen pada tahun 2015, dan 6,80 persen pada tahun 2016. Secara

keseluruhan, laju pertumbuhan kategori Industri Pengolahan pada tahun 2015

adalah sebesar 5,43 persen, lebih kecil jika dibandingkan tahun sebelumnya

(BPS Kab. Bulukumba, 2016).

Sektor bisnis merupakan sektor yang sangat berperan bagi negara kita

sebagai negara yang sedang berkembang. Usaha rumah tangga (usaha kecil)

merupakan sektor usaha yang banyak mendapatkan perhatian dari berbagai

kalangan. Hal ini layak diterima usaha kecil karena peranannya yang sangat

dominan dalam pembangunan nasional Indonesia.

Beberapa peranan usaha kecil dalam pembangunan nasional Indonesia

antara lain (Soekartawi, 2005):


13

1. Mampu meningkatkan pendapatan pelaku agribisnis khusunya dan

pendapatan masyarakat pada umumnya;

2. Mampu menyerap tenaga kerja;

3. Mampu meningkatkan perolehan devisa; dan

4. Mampu menumbuhkan industri yang lain, khususnya industri pedesaan

Usaha mikro telah diakui sangat strategis dan penting tidak hanya bagi

pertumbuhan ekonomi tetapi juga untuk pembagian pendapatan yang merata.

Karena peranannya yang sangat strategis dan penting, Indonesia memberikan

perhatian khusus bagi perkembangan-perkembangan mereka, termasuk

membina lingkungan dengan iklim usaha yang kondusif, memfasilitasi dan

memberikan akses pada sumberdaya produktif dan memperkuat.

Dalam rangka untuk terus meningkatkan tampilan agroindustri,

khususnya industri pengolahan bahan pangan, maka masyarakat pengolahan

agroindustri melakukan upaya-upaya sebagai berikut (Soekartawi, 2005) :

a. Meningkatkan kualitas dan keamanan produk

b. Meningkatkan kemampuan manajerial dan keterampilan para pengelola

dan pekerja

c. Melakukan strategi pemasaran dengan cara pengembangan dan

diversifikasi produk

d. Meningkatkan promosi

e. Meningkatkan jasa pelayanan dan informasi

f. Meningkatka networking

g. Meningkatkan teknik-teknik baru secara terus menerus.

Salah satu strategi yang penting pula adalah kemitraan. Untuk

membentuk kemitraan-kemitraan ini, peranan pemerintah dan instansi-instansi

pendukung lainnya adalah strategis dan penting. Peranan pemerintah dapat

dilakukan melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif untuk menciptakan


14

kemitraan dan dapat pula memberikan fasilitas dan dukungan-dukungan lain

seperti misalnya fasilitas penciptaan keserasian (match making), menyediakan

bantuan keuangan dan keperluan-keperluan yang lainnya untuk menjembatani

kemitraan antara kedua pihak tersebut (Megawati dkk., 2010).

Berdasarkan hasil penelitian Aris dkk. (2016) yang dilakukan pada industri

ikan pindang di Kecamatan Kajang, salah satu upaya pengembangan yang dapat

dilakukan adalah peningkatan daya beli masyarakat dilakukan dengan cara

memunculkan motivasi untuk berusaha sehingga masyarakat memiliki

kemampuan untuk meningkatkan penghasilannya. Setelah motivasi untuk

berusaha telah ada, ditambah dengan penguasaan keterampilan maka

masyarakat akan membutuhkan permodalan dalam memulai usaha. Oleh karena

itu masyarakat perlu dibantu lewat penyedian bantuan permodalan dari lembaga

keuangaan mikro.

Dengan memperhatikan sumberdaya-sumberdaya yang ada, kemudian

dengan pemanfaatan teknologi produksi bahan mentah dari hasil pemanfaatan

sumberdaya diolah menjadi barang setengah jadi jadi, diharapkan mampu

menembus pasar lokal maupun nasional, bahkan untuk kebutuhan eksport.

Dengan pengolahan menjadi barang setengah jadi, bukan sekedar bahan

mentah, maka diharapkan industri pengolahan akan mampu menyerap banyak

tenaga kerja sehingga multiplayer effect yang muncul akan semakin besar dan

meningkatkan ekonomi masyarakat secara keseluruhan. Salah satu upaya

pengembangan industri mikro dalam penelitian tersebut adalah merancang

model lembaga keuangan mikro yang diharapkan dapat memberikan pelayanan

dan penguatan modal kepada nelayan di Kabupaten Bulukumba khususnya

nelayan tangkap Kabupaten Bulukumba, secara berkelanjutan (Aris dkk., 2016).

Selain itu, yang perlu diperhatikan adalah orientasi pasar. Orientasi pasar

terdiri dari tiga komponen: orientasi pelanggan (memahami kebutuhan dan


15

keinginan pelanggan), orientasi pesaing (memahami kekuatan dan kelemahan

saingan dan bagaimana mereka memuaskan kebutuhan dan keinginan

pelanggan), dan antar - Koordinasi fungsional (penggunaan keseluruhan sumber

daya organisasi secara keseluruhan untuk menciptakan nilai pelanggan yang

superior). Usaha yang berorientasi pada pasar dapat mempertahankan posisi

kompetitif yang kuat. Hal itu terjadi karena usaha yang berorientasi pasar

membuat usaha lebih inovatif (Najib, Mukhamad, ddk., 2011).

E. Analisis Finansial

Keuntungan dari suatu usaha tergantung pada hubungan antara biaya

produksi yang dikeluarkan dengan jumlah penerimaan dari hasil penjualan

dengan pusat perhatian ditujukan bagaimana cara menekan biaya sewajarnya

supaya dapat memperoleh keuntungan sesuai yang diinginkan, adapun biaya

yang dikeluarkan adalah biaya tetap dan biaya variabel. Keuntungan adalah

jumlah yang diperoleh dari penerimaan hasil penjualan produksi setelah

dikurangi dengan total biaya produksi pada periode tertentu, sehingga untuk

menghitung jumlah keuntungan maka perlu diketahui jumlah penerimaan dan

biaya yang dikeluarkan (Bangun, 2010):

1. Keuntungan

Keuntungan merupakan selisih antara Total penerimaan dengan Total

biaya yang persamaannya sebagai berikut (Bangun,2010) :

= TR-TC

Dimana : = Keuntungan bersih (Rp)

TR = Total Revenue (Total Penerimaan) (Rp)

TC = Total Cost (Total Biaya) (Rp)

2. Penerimaan

Penerimaan adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan

harga jual dan biasanya produksi berhubungan negatif dengan harga, artinya
16

harga akan turun ketika produksi berlebihan. Secara metematis dapat ditulis

sebagai berikut (Bangun,2010) :

TR = Q x P

Dimana : TR = Total Revenue (Total Penerimaan) (Rp)

P = Price (Harga) (Rp)

Q = Quantity (Jumlah) (Kg)

Semakin banyak jumlah produk yang dihasilkan maupun semakin tinggi

harga per unit produksi yang bersangkutan, maka penerimaan total yang diterima

produsen akan semakin besar. Sebaliknya jika produk yang dihasilkan sedikit

dan harganya rendah maka penerimaan total yang diterima produsen semakin

kecil (Bangun, 2010).

3. Biaya

Biaya adalah semua pengorbanan yang perlu dilakukan untuk suatu

proses produksi yang dinyatakan dengan satuan uang, menurut harga pasar

yang berlaku, baik yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi. Adapun dua

komponen biaya yaitu (Bangun, 2010) :

a. Biaya Tetap (Fixed Cost)

Biaya tetap adalah biaya yang timbul akibat penggunaan sumber daya

tetap dalam proses produksi. Sifat utama biaya tetap adalah jumlahnya tidak

berubah walaupun jumlah produksi mengalami perubahan (naik atau turun).

Keseluruhan biaya tetap disebut Biaya Total (Total Fixed Cost, TFC).

b. Biaya Variabel (Variable Cost)

Biaya veriabel adalah jumlah biaya produksi yang berubah menurut

tinggi rendahnya jumlah output yang akan dihasilkan. Semakin besar output atau

barang yang akan dihasilkan, maka akan semakin besar pula biaya variabel yang

akan dikeluarkan.
17

Prinsip analisis biaya yang sangat penting untuk diketahui para nelayan

karena mereka hanya dapat menguasai pengaturan produksi dalam usaha

taninya, tanpa mampu mengatur harga dan memberikan nilai pada komoditas

yang dijualnya. Keuntungan maksimum dapat ditingkatkan dengan cara

meminimumkan biaya untuk penerimaan yang tetap atau dengan meningkatkan

penerimaan pada biaya yang tetap (Bangun, 2010).

Biaya Total merupakan keseluruhan jumlah biaya produksi yang

dikeluarkan, yaitu merupakan penjumlahan dari Biaya Tetap dengan Biaya

Variabel. Bentuk persamaan biaya total pada tingkat harga tertentu ialah

(Bangun, 2010) :

TC = FC + VC

Dimana : TC = Total Cost (Total Biaya) (Rp)

VC = Variable Cost (Biaya Variabel) (Rp)

FC = Fixed Cost (Biaya Tetap) (Rp)

F. Analisis Nilai Tambah

Nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditas karena

adanya input fungsional yang diberlakukan pada komoditas tersebut. Input

fungsional tersebut berupa proses perubahan bentuk (form utility), pemindahan

tempat (place utility), maupun penyimpanan (time utility). Semakin banyak

perubahan yang diperlakukan terhadap komoditas tertentu maka makin besar

nilai tambah yang diperoleh. Nilai tambah dapat dihitung dengan dua cara yaitu

menghitung nilai tambah selama proses pengolahan dan menghitung nilai

tambah selama proses pemasaran (Firdaus, 2014).

Konsep nilai tambah menggunakan metode Hayami memperhitungkan

nilai-nilai variabel output, input, harga output, tenaga kerja, hari orang kerja, upah

tenaga kerja, sumbangan input lainnya serta balas jasa dari masing-masing
18

faktor produksi. Semua variabel digunakan untuk menghitung besarnya nilai

tambah. Tiga komponen pendukung dalam perhitungan nilai tambah adalah

faktor konversi yang menunjukkan banyaknya output yang dihasilkan dari satu

satuan input, faktor koefisien tenaga kerja, menunjukkan banyaknya tenaga kerja

yang diperlukan untuk mengolah satu satuan input dan nilai produk yang

menunjukkan nilai output per satu satuan input (Firdaus, 2014).

Input produksi yang memperoleh perlakuan sehingga mengalami

perubahan baik bentuk, tempat dan waktu akan menghasilkan nilai tambah.

Dalam pengolahan teknologi dapat berpengaruh terhadap peningkatan nilai

tambah. Besarnya nilai tambah dalam proses pengolahan diperoleh dari

pengurangan biaya bahan baku dan input lainnya terhadap nilai produk yang

dihasilkan (tidak termasuk tenaga kerja). Nilai tambah merupakan balas jasa bagi

tenaga kerja dan keuntungan bagi pelaku usaha (Firdaus, 2014).

Metode Hayami memiliki kelebihan dan kelemahan. Adapun kelebihan

dari

metode Hayami ini antara lain (Firdaus, 2014):

1. Dapat diketahui besarnya nilai tambah dan output.

2. Dapat diketahui besarnya balas jasa terhadap pemilik faktor-faktor produksi,

seperti tenaga kerja, modal, sumbangan input lain, dan keuntungan.

3. Prinsip nilai tambah menurut Hayami dapat digunakan untuk subsistem lain

selain pengolahan, seperti analisis nilai tambah pemasaran.

Sedangkan kelemahan dari metode Hayami antara lain:

1. Pendekatan rata-rata tidak tepat jika diterapkan pada unit usaha yang

menghasilkan banyak produk dari satu jenis bahan baku.

2. Tidak dapat menjelaskan nilai output produk sampingan.

3. Sulit menentukan pembanding yang dapat digunakan untuk mengatakan

apakah balas jasa terhadap pemilik faktor produksi sudah layak atau belum.
19

Analisis nilai tambah menggunakan metode Hayami menghasilkan

informasi antara lain (Firdaus, 2014):

1. Perkiraan nilai tambah (Rp).

2. Rasio nilai tambah terhadap nilai produk yang dihasilkan (%), menunjukkan

persentase nilai tambah dari produk.

3. Balas jasa tenaga kerja (Rp), menunjukkan upah yang diterima tenaga kerja

langsung.

4. Bagian tenaga kerja dari nilai tambah yang dihasilkan (%), menunjukkan

persentase imbalan tenaga kerja dari nilai tambah.

5. Keuntungan pengolahan (Rp), menunjukkah bagian yang diterima pemilik

usaha karena menanggung risiko usaha.

6. Tingkat keuntungan pengolah terhadap nilai input (%), menunjukkan

persentase keuntungan terhadap nilai tambah.

7. Margin pengolahan (Rp), menunjukkan besarnya kontribusi faktor-faktor

produksi selain bahan baku yang digunakan dalam proses produksi.

G. Pendekatan Analisis SWOT

Dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan terutama

dilihat dari segi pendapatan, perlu dilakukan analisis secara menyeluruh. Alat

yang akan dipakai adalah analisis SWOT secara sistematis untuk merumuskan

strategi yang tepat. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat

memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun

secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman

(Threats). Dengan demikian perencanaan strategis harus menganalisis faktor-

faktor pengembangan usaha (kekuatan, peluang, kelemahan dan ancaman)

(Rangkuti, 2015).
20

Analisis SWOT membatu para pengambil keputusan untuk

mengembangkan strategi dalam suatu organisasi berdasarkan atas informasi

yang dikumpulkan. Analisis ini juga membantu organisasi untuk mencapai

kesuksesan strategi dengan cara meningkatkan aspek-aspek kelemahan dan

tantangannya. Strategi yang telah ditetapkan dan dilaksanakan harus dinilai

kembali apakah relevan dengan keadaan dan kodisi saat penilaian dan evaluasi

ini diketahui dengan menggunakan analisis SWOT. Hasil analisis tersebut

digunakan sebagai dasar untuk menyusun dan menetapkan strategi yang akan

dijalankan dimasa yang akan datang (Rangkuti, 2015).

Analisis SWOT membandingkan antara faktor internal (kekuatan dan

kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman). Analisis SWOT

digunakan untuk membandingkan faktor eksternal dan internal. Gambar berikut

menunjukkan diagram analisis SWOT (Rangkuti, 2015) :

Gambar 3. Diagram Analisis SWOT

Kuadran I (positif, positif) :

Ini merupakan situasi yang menguntungkan. Perusahaan tersebut

memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang


21

ada. Strategi yang diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan

pertumbuhan yang agresif.

Kuadran II (positif, negatif) :

Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih memiliki

kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan

kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan strategi

diversifikasi (produk/pasar).

Kuadran III (negatif, positif) :

Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain

pihak menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Fokus strategi ini yaitu

meminimalkan masalah internal perusahaan sehingga dapat membuat pasar

yang lebih baik (turn arround).

Kuadran IV (negatif, negatif) :

Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan

tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal. Fokus strategi

yaitu melakukan tidakan penyelamatan agar terlepas dari kerugian yang leih

besar (defensive).

Matrik SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang

dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan

kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matrik SWOT sebagai alat

pencocokan yang mengembangkan empat tipe strategi yaitu SO, WO, ST dan

WT. Perencanaan usaha yang baik dengan metode SWOT dirangkum dalam

matrik SWOT yang dikembangkan oleh Freddy Rangkuti. (Rangkuti, 2015).

H. Kerangka Pikir Penelitian

Menurut DKP Tahun 2017, potensi perikanan tangkap di Kecamatan

Herlang hampir tiap tahun mengalami peningkatan yang cukup besar dimana
22

pada tahun 2012 sebesar 5.947 ton, tahun 2013 sebesar 6.037 ton, tahun 2014

sebesar 9.780 ton, tahun 2015 sebesar 9.643 dan tahun 2016 sebesar 9.013.

Salah satu ikan yang melimpah adalah ikan layang (Decapterus ruselli), dengan

data hasil tangkapan pada tahun 2017 adalah sebesar 8.192 ton

Pengembangan agroindustri diperlukan sebagai upaya untuk

meningkatkan nilai tambah, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan

petani/nelayan serta meningkatkan pendapatan asli daerah adalah industri

pengolahan hasil perikanana. Salah satu usaha industri rumah tangga yang

dikembangkan adalah Pemindangan ikan merupakan upaya pengawetan

sekaligus pengolahan ikan yang menggunakan teknik penggaraman dan

pemanasan dalam suasana bergaram.

Hal tersebut didukung dengan data potensi Kabupaten Bulukumba pada

tahun 2016 terkait Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan telah

memberi kontribusi terhadap PDRB atas dasar harga berlaku sebesar 41,14

persen dengan konstribusi perikanan sebesar 10,84 persen.

Namun kenyataannya bagi usaha mikro ikan pindang yang masih

tergolong agroindustri rumahan atau mikro, pemasaran dan investasi merupakan

kendala terbesar dalam mengembangkankan usaha tersebut sehingga tidak

sedikit yang terpaksa menutup usahanya dikarenakan masalah tersebut.

Disamping itu, perlu dilakukan observasi lebih lanjut untuk mengetahui

permasalahan-permasalahan yang dihadapi pelaku industri rumah tangga ikan

pindang.

Untuk mengetahui apakah usaha mikro ikan pindang ini layak untuk lebih

dikembangkan dengan menganalisis biaya-biaya, keuntungan yang diperolah,

R/C ratio, dan BEP. Untuk mengetahui nilai tambah dari produk ikan pindang

tersebut, maka dianalisis output, input, harga, pendapatan, dan balas jasa

terhadap faktor-faktor produksi. Selanjutnya, dapat dirumuskan strategi-strategi


23

pengembangan menggunakan analisis SWOT untuk mengetahui kekuatan,

kelemahan, peluang maupun ancaman yang dihadapi oleh pelaku usaha mikro

ikan pindang dalam menajalankan usahanya. Dengan analisis SWOT

memungkinkan pelaku usaha mikro ikan pindang untuk mengembangkan

usahanya.

