Anda di halaman 1dari 120

TEKNIK PENGOLAHAN IKAN SARDEN (Sardinella sp.

) DALAM
PRODUK KALENG DI PT. MAYA FOOD INDUSTRIES
PEKALONGAN, JAWA TENGAH

PRAKTEK KERJA LAPANG


PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

OLEH :
KHAIRANITA KURNIAWATI
JOMBANG JAWA TIMUR

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2014

TEKNIK PENGOLAHAN IKAN SARDEN (Sardinella sp.) DALAM


PRODUK KALENG DI PT. MAYA FOOD INDUSTRIES
PEKALONGAN, JAWA TENGAH

Praktek Kerja Lapang sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada Program Studi S-1 Budidaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga

Oleh :
KHAIRANITA KURNIAWATI
NIM : 141111060

Mengetahui;

Menyetujui;

Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan


Universitas Airlangga,

Dosen Pembimbing,

Prof.Dr.Drh.Hj. Sri Subekti, B.S.,DEA.


NIP. 19520517 197803 2 001

Moch. Amin Alamsjah, Ir., M.Si., Ph.D.


NIP. 19700116 199503 1 002

TEKNIK PENGOLAHAN IKAN SARDEN (Sardinella sp.) DALAM


PRODUK KALENG DI PT. MAYA FOOD INDUSTRIES
PEKALONGAN, JAWA TENGAH

Oleh :
KHAIRANITA KURNIAWATI
NIM : 141111060

Setelah mempelajari dan menguji dengan sungguh-sungguh, kami berpendapat bahwa


Praktek Kerja Lapang (PKL) ini, baik ruang lingkup maupun kualitasnya dapat
diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

Telah diujikan pada


Tanggal : 19 Maret 2014

KOMISI PENGUJI
Ketua
Anggota

: Moch. Amin Alamsjah, Ir., M.Si., Ph.D.


: Rahayu Kusdarwati, Ir., M.Kes.
Agustono, Ir., M.Kes.

Surabaya, 19 Maret 2014


Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas Airlangga
Dekan,

Prof.Dr.Drh.Hj. Sri Subekti, B.S.,DEA.


NIP. 19520517 197803 2 001

RINGKASAN

KHAIRANITA KURNIAWATI. Teknik Pengolahan Ikan Sarden (Sardinella


sp.) dalam Produk Kaleng di PT. Maya Food Industries Pekalongan, Jawa
Tengah. Dosen Pembimbing Moch. Amin Alamsjah, Ir., M.Si., Ph.D.

Ikan sarden merupakan salah satu ikan komoditas penting dan banyak
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dalam berbagai bentuk olahan. Salah satu
jenis ikan sarden yaitu ikan lemuru. Ikan ini sangat mudah mengalami kerusakan
(perishable food) dan cepat membusuk, sehingga perlu adanya pengolahan
terhadap ikan jenis ini. Jenis pengolahan yang dapat mengawetkan ikan dalam
jangka waktu yang lama yaitu dengan cara pengalengan. Tujuan dari Praktek
Kerja Lapang (PKL) ini adalah untuk memperoleh pengetahuan, pengalaman dan
keterampilan kerja serta mengetahui hambatan dalam usaha pengalengan ikan
sarden dan manajemen perusahaan.
Praktek kerja lapang ini dilaksanakan di Jalan Jlamprang, Desa Krapyak
Lor, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah pada
tanggal 20 Januari-15 Februari 2014. Metode kerja yang digunakan adalah metode
deskriptif dengan pengambilan data meliputi data primer dan data sekunder.
Pengambilan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, partisipasi aktif
dan studi pustaka.
PT. Maya Food Industries merupakan perusahaan swasta nasional dan
berbentuk badan hukum perseroan terbatas. Perusahaan ini selain bergerak
dibidang pengalengan ikan juga mampu memproduksi produk perikanan lain
seperti surimi, bakso ikan, fish stick dan sebagainya. Dalam menjalankan
usahanya dipimpin oleh seorang Managing Director yang dibantu oleh manajer
pada 10 departemen. Pengalengan ikan terdiri dari tahap persiapan bahan baku,
thawing udara, pemotongan dan pengeluaran isi perut, pencucian pertama,
pengisian ikan ke dalam kaleng, cek pengisian dan cek kebersihan, pre cooking
selama 20 menit pada suhu 90C, penirisan produk dari air pre cooking, pengisian
medium saus tomat kekentalan 28-30 Brix dengan menyisakan head space

sebesar 3 mm, penutupan kaleng, pencucian kedua dengan menggunakan air


bersuhu 70C dan sabun, sterilisasi pada suhu 117C dan tekanan 0,70-0,80
kg/cm2 dalam waktu 80-90 menit, pendinginan, inkubasi selama 7 hari, labelling
dan pengemasan, serta penyimpanan. Hambatan yang dihadapi perusahaan ini
adalah ketersediaan ikan lemuru yang tidak selalu ada sehingga proses produksi
tidak selalu berjalan rutin, mesin yang mengalami gangguan ditengah kegiatan
produksi serta bencana banjir yang menyebabkan kaleng mudah berkarat.

SUMMARY

KHAIRANITA KURNIAWATI. Technique of Sardine Fish Processing in


Canned Product in PT. Maya Food Industries Pekalongan, Central Java.
Academic Advisor as Moch. Amin Alamsjah, Ir., M.Sc., Ph.D.
Sardine fish is one of the important fish comodity and mostly consumed
by Indonesian people in various product. One kind of the sardine fish that is
lemuru. This fish is easy to be damage (perishable food) and easy to be decayed in
order to need the methods in processing this fish. The type of processing which
can preserve fish in the long period of time that is canning method. The purpose
of this Field Work Practice (PKL) is to obtain knowledge, experience and the skill
in worked as well as to know the obstacles in canned sardine fish bussiness and
the company management.
The Field Work Practice was carried out in Jlamprang Road, Krapyak Lor
Village, Sub-distric of North Pekalongan, Central Java on 20th January to 15th
February, 2014. The work method implemented was the descriptive method that
was by taking the data such as the primary data and secondary data. Data were
collected by observation, interview, active participation and literature study.
PT. Maya Food Industries is the national private company and a form of
legal entity is limited liability company. This company beside of undergoing the
canning fish, this company also produces the other fish products such as surimi,
fish meatball, fish stick and so on. The company is leaded by a managing director
in operating this company in which a manager director is helped by the manager
in 10 departements. The canned fish consist of several steps such in preparing the
raw material, the air thawing, cutting and abdominal evisceration, first washing,
filling the fish into can, checking the filled and checking the hygiene, pre cooking
during 20 minutes in the temperature of 90oC, draining the product by water in pre
cooking, the filling of tomatto sauce medium which viscosity 28-30 Brix by
leaving head space 3 mm in sized, the process of lidding can, the second washing
by using the water in temperature of 70 oC and a soap, sterilization process in

temperature of 117C and the pressure around 0.70-0.80 kg/cm2 during 80-90
minutes, cooling, incubating for 7 days, labelling and packaging, and storage.
Barriers encountered these company is the availability of fish lemuru does not
always exist so that the production process does not always run regularly, the
machine is disturbed amid production activities and floods that caused the can
easily corroded.

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Praktek Kerja Lapang (PKL) tentang
teknik pengalengan ikan sarden ini dapat terselesaikan. Karya ilmiah ini disusun
berdasarkan hasil praktek kerja lapang yang telah dilaksanakan pada perusahaan
pengalengan ikan sarden yaitu PT. Maya Food Industries yang terletak di Jalan
Jlamprang, Desa Krapyak Lor, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan
pada tanggal 20 Januari hingga 15 Februari 2014. Tidak lupa, penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Allah SWT karena telah memberikan limpahan rahmatNya kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini
dengan tepat waktu.
2. Orang tua dan keluarga yang senantiasa memberikan dukungan moril dan
materil kepada penulis sehingga dapat terselesaikannya praktek kerja lapang
ini dengan baik.
3. Ibu Prof.Dr.Drh.Hj. Sri Subekti, B.S.,DEA. selaku Dekan Fakultas Perikanan
dan Kelautan Universitas Airlangga yang memberikan kesempatan kepada
penulis dalam melaksanakan praktek kerja lapang.
4. Bapak Moch. Amin Alamsjah, Ir., M.Si., Ph.D. sebagai Dosen Pembimbing
yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sejak
penyusunan proposal hingga terselesaikannya penyusunan laporan Praktek
Kerja Lapang (PKL) ini dengan tepat waktu.
5. Ibu Rahayu Kusdarwati, Ir., M.Kes dan Bapak Agustono, Ir., M.Kes sebagai
Dosen Penguji pada sidang Praktek Kerja Lapang (PKL) dan memberikan
masukan yang membangun kepada penulis.
6. Bapak Eka Setyadi S.T sebagai Pembimbing Lapangan kerja praktek yang
memberikan ilmu, pengetahuan dan wawasan kepada penulis selama penulis
melakukan praktek kerja lapang di PT. Maya Food Industries.
7. Bapak Jones H. Simbolon S.H sebagai Kepala HRD yang telah mengizinkan
penulis dalam melaksanakan praktek kerja lapang di PT. Maya Food
Industries dan telah memberikan masukan dan ilmunya kepada penulis.
8. Bapak Sugeng, Mas Riski Hermawan, Ibu Titik, Ibu Win dan seluruh
karyawan PT. Maya Food Industries yang memberikan ilmu dan informasi

kepada penulis terkait pengumpulan data-data yang dibutuhkan penulis untuk


menyusun laporan praktek kerja lapang ini.
9. Aditia, Hikmah, Dendi, Mira, Septian, Elkana, Dina, Nia, Hestu serta kawankawan lainnya yang merupakan teman seperjuangan dalam melaksanakan
praktek kerja lapang di PT. Maya Food Industries selama satu bulan.
10. Mas Indra Tri Prayugi, Mbak Mardiah Rahma dan teman-teman Octopus 2011
Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga yang telah
memberikan dukungan dan semangat kepada penulis dalam pelaksanaan
maupun penyelesaian laporan praktek kerja lapang ini.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih banyak kekurangan,
sehingga kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan dan
kesempurnaan karya ilmiah ini. Akhirnya penulis berharap semoga karya ilmiah
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, terutama bagi mahasiswa Program Studi
Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga,
Surabaya yang berguna untuk kemajuan serta pengembangan ilmu dan teknologi
dalam bidang perikanan, terutama pengolahan ikan.

Surabaya, Maret 2014

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman
RINGKASAN ...................................................................................
iv
SUMMARY ...................................................................................

vi

KATA PENGANTAR ....................................................................

viii

DAFTAR TABEL ..........................................................................

xiii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................

xiv

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................

xv

PENDAHULUAN ....................................................................

1.1 Latar Belakang ..............................................................

1.2 Tujuan ...........................................................................

1.3 Manfaat .........................................................................

II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................

2.1 Deskripsi Ikan Sarden ....................................................


2.1.1 Taksonomi dan Morfologi ................................
2.1.2 Habitat dan Penyebaran ....................................
2.1.3 Reproduksi .......................................................
2.1.4 Makanan ..........................................................
2.1.5 Kandungan Gizi ...............................................

4
4
6
8
8
9

2.2 Manajemen Perusahaan .................................................


2.2.1 Pengertian Manajemen Perusahaan ..................
2.2.2 Manajemen Strategis .......................................
2.2.3 Tingkatan Strategis ..........................................
2.2.4 Jenis Strategi Alternatif ...................................

10
10
11
13
14

2.3 Pengalengan ..................................................................


2.3.1 Pengertian Pengalengan ...................................
2.3.2 Proses Pengalengan Ikan .................................

17
17
18

III PELAKSANAAN .....................................................................

27

3.1 Tempat dan Waktu ........................................................

27

3.2 Metode Kerja .................................................................

27

3.3 Metode Pengumpulan Data ............................................

27

3.3.1 Data Primer .....................................................


3.3.2 Data Sekunder .................................................

27
29

IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................

30

4.1 Keadaan Umum Lokasi PKL .........................................


4.1.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan ...........
4.1.2 Keadaan Topografi dan Geografi .....................
4.1.3 Sarana dan Prasarana Perusahaan ....................

30
30
31
32

4.2 Manajemen Perusahaan .................................................


4.2.1 Visi dan Misi Perusahaan ................................
4.2.2 Tujuan Perusahaan ..........................................
4.2.3 Struktur Organisasi .........................................
4.2.4 Ketenagakerjaan ..............................................
4.2.5 Spesifikasi Produk ...........................................
4.2.6 Kapasitas Produksi ..........................................

33
33
33
34
40
43
47

4.3 Peralatan Produksi .........................................................

47

4.4 Bahan Baku Produksi ....................................................

54

4.5 Bahan Pengemas ............................................................

59

4.6 Pengalengan Ikan ..........................................................


4.6.1 Persiapan Bahan Baku ...................................
4.6.2 Pencairan (Thawing) .....................................
4.6.3 Pemotongan dan Pengeluaran Isi Perut ............
4.6.4 Pencucian 1 ...................................................
4.6.5 Pengisian (Filling) .........................................
4.6.6 Cek Pengisian dan Cek Kebersihan ...............
4.6.7 Pemasakan Awal (Pre-cooking) ....................
4.6.8 Penirisan (Drying) .........................................
4.6.9 Pengisian Medium (Filling Medium) .............
4.6.10 Penutupan Kaleng (Seaming) ........................
4.6.11 Pencucian 2 ...................................................
4.6.12 Sterilisasi ......................................................
4.6.13 Pendinginan (Cooling) ..................................
4.6.14 Inkubasi ........................................................
4.6.15 Pemberian Label dan Pengemasan .................
4.6.16 Penyimpanan (Storage) .................................

61
62
62
64
64
65
66
67
68
68
70
71
72
73
74
75
77

4.7 Analisis Usaha ...............................................................

78

4.8 Hambatan dan Pengembangan Usaha .............................


4.8.1 Hambatan Usaha .............................................
4.8.2 Pengembangan Usaha .....................................

80
80
81

V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................

82

5.1 Kesimpulan ...................................................................

82

5.2 Saran .............................................................................

83

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................

85

LAMPIRAN ...................................................................................

88

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

1. Komposisi kimia ikan sarden menurut FAO ..............................

10

2. Ketahanan panas bakteri pada proses sterilisasi produk kaleng .....

23

3. Jumlah karyawan PT. Maya Food Industries .............................

41

4. Kapasitas exhaust box ...............................................................

49

5. Kapasitas alat penutup kaleng (Can Seamer) .............................

51

6. Jenis dan ukuran kaleng ............................................................

60

7. Kapasitas karton ........................................................................

61

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

1. Ikan sarden ................................................................................

2. Distribusi penyebaran ikan sarden di WIB .................................

3. Produk ikan sarden dan mackarel kaleng ...................................

45

4. Produk tambahan PT. Maya Food Industries .............................

45

5. Ikan diletakkan di ante room .....................................................

62

6. Proses thawing ikan ..................................................................

63

7. Proses pemotongan tubuh ikan ..................................................

64

8. Pencucian ikan ..........................................................................

65

9. Pengisian ikan pada kaleng

.......................................................

