Anda di halaman 1dari 35

PROSES PENGOLAHAN DIMSUM IKAN BANDENG (Chanos Chanos)

DI UKM UD SABILY LABUHAN MARINGGAI, LAMPUNG TIMUR,


LAMPUNG

PROPOSAL PRAKTIK LAPANG I

Oleh:

PARDIAN

POLITEKNIK AHLI USAHA PERIKANAN

2024
PROSES PENGOLAHAN DIMSUM IKAN BANDENG ( Chanos Chanos)
DI UKM UD SABILY LABUHAN MARINGGAI, LAMPUNG TIMUR,
LAMPUNG

Oleh
PARDIAN
NRP 57213113699

Proposal Praktik Lapang I Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk


Mengikuti Kuliah Semester VI

POLITEKNIK AHLI USAHA PERIKANAN

2024
PROPOSAL PRAKTIK
LAPANG I

Judul : Proses Pengolahan Dimsum Ikan Bandeng (Chanos


Chanos) Di Ukm UD Sabily Labuhan Maringgai,
Lampung Timur, Lampung
Nama : Pardian
NRP : 57213113699
Program Studi : Teknologi Pegolahan Hasil Perikanan

Menyetujui,
Dosen Pembimbing,

Dr. Niken Dharmayanti, A.Pi., M.Si. Aghitia maulani, S.T.P., M.P


Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2

Mengetahui,

Mohammad Sayuti, S.ST.Pi., M.P. Heny Budi Purnamasari, S.St.Pi., M.S.T.Pi.


Ketua Program Studi Sekretaris Program Studi

Tanggal Pengesahan: …………………………………………….


KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Proposal Praktik Lapang I yang berjudul “Proses Pengolahan Dimsum Ikan
Bandeng (Chanos Chanos) Di Ukm UD Sabily Labuhan Maringgai, Lampung
Timur, Lampung”. Proposal Praktik Lapang I ini disusun sebagai salah satu
syarat untuk mengikuti kuliah semester VI pada Program Studi Teknologi
Pengolahan Hasil Perikanan, Politeknik Ahli Usaha Perikanan.
Proposal Praktik Lapang I ini terdiri dari 4 (empat) bab yaitu: Pendahuluan,
Tinjauan Pustaka, Metode Praktik, dan Rancangan Kegiatan dan Anggaran
Dana. Bimbingan, koreksi, dan saran dari dosen pembimbing dalam mewujudkan
sebuah proposal ini diharapkan bisa menambah ilmu pengetahuan bagi penulis.
Upaya maksimal telah penulis lakukan untuk merampung proposal ini,
namun penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh sebab
itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat dibutuhkan penulis untuk
menyempurnakan proposal ini.

Jakarta, Februari 2024

Penulis
UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmatnya penulis dapat menyelesaikan Proposal Praktik Lapang I ini dengan
judul “Proses Pengolahan Dimsum Ikan Bandeng ( Chanos Chanos) Di Ukm UD
Sabily Labuhan Maringgai, Lampung Timur, Lampung” dengan baik dan lancar.
Proposal Praktik Lapang I ini disusun sebagai salah satu syarat untuk dapat
menyelesaikan perkuliahan semester VI Program Studi Teknologi Pengolahan
Hasil Perikanan (TPH) di Politenik Ahli Usaha Perikanan.
Penyusunan proposal ini tidak lepas dari dukungan dan bimbingan dari
berbagai pihak. Dalam kesempatan ini kami sebagai penyusun menyampaikan
terimakasih kepada :
1. Ibu Dra. Ani Leilani, M.Si. Selaku Direktur Politeknik Ahli Usaha Perikanan.
2. Bapak Mohammad Sayuti, S.ST.Pi., M.P. Selaku Ketua Program Studi
Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan.
3. Ibu Heny Budi Purnamasari, S.St.Pi., M.S.T.Pi. Selaku Sekretaris
Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perikana.
4. Ibu Dr. Niken Dharmayanti, A . P i . , M . S i . Selaku dosen pembimbing
yang telah memberikan bimbingan dan arahannya selama penyusunan
proposal ini.
5. Ibu Aghitia Maulani, S.T.P., M.P. Selaku dosen pendamping yang telah
memberikan arahan dan bimbingan selama proses penyusunan proposal
ini.
6. Orang tua dan keluarga atas doa dan bantuan materi selama proses
penyusunan proposal.
7. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan proposal.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan proposal ini jauh dari
sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasa, ataupun penulisannya. Oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, guna
menjadi acuan bagi kami untuk lebih baik di masa yang akan datang.