Kerangka pikir penelitian digambarkan secara skematis pada gambar 4

sebagai berikut :

Potensi Sumberdaya
Perikanan

Usaha Mikro
Ikan Pindang

Biaya dan R/C Output, Balas


BEP Pendapatan
Keuntunga Ratio Input, & Jasa
n Harga

Kelayakan Nilai
Finansial Tambah

Strategi
Pengembangan

Gambar 4. Kerangka Pikir Penelitian Strategi Pengembangan Usaha Mikro Ikan


Layang (Decapterus ruselli) Pindang Di Kecamatan Herlang,
Kabupaten Bulukumba
24
25

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada usaha POKLAHSAR (Kelompok

Pengolah dan Pemasar) ikan pindang Desa Pataro, Kecamatan Herlang,

Kabupaten Bulukumba. Kelompok ini terdiri dari 4 yaitu Kelompok lion ikan

pindang, mandala ikan pindang, merpati ikan pindang, dan garuda pa’gantengan.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2017 sampai Januari 2018.

Penentuan lokasi ini dipilih secara sengaja (Purposive) dengan pertimbangan

bahwa daerah tersebut merupakan sentral usaha ikan pindang di Kecamatan

Herlang sehingga dijadikan sebagai tempat penelitian.

B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survey dengan

menggunakan metode deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Deskriptif kualitatif

digunakan untuk menggambarkan kondisi umum usaha yang meliputi profil

usaha, kegiatan produksi usaha, kondisi lingkungan sekitar usaha serta

memberikan strategi pengembangan usaha. Sedangkan deskriptif kuantitatif

bertujuan untuk mengukur keseluruhan komponen finanisial usaha dan nilai

tambah yang dapat menjawab tujuan penelitian. Interview adalah salah satu

metode yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden

menggunakan bantuan kuisioner ditambah dengan observasi langsung yang

dapat melengkapi data yang berkaitan dengan penelitian ini (Abdullah, 2015).

C. Metode Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang terlibat dalam

kegiatan pengolahan Ikan Pindang di Kecamatan Herlang, Kabupaten

Bulukumba yang terdiri dari 4 kelompok usaha mikro dengan masing-masing


26

kelompok terdiri dari ketua, bendahara, dan 8 anggota, dengan jumlah 10 orang.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode sensus yaitu

teknik penentuan sampel dengan semua anggota populasi digunakan sebagai

sampel. Adapun sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah ketua,

bendahara, dan 3 perwakilan anggota setiap kelompok (dengan pertimbangan

jika sampel homogen, maka jumlah sampel yang yang diperlukan sedikit saja,

bahkan cukup 1 saja, karena dalam populasi yang homogen mengambil sampel

banyak atau 1 saja hasil sama) sehingga jumlah sampel adalah 20 orang. Selain

itu, digunakan metode FGD (Focus Group Discussion) dengan melibatkan

Kepala Desa Pataro, penyuluh perikanan Kecamatan Herlang, staf Dinas

Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bulukumba, serta staf Dinas Perdagangan

dan Perindustrian Kabupaten Bulukumba.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:

1. Survey Lapangan dan Observasi partisipasi

Survey lapangan dan observasi partisipasi dilakukan dengan mengambil

bagian dari kegiatan-kegiatan masyarakat dan mengamati interaksi yang terjadi

dalam peristiwa-peristiwa secara langsung di lokasi penelitian yang terkait

dengan tujuan penelitian.

2. Wawancara

Metode wawancara yang digunakan adalah metode wawancara

sistematik yakni mengumpulkan data dengan melakukan tanya jawab dengan

menggunakan kuesioner kepada responden yang berkaitan dengan penelitian.


27

3. Focus Group Discussion

Diskusi kelompok terarah merupakan teknik pengumpulan data untuk

memperoleh informasi tentang keinginan, kebutuhan, dan sudut pandang peserta

terhadap topik penelitian dalam suatu forum.

4. Dokumentasi

Untuk melengkapi analisis dan memperkuat kesimpulan, seluruh data dan

kegiatan-kegiatan dalam penelitian didokumentasikan dalam bentuk gambar.

E. Sumber Data

Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Data Primer

Data primer adalah data asli yang dikumpulkan pada saat penelitian di

lapangan (field research) dan kaji lanjut, yang diperoleh baik melalui observasi

langsung maupun melalui wawancara kepada responden dengan menggunakan

daftar kusioner serta pihak-pihak lainnya yang mengetahui informasi dan data

yang dibutuhkan dalam memecahkan masalah yang dikaji dalam penelitian ini.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari berbagai sumber atau

instansi terkait, seperti Dinas Perikanan dan Kelautan kabupaten, Badan Pusat

Statistik (BPS) Kabupaten serta instansi terkait lainnya. Selain itu, data sekunder

juga meliputi data yang diperoleh melalui telaah kepustakaan yang bersumber

dari hasil-hasil penelitian, artikel-artikel ilmiah dan buku-buku yang diperlukan

dalam perampungan penulisan penelitian.


28

F. Analisis Data

Dalam pengujian ini digunakan analisis sebagai berikut :

1. Rumusan masalah yang pertama dianalisis dengan menggunakan analisis

kelayakan finansial, sebagai berikut (Rahim dan hastuti, 2007, Bangun, 2010):

a. Analisis Biaya dan Keuntungan

Biaya Produksi:

TC = TFC + TVC

Keterangan:

TC = Total Cost (Biaya Total)

TFC = Total Fixed Cost (Biaya tetap Total)

TVC = Total Variabel Cost (Biaya tidak tetap total)

Penerimaan:

TR =PxQ

Keterangan:

TR = Total Revenue (Penerimaan Total)

P = Price per unit (Harga jual per unit)

Q = Quantity (jumlah produksi).

Keuntungan:

π = TR – TC

Keterangan:

π = keuntungan

TR = Total Revenue (penerimaan total)

TC = Total Cost (Biaya Total)

b. Revenue Cost Ratio (R/C)

R/C ratio merupakan perbandingan antara penerimaan total dan biaya total,

yang menunjukkan nilai penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah yang

dikeluarkan. Adapun R/C ratio dapat dirumuskan sebagai berikut:


29

Keterangan:

TR = Total Revenue

TC = Total Cost

Kriteria Penilaian R/C Ratio:

R/C <1 = usaha agroindustri mengalami kerugian

R/C >1 = usaha agroindustri memperoleh keuntungan

R/C =1 = usaha agroindustri mencapai titik impas

c. Break Even Point (BEP)

Perhitungan BEP atas dasar unit produksi dapat dilakukan dengan

menggunakan rumus:

( )
⁄ ⁄

Keterangan:

BEP (Q) = titik impas dalam unit produksi

TFC = Total Fixed Cost

P = Price per unit

VC = Variabel Cost per unit

Perhitungan BEP atas dasar unit rupiah dapat dilakukan dengan menggunakan

rumus:

( )

Keterangan:

BEP (Rp) = titik impas dalam rupiah

TFC = biaya tetap

VC = Variabel Cost

TR = Total Revenue
30

Kriteria Penilaian BEP:

Apabila produksi ikan pindang melebihi produksi pada saat titik impas maka

agroindustri tersebut mendatangkan keuntungan.

2. Rumusan masalah kedua dianalisis menggunakan analisis nilai tambah

metode Hayami. Prosedur perhitungan nilai tambah menurut metode Hayami

yakni (Firdaus, 2014):

Tabel 4. Perhitungan Nilai Tambah Metode Hayami

Output, Input, Harga Formula


1 Hasil Produksi (kg/thn) A
2 Bahan baku (kg/thn) B
3 Tenaga Kerja (HOK) C
4 Faktor konversi (1/2) A/B = M
5 Koefisien tenaga kerja (3/2) C/B = N
6 Harga Produk (Rp/kg) D
7 Upah rerata (Rp/HOK) E
Pendapatan
8 Harga Bahan Baku (Rp/kg) F
9 Sumbangan input lain (Rp/Kg) G
10 Nilai Produk (4x6) (Rp/Kg) MxD=K
11 a. Nilai tambah (10-8-9) (Rp/kg) K-F-G = L
b. Rasio nilai tambah (11.a/10) (%) (L/K)% = H%
12 a. Imbalan tenaga kerja (5 x 7) (Rp/Kg) NxE =P
b. Bagian tenaga kerja (12.a/11.a) (%) (P/L)% = Q%
13 a. Keuntungan (11.a - 12.a) L-P = R
b. Tingkat Keuntungan (13.a/11.a) (%) (R/L)% = 0%
Balas Jasa Untuk Faktor Produksi
14 Margin (Rp/Kg) S=K–F
a. Pendapatan tenaga kerja langsung (12.a/ (14 x
100)) P/(Sx100) = T
b. Sumbangan input lain 9/ (14 x 100) G/(S x 100) = U
c. Keuntungan Perusahaan (13.a/(14 x 100) R/(S x 100) = V
31

3. Rumusan masalah yang ketiga dianalis dengan menggunakan analisis SWOT

digunakan untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman

dalam pengembangan usaha mikro ikan pindang. Sebelum membuat matriks

faktor SWOT, kita perlu mengetahui terlebih dahulu faktor strategi internal (IFAS)

dan faktor strategi eksternal (EFAS) dengan cara pemberian nilai dan bobot.

Tabel 5. Matriks Faktor Strategi Internal

Skor
Faktor-faktor Strategis
Bobot Rating Pembobotan
Internal
(Bobot x Rating)

Kekuatan

kekuatan 1 Bobot kekuatan 1 Rating kekuatan 1

kekuatan 2 Bobot kekuatan 2 Rating kekuatan 2

Jumlah A B

Kelemahan

kelemahan 1 Bobot kelemahan 1 Rating kelemahan 1

kelemahan 2 Bobot kelemahan 2 Rating kelemahan 2

Jumlah C D

Total (a+c) = 1 (b+d)

Sumber : Rangkuti, 2015

Adapun tahapan pembuatan matriks strategis internal (EFAS) adalah

sebagai berikut :

 Tentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan serta kelemahan pada usaha

mikro ikan pindang dalam kolom 1.

 Beri bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala mulai dari 1,0 (paling

penting) sampai 0,0 (tidak penting), berdasarkan pengaruh faktor-faktor

tersebut terhadap posisi strategis usaha mikro. Semua bobot tersebut


32

jumlahnya tidak boleh melebihi skor total 1,0. jumlah seluruh bobot harus

sebesar 1 dengan keterangan sebagai berikut :

0,05 = dibawah rata-rata

0,10 = rata-rata

0,15 = diatas rata-rata

0,20 = sangat kuat

 Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan

memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor),

berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap usaha mikro ikan pindang.

Variabel yang bersifat positif (semua variabel yang masuk kategori kekuatan)

diberi nilai +1 sampai dengan +4 (sangat baik) dengan membandingkannya

dengan rata-rata industri atau dengan pesaing utama. Sedangkan variabel

yang bersifat negatif, kebalikannya. Contohnya, jika kelemahan usaha ikan

pindang besar sekali dibandingkan dengan rata-rata industri, nilainya adalah

1, sedangkan jika kelemahan usaha mikro dibawah rata-rata industri,

nilainya adalah 4. Dengan keterangan sebagai berikut :

1 = dibawah rata--rata

2 = rata-rata

3 = diatas rata-rata

4 = sangat bagus

 Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh

faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk

masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding)

sampai 1,0 (poor).

 Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor

pembobotan bagi usaha mikro ikan pindang. Nilai total ini menunjukkan
33

bagaimana usaha mikro ikan pindang bereaksi terhadap faktor-faktor

strategis internalnya.

Tabel 6. Matriks Faktor Strategi Eksternal

Faktor-faktor Skor Pembobotan


Bobot Rating
Strategis Eksternal (Bobot x Rating)

Peluang

peluang 1 Bobot peluang 1 Rating peluang 1

peluang 2 Bobot peluang 2 Rating peluang 2

Jumlah A B

Ancaman

Ancaman 1 Bobot ancaman 1 Rating ancaman 1

Ancaman 2 Bobot ancaman 2 Rating ancaman 2

Jumlah C D

Total (a+c) = 1 (b+d)

Sumber : Rangkuti, 2015

Adapun tahapan pembuatan matriks strategis eksternal (IFAS) adalah

sebagai berikut :

 Tentukan faktor-faktor yang menjadi peluang serta ancaman pada usaha

mikro ikan pindang dalam kolom 1.

 Beri bobot masing-masing faktor tersebut dalam kolom 2, dengan skala

mulai dari 1,0 (paling penting) sampai 0,0 (tidak penting), berdasarkan

pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap posisi strategis usaha mikro ikan

pindang. Semua bobot tersebut jumlahnya tidak boleh melebihi skor total

1,0. jumlah seluruh bobot harus sebesar 1 dengan keterangan sebagai

berikut :

0,05 = dibawah rata-rata

0,10 = rata-rata
34

0,15 = diatas rata-rata

0,20 = sangat kuat

 Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan

memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor),

berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap usaha mikro ikan pindang.

Variabel yang bersifat positif (semua variabel yang masuk kategori kekuatan)

diberi nilai +1 sampai dengan +4 (sangat baik) dengan membandingkannya

dengan rata-rata industri atau dengan pesaing utama. Sedangkan variabel

yang bersifat negatif, kebalikannya. Dengan keterangan sebagai berikut :

1 = dibawah rata--rata

2 = rata-rata

3 = diatas rata-rata

4 = sangat bagus

 Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh

faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk

masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding)

sampai 1,0 (poor).

 Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor

pembobotan bagi usaha mikro ikan pindang. Nilai total ini menunjukkan

bagaimana usaha mikro ikan pindang bereaksi terhadap faktor-faktor

strategis eksternalnya.

Untuk menganalisis hasil pengolahan data tersebut dan memperoleh strategi

yang tepat atas permasalahan yang diteliti maka digunakan matrik SWOT seperti

pada tabel 7.
35

Tabel 7. Matrik SWOT

IFAS STRENGTHS (S) Weaknesses (W)

EFAS Menentukan 5-10 faktor- Menentukan 5-10 faktor-


faktor kekuatan internal faktor kelemahan internal
OPPORTUNITIES (O) STRATEGI SO STRATEGI WO

Menentukan 5-10 Menciptakan strategi yang Menciptakan strategi yang


faktor peluang menggunakan kekuatan meninimalkan kelemahan
eksternal untuk memanfaatkan untuk memanfaatkan
peluang peluang
THREATS (T) STRATEGI ST STRATEGI WT

Menentukan 5-10 Menciptakan strategi yang Menciptakan strategi yang


faktor ancaman menggunakan kekuatan meminimalkan kelemahan
eksternal untuk mengatasi ancaman dan menghindari ancaman

G. Konsep Operasional

1. Usaha mikro (Industri rumah tangga) merupakan unit usaha dalam lingkup

kecil dengan jumlah tenaga kerja antara satu sampai empat orang

termasuk pengusaha, dimana alat-alat produksi yang digunakan masih

bersifat sederhana.

2. Pemindangan ikan merupakan upaya pengawetan sekaligus pengolahan

ikan yang menggunakan teknik penggaraman dan pemanasan serta

pemberian bumbu berupa kunyit.

3. Prospek adalah peluang yang terjadi karena adanya usaha mikro

dalam memenuhi kebutuhan hidupnya juga untuk mendapatkan profit atau

keuntungan.
36

4. Keuntungan adalah jumlah yang diperoleh dari penerimaan hasil penjualan

produksi ikan pindang setelah dikurangi dengan total biaya produksi pada

satu kali periode. (Rp).

5. Biaya total adalah jumlah dari biaya tetap ditambah dengan biaya variabel

dalam satu periode kegiatan usaha pengolahan ikan pindang (Rp).

6. Biaya Tetap (Fixed Cost) adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk

memperoleh faktor-faktor produksi yang sifatnya tetap dan investasi dalam

kegiatan usaha pengolahan ikan pindang. (Rp).

7. Biaya Variabel (Variable Cost) adalah biaya yang dikeluarkan untuk

kegiatan produksi usaha pengolahan ikan pindang yang sifatnya berubah-

ubah sesuai dengan kebutuhan. (Rp).

8. Analisis break even point adalah suatu cara atau alat atau tekhnik yang

digunakan untuk mengetahui volume kegiatan produksi usaha ikan pindang

dimana dari volume produksi tersebut perusahaan tidak memperoleh laba

dan juga tidak menderita rugi.

9. Nilai tambah merupakan pertambahan nilai produk ikan laying (Decapterus

ruselli) karena adanya input fungsional berupa proses perubahan bentuk

(form utility), pemindahan tempat (place utility), maupun penyimpanan (time

utility) yang diberlakukan pada komoditas tersebut.

10. Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk

merumuskan strategi suatu usaha dengan menganalisis lingkungan internal

dan eksternal yang berpengaruh terhadap pengembangan usaha ikan

pindang tersebut.

11. Lingkungan internal adalah menggambarkan kuantitas dan kualitas

sumberdaya manusia, fisik, finansial suatu usaha dan dapat

memperkirakan kekuatan dan kelemahan pada usaha tersebut.


37

12. Lingkungan eksternal meliputi faktor-faktor luar suatu yang dapat

menimbulkan peluang dan ancaman pada usaha tersebut.

13. Kekuatan adalah sumber daya, keterampilan, atau keunggulan-keunggulan

lain relatif terhadap pesaing dan kebutuhan pasar yang dilayani atau ingin

dilayani oleh pengusaha.

14. Kelemahan adalah kekurangan atau keterbatasan dalam hal sumber daya

yang ada pada suatu usaha baik itu keterampilan atau kemampuan yang

menjadi penghalang bagi kinerja.

15. Peluang adalah berbagai hal dan situasi yang menguntungkan bagi usaha

serta kecenderungan-kecenderungan yang merupakan salah satu sumber

peluang.

16. Ancaman adalah gejala-gejala yang merupakan dampak negatif atas

keberhasilan usaha, namun umumnya berada diluar kendali usaha.