66

10. Cek pengisian dengan timbangan ..............................................

67

11. Proses pemasukan kaleng pada exhaust box ..............................

68

12. Proses penirisan ........................................................................

68

13. Pengisian saus tomat .................................................................

70

14. Penutupan kaleng ......................................................................

71

15. Pencucian kaleng

......................................................................

71

16. Kaleng dimasukkan kedalam retort ...........................................

73

17. Kaleng pada bak pendingin .......................................................

74

18. Kaleng diinkubasi pada ruang pengemasan

...............................

75

19. Labelling ...................................................................................

76

20. Proses labelling dan pengemasan ..............................................

76

21. Penyimpanan produk .................................................................

77

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Halaman

1. Tata letak dan denah unit produksi ..............................................

88

2. Struktur organisasi PT. MFI Pekalongan ...........................................

89

3. Sertifikat MUI, GMP, ISO, dan HACCP .....................................

90

4. Score sheet tes organoleptik sesuai dengan SNI ...........................

94

5. Alur proses produksi pengalengan ikan .......................................

98

6. Analisis usaha PT. Maya Food Industries ....................................

99

7. Data penerimaan bahan baku .......................................................

101

8. Dokumentasi peralatan produksi ....................................................

102

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ikan sarden merupakan ikan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia dalam berbagai bentuk olahan. Jenis ikan sarden yang banyak terdapat
di Indonesia adalah ikan lemuru. Karena nama lemuru kurang dikenal di
masyarakat, maka dipergunakanlah nama sarden yang juga merupakan nama
genus dari ikan lemuru ini. Menurut Rasyid (2003), ikan lemuru (Sardinella sp.)
merupakan jenis ikan pelagik kecil yang banyak dijumpai di perairan Indonesia.
Ada dua jenis ikan lemuru yang memiliki nilai ekonomis penting adalah S. sirm
dan S. longiceps. S. sirm banyak ditemukan di laut Jawa. Tegal dan Pekalongan
merupakan tempat pendaratan terbesar jenis lemuru ini. Sedangkan S. longiceps
didapatkan dalam jumlah besar di Selat Bali. Ikan lemuru termasuk ikan
berkualitas rendah dan kurang mendapat perhatian di Indonesia, harganya relatif
rendah dan cepat mengalami penurunan mutu.
Prinsip pengolahan ikan pada dasarnya bertujuan melindungi ikan dari
pembusukan dan kerusakan. Selain itu juga untuk memperpanjang daya awet dan
mendiversifikasikan produk olahan hasil perikanan (PPKP, 2012). Adanya
diversifikasi produk, maka dapat menambah nilai jual dari ikan itu sendiri dan
memberi pilihan bagi konsumen dalam menikmati ikan yang dapat terdiri dari
berbagai jenis olahan. Menurut Rasyid (2003), pada pengolahan ikan sarden
terdapat beberapa cara yaitu dalam bentuk ikan kaleng, pindang, ikan asin dan
tepung.

Pengalengan merupakan salah satu bentuk pengolahan dan pengawetan


ikan modern yang dikemas secara hermatis dan kemudian disterilkan. Bahan
pangan dikemas secara hermatis dalam suatu wadah baik kaleng, gelas, atau
alumunium. Pengemasan secara hermatis dapat diartikan bahwa penutupannya
sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus oleh udara, air, kerusakan oksidasi
maupun perubahan cita rasa (Adawyah, 2008). Pengalengan ikan sarden ini
umumnya dilakukan oleh perusahaan dengan menggunakan bahan baku ikan lokal
dan dapat pula dipasok dari ikan impor untuk memenuhi kebutuhan produksi
perusahaan (Bali Post, 2003). Dengan pengalengan yang dilakukan tersebut maka
ikan mengalami peningkatan harga jual dan dapat dipasarkan ke masyarakat luas,
tidak hanya di daerah tempat banyak ditemukannya ikan ini (Maleva, 2011).
Salah satu perusahaan yang bergerak dibidang pengalengan ikan sarden
yaitu PT. Maya Food Industries. Perusahaan tersebut telah lama beroperasi dalam
menghasilkan ikan sarden kaleng yang dipasarkan hampir ke seluruh Indonesia.
Dengan adanya praktek kerja lapang ini dapat diketahui cara atau teknik
pengalengan ikan yang dilakukan perusahaan tersebut serta manajemen
perusahaan yang diterapkan. Serta memahami pengolahan ikan dengan baik dan
benar sehingga dapat dihasilkannya produk yang berkualitas dan layak
dikonsumsi masyarakat.

1.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya Praktek Kerja Lapang (PKL) ini yaitu :
1. Mengetahui teknik pengolahan ikan sarden untuk dijadikan produk kaleng
hingga dapat dipasarkan di PT. Maya Food Industries Pekalongan, Jawa
Tengah
2. Mengetahui manajemen perusahaan yang diterapkan di PT. Maya Food
Industries Pekalongan, Jawa Tengah
3. Mengetahui permasalahan yang timbul baik dalam proses pengalengan ikan
sarden maupun dalam kegiatan manajemen perusahaan di PT. Maya Food
Industries Pekalongan, Jawa Tengah

1.3 Manfaat
Dengan adanya Praktek Kerja Lapang (PKL) ini, mahasiswa diharapkan
mampu untuk meningkatkan wawasan, keterampilan, serta mendapatkan
pengalaman baru dalam teknik pengalengan ikan sarden. Selain itu mahasiswa
mendapat gambaran secara langsung kondisi di lapangan mengenai pengalengan
ikan yang dilakukan oleh perusahaan pengolahan ikan serta mengetahui kendala
yang sering ditemui oleh perusahaan pengolahan ikan dalam kegiatan
pengalengan ikan setiap bulannya.

II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Ikan Sarden


2.1.1 Taksonomi dan Morfologi
Klasifikasi ikan sarden (Sardinella sp.) menurut Saanin (1984) dalam
Khalishi (2011) adalah sebagai berikut :
Kingdom
Phylum
Kelas
Ordo
Family
Genus
Spesies

: Animalia
: Chordata
: Actinopterygii
: Clupeiformes
: Clupeidae
: Sardinella
: Sardinella sp.
Sardinella lemuru
Sardinella fimbriata

Gambar 1. Ikan sarden


Sumber : PIPP (2012)

Sarden memiliki bentuk mulut non protaktil dengan ukuran sedang, posisi
sudut mulut ikan tersebut satu garis lurus dengan sisi bawah bola mata, tubuh
berbentuk torpedo, sirip punggung berbentuk sempurna dan terletak di
pertengahan dengan permulaan dasar di depan sirip perut, sirip dada di bawah
linea lateralis, sirip perut sub abdominal, sirip ekor berbentuk bulan sabit (Saanin,
1986 dalam Swagger, 2012).

Beberapa dari jenis Sardinella ada yang hampir menyerupai satu sama
lainnya, beberapa ada yang mempunyai perbedaan morfologis, yang menandakan
bahwa ikan itu berbeda spesiesnya (Dwiponggo, 1982 dalam Syakila, 2009).
Perbedaan morfologis ini dapat berupa perbedaan warna tubuh seperti yang
terlihat pada S. fimbriata dengan warna hijau kebiruan pada bagian badan atas,
sedangkan warna biru gelap di bagian yang sama pada S. lemuru Bleeker (Syakila,
2009).

A. Ikan Lemuru (S. lemuru)


Ikan lemuru yang terkenal di Indonesia pada awalnya adalah S. longiceps
yang terkonsentrasi di Selat Bali dan sekitarnya. Selain pada S. longiceps, nama
lemuru juga diberikan pada jenis-jenis lain dari marga Sardinella, yaitu S. lemuru,
S. sirm, S. leiogastes dan S. aurita (Burhanuddin et al., 1984 dalam Nababan,
2009).
Ikan lemuru termasuk ikan pelagik kecil pemakan plankton. Hidupnya
bergerombol, badannya bulat memanjang, bagian perut agak membulat dengan
sisik duri yang agak tumpul dan tidak menonjol. Panjang badannya dapat
mencapai 23 cm, namun umumnya 17-18 cm. Warna badan biru kehijauan di
bagian atas, sedangkan bagian bawah putih keperakan. Pada bagian atas penutup
insang sampai pangkal ekor terdapat sebaris totol-totol hitam atau bulatan-bulatan
kecil berwarna gelap. Siripnya berwarna abu-abu kekuning-kuningan, sedangkan
warna sirip ekor kehitaman (Dwiponggo, 1982 dalam Aprilia, 2011).

B. Ikan Tembang (S. fimbriata)


Ikan tembang memiliki bentuk badan memanjang dan pipih. Sisik-sisik
duri terdapat di bagian bawah badan. Awal sirip punggung sedikit ke depan dari
pertengahan badan, berjari-jari lemah 16-19. Tapis insangnya halus, berjumlah
60-80 pada busur insang pertama bagian bawah. Ikan ini hidup bergerombol
membentuk gerombolan besar. Ukurannya dapat mencapai 16 cm, namun
umumnya 12,5 cm. Warnanya biru kehijauan pada bagian atas, putih perak pada
bagian bawah. Warna sirip-siripnya pucat kehijauan dan tembus cahaya
(Sardjono, 1979 dalam Bachrin dkk, 2011).
Sirip punggung ikan tembang terdiri dari jari-jari lemah yang
berbuku-buku dan berbelah. Sirip pada punggung bersisik, tidak bersungut dan
tidak berjari-jari keras. Tidak bersirip punggung tambahan yang seperti kulit,
tidak memiliki bercak-bercak yang bercahaya, bertulang dahi belakang dan sirip
dada sempurna. Perut sangat pipih dan bersisik tebal yang bersiku. Sirip perut
jauh ke belakang di depan sirip dubur, rahang sama panjang, tutup insang satu
sama lain tidak melekat, bentuk mulut terminal (posisi mulut terletak di bagian
depan ujung hidung), tajam serta bergerigi. Gigi lengkap dengan langit-langit,
sambungan tulang rahang dan lidah (Saanin, 1984 dalam Khalishi, 2011).

2.1.2 Habitat dan Penyebaran


Sardinella sp. tergolong ikan pelagis. Ruaya ikan ini dipengaruhi oleh
makanan, suhu dan salinitas. Pada siang hari, ikan sarden umumnya berada di
dekat dasar perairan dan membentuk gerombolan yang kompak, sedangkan pada
malam hari bergerak ke dekat permukaan air dalam bentuk gerombolan yang

menyebar dan akan muncul ke permukaan apabila cuaca mendung disertai hujan
gerimis. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya temperatur permukaan
(Adianto, 1993 dalam Aprilia, 2011).
Ikan sarden ini menghuni perairan tropis yang ada di daerah Indo Pasifik,
dari teluk Aden sampai dengan perairan Filipina (Sujastani dan Nurhakim, 1982
dalam Aprilia, 2011). Ikan ini tersebar di Lautan India bagian timur yaitu Phuket,
Thailand, di pantai-pantai sebelah selatan Jawa Timur dan Bali, Australia sebelah
barat dan Lautan Pasifik sebelah barat (Laut Jawa ke utara sampai Filipina, Hong
Kong, Taiwan sampai selatan Jepang). Di Indonesia, selain di perairan Selat Bali
dan sekitarnya, ikan ini terdapat juga di sebelah selatan Ternate dan Teluk Jakarta
(Whitehead, 1985 dalam Nababan 2009).

Gambar 2. Distribusi penyebaran ikan sarden di Wilayah Indonesia Barat (WIB)


Sumber : Triyatna (2013)

Lemuru Bali (S. lemuru) dapat ditangkap secara musiman yakni mulai
awal musim penghujan di sekitar Selat Bali (bulan September-Oktober) hingga
akhir musim dibulan Februari-Maret. Puncak penangkapan berlangsung sekitar
bulan Desember-Januari. Diluar musim tersebut, ikan S. lemuru ini sulit

ditemukan, diduga ikan-ikan ini berpindah ke lapisan perairan yang lebih dalam
(IFT Fishing, 2013).

2.1.3 Reproduksi
Menurut Merta (1992) dalam Nababan (2009), ikan-ikan sarden yang
tertangkap di perairan Selat Bali diperkirakan memijah pada bulan Juni-Juli.
Tempat pemijahan diperkirakan tidak jauh dari pantai Selat Bali, ditandai dengan
tertangkapnya ikan-ikan sarden kecil oleh bagan-bagan tancap di Teluk Pangpang
pada Bulan Juni. Diperkirakan ada kelompok ikan yang memijah pada bulan
Oktober sampai November. Ikan cenderung datang ke pantai untuk bertelur
karena salinitasnya rendah. Kemungkinan ikan lemuru di Selat Bali memijah pada
akhir musim hujan setiap tahun, tetapi proses pemijahan ikan ini masih belum
diketahui. Pemijahan dan migrasi ikan ini dapat terjadi secara tiba-tiba dalam
jumlah yang besar seperti pada spesies S. aurita dan S. longiceps, hal ini
berkaitan dengan kondisi hidrologi (terutama suhu).

2.1.4 Makanan
Penelitian yang dilakukan Merta (1992) dalam Nababan (2009)
menunjukkan bahwa lemuru (S. longiceps) adalah pemakan zooplankton dan
fitoplankton terutama copepoda. Zooplankton merupakan makanan utama,
menduduki presentase sekitar 90,52%-95,54%, sedangkan fitoplankton berjumlah
sekitar 4,46%-9,48%. Copepoda dan decapoda merupakan komponen zooplankton
tertinggi

yang

masing-masing

(53,76- 55,00% dan 6,50-9,45%).

menduduki

tempat

pertama

dan

kedua

Dalam kaitan ini Merta (1992) dalam Nababan (2009) berpendapat bahwa
pada musim barat (November-Pebruari) lemuru didapatkan di tepi Selat Bali
dimana jenis plankton didapatkan dalam jumlah yang besar. Pada musim timur
(Juni-Agustus) terjadi upwelling di Selatan Jawa dan di Selat Bali. Hal ini
menyebabkan produktivitas primer meningkat tinggi dan memungkinkan
makanan utama ikan sarden berubah menjadi fitoplankton.

2.1.5 Kandungan Gizi


Ikan sarden kaya akan kandungan omega-3 yaitu EPA (eicosapentaenoic)
dan DHA (docohexanoic acid), salah satu jenis lemak tak jenuh yang diyakini
punya banyak manfaat untuk kesehatan (IFT Fishing, 2013). Ikan sarden
mengandung EPA 1.381 mg/100 gram dan DHA 1.138 mg/100 gram. EPA
merupakan asam lemak tak jenuh yang mempunyai khasiat memperlebar saluran
darah, mencegah pergeseran cairan darah, menurunkan tekanan darah,
menurunkan lemak netral dalam cairan darah, meningkatkan HDL (high density
lipoprotein) yang merupakan kolesterol baik menekan LDL (low density
lipoprotein) yang merupakan kolesterol jahat, sehingga dapat mencegah penyakit
jantung, mencegah kegemukan karena menekan bertambahnya sel-sel lemak dan
mencegah timbulnya beberapa jenis alergi. DHA merupakan salah satu asam
lemak tak jenuh, bersama-sama dengan EPA merupakan vitamin F berfungsi
mengaktifkan sel-sel otak. Fungsi lain dari DHA adalah menurunkan kepekatan
kolesterol dalam cairan darah, mencegah pergeseran cairan darah, mencegah
kanker, mencegah histamin penyebab alergi dan memperlambat proses penuaan
dan pemikunan (Ghufran, 2011 dalam Triyatna, 2013).