Jakarta, Februari 2024

Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan Bandeng merupakan salah satu produk perikanan yang sering
dikonsumsi oleh masyarakat. Menurut Saprianto (2007), potensi akuakultur air
payau, yakni dengan sistem tambak di pekirakan mencapai 931.000 ha yang
potensinya hampir telah dimanfaatkan 100% dan sebagian besar digunakan
untuk memelihara ikan bandeng (Chanos chanos) dan udang (Pennaeus sp).
Ikanbandeng merupakan suatu komoditas perikanan yang banyak digemari oleh
masyarakat karena rasanya yang enak dan gurih serta harganya yang cukup
terjangkau oleh segala lapisan masyarakat. Ikan bandeng digolongkan sebagai
ikan berpotensi tinggi dan berkadar lemak rendah. Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP) telah mencatat bahwa, Indonesia memproduksi ikan bandeng
sebanyak 784.941,13 ton dengan nilai Rp15,56 triliun pada 2021. Jumlah
tersebut mengalami penurunan 3,97% dibandingkan pada tahun sebelumnya
yang sebanyak 817.366,56 ton dengan nilai Rp15,37 triliun (Sadya, 2022).
Keunggulan ikan bandeng dari segi kandungan gizi dan cita rasa
yang gurih sehingga dikatakan ikan susu (milkfish). Komposisi gizi per 100 gram
daging bandeng adalah energi 129 kkal, protein 20 g, lemak 4,8 g, kalsium 20
mg, fosfor 150 mg, besi 2 mg, vitamin A 150 SI, dan vitamin B1 0,05 mg,
ikan bandeng juga mengandung asam lemak tak jenuh yaitu asam lemak
Omega-3 dan Omega-6. ikan bandeng merupakan salah satu sumber
pangan yang sangat bergizi. Secara kualitatif, protein ikan mengandung
asam amino yang lebih banyak jenisnya dibandingkan dengan protein telur
ayam. Hampir semua jenis asam amino essensial dapat kita peroleh dari ikan,
yaitu; isoleusine, leusine, lysine, methionine, phenyla lamine, threonine,
trytophandan valin (BPPMHP, 2004). Disamping kelebihan ikan bandeng juga
mempunyai kekurangan yaitu ikan bandeng mempunyai tulang dan duri yang
banyak sehingga masyarakat kurang menyukai.
Diversifikasi produk hasil perikanan diharapkan dapat meningkatkan
pendayagunaan dan usaha pengolahan hasil perikanan untuk diolah menjadi
produk pangan yang bergizi tinggi, enak, murah, dan mudah didapat. Salah satu
produk perikanan adalah ikan bandeng. Diversifikasi olahan produk ikan
bandeng merupakan upaya untuk mencukupi selera masyarakat dalam
mengkonsumsi ikan sebagai sumber protein. Dengan demikian, pengembangan
produk ikan bandeng akan mendorong minat petambak untuk melakukan
peningkatan produksi dan tentunya akan mendorong peningkatan olahan
ikan bandeng (Istihastuti et al, 1997). Contoh produk diversifikasi yaitu abon nila,
abon tuna, abon lele, otak-otak tuna, otak-otak bandeng dan dimsum ikan
bandeng.
Salah satu UKM di Lampung yang mengolah produk diversifikasi adalah
UKM UD Sabily. UKM UD Sabily merupakan salah satu UKM yang berada di
kelurahan Bandar Negeri Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung
Timur, Provinsi Lampung. UKM ini mengolah ikan bandeng menjadi produk
diversifikasi seperti dimsum ikan bandeng. Dimsum biasanya dikukus dan
disajikan dalam wadah bambu, dengan tujuan agar tetap hangat saat disantap
dan biasanya dimakan sebagai sarapan pagi atau pendamping untuk minum teh.
Dimsum merupakan jenis makanan yang cukup populer di Indonesia dan banyak
sekali ditemukan diberbagai restoran. Dimsum yang dijual biasanya
menggunakan kulit tipis yang terbuat dari tepung terigu atau biasa disebut kulit
pangsit. Penggemar makanan kecil tradisional China ini cukup banyak, karena itu
potensi pasarnya cukup menggiurkan. Dimsum menjadi salah satu santapan
yang dijadikan gaya hidup beberapa tahun belakangan ini, terutama bagi mereka
yang tinggal di kota-kota besar (Chendawati, 2017). Dimsum ikan memiliki
kelebihan yaitu mempunyai cita rasa yang tinggi dan bernilai ekonomis, ikan
bandeng yang dijadikan sebagai bahan bakunya juga mempunyai banyak
kandungan gizi yang bermanfaat bagi tubuh manusia. Berdasarkan hal tesebut,
penulis tertarik untuk mengambil judul ‘’Proses Pengolahan dimsum ikan
Bandeng Di UKM UD Sabily Labuhan Maringgai, Lampung Timur, Lampung”.

1.1 Tujuan
Adapun tujuan dari praktik lapang I ini adalah :
1. Mengamati alur proses pengolahan di ukm Ud Sabily.
2. Mengamati Penerapan GMP dan SSOP.
3. Mengetahui penerbitan Nomor Induk Berusaha (NIB).
4. Melakukan evaluasi buku manual penerapan skp
5. Mengetahui proses pengajuan SKP secara online
6. Melakukan analisa usaha
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Bandeng


2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Bandeng
Ikan Bandeng merupakan salah satu jenis ikan budidaya air payau
sehingga dapat ditemukan hidup di laut maupun perairan tawar. Ikan bandeng
yang dalam bahasa latin adalah Chanos chanos forskal, bahasa Inggris Milkfish,
dan dalam bahasa Bugis Makassar Bale Bolu. Ikan bandeng pertama kali
ditemukan oleh Dane Forsskal pada Tahun 1925 di laut merah. Menurut Sudrajat
(2008) taksonomi dan klasifikasi ikan bandeng adalah sebagai berikut:

Gambar 1 Ikan Bandeng

Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Osteichthyes
Subclass : Teleostei
Ordo : Gonorynchiformes
Family : Chanidae
Genus : Chanos
Spesies : Chanos chanos
Ikan bandeng memiliki bentuk tubuh yang panjang, ramping, padat, pipih,
dan oval yang menyerupai torpedo. Seluruh permukaan tubuh ikan bandeng
tertutupi oleh sisik yang berwarna keperakan, dan pada bagian tengah tubuh
terdapat garis memanjang dari bagian penutup insang hingga ke ekor. Ukuran
kepala ikan bandeng seimbang dengan ukuran tubuhnya, berbentuk lonjong dan
tidak bersisik. Sirip dada ikan bandeng terbentuk dari lapisan semacam lilin,
berbentuk segitiga, yang terletak di belakang insang di samping perut. Sirip
punggung pada ikan bandeng terbentuk dari kulit yang berlapis dan licin, terletak
jauh dibelakang tutup insang dan berbentuk segiempat. Sirip punggung tersusun
dari tulang sebanyak 14 batang. Sirip ini terletak persis pada puncak punggung
dan berfungsi untuk mengendalikan diri pada saat berenang. Sirip perut terletak
pada bagian bawah tubuh dan sirip anus terletak di bagian depan anus. Terdapat
sirip ekor yang ukurannya paling besar dibandingkan sirip-sirip lainnya yang
terletak di bagian paling belakang tubuh ikan bandeng. Bagian depan tubuh ikan
bandeng berbentuk runcing, semakin ke pangkal ekor bagian tubuhnya semakin
lebar dan membentuk sebuah gunting terbuka. Sirip ekor ini berfungsi sebagai
kemudi laju tubuhnya ketika bergerak. Ikan bandeng memiliki dua jenis kelamin
yaitu jantan dan betina, bandeng jantan dapat diiketahui dari lubang anusnya
yang hanya dua buah dan ukuran badan agak kecil sedangkan bandeng betina
memiliki lubang anus tiga buah dan ukuran badan lebih besar dari ikan bandeng.
(Purnomowati, dkk., 2007).
Ikan bandeng termasuk jenis ikan eurihalin, sehingga ikan bandeng dapat
dijumpai di daerah air tawar, air payau, dan air laut. Selama masa
perkembangannya, ikan bandeng menyukai hidup di air payau atau daerah
muara sungai. Ketika mencapai usia dewasa, ikan bandeng akan kembali ke laut
untuk berkembang biak (Purnomowati, dkk., 2007). Pertumbuhan ikan bandeng
relatif cepat, yaitu 1,1-1,7% bobot badan/hari (Sudrajat, 2008). Ikan bandeng
bisa mencapai berat rata-rata 0,60 kg pada usia 5-6 bulan jika dipelihara dalam
tambak (Murtidjo, 2002). Enam Ikan bandeng mempunyai kebiasaan makan
pada siang hari. Di habitat aslinya ikan bandeng mempunyai kebiasaan
mengambil makanan dari lapisan atas dasar laut, berupa tumbuhan mikroskopis
seperti plankton, udang renik, jasad renik, dan tanaman multiseluler lainnya.
Makanan ikan bandeng disesuaikan dengan ukuran mulutnya. (Purnomowati,
dkk., 2007) Pada waktu larva, ikan bandeng tergolong karnivora, kemudian pada
ukuran fry menjadi omnivore. Pada ukuran juvenil termasuk ke dalam golongan
herbivore, dimana pada fase ini juga ikan bandeng sudah bisa makan pakan
buatan berupa pellet. Setelah dewasa, ikan bandeng kembali berubah menjadi
omnivora lagi karena mengkonsumsi, algae, zooplankton, bentos lunak, dan
pakan buatan berbentuk pellet (Aslamyah, 2008).