38

IV. KEADAAN UMUM LOKASI

A. Kondisi Geografis

Kabupaten Bulukumba terletak di bagian selatan jasirah Sulawesi dan

berjarak kurang lebih 153 kilometer dari ibukota Propinsi Sulawesi Selatan

terletak antara 05020’ – 05040’ lintang selatan dan 119058’ – 120028’ bujur timur.

Berbatasan dengan Kabupaten Sinjai di sebelah utara, sebelah timur dengan

Teluk Bone, sebelah selatan dengan Laut Flores, dan sebelah barat dengan

Kabupaten Bantaeng.

Luas wilayah Kabupaten Bulukumba sekitar 1.154,7 km 2 atau sekitar 2,5

persen dari luas wilayah Sulawesi Selatan yang meliputi 10 kecamatan yaitu

Gantarang, Ujung Bulu, Ujung Loe, Bonto Bahari, Bontotiro, Herlang, Kajang,

Bulukumpa, Rilau ale, dan Kindang serta terbagi ke dalam 27 kelurahan dan 109

desa.

Kecamatan Herlang memiliki luas wilayah sekitar 68,79 km 2 yang

meliputi 2 Kelurahan dan 6 Desa. Adapun desa/kelurahan beserta luasnya dapat

dilihat pada tabel berikut :

Tabel 8. Luas Wilayah Menurut Desa/Kelurahan Di Kecamatan Herlang


Luas Wilayah
No. Desa/Kelurahan Status
Km² Persentase (%)
1 Karassing Desa 10,25 14,90
2 Borong Desa 8,05 11,70
3 Bonto Kamase Kelurahan 8,75 12,72
4 Tanuntung Kelurahan 10,63 15,45
5 Singa Desa 9,00 13,10
6 Tugendong Desa 10,28 14,94
7 Pataro Desa 6,00 8,72
8 Gunturu Desa 5,83 8,47
Jumlah 68,79 100
Sumber: BPS Kabupaten Bulukumba, 2017
39

Luas wilayah
8%
15% Karassing
9% Borong
Bonto Kamase
12%
15% Tanuntung
Singa
13%
Tugendong
13%
Pataro
15%
Gunturu

Gambar 5. Diagram Luas Wilayah Menurut Desa/Kelurahan Di Kecamatan


Herlang
Berdasarkan tabel 8 diatas dapat dilihat bahwa Kelurahan Tanuntung

merupakan kelurahan terluas diantara desa/kelurahan lainnya yang terdapat di

Kecamatan Herlang dengan luas 10,63 Km² dengan persentase 15,45 %.

Sedangkan Desa Gunturu termasuk desa yang paling kecil jika dilihat dari luas

daratannya yakni hanya 5,83 Km² dengan persentase 8,47 % dari luas daratan

Kecamatan Herlang.

Desa Pataro berada pada daerah yang separuh daerahnya ada pada

daerah perbukitan dengan tinggi dari permukaan laut 100-200 M yang memiliki

luas 600 Hektar yang terbagi ke dalam 4 dusun, 8 RK, da 8 RT. Adapun batas-

batas wilayah Desa Pataro adalah :

- Sebelah utara berbatas dengan Kecamatan Kajang

- Sebelah timur berbatas dengan Desa Gunturu

- Sebelah selatan berbatas dengan Desa Singa

- Sebelah barat berbatas dengan Desa Tugondeng

B. Iklim

Kabupaten Bulukumba yang beriklim tropisme mepunyai musim yang

hampir sama dengan wilayah Indonesia pada umumnya, yaitu musim penghujan
40

dan musim kemarau. Musim penghujan biasanya terjadi pada bulan Desember

sampai dengan bulan Juni dengan curah hujan tertinggi pada bulan Mei yaitu

395 mm3 sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan Juli sampai dengan

bulan November. Keadaan ini terus berlangsung setiap tahun yang diselingi

dengan musim peralihan pada bulan-bulan tertentu.

Suhu udara pada suatu tempat ditentukan oleh tinggi rendahnya tempat

tersebut terhadap permukaan laut dan jaraknya dari pantai. Secara umum

Kabupaten Bulukumba beriklim dengan suhu udara berkisar 25°- 30° C . Antara

musim penghujan dan musim kemarau tidak menunjukkan perbedaan indikasi

yang jelas.

C. Kondisi Demografi

Jumlah penduduk Kecamatan Herlang tahun 2017 menurut hasil

Proyeksi Penduduk 2017 BPS Kabupaten Bulukumba adalah 24.452 jiwa.

Apabila dilihat dari perbandingan penduduk laki-laki dan perempuan, jumlah

penduduk perempuan lebih banyak daripada penduduk laki-laki, yaitu sebanyak

13.372 jiwa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 9. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Dan Desa/Kelurahan Di


Kecamatan Herlang
Penduduk
No. Desa
Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 Karassing 1138 1378 2516
2 Borong 1169 1433 2602
3 Bonto Kamase 1745 2120 3865
4 Tanuntung 1374 1672 3046
5 Singa 1484 1854 3338
6 Tugendong 1506 1778 3284
7 Pataro 981 1155 2136
8 Gunturu 1683 1985 3665
Jumlah 11080 13372 24452
Sumber: BPS Kabupaten Bulukumba Tahun 2017

Berdasarkan tabel 9 dapat dilihat bahwa penyebaran penduduk di

Kecamatan Herlang yang terdistribusi dalam 8 Desa/Kelurahan dapat dikatakan


41

cukup merata dan dengan jumlah penduduk terbesar pada Kelurahan Bonto

Kamase yaitu 3865 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk terendah berada di Desa

Pataro yaitu sebanyak 2136 jiwa.

Dilihat dari pengolahan Proyeksi Penduduk 2017 untuk banyaknya rumah

tangga dan kepadatan penduduk pada Kecamatan Herlang, dapat dilihat pada

tabel berikut :

Tabel 10. Banyaknya Rumah Tangga, Penduduk, Luas Desa, Dan Kepadatan
Penduduk Menurut Desa/Kelurahan Di Kecamatan Herlang
Rumah Luas Wilayah Jumlah Kepadatan Penduduk
No. Desa
Tangga (Km²) Penduduk (Jiwa/Km²)
1 Karassing 660 10,25 2516 245
2 Borong 677 8,05 2602 323
3 Bonto Kamase 1126 8,75 3865 442
4 Tanuntung 973 10,63 3046 287
5 Singa 904 9,00 3338 371
6 Tugendong 1084 10,28 3284 319
7 Pataro 682 6,00 2136 356
8 Gunturu 1105 5,83 3665 629
Jumlah 7211 68,79 24452 355
Sumber: BPS Kabupaten Bulukumba 2017

Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa Desa Gunturu mempunyai

kepadatan paling tinggi yaitu 630 jiwa per km 2 kemudian diikuti Kelurahan Bonto

Kamase dengan kepadatan penduduk sebesar 442 jiwa per km 2, Desa Singa

dengan kepadatan sebesar 371 jiwa per km 2, Desa Pataro dengan kepadatan

penduduk sebesar 356 jiwa per km2, Desa Borong dengan kepadatan penduduk

sebesar 323 jiwa per km 2, Desa Tugendong dengan kepadatan penduduk

sebesar 319 jiwa per km 2, dan Kelurahan Tanuntung dengan kepadatan sebesar

287 jiwa per km 2 serta Desa Karassing dengan kepadatan penduduk yang paling

rendah yaitu hanya 245 jiwa per km 2.

D. Karakteristik Responden

Responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah

masyarakat yang mempunyai usaha mikro ikan pindang. Berikut dijelasakan


42

identitas diri responden seperti tingkat umur, pendidikan dan jumlah

tanggungan.

1. Umur Responden

Umur merupakan salah satu faktor yang menentukan dan mempengaruhi

tingkat produktivitas seseorang sebagai faktor produksi. Secara fisik kemampuan

seseorang untuk bekerja dapat diukur dari usianya. Umumnya seseorang yang

masih muda dan sehat memiliki kemampuan fisik yang lebih kuat dibandingkan

dengan yang berumur tua. Seseorang yang lebih muda lebih cepat menerima

hal-hal yang baru, lebih berani mengambil resiko dan lebih dinamis. Sedangkan

seseorang yang relatif tua, mempunyai kapasitas pengelolaan yang matang dan

memiliki banyak pengalaman dalam mengelola usahanya, sehingga ia sangat

berhati-hati dalam bertindak, mengambil keputusan dan cenderung bertindak

dengan hal-hal yang bersifat tradisional, disamping itu kemampuan fisiknya

sudah mulai berkurang. Berikut klasifikasi tingkat umur responden dapat dilihat

pada tabel di bawah ini :

Tabel 11. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Usia

No. Usia (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)


1 30-35 6 30
2 36-41 4 20
3 42-47 3 15
4 48-53 3 15
5 54-59 4 20
Jumlah 20 100
Sumber: Data primer setelah diolah, 2018

Berdasarkan tabel 11 terlihat jumlah responden terbanyak pada kisaran

usia 30-35 sebanyak 6 orang dengan jumlah persentase 30%. Sedangkan

jumlah responden terkecil berada pada kisaran usia 42-47 dan 48-53 tahun

sebanyak 3 orang dengan persentase 15%. Hal ini menunjukkan bahwa

responden yang diwawancarai pada umumnya berada pada usia produktif


43

hingga lansia yang tetap memiliki semangat dan produktivitas yang tinggi.

Responden menuturkan bahwa pengetahuan mengenai teknik mengolah ikan

pindang maupun berdagang diperoleh secara turun-temurun dari orang tua

ataupun dari rekan sesama pengolah dan pedagang. Sehingga teknik mengenai

cara mengolah ikan pindang maupun berdagang lebih banyak diperoleh dari

informal.

2. Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu faktor penting khususnya dalam

mengadopsi teknologi dan keterampilan berusaha. Tingkat pendidikan juga

mempengaruhi pola pikir dalam mengambil suatu keputusan. Pendidikan juga

merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas sumberdaya

manusia. Pendidikan berfungsi menyiapkan salah satu input dalam proses

produksi yaitu tenaga kerja agar dapat bekerja dengan produktif karena

kualitasnya. Melalui pendidikan diharapkan pula dapat mengatasi

keterbelakangan ekonomi lewat pengaruh peningkatan kemampuan manusia

dan motivasi manusia untuk berprestasi. Responden yang lebih berpendidikan

akan lebih dinamis dan aktif dalam mencari informasi yang berhubungan

dengan jenis usahanya.

Dalam penelitian ini tingkat pendidikan diklasifikasikan menjadi empat

bagian yaitu : SD, SMP, SMA dan S1. Adapun karakteristik responden

berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 12. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No. Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)


1 SD 7 35
2 SMP 10 50
3 SMA 2 10
4 S1 1 5
Jumlah 20 100
Sumber: Data primer setelah diolah, 2018
44

Berdasarkan tabel 12 terlihat bahwa pendidikan formal yang

diselesaikan paling tinggi sampai pada tingkat Strata 1 (S1). Jumlah responden

terbesar pada tingat pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dengan

persentase 50%. Sedangkan jumlah responden terkecil pada tingkat pendidikan

Strata 1 (S1) dengan persentase 5%.

3. Tanggungan Keluarga

Aspek yang cukup berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan

adalah besarnya tanggungan setiap kepala keluarga dalam mencukupi

kebutuhan sehari-harinya. Jumlah tanggungan keluarga menandakan tingkat

kemampuan penggunaan resiko usaha dan merupakan tanggung jawab

terhadap pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan bagi seluruh anggota

keluarganya. Adapun jumlah tanggungan keluarga pada responden dapat dilihat

pada tabel dibawah ini :

Tabel 13. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan

No. Jumlah Tanggungan Jumlah (Orang) Persentase (%)


1 1-2 8 40
2 3-4 10 50
3 5-6 2 10
Jumlah 20 100
Sumber: Data primer setelah diolah, 2018

Berdasarkan tabel 13 terlihat bahwa pada umumnya jumlah tanggungan

responden berkisar antara 3-4 orang yaitu sebanyak 10 responden dengan

persentase 50%. Sedangkan responden yang memiliki jumlah tanggungan

terkecil yaitu berkisar antar 5-6 orang sebanyak 2 responden dengan persentase

10%.

4. Pengalaman Usaha

Pengalaman bekerja dapat dilihat dari berapa lama pekerjaan tersebut

ditekuni. Semakin lama responden menekuni pekerjaan usaha mengolah ikan


45

pindang maka semakin lama pula pengalaman yang diperoleh sebagai pengolah

ikan pindang.

Pengalaman bekerja sebagai pengolah ikan pindang di Kecamatan

Herlang dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 14. Karakteristik Responden Berdasarkan Pengalaman Usaha


No. Pengalaman Usaha (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)
1 8-13 11 55
2 14-19 4 20
3 20-25 5 25
Jumlah 20 100
Sumber : Data primer setelah diolah, 2018

Pada tabel 14 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki

pengalaman usaha ikan pindang berkisar antara 8 sampai 13 tahun dengan

jumlah responden 11 orang atau 55%. Namun, disamping itu, dapat diketahui

bahwa usaha ikan pindang ini telah ada sejak lama yaitu selama 25 tahun.
46

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sejarah Usaha Mikro Ikan Pindang

Pada awalnya, ikan pindang merupakan masakan tradisional berbahan

baku ikan yang hanya dimasak untuk kebutuhan sehari-hari. Melihat banyaknya

minat masyarakat terhadap ikan pindang, maka banyak masyarakat yang mulai

mengolah ikan pindang untuk dijual di pasar-pasar tradisional yang ada di

Kabupaten Bulukumba. Usaha ini hanya berbentuk perseorangan dengan

peralatan yang masih sangat tradisional sehingga jumlah produksi masih sangat

terbatas.

Dengan melihat kondisi masyarakat Desa Pataro Kecamatan Herlang

yang mayoritas berprofesi sebagai pengolah ikan pindang, pada tahun 2014

dinas kelautan dan perikanan membentuk 2 kelompok yaitu kelompok lion ikan

pindang dan mandala ikan pindang. Kelompok ini dibentuk dengan tujuan agar

masyarakat dapat memperoleh bantuan peralatan. Setelah mengevaluasi

kelompok usaha yang sudah dibentuk, pemerintah melihat adanya dampak yang

signifikan terhadap kehidupan masyarakat di desa tersebut. Hal ini, mendorong

terbentuknya lagi 2 kelompok pada tahun 2015 yaitu kelompok merpati ikan

pindang dan garuda pa’gantengan. Sehingga, jumlah kelompok yang ada di

Desa Pataro adalah 4 kelompok yang telah berkembang sampai sekarang.

B. Proses Usaha Pengolahan Ikan Pindang

Berdasarkan temuan di lapangan, dalam proses usaha pengolahan ikan

pindang terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan oleh pelaku usaha. Kegiatan

tersebut meliputi pengadaan bahan baku, proses pengolahan ikan pindang, dan

pemasaran ikan pindang.


47

1. Penyediaan Bahan Baku dan Manajemen Stock

Bahan baku utama yang digunakan untuk pemindangan adalah ikan.

Bahan baku tersebut diperoleh di tempat-tempat pelelangan ikan yang ada di

kabupaten bulukumba hingga kabupaten sinjai. Jumlah pembelian bahan baku

pindang rata-rata 100 sampai 200 kg per hari, dengan ukuran ikan 4-5 ekor per

kg. Harga masing-masing jenis ikan berbeda-beda dan tergantung dari banyak

atau sedikitnya pasokan ikan. Untuk harga Ikan Layang (Decapterus ruselli) per

coolbox berfluktuasi dipengaruhi oleh musim, untuk musim ikan melimpah harga

ikan layang (Decapterus ruselli) rata-rata Rp600.000,- hingga Rp800.000,-.

Sedangkan untuk musim paceklik harga ikan rata-rata Rp850.000,- hingga

Rp1.500.000,-. Untuk bahan baku tambahan seperti garam dan kunyit diperoleh

di pasar-pasar tradisional tempat mereka berjualan, dengan harga garam Rp

5.000,- per kg dan kunyit Rp 15.000,- per kg.

Harga bahan baku yang berfluktuasi menyebabkan harga jual ikan

pindang juga berfluktuasi, hal ini dikarenakan lemahnya manajemen stock bahan

baku pada usaha mikro tersebut. Usaha mikro ini belum memiliki fasilitas

penyimpanan bahan baku yang modern seperti cold storage, tetapi hanya

menggunakan coolbox sebagai penyimpanan ikan sementara sehingga bahan

baku ikan yang telah diperoleh dari tempat pelelangan harus segera diolah

menjadi ikan pindang. Dengan adanya cold storage dapat menjaga ketersediaan

bahan baku serta menjaga harga jual ikan pindang tidak mengalami peningkatan

saat jumlah hasil tangkapan menurun.

2. Proses Pengolahan Ikan Pindang

Proses pemindangan dilakukan secara sederhana karena menggunakan

peralatan yang sederhana dan masih bersifat manual. Penerapan aspek sanitasi

dan higienis dalam setiap tahapan proses produksi masih sangat minim dan

belum menjadi perhatian utama sehingga produk yang dihasilkan belum memiliki
48

penampilan yang menarik. Proses produksi pindang cukup singkat dengan

tahapan proses sebagai berikut:

a. Penyortiran dan Pencucian

Bahan baku yang telah diterima dilakukan sortasi terhadap jenis dan

ukuran ikan kemudian ikan dicuci beberapa kali menggunakan air bersih.

b. Penyusunan

Ikan-ikan yang telah disortasi kemudian disusun dalam loyang.

Selanjutnya, disetiap lapisan ditambahkan garam dan kunyit secukupnya

dengan tujuan untuk menghambat aktivitas bakteri pada ikan dan

menciptakan rasa gurih pada ikan. Kemudian ditambahkan air secukupnya

hingga semua ikan yang telah disusun terendam.