10

Menurut FAO, komposisi ikan lemuru dalam keadaan segar dan kering
sebagai berikut :
Tabel 1. Komposisi kimia ikan sarden menurut FAO
Komposisi Kimia dalam 100 gram Daging Ikan Sarden
Segar

Kering

Satuan

Energi

112

170

Kalori

Lemak

3.2

1.1

Gram

Protein

19.4

37.4

Gram

Karbohidrat

Gram

Air

76

45.5

Persen

Serat

Gram

Abu

1.4

16

Gram

Kalsium

96

228

Miligram

Fosfor

220

315

Miligram

Besi

1.4

3.6

Miligram

Natrium

61

Miligram

Kalium

420

Miligram

Thiamine

0.01

0.01

Miligram

Riboflavin

0.07

0.1

Miligram

Niacin

7.6

14.5

Miligram

Sumber : Syamsiar (1986) dalam Sonnino (2012)

2.2 Manajemen Perusahaan


2.2.1 Pengertian Manajemen Perusahaan
Perusahaan merupakan badan usaha yang menjalankan kegiatan dibidang
perekonomian (keuangan, industri dan perdagangan), yang dilakukan secara terus
menerus atau teratur (regelmatig), terang-terangan (openlijk) dan dengan tujuan
memperoleh keuntungan dan atau laba (Saliman, 2005).

11

Manajemen adalah ilmu dan seni yang mengatur proses pemanfaatan


sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk
mencapai tujuan tertentu (Hasibuan, 2009). Sumber daya yang dimaksud meliputi
sumber daya manusia yang bertugas untuk mengolahnya, sumber daya alam
sebagai bahan baku kegiatan perusahaan serta sumber daya lainnya sebagai
penunjang kegiatan perusahaan yang dilakukan sehari-hari.

Keberadaan

perusahaan bergantung pada manajemen strategis. Manajemen strategis tersebut


bertujuan untuk

mencapai dan mempertahankan keunggulan kompetitif

perusahaan (David, 2006).

2.2.2 Manajemen Strategis


Dalam suatu kegiatan manajemen perusahaan perlu adanya manajemen
strategis sehingga dapat tercapainya tujuan yang dikehendaki perusahaan tersebut.
Menurut David (2004), manajemen strategis dapat didefinisikan sebagai seni dan
ilmu untuk memformulasi, mengimplementasi dan mengevaluasi keputusan lintas
fungsi yang memungkinkan organisasi dapat mencapai tujuannya. Manajemen
strategis berfokus pada mengintegrasikan manajemen, pemasaran, keuangan,
produksi, penelitian dan pengembangan, dan sistem informasi komputer untuk
mencapai keberhasilan organisasi. Tahapan dalam manajemen strategis yaitu:

A. Formulasi Strategi
Meliputi kegiatan untuk mengembangkan visi dan misi, mengidentifikasi
peluang dan ancaman eksternal perusahaan, menentukan kekuatan dan kelemahan
internal, menetapkan tujuan jangka panjang, merumuskan alternatif strategi dan

12

memilih strategi tertentu yang akan dilaksanakan. Karena tidak ada organisasi
yang memiliki sumber daya tidak terbatas, penyusun strategi harus memutuskan
alternatif strategi mana yang akan memberikan keuntungan terbanyak. Keputusan
formulasi strategi mengikat organisasi terhadap produk, pasar, sumber daya dan
teknologi yang spesifik untuk periode waktu yang panjang (David, 2004).

B. Implementasi Strategi
Mensyaratkan perusahaan untuk menetapkan tujuan tahunan, membuat
kebijakan, memotivasi karyawan dan mengalokasikan sumber daya sehingga
strategi yang telah diformulasikan dapat dijalankan. Pelaksanaan strategis
mencakup mengembangkan budaya yang mendukung strategi, menciptakan
struktur organisasi yang efektif dan mengarahkan usaha pemasaran, menyiapkan
anggaran, mengembangkan dan memberdayakan sistem informasi, serta
menghubungkan kinerja karyawan dengan kinerja organisasi (David, 2004).
Implementasi strategi disebut tahap pelaksanaan dalam manajemen
strategis. Melaksanakan strategi berarti memobilisasi karyawan dan manajer untuk
menempatkan strategi yang telah diformulasikan menjadi tindakan. Kemampuan
interpersonal

sangatlah

penting

dalam

implementasi

strategi.

Aktivitas

implementasi strategi mempengaruhi semua karyawan dan manajer dalam


organisasi (David, 2004).

C. Evaluasi Strategi
Tahap ini merupakan tahap akhir dari manajemen strategis. Evaluasi
strategi adalah alat utama untuk mendapatkan informasi kapan strategi tidak dapat

13

berjalan seperti yang diharapkan. Semua strategi dapat dimodifikasi dimasa


datang karena faktor internal dan eksternal secara konstan berubah. Tiga kegiatan
pokok dalam evaluasi strategi yang terdiri dari meninjau ulang faktor eksternal
dan internal yang menjadi dasar strategi saat ini, mengukur kinerja, serta
mengambil tindakan-tindakan korektif. Evaluasi strategi perlu dilakukan karena
keberhasilan saat ini bukan merupakan jaminan untuk keberhasilan dihari esok
(David, 2004).

2.2.3 Tingkatan Strategi


Menurut David (2006), aktivitas formulasi, implementasi dan evaluasi
strategi terjadi pada empat tingkat hierarki dalam perusahaan besar antara lain
korporat, divisional atau unit bisnis strategis (strategic business unit), fungsional
dan operasional. Namun dalam perusahaan kecil, hanya terdapat tiga tingkatan
strategi yaitu perusahaan, fungsional dan operasional. Letak perbedaan antara
perusahaan besar dan kecil yakni pada tingkat strategi divisional.
Dalam perusahaan besar, orang yang dasarnya bertanggung jawab untuk
memiliki strategi yang efektif pada berbagai tingkat mencakup CEO pada tingkat
korporasi; presiden (direktur utama) atau wakil presiden eksekutif pada tingkat
divisional; direktur keuangan, direktur informasi, manajer sumber daya manusia,
direktur pemasaran pada tingkat fungsional; dan manajer pabrik, manajer
penjualan regional dan seterusnya, pada tingkat operasional. Dalam perusahaan
kecil, orang yang dasarnya bertanggung jawab untuk memiliki strategi yang
efektif pada berbagai tingkatan mencakup pemilik bisnis atau presiden pada

14

tingkat perusahaan dan kemudian pada dua tingkat bawah adalah orang dalam
tingkat yang sama dengan staf di perusahaan besar (David, 2006).

2.2.4 Jenis Strategi Alternatif


Strategi alternatif yang dapat dijalankan sebuah perusahaan dikategorikan
dalam 4 jenis antara lain strategi integrasi, strategi intensif, strategi diversifikasi,
strategi defensif (David, 2006).

A. Strategi Integrasi
Strategi integrasi ini terdiri dari integrasi kedepan (Forward Integration
Strategy), integrasi kebelakang (Backward Integration Strategy) dan integrasi
horisontal (Horizontal Integration Strategy). Integrasi kedepan merupakan strategi
yang menghendaki agar perusahaan mempunyai kemampuan yang besar terhadap
pengendalian para distributor atau pengecer, bila perlu dengan memilikinya. Hal
ini dapat dilakukan jika perusahaan mendapatkan banyak masalah dengan
pendistribusian barang atau jasanya, sehingga mengganggu pendistribusian
tersebut dengan sumber daya yang dimiliki. Alasan lain, karena distribusi tersebut
memiliki prospek yang baik untuk dimasuki (David, 2006).
Integrasi kebelakang merupakan strategi untuk mencari kepemilikan atau
meningkatkan kontrol atas pemasok perusahaan. Strategi ini sangat cocok ketika
pemasok perusahaan saat ini tidak dapat diandalkan, terlalu mahal, atau tidak
dapat memenuhi kebutuhan perusahaan. Seperti keterlambatan dalam pengadaan
bahan, kualitas bahan yang menurun, biaya yang meningkat, sehingga tidak lagi
dapat diandalkan (David, 2006).

15

Integrasi horisontal merupakan strategi yang mengacu pada strategi yang


mencari kepemilikan atau meningkatkan kontrol atas pesaing perusahaan. Merger,
akuisisi dan pengambilalihan antar pesaing memungkinkan meningkatnya skala
ekonomi dan mendorong transfer sumber daya dan kompetensi (David, 2006).

B. Strategi Intensif
Penetrasi pasar, pengembangan pasar dan pengembangan produk
kadang-kadang disebut sebagai strategi intensif karena ketiganya membutuhkan
usaha intensif jika posisi kompetitif perusahaan dengan produk yang ada saat ini
akan membaik. Penetrasi pasar merupakan strategi yang berusaha untuk
meningkatkan

pangsa pasar suatu produk atau jasa melalui usaha-usaha

pemasaran yang lebih besar. Tujuan dari strategi ini untuk meningkatkan pangsa
pasar dengan usaha pemasaran yang maksimal (David, 2006).
Pengembangan pasar bertujuan agar perusahaan dapat meningkatkan
penjualan dengan cara meningkatkan atau memodifikasi produk atau jasa yang
ada sekarang atau dengan kata lain memperbaiki dan atau mengembangkan
produk yang sudah ada (David, 2006).
Pengembangan

produk

yaitu

strategi

yang

bertujuan

untuk

memperkenalkan produk atau jasa yang ada sekarang ke daerah-daerah yang


secara geografis merupakan daerah baru atau dengan kata lain untuk memperbesar
pangsa pasar (David, 2006).

16

C. Strategi Diversifikasi
Strategi diversifikasi ini dapat terdiri atas tiga bentuk kegiatan antara lain
diversifikasi konsentrik (Concentric Difersification Strategy), diversifikasi
konglomerat (Conglomerate Diversification Strategy) dan diversifikasi horisontal
(Horizontal Diversification Strategy). Diversifikasi konsentrik

ini dapat

dilaksanakan dengan cara menambah produk atau jasa yang baru tetapi masih
berhubungan. Tujuan strategi ini untuk membuat produk baru yang berhubungan
untuk pasar yang sama (David, 2006).
Diversifikasi konglomerat merupakan strategi dengan menambahkan
produk atau jasa yang tidak saling berhubungan. Tujuan strategi ini untuk
menambah produk baru yang tidak saling berkaitan untuk pasar yang berbeda.
Sedangkan diversifikasi horisontal merupakan strategi yang dilakukan dengan
menambahkan produk dan jasa yang baru, tetapi tidak saling berhubungan untuk
ditawarkan kepada konsumen yang ada sekarang (David, 2006).

D. Strategi Defensif
Sebagai tambahan atas strategi integratif, intensif dan diversifikasi,
organisasi juga dapat menjalankan retrenchment, divestasi, atau likuidasi.
Retrenchment merupakan strategi yang dapat dilaksanakan ketika suatu organisasi
mengelompokkan ulang melalui pengurangan asset dan biaya untuk membalikkan
penjualan dan laba yang menurun. Retrenchment disebut juga berputar
(turnaround) yang dirancang agar perusahaan mampu bertahan pada pasar
persaingannya. Retrenchment dapat melibatkan penjualan tanah dan gedung untuk
meningkatkan kas, memotong lini produk, menutup bisnis yang labanya sangat

17

tipis, menutup pabrik yang tua dan kuno, mengotomatisasi proses, mengurangi
jumlah karyawan dan menetapkan sistem kontrol pengeluaran (David, 2006).
Strategi divestasi merupakan strategi menjual satu divisi atau bagian dari
perusahaan. Strategi ini sering digunakan dalam rangka penambahan modal dari
suatu rencana investasi atau untuk menindaklanjuti strategi akuisisi yang telah
diputuskan untuk proses selanjutnya. Strategi ini dapat dilaksanakan melalui
reduksi biaya dan aset perusahaan (David, 2006).
Strategi likuidasi merupakan strategi menjual seluruh asset perusahaan
yang dapat dihitung nilainya. Strategi ini bertujuan untuk menghentikan operasi
perusahaan atau menutup perusahaan daripada meneruskan akan tetapi rugi
(David, 2006).

2.3 Pengalengan
2.3.1 Pengertian Pengalengan
Pengalengan merupakan salah satu bentuk pengolahan dan pengawetan
ikan modern yang dikemas secara hermatis dan kemudian disterilkan. Bahan
pangan dikemas secara hermetis dalam suatu wadah baik kaleng, gelas, atau
alumunium. Pengemasan secara hermetis dapat diartikan bahwa penutupannya
sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus oleh udara, air, kerusakan oksidasi
maupun perubahan cita rasa (Adawyah, 2008).
Pengalengan merupakan salah satu cara untuk menyelamatkan bahan
makanan, terutama ikan dan hasil perikanan lainnya dari pembusukan. Dalam
pengalengan ini daya tahan ikan yang diawetkan jauh lebih bagus dibandingkan
pengawetan cara lain. Namun dalam hal ini dibutuhkan penanganan yang lebih

18

intensif serta ditunjang dengan peralatan yang serba otomatis. Sebab dalam proses
pengalengan, ikan atau hasil perikanan lain dimasukkan dalam suatu wadah yang
ditutup rapat agar udara maupun mikroorganisme perusak yang datang dari luar
tidak dapat masuk. Selanjutnya wadah dipanasi pada suhu tertentu dalam jangka
waktu tertentu pula untuk mematikan mikroorganisme yang ikut terbawa pada
produk yang dikalengkan (Murniyati dan Sunarman, 2004). Pada pengalengan,
yang perlu diwaspadai adalah bakteri anaerob seperti Clostridium botulinum yang
tahan terhadap suhu tinggi. Bakteri menyukai suhu diatas 55C (Adawyah, 2008).

2.3.2 Proses Pengalengan Ikan


Pada umumnya proses pengalengan bahan pangan terdiri atas beberapa
tahap, diantaranya persiapan bahan, pengisian bahan kedalam kaleng, pengisian
medium, exhausting, sterilisasi, pendinginan dan penyimpanan (Desrosier, 1978
dalam Utami, 2012).
Adawyah (2008), menyatakan bahwa berdasarkan cara pengolahannya,
pengalengan hasil perikanan dapat dibedakan dalam beberapa tipe, yaitu direbus
dalam air garam, dalam minyak, dalam saos tomat dan dibumbui. Ada pula
pembagian produk pengalengan ikan atas dasar bentuk bahan yang dikalengkan,
dalam keadaan mentah atau dimasak terlebih dahulu. Hudaya (2008)
menambahkan bahwa proses pengalengan ikan terdiri dari penyiapan wadah,
penyiapan bahan mentah, pengisian ke dalam wadah dan proses pengalengan.