2.1.2 Komposisi kimia


Ikan merupakan sumber gizi yang sangat penting untuk pertumbuhan
manusia. Menurut USDA National Nutrient Database for Standard Reference
(2009), ikan bandeng mempunyai nutrisi yang lengkap, terdiri dari proksimat,
mineral lemak dan asam amino. Unuk komposisi kimia ikan bandeng segar dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Kimia Ikan Bandeng Segar (per 100 gram)
Nutrisi Unit Nilai
Proksimat
Air Gr 70.85
Energi Kcl 148
Energi Kj 619
Protein Gr 20.53
Lemak Gr 6.73
Abu Gr 1.14
Karbohidrat Gr 0.00
Fiber,total diet Gr 0.0
Mineral
Kalsium (Ca) Mg 51
Besi (Fe) Mg 0.32
Magnesium (Mg) Mg 30
Fosfor (P) Mg 162
Kalium Mg 292
Natrium (Na) Mg 72
Seng (Zn) Mg 0.82
Tembaga (Cu) Mg 0.034
Mangan (Mn) Mg 0.020
Selesnium (Se) Mg 12.6
Vitamin
Thiamin Mg 0.013
Robolvafin Mg 0.054
Niacin Mg 6.440
Pantothenic acid Mg 0.750
Vitamin B6 Mg 0.423
Folate, total Mcg 1
6
Asam folat Mcg 0
Folate food Mcg 16
FolateDFE mcg_dfe 16
Vitamin B12 Mcg 3.40
Vitamin A, RAE mcg_rae 30
Retinol Mcg 30

Vitamin A, IU Iu 100
Lemak
Asam lemak, totalsaturated Gr 1.660
Asam lemak, total Gr 2.580
Monounsaturated Gr 1.840
Asam lemak, total Mg 52
Poliyunsaturated
Kolestrol
Asam amino
Tryptophan Gr 0.230
Threonin Gr 0.900
Isoleousin Gr 0.946
Leusin Gr 1.669
Lisin Gr 1.886
Metionin Gr 0.608
Sistin Gr 0.220
Phenylalanin Gr 0.802
Tyrosin Gr 0.693
Valin Gr 1.058
Sumber : USDA National Nutrient Database for Standard Refrence (2009)

2.2 Persyaratan Bahan Baku


Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan dimsum ikan dapat terbuat
dari berbagai macam bentuk yang berasal dari ikan segar, ikan beku, lumatan
daging ikan, dan surimi dengan mutu sesuai spesifikasi. Bahan baku yang
digunakan juga harus berasal dari perairan yang bersih dan tidak tercemar. Mutu
bahan baku dalam pembuatan dimsum harus sesuai dengan Standar Nasional
Indonesia (SNI). Bahan baku dalam pembuatan dimsum di UPI tersebut
menggunakan ikan segar dengan mengacu pada SNI 2729:2013. Ikan segar
secara organoleptik mempunyai karakteristik :
Kenampakan : matacerah,cemerlang
Bau : segar spesifik jenis
Tekstur : elastis, padat dan kompak

Persyaratan mutu dan keamanan ikan segar menurut SNI 2729:2013


dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini:
Tabel 2. Persyaratan Mutu dan Keamanan Ikan Segar Menurut SNI 2729:2013
Parameter uji Satuan Persyaratan
a. Organileptik
b. Cemaran mikroba*
 ALT Koloni/g 5,0 x 105
 Escherichia coli APM/g <3
- Negatif/25 g
 Salmonella
- Negatif/25 g
 Vibrio cholera
APM/g <3
 Vibrio
Parahaemolyticus
c. Cemaran logam
 Arsen (As) mg/kg Maks. 1,0
 Kadmium (Cd) mg/kg Maks. 0,1
mg/kg Maks. 0,5**
 Merkuri (Hg) mg/kg Maks. 0,5
mg/kg Maks. 1,0**
 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0
mg/kg Maks. 0,3
 Tombal (Pb)
mg/kg Maks. 0,4**
d. Kimia*
1) Histamin*** mg/kg Maks. 100

e. Residu kimia*
2) Kloramdenikol - Tidak boleh
3) Malachite green dan - Tidak boleh
leuchomalachite green****
4) Nitrofuran - Tiak boleh
(SEM,AHD,AOZ,AMOZ)*****
f. Racun Hayati*
 Ciguatoksin - Tidak boleh

g. Parasit* - Tidak boleh

Catatan
* Bila diperlukan
** Bila ikan predator
*** Untuk ikan scombroudae
(scombroid), clupeidae,
pomatomidae coryphaenedae
**** untuk ikan hasil budidaya
***** untuk ikan karang
Sumber: (BSN, 2013)

2.3 Dimsum Ikan Bandeng


Dimsum adalah salah satu hasil produk olahan diversifikasi ikan berupa
pasta daging ikan biasanya di lapisi menggunakan kulit tipis yang terbuat dari
tepung terigu atau biasa disebut kulit pangsit. (Chendawati, 2017). Proses
pembuatan dimsum ikan dilakukan dengan mencuci dan membersihkan ikan, lalu
daging ikan digiling hingga halus. Daging yang telah digiling lalu diberi bumbu
dan bahan tambahan yang diperlukan. serta diaduk supaya adonan tercampur
rata lalu dibungkus dengan kulit dimsum kemudian dikukus dengan suhu
80OC selama 10 -20 menit dengan panci yang dandanannya sudah diolesi
minyak.

2.3.1 Alur Proses Pengolahan dimsum Bandeng


Pembuatan dimsum ikan menurut SNI 7756:2020 Melalui beberapa
tahapan yakni meliputi pengadonan, pembentukan dan pembungkusan sesuai
bentuk dan jenis produk, pengukusan, pendinginan, pengemasan dan
penyimpanan beku.