Menurut Jasila dan Ika (2015) keberhasilan proses pemindangan sangat

dipengaruhi oleh tingkat kesegaran ikan sebagai bahan baku, mutu garam

dan kondisi lingkungan. Mekanisme pengawetan dengan garam (NaCl) yaitu

garam yang mempunyai tekanan osmotik tinggi dapat mengakibatkan

plasmolisis dari sel mikroba dan dapat menyerap air dari bahan makanan dan

lingkungannya, sehingga aktivitas air dari bahan makanan akan rendah dan

pertumbuhan mikroba dapat dihambat hal ini disebabkan karena garam

mempunyai sifat hygroskopis.

c. Perebusan

Perebusan dilakukan selama kurang lebih 15-30 menit tergantung dari

jenis dan ukuran ikan. Semakin besar ukuran ikan maka semakin lama waktu

yang diperlukan untuk melakukan perebusan. Saat mulai mendidih, ikan yang

ada dalam loyang ditutupi menggunakan kayu yang telah dibuat sedemikian

rupa, kemudian ditindih menggunakan batu.

Secara sederhana pembuatan ikan pindang dapat dilihat pada gambar

berikut :
49

Penyortiran ikan

Pencucian ikan

Penyusunan ikan

Penambahan garam dan


kunyit

Perebusan ikan

Gambar 6. Alur pembuatan ikan pindang

3. Pemasaran Ikan Pindang

Pemasaran pindang pada awalnya masih berada di wilayah Bulukumba

dengan kapasitas produksi yang masih terbatas yaitu 50 kg per hari. Seiring

dengan peningkatan permintaan pasar yang semakin meningkat yang sampai

saat ini mencapai 150 kg per hari, maka jangkauan pemasaran juga bertambah

hingga ke kabupaten Bantaeng. Pemasaran dilakukan oleh pengolah pindang

setelah melakukan pengolahan pindang. Tujuan pemasaran adalah ke pasar-

pasar tradisional yang ada di hampir semua kecamatan yang ada di Kabupaten

Bulukumba seperti pasar Ujung loe, Bontotangnga, Cekkeng, Borongrappoa,

Banyorang, hingga ke pasar yang ada di Kabupaten Bantaeng dengan

menggunakan kendaraan roda empat. Pengolah harus memasarkan produknya

sampai habis karena daya simpan pindang biasa tidak lama yaitu berkisar 1-2
50

hari. Biasanya pemasar sudah memiliki konsumen tetap di pasar yang membeli

produknya.

Pada pengolahan pindang, pesaing usaha yang sejenis tidak

berpengaruh karena rata-rata usaha pengolahan pindang biasa menghasilkan

produk dengan kualitas dan harga yang hampir sama. Upaya promosi juga terus

dilakukan oleh pemerintah khususnya Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten

Bulukumba dengan mengikutsertakan produk olahan ikan pindang di berbagai

pameran.

B. Analisis Finansial

Analisis usaha memperlihatkan tingkat keberhasilan usaha pengolahan

ikan pindang yang telah dijalankan selama ini. Analisis usaha ini meliputi analisis

keuntungan usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya (Revenue-Cost

Ratio), dan analisis Break Even Point (BEP). Sebelum dilakukannya analisis

usaha, perlu diketahui terlebih dahulu diantaranya biaya investasi, biaya tetap,

biaya variabel, dan penerimaan usaha pengolahan ikan pindang pada tiap

kelompok usaha.

1. Analisis Biaya dan Keuntungan

a. Biaya investasi

Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada tahap persiapan

usaha pengolahan ikan pindang. Biaya tersebut digunakan untuk pembelian

kompor, loyang, bak fiber, baskom, dan mobil. Besarnya biaya investasi

merupakan nilai investasi rata-rata responden pada usaha pengolahan ikan

pindang. Komponen investasi yang digunakan pengolah setahun penuh dalam

usaha ikan pindang dapat dilihat pada Tabel 15.


51

Tabel 15. Komponen Investasi Pengolah Setahun Penuh Usaha Ikan Pindang
Jenis Umur Persentase
No. Jumlah Biaya (Rp)
Investasi Teknis (%)
1. Kompor 5 Tahun 4 2.000.000 3,57
2. Loyang 3 Tahun 15 1.200.000 2,14
3. Bak Fiber 5 Tahun 2 4.000.000 7,14
4. Baskom 2 Tahun 5 200.000 0,36
5 Mobil 10 Tahun 1 48.600.000 86,79
Total Investasi 56.000.000 100,00
Sumber : Data primer setelah diolah, 2018

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat Total investasi yang diperlukan

oleh pengolah adalah sebesar Rp 56.000.000,00 dengan nilai komponen

tertinggi yaitu untuk pembelian mobil sebesar Rp 48.600.000,00 atau 86,79%.

Sedangkan komponen terendah yaitu untuk pembelian baskom sebesar Rp

200.000,00 atau 0,36%.

b. Biaya tetap

Biaya tetap merupakan biaya yang tidak bergantung kepada volume

produksi karena biaya tersebut terus dikeluarkan, meskipun hasil produksi yang

diperoleh banyak ataupun sedikit. Jika produksi pengolahan ikan pindang tidak

dilakukan, biaya tersebut tetap harus dikeluarkan. Tiap kelompok usaha

pengolah ikan pindang mempunyai komponen biaya tetap yang berbeda,

bergantung kepada komponen investasi yang dimiliki. Besarnya biaya tetap yang

digunakan oleh kelompok-kelompok usaha pengolah ikan pindang di Kecamatan

Herlang merupakan nilai rata-rata biaya yang dikeluarkan responden tanpa

bergantung pada volume produksi selama usaha pengolahan berlangsung.

Komponen biaya tetap yang dimiliki oleh pengolah setahun penuh dalam

usaha ikan pindang diantaranya biaya penyusutan kompor, biaya penyusutan

bak fiber, biaya penyusutan loyang, biaya penyusutan baskom, dan biaya
52

penyusutan mobil. Penyusutan (depreciation) merupakan cadangan yang

nantinya digunakan untuk membeli aktiva baru untuk menggantikan aktiva lama

yang sudah tidak produktif lagi. Untuk mendapatkan nilai penyusutan yaitu harga

beli dibagi dengan umur teknis/pemakaian. Komponen biaya tetap usaha ikan

pindang setahun penuh dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Komponen Biaya Tetap Usaha Ikan Pindang Setahun Penuh
No. Biaya Tetap Biaya (Rp) Persentase
1 Penyusutan Kompor 400.000 6,10
2 Penyusutan Loyang 400.000 6,10
3 Penyusutan Bak Fiber 800.000 12,20
4 Penyusutan Baskom 100.000 1,52
5 Penyusutan Mobil 4.860.000 74,08
Total Biaya Tetap 6.560.000 100
Sumber : Data primer setelah diolah, 2018

Total biaya tetap pengolah setahun penuh dalam usaha ikan pindang

adalah Rp6.560.000,00 dimana nilai komponen tertinggi berupa penyusutan

mobil sebesar Rp4.860.000,00 atau 74,08%.

Adapun komponen biaya tetap usaha ikan pindang per hari (dalam satu

kali produksi) dapat dilihat pada tabel 17.

Tabel 17. Komponen Biaya Tetap Usaha Ikan Pindang (Satu Kali Produksi)

No. Biaya Tetap Biaya (Rp) Persentase


1 Penyusutan Kompor 1.333 6,10
2 Penyusutan Loyang 1.333 6,10
3 Penyusutan Bak Fiber 2.667 12,20
4 Penyusutan Baskom 333 1,52
5 Penyusutan Mobil 16.200 74,08
Total Biaya Tetap 21.866 100
Sumber : Data primer setelah diolah, 2018
53

Total biaya tetap pengolah setahun penuh dalam usaha ikan pindang

adalah Rp21.866,00 dimana nilai komponen tertinggi berupa penyusutan mobil

sebesar Rp16.200,00 atau 74,08%.

c. Biaya Variabel

Biaya variabel adalah biaya yang bila dikaitkan dengan volume secara

per unit akan selalu tetap meskipun volume produksi berubah-ubah, akan tetapi

secara total biaya tersebut jumlahnya akan berubah sesuai dengan proporsi

perubahan aktivitas. Jika produksi sedikit, biaya variabel sedikit dan demikian

pula sebaliknya. Yang termasuk biaya variabel dalam usaha pengolahan ikan

pindang adalah ikan, garam, kunyit, tabung gas, transportasi, dan upah tenaga

kerja. Tenaga kerja pada usaha mikro ikan pindang terdiri dari 2 orang yang

merupakan sepasang suami istri sebagai pemilik sekaligus pengolah. Biaya

variabel usaha ikan pindang berubah-ubah tergantung dari melimpah atau

tidaknya ikan, sehingga biaya varibel usaha ikan pindang dapat dibagi menjadi

dua yaitu :

1. Musim Non Paceklik

Musim non paceklik merupakan musim pada saat bahan baku utama

yaitu ikan layang lebih banyak (melimpah) dibandingkan dengan musim lainnya

dan umumnya terjadi Bulan Februari sampai dengan Bulan Juni sehingga sangat

mempengaruhi jumlah penggunaan bahan baku dalam proses produksi.

Pengeluaran biaya tidak tetap (variabel) usaha ikan pindang saat musim non

paceklik dalam satu kali produks dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Pengeluaran Biaya Tidak Tetap (Variabel) Usaha Ikan Pindang Saat
Musim Non Paceklik (Satu Kali Produksi)
No. Biaya Variabel Biaya (Rp) Persentase (%)
1 Ikan 2.227.500 82,75
2 Garam 91.250 3,39
3 Kunyit 39.000 1,45
54

4 Tabung Gas 44.200 1,64


5 Transportasi 90.000 3,34
6 Upah Tenaga Kerja 200.000 7,43
Total Biaya Variabel 2.691.950 100
Sumber : Data primer setelah diolah, 2018

Total keseluruhan biaya variabel yang dikeluarkan oleh pengolah ikan

pindang dalam satu kali produksi total keseluruhan biaya sebesar

Rp2.691.950,00. Biaya ikan sebanyak 138 kg per hari (satu kali produksi)

dengan ukuran 4-5 ekor per kg, mempunyai nilai komponen tertinggi yaitu

sebesar Rp2.227.500,00 atau 82,75%.

Adapun pengeluaran biaya tidak tetap (variabel) usaha ikan pindang saat

musim non paceklik dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Pengeluaran Biaya Tidak Tetap (Variabel) Usaha Ikan Pindang Saat
Musim Non Paceklik (Februari-Juni)
No. Biaya Variabel Biaya (Rp) Persentase (%)
1 Ikan 230.875.000 81,62
2 Garam 9.262.500 3,27
3 Kunyit 3.956.250 1,40
4 Tabung Gas 4.526.250 1,60
5 Transportasi 9.250.000 3,27
6 Upah Tenaga Kerja 25.000.000 8,84
Total Biaya Variabel 282.870.000 100
Sumber : Data primer setelah diolah, 2018

Komponen biaya variabel yang dikeluarkan oleh pengolah ikan pindang

setahun penuh terdiri dari biaya ikan, garam, kunyit, dan tabung gas dengan total

keseluruhan biaya sebesar Rp282.870.000,00. Biaya ikan sebanyak 138 kg per

hari (satu kali produksi) dengan ukuran 4-5 ekor per kg, mempunyai nilai

komponen tertinggi yaitu sebesar Rp230.875.000,00 atau 81,62%. Adapun biaya

varibel lainnya antara lain upah untuk 2 orang tenaga kerja sebesar

Rp25.000.000,00, garam sebesar Rp9.262.500,00, tabung gas sebesar


55

Rp4.526.250,00, transportasi sebesar Rp9.250.000,00 dan kunyit sebesar

Rp3.956.250,00 yang memiliki persentase komponen terkecil.

2. Musim Paceklik

Musim paceklik merupakan musim dengan jumlah hasil tangkapan ikan

kurang, dalam hal ini bahan baku ikan layang kurang dibandingkan musim lain

dan umumnya terjadi pada bulan juli hingga bulan januari. Pengeluaran biaya

tidak tetap (variabel) usaha ikan pindang dalam satu kali produksi pada musim

paceklik dapat dilihat pada tabel 20.

Tabel 20. Pengeluaran Biaya Tidak Tetap (Variabel) Usaha Ikan Pindang Saat
Musim Paceklik (Satu Kali Produksi)
No. Biaya Variabel Biaya (Rp) Persentase (%)
1 Ikan 1.870.500 83,00
2 Garam 53.000 2,35
3 Kunyit 23.250 1,03
4 Tabung Gas 17.000 0,75
5 Transportasi 90.000 4,00
6 Upah Tenaga Kerja 200.000 8,87
Total Biaya Variabel 2.253.750 100
Sumber : Data primer setelah diolah, 2018

Total keseluruhan biaya tidak tetap (variabel) dalam satu kali produksi

pada musim paceklik adalah sebesar Rp2.253.750,00. Dengan biaya komponen

tertinggi adalah ikan dengan penggunaan dalam satu kali produksi sebanyak 73

kg, dengan biaya sebesar Rp1.870.500,00 atau 83,00%.

Adapun pengeluaran biaya tidak tetap (variabel) usaha ikan pindang saat

musim paceklik dapat dilihat pada Tabel 21.


56

Tabel 21. Pengeluaran Biaya Tidak Tetap (Variabel) Usaha Ikan Pindang Saat
Musim Paceklik (Juli-Januari)
No. Biaya Variabel Biaya (Rp) Persentase (%)
1 Ikan 265.125.000 80,96
2 Garam 7.630.000 2,33
3 Kunyit 3.333.750 1,02
4 Tabung Gas 3.421.250 1,05
5 Transportasi 12.950.000 3,95
6 Upah Tenaga Kerja 35.000.000 10,69
Total Biaya Variabel 327.460.000 100
Sumber : Data primer setelah diolah, 2018

Komponen biaya variabel yang dikeluarkan oleh pengolah ikan pindang

setahun penuh pada musim paceklik lebih besar dibanding dengan musim non

paceklik yaitu total keseluruhan biaya sebesar Rp327.460.000,00. Meskipun

demikian, jumlah bahan baku ikan lebih sedikit yaitu 73 kg per hari (dengan

ukuran 5-6 ekor per kg) dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan

harga pada saat musim non paceklik. Biaya ikan mempunyai nilai komponen

tertinggi yaitu sebesar Rp265.125.000,00 atau 80,96%. Adapun biaya varibel

lainnya antara lain upah untuk 2 orang tenaga kerja sebesar Rp35.000.000,00,

garam sebesar Rp7.630.000,00, tabung gas sebesar Rp3.421.250,00,

transportasi sebesar Rp12.950.000 dan kunyit sebesar Rp3.333.750,00 yang

memiliki persentase komponen terkecil.

d. Biaya Total

Biaya total adalah seluruh biaya yang dikorbankan yang merupakan

totalitas biaya biaya tetap ditambah biaya variabel. Adapun rata-rata total biaya
57

yang dikenakan dalam usaha mikro ikan pindang dalam satu kali produksi dapat

dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22. Rata-Rata Total Biaya/Produksi Pada Usaha Mikro Ikan Pindang

Total Biaya Total Biaya


No Musim Total Biaya (Rp)
Tetap (Rp) Variabel (Rp)
1 Non Paceklik 21.866 2.691.950 2.713.816
2 Paceklik 21.866 2.253.750 2.275.616
Rata-Rata Total Biaya 2.494.716
Sumber : Data primer setelah diolah, 2018

Berdasarkan Tabel 22 dapat dilihat bahwa rata-rata nilai total biaya dalam

satu kali produksi pada usaha mikro ikan pindang sebesar Rp2.494.716,00. Total

biaya yang tertinggi adalah pada musim non paceklik yaitu sebesar

Rp2.713.816,00.

Adapun rata-rata total biaya yang dikenakan dalam usaha mikro ikan

pindang dalam satu tahun dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23. Rata-Rata Total Biaya/Tahun Pada Usaha Mikro Ikan Pindang

Total Biaya Total Biaya


No Musim Total Biaya (Rp)
Tetap (Rp) Variabel (Rp)
1 Non Paceklik 1.700.000 282.870.000 284.570.000
2 Paceklik 1.700.000 327.460.000 329.160.000
Total Biaya 613.730.000
Sumber : Data primer setelah diolah, 2018

Berdasarkan Tabel 23 dapat dilihat bahwa rata-rata nilai total biaya dalam

satu tahun pada usaha mikro ikan pindang sebesar Rp613.730.000,00. Total

biaya yang tertinggi adalah pada musim paceklik yaitu sebesar

Rp329.160.000,00. Hal ini disebebkan oleh tingginya harga bahan baku ikan

layang pada saat musim paceklik.


58

e. Penerimaan Usaha Mikro Ikan Pindang

Penerimaan adalah total jumlah produksi ikan pindang yang dihasilkan

dikali dengan harga yang berlaku pada saat itu.Jumlah produksi dan harga ikan

pindang setiap musim berbeda disebabkan oleh persediaan dan harga bahan

baku ikan layang yang berubah setiap musim. Umumnya setiap kelompok

pengolah ikan pindang menghasilkan produk pada musim non paceklik sebanyak

175 kg dan musim paceklik sebanyak 99 kg dalam satu kali produksi. Adapun

rata-rata nilai penerimaan pada usaha mikro ikan pindang dalam satu kali

produksi dapat dilihat pada Tabel 24.

Tabel 24. Rata-Rata Penerimaan/Produksi Pada Usaha Mikro Ikan Pindang


Jumlah
Harga/Kg Total Penerimaan
No Musim Produksi
(Rp) (Rp)
(Kg)
1 Non Paceklik 175 22.000 3.850.000
2 Paceklik 99 34.000 3.366.000
Rata-Rata Total Penerimaan 3.608.000
Sumber : Data primer setelah diolah, 2018

Berdasarkan tabel 24 dapat dilihat bahwa rata-ratatotal penerimaan

usaha mikro ikan pindang dalam satu kali produksi sebesar Rp3.608.000,00.

Adapun penerimaan tertinggi pada musim non paceklik (ikan melimpah) yatitu

sebesar Rp3.850.000,00. Perbedaan total penerimaan pada musim non paceklik

dan paceklik tidak terlalu besar dikarenakan tingginya harga jual ikan pindang

pada saat musim paceklik sehingga dapat menutupi berkurangnya jumlah

produksi saat musim paceklik.