19

A. Persiapan Bahan
Penyiapan wadah terdiri dari proses pembersihan wadah sebelum dipakai
dan pemberian kode. Untuk pembersihan wadah dapat dilakukan dengan wadah
dicuci terlebih dahulu dan kemudian dibersihkan dari sisa-sisa air pencuci.
Sedangkan untuk pemberian kode pada wadah perlu diberikan kode tentang
tingkat kualitas bahan yang diisikan, tanggal, tempat dan nomor dari batch
pengolahan. Hal ini perlu dilakukan untuk memudahkan pemeriksaan jika ada
suatu kerusakan atau kelainan yang terjadi pada produk akhir yang dihasilkan
(Hudaya, 2008).
Penyiapan bahan mentah dapat terdiri dari sortasi dan grading, pencucian,
pengupasan atau pemotongan bahan mentah. Sortasi dilakukan untuk memilih
bahan yang masak optimal untuk buah-buahan dan bahan yang berkualitas untuk
sayuran, daging atau ikan. Sortasi dan grading dapat dilakukan berdasarkan
ukuran atau diameter, berat jenis atau warna. Selanjutnya proses pembersihan,
proses ini dimaksudkan untuk menghilangkan kotoran-kotoran dari bahan baku
dapat dilakukan dengan cara pencucian dengan air dingin untuk sayur-sayuran dan
buah-buahan, dan menghilangkan bagian-bagian yang tidak diinginkan untuk
daging dan ikan. Pencucian dapat dilakukan dengan cara merendam atau
menyemprot bahan dengan air (Hudaya, 2008).
Pengupasan dilakukan untuk membuang bagian-bagian yang tidak dapat
dimakan dan tidak diinginkan, seperti kulit, tangkai, bagian-bagian yang cacat
atau busuk, dan lain sebagainya. Blansing dilakukan pada sayur-sayuran dan
buah-buahan. Blansing dapat dilakukan dengan merendamnya sebentar dalam air

20

mendidih atau dengan uap air panas, kemudian diikuti dengan pendinginan dalam
air (Hudaya, 2008).
Untuk bahan yang dibekukan dilakukan dengan uap air panas, sedangkan
pada bahan yang akan dikalengkan digunakan blansing dengan cara perendaman
dalam air panas. Dan proses terakhir dengan penambahan bahan tertentu, dapat
diberikan larutan garam dengan konsentrasi 1-3 % sebagai media untuk sayursayuran, daging dan ikan, minyak dipakai untuk pengalengan ikan, larutan sirup
(sukrosa atau glukosa) untuk pengalengan buah-buahan (Hudaya, 2008).

B. Pengisian Bahan Pangan


Pengisian bahan pangan kedalam wadah harus memperhatikan ruangan
pada bagian dalam atas kaleng (head space). Head space adalah ruang kosong
antara permukaan produk dengan tutup yang berfungsi sebagai ruang cadangan
untuk pengembangan produk selama disterilisasi agar tidak menekan wadah
karena dapat menyebabkan kaleng menjadi menggelembung (Adawyah, 2008).
Besarnya head space bervariasi tergantung jenis produk dan jenis wadah.
Umumnya untuk produk cair dalam kaleng, tinggi head space adalah sekitar 0,25
inci, sedangkan bila wadah yang digunakan adalah gelas jars, direkomendasikan
head space yang lebih besar (Adawyah, 2008). Bila dalam pengalengan tersebut
ditambahkan medium pengalengan, tinggi head space tidak boleh kurang dari
0,25 inchi, tetapi bila produk dikalengkan tanpa penambahan medium,
diperbolehkan produk diisi sampai hampir penuh dengan meninggalkan sedikit
ruang head space (Muchtadi, 1994 dalam Utami, 2012). Pengisian bahan kedalam
wadah harus seragam dengan tujuan untuk mempertahankan keseragaman rongga

21

udara (head space), memperoleh produk yang konsisten dan menjaga berat bahan
secara tetap (Utami, 2012).

C. Pengisian Medium
Medium pengalengan adalah larutan atau bahan lainnya yang ditambahkan
kedalam produk waktu proses pengisian. Jenis-jenis medium yang biasa
digunakan adalah larutan garam, sirup, kaldu dan minyak. Larutan garam
digunakan untuk bahan pangan yang tidak asam, sirup digunakan untuk buahbuahan, kaldu untuk daging dan minyak digunakan untuk ikan dan hasil perikanan
lainnya. Medium pengalengan tersebut dapat memberikan cita rasa pada produk
kalengan, dan juga berfungsi untuk mengurangi waktu sterilisasi, dengan cara
meningkatkan proses perambatan panas serta dapat mengurangi korosi kaleng
dengan cara menghilangkan udara (Adawyah, 2008).

D. Penghampaan Udara
Menurut Muchtadi (1994) dalam Utami (2012), penghampaan udara
(exhausting) adalah proses pengeluaran sebagian besar oksigen dan gas-gas lain
dari dalam wadah agar tidak bereaksi dengan produk sehingga tidak
mempengaruhi mutu, nilai gizi dan umur simpan produk kalengan. Exhausting
juga dilakukan untuk memberikan ruang bagi pengembangan produk selama
proses sterilisasi sehingga kerusakan wadah akibat tekanan dapat dihindari dan
untuk meningkatkan suhu produk didalam wadah sampai mencapai suhu awal
(initial temperature). Penutupan wadah dilakukan setelah proses penghampaan
udara (exhausting) yang bertujuan untuk mencegah terjadinya pembusukan.

22

Tujuan exhausting antara lain mencegah terjadinya tekanan yang


berlebihan dalam wadah pada waktu sterilisasi, mengeluarkan O2 dan gas-gas dari
makanan dan kaleng, mengurangi kemungkinan terjadinya karat atau korosi, agar
tutup kaleng tetap cekung, mencegah reaksi oksidasi yang dapat menimbulkan
kerusakan flavour serta kerusakan vitamin, misalnya vitamin A dan vitamin C
(Hudaya, 2008).

E. Penutupan Wadah (Sealing)


Penutupan kaleng dilakukan dengan alat khusus. Penutupan kaleng harus
sempurna, sebab kebocoran dapat merusak produk. Sebelum wadah ditutup
diperiksa dahulu apakah head space-nya sudah cukup dan sesuai dengan
perhitungan. Setelah ditutup sempurna, kaleng atau wadah perlu dibersihkan jika
ada sisa-sisa bahan yang menempel pada dinding kaleng atau wadah. Pencucian
dilakukan dengan air panas (suhu sekitar 82,2C) yang mengandung larutan
H2PO4 dengan konsentrasi 1,0-1,5% kemudian dibilas dengan air bersih beberapa
kali (Hudaya, 2008).

F. Sterilisasi
Menurut Muchtadi (1994) dalam Utami (2012), sterilisasi adalah operasi
yang paling penting dalam pengalengan makanan. Sterilisasi tidak hanya
bertujuan untuk menghancurkan mikroba pembusuk dan patogen, tetapi juga
berguna untuk membuat produk menjadi cukup masak, yaitu dilihat dari
penampilannya, teksturnya dan cita rasa sesuai yang diinginkan. Oleh karena itu,
proses pemanasan ini harus dilakukan pada suhu yang cukup tinggi untuk

23

menghancurkan mikroba, tetapi tidak boleh terlalu tinggi sehingga membuat


produk menjadi terlalu masak.
Menurut Muchtadi (1994) dalam Utami (2012), sterilisasi dipengaruhi
oleh beberapa faktor, diantaranya jenis mikroba yang dihancurkan, kecepatan
perambatan panas kedalam titik dingin, suhu awal bahan pangan di dalam wadah,
ukuran dan jenis wadah yang digunakan, suhu dan tekanan yang digunakan untuk
proses sterilisasi dan keasaman atau pH (power of hydrogen) produk yang
dikalengkan.
Menurut Muchtadi (1994) dalam Utami (2012), berdasarkan derajat
keasaman atau pH produk pangan, operasi sterilisasi dapat digolongkan menjadi
dua kelas, yaitu produk yang disterilisasi pada suhu 100C yang merupakan suhu
air mendidih pada tekanan atmosfer dan produk yang harus disterilisasi pada suhu
lebih tinggi dari 100C. Bahan pangan yang asam (pH < 4.5) seperti sari buah,
buah-buahan, beberapa macam sayuran, umumnya disterilisasi dengan cara
memanaskan wadah dalam waktu yang cukup agar suhu pada titik dingin
mencapai 93C atau lebih. Dengan cara ini, mikroba yang dapat membusukkan
bahan pangan asam dapat hancur. Golongan bahan pangan lainnya yang memiliki
pH 4,5 seperti sayuran yang tidak asam, sup, daging, ikan dan unggas,
dilakukan sterilisasi pada suhu tinggi dibawah tekanan, agar diperoleh tingkat
sterilitas yang memadai.

24

Tabel 2. Ketahanan panas bakteri pada proses sterilisasi produk kaleng

Sumber : Muchtadi dan Sugiyono (2008) dalam Utami (2012)

Secara industri, teknik pengemasan untuk mengawetkan makanan sudah


sangat berkembang, sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk pangan
beberapa bulan hingga beberapa tahun. Menurut Hariyadi (2000) dalam Utami
(2012), ada beberapa keuntungan dari proses termal. Keuntungan dari proses
pemanasan atau pemasakan ini adalah terbentuknya tekstur dan cita rasa yang
khas dan disukai, rusak atau hilangnya beberapa komponen anti gizi, peningkatan
ketersediaan beberapa zat gizi, misalnya peningkatan daya cerna protein dan
karbohidrat, terbunuhnya mikroorganisme sehingga meningkatkan keamanan dan
keawetan pangan dan menyebabkan inaktifnya enzim-enzim perusak sehingga
mutu produk lebih stabil selama penyimpanan.
Ada pula kerugian yang diakibatkan oleh proses pemanasan, antara lain
adanya kemungkinan rusaknya beberapa zat gizi dan mutu (umumnya yang
berkaitan dengan mutu organoleptik seperti tekstur, warna dan lain-lain), terutama
jika proses pemanasan tidak terkontrol dengan baik. Oleh karena itu, proses

25

pengolahan dengan suhu tinggi perlu dikendalikan dengan baik. Kontrol


terpenting dalam pemanasan adalah kontrol suhu dan waktu. Selama pemanasan
terdapat dua hal penting yang terjadi, yaitu destruksi atau reduksi mikroba dan
inaktivasi enzim yang tidak dikehendaki. Proses pemanasan untuk meningkatkan
daya simpan, dilakukan dengan cara blansir, pasteurisasi dan sterilisasi (Hariyadi,
2000 dalam Utami, 2012).

G. Pendinginan (Cooling)
Pendinginan dilakukan sampai suhunya sedikit diatas suhu kamar (3540C) dengan maksud agar air yang menempel pada dinding wadah cepat
menguap sehingga terjadinya karat dapat dicegah. Tujuan pendinginan adalah
untuk mencegah lewat pemasakan (over cooking) dari bahan pangan serta
mencegah tumbuhnya spora-spora dari bakteri perusak bahan pangan yang belum
mati (Hudaya, 2008).
Adawyah (2008) menambahkan bahwa apabila pendinginan terlalu lambat
dilakukan maka produk akan cenderung terlalu masak sehingga akan merusak
tekstur dan cita rasa. Selain itu, selama produk berada pada antara suhu ruang dan
proses, pertumbuhan spora dan bakteri tahan panas akan distimulir. Pendinginan
juga mengakibatkan bakteri yang masih bertahan hidup akan shock dan kemudian
akan mati.

H. Penyimpanan
Suhu penyimpanan sangat berpengaruh terhadap mutu makanan kaleng.
Suhu yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan kerusakan cita rasa, warna, tekstur

26

dan vitamin yang dikandung oleh bahan, akibatnya akan menyebabkan terjadinya
reaksi kimia. Selain itu, juga memacu pertumbuhan bakteri yang pada saat proses
sterilisasi sporanya masih dapat bertahan (Adawyah, 2008).
Hudaya (2008), menambahkan bahwa suhu penyimpanan yang dapat
mempertahankan kualitas bahan yang disimpan adalah 15C. Suhu penyimpanan
yang tinggi dapat mempercepat terjadinya korosi dan perubahan tekstur, warna,
rasa serta aroma makanan kaleng. Untuk menghindari terjadinya hal tersebut
maka penyimpanan harus memenuhi syarat yaitu suhu rendah, RH (kelembaban
udara) rendah dan ventilasi atau pertukaran udara didalam ruangan penyimpanan
harus baik. Penyimpanan bertujuan agar makanan yang dikalengkan tidak berubah
kualitasnya maupun kenampakannya sampai saat akan diangkut atau dipasarkan.

III PELAKSANAAN KEGIATAN

3.1 Tempat dan Waktu


Kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini dilaksanakan di PT. Maya Food
Industries Pekalongan, Jawa Tengah. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 20
Januari hingga 15 Pebruari 2014.

3.2 Metode Kerja


Dalam melaksanakan PKL ini, metode yang digunakan adalah metode
deskriptif. Metode deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status
kelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun
suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini
adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual
dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang
diselidiki (Nazir, 2011).

3.3 Metode Pengumpulan Data


Pada kegiatan PKL ini, data yang diambil ada dua jenis yakni data primer
dan data sekunder.
3.3.1 Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari sumber
asli (tidak melalui media perantara). Data primer dapat berupa opini subyek
(orang) secara individu atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda
(fisik) dan partisipasi aktif. Kelebihan penggunaan sumber data primer adalah

28

peneliti dapat mengumpulkan data sesuai dengan yang diinginkan karena data
yang tidak relevan dapat dieliminasi atau setidaknya dikurangi (Nazir, 2011).
A. Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang menggunakan
pertanyaan secara lisan kepada sumber. Teknik wawancara dapat dilakukan
dengan 2 cara, yaitu melalui tatap muka atau melalui telepon (Sangadji dan
Sopiah, 2010). Wawancara pada praktek kerja lapang ini dilakukan untuk
memperoleh informasi tentang sejarah pendirian perusahaan, struktur organisasi,
ketenagakerjaan perusahaan, pemasaran, teknik pengalengan ikan sarden dan
hambatan yang dihadapi dalam proses pengalengan ikan di PT. Maya Food
Industries.

B. Observasi
Observasi adalah proses pencatatan pola perilaku subyek, obyek atau
kejadian yang sistematis tanpa adanya pertanyaan atau komunikasi dengan yang
diteliti (Sangadji dan Sopiah, 2010). Pada kegiatan praktek kerja lapang ini,
observasi dilakukan pada proses kedatangan bahan baku, penyimpanan ikan di
dalam cold storage, pemotongan ikan, pencucian, pengisian dalam kaleng,
penimbangan, pemasakan awal ikan, pengisian saus tomat, penutupan kaleng,
sterilisasi kaleng, pemberian label pada kaleng dan karton, pengemasan,
penyimpanan, pengelolaan water treatment serta sarana prasarana perusahaan.