Penerimaan Bahan Baku Penyimpanan

Pencucian Pengemasan

Penyiangan Pendinginan

Pencucian Pengukusan

Pengambilan Daging Pembentukan

Pelumatan/Pencacahan pengadonan

2.3.2 Standar Mutu Dimsum Ikan


Syarat mutu dimsum ikan menurut SNI 7756:2020 dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:

Tabel 3. Syarat Mutu dimsum Ikan SNI 7756:2020


Jenis uji Satuan Persyaratan
a. Sensori Minimal 7,01
b. Kimia 1
 Kadar protein Maksimum 5
 Kadar lemak Maksimum 12
 Kadar abu Maksimum 2,5
 Kadar air Maksimum 60
c. Cemaran mikroba n c m M
 Angka Lempeng Total (ALT) Koloni/g 5 2 104 105
 Staphylacocus aureus Koloni/g 5 1 102 103

d. Cemaran mikroba
 Merkuri (Hg) Mg/kg Maksimum 0,5
Maksimum 1,02
Mg/kg Maksimum 0,2
 Timbal (Pb)
Maksimum0,42
Mg/kg Maksimum0,1
 Kadmium(Cd) Maksimum 0,32

e. Cemaran fisik
5) Filth Potongan 0
e. Histamin Mg/g Maksimum 100

Catatan

2.4 Penerapan Rantai Dingin


Rantai dingin (Chold Chain) merupakan suatu upaya mempertahankan
kesegaran ikan dengan cara menerapkan suhu rendah mendekati 0⁰C.
Penerapan rantai dingin memegang peranan yang sangat penting dalam upaya
mempertahankan mutu ikan. Suhu yang rendah dapat menghambat proses
pembusukan karena mikroba akan terhambat pertumbuhannya apabila dalam
suhu yang rendah. Selain itu, penggunaan suhu rendah dapat mempertahankan
kesegaran dan gizi pada ikan. Penerapan rantai dingin diterapkan mulai dari
penerimaan bahan baku, proses produksi, penyimpanan, dan pendistribusian
menuju konsumen. Hal ini dilakukan karena bakteri dapat tumbuh kapan saja
jika suhu dingin pada produk tidak dijaga.

2.4.1 Prinsip Pendinginan


Proses pembusukan ikan dapat terjadi karena perubahan akibat aktivitas
enzim- enzim tertentu yang terdapat dalam tubuh, aktivitas bakteri dan
mikroorganisme lain atau karena proses oksidasi lemak oleh udara. Biasanya
aktivitas penyebab pembusukan diatas dapat dikurangi atau dihentikan apabila
suhu lingkungan diturunkan, misalnya dengan menggunakan suhu rendah.
Menurut Pusat Pendidikan KKP (2019) bahwa pada dasarnya prinsip
pendinginan adalah proses pengambilan atau pemindahan panas dari tubuh ikan
ke bahan lain dan mempertahankan suhu pendinginan di ruang tersebut beserta
isinya. Mendinginkan ikan sampai suhu 0⁰C maka dapat memperpanjang daya
simpan ikan hingga 12-18 hari sejak ikan di panen dan mati.
Pendinginan dapat memperlambat aktivitas pertumbuhan bakteri dan
proses enzimatis pada ikan namun tidak dapat menonaktifkan bakteri dan
kegiatan enzimatis tersebut. Aktivitas bakteri pada tubuh ikan dapat
dinonaktifkan bila suhu pada ikan mencapai -12⁰C.

2.4.2 Metode Pendinginan


Pendinginan merupakan salah satu metode pengawetan ikan. Kelebihan dari
metode pendinginan yaitu sifat-sifat asli ikan tidak mengalami perubahan tekstur,
rasa dan bau. Pendinginan dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu
pendinginan dengan es, pendinginan dengan es kering, pendinginan dengan air
dingin.
1. Pendinginan dengan es
Pada prinsipnya, es harus dicampurkan dengan ikan sedemikian rupa
hingga bersinggungan dengan es, maka pendinginan ikan akan berlangsung
lebih cepat sehingga pembususkan dapat segera dihambat. Cara ideal
mencampur ikan dengan es yaitu dengan membuat lapisan es pada dasar,
kemudian di atasnya selapis ikan, dilanjutkan dengan lapisan es lagi, demikian
seterusnya hingga bagian lapisan atas ditutup dengan es.
Lapisan bagian dasar/bawah dan bagian atas harus diberi lapisan es yang
tebal sekitar 10-15 cm. Dalam menyusun ikan secara berlapis-lapis bergantian
dengan es, lapisan ikan sebaiknya tingginya tidak melebihi dari 12 cm.
2. Pendinginan dengan es kering
Es kering adalah berupa CO2 gas yang tidak berwarna, berasa asam dan
menghasilkan gas panas bertekanan tinggi. Gas panas tersebut didinginkan
hingga mengembun menjadi cairan CO2 yang bertekanan tinggi. Cairan tersebut
diturunkan tekanannya menjadi 1 atm melalui alat penyemprot sehingga
menghasilkan salju yang kemudian dipadatkan menjadi kristal-kristal es kering
yang siap dipakai.
Suhu es kering memiliki suhu sekitar -78⁰C. Suhu es kering yang sangat
rendah menyebabkan ikan tidak boleh menempel langsung dengan es kering
karena dapat merusak kulit dan daging ikan. Dalam pendinginan dengan es
kering, maka ikan dipisahkan dari es kering dengan menempatkannya di dalam
suatu wadah yang berlubang dari bahan sterofoam. Pada awalnya es kering
akan mengeringkan udara kemudian udara dingin tersebut akan mendinginkan
ikan.
3. Pendinginan dengan air dingin
Penggunaan air dingin dapat mendinginkan ikan dengan cepat karena
persinggungan yang lebih baik daripada pendinginan dengan es. Tetapi apabila
air dingin dicampur dengan ikan, maka suhu air akan meningkat secara drastis.
Untuk mengatasi kenaikan suhu pada air, maka perlu ditambahkan es ke dalam
air. Air merupakan media pendingin yang mempunyai kemampuan lebih besar
dari pada es untuk melakukan kontak langsung dengan seluruh permukaan ikan.
Oleh karena itu media air dingin ini dapat menyerap panas lebih besar dari dalam
tubuh ikan sehingga suhu tubuh ikan lebih cepat dingin.

2.5 Rendemen (yield)


Rendemen/Yield merupakan perbandingan antara berat akhir produk
yang dengan berat bahan baku. Yield yaitu perbandingan antara massa
produk dengan massa bahan awal. Rendemen (yield) dapat dihitung dari jumlah
berat produk yang dihasilkan dibagi dengan jumlah berat bahan baku yang di
proses. Dengan kata lain nilai rendemen (yield) adalah nilai atau berat dari suatu
bahan yang kita gunakan hingga menjadi produk akhir. Dalam pembuatan
siomay, rendemen/ yield dinilai dari proses yang didapat dari bahan baku dengan
penambahan bahan tambahan sampai menjadi produk akhir.

2.6 Analisa finansial


Analisis kelayakan finansial adalah alat yang digunakan untuk mengkaji
kemungkinan keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman modal. Tujuan
dilakukan analisis kelayakan finansial adalah untuk menghindari ketelanjuran
penanaman modal yang terlalu besar untuk kegiatan yang ternyata tidak
menguntungkan. Aspek finansial berkaitan dengan penentuan kebutuhan jumlah
Dana dan sekaligus alokasinya serta mencari sumber dana yang berkaitan
secara efisien sehingga memberikan keuntungan maksimal.