Adapun rata-rata nilai penerimaan pada usaha mikro ikan pindang dalam

satu kali produksi dapat dilihat pada Tabel 25.

Tabel 25. Rata-Rata Penerimaan/Tahun Pada Usaha Mikro Ikan Pindang


Jumlah
Harga/Kg Total Penerimaan
No Musim Produksi
(Rp) (Rp)
(Kg)
1 Non Paceklik 18.000 22.000 396.000.000
59

2 Paceklik 14.263 34.000 484.942.000


Total 880.942.000
Sumber : Data primer setelah diolah, 2018

Berdasarkan tabel 25 dapat dilihat bahwa total penerimaan usaha mikro

ikan pindang dalam satu tahun sebesar Rp880.942.000,00. Adapun penerimaan

tertinggi adalah pada musim paceklik sebesar Rp484.942.000,00. Hal ini

disebabkan harga jual ikan pindang per kg saat musim paceklik lebih tinggi

dibanding musim non paceklik yaitu naik sebesar Rp12.000,00 per kg atau

64,70%. Kenaikan harga tersebut dikarenakan harga bahan baku pada musim

paceklik yang tinggi.

f. Keuntungan Usaha Mikro Ikan Pindang

Pendapatan bersih adalah selisih antara hasil penjualan produksi dengan

biaya usaha. Analisis pendapatan usaha digunakan untuk mengetahui

keuntungan yang didapatkan usaha mikro ikan pindangper tahunnya. Setiap

kelompok usaha memiliki jumlah keuntungan yang berbeda-beda karena dalam

perhitungan keuntungan dipengaruhi komponen total biaya dan komponen

penerimaan. Untuk lebih jelasnya keuntungan rata-rata usaha mikro ikan pindang

dalam satu kali produksi dapat dilihat pada Tabel 26.

Tabel 26. Rata-Rata Keuntungan/Produksi Usaha Mikro Ikan Pindang

Total
Total Biaya Keuntungan
No Musim Penerimaan
(Rp) (Rp)
(Rp)
1 Non Paceklik 3.850.000 2.713.816 1.136.184
2 Paceklik 3.366.000 2.275.616 1.090.384
Rata-Rata Total Keuntungan 1.113.284
Sumber : Data primer setelah diolah, 2018

Berdasarkan tabel 26 dapat dilihat bahwa rata-rata total keuntungan

usaha mikro ikan pindang dalam satu kali produksi adalah sebesar

Rp1.113.284,00, dengan selisih keuntungan pada dua musim yaitu Rp45.800,00.

Meski jumlah produksi pada musim paceklik lebih sedikit dan harga bahan baku
60

yang lebih mahal, namun keuntungan yang diperoleh tidak terlalu berbeda jauh

dengan musim non paceklik. Hal ini dikarenakan perbedaan harga ikan pindang

yang cukup tinggi pada musim paceklik dibandingkan musim non paceklik,

sehingga menutupi masalah tersebut.

Tabel 27. Rata-Rata Keuntungan/Tahun Usaha Mikro Ikan Pindang

Total
Total Biaya Keuntungan
No Musim Penerimaan
(Rp) (Rp)
(Rp)
1 Non Paceklik 396.000.000 284.570.000 111.430.000
2 Paceklik 484.942.000 329.160.000 155.782.000
Total Keuntungan/Tahun 267.212.000
Sumber : Data primer setelah diolah, 2018

Berdasarkan tabel 27 dapat dilihat bahwa total rata-rata keuntungan

usaha mikro ikan pindang dalam satu tahun produksi adalah sebesar

Rp267.212.000,00, sehingga diketahui rata-rata keuntungan per bulan sebesar

Rp22.267.666,00.

2. Analisis imbangan penerimaan dan biaya (Revenue-Cost Ratio)

Analisis imbangan penerimaan dan biaya digunakan untuk mengetahui

seberapa besar biaya yang dikeluarkan dalam usaha mikro ikan pindang

sehingga dapat memberikan sejumlah keuntungan dari penerimaan yang

didapat. Analisis imbangan penerimaan dan biaya (Revenue-Cost Ratio) usaha

mikro ikan pindang dapat dilihat pada tabel 28.

Tabel 28. Analisis R/C Ratio Pada Usaha Mikro Ikan Pindang

No Komponen Nilai

1 Total Penerimaan Rp 880.942.000


2 Total Biaya Rp 613.730.000
Analisis R/C Ratio 1,44
Sumber : Data primer setelah diolah, 2018
61

Berdasarkan tabel 28 dapat dilihat perbandingan antara total penerimaan

dan total biaya usaha mikro ikan pindang maka diperoleh nilai R/C sebesar 1,44.

Nilai ini menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan

menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,44. Nilai R/C yang diperoleh lebih besar

daripada 1 yang artinya usaha ini layak untuk dijalankan.

3. Break Even Point (BEP)

Break Even Point atau titik impas dimana usaha tidak mengalami

keuntungan dan tidak mengalami kerugian. Break Even Point pada penelitian ini

dibagi menjadi 2 yaitu Break Even Point Unit dan Break Even Point Rupiah.

Analisis Break Even Point usaha mikro ikan pindang dapat dilihat pada tabel 29.

Tabel 29. Break Even Point Usaha Mikro Ikan Pindang

No Komponen Nilai

1 Biaya Tetap Rp 6.560.000


2 Biaya Variabel Rp 305.165.000
3 Total Produksi 32.263 Kg
4 Biaya Variabel Ikan Pindang per kg Rp 9.458
5 Harga per kg Rp 28.000
Break Even Point Unit 354 Kg
Break Even Point Rupiah Rp 10.030.581
Sumber : Data primer setelah diolah, 2018

a. Break Even Point atas dasar Unit

Break Even Point atas dasar unit pada usaha mikro ikan pindang adalah

354 kg. Nilai ini berarti usaha mikro ikan pindang dengan harga jual Rp28.000,00

tidak akan mengalami keuntungan maupun kerugian saat volume produksi

mencapai 354 kg.

b. Break Even Point atas dasar Rupiah


62

Break Even Point atas dasar rupiah pada usaha mikro ikan pindang

adalah sebesar Rp10.030.581,00 yang berarti bahwa usaha mikro ikan pindang

akan mengalami titik impas saat memperoleh penerimaan sebesar

Rp10.030.581,00 dan volume produksi mencapai 354 kg.

Penerimaan yang diperoleh usaha mikro ikan pindang dalam setahun

adalah Rp880.942.000,00 yang berarti lebih besar dari hasil perhitungan Break

Even Point Rupiah yaitu sebesar Rp10.030.581,00. Hal ini menunjukkan bahwa

usaha mikro ikan pindang ini menguntungkan dan layak untuk dilanjutkan,

karena memiliki selisih yang cukup besar antara harga yang ditetapkan dengan

hasil perhitungan Break Even Point atas dasar rupiah.

C. Analisis Nilai Tambah

Proses pengolahan ikan menjadi pindang menyebabkan adanya nilai

tambah pada ikan tersebut. Dengan demikian harga jual pada produk hasil

olahan ikan yang berupa pindang akan menjadi lebih tinggi jika dibandingkan

dengan ikan yang belum mengalami pengolahan. Besarnya nilai tambah

pengolahan pindang dan distribusi marjin dari pemanfaatan faktor-faktor produksi

dalam pengolahan dapat diketahui dengan melakukan analisis nilai tambah.

Komponen utama perhitungan nilai tambah adalah bahan baku, output/produk,

input tenaga kerja dan sumbangan input lainnya. Dasar penghitungan nilai

tambah pengolahan ikan menjadi pindang menggunakan per satuan kilogram

yang dalam hal ini adalah 1 kg pindang selama periode produksi rata-rata satu

tahun (2017).

Dalam penelitian ini, bahan baku yang digunakan untuk pindang adalah

ikan yang paling dominan jumlahnya. Bahan baku yang dominan digunakan

adalah ikan Layang, dengan penggunaan rata-rata sebesar 150 kg per hari.
63

Rata-rata ukuran ikan layang yang digunakan adalah 5 ekor per kg. Hasil

perhitungan nilai tambah pengolahan pindang dapat dilihat pada Tabel 30.

Tabel 30. Perhitungan Nilai Tambah Metode Hayami

Output, Input, Harga Formula


1 Hasil Produksi (kg/thn) 32.263
2 Bahan baku (kg/thn) 24.600
3 Tenaga Kerja (HOK) 1.500
4 Faktor konversi (1/2) 1,31
5 Koefisien tenaga kerja (3/2) 0,06
6 Harga Produk (Rp/kg) 28.000
7 Upah rerata (Rp/HOK) 100.000

Pendapatan
8 Harga Bahan Baku (Rp/kg) 21.000
9 Sumbangan input lain (Rp/Kg) 1.324
10 Nilai Produk (4x6) (Rp/Kg) 36.680
11 a. Nilai tambah (10-8-9) (Rp/kg) 14.356
b. Rasio nilai tambah (11.a/10) (%) 39,14
12 a. Imbalan tenaga kerja (5 x 7) (Rp/Kg) 6.000
b. Bagian tenaga kerja (12.a/11.a) (%) 41,79
13 a. Keuntungan (11.a - 12.a) 8.356
b. Tingkat Keuntungan (13.a/11.a) (%) 58,21
Balas Jasa Untuk Faktor Produksi
14 Margin (Rp/Kg) 15.680
a. Pendapatan tenaga kerja langsung ((12.a/ 14) x 38,27
100%)
b. Sumbangan input lain ((9/14) x 100%) 8,44
c. Keuntungan Perusahaan ((13.a/14) x 100%) 53,29
Sumber : Data primer setelah diolah, 2018

Pada pengolahan pindang, ikan layang yang diolah selama satu tahun

adalah 24.600 kg. Setiap penggunaan 1 kg bahan baku ikan layang akan

menghasilkan produk pindang layang sebanyak 1,31 kg. Dalam periode produksi
64

satu tahun, produksi ikan pindang sebanyak 32.263 kg atau rata-rata 105 kg

bahan baku per hari.

Harga bahan baku ikan layang rata-rata Rp21.000 per kg, sedangkan

harga produk pindang layang rata-rata Rp28.000 per kg. Harga bahan baku

pindang ditentukan berdasarkan kondisi pasokan di sentra produsen. Harga

bahan baku yang berfluktuasi bergantung pada musim menyebabkan tidak

stabilnya harga bahan baku.

Tenaga kerja yang dihitung adalah semua tenaga kerja yang berperan

langsung dalam proses produksi ikan pindang. Setiap proses produksi tenaga

kerja yang berperan sebanyak 2 orang (pasangan suami istri) yang merupakan

pemilik dari usaha mikro ikan pindang tersebut. Tenaga kerja melakukan

pekerjaan selama 5 jam per hari dan jumlah hari kerja pada pengolahan pindang

rata-rata 25 hari kerja dalam satu bulan. Jumlah hari orang kerja (HOK) dalam

pengolahan ikan pindang sebesar 1.500 HOK per tahun untuk mengolah ikan

layang sebanyak 24.600 kg.

Koefisien tenaga kerja merupakan pembagian antara tenaga kerja

dengan bahan baku yang digunakan dalam proses produksi. Jika masing-masing

nilai tenaga kerja dibagi dengan bahan baku yang digunakan maka diperoleh

nilai koefisien tenaga kerja sebesar 0,06. Artinya untuk mengolah 1 kg bahan

baku dibutuhkan tenaga kerja sebanyak 0,06. Upah rata-rata tenaga kerja dalam

pengolahan ikan pindang yaitu sebesar Rp100.000 per hari atau Rp2.500.000

per bulan. Hal ini sudah sesuai dengan besarnya upah minimum regional (UMR)

Sulawesi Selatan tahun 2017 sebesar Rp2.500.000.

Sumbangan input lain merupakan pembagian total sumbangan input lain

dengan jumlah bahan baku yang digunakan. Komponen dalam perhitungan

sumbangan input lain pada pengolahan ikan pindang terdiri dari garam, kunyit,

tabung gas dan penyusutan peralatan. Total sumbangan input lain pada
65

pengolahan ikan pindang adalah Rp181.456 per proses produksi, sedangkan

per input bahan baku Rp1.324 per kg secara rinci dapat dilihat pada Tabel 31.

Tabel 31. Sumbangan Input Lain Pengolahan Ikan Pindang

Uraian Satuan Volume Harga (Rp) Total (Rp)


Garam Kg 15 5.000 75.000
Kunyit Kg 3 15.000 45.000
Gas Tab 2 17.000 34.000
Penyusutan
27.456 27.456
Peralatan
Total per produksi
181.456
(Rp)
Total per input
1.324
bahan baku (Rp/kg)
Sumber : Data primer setelah diolah, 2018

Nilai output diperoleh dari perkalian faktor konversi dengan harga output

rata-rata. Besarnya nilai output pada pengolahan ikan pindang sebesar

Rp36.680 per kg, yang menunjukkan bahwa setiap mengolah 1 kg bahan baku

akan menghasilkan pindang senilai Rp36.680 per kg.

Nilai tambah merupakan selisih nilai output dengan harga bahan baku

dan

sumbangan input lain. Nilai tambah tersebut merupakan nilai tambah kotor

karena

mengandung bagian untuk pendapatan tenaga kerja. Nilai tambah dari

pengolahan ikan pindang sebesar Rp14.356 per kg bahan baku. Dari

perhitungan nilai tambah tersebut dapat diketahui rasio nilai tambah, yaitu

membagi nilai tambah dengan nilai output. Dengan kata lain rasio nilai tambah

merupakan persentase nilai tambah terhadap nilai output. Besarnya rasio nilai

tambah pada pengolahan ikan pindang adalah 39,14 %, artinya dari nilai output

Rp36.680 per kg terdapat 39,14% nilai tambah dari output.


66

Imbalan tenaga kerja merupakan hasil perkalian antara koefisien tenaga

kerja dengan upah tenaga kerja. Imbalan tenaga kerja adalah pendapatan yang

diperoleh tenaga kerja dari setiap pengolahan satu kilogram bahan baku.

Imbalan tenaga kerja yang diberikan pada setiap kilogram bahan baku yang

diolah menjadi ikan pindang adalah Rp6.000 per kg bahan baku sehingga bagian

tenaga kerja dalam pengolahan pindang biasa sebesar 41,79%.

Analisis lebih lanjut pada pengolahan ikan pindang ini menunjukkan

bahwa keuntungan yang diperoleh pada pengolahan ikan pindang adalah

Rp8.356 per kg bahan baku, dengan tingkat keuntungan pengolahan ikan

pindang adalah 58,21%. Nilai keuntungan tersebut merupakan selisih antara

nilai tambah dengan imbalan tenaga kerja sehingga dapat dikatakan sebagai

nilai tambah bersih karena sudah dikurangi dengan imbalan tenaga kerja. Nilai

keuntungan menunjukkan besarnya imbalan yang diterima oleh pengusaha atas

usaha pengolahan pindang.

Kontribusi faktor-faktor produksi dapat ditunjukkan melalui marjin yang

diperoleh dari hasil pengurangan nilai output dengan harga bahan baku.

Kontribusi faktor-faktor produksi terdiri dari pendapatan untuk tenaga kerja, input

lain dan tingkat keuntungan. Berdasarkan perhitungan marjin yang diperoleh

pada adalah Rp15.680 per kg. Marjin tersebut didistribusikan untuk masing-

masing faktor produksi yaitu 38,27% untuk tenaga kerja, 8,44% untuk

sumbangan input lain, dan 53,29% untuk keuntungan perusahaan. Proporsi

tenaga kerja dan keuntungan pengusaha terhadap nilai tambah dapat

menunjukkan apakah usaha tersebut padat modal atau padat karja. Pada

pengolahan ikan pindang tersebut, marjin yang didistribusikan untuk keuntungan

perusahaan lebih besar dibandingkan dengan tenaga kerja sehingga kedua

pengolahan tersebut merupakan kegiatan padat modal. Padat modal


67

mengartikan bahwa dalam melakukan kegiatan pengolahan ikan pindang

dibutuhkan lebih banyak modal dibandingkan dengan tenaga kerja.

D. Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk

merumuskan strategi suatu usaha. Analisis ini didasarkan pada logika yang

memaksimalkan kekuatan (Strenghts) dan peluang (Opportunities) namun secara

bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman

(Threats).

Analisis SWOT yang dilakukan dengan tepat juga menunjukkan berbagai

peluang yang sebaiknya dimanfaatkan, terutama dengan mengembangkan

faktor-faktor pendukung dan mengubah potensi yang dimiliki menjadi kekuatan

yang efektif sehingga usaha tersebut memiliki keunggulan yang dapat

diandalkan. Namun kemampuan memanfaatkan peluang pada suatu usaha akan

menimbulkan ancaman bagi usaha karena pesaing akan mengambil dan

memanfaatkan kelemahan lawannya. Menurut (Rangkuti, 2015) Analisis ini

membandingkan antara faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor

eksternal (peluang dan ancaman). Kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan

dalam analisis SWOT.

1. Identifikasi Faktor Internal

Identifikasi lingkungan internal dilakukan untuk mengetahui kekuatan

dan kelemahan yang dimiliki kawasan. Hasil identifikasi kekuatan dan kelemahan

berdasarkan hasil analisa selanjutnya didiskusikan pada setiap perusahaan yang

merupakan bagian dari kawasan sehingga dapat diketahui secara pasti kekuatan

dan kelemahan yang dimiliki oleh kawasan. Berdasarkan hal tersebut, kekuatan

dan kelemahan yang dimiliki oleh usaha mikro ikan pindang di Kecamatan

Herlang adalah sebagai berikut :


68

a. Produksi

Kabupaten Bulukumba merupakan kabupaten yang memiliki potensi

perikanan tangkap/laut yang cukup besar, sehingga untuk persediaan bahan

baku dalam usaha mikro ikan pindang dapat dikatakan melimpah. Hal ini

ditunjang oleh data dari Dinas Kelautan dan Perikanan, data hasil tangkapan

ikan layang (Decapterus ruselli) pada tahun 2017 adalah sebesar 8.192 ton.