29

C. Partisipasi Aktif
Partispasi aktif dilakukan dengan berpartisipasi didalam berbagai situasi
dan berperan aktif didalamnya (Nazir, 2011). Partisipasi aktif yang dilakukan
pada kegiatan pengalengan ikan sarden ini meliputi kegiatan pemotongan ikan,
pencucian, pengisian dalam kaleng, penimbangan, pemberian label pada kaleng
dan karton, sortasi kaleng penyok dan pengemasan.
3.3.2 Data Sekunder
Data sekunder merupakan sumber data yang diperoleh peneliti secara tidak
langsung melalui media perantara. Data sekunder yang didapatkan pada praktek
kerja lapang ini berupa dokumentasi, majalah, koran, buku catatan atau laporan
yang dipublikasikan maupun tidak dipublikasikan (Sangadji dan Sopiah, 2010).
Data sekunder yang didapatkan berupa struktur organisasi perusahaan, tata letak
bangunan, dokumentasi peralatan dan proses pengalengan, sertifikat ISO,
HACCP, GMP dan MUI.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Lokasi Praktek Kerja Lapang


4.1.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan
PT. Maya Food Industries merupakan perusahaan Penanaman Modal
Asing (PMA) murni dan salah satu perusahaan dibawah naungan Maya Group.
Pada mulanya, PT. Maya Food Industries ini bernama PT. Bali Maya Permai
Pekalongan yang didirikan pada tanggal 26 Juni 1979. PT. Bali Maya Permai
Pekalongan ini merupakan cabang dari PT. Bali Maya Permai yang terletak di
Desa Tegal Badeng, Kecamatan Negara, Kabupaten Tabalin, Bali. PT. Bali Maya
Permai Pekalongan dimiliki oleh Soekardjo Wibowo, Soekardi Wibowo dan
Baswan yang ketiganya orang Indonesia serta Mr. Chang yang berasal dari
Singapura. PT. Bali Maya Permai Pekalongan merupakan perusahaan swasta
nasional dan berbadan hukum perseroan terbatas. Operasi percobaan PT. Bali
Maya Permai Pekalongan dimulai pada bulan September 1981 berdasarkan izin
TK II No. 53547 yang ditetapkan tanggal 2 Mei 1981 oleh Walikota Pekalongan.
Perusahaan menghasilkan produk pertama dan mulai dipasarkan pada bulan April
1982 dibawah pimpinan Bapak Ir. Hasdi Prawira.
Pada tahun 1995, PT. Bali Maya Permai Pekalongan hampir mengalami
kebangkrutan karena krisis ekonomi. Dalam kondisi demikian, perusahaan
menjual seluruh saham perusahaan pada Mr. Chang. Perusahaan ini kemudian
tergabung dalam Perusahaan Maya Food Government yang berpusat di Singapura
dan merupakan Member of Maya Group. Setelah saham PT. Bali Maya Permai
Pekalongan dijual, namanya diubah menjadi PT. Maya Food Industries yang

31

resmi berdiri pada tahun 1995 dengan Akte Pendirian No: 236 tanggal 16
November dihadapan Notaris Misahardi Wilamarta S.H berkedudukan di Jakarta
dan Akte Cabang No: 36 tanggal 10 April 1996 dihadapan Notaris Issudariyah
Andi Mualim S.H berkedudukan di Pekalongan.
PT. Maya Food Industries Pekalongan awalnya merupakan cabang
perusahaan produksi terutama untuk merek Botan yang mendapatkan lisensi dari
Mitsui Co. Ltd Jepang. Pemasaran produk dilakukan oleh PT. Indo Maya Mas
Jakarta sebagai distributor untuk pasar dalam negeri dan Wayan SDN BHD yang
terletak di Malaysia sebagai distributor untuk pasar luar negeri. Namun,
perusahaan ini akhirnya diberikan kuasa sebagai perusahaan yang juga melakukan
pemasaran untuk merek asli dari PT. Maya Food Industries seperti Ranesa dan
Sesibon. PT. Maya Food Industries bekerjasama dengan supplier yang membantu
dalam penyediaan bahan baku, baik dari dalam maupun luar negeri. Perusahaan
ini juga bekerjasama dengan buyers atau pemesan dalam hal penjualan, dimana
kegiatan produksi suatu jenis merek tertentu ditentukan oleh permintaan buyers
atau pemesan seperti merek Polo Star, Alam Indo, Janus dan sebagainya.

4.1.2 Keadaan Topografi dan Geografi


PT. Maya Food Industries terletak di Kota Pekalongan, tepatnya berada di
Jalan Jlamprang, Kelurahan Krapyak Lor, Kecamatan Pekalongan Utara,
Pekalongan 51149, Jawa Tengah. Terletak sekitar lima kilometer di sebelah utara
Kota Pekalongan. Perusahaan tersebut didirikan di atas tanah seluas 23.000 m2
dengan luas bangunan sekitar 5.100 m2. Selain itu, perusahaan ini berdekatan
dengan pantai Slamaran dan pemukiman penduduk. Adapun secara geografis letak

32

PT. Maya Food Industries pada bagian utara berhadapan langsung dengan Pantai
Utara Laut Jawa, bagian timur terdapat Sungai Banger, bagian Selatan
bersebelahan dengan Desa Klego, dan di bagian Barat di batasi oleh Sungai
Pekalongan yang mengalir menuju ke Pantai Utara. Selain perusahaan berada di
dekat pusat kota, perusahaan ini juga terletak dekat dengan Pelabuhan Perikanan
Nusantara (PPN) Pekalongan.
Terdapat keuntungan dari letak perusahaan tersebut, diantaranya
perusahaan yang terletak di sekitar pemukiman warga memudahkan untuk
mencari tenaga kerja musiman dan borongan. Tenaga kerja ini dibutuhkan saat
kegiatan produksi sedang tinggi dan membutuhkan tenaga kerja yang banyak
untuk mempercepat proses produksi. Letak perusahaan yang dekat dengan pusat
kota ini memudahkan dalam mobilisasi baik kontainer yang memasok bahan baku
maupun kontainer yang membawa produk untuk dipasarkan. Selain itu,
perusahaan yang dekat dengan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di PPN Pekalongan
mempermudah dalam menyediakan bahan baku ikan lokal sehingga menekan
biaya produksi dari segi transportasi, serta ikan masih dalam keadaan segar.

4.1.3 Sarana dan Prasarana Perusahaan


Dengan luas bangunan perusahaan 5.100 m2, PT. Maya Food Industries
memiliki beberapa gedung dengan fungsi yang berbeda, antara lain kantor utama
PT. Maya Food Industries, kantor administrasi, bengkel pabrik, ruang listrik,
gedung pengemasan, gedung kegiatan produksi pengalengan ikan, gedung
penyimpanan bahan baku, gedung penyimpanan bahan tambahan, gudang
penyimpanan produk akhir, area Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), gedung

33

pengolahan surimi, gedung pengolahan bakso ikan, laboratorium, gedung


peralatan, mushola, koperasi karyawan, toilet, tempat parkir, pos jaga, mess tamu
dan sebagainya. Tata letak dan denah unit produksi dapat dilihat pada Lampiran 1.

4.2 Manajemen Perusahaan


4.2.1 Visi dan Misi Perusahaan
PT. Maya Food Industries Pekalongan mempunyai visi yaitu Menjadi
perusahaan terdepan dalam pengolahan produk perikanan, berbasis pengalengan
ikan dan surimi, berskala internasional dengan mengutamakan produk pengolahan
ikan dengan kualitas tinggi guna kepuasaan pelanggan.
Untuk dapat mendukung visi perusahaan tersebut, PT. Maya Food
Industries Pekalongan memiliki misi yaitu :
1. Memperluas pasar dan mitra kerja global.
2. Mengembangkan produk untuk menarik minat pasar.
3. Memberikan produk yang berkualitas kepada konsumen.

4.2.2 Tujuan Perusahaan


Pada umumnya setiap perusahaan memiliki tujuan dalam setiap
pendiriannya, tujuan ini terdiri dari tujuan jangka pendek dan jangka panjang yang
berorientasi untuk mendapatkan keuntungan atau laba (Saliman, 2005). Penentuan
tujuan ini termasuk kedalam formulasi strategi dan penting untuk mengikat
organisasi terhadap produk, pasar, sumber daya dan teknologi yang spesifik untuk
periode waktu yang panjang (David, 2004). Tujuan perusahaan jangka pendek
umumnya adalah mencapai laba maksimal dan berkesinambungan, agar

34

perusahaan bisa tetap tumbuh dan tetap beroperasi (Sarika, 2009). Adapun tujuan
jangka pendek PT. Maya Food Industries ini terdiri dari :
1. Meningkatkan volume penjualan.
2. Mendapatkan keuntungan yang optimal.
Untuk tujuan jangka panjang yaitu memaksimalkan nilai perusahaan
sehingga dapat meningkatkan keuntungan perusahaan dan para pemegang saham
lainnya (Sarika, 2009). Adapun tujuan jangka panjang yang ingin dicapai oleh
PT. Maya Food Industries yaitu :
1. Mengadakan perluasan pabrik dan pemasaran.
2. Menjaga kontinyuitas perusahaan.
Tujuan perusahaan ini rutin dilakukan evaluasi yang merupakan tahap
akhir dari manajemen strategis (David, 2004). Tujuan jangka pendek PT. Maya
Food Industries dievaluasi setiap tiga bulan sekali sedangkan tujuan jangka
panjang dievaluasi setiap setahun sekali. Menurut Kaurvaki (2012), tujuan
evaluasi perusahaan adalah untuk menjamin pencapaian sasaran dan tujuan
perusahaan serta untuk mengetahui posisi perusahaan dan tingkat pencapaian
sasaran perusahaan, terutama untuk mengetahui bila terjadi keterlambatan atau
penyimpangan agar dapat segera diperbaiki, sehingga sasaran atau tujuan dapat
tercapai.

4.2.3 Struktur Organisasi


PT. Maya Food Industries memiliki struktur organisasi sederhana yang
terdiri dari 3 tingkatan yaitu tingkatan korporat, fungsional dan operasional, yang
merupakan struktur organisasi pada perusahaan kecil (David, 2006). Meski

35

perusahaan memiliki kapasitas produksi yang besar namun dalam pelaksanaan di


lapangan tidak dibutuhkan banyak tingkatan organisasi, sehingga kerja dari
masing-masing departemen lebih efektif dan dapat menghemat biaya operasional
untuk gaji karyawan. Perusahaan dipimpin oleh managing director dan
dibawahnya terdapat departemen yang dipegang oleh manajer. Manajer memiliki
kewenangan untuk mengatur tugas operasional yang terdapat

didalam

departemennya. Struktur organisasi yang demikian, menurut Mayowan (2012)


kekuasaan dan tanggung jawab mengalir langsung secara vertikal dari manajemen
puncak sampai pada setiap orang yang berada pada jabatan terendah dan
masing-masing dihubungkan oleh garis perintah dan pelaporan, sistem ini disebut
sistem organisasi berbentuk garis. Struktur organisasi pada PT. Maya Food
Industries dapat dilihat pada Lampiran 2.
Sistem organisasi berbentuk garis ini adalah yang paling praktis karena
hubungan antara atasan dan bawahan bersifat langsung melalui garis perintah.
Pimpinan dan karyawan saling mengenal dan dapat berhubungan setiap hari.
Masing-masing kepala departemen mempunyai wewenang dan tanggung jawab
penuh atas segala bidang pekerjaan baik pokok maupun tambahan yang ada dalam
departemennya, dengan pucuk pimpinan sebagai sumber kekuasaan tunggal
(Mayowan, 2012).
Terdapat keuntungan digunakannya sistem organisasi berbentuk garis ini
antara lain rantai perintah dan pelaporan yang tegas dan jelas, keputusan dapat
diambil dengan cepat karena manajer punya kewenangan memantau pekerjaan
bawahan, koordinasi mudah dilaksanakan, rasa solidaritas para karyawan tinggi

36

karena saling mengenal. Sedangkan kelemahan sistem garis ini yaitu manajer
harus menerima tanggung jawab lengkap atas sejumlah bidang tugas yang
mungkin tidak memiliki keahlian untuk itu, ada kecenderungan pimpinan untuk
bertindak otoriter, organisasi secara keseluruhan terlalu bergantung pada satu
orang dan kesempatan karyawan untuk berkembang terbatas (Mayowan, 2012).
PT. Maya Food Industries terdiri dari 10 departemen utama (top
management) yang langsung dibawah pimpinan yang disebut managing director
(MD) atau sama dengan CEO. Managing director PT. Maya Food Industries
sebagai pimpinan perusahaan mewakili pemilik saham untuk mengendalikan
aktivitas internal perusahaan, mengkoordinasikan semua unsur-unsur yang ada di
dalam perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung, sebagai wakil
dari perusahaan dalam hal berhubungan dengan pihak luar serta bertanggung
jawab pada dewan komisaris. Adapun tugas setiap departemen antara lain :
A. Pemasaran (Marketing)
Departemen ini bertugas untuk menjalin komunikasi dengan calon
pemesan dan melakukan negosiasi awal seperti melakukan kontrak kerja dan
mendiskusikan spesifikasi pesanan. Selain itu apabila produk yang dipesan telah
menjadi produk jadi, maka departemen ini kembali menghubungi pemesan dan
melakukan proses pembayaran atas produk yang telah dipesan dan memastikan
produk diterima oleh pemesan. Sedangkan untuk produk yang menggunakan
merek asli dari PT. Maya Food Industries maka bagian pemasaran langsung
berhubungan dengan para distributor yang akan memasarkan produk tersebut.

37

Departemen pemasaran melakukan kegiatan pemasaran untuk pasar lokal dan


ekspor.
B. PPIC (Program and Planning Inventory Control)
PPIC memiliki tugas untuk melakukan perencanaan produksi antara lain
pengadaan bahan baku dan bahan tambahan yang akan digunakan, merencanakan
jumlah produksi, waktu produksi dan pengalokasian sumber daya manusia untuk
memenuhi permintaan pemesan. PPIC juga dapat memeriksa stok barang dan
mencatat pada kartu stok, mengatur barang yang berada di gudang serta
memeriksa seluruh barang-barang yang masuk dan keluar.

C. QC (Quality Control)
Departemen quality control ini melakukan kegiatan pengawasan terhadap
mutu bahan baku, produk yang masih dalam proses produksi dan juga
pengawasan terhadap produk jadi. Manajer QC bertanggung jawab untuk
menjalankan sistem keamanan kualitas produk dengan standar dan prosedur ISO
(International Organization for Standardization), HACCP (Hazard Analysis
Critical Control Point), dan GMP (Good Manufacturing Practice) serta apabila
terjadi suatu masalah pada produk di pasaran maka dilakukan kegiatan investigasi
untuk kemudian melakukan proses penarikan produk dari pasaran. Departemen
QC juga dapat mengawasi kinerja para pekerja serta mengawasi sanitasi karyawan
dan perusahaan. Hal tersebut dilakukan untuk menjamin kualitas produk sehingga
tetap memenuhi standar yang telah ditentukan.

38

D. Pembelian (Purchasing)
Departemen

purchasing

memiliki

tugas

untuk

mengoordinasikan

permintaan kebutuhan barang dari masing-masing departemen dan memastikan


semua kebutuhan produksi tersedia sehingga tidak menghambat proses produksi,
melaksanakan tugas pembelian bahan baku dan material, serta berkomunikasi
dengan departemen marketing untuk memenuhi pesanan pelanggan. Departemen
purchasing juga bertugas melakukan dan menerima klaim jika pesanan tidak
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
E. Produksi MS (Mackerel Sardines)
Departemen MS bertugas untuk melakukan proses produksi ikan kaleng.
Manajer MS bertanggung jawab mengkoordinasikan aktivitas produksi secara
internal maupun eksternal, memastikan pelaksanaan produksi berjalan dengan
baik sesuai prosedur yang telah ditetapkan, serta melakukan pengawasan dan
evaluasi jalannya produksi.
F. Produksi Surimi
Departemen surimi ini memiliki tugas untuk memproduksi surimi,
mengawasi seluruh proses dibagian surimi, mengontrol bahan-bahan yang akan
digunakan untuk produksi surimi, serta mengkoordinasikan seluruh karyawan.