2.6.1 Perhitungan kelayakan Usaha


1) Analisis keuangan
Analisis keuangan adalah analisis mengenai dua daftar yang disusun oleh
akuntan pada akhir periode untuk suatu usaha. Kedua daftar itu adalah daftar
neraca/laporan posisi keuangan dan daftar pendapatan atau daftar laba rugi.
Laporan keuangan merupakan salah satu informasi penting bagi para pemakai
laporan keuangan dalam rangka pengambilan keputusan ekonomi. Hasil analisis
laporan keuangan akan mampu menginterpretasikan berbagai hubungan dan
kecenderungan yang dapat memberikan pertimbangan terhadap keberhasilan
perusahaan di masa datang.
a) Biaya tetap (fixed cost)
Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tetap, tidak tergantung kepada
perubahan tingkat kegiatan dalam menghasilkan keluaran atau produk didalam
interval tertentu. Biaya tetap penggunaannya tidak habis dalam satu masa
produksi, antara lain: biaya penyusutan, tenaga kerja langsung, sewa mesin,
tenaga kerja tak langsung, bunga, dan lain-lain.
b) Biaya tidak tetap (variable cost)
Biaya tidak tetap merupakan biaya yang jumlahnya beruba-ubah sesuai
dengan perubahan tingkat produksi. Biaya tidak tetap ini habis dalam satu kali
produksi. Titik berat dari biaya tidak tetap ini adalah jumlah dari biaya tidak tetap
tersebut, bukan besarnya biaya tidak tetap per unit.
c) Total pengeluaran
Total pengeluaran merupakan keseluruhan biaya yang harus dikeluarkan
oleh usaha untuk membeli semua keperluan baik barang dan jasa yang akan
digunakan dalam proses produksi demi menghasilkan suatu barang.
Keseluruhan jumlah biaya yang dikeluarkan terdiri dari biaya tetap dan biaya
variabel.
2) Analisis keuntungan
Analisis laba/rugi diketahui dari selisih pendapatan dengan biaya variable
dan biaya tetap (Nurhasanah, 2008). Laporan laba/rugi adalah laporan yang
menunjukkan jumlah pendapatan yang diperoleh dan biaya-biaya yang
dikeluarkan dalam suatu periode tertentu. Analisa laba/rugi bertujuan untuk
mengetahui besar keuntungan atau kerugian dari usaha yang dikelola. Usaha
yang menguntungkan akan memiliki nilai penerimaan lebih besar dari total
pengeluaran.

2.6 Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP)


Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) merupakan suatu
prosedur untuk memelihara kondisi sanitasi yang umumnya berhubungan
dengan seluruh fasilitas produksi atau area perusahaan dan tidak terbatas pada
tahapan tertentu (Triharjono dkk, 2013). Prinsip-prinsip sanitasi untuk diterapkan
dalam SSOP dikelompokkan menjadi 8 aspek kunci sebagai persyaratan utama
sanitasi dan pelaksanaannya. Menurut Winarno dan Surono (2004), 8 kunci
persyaratan sanitasi dalam SSOP terdiri dari:

1) Keamanan air
Air merupakan komponen penting dlm industri pangan yaitu sebagai bagian
dari komposisi; untuk mencuci produk; membuat es/glazing; mencuci
peralatan/sarana lain; untuk minum dan sebagainya, karena itu dijaga agar tidak
ada hubungan silang antara air bersih dan air tidak bersih (pipa saluran air hrs
teridentifikasi dengan jelas) (Susiwi, 2009). Sumber air yang digunakan dalam
industri pangan :
1) Air PAM, biasanya memenuhi standar mutu ;
2) Air sumur, peluang kontaminasinya sangat besar, karena adanya banjir,
septictank, air pertanian dan sebagainya;
3) Air laut (digunakan industri perikanan) harus sesuai dengan standar air
minum, kecuali kadar garam.
2) Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan
Semua peralatan dan perlengkapan yang kontak dengan bahan pangan
harusdidesain dan terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan 2 Peralatan
dan perlengkapan harus dibersihkan dengan metode yang efektif (Triharjono
dkk, 2013).
3) Pencegahan kontaminasi silang
Kontaminasi silang sering terjadi pada industri pangan akibat kurang
dipahaminya masalah ini. Beberapa hal untuk pencegahan kontaminasi silang
adalah : tindakan karyawan untuk pencegahan, pemisahan bahan dengan
produk siap konsumsi, disain sarana prasarana (Susiwi, 2009). Pekerja tidak
boleh menggunakan perhiasaan selama proses produksi. Pekerja dilarang
berbicara selama proses berlangsung. Pekerja wajib menggunakan masker,
penutup kepala dan sarung tangan (Triharjono dkk, 2013).
4) Menjaga fasilitas pencuci tangan, sanitasi dan toilet
Kondisi fasilitas cuci tangan, toilet dan sanitasi tangan sangat penting untuk
mencegah terjadinya kontaminasi terhadap proses produksi pangan.
Kontaminasi akibat kondisi fasilitas tersebut akan bersifat fatal, karena
diakibatkan oleh bakteri patogen (Susiwi, 2009). Fasilitas sanitasi dan cuci
tangan harus mudah dijangkau pekerja. Penyediaan mesin alat pengering
tangan. Penyediaan toilet harus cukup untuk pekerja, 50-100 minimal 3 toilet,
dan harus dijaga kebersihannya (Triharjono dkk, 2013).
5) Proteksi dari bahan-bahan kontaminan
Tujuannya adalah untuk menjamin bahwa produk pangan, bahan pengemas,
dan permukaan kontak langsung dengan pangan terlindung dari kontaminasi
mikrobial, kimia dan fisik (Susiwi, 2009). Bahan pangan dan non pangan masing
– masing harus terlindungi dari cemaran fisik, kimia dan biologi. Tempat dapat
menampung dan jauh dari lokasi produksi. Penggunaan bahan kimia harus
mengikuti aturan penggunaan (Triharjono dkk, 2013).
6) Pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan toksin yang benar
Tujuan monitoring ini adalah untuk menjamin bahwa pelabelan, penyimpanan
dan penggunaan bahan toksin adalah benar untuk proteksi produk dari
kontaminasi (Susiwi, 2009). Bahan pangan dan non pangan harus disimpan
terpisah untuk menghindari kontaminan. Pengemasan harus dapat
meminimumkan dari cemaran fisik, kimia dan biologis (Triharjono dkk, 2013).
7) Pengawasan kondisi kesehatan personil yang dapat mengakibatkan
kontaminasi
Tujuan dari kunci ini adalah untuk mengelola personil yang mempunyai
tandatanda penyakit, luka atau kondisi lain yang dapat menjadi sumber
kontaminasi mikrobiologi (Susiwi, 2009). Pengawas dan pengecekan kesehatan
karyawan harus dilakukan secara rutin. Pekerja yang dalam kondisi sakit, luka
dapat menjadi sumber kontaminan pada proses pengolahan, kemasan dan
produk akhir tidak boleh masuk sampai kondisinya normal (Triharjono dkk, 2013).
8) Menghilangkan hama pengganggu dari unit pengolahan
Tujuan dari kunci ini menurut Susiwi (2009) adalah menjamin tidak adanya
pest (hama) dalam bangunan pengolahan pangan. Beberapa pest yang mungkin
membawa penyakit yaitu:
1) Lalat dan kecoa : mentransfer Salmonella, Streptococcus,
C.botulinum, Staphyllococcus, C.perfringens, Shigella
2) Binatang pengerat : sumber Salmonella dan parasit
3) Burung : pembawa variasi bakteri patogen Salmonella dan Listeri
3 METODE PRAKTIK

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum


Praktik Lapang I Dilaksanakan dari Tanggal 19 Februari Sampai 19
agustus 2024. Bertempat di UD Sabily Labuhan Maringgai, Lampung Timur,
Lampung.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Peralatan yang digunakan pada pengolahan dimsum ikan bandeng adalah
Penggiling daging (chopper), dandang pengukus, kompor gas, tabung gas,
blender, plastik wrap, baskom, spatula, penyaring, sendok, piring wadah, Loyang
petak, wajan, timbangan, thermometer digital, scoresheet, dan alat tulis untuk
melakukan uji organoleptik.