Namun, meski bahan baku yang melimpah, namun karena pengolahan dan

pengemasannya masih bersifat tradisional sehingga produk ikan pindang ini

hanya dapat bertahan 2 sampai 3 hari diluar ruang pendingin.

b. Harga

Harga adalah satuan dari barang dan jasa yang mempunyai nilai. Dengan

penetapan harga perusahaan dapat menciptakan hasil penerimaan dari produk

yang dihasilkan dan dipasarkan. Harga yang ditawarkan untuk produk ikan

pindang ini terjangkau, baik dari kalangan bawah sampai kalangan atas. Hal ini

sesuai dengan hasil wawancara dengan responden bahwa harga ikan pindang

berkisar Rp3.000,- hingga Rp5.000,- per ekor. Namun, kelemahannya terletak

pada penetapan harga pada usaha ikan pindang sejenis, karena antara pengolah

yang satu dengan yang lain harganya berbeda. Kecendrungan bila terjadi

perbedaan harga, konsumen pasti akan membeli pada pengolah yang harga

produk ikan pindangnya lebih murah.

c. Sumber daya manusia

Sumber daya manusia merupakan sumber daya yang penting bagi

organisasi karena sumber daya manusia merancang dan memproduksi barang

dan jasa. Masyarakat pengolah ikan pindang memiliki tingkat ketekunan dan

keuletan yang tinggi, hal tersebut dapat dilihat dari hasil produksi mencapai 137

kg per hari. Berbeda dengan faktor kekuatan, tidak adanya pelatihan bagi
69

masyarakat pengolah dapat menjadi kelemahan, karena kurangnya pengetahuan

dan informasi untuk mengadopsi teknologi yang lebih modern.

d. Investasi

Dalam hal investasi, usaha pengolahan ini memiliki sarana dan fasilitas

yang cukup lengkap sehingga dapat digunakan secara optimal dalam proses

produksi. Di sisi lain, kelemahan yang dimiliki industri ini adalah sarana dan

fasilitas investasi yang rentan rusak disebabkan karena kurangnya kesadaran

dalam merawat peralatan yang ada. Misalnya saja, banyaknya loyang yang

bocor dan rusak serta kompor yang berkarat akibat tumpahan air garam saat

melakukan proses produksi.

Untuk identifikasi faktor internal dapat dibuat analisis lingkungan internal

yang menggambarka kekuatan dan kelemahan usaha mikro ikan pindang di

Kecamatan Herlang seperti pada tabel 32.

Tabel 32. Analisis Faktor Internal

Komponen Kekuatan Kelemahan


Produk Bahan baku melimpah Produk cepat rusak

Harga Harga terjangkau Penetapan harga berbeda

Keterampilan pengolah yang


SDM Pengolah tekun dan ulet
masih rendah

Sarana dan fasilitas investasi


Sarana dan fasilitas investasi
Investasi yang sederhana dan rentan
yang cukup lengkap
rusak

Sumber: Data primer setelah diolah, 2018


70

2. Identifikasi Faktor Eksternal

Identifikasi terhadap faktor eksternal dilakukan untuk mengetahui

peluang dan ancaman yang dihadapi oleh kawasan. Data eksternal dikumpulkan

untuk menganalisis hal-hal eksternal dimana kawasan beroperasi. Hal tersebut

penting karena faktor eksternal berpengaruh secara langsung maupun tidak

langsung terhadap kawasan. Variabel-variabel peluang dan ancaman yang

dihadapi oleh pengolah ikan pindang adalah sebagai berikut:

a. Permintaan

Berdasarkan hasil perhitungan finansial usaha mikro ikan pindang

diketahui produksi ikan pindang setiap harinya mecapai 137 kg. Hal ini

menunjukkan tingginya permintaan konsumen dipasaran. Namun disisi lain,

adanya pengaruh musim terhadap bahan baku dapat menjadi ancaman bagi

pengolah dalam memproduksi ikan pindang dengan tingkat permintaan yang

tinggi.

b. Pemerintah

Berdasarkan hasil FGD bersama perwakilan Dinas Kelautan dan

Perikanan dan Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Bulukumba,

pemerintah khususnya dinas terkait telah memberikan bantuan berupa bantuan

peralatan produksi kepada kelompok pengolah selama 3 kali. Denga adanya

bantuan tersebut dapat menjadi peluang bagi pengolah ikan pindang untuk

meningkatkan produksi.

c. Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)

Pemanfaatan teknologi yang tersedia secara optimal merupakan peluang

yang cukup baik untuk menunjang keberlanjutan dan peningkatan usaha.

Pemanfaatan peralatan yang baik dan optimal menjadi peluang bagi usaha ini.

Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Bulukumba akan melakukan


71

pembinaan terkait pengemasan produk ikan pindang menggunakan teknologi

yang modern seperti vacum sealer agar bisa bertahan lama dan dapat bersaing

dengan produk yang ada di super market. Berbeda halnya dengan peluang,

ancaman yang dimiliki usaha pengolahan ini yaitu perkembangan IPTEK yang

sulit diikuti karena membutuhkan biaya tinggi.

d. Pasar

Pemasaran ikan pindang untuk luar kabupaten masih sangat sulit untuk

dikembangkan karena kemasan dan daya tahan ikan yang masih rendah. Hal ini

yang menjadi ancaman bagi usaha mikro ini untuk lebih memperluas jaringan

pasar.

Untuk identifikasi faktor eksternal dapat dibuat analisis lingkungan

eksternal yang menggambarka peluang dan ancaman usaha mikro ikan pindang

di Kecamatan Herlang seperti pada tabel 33.

Tabel 33. Analisis Faktor Eksternal

Komponen Peluang Ancaman


Permintaan konsumen Iklim dan cuaca mempengaruhi
Permintaan
tinggi Bahan baku

Pemerintah Bantuan peralatan produksi -

Pemanfaatan teknologi Perkembangan IPTEK sulit

IPTEK modern yang lebih diikuti karena membutuhkan

berkembang biaya tinggi


72

Peluang pasar di luar kabupaten


Pasar -
masih sulit

Sumber: Data primer setelah diolah, 2018

3. Matriks Analisis SWOT

Berdasarkan identifikasi faktor internal yang terdiri dari faktor kekuatan

dan faktor kelemahan dan faktor eksternal yang terdiri dari faktor peluang dan

ancaman, maka berikut disajikan matriks analisis SWOT diawah ini :

Tabel 34. Matriks Analisis SWOT


Kekuatan ( Strengths ) Kelemahan (Weaknesses)
INTERNAL a. Bahan baku melimpah a. Produk yang cepat rusak
b. Harga terjangkau b. Penetapan harga berbeda
c. Pengolah tekun dan ulet c. Keterampilan pengolah yang
d. Sarana dan fasilitas investasi masih rendah
yang cukup lengkap d. Sarana dan fasilitas investasi
masih sederhana dan rentan
rusak

EKSTERNAL
73

Peluang (Opportunities) Strategi S >< O Strategi W >< O


a. Permintaan konsumen 1. Mengoptimalkan penggunaan 8. Pemanfaatan teknologi untuk
tinggi bahan baku yang melimpah memperbaiki kualitas produk
b. Bantuan peralatan dari untuk memenuhi permintaan 9. Memanfaatkan peran
pemerintah yang tinggi pemerintah seperti
c. Pemanfaatan teknologi 2. Meningkatkan kinerja pembinaan untuk
modern yang lebih pengolah dengan adanya meningkatkan keterampilan
berkembang bantuan pengolah
3. Meningkatkan sarana dan 10. Memanfaatkan teknologi
fasilitas yang ada dengan yang lebih berkembang
mengikuti perkembangan untuk memperbaiki sarana
teknologi dan fasilitas investasi
4. Memanfaatkan peluang 11. Menetapkan harga ikan
pasar dengan pindang ditingkat pasar
mempertahankan harga yang
terjangkau

Ancaman ( Threats ) Strategi S >< T Strategi W >< T


a. Iklim dan cuaca 5. Memperkuat manajemen 12. Mengusahakan
mempengaruhi bahan persediaan bahan baku untuk pengembangan dan
baku mengatasi pengaruh musim pelatihan SDM
b. Perkembangan IPTEK 6. Memberikan pelatihan 13. Menjalin mitra dengan
sulit diikuti karena pemeliharaan peralatan nelayan dalam ketersediaan
membutuhkan biaya investasi bahan baku
tinggi 7. Memberikan pelatihan 14. Mengembangkan kemasan
c. Peluang pasar di luar kepada pengolah untuk produk yang lebih menarik
kabupaten masih sulit memperpanjang daya tahan
produk
Sumber: Data primer setelah diolah, 2018
74

Berdasarkan matriks SWOT tersebut dapat dilihat bahwa ada beberapa

strategi yang dapat dilakukan oleh pengolah ikan pindang untuk

mengembangkan usahanya dalam menghadapi persaingan dimasa yang akan

datang.

1. Strategi S – O (Strenghts – Opportunities)

Strategi ini disusun dengan menggunakan seluruh kekuatan dan peluang

yang dimiliki. Beberapa strategi yang dapat diambil antara lain:

a. Mengoptimalkan penggunaan bahan baku yang melimpah untuk

memenuhi permintaan yang tinggi. Memanfaatkan sumberdaya ikan yang

ada secara optimal dengan melihat adanya peluang permintaan yang

tinggi akan meningkatkan penerimaan usaha mikro ikan pindang.

b. Meningkatkan kinerja pengolah dengan adanya bantuan. Dengan adanya

bantuan dari pemerintah berupa peralatan produksi dapat dijadikan

motivasi kepada pengolah ikan pindang agar lebih tekun dan ulet dalam

mengelolah usaha.

c. Meningkatkan sarana dan fasilitas yang ada dengan mengikuti

perkembangan teknologi. Tidak dapat dipungkiri, teknologi semakin

berkembang khususnya teknologi yang dapat membantu

mengembangkan suatu usaha. Sehingga, suatu usaha perlu untuk lebih

meningkatkan sarana produksi yang lebih modern dan mampu

mengefisienkan proses produksi untuk menghasilkan produk yang lebih

banyak dan berkualitas. Contoh teknologi yang dapat dikembangkan oleh

usaha mikro ikan pindang adalah alat vacum sealer yang dapat

membantu mengemas produk ikan pindang agar dapat bertahan lama

dan memliki daya tarik.

d. Memanfaatkan peluang pasar dengan mempertahankan harga yang

terjangkau. Harga yang ditawarkan penjual dapat mempengaruhi tingkat


75

permintaan pembeli di pasaran. Pengolah ikan pindang harus bisa

meperhitungkan sejak awal segala biaya yang digunakan untuk

menetapkan harga yang konsisten meski harga bahan baku yang

berfluktuasi, namun tetap terjangkau disetiap kalangan.

2. Strategi S – T (Strenghts – Threats)

Strategi ini dilakukan dalam rangka memanfaatkan kekuatan yang dimiliki

untuk mengatasi ancaman yang dihadapi. Adapun strategi yang dilakukan

adalah :

a. Memperkuat manajemen persediaan bahan baku untuk mengatasi

pengaruh musim. Adanya pengaruh musim terhadap bahan baku, maka

pengolah harus mampu memperkuat manajemen persediaan bahan baku

untuk usaha ikan pindang tersebut. Seperti dengan melakukan kerja

sama dengan nelayan yang dijadikan sebagai supplier bahan baku untuk

usaha pengolahan ikan pindang.

b. Memberikan pelatihan pemeliharaan peralatan investasi. Disamping

pemberian bantuan peralatan produksi, pemerintah khususnya dinas

terkait perlu memberikan pelatihan dalam memelihara peralatan yang

diberikan agar tidak rentan rusak dan dapat digunakan dalam jangka

waktu yang lama.

c. Memberikan pelatihan kepada pengolah untuk memperpanjang daya

tahan produk. Pemerintah khususnya dinas terkait perlu memberikan

pelatihan tata cara produksi hingga pengemasan yang higienis sebagai

bentuk tindak lanjut dari adanya bantuan peralatan. Pelatihan ini

diharapkan mampu diterapkan agar produk ikan pindang dapat bertahan

lama.

3. Strategi W – O (Weakness – Opportunities)


76

Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada,

dengan cara mengatasi kelemahan yang dimiliki. Adapun strategi yang dapat

dilakukan yaitu:

a. Pemanfaatan teknologi untuk memperbaiki kualitas produk. Untuk

memperbaiki kualitas produk ikan pindang, pengolah sebaiknya

memanfaatkan teknologi yang ada dengan melihat contoh usaha ikan

pindang yang sudah lebih berkembang misalnya yang ada usaha ikan

pindang di Bogor yang telah menggunakan teknologi-teknologi modern.

b. Memanfaatkan peran pemerintah seperti pembinaan untuk meningkatkan

keterampilan pengolah. Masih rendahnya keterampilan pengolah ikan

pindang mengakibatkan rendahnya kualitas produk. Berdasarkan hasil

FGD bersama Dinas Kelautan dan Perikanan serta Dinas Perdagangan

dan Perindustrian, dapat dilihat bahwa adanya respon yang baik dari

pemerintah terkait pengembangan usaha tersebut, salah satunya yaitu

memberikan pelatihan mengenai penggunaan vacum sealer serta

memberikan label kemasan produk yang diharapkan mampu

meningkatkan keterampilan pengolah.

c. Memanfaatkan teknologi yang lebih berkembang untuk memperbaiki

sarana dan fasilitas investasi. Dalam perkembangan suatu usaha, sarana

dan fasilitas investasi yang masih sederhana dan digunakan secara terus

menerus akan mengakibat kerusakan. Maka dari itu, pengolah perlu

memanfaatkan teknologi yang lebih modern dan berkembang untuk

mengganti atau pun menambah sarana yang telah ada agar produksi

tetap berkelanjutan.

d. Menetapkan harga ikan pindang ditingkat pasar. Dengan adaya

penetapan harga, setiap kelompok usaha memperoleh peluang pasar

yang sama.
77

4. Strategi W – T (Weakness – Threats)

Strategi ini untuk mengatasi kelemahan yang berpadu dengan ancaman

harus segera diatasi. Untuk mengatasi dapat diambil strategi sebagai berikut :

a. Mengusahakan pengembangan dan pelatihan SDM untuk lebih

meningkatkan kualitas produk serta volume produksi.

b. Menjalin mitra dengan nelayan dalam ketersediaan bahan baku. Bahan

baku merupakan hal yang penting dan sangat mempengaruhi proses

produksi, sehingga penting untuk menjalin mitra dengan nelayan sebagai

pemasok bahan baku.

c. Mengembangkan kemasan produk yang lebih menarik dengan

memanfaatkan pengetahuan dan perkembangan teknologi. Kemasan

yang menarik dan higienis dapat memperluas jaringan pasar, baik pasar

tradisional maupun pasar modern.

4. Pendekatan Kuantitatif Analisis SWOT


Data SWOT kualitatif di atas dapat dikembangkan secara kuantitaif

melalui perhitungan Analisis SWOT agar diketahui secara pasti posisi organisasi

yang sesungguhnya. Untuk menentukan jumlah kuadran dilakukan melalui

pemberian nilai dan bobot pada matriks IFAS dan IFAS.

a. Matrik Faktor Strategi Internal

Hasil identifikasi yang telah dipaparkan di atas pada faktor kekuatan

(Strengths) dan faktor kelemahan (weakness) dalam usaha mikro ikan pindang

kemudian disusun dalam suatu tabel IFAS (Internal Strategic Factors Analysis

Summary) untuk merumuskan faktor–faktor strategis internal yang dapat

digunakan dalam menyusun strategi kebijakan.


78

Tabel 35. IFAS (Internal Strategic Factors Analysis Summary) Usaha Mikro Ikan
Pindang di Kecamatan Herlang
No Faktor Strategi Internal Bobot Rating BxR Keterangan
Kekuatan
Persediaan bahan baku yang
melimpah yang mencapai
8.192 ton per tahun sangat
1 Bahan baku melimpah 0,20 4 0,8 menunjang dalam produksi
ikan pindang

Harga yang ditawarkan untuk


produk ikan pindang sangat
2 Harga terjangkau 0,10 3 0,3 terjangkau, baik dari
kalangan bawah sampai
kalangan

Sikap tekun dan ulet yang


dimiliki oleh pengolah
3 Pengolah Tekun dan Ulet 0,10 3 0,3
menunjang besarnya jumlah
produksi usaha setiap
harinya

Adanya sarana dan fasilitas


Sarana dan Fasilitas yang yang cukup lengkap sangat
4 0,15 3 0,45
Cukup Lengkap menunjang dalam
melakukan produksi
Jumlah 0,55 1,85
Kelemahan
Produksi yang tinggi namun
produk tidak bertahan lama
1 Produk yang cepat rusak 0,15 2 0,3 dapat mempengaruhi
kelangsungan usaha

Penetapan harga yang


berbeda ditetapkan setiap
Penetapan harga yang
2 0,05 4 0,2 pengolah dapat
berbeda
mengganggu kestabilan
pasar

Tidak adanya pelatihan


penggunaan teknologi
Keterampilan pengolah
3 0,15 3 0,45 modern terhadap pengolah
masih rendah
mengakibatkan cara
produksi yang masih
tergolong sederhana

Kurangnya kesadaran
Sarana dan fasilitas
dalam merawat
4 investasi masih sederhana 0,10 3 0,3
mengakibatkan sarana dan
dan rentan rusak
fasilitas yang ada sangat
rentan rusak
Jumlah 0,45 1,25
Total 1,00 3,1
Sumber: Data primer setelah diolah, 2018
79

Berdasarkan hasil analisis faktor strategis internal (IFAS) berupa

kekuatan dan kelemahan diperoleh nilai kekuatan sebesar 1,85 dan nilai

kelemahan sebesar 1,25 dengan jumlah total sebesar 3,1 skala (0-4) Ini

menunjukkan bahwa secara internal usaha mikro ikan pindang layak untuk

dapat dikembangkan.

b. Matriks Faktor Strategi Eksternal


Hasil identifikasi yang telah dipaparkan di atas pada peluang

(Opportunities) dan ancaman (Threats) dalam usaha mikro ikan pindang

kemudian disusun dalam suatu tabel EFAS (Eksternal Strategic Factors Analysis

Summary) untuk merumuskan faktor–faktor strategis internal yang dapat

digunakan dalam menyusun strategi kebijakan.