G. VAP (Value Added Product)


Tugas departemen VAP adalah untuk memproduksi bakso ikan, otak-otak,
fish stick, scallops, kepiting kaleng dan sebagainya yang bukan produk utama
melainkan produk tambahan yang hanya diproduksi bila terdapat permintaan oleh

39

pemesan. Sehingga produksi produk-produk tersebut setiap bulannya tidak selalu


ada. Agar menjadi efektif dalam struktur oganisasi maka departemen ini dipimpin
oleh manajer yang sama dengan departemen surimi.

H. ME (Mechanic and Electric)


Departemen ME bertugas untuk memperbaiki mesin-mesin produksi,
mengatur kelistrikan, menjaga ketersediaan seluruh daya yang digunakan,
bertanggung jawab atas pasokan daya listrik, serta mengoperasikan seluruh sistem
yang ada di perusahaan. Dalam setiap departemen produksi memiliki beberapa
orang ME yang turut bekerja didalamnya. Tugas ME didalam bagian produksi
adalah untuk melakukan perawatan dan perbaikan terhadap mesin-mesin yang
digunakan untuk produksi, hal ini untuk mencegah kerusakan yang nantinya dapat
mengganggu proses produksi.
I. Keuangan (Finance)
Departemen ini berfungsi untuk pengatur arus kas perusahaan. Dalam hal
ini semua departemen lain berhubungan langsung dengan departemen ini terutama
dalam melakukan pembelian bahan baku, pembayaran gaji karyawan dan
biaya-biaya lain serta menerima pembayaran dari pihak pemesan.
J. HRD (Human Resources and Development)
HRD secara umum bertugas untuk mengatur semua hal yang menyangkut
kesejahteraan karyawan dan memiliki lingkup tugas untuk mengelola dan
mengevaluasi seluruh karyawan dalam perusahaan. HRD juga terfokus pada dua
bagian yang masing-masing dikoordinir oleh kepala bagian yaitu bagian

40

personalia dan bagian training. Manajemen personalia bertugas dalam rekrutmen


karyawan dan mengurusi karyawan secara keseluruhan termasuk security,
transport dan service office. Sedangkan manajemen training bertugas untuk
meningkatkan kualitas karyawan dengan mengadakan training bagi karyawan
baru atau lama.
Pada struktur organisasi PT. Maya Food Industries diketahui terdapat
beberapa orang yang sama memegang jabatan yang berbeda seperti Bapak Jones
H. Simbolon memegang bagian pemasaran dan HRD, Bapak Eko Setyadi yang
menjabat sebagai manajer pada produksi MS dan PPIC, serta Bapak Chandra
Aciu yang merupakan managing director PT. Maya Food Industries menjabat
pula sebagai manajer purchasing, produksi surimi, VAP dan mekanik elektrik.
Adanya jabatan ganda ini untuk menghemat cost atau biaya operasional gaji
karyawan perusahaan karena terdapat beberapa departemen yang tidak selalu
beroperasi setiap bulannya. Keuntungan dengan sistem jabatan ganda ini dapat
menghemat gaji karyawan namun kelemahannya yaitu dengan orang yang sama
pada bidang yang berbeda maka dikhawatirkan setiap departemen tersebut tidak
dikelola secara optimal.

4.2.4 Ketenagakerjaan
Tenaga kerja merupakan unsur yang penting dalam pelaksanaan kegiatan
produksi. Hal ini dikarenakan dalam kegiatan pengalengan ikan ini berbentuk
padat karya yang membutuhkan jumlah karyawan banyak terutama pada bagian
pemotongan, pembersihan dan pengisian sehingga dapat memenuhi permintaan

41

pasar maupun pemesan dengan tepat waktu. PT. Maya Food Industries memiliki
jumlah karyawan sebanyak 621 orang yang berasal dari daerah disekitar
Pekalongan dan Batang. Adapun rincian tenaga kerja pada PT. Maya Food
Industries terdapat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah karyawan PT. Maya Food Industries
Jumlah
No.

Jenis Karyawan

1.

Total

Laki-laki

Perempuan

Karyawan Tetap (Bulanan)

36

16

52

2.

Karyawan Kontrak

73

17

90

3.

Karyawan Musiman

441

448

4.

Karyawan Borongan

20

11

31

136

485

621

Total

Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)

Terdapat adanya perbedaan status karyawan berdasarkan pada sistem


pemberian gaji atau upah yang diberikan dan kegiatan yang dilakukan
berdasarkan produksi perusahaan. Adapun secara spesifik perbedaan pada empat
jenis karyawan tersebut antara lain :
A. Karyawan Tetap atau Bulanan
Merupakan karyawan yang diberikan gaji setiap bulan dan tetap bekerja
meski proses produksi tidak sedang berjalan. Orang yang bekerja sebagai
karyawan tetap biasanya pada bagian kantor seperti HRD, administrasi,
pemasaran, keuangan, dan sebagainya.

42

B. Karyawan Kontrak
Merupakan karyawan yang dikontrak oleh perusahaan untuk bekerja
dalam jangka waktu tertentu (biasanya 6-12 bulan). Apabila masa kontrak telah
habis, karyawan tersebut dapat diberhentikan. Namun apabila karyawan tersebut
dinilai berprestasi maka dapat diusulkan untuk menjadi pegawai tetap atau
diperpanjang masa kerjanya oleh departemen yang bersangkutan. Gaji yang
diberikan oleh karyawan tersebut setiap satu bulan sekali.
C. Karyawan Musiman
Merupakan karyawan yang bekerja sebagai tenaga inti produksi namun
status kerjanya tidak tetap. Karyawan musiman ini dibutuhkan apabila terdapat
produksi pada unit departemen tertentu, dengan jumlah paling banyak pada
departemen MS. Karyawan ini dapat berasal dari dalam maupun dari luar Kota
Pekalongan. Sistem penggajian diberikan oleh perusahaan setiap satu minggu
sekali.
D. Karyawan Borongan
Merupakan karyawan dengan status kepegawaian yang tidak tetap.
Karyawan ini dipekerjakan apabila perusahaan sedang produksi dan mendapat
upah sesuai dengan volume atau bahan yang telah dikerjakan. Upah karyawan ini
dibayarkan setiap satu minggu sekali.
Hari kerja yang ditetapkan oleh perusahaan untuk karyawan tetap dan
kontrak yaitu dengan enam hari kerja, dimulai dari hari Senin sampai dengan
Sabtu. Waktu kerja untuk hari Senin sampai Kamis dimulai pada pukul 08.00

43

WIB sampai pukul 12.00 WIB kemudian waktu istirahat selama satu jam dan
dilanjutkan kembali pada pukul 13.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB.
Untuk hari Jumat, istirahat diperpanjang setengah jam mulai pukul 11.30 WIB
sampai pukul 13.00 WIB. Dan untuk hari Sabtu jam kerja lebih pendek dimulai
dari pukul 08.00 WIB sampai pukul 14.30 WIB dengan waktu istirahat yang sama
dengan hari Senin sampai hari Kamis. Sedangkan untuk karyawan musiman dan
borongan dibagi menjadi tiga shift waktu kerja. Shift 1 dari pukul 07.00-15.00
WIB, shift 2 dari pukul 08.00-16.00 WIB, dan shift 3 dari pukul 10.00-18.00
WIB. Untuk kesejahteraan karyawan maka perusahaan memberikan tunjangan
hari raya (THR), cuti, hari libur, jaminan sosial tenaga kerja (JAMSOSTEK),
upah lembur, dan sebagainya.
Jumlah karyawan di PT. Maya Food Industries setiap tahunnya tidak
selalu sama, hal ini dikarenakan produksi yang dilakukan juga tidak sama.
Fluktuasi jumlah karyawan terutama karyawan musiman dan borongan ini
bergantung pada permintaan konsumen atau pemesan terhadap suatu produk
terutama sarden atau makarel kaleng dan tersedianya stok bahan baku ikan yang
akan diolah. Bila perusahaan tidak sedang produksi maka perusahaan akan relatif
sepi, begitu pula sebaliknya.

4.2.5 Spesifikasi Produk


Perusahaan PT. Maya Food Industries dalam produksi rutinnya
menghasilkan produk sarden dan makarel kaleng dengan berbagai brand, ukuran
dan rasa yang berbeda. Produk sarden dan makarel yang menggunakan nama
PT. Maya Food Industries sebagai produsen adalah Ranesa dan Sesibon.

44

Sedangkan produk yang merupakan kerjasama PT. Maya Food Industries dengan
Mitsui Co. Ltd Jepang yaitu merek Botan. Merek lainnya seperti Janus, Polo Star,
Alam Indo, Pomo, Grino, Tantan, Maroc, Continental Blue merupakan merek
yang menggunakan nama perusahaan pemesan sebagai produsennya, baik dari
dalam maupun luar negeri. Semua produk pengalengan ikan yang diproduksi oleh
PT. Maya Food Industries sudah mendapatkan sertifikat halal dari LP-POM MUI
dengan No. 00030010810999. PT. Maya Food Industries juga telah mendapatkan
Sertifikat Kelayakan Pengolahan dari Direktorat Jenderal Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Perikanan No. 1157/33/SKP/KL/IV/2013 yang akan ditinjau
setiap dua tahun sekali. Sertifikat lain yaitu sertifikat Sistem Manajemen Mutu
ISO 9001:2008. Sertifikat Majelis Ulama Indonesia (MUI), GMP dan ISO
terdapat pada Lampiran 3.
PT. Maya Food Industries tidak hanya memproduksi sarden dan makarel
kaleng, namun dapat juga memproduksi berbagai jenis olahan dari ikan seperti
surimi, bakso ikan, scallops, otak-otak, fish stick, kepiting kaleng dan sebagainya.
Namun untuk produk-produk tersebut

jarang diproduksi karena hanya

memproduksi bila ada pesanan saja. Perusahaan ini belum memproduksi produk
tersebut dengan nama PT. Maya Food Industries dan dipasarkan secara luas
karena perusahaan menganggap produk tersebut dinilai lebih sepi konsumennya
dan lebih banyak pesaingnya dibanding sarden dan makarel kaleng. Tidak ada
merek dagang khusus yang diberikan oleh PT. Maya Food Industries pada produk
surimi karena surimi merupakan produk pesanan yang biasanya dipesan oleh
perusahaan luar negeri yang juga dikemas dengan nama perusahaan pemesan.

45

Sarden dan makarel kaleng yang diproduksi oleh perusahaan ini terdiri
dari tiga jenis kaleng yaitu kaleng 202 (kaleng ukuran kecil), kaleng 301 (kaleng
ukuran besar) dan club can kaleng yang berbentuk datar horisontal. Kaleng ini
digunakan berdasarkan merek produk yang telah ditentukan seperti merek Botan
menggunakan kaleng 301 dan kaleng 202, sedangkan merek Pomo menggunakan
kaleng tipe club can.

Gambar 3. Produk ikan sarden dan mackarel kaleng


Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)

Gambar 4. Produk tambahan PT. Maya Food Industries


Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)

Dalam kegiatan operasional, perusahaan perlu melakukan strategi


pemasaran sehingga perusahaan dapat tetap bertahan ditengah persaingan global
yang semakin ketat. Strategi yang dapat digunakan terdiri dari strategi integrasi,
strategi intensif, strategi diversifikasi dan strategi defensif (David, 2006). Strategi
integrasi yang diterapkan dengan integrasi kedepan karena PT. Maya Food
Industries memiliki perusahaan pemasaran PT. Indo Maya Mas yang berada di

46

Jakarta sehingga dapat mengendalikan distribusi produk. Integrasi kedepan


merupakan strategi yang menghendaki agar perusahaan mempunyai kemampuan
yang besar terhadap pengendalian para distributor (David, 2006). Namun tidak
dapat menerapkan strategi kebelakang karena perusahaan ini masih bergantung
dengan supplier dalam memasok bahan baku. Integrasi kebelakang merupakan
strategi untuk mencari kepemilikan atau meningkatkan kontrol atas pemasok
perusahaan (David, 2006).
Strategi intensif dilakukan oleh PT. Maya Food Industries dengan cara
pengembangan pasar yaitu meningkatkan atau memodifikasi produk atau jasa
yang ada sekarang atau dengan kata lain memperbaiki dan atau mengembangkan
produk yang sudah ada (David, 2006). PT. Maya Food Industries berencana akan
memproduksi sarden merek Botan dengan rasa balado, asam manis dan teriyaki.
Produk Botan akan dibuat dengan bahan-bahan yang lebih fresh. Strategi ini
dilakukan untuk menarik minat konsumen dan memberi pilihan yang berbeda
pada konsumen yang diharapkan nantinya mampu meningkatkan hasil penjualan
perusahaan.
Dalam pemasaran, PT. Maya Food Industries juga melakukan diversifikasi
konsentrik dengan cara memproduksi surimi, bakso ikan, scallops, otak-otak, fish
stick, kepiting kaleng, dan sebagainya. Produk-produk ini diproduksi berdasarkan
permintaan pemesan dengan spesifikasi yang berbeda-beda. Meski tidak
menggunakan nama PT. Maya Food Industries pada label produk sebagai
produsen, namun perusahaan akan tetap mendapatkan keuntungan dari hasil
penjualan dari pemesan produk tersebut. Menurut David (2006), diversifikasi

47

konsentrik ini dapat dilaksanakan dengan cara menambah produk atau jasa yang
baru tetapi masih berhubungan. Tujuan strategi ini untuk membuat produk baru
yang berhubungan untuk pasar yang sama.

4.2.6 Kapasitas Produksi


Setiap unit produksi di PT. Maya Food Industries memiliki kapasitas
produksi yang berbeda-beda. Unit produksi pengalengan ikan memiliki kapasitas
produksi yang tidak sama dengan unit produksi bakso ikan. Kapasitas produksi
ikan kaleng belum tentu sama untuk setiap tahunnya. Perbedaan kapasitas
produksi disebabkan permintaan dari konsumen atau pemesan dan stok bahan
baku untuk produksi sarden dan makarel kaleng.
Unit pengalengan ikan sendiri memiliki kapasitas produksi sebesar
168.000 karton/tahun. Berdasarkan keterangan yang diperoleh, selama ini target
yang diterapkan perusahaan dapat tercapai, bahkan beberapa kali kapasitas
produksinya melampaui target. Untuk produk selain sarden atau makarel kaleng,
perusahaan tidak menetapkan standar kapasitas produksi karena produk yang lain
hanya akan diproduksi apabila terdapat pesanan.

4.3 Peralatan Produksi


Untuk kegiatan pengalengan ikan, terdapat alat-alat yang digunakan dalam
kegiatan operasional sehingga proses produksi perusahaan dapat berjalan lancar.
Alat-alat yang digunakan antara lain :

48

A. Pisau dan Talenan


Pisau berguna untuk memotong bagian kepala dan ekor ikan serta
membagi tubuh ikan sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan. Sedangkan
fungsi talenan adalah sebagai alas tempat memotong ikan.
B. Meja Pemotongan
Digunakan sebagai tempat pemotongan, pembersihan dan pengisian ikan
kedalam kaleng. Meja potong yang digunakan di PT. Maya Food Industries
terdapat pipa-pipa saluran air untuk membantu proses thawing dan pencucian
ikan. Perusahaan ini memiliki 60 buah meja dengan bentuk persegi panjang.