3.2.2 Bahan
Bahan utama yang digunakan pada pengolahan dimsum adalah ikan
bandeng dalam keadaan segar. Bahan tambahan yang digunakan adalah
bawang merah, bawang putih, jahe, tepung tapioka, telur, garam, gula, es,
minyak goreng, penyedap rasa.

3.3 Metode Pengumpulan Data


3.3.1 Data Primer
Data Primer merupakan data yang diambil secara langsung yaitu keadaan
umum unit pengolahan, penerapan sanitasi dan hygiene, pengamatan terhadap
alur proses, pengujian organoleptik pada bahan baku segar dan produk akhir,
pengamatan suhu (ruang, air, dan produk), rendemen (yield), dan pengamatan
pengolahan limbah (limbah padat dan limbah cair). Pengamatan terhadap alur
proses dilakukan dengan melihat apakah semua kegiatan proses sejak awal
hingga akhir telah sesuai dengan cara berproduksi yang baik dan benar. Di
samping itu dilakukan juga pengamatan terhadap control atau pengawasan
sanitasi dan higiene telah sesuai dengan standar (SSOP) yang ditetapkan.

3.3.2 Data Sekunder


Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan penulis dari
beberapa sumber yang telah ada. Data sekunder dapat diperoleh dari buku,
laporan, dan lain-lain sebagai pembanding acuan dalam penyusunan laporan.
Dalam hal ini data sekunder yang dipakai oleh penulis adalah data yang
diperoleh dari berbagai literatur dan tulisan yang berkaitan langsung dengan
topik yang sedang diamati dan berguna untuk menambah wawasan, pedoman
pengumpulan data (yaitu darimana data informasi diperoleh, volume produksi
setiap hari dan bahan baku, meliputi lokasi perusahaan, sejarah dan
perkembangan perusahaan) dan informasi dari unit pengolahan, serta konsultasi
dengan dosen pembimbing.

3.4 Analisis Data Deskriptif dan Komparatif


3.4.1 Analisis deskriptif
Analisis deskriptif adalah suatu penyajian data dengan cara
menggambarkan hal-hal yang telah diamati secara sistematis berdasarkan fakta
hasil pengamatan/penelitian secara utuh, faktual dan mendalam. Selanjutnya
gambaran tersebut dianalisa dan dikaji dengan cara mengkaitkannya dengan
dasar teori atau referensi yang sesuai dengan tujuan atau literatur yang terkait.

3.4.2 Analisis komparatif


Analisis komparatif, yaitu analisa yang membandingkan hasil pengamatan
dengan kuantitatif yang selanjutnya dikaitkan dengan literatur, narasumber
ataupun dengan pengamatan lain yang serupa, apakah terdapat kesamaan atau
perbedaan hasil pengamatan dengan bahan perbandingan tersebut.
Data yang dianalisa adalah hasil pengamatan selama praktek yang meliputi
tahapan proses pengolahan yang dikaitkan dengan penerapan GMP dan SSOP,
serta pengamatan kelayakan dasar pada perusahaan. Hasil pengamatan
tersebut selanjutnya dikaitkan dengan literatur, narasumber, sehingga diketahui
kesamaan atau perbedaan hasil pengamatan dengan bahan perbandingan.

3.5 Metode Kerja


3.5.1 Pengamatan alur proses
Metode kerja yang digunakan adalah metode deskriptif dengan
pengambilan data yang meliputi data primer dan data sekunder. Pengambilan
data primer dilakukan dengan cara observasi atau ikut terlibat langsung dalam
proses pembuatan dimsum, mengamati setiap alur proses yang ada, serta
mencatat data- data hasil pengukuran yang meliputi data mutu, suhu, aspek
finansial, serta sanitasi dan hygiene di UD Sabily Labuhan Maringgai, Lampung
Timur, Lampung. Apabila diperlukan dapat melakukan wawancara terhadap
pegawai atau pemilik. Sedangkan untuk perolehan data sekunder dilakukan
dengan membaca studi pustaka.

3.5.2 Pengukuran suhu


Pengukuran suhu meliputi suhu bahan baku, suhu ruangan dan suhu
produk pada setiap tahapan pengolahan dimsum Ikan. Pengamatan dilakukan
dengan mengukur suhu bahan baku sampai menjadi produk akhir. Pengamatan
suhu ruangan dan produk sebanyak 10 kali pengamatan dan 3 kali pengulangan
selama praktik lapang I. Pengukuran suhu bahan baku dan produk akhir
menggunakan thermometer digital. Sesuai dengan SNI Ikan Segar (SNI
2729:2013) suhu bahan baku harus tetap dipertahankan 0°C – 5°C yang dapat
dilihat pada Lampiran.
Pengukuran suhu dilakukan dengan cara menusuk bagian titik pusat
produk yaitu kebagian punggung ikan jika bahan baku berupa ikan utuh
sedangkan bahan baku berupa tetelan dilakukan dengan cara menusuk bagian
tengah tetelan dengan menggunakan thermometer. Pengukuran suhu produk
dimsum juga dilakukan dengan menusukkan thermometer kebagian tengah
produk dimsum. Kemudian, tunggu beberapa detik hingga muncul angka suhu
pada layar monitor thermometer dalam bentuk derajat celcius.