80

Tabel 36. EFAS (Eksternal Strategic Factors Analysis Summary) usaha mikro
ikan pindang di Kecamatan Herlang

No Faktor Strategi Eksternal Bobot Rating BxR Keterangan

Peluang
Jumlah produksi ikan
pindang perhari
Permintaan konsumen menunjukkan tingginya
1 0,20 4 0,8
tinggi tingkat permintaan

Pemerintah khususnya
dinas terkait telah
Bantuan peralatan memberikan bantuan
2 0,15 4 0,6 berupa peralatan dalam
produksi dari pemerintah
meningkatkan jumlah
produksi

Pemanfaatn teknologi
dapat menunjang
Pemanfaatan teknologi
3 0,15 3 0,45 keberlanjutan dan
yang berkembang
peningkatan usaha

Jumlah 0,50 1,85


Ancaman
Adanya pengaruh musim
terhadap bahan baku
Iklim dan cuaca menjadi ancaman bagi
1 mempengaruhi bahan 0,15 3 0,45 pengolah dalam
baku memproduksi ikan pindang

Teknologi yang
berkembang untuk
Perkembangan IPTEK sulit menunjang proses
2 diikuti karena 0,20 2 0,4 produksi sulit untuk diikuti
membutuhkan biaya tinggi karena faktor biaya yang
tinggi

Daya tahan yang rendah


Peluang pasar di luar menyebabkan sulitnya
3 0,15 3 0,45
kabupaten masih sulit menembus pasar yang
lebih jauh
Jumlah 0,40 1,3
Total 1,00 3,15
Sumber: Data primer setelah diolah, 2018

Berdasarkan hasil analisis faktor strategis Eksternal (EFAS) berupa

peluang dan ancaman diperoleh nilai peluang sebesar 1,85 dan nilai

ancaman sebesar dengan 1,3 jumlah total sebesar 3,15 skala (0-4). Ini
81

menunjukkan bahwa secara eksternal usaha mikro ikan pindang cukup

layak dijalankan.

Untuk menentukan titik koordinat kuadran (X,Y) pada diagram

SWOT menggunakan rumus :

Titik Koordinat (X) = (Kekuatan - Kelemahan)

= (1,85 – 1,25)

= 0,6

Titik Koordinat (Y) = (Peluang - Ancaman)

= (1,85 – 1,3)

= 0,55

Hasil dari perhitungan diatas maka dapat digambarkan diagram seperti dibawah

ini :
O (Y)

X-Y
1 (0,6, 55)

W S (X)
-2 -1 1 2
-1

-2

Gambar 6. Diagram Analisis SWOT

Hasil dari nilai diagram diatas menyatakan bahwa nilai berada pada

kuadran I (positif, positif) yang artinya bahwa Ini menandakan sebuah kebijakan

yang kuat dan berpeluang. Kuadran I adalah Kondisi progresif yang artinya

bahwa kebijakan yang dirumuskan sangat dimungkinkan untuk dilakukan,

sehingga diperoleh kemajuan secara maksimal.


82

VI. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan hasil analisis finansial usaha mikro ikan pindang di Kecamatan

Herlang menunjukkan usaha ini menguntungkan dan layak untuk dilanjutkan

dengan hasil perhitungan sebagai berikut:

a. Keuntungan rata-rata yang diperoleh dalam satu kali produksi sebesar

Rp1.113.284,-

b. Nilai R/C sebesar 1,44 yang menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya

yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,44.

c. Break Even Point atas dasar unit adalah 354 kg berarti usaha mikro ikan

pindang dengan harga jual Rp28.000,00 tidak akan mengalami

keuntungan maupun kerugian saat volume produksi mencapai 354 kg.

Break Even Point atas dasar rupiah adalah sebesar Rp 10.030.581 yang

berarti bahwa usaha mikro ikan pindang akan mengalami titik impas saat

memperoleh penerimaan sebesar Rp 10.030.581 dan volume produksi

mencapai 354 kg.

2. Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan ikan pindang sebesar Rp14.356

per kg bahan baku, dengan rasio nilai tambah adalah 39,14 %, artinya dari

nilai output Rp36.680 per kg terdapat 39,14% nilai tambah dari output.

3. Berdasarkan hasil analsisi SWOT, adapun strategi pengembangan usaha

mikro ikan pindang yang diperoleh sebagai berikut :

a. Meningkatkan sarana dan fasilitas yang ada dengan mengikuti

perkembangan teknologi untuk meningkatkan kualitas produk.


83

b. Memperkuat manajemen persediaan bahan baku untuk mengatasi

pengaruh musim.

c. Memanfaatkan peran pemerintah untuk melakukan pelatihan dan

pembinaan untuk meningkatkan kualitas dan keterampilan SDM.

d. Mengembangkan kemasan produk yang lebih menarik dan higienis

dengan memanfaatkan pengetahuan dan perkembangan teknologi untuk

memperluas jaringan pasar.

Hasil dari nilai diagram menyatakan bahwa nilai berada pada kuadran I

(positif, positif) yang artinya adalah Kondisi progresif bahwa kebijakan yang

dirumuskan sangat dimungkinkan untuk dilakukan, sehingga diperoleh

kemajuan secara maksimal.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh diatas maka ada beberapa saran

yang dapat disampaikan :

1. Permintaan pasar terhadap produk ikan pindang yang terus meningkat perlu

menjadi pertimbangan bagi usaha mikro ikan pindang di Kecamatan Herlang

untuk meningkatkan kapasitas produksi, menjaga kualitas bahan baku,

penguasaan teknologi, standarisari, menjaga kontinuitas produk dan promosi.

2. Perlu adanya pelatihan atau pembinaan berkelanjutan oleh Dinas terkait

kepada pengelolah usaha mikro ikan pindang untuk meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan mengenai pengolahan usaha mikro ikan

pindang yang higienis dan bernilai jual tinggi.


84

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. Ma’ruf. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif. Aswaja Pressindo,


Yogyakarta
Adawyah, Rabiatul. 2014. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. PT. Bumi Aksara,
Jakarta
Aris, Sudirman, Didi Rukmana, dan Darwis Ali. 2016. Design Model Formation of
Microfinance Institutions in the Framework of Economic Empowerment of
Community Coastal of District Bulukumba. International Journal of
Oceans and Oceanography Vol. 10 No. 3 pp: 191-204
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Struktur PDRB Menurut Lapangan Usaha.
Badan Pusat Statistik, Sulawesi Selatan
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Perubahan Jumlah Orang Bekerja Menurut
Lapangan Pekerjaan. Badan Pusat Statistik, Sulawesi Selatan
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten
Bulukumba Menurut Lapangan Usaha. Badan Pusat Statistik, Bulukumba
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Kabupaten Bulukumba dalam Angka 2016.
Badan Pusat Statistik, Bulukumba
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2017. Kecamatan Herlang dalam Angka 2017.
Badan Pusat Statistik, Bulukumba
Bangun, Dr. Wilson, S.E., M.Si. 2010. Teori Ekonomi Mikro. PT. Refika Aditama,
Bandung

Bidang Statistik Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan. 2014. Profil


Daerah. Bidang Statistik Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan,
Bulukumba
[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bulukumba. 2017. Laporan
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bulukumba Tahun 2017. DKP,
Bulukumba
Firdaus, Nova. 2014. Analisis Nilai Tambah Usaha Pemindangan Ikan (Studi
Kasus Di Ud. Cindy Group, Kabupaten Bogor) [Skripsi]. Fakultas Ekonomi
dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Bogor
Froese, R. And D. Pauly. Editors. 2018. Fishbase. Decapterus ruselli (Ruppell,
1830). World Register of Marine Species. Available at :
http://www.marinespecies.org (Diakses pada tanggal 18 Februari 2018)
Indriani, Kiki. 2016. Peran Ganda Perempuan di Sentra Home Industri Kerupuk
dalam Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga [Skripsi]. Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jember. Jember
Jasilah, Ismi, dan Ika Junia Ningsih. 2015. Studi Perbandingan Hasil
Pemindangan Ikan Layang (Decapterus ruselli Rupel) Di UD. Samudera
executive Dan Ud. Barokah di Desa Sumber Anyar Kecamatan Banyu
Putih Kabupaten Situ Bondo. Samakia : Jurnal Ilmu Perikanan Vol. 6 No.
2 hlm. 116
85

Najib, Mukhamad, Akira Kiminami, dan Hironori Yagi. 2011. Competitiveness of


Indonesian Small and Medium Food Processing Industry: Does the
Location Matter. International Journal of Business and Managemen Vol. 6
No. 9 pp : 59
Nontji, Anugerah. 2002. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan, Jakarta
Rahim, A., dan Hastuti,D,R,D., 2007. Ekonomika Pertanian: Pengantar, teori dan
kasus. Penebar Swadaya, Jakarta.
Rangkuti, F., 2015. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis.
PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Republik Indonesia. 2008. Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah. Lembaran Negara RI Tahun 2008, No. 93.
Sekretariat Negara. Jakarta
Soekartawi. 2005. Agroindustri Dalam Perspektif Sosial Ekonomi. PT.
RajaGrafindo Persada, Jakarta
Suprayanto, R.W. 2013. Kewirausahaan : Konsep dan Realita pada Usaha Kecil.
Alfabeta, Bandung
86
87

LAMPIRAN 1. PETA LOKASI PENELITIAN


88

LAMPIRAN 2. DATA RESPONDEN


Pengalaman Jumlah
No. Nama Umur Pendidikan Kelompok
(Tahun) Tanggungan

1 Nur Asma P 40 S1 18 3 Lion Ikan Pindang

2 Hasmi 30 SMA 8 2 Lion Ikan Pindang

3 Indo Sakka 33 SMP 15 2 Lion Ikan Pindang

4 Sitti 57 SD 20 3 Lion Ikan Pindang

5 Muli 41 SMP 12 2 Lion Ikan Pindang

6 Anita 32 SMP 8 3 Mandala Ikan Pindang

7 M. Jufri 35 SMP 10 3 Mandala Ikan Pindang

8 Jumaang 52 SD 23 5 Mandala Ikan Pindang

9 Samo 47 SD 15 4 Mandala Ikan Pindang

10 Amaluddin 48 SMP 8 3 Mandala Ikan Pindang

11 Suriyani 38 SMP 8 2 Merpati Ikan Pindang

12 Isma 34 SMA 8 2 Merpati Ikan Pindang

13 Sukma 37 SD 10 2 Merpati Ikan Pindang

14 Nursiyah 58 SD 25 4 Merpati Ikan Pindang

15 Nurjannah 42 SMP 10 2 Merpati Ikan Pindang

16 Nuraeni 35 SMP 8 2 Garuda Pa'gantengan

17 Onggo 53 SD 25 3 Garuda Pa'gantengan

18 Pinda 45 SMP 10 4 Garuda Pa'gantengan

19 Siang 54 SMP 15 3 Garuda Pa'gantengan

20 Baharuddin 55 SD 20 6 Garuda Pa'gantengan


89

LAMPIRAN 3. NILAI INVESTASI


Kompor Loyang Bak Fiber Baskom Mobil
Responden Harga Harga Harga Harga Harga Total Biaya
Jumlah Total Jumlah Total Jumlah Total Jumlah Total Jumlah Total
unit unit unit unit unit
1 4 500.000 2.000.000 12 80.000 960.000 3 2.000.000 6.000.000 6 40.000 240.000 1 82.000.000 82.000.000 91.200.000
2 4 500.000 2.000.000 15 80.000 1.200.000 2 2.000.000 4.000.000 5 40.000 200.000 1 35.000.000 35.000.000 42.400.000
3 3 500.000 1.500.000 18 80.000 1.440.000 2 2.000.000 4.000.000 5 40.000 200.000 1 82.000.000 82.000.000 89.140.000
4 3 500.000 1.500.000 12 80.000 960.000 2 2.000.000 4.000.000 5 40.000 200.000 - - - 6.660.000
5 3 500.000 1.500.000 12 80.000 960.000 2 2.000.000 4.000.000 5 40.000 200.000 1 30.000.000 30.000.000 36.660.000
6 4 500.000 2.000.000 20 80.000 1.600.000 3 2.000.000 6.000.000 6 40.000 240.000 1 70.000.000 70.000.000 79.840.000
7 4 500.000 2.000.000 12 80.000 960.000 2 2.000.000 4.000.000 5 40.000 200.000 1 35.000.000 35.000.000 42.160.000
8 3 500.000 1.500.000 15 80.000 1.200.000 2 2.000.000 4.000.000 5 40.000 200.000 - - - 6.900.000
9 3 500.000 1.500.000 18 80.000 1.440.000 2 2.000.000 4.000.000 5 40.000 200.000 1 70.000.000 70.000.000 77.140.000
10 3 500.000 1.500.000 12 80.000 960.000 2 2.000.000 4.000.000 5 40.000 200.000 1 70.000.000 70.000.000 76.660.000
11 5 500.000 2.500.000 23 80.000 1.840.000 3 2.000.000 6.000.000 5 40.000 200.000 1 82.000.000 82.000.000 92.540.000
12 4 500.000 2.000.000 12 80.000 960.000 2 2.000.000 4.000.000 5 40.000 200.000 1 35.000.000 35.000.000 42.160.000
13 4 500.000 2.000.000 18 80.000 1.440.000 2 2.000.000 4.000.000 5 40.000 200.000 1 82.000.000 82.000.000 89.640.000
14 3 500.000 1.500.000 12 80.000 960.000 2 2.000.000 4.000.000 5 40.000 200.000 1 35.000.000 35.000.000 41.660.000
15 3 500.000 1.500.000 12 80.000 960.000 2 2.000.000 4.000.000 5 40.000 200.000 1 30.000.000 30.000.000 36.660.000
16 6 500.000 3.000.000 15 80.000 1.200.000 3 2.000.000 6.000.000 6 40.000 240.000 1 82.000.000 82.000.000 92.440.000
17 4 500.000 2.000.000 13 80.000 1.040.000 2 2.000.000 4.000.000 5 40.000 200.000 - - - 7.240.000
18 3 500.000 1.500.000 12 80.000 960.000 2 2.000.000 4.000.000 5 40.000 200.000 1 82.000.000 82.000.000 88.660.000
19 3 500.000 1.500.000 12 80.000 960.000 2 2.000.000 4.000.000 5 40.000 200.000 - - - 6.660.000
20 3 500.000 1.500.000 15 80.000 1.200.000 2 2.000.000 4.000.000 5 40.000 200.000 1 70.000.000 70.000.000 76.900.000
Total 1.123.320.000
Rata-Rata Investasi 56.166.000
90

LAMPIRAN 4. PENYUSUTAN INVESTASI/TAHUN


Kompor Loyang Bak Fiber Baskom Mobil
Total Harga
Responden Nilai Awal Umur Nilai Awal Umur Nilai Awal Umur Nilai Awal Umur Nilai Awal Umur
Penyusutan Penyusutan Penyusutan Penyusutan Penyusutan (Rp)
(Rp) Teknis (Rp) Teknis (Rp) Teknis (Rp) Teknis (Rp) Teknis
1 2.000.000 5 400.000 960.000 3 320.000 6.000.000 5 1.200.000 240.000 2 120.000 82.000.000 10 8.200.000 10.240.000
2 2.000.000 5 400.000 1.200.000 3 400.000 4.000.000 5 800.000 200.000 2 100.000 35.000.000 10 3.500.000 5.200.000
3 1.500.000 5 300.000 1.440.000 3 480.000 4.000.000 5 800.000 200.000 2 100.000 82.000.000 10 8.200.000 9.880.000
4 1.500.000 5 300.000 960.000 3 320.000 4.000.000 5 800.000 200.000 2 100.000 - - - 1.520.000
5 1.500.000 5 300.000 960.000 3 320.000 4.000.000 5 800.000 200.000 2 100.000 30.000.000 10 3.000.000 4.520.000
6 2.000.000 5 400.000 1.600.000 3 533.333 6.000.000 5 1.200.000 240.000 2 120.000 70.000.000 10 7.000.000 9.253.333
7 2.000.000 5 400.000 960.000 3 320.000 4.000.000 5 800.000 200.000 2 100.000 35.000.000 10 3.500.000 5.120.000
8 1.500.000 5 300.000 1.200.000 3 400.000 4.000.000 5 800.000 200.000 2 100.000 - - - 1.600.000
9 1.500.000 5 300.000 1.440.000 3 480.000 4.000.000 5 800.000 200.000 2 100.000 70.000.000 10 7.000.000 8.680.000
10 1.500.000 5 300.000 960.000 3 320.000 4.000.000 5 800.000 200.000 2 100.000 70.000.000 10 7.000.000 8.520.000
11 2.500.000 5 500.000 1.840.000 3 613.333 6.000.000 5 1.200.000 200.000 2 100.000 82.000.000 10 8.200.000 10.613.333
12 2.000.000 5 400.000 960.000 3 320.000 4.000.000 5 800.000 200.000 2 100.000 35.000.000 10 3.500.000 5.120.000
13 2.000.000 5 400.000 1.440.000 3 480.000 4.000.000 5 800.000 200.000 2 100.000 82.000.000 10 8.200.000 9.980.000
14 1.500.000 5 300.000 960.000 3 320.000 4.000.000 5 800.000 200.000 2 100.000 35.000.000 10 3.500.000 5.020.000
15 1.500.000 5 300.000 960.000 3 320.000 4.000.000 5 800.000 200.000 2 100.000 30.000.000 10 3.000.000 4.520.000
16 3.000.000 5 600.000 1.200.000 3 400.000 6.000.000 5 1.200.000 240.000 2 120.000 82.000.000 10 8.200.000 10.520.000
17 2.000.000 5 400.000 1.040.000 3 346.667 4.000.000 5 800.000 200.000 2 100.000 - - - 1.646.667
18 1.500.000 5 300.000 960.000 3 320.000 4.000.000 5 800.000 200.000 2 100.000 82.000.000 10 8.200.000 9.720.000
19 1.500.000 5 300.000 960.000 3 320.000 4.000.000 5 800.000 200.000 2 100.000 - - - 1.520.000
20 1.500.000 5 300.000 1.200.000 3 400.000 4.000.000 5 800.000 200.000 2 100.000 70.000.000 10 7.000.000 8.600.000
Total 131.793.333
Rata-Rata Nilai Penyusutan/Tahun 6.589.667
91