C. Bak Plastik dan Keranjang


Bak plastik serta keranjang digunakan saat kegiatan produksi untuk
meletakkan ikan yang akan dithawing, memindahkan ikan dari meja pemotongan
ke bagian pengisian dalam kaleng.
D. Timbangan
Digunakan untuk menimbang ikan dalam kaleng setelah proses filling
apakah sesuai dengan berat yang seharusnya, apabila kurang akan ditambahkan
dan begitu pula sebaliknya. PT. Maya Food Industries memiliki 10 timbangan
digital untuk memastikan isi kaleng yang telah berisi ikan.
E. Conveyor
Conveyor digunakan untuk mempermudah pengaliran bahan atau kaleng
secara otomatis dari suatu proses ke proses lainnya sehingga tidak perlu

49

memindahkan barang secara manual yang dapat memperbesar resiko kontaminasi


produk. Conveyor juga dapat mengalirkan limbah padat keluar ruang produksi.
F. Exhaust Box
Exhaust box berfungsi untuk pemasakan awal (pre cooking) ikan dengan
menggunakan uap panas. Kaleng-kaleng yang telah berisi ikan, dilewatkan
menggunakan chain conveyor berjalan didalam exhaust box. Alat ini akan
menvakumkan udara yang ada di dalam kaleng dengan suhu dan waktu yang telah
ditentukan sesuai dengan jenis ikan dan produk yang sedang diproses.
Exhaust box yang digunakan pada perusahaan ini berjumlah empat buah
yang terdiri dari dua exhaust box ukuran enam head (jenis kaleng silinder 202 x
308), dan lainnya ukuran empat head (jenis kaleng silinder 301 x 407). Kapasitas
tiap unit exhaust box dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Kapasitas exhaust box
Jenis
Berat Bersih
Kaleng
Silinder
202 x 308
Silinder
301 x 407

Kapasitas Tiap Exhaust Box (Kaleng)

(gram)

Unit 1

Unit 2

Unit 3

Unit 4

155

2520

1680

2240

2240

425

972

648

864

864

Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)

G. Mesin Penghilang Sisik (Drum Rotary Washer)


Mesin ini berguna untuk menghilangkan sisik ikan terutama ikan yang
berasal dari Laut Cina Selatan. Ikan beku dari Cina memiliki sisik yang cenderung
tebal sehingga harus dihilangkan terlebih dahulu, biasanya ikan yang bertipe

50

seperti ini yaitu ikan lemuru yang akan dijadikan produk sarden kaleng. Alat
tersebut memiliki permukaan yang berlubang dan kasar sehingga ketika mesin
berputar akan mengelupas sisik ikan. Mesin tersebut juga didesain memiliki sekat
yang berputar sampai ujung sehingga ikan akan keluar dengan sendirinya. Mesin
ini sekaligus dapat mencuci ikan dari kotoran yang masih melekat.
H. Mesin Pembuat Saus
Mesin ini digunakan untuk memasak pasta saus, Modified Corn Starch
(MCS), air dan garam menjadi satu hingga siap digunakan sebagai medium
kaleng sekaligus pemberi rasa untuk produk. Mesin beroperasi dengan bantuan
uap panas, serta memiliki prinsip kerja berdasarkan pengadukan dan pemindaian
panas terhadap saus sehingga saus dapat tercampur rata. Perusahaan memiliki
mesin pemasak saus sebanyak empat buah dengan kapasitas 750 liter.
I. Alat Penutup Kaleng (Can Seamer)
Merupakan alat pengepres yang digunakan untuk menutup kaleng secara
sempurna baik kaleng tipe 202, kaleng tipe 301 dan club can. Menggunakan
tenaga listrik dan tekanan untuk dapat mengepres kaleng. Mesin ini mampu
melakukan penutupan kaleng sebanyak 220 kaleng per menit. Cara kerja mesin ini
dengan cara melipat bagian kaleng silinder dengan tutup yang masih berlebih,
lipatan dilakukan lebih dari satu, hal ini berguna untuk lebih menjamin kaleng
tidak mengalami kebocoran saat disterilisasi. Alat penutup kaleng yang dimiliki
oleh PT. Maya Food Industries sebanyak empat unit yaitu dua unit empat head
yang digunakan untuk kaleng berukuran 202 x 308 dan 301 x 407, sedangkan
sisanya enam head untuk kaleng berukuran 202 x 308 dan 301 x 407. Mesin

51

penutup kaleng yang digunakan dari Taiwan dengan merek Shin-I. Adapun
kapasitas mesin penutup kaleng tersaji pada Tabel 5.
Tabel 5. Kapasitas kaleng penutup kaleng (Can Seamer)
Jenis
Jenis
Kapasitas
Mesin
Seamer 4 head

Seamer 6 head

Kaleng

(kaleng/menit)

Silinder 301 x 407

120 kaleng

Silinder 202 x 308

132 kaleng

Silinder 301 x 407

164 kaleng

Silinder 202 x 308

186 kaleng

Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)

J. Pencuci Kaleng (Can Washer)


Can washer merupakan alat yang berfungsi untuk mencuci kaleng setelah
kaleng melalui proses penutupan, sehingga pada permukaan kaleng tidak terdapat
sisa saus yang masih melekat. Cara kerja alat ini dengan kombinasi antara uap
panas, air panas dengan suhu 70C dan sabun keluar melalui pipa-pipa saat kaleng
berjalan diatas conveyor. Kemudian kaleng keluar dari mesin dan dialirkan ke bak
penampungan.
K. Bak Penampung Kaleng
Bak ini didalamnya telah berisi air biasa serta keranjang besi (basket). Bak
penampung kaleng berguna untuk mengumpulkan kaleng, mengurangi benturan
dan gesekan antar kaleng, mengurangi tekanan yang ada didalam kaleng dengan
air yang bersuhu normal. Basket yang telah terisi hampir penuh, kemudian
diangkat dan dimasukkan ke dalam retort.

52

L. Keranjang Besi (Basket)


Merupakan suatu keranjang berukuran besar yang berfungsi untuk
mengumpulkan kaleng-kaleng dalam jumlah banyak, biasanya digunakan saat
proses pencucian, sterilisasi dan inkubasi di dalam gudang.
M. Alat Sterilisasi (Retort)
Retort adalah suatu bejana tempat produk yang dikalengkan, dilakukan
proses sterilisasi dengan menggunakan tekanan uap (Adawyah, 2008). Alat
sterilisasi produk ini memiliki tekanan tinggi yang berbentuk silinder horisontal,
selain berfungsi untuk mensterilkan kaleng dari mikroorganisme patogen dan
pembusuk juga dapat mematangkan produk dan melunakkan duri-durinya
sehingga produk menjadi aman dan enak dikonsumsi. PT. Maya Food Industries
memiliki delapan retort dengan retort 1-4 mampu menampung tiga basket dalam
satu kali proses sterilisasi sedangkan retort 5-8 menampung dua basket.
N. Bak Pendingin
Bak pendingin ini berfungsi untuk menurunkan suhu panas pada produk
setelah melalui proses sterilisasi dengan cara merendam pada air biasa (suhu
sekitar 20C). Basket berisi kaleng yang telah disterilisasi dimasukkan kedalam
bak selama 15 menit, kemudian diangkat dan ditiriskan. Kapasitas bak pendingin
ini sebanyak 4 basket.
O. Printer Labelling
Alat ini digunakan untuk mencetak kode produksi, nomor batch, nama
supplier kaleng, jenis ikan yang digunakan, serta tanggal kadaluarsa pada

53

permukaan tutup kaleng. Cara kerja alat ini dengan cara kaleng dilewatkan
melalui conveyor dan ketika kaleng menyentuh sensor mesin akan langsung
mencetak. Alat berjalan secara otomatis dengan menggunakan sistem yang hanya
perlu diatur satu kali penggunaan. PT. Maya Food memiliki satu buah unit mesin
pembuat kode produksi yang berada di ruang pengepakan.
P. Pallet
Pallet berfungsi sebagai alas untuk menjaga produk maupun bahan
pengemas dari kelembaban tinggi yang dapat merusak produk dan kemasan.
Pallet juga mempermudah pemindahan ke tempat lain dengan cara diangkut
menggunakan forklift.
Q. Katrol Mekanis
Katrol yang digunakan jenis semi otomatis karena masih dikendalikan
oleh operator untuk bergerak dan berfungsi untuk mengangkat basket berisi
kaleng yang telah ditutup sehingga mempermudah transportasi ikan dalam ruang
produksi. PT. Maya Food Industries memiliki lima buah katrol. Satu katrol
digunakan untuk mengangkut keranjang dari bak penampung kaleng sementara,
tiga buah berada dibagian retort, dan satu buah katrol yang berada diruang
printing digunakan untuk mengangkut ikan kaleng yang sudah didinginkan.
R. Cold Storage
PT. Maya Food Industries memiliki cold storage yang berfungsi untuk
tempat penyimpanan bahan baku ikan lemuru dan scomber. Perusahaan ini
memiliki tiga cold storage dibagian depan dan belakang perusahaan. Di dalam

54

satu cold storage terdiri dari sebuah ante room dan enam ruang holding freezer.
Didalam satu ruang holding freezer mampu menampung enam kontainer, dengan
berisi bahan baku ikan didalam satu kontainer sebanyak 28 ton ikan.
S. Forklift
Forklift merupakan kendaraan bertenaga diesel yang digunakan untuk
memindahkan karton-karton berisi produk setelah dikemas ke gudang
penyimpanan dan pemindahan dari kontainer. Selain itu, forklift juga berfungsi
membawa bahan baku seperti kaleng dan karton dari tempat yang telah
ditentukan. Penggunaan forklift dilengkapi dengan pallet untuk meletakkan bahan
atau produk sehingga mempermudah pemindahan.

4.4 Bahan Baku Produksi


Bahan baku yang dibutuhkan dalam pengalengan ikan terdiri dari dua jenis
yaitu bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama merupakan bahan langsung
(direct material), yaitu bahan yang membentuk suatu kesatuan yang tidak
terpisahkan dari produk jadi dan komponen penting dari suatu produk (Nafarin,
2007). Bahan utama untuk produksi pengalengan PT. Maya Food Industries
berupa ikan lemuru dan tembang yang akan diolah menjadi sarden kaleng dan
ikan scomber menjadi makarel kaleng. Sedangkan untuk bahan tambahan
merupakan bahan pelengkap yang melekat pada suatu produk. Bahan tambahan
biasanya tidak mudah ditelusuri dalam suatu produk dan harganya relatif rendah
dibandingkan dengan bahan utama (Nafarin, 2007). Bahan tambahan yang
digunakan berupa pasta saus, Modified Corn Starch (MCS), garam dan air.

55

A. Ikan Lemuru (Sardinella longiceps)


Bahan baku utama yang digunakan untuk produksi sarden kaleng adalah
ikan lemuru dengan nama lokal ikan cekong dan ikan jui (nama lain ikan
tembang). Ikan sarden yang digunakan tersebut berasal dari ikan lokal dan impor.
Penggunaan ikan sarden lokal berbanding dengan ikan impor yaitu sebesar
10% : 90%. Penyebab banyaknya penggunaan ikan impor karena jumlahnya lebih
banyak sehingga mampu memenuhi kebutuhan perusahaan dalam jangka waktu
panjang sedangkan ikan lokal sangat terbatas jumlahnya sehingga stok ikan akan
habis dalam satu hari produksi. Selain itu ikan impor lebih bersih, berbentuk beku
(frozen) sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu yang panjang dibandingkan
ikan lokal, serta ikan impor memiliki ukuran yang seragam sehingga
memudahkan dalam proses pengolahan dengan kualitas mutu yang terjamin.
Bahan utama ikan lemuru impor ini berasal dari negara India, China dan Pakistan
dengan jumlah paling banyak dari China. Perusahaan supplier dari China yaitu
Ningbo Tianyu Aquatic Import and Export Co. Ltd dan Xiamen Yuhong Import
and Export Co. Ltd. Sedangkan ikan lokal berasal dari daerah Pekalongan, Tegal,
Muncar dan Prigi.
Menurut KKP (2011), setiap ikan impor yang masuk ke Indonesia harus
mendapat izin dari Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Perikanan (P2HP) dan wajib memenuhi standar keamanan dan mutu hasil
perikanan oleh Badan Karantina Ikan (BKI) sekaligus diawasi oleh Direktorat
Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP). Ikan
lemuru dan scomber impor terlebih dahulu harus dilakukan karantina yang

56

dilakukan oleh BKI Semarang selama kurang lebih lima hari. Ikan yang masih
dalam pemeriksaan oleh BKI Semarang akan disegel dan tidak diperbolehkan
untuk digunakan dalam proses produksi, selain itu di dalam internal perusahaan
juga dilakukan kegiatan pengujian di dalam labolatorium perusahaan untuk
memastikan ikan yang digunakan tidak berbahaya. Faktor yang menjadi perhatian
pemeriksaan menurut SNI 01-4110.1-2006 yaitu tes organoleptik, kandungan
formalin, bakteri E. coli, Vibrio cholerae, Salmonella dan Parasit Anisakis. Tes
organoleptik menggunakan score sheet ikan segar sesuai SNI 01-2729.1-2006 dan
ikan beku sesuai SNI 01-4110.1-2006 (dapat dilihat pada Lampiran 4) yaitu
minimal 7 serta dilakukan uji formalin dengan test kit, dimana tidak boleh ada
kandungan formalin. Apabila ikan telah dinyatakan bebas dari kandungan
formalin serta mikroorganisme berbahaya, maka ikan telah siap digunakan untuk
produksi ikan kaleng.
Ikan impor dalam pengiriman di kontainer dan di dalam ruangan
penyimpanan (cold storage) perusahaan ikan memiliki suhu ruangan -18C,
sesuai dengan SNI 3548.3:2010. Irving dan Sharp (1976) dalam Koswara (2009)
mengatakan bahwa pada umumnya sebagian besar bahan pangan akan
mempunyai mutu penyimpanan yang baik sekurang-kurangnya 12 bulan bila
disimpan pada suhu -18C. Bila suhu penyimpanan naik 3C maka kecepatan
kerusakan akan berlipat ganda. Namun pada saat kegiatan praktek lapang ini
diketahui terdapat ikan yang datang disimpan dalam cold storage yang bersuhu
-11C. Hal ini dikarenakan dua tempat penyimpanan lainnya (bersuhu -18C)
telah penuh sehingga digunakanlah tempat penyimpanan lama yang bersuhu lebih