3.5.3 Pengujian mutu


1) Pengujian organoleptik
Pengujian Organoleptik dilakukan pada tahap penerimaan bahan baku
sesuai SNI Ikan Segar. Pengujian organoleptik ini dilakukan sebanyak 10 kali
pengamatan dan 3 kali pengulangan oleh 6 orang panelis agak terlatih terhadap
parameter kenampakan, mata, insang, lender permukaan badan, daging, bau,
dan tekstur. Untuk menghitung interval nilai mutu rata-rata dari setiap panelis
digunakan rumus sebagai berikut:
∑𝑛 𝑋𝑖
𝑋̅ 𝑖=1
𝑛
=
𝑛 −
𝑖 ∑𝑖=1( 𝑥1− 𝑋)2
2 =
S 𝑛

S = √s

P (x − (1,96.s/ √𝑛)) ≤ μ ≤ (x − (1,96.s/ √𝑛)) ≅ 95%

Keterangan :
n = Banyaknya panelis
2
S = Keragaman nilai mutu
1,96 = Koefisien standar deviasi pada taraf 95%
X = Nilai mutu dari panelis ke-1, dimana i=1
sampai n S = Simpangan baku nilai mutu

2) Pengujian sensori
Pengujian sensori dilakukan pada tahap akhir proses sesuai SNI dimsum
ikan. Pengujian sensori ini dilakukan sebanyak 10 kali pengamatan oleh 6 orang
panelis agak terlatih terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur produk dimsum
ikan. Untuk menghitung interval nilai mutu rata-rata dari setiap panelis digunakan
rumus sebagai berikut:

∑𝑛 𝑋𝑖
𝑋̅ 𝑖=1
𝑛
=
𝑛 −
𝑖 ∑𝑖=1( 𝑥1− 𝑋)2
2 =
S 𝑛

S = √s

P (x − (1,96.s/ √𝑛)) ≤ μ ≤ (x − (1,96.s/ √𝑛)) ≅ 95%


Keterangan :
n = Banyaknya panelis
S2 = Keragaman nilai mutu
1,96 = Koefisien standar deviasi pada taraf 95%
X = Nilai mutu dari panelis ke-1, dimana i=1
sampai n S = Simpangan baku nilai mutu

3.5.4 Perhitungan Rendemen (Yield)


Pengamatan rendemen dilakukan dengan cara menimbang bahan baku
ikan bandeng segar dan setelah itu disiangi. Perhitungan rendemen ini bertujuan
untuk mengetahui berat ikan yang diolah mulai dari penerimaan bahan baku
sampai menjadi dimsum Ikan. Menghitung rendemen dengan cara, berat akhir
dibagi berat awal dikali 100%. Perhitungan dilakukan sebanyak 10 kali
pengamatan dan 3 kali pengulangan.

Berat Akhir
Rendemen = x 100%
Berat Awal

3.5.5 Perhitungan Raba Rugi


Laporan laba rugi adalah suatu laporan keuangan yang di dalamnya
menjelaskan tentang kinerja keuangan suatu entitas bisnis dalam suatu periode
tertentu. Penyusunan laporan laba rugi bertujuan untuk memberikan informasi
yang dibutuhkan sebagai dasar pengambilan sebuah keputusan.
Metode pengumpulan data mengenai laba rugi perusahaan dilakukan
dengan cara wawancara kepada manager perusahaan untuk mendapatkan
informasi yang akurat. Pengumpulan data dilakukan selama praktik lapang
berlangsung.
Tujuan dari perhitungan laba rugi ini adalah sebagai bahan evaluasi
keuangan dari transaksi keuangan yang berjalan selama satu periode yang telah
ditentukan baik transaksi yang menghasilkan kerugian ataupun laba dan juga
untuk mengetahui rencana keuangan yang digunakan. Berikut ini rumus laba/
rugi:
Laba/ rugi (rupiah)= Total pendapatan – Total biaya

3.5.6 Pengamatan Sanitasi Dan Hygiene


Pengamatan sanitasi dan hygiene terhadap penerapan SSOP di UMKM.
Produsen nugget ikan yang ditinjau menurut tujuan dan prosedurnya di unit
pengolahan menyangkut 8 aspek, yaitu air dan es, peralatan dan pakaian kerja,
pencegahan kontaminasi silang, toilet dan cuci tangan, bahan kimia, pelabelan
dan penyimpanan, kesehatan karyawan, dan pengendalian pest. SSOP
merupakan prosedur-prosedur standar penerapan prinsip pengelolaan
lingkungan yang dilakukan melalui kegiatan sanitasi dan higiene. Dalam hal ini,
SSOP menjadi program sanitasi wajib suatu industri untuk meningkatkan kualitas
produk yang dihasilkan dan menjamin sistem keamanan produksi pangan. Hal
yang perlu diamati dalam penerapan Sanitation Standard Operating Procedures
(SSOP) di UKM UD Sabily Labuhnan Maringgai, Lampung Timur, Lampung
dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Pengamatan SSOP di UKM UD Sabily

No Delapan kunci SSOP Hal-hal yang diamati


1 Keamanan air dan es • Kecukupan pasokan air
• Sumber air
• Persyaratan air dan es yang digunakan
• Treatment yang diterapkan
• Mencegah air dari kontaminasi silang
• Monitoring mutu dan keamanan
• Saluran pipa air bersih dan limbah
pembuangan
2 Kondisi dan kebersihan • Bahan peralatan dan perlengkapan yang
permukaan yang kontak digunakan
dengan produk • Ketersediaan peralatan pengolahan
• Kondisi peralatan
• Pembersihan dan sanitasi peralatan
• Tempat penyimpanan peralatan

3 Pencegahan kontaminasi • Area produk akhir dan bahan baku


silang • Layout bangunan
• Label pada peralatan dan perlengkapan

4 Menjaga fasilitas • Tempat pencuci tangan


pencuci tangan, sanitasi, • Waktu diperlukan untuk mencuci tangan
dan toilet • Perlengkapan sanitasi
• Jumlah toilet dan jumlah karyawan
• Bak cuci kaki yang memadai
5 Perlindungan, pengemas, • Cara melindungi produk, bahan
alat, bahan pengemas pengemas, dan peralatan yang kontak
dari bahan- langsung dengan produk
bahan kontaminan

6 Persyaratan • Pelabelan bahan kimia, pembersih, dan


label, penggunaan, sanitizer
penyimpananbahan • Syarat penggunaan bahan kimia dan
kimia berbahaya bahan pembersih
• Tempat penyimpanan bahan kimia
Berbahaya

7 Kesehatan dan • Monitoring kesehatan karyawan


kebersihan karyawan

8 Pengendalian pest • Kebersihan ruangan


• Faktor-faktor yang menyebabkan pest
masuk ke UPI
• Cara pengendalian hama atau pest
4 RANCANGAN KEGIATAN DAN ANGGARAN DANA

4.1 Perencanaan Waktu


Praktik Lapang I yang berjalan selama 1 semester atau 6 bulan terdiri dari
beberapa kegiatan yang saling berhubungan dimulai dari penyusunan proposal
dan penyelesaian administrasi, persiapan berangkat ke lokasi praktik,
pelaksanaan praktik, pengelolaan dan analisa data dan penyusunan laporan, dan
seminar hasil praktik. Perencanaan waktu pada praktik lapang I ini dapat dilihat
pada Tabel 5.