LAMPIRAN 5. BIAYA VARIABEL NON PACEKLIK


a. Ikan
Ikan
Responden Jumlah/ Jumlah/ Jumlah/ Harga/kg Biaya/tahun
Hari (kg) Bulan (kg) Tahun (kg) (Rp) (Rp)
1 100 1.500 7.500 16.000 120.000.000

2 100 2.000 10.000 16.000 160.000.000

3 100 2.500 12.500 16.000 200.000.000

4 100 2.000 10.000 16.000 160.000.000

5 100 2.000 10.000 16.000 160.000.000

6 200 5.000 25.000 17.000 425.000.000

7 100 1.500 7.500 16.000 120.000.000

8 200 3.000 15.000 16.000 240.000.000

9 150 3.000 15.000 16.000 240.000.000

10 100 2.000 10.000 16.000 160.000.000

11 250 6.250 31.250 16.000 500.000.000

12 100 2.500 12.500 16.000 200.000.000

13 150 3.000 15.000 16.000 240.000.000

14 100 1.500 7.500 17.000 127.500.000

15 100 2.500 12.500 16.000 200.000.000

16 200 4.000 20.000 16.000 320.000.000

17 100 2.000 10.000 16.000 160.000.000

18 200 4.000 20.000 17.000 340.000.000

19 100 1.500 7.500 16.000 120.000.000

20 200 5.000 25.000 17.000 425.000.000

Total 4.617.500.000

Rata-Rata 230.875.000
92

b. Garam

Garam
Responden Jumlah/ Jumlah/ Jumlah/ Harga/kg Biaya/tahun
Hari (kg) Bulan (kg) Tahun (kg) (Rp) (Rp)
1 18 270 1.350 5.000 6.750.000

2 15 300 1.500 5.000 7.500.000

3 18 450 2.250 5.000 11.250.000

4 18 360 1.800 5.000 9.000.000

5 15 300 1.500 5.000 7.500.000

6 20 500 2.500 5.000 12.500.000

7 15 225 1.125 5.000 5.625.000

8 25 375 1.875 5.000 9.375.000

9 20 400 2.000 5.000 10.000.000

10 12 240 1.200 5.000 6.000.000

11 20 500 2.500 5.000 12.500.000

12 12 300 1.500 5.000 7.500.000

13 30 600 3.000 5.000 15.000.000

14 15 225 1.125 5.000 5.625.000

15 12 300 1.500 5.000 7.500.000

16 25 500 2.500 5.000 12.500.000

17 18 360 1.800 5.000 9.000.000

18 20 400 2.000 5.000 10.000.000

19 12 180 900 5.000 4.500.000

20 25 625 3.125 5.000 15.625.000

Total 185.250.000

Rata-Rata 9.262.500
93

c. Kunyit

Kunyit
Responden Jumlah/ Jumlah/ Jumlah/ Harga/kg Biaya/tahun
Hari (kg) Bulan (kg) Tahun (kg) (Rp) (Rp)
1 2 30 150 15.000 2.250.000

2 2 40 200 15.000 3.000.000

3 2 50 250 15.000 3.750.000

4 2 40 200 15.000 3.000.000

5 2 40 200 15.000 3.000.000

6 4 100 500 15.000 7.500.000

7 2 30 150 15.000 2.250.000

8 4 60 300 15.000 4.500.000

9 4 80 400 15.000 6.000.000

10 1 20 100 15.000 1.500.000

11 3 75 375 15.000 5.625.000

12 1 25 125 15.000 1.875.000

13 5 100 500 15.000 7.500.000

14 2 30 150 15.000 2.250.000

15 1 25 125 15.000 1.875.000

16 5 100 500 15.000 7.500.000

17 2 40 200 15.000 3.000.000

18 4 80 400 15.000 6.000.000

19 1 15 75 15.000 1.125.000

20 3 75 375 15.000 5.625.000

Total 79.125.000

Rata-Rata 3.956.250
94

d. Tabung

Tabung
Responden Jumlah/ Jumlah/
Jumlah/ Harga/kg Biaya/tahun
Bulan Tahun
Hari (unit) (Rp) (Rp)
(unit) (unit)
1 2 30 150 17.000 2.550.000

2 2 40 200 17.000 3.400.000

3 2 50 250 17.000 4.250.000

4 2 40 200 17.000 3.400.000

5 2 40 200 17.000 3.400.000

6 4 100 500 17.000 8.500.000

7 2 30 150 17.000 2.550.000

8 4 60 300 17.000 5.100.000

9 4 80 400 17.000 6.800.000

10 1 20 100 17.000 1.700.000

11 4 100 500 17.000 8.500.000

12 1 25 125 17.000 2.125.000

13 4 80 400 17.000 6.800.000

14 2 30 150 17.000 2.550.000

15 1 25 125 17.000 2.125.000

16 4 80 400 17.000 6.800.000

17 2 40 200 17.000 3.400.000

18 4 80 400 17.000 6.800.000

19 1 15 75 17.000 1.275.000

20 4 100 500 17.000 8.500.000

Total 90.525.000

Rata-Rata 4.526.250
95

e. Transportasi
Transportasi
Responden Biaya/ Hari Biaya/ Bulan Biaya/ Tahun
(Rp) (Rp) (Rp)
1 100.000 1.500.000 7.500.000
2 100.000 2.000.000 10.000.000
3 100.000 2.500.000 12.500.000
4 50.000 1.000.000 5.000.000
5 100.000 2.000.000 10.000.000
6 100.000 2.500.000 12.500.000
7 100.000 1.500.000 7.500.000
8 50.000 750.000 3.750.000
9 100.000 2.000.000 10.000.000
10 100.000 2.000.000 10.000.000
11 100.000 2.500.000 12.500.000
12 100.000 2.500.000 12.500.000
13 100.000 2.000.000 10.000.000
14 100.000 1.500.000 7.500.000
15 100.000 2.500.000 12.500.000
16 100.000 2.000.000 10.000.000
17 50.000 1.000.000 5.000.000
18 100.000 2.000.000 10.000.000
19 50.000 750.000 3.750.000
20 100.000 2.500.000 12.500.000
Total 185.000.000
Rata-Rata 9.250.000
96

f. Upah Tenaga Kerja


Upah Tenaga Kerja
Responden Biaya/ Hari Biaya/ Bulan Biaya/ Tahun
(Rp) (Rp) (Rp)
1 200.000 5.000.000 25.000.000
2 200.000 5.000.000 25.000.000
3 200.000 5.000.000 25.000.000
4 200.000 5.000.000 25.000.000
5 200.000 5.000.000 25.000.000
6 200.000 5.000.000 25.000.000
7 200.000 5.000.000 25.000.000
8 200.000 5.000.000 25.000.000
9 200.000 5.000.000 25.000.000
10 200.000 5.000.000 25.000.000
11 200.000 5.000.000 25.000.000
12 200.000 5.000.000 25.000.000
13 200.000 5.000.000 25.000.000
14 200.000 5.000.000 25.000.000
15 200.000 5.000.000 25.000.000
16 200.000 5.000.000 25.000.000
17 200.000 5.000.000 25.000.000
18 200.000 5.000.000 25.000.000
19 200.000 5.000.000 25.000.000
20 200.000 5.000.000 25.000.000
Total 500.000.000
Rata-Rata 25.000.000
97

LAMPIRAN 6. BIAYA VARIABEL PACEKLIK


a. Ikan
Ikan
Responden Jumlah/ Jumlah/ Jumlah/ Harga/kg Biaya/tahun
Hari (kg) Bulan (kg) Tahun (kg) (Rp) (Rp)
1 50 750 5250 24000 126.000.000

2 50 1000 7000 24000 168.000.000

3 50 1000 7000 24000 168.000.000

4 50 1000 7000 24000 168.000.000

5 50 1000 7000 30000 210.000.000

6 100 2500 17500 24000 420.000.000

7 50 750 5250 30000 157.500.000

8 100 1500 10500 30000 315.000.000

9 100 2000 14000 30000 420.000.000

10 50 1000 7000 30000 210.000.000

11 150 3750 26250 24000 630.000.000

12 50 1250 8750 24000 210.000.000

13 100 2000 14000 24000 336.000.000

14 50 750 5250 24000 126.000.000

15 50 1250 8750 24000 210.000.000

16 100 2000 14000 24000 336.000.000

17 50 1000 7000 30000 210.000.000

18 100 2000 14000 24000 336.000.000

19 50 750 5250 24000 126.000.000

20 100 2500 17500 24000 420.000.000

Total 4.617.500.000

Rata-Rata 265.125.000
98

b. Garam

Garam
Responden Jumlah/ Jumlah/ Jumlah/ Harga/kg Biaya/tahun
Hari (kg) Bulan (kg) Tahun (kg) (Rp) (Rp)
1 5 75 525 5000 2.625.000

2 6 120 840 5000 4.200.000

3 5 125 875 5000 4.375.000

4 9 180 1260 5000 6.300.000

5 8 160 1120 5000 5.600.000

6 18 450 3150 5000 15.750.000

7 9 135 945 5000 4.725.000

8 15 225 1575 5000 7.875.000

9 18 360 2520 5000 12.600.000

10 5 100 700 5000 3.500.000

11 16 400 2800 5000 14.000.000

12 5 125 875 5000 4.375.000

13 15 300 2100 5000 10.500.000

14 9 135 945 5000 4.725.000

15 5 125 875 5000 4.375.000

16 18 360 2520 5000 12.600.000

17 5 100 700 5000 3.500.000

18 18 360 2520 5000 12.600.000

19 5 75 525 5000 2.625.000

20 18 450 3150 5000 15.750.000

Total 152.600.000

Rata-Rata 7.630.000
99

c. Kunyit

Kunyit
Responden Jumlah/ Jumlah/ Jumlah/ Harga/kg Biaya/tahun
Hari (kg) Bulan (kg) Tahun (kg) (Rp) (Rp)
1 2 30 210 15000 3.150.000

2 1 20 140 15000 2.100.000

3 2 50 350 15000 5.250.000

4 1 20 140 15000 2.100.000

5 1 20 140 15000 2.100.000

6 2 50 350 15000 5.250.000

7 1 15 105 15000 1.575.000

8 2 30 210 15000 3.150.000

9 2 40 280 15000 4.200.000

10 1 20 140 15000 2.100.000

11 2 50 350 15000 5.250.000

12 1 25 175 15000 2.625.000

13 2 40 280 15000 4.200.000

14 1 15 105 15000 1.575.000

15 1 25 175 15000 2.625.000

16 2 40 280 15000 4.200.000

17 2 40 280 15000 4.200.000

18 2 40 280 15000 4.200.000

19 1 15 105 15000 1.575.000

20 2 50 350 15000 5.250.000

Total 66.675.000

Rata-Rata 3.333.750
100

d. Tabung

Tabung
Responden Jumlah/ Jumlah/
Jumlah/ Harga/kg Biaya/tahun
Bulan Tahun
Hari (unit) (Rp) (Rp)
(unit) (unit)
1 1 15 105 17000 1.785.000

2 1 20 140 17000 2.380.000

3 1 25 175 17000 2.975.000

4 1 20 140 17000 2.380.000

5 1 20 140 17000 2.380.000

6 2 50 350 17000 5.950.000

7 1 15 105 17000 1.785.000

8 2 30 210 17000 3.570.000

9 2 40 280 17000 4.760.000

10 1 20 140 17000 2.380.000

11 2 50 350 17000 5.950.000

12 1 25 175 17000 2.975.000

13 2 40 280 17000 4.760.000

14 1 15 105 17000 1.785.000

15 1 25 175 17000 2.975.000

16 2 40 280 17000 4.760.000

17 1 20 140 17000 2.380.000

18 2 40 280 17000 4.760.000

19 1 15 105 17000 1.785.000

20 2 50 350 17000 5.950.000

Total 68.425.000

Rata-Rata 3.421.250
101

e. Transportasi
Transportasi
Responden Biaya/ Hari Biaya/ Bulan Biaya/ Tahun
(Rp) (Rp) (Rp)
1 100.000 1.500.000 10.500.000
2 100.000 2.000.000 14.000.000
3 100.000 2.500.000 17.500.000
4 50.000 1.000.000 7.000.000
5 100.000 2.000.000 14.000.000
6 100.000 2.500.000 17.500.000
7 100.000 1.500.000 10.500.000
8 50.000 750.000 5.250.000
9 100.000 2.000.000 14.000.000
10 100.000 2.000.000 14.000.000
11 100.000 2.500.000 17.500.000
12 100.000 2.500.000 17.500.000
13 100.000 2.000.000 14.000.000
14 100.000 1.500.000 10.500.000
15 100.000 2.500.000 17.500.000
16 100.000 2.000.000 14.000.000
17 50.000 1.000.000 7.000.000
18 100.000 2.000.000 14.000.000
19 50.000 750.000 5.250.000
20 100.000 2.500.000 17.500.000
Total 259.000.000
Rata-Rata 12.950.000
102

f. Upah Tenaga Kerja


Upah Tenaga Kerja
Responden Biaya/ Hari Biaya/ Bulan Biaya/ Tahun
(Rp) (Rp) (Rp)
1 200.000 5.000.000 35.000.000
2 200.000 5.000.000 35.000.000
3 200.000 5.000.000 35.000.000
4 200.000 5.000.000 35.000.000
5 200.000 5.000.000 35.000.000
6 200.000 5.000.000 35.000.000
7 200.000 5.000.000 35.000.000
8 200.000 5.000.000 35.000.000
9 200.000 5.000.000 35.000.000
10 200.000 5.000.000 35.000.000
11 200.000 5.000.000 35.000.000
12 200.000 5.000.000 35.000.000
13 200.000 5.000.000 35.000.000
14 200.000 5.000.000 35.000.000
15 200.000 5.000.000 35.000.000
16 200.000 5.000.000 35.000.000
17 200.000 5.000.000 35.000.000
18 200.000 5.000.000 35.000.000
19 200.000 5.000.000 35.000.000
20 200.000 5.000.000 35.000.000
Total 700.000.000
Rata-Rata 35.000.000
103

LAMPIRAN 7. PENERIMAAN/TAHUN NON PACEKLIK

Jumlah/Produksi Jumlah/Bulan Jumlah/Tahun Harga / kg Penerimaan/Tahun


Responden
(kg) (kg) (kg) (Rp) (Rp)
1 125 1875 9375 20000 187.500.000
2 125 2500 12500 20000 250.000.000
3 150 3750 18750 20000 375.000.000
4 150 3000 15000 20000 300.000.000
5 125 2500 12500 20000 250.000.000
6 250 6250 31250 24000 750.000.000
7 125 1875 9375 24000 225.000.000
8 250 3750 18750 24000 450.000.000
9 250 5000 25000 24000 600.000.000
10 100 2000 10000 24000 240.000.000
11 275 6875 34375 24000 825.000.000
12 100 2500 12500 24000 300.000.000
13 250 5000 25000 24000 600.000.000
14 125 1875 9375 24000 225.000.000
15 100 2500 12500 24000 300.000.000
16 250 5000 25000 20000 500.000.000
17 150 3000 15000 20000 300.000.000
18 250 5000 25000 20000 500.000.000
19 100 1500 7500 20000 150.000.000
20 250 6250 31250 20000 625.000.000
Total Penerimaan 7.952.500.000
Rata-Rata Penerimaan/Tahun 397.625.000
104

LAMPIRAN 8. PENERIMAAN/TAHUN PACEKLIK

Jumlah/Produksi Jumlah/Bulan Jumlah/Tahun Harga / kg Penerimaan/Tahun


Responden
(kg) (kg) (kg) (Rp) (Rp)
1 75 1125 7875 32000 252.000.000
2 75 1500 10500 32000 336.000.000
3 100 2500 17500 32000 560.000.000
4 75 1500 10500 32000 336.000.000
5 75 1500 10500 32000 336.000.000
6 150 3750 26250 36000 945.000.000
7 75 1125 7875 36000 283.500.000
8 125 1875 13125 36000 472.500.000
9 150 3000 21000 36000 756.000.000
10 50 1000 7000 36000 252.000.000
11 150 3750 26250 36000 945.000.000
12 50 1250 8750 36000 315.000.000
13 125 2500 17500 36000 630.000.000
14 75 1125 7875 36000 283.500.000
15 50 1250 8750 36000 315.000.000
16 150 3000 21000 32000 672.000.000
17 75 1500 10500 32000 336.000.000
18 150 3000 21000 32000 672.000.000
19 50 750 5250 32000 168.000.000
20 150 3750 26250 32000 840.000.000
Total Penerimaan 9.705.500.000

Rata-Rata Penerimaan/Tahun 485.275.000


105

LAMPIRAN 9. DOKUMENTASI PENELITIAN

Bahan Baku Ikan Pindang (Ikan Layang Decapterus ruselli)

Ikan Pindang Garam Bumbu


106

Peralatan Investasi

Kompor

Loyang

Baskom
107

Bak Fiber

Mobil
108

Proses Produksi

Penyortiran Ikan

Pencucian Ikan

Penyusunan ikan dalam loyang


109

Penambahan garam dan kunyit

Proses perebusan ikan pindang

Kemasan Ikan Pindang


110

Focus Group Discussion (FGD)

Foto Bersama Perwakilan Kelompok Pengolah Ikan Pindang, Kepala Desa


Pataro, Staf Dinas Kelautan dan Perikanan, serta Penyuluh Perikanan

Suasana Diskusi Bersama Kelompok Usaha Ikan Pindang, Kepala Desa Pataro,
Dinas Kelautan dan Perikanan, serta Dinas Perdagangan dan Perindustrian
111

Responden (Nur Asma P)

Responden (Suriyani)

Anda mungkin juga menyukai