Tabel 5. Perencanaan waktu paraktik lapang l

Jadwal
Penyusunan
Kegiatan Minggu Penyusunan Penyelesain Pelaksanan Studi
laporan
Rancana ke proposal administrasi praktik Pustaka
akhir
Kegiatan
1
2
Februari
3
4
1
2
maret
3
4
1
2
april
3
4
1
2
mei
3
4
1
2
juni
3
4
1
2
juli
3
4
1
2
agustus
3
4

4.2 Perencanaan Anggaran


Biaya praktik meliputi biaya akomodasi dan biaya hidup yang
diperlukan selama pelaksanaan praktik. Rencana anggaran biaya pada
praktik lapang I ini dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 7 Recana anggaran biaya praktik lapang I


No Uraian Biaya Harga

1. Transportasi ke lokasi 250.000 x 2 500.000


Praktik
2. Biaya makan 30.000 x 180 5.400.000
hari
3. Biaya kos 200 x 6 bulan 1.200.000

4. Biaya penyusunan 150.000 150.000


proposal dan laporan
5 Biaya tak terduga 200.000 150.000

Total 7.400.000
DAFTAR PUSTAKA

Aslamyah, S. 2008. Pembelajaran Berbasis SCL pada Mata Kuliah Biokimia


Nutrisi. UNHAS. Makassar
Balai Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan [BPPMHP]. (2004).
Ikan Bandeng dan Produk Diversifikasinya. Balai Pembinaan dan
Pengujian Mutu Hasil Perikanan, Departemen Kelautan dan
Perikanan.Jakarta
Chendawati, 2017. Dimsum Istimewa. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Istihastuti, Djazuli, N. & Ratnawati (1997). Teknologi Pengolahan Surimi dan


produk Fish Jelly. Balai Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil
Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta
Murtidjo, B.A. 2002. Bandeng. Kanisius. Yogyakarta
Nurhasanah, (2008). Kelayakan Usaha Pengolahan Kerupuk Cumi Di UD.
Pelangi Sari, Banyuwangi, Jawa Timur. Karya Ilmiah Praktek Akhir.
Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Sekolah Tinggi
Perikanan Jakarta.
Purnomowati, I., Hidayati, D., dan Saparinto, C. 2007. Ragam Olahan Bandeng.
Kanisius. Yogyakarta
Saprianto, Cahyo. (2007). Membuat Aneka Olahan Bandeng. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Sarnita Sadya (2022) Produksi Ikan Bandeng Indonesia Turun 3,97% pada 2021:
https://dataindonesia.id/sektor-riil/detail/produksi-ikan-bandeng-
indonesia-turun-397-pada-2021.Diakses pada 31 Januari 2023
Pukul 14.08 WIB

Sudradjat, A. 2008. Budidaya 23 Komoditas Laut Menguntungkan. Penebar


Swadaya, Jakarta
Susiwi, S. (2009). Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating
Procedures) S P O Sanitasi. Handout. Jurusan Pendidikan Kimia.
Universitas Pendidikan Indonesia: Bandung
Triharjono, A. Banun D. P., Muhammad F. (2013). Evaluasi Sanitation Standard
Operating Procedures Kerupuk Amplang Di UD Sarina Kecamatan
Kalianget Kabupaten Sumenep. AGROINTEK Vol 7, No.2, Hal 76 -
83.
USDA National Nutrient Database for Standard Reference. 2009. Milkfish list
nutrition.
Winarno, F. G. dan Surono. (2004). GMP Cara Pengolahan Pangan yang Baik.
M- Brio Press. Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Schoresheet ikan segar (SNI 2729:2013)

Nama Panelis :………………………Tanggal:………


• Cantumkan kode contoh pada kolom yang tersedia sebelum
melakukan pengujian.
• Beri tanda √ pada nilai yang dipilih sesuai kode contoh yang diuji.

Kode
Spesifikasi Nilai
1 2 3 4 5 6 7
1. Kenampakan
a. Mata
- Bola mata cembung, kornea dan
9
pupiljernih, mengkilap spesifik jenis
ikan
- Bola mata rata, kornea dan pupil
8
jernih,agak mengkilap spesifik
jenis ikan
- Bola mata rata, kornea agak keruh,
pupil agak keabu-abuan, agak 7
mengkilap spesifik jenis ikan
- Bola mata agak cekung, kornea
agak keruh, pupil agak keabu- 6
abuan, agak mengkilap spesifik
jenis ikan
- Bola mata agak cekung, kornea
keruh.pupil agak keabu- 5
abuan, tidak mengkilap
- Bola mata cekung, kornea keruh,
3
pupilkeabu-abuan, tidak mengkilap
- Bola mata sangat cekung,
korneasangat keruh, pupil abu- 1
abu, tidak mengkilap
b. Insang
- Warna insang merah tua atau
coklat kemerahan, cemerlang 9
dengan sedikit sekali lendir
transparan
- Warna insang merah tua atau
coklat kemerahan, kurang 8
cemerlang dengan sedikit lendir
transparan
- Warna insang merah muda atau
7
coklat muda dengan sedikit lendir
agak keruh
- Warna insang merah muda atau
6
coklat muda dengan lendir agak
keruh
- Warna insang merah muda atau
5
coklat muda pucat dengan lendir
keruh
- Warna insang abu-abu atau coklat
keabu-abuan dengan lendir putih
susu bergumpa 3
- Warna insang abu-abu, atau coklat
keabu-abuan dengan lendir coklat
bergumpal 1
c. Lendir Permukaan Badan

- Lapisan lendir jernih,


9
transparan,mengkilap cerah

- Lapisan lendir jernih, transparan,


8
cukup cerah

- Lapisan lendir mulai agak keruh


7

- Lapisan lendir mulai keruh


6

- Lendir agak tebal, mulai berubah


5
warna

- Lendir tebal sedikit menggumpal,


3
berubah warna

- Lendir tebal menggumpal, berubah


1
warna

2. Daging

- Sayatan daging sangat cemerlang,


spesifik jenis, jaringan daging
sangat kuat
9
- Sayatan daging cemerlang
8
spesifik jenis, jaringan daging kuat

- Sayatan daging sedikit


7
kurang cemerlang, jaringan
daging kuat
- Sayatan daging kurang
6
cemerlang, jaringan daging sedikit
kurang kuat
- Sayatan daging mulai
5
pudar, jaringan daging
kurang kuat
- Sayatan daging kusam, jaringan
3
daging kurang kuat

- Sayatan daging sangat kusam,


1
jaringan daging rusak

3. Bau

- Sangat segar, spesifik jenis kuat


9

- Segar, spesifik jenis


8

- Segar, spesifik jenis kurang


7

- Netral
6

- Sedikit bau asam


5

- Bau asam kuat


3
- Bau busuk kuat
1

4. Tekstur

- Padat, kompak, sangat elastis


9

- Padat, kompak, elastis


8

- Agak lunak, agak elastis


7

- Agak lunak, sedikit kurang elastis


6

- Agak lunak, kurang elastis


5

- Lunak bekas jari terlihat dan


3
sangat lambat hilang

- Sangat lunak, bekas jari tidak


1
hilang

Sumber SNI 2729:2013

Anda mungkin juga menyukai