57

tinggi. Menurut Koswara (2009) makanan yang disimpan pada suhu -15C atau
-12C hanya akan memiliki daya simpan masing-masing enam bulan atau tiga
bulan saja. Kondisi tersebut menyebabkan diterapkannya prinsip First Expired
First Out (FEFO) yaitu ikan yang disimpan dalam tempat penyimpanan bersuhu
-11C harus digunakan terlebih dahulu.
B. Pasta Saus
Pasta saus yang digunakan diimpor dari China dan dikemas dengan
alumunium foil sebagai kemasan primer dan drum sebagai kemasan sekunder
sehingga mempermudah transportasi. Keunggulan pasta saus dari China yaitu
harga relatif lebih murah, penyediaan dapat dalam jumlah besar dan kontinyu,
serta kualitasnya terjamin. Pemasok pasta saus dari China yaitu UrumQi Amkey
Tarding Inc. dan Tianjin Won-Star Internasional Trade Co Ltd. Saus tomat tidak
diberi perlakuan khusus saat akan digunakan. Pemeriksaan yang dilakukan pada
saus hanya kadar gula, warna, flavour dan kekentalan saus yang disesuaikan
dengan produk ikan kaleng yang akan dibuat. Biasanya untuk sarden kaleng
digunakan tingkat kekentalan 28-30 Brix yang diukur dengan menggunakan Brix
Meter. Dalam penyimpanannya, pasta saus ini diletakkan diatas pallet untuk
menghindari bersentuhan langsung dengan lantai yang lembab.
C. Modified Corn Starch (MCS)
Tepung jagung termodifikasi berfungsi sebagai penstabil pasta tomat
sehingga diperoleh emulsi pasta tomat yang homogen dan stabil. MCS yang
digunakan untuk sarden kaleng ini diimpor dari Thailand. MCS sebelum

58

digunakan dalam proses produksi, terlebih dahulu dilihat keadaan barang tersebut
sehingga menjamin kelayakan penggunaan bahan.
D. Garam
Garam yang digunakan yaitu garam beryodium sesuai dengan SNI
3584.3:2010. Garam memiliki fungsi untuk menambah atau meningkatkan cita
rasa dan memperpanjang masa simpan produk. Garam dipasok dari PD. Niaga
Cirebon.
E. Air
Air berfungsi sebagai pengencer pasta saus, yang dapat melarutkan MCS
dan garam sehingga didapatkan kekentalan dan konsentrasi medium yang tepat.
Air juga digunakan selama proses produksi seperti untuk thawing, pencucian,
perendaman dan sanitasi ruang proses.
Air yang digunakan oleh PT. Maya Food Industries berasal dari
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan sumber air bersih yang dikelola
langsung oleh PT. Maya Food Industries yaitu sumur bor yang dilengkapi dengan
pompa otomatis. Air akan ditampung dalam tangki air dengan daya tampung 6 ton
air/tangki. Perusahaan ini memiliki daerah pengelolaan air (water treatment) yang
terletak dibagian belakang perusahaan. Sebelum digunakan untuk produksi,
dilakukan proses water treatment dengan menggunakan sand filter, carbon filter
dan klorinasi untuk mengurangi kandungan zat berbahaya sehingga air dipastikan
tidak terdapat bakteri maupun zat tertentu yang berbahaya. Selain dilakukan oleh
laboratorium perusahaan, hasil pengujian air juga dilakukan oleh Dinas Kesehatan
Kota Pekalongan.

59

F. Es
Es merupakan bahan tambahan yang dibutuhkan untuk mengawetkan ikan
segar yang dikirim oleh supplier. Ikan segar perlu ditambahkan es agar memiliki
suhu sekitar 5C sesuai dengan SNI 3548.3:2010 sehingga berdaya simpan lebih
lama. Es yang digunakan oleh PT. Maya Food Industries diperoleh dari KUD di
Pekalongan yang memenuhi syarat SNI 01-4872.1-2006 dengan penanganan dan
penyimpanan di tempat yang bersih untuk mencegah kontaminasi.

4.5 Bahan Pengemas


Bahan pengemas yang digunakan oleh PT. Maya Food Industries terdiri
dari kaleng sebagai pengemas primer dan karton sebagai pengemas sekunder.
A. Kaleng
PT. Maya Food Industries telah bekerja sama dengan beberapa perusahaan
produsen kaleng untuk menyuplai kebutuhan produksi. Kaleng yang digunakan
berasal dari PT. United Canned Company (UCC) Jakarta, PT. Ancol Terang
Printing (ATP) Jakarta, PT. Cometa Jakarta dan PT. Sinar Jaya (SJ) Sidoarjo.
Selain itu perusahaan juga bekerja sama dengan perusahaan PT. Kian Joo Can
Factory Malaysia untuk membuat kaleng di area perusahaan PT. Maya Food
Industries. Kemasan kaleng tersebut ada yang telah berlabel dan ada pula yang
belum berlabel, sesuai dengan permintaan PT. Maya Food Industries. Kaleng
yang belum berlabel merupakan produk pesanan yang dapat diberi merek oleh
perusahaan pemesan atau diberi merek oleh PT. Maya Food Industries namun
berupa stiker pada permukaan kaleng.

60

Tabel 6. Jenis dan ukuran kaleng


Jenis Kaleng

Berat Bersih (gram)

Silinder (301 x 407)

425

Silinder (202 x 308)

155

Kotak (club can)

215

Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)

Keuntungan utama penggunaan kaleng sebagai wadah bahan pangan


antara lain kaleng dapat menjaga bahan pangan yang ada di dalamnya. Makanan
yang ada di dalam wadah yang tertutup secara hermetis dapat dijaga terhadap
kontaminasi oleh mikroba, serangga atau bahan asing lain yang mungkin dapat
menyebabkan kebusukan atau penyimpangan penampakan dan cita rasanya.
Kaleng juga dapat menjaga bahan pangan terhadap perubahan kadar air yang tidak
diinginkan. Selain itu, kaleng dapat menjaga bahan pangan terhadap penyerapan
oksigen, gas-gas lain, bau-bauan dan partikel-partikel radioaktif yang terdapat di
atmosfer. Untuk bahan pangan berwarna yang peka terhadap reaksi fotokimia,
kaleng dapat menjaga terhadap cahaya (Astawan, 2005).
B. Karton
Karton

berfungsi

untuk

mempermudah

proses

penyimpanan,

mempermudah sistem pengangkutan atau pendistribusian bagi produsen, serta


melindungi makanan dari kontaminasi, pengaruh sinar matahari, tahan terhadap
tekanan dan benturan. Karton yang digunakan PT. Maya Food Industries
diperoleh dari PT. Puri Nusa Eka Persada, Semarang dengan pengiriman 3200
karton/kontainer. Kapasitas karton yang digunakan di PT. Maya Food Industries
dapat dilihat pada Tabel 7.

61

Tabel 7. Kapasitas karton


Jenis Kaleng

Kapasitas Kaleng

Silinder (301 x 407)

48 kaleng

Silinder (301 x 407)

24 kaleng

Silinder (202 x 308)

100 kaleng

Silinder (202 x 308)

50 kaleng

Kotak (Club Can)

48 kaleng

Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)

Pengemas sekunder ini dilengkapi dengan layer berupa karton yang dapat
mencegah terjadinya gesekan antar kaleng. Pengemasan dalam karton juga
dilengkapi dengan pita perekat agar karton menjadi lebih kuat. Bagian luar karton
terdapat label merek produk, kode dan tanggal produksi.

4.6 Proses Pengalengan Ikan


Proses pengalengan ikan merupakan proses produksi inti yang dilakukan
oleh PT. Maya Food Industries karena ikan kaleng termasuk produk unggulan dan
rutin diproduksi setiap bulannya. Astawan (2005) mengatakan, secara umum
proses pengalengan ikan dalam skala industri melalui beberapa tahap. Tahapan itu
meliputi pemilihan bahan baku, penyiangan, pencucian, penggaraman, pengisian
bahan baku, pemasakan awal (precooking), penirisan, pengisian medium
pengalengan, penghampaan udara, penutupan kaleng, pemasakan (retorting),
pendinginan dan pemberian label. Untuk alur proses produksi pengalengan ikan di
PT. Maya Food Industries dapat dilihat pada Lampiran 5. Adapun tahapan
pengalengan ikan PT. Maya Food Industries terdiri dari :

62

4.6.1 Persiapan Bahan Baku


Bahan-bahan yang telah disimpan dalam gudang terlebih dahulu
dikeluarkan dan dilihat kondisinya untuk memastikan masih dalam keadaan baik.
Bahan-bahan yang digunakan biasanya disimpan antara 1-3 bulan di dalam
gudang, namun perusahaan mengusahakan maksimal satu bulan tersimpan dan
selanjutnya segera diproses untuk produksi. Hal ini dilakukan untuk menjaga
kualitas bahan-bahan tersebut. Bahan baku ikan, persiapan sebelum produksi
dengan

dikeluarkan dari cold storage dan diletakkan pada ante room yang

memiliki suhu lebih tinggi.


Ikan-ikan harus disortasi sebelum digunakan dalam proses produksi. Ikan
yang dinyatakan lolos yaitu ikan dengan kondisi utuh dan secara visual terlihat
segar, digunakan untuk sarden atau makarel sebagai Grade 1. Ikan yang terlihat
kurang segar dengan bagian tubuh yang terlihat cacat seperti terdapat sayatan
pada bagian daging dijadikan sebagai Grade 2.

Gambar 5. Ikan diletakkan di ante room


Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)

4.6.2 Pencairan (Thawing)


Thawing dilakukan agar lapisan es pada tubuh ikan dapat mencair
sehingga ikan dapat diolah menjadi produk yang dikehendaki. Untuk

63

mempercepat proses pencairan ikan, sebelum hari produksi terlebih dahulu ikan
dimasukkan kedalam ante room yang bersuhu 5C selama kurang lebih 24 jam.
Fungsi ikan dimasukkan kedalam ante room agar ikan lebih cepat mencair karena
suhu awal ikan mempengaruhi lamanya proses pencairan dalam metode thawing
udara. Kemudian ikan melalui proses thawing udara dengan cara ikan dikeluarkan
dari kotak ikan dan diletakkan pada meja-meja pemotongan dan keranjang plastik,
ikan tersebut ditumpuk dan dihamparkan diatas meja, dibiarkan selama satu
malam.
Bila pada keesokan harinya masih terdapat es dalam tubuh ikan maka
proses thawing dapat dipercepat dengan menyiramkan air melalui pipa-pipa air
disekitar meja pemotongan. Dengan metode ini, kualitas ikan tetap dalam keadaan
baik. PT. Maya Food Industries ini dalam proses thawing pernah mempergunakan
metode thawing air tanpa metode thawing udara, namun hal tersebut dinilai tidak
efektif, kulit ikan dapat ikut mengelupas karena terlalu lembek. Kualitas ikan
dengan thawing air mengalami penurunan. Keuntungan thawing udara adalah
rendahnya biaya yang digunakan. Hal ini sedikit berbeda dengan SNI
3548.3:2010 yang mengisyaratkan proses thawing dilakukan dengan cara thawing
air hingga suhu ikan berada pada suhu 0C -5C.

Gambar 6. Proses thawing ikan


Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)

64

4.6.3 Pemotongan dan Pengeluaran Isi Perut


Ikan lemuru yang akan diproses untuk dijadikan ikan sarden kaleng
terlebih dahulu dipotong pada bagian belakang kepala dan mengeluarkan isi perut
ikan, kemudian memotong bagian ekor. Hal tersebut telah sesuai dengan SNI
3548.3:2010 yang menyebutkan bahwa proses pemotongan dilakukan dengan cara
membuang kepala, isi perut, sirip dan ekor ikan dengan mempertahankan suhu
produk 0C-5C.
Ikan lemuru dikenal sebagai ikan yang memiliki jumlah sisik yang banyak
maka ikan tersebut dimasukkan kedalam alat drum rotary washer untuk
menghilangkan sisiknya. Ikan yang telah berukuran kecil tidak perlu pemotongan
tubuhnya, namun bila ikan memiliki ukuran yang besar maka harus dipotong
menjadi dua bagian. Pemotongan ini dilakukan secara manual dengan
menggunakan pisau dan talenan. Ukuran ikan diusahakan seragam dan
disesuaikan dengan ukuran kaleng pada produk tertentu.

Gambar 7. Proses pemotongan tubuh ikan


Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)

4.6.4 Pencucian 1 (Washing 1)


Ikan yang telah siap untuk dimasukkan ke dalam kaleng, terlebih dahulu
dicuci dengan air bersih yang mengalir. Menurut Suryaningrum dkk (2012),

65

proses pencucian ikan dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan darah,


lendir, lemak dan kotoran lainnya. Karyawan yang bekerja dibagian ini
diwajibkan mengenakan sarung tangan untuk menjaga kebersihan dan kesterilan
bahan yang sedang diolah.

Gambar 8. Pencucian ikan


Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)

4.6.5 Pengisian (Filling)


Proses kegiatan berikutnya dilanjutkan dengan pengisian ikan kedalam
kaleng. Banyaknya ikan yang dimasukkan harus disesuaikan dengan ukuran dan
berat kaleng untuk suatu produk tertentu. Pengisian ikan di PT. Maya Food
Industries ini berdasarkan pada perasaan (feeling) dari karyawan sehingga
hasilnya tidak selalu tepat sesuai berat yang seharusnya. Hal tersebut tidak sesuai
dengan SNI 3548.3:2010 yang mengatakan bahwa ikan dimasukkan kedalam
kaleng dan ditimbang secara cepat, cermat dan saniter. Pengisian daging ikan
dalam kaleng dengan posisi yang berselang-seling antara bagian badan dengan
ekor.

66

Gambar 9. Pengisian ikan pada kaleng


Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)

4.6.6 Cek Pengisian dan Cek Kebersihan


Untuk memastikan keakuratan pengisian yang dilakukan karyawan maka
dilakukan pemeriksaan terhadap keranjang-keranjang setiap kelompok karyawan,
pemeriksaan dilakukan dengan metode sampling. Dalam satu keranjang terdapat
12 kaleng dan dilakukan penimbangan setiap tiga kaleng. Kelemahan pengecekan
dengan metode sampling adalah tidak semua kaleng dipastikan beratnya. Menurut
Adawyah (2008), ketepatan berat merupakan faktor ekonomis, karena dapat
mengurangi jumlah produk yang terbawa. Ketepatan berat sangat penting karena
proses sterilisasi selanjutnya dipengaruhi oleh jumlah (volume/berat) produk dan
juga akan menanamkan kepercayaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan.
Pada saat pemeriksaan pengisian dilakukan juga pemeriksaan kebersihan
kaleng, apakah terdapat benda asing seperti pasir, isi perut yang masih ada, dan
pernah ditemukan kasus ekstrim dengan penemuan senar di dalam kaleng.
Apabila ditemukan adanya kasus seperti ini maka kelompok kerja tersebut akan
dipanggil dan diberikan sanksi, hal ini dilakukan untuk menjaga kualitas ikan
kaleng.

67

Gambar 10. Cek pengisian dengan timbangan


Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)

4.6.7 Pemasakan Awal (Pre cooking)


Ikan yang berada di dalam kaleng selanjutnya dilakukan pemasakan awal
atau dapat pula dikatakan proses penghampaan udara (exhausting) karena
merupakan proses pengeluaran sebagian besar oksigen dan gas-gas lain dari dalam
wadah agar tidak bereaksi dengan produk sehingga tidak mempengaruhi mutu,
nilai gizi dan umur simpan produk kalengan (Muchtadi, 1994 dalam Utami,
2012). Selain itu menurut Adawyah (2008), exhausting berguna untuk
memberikan ruangan bagi pengembangan produk selama proses sterilisasi
sehingga kerusakan wadah akibat tekanan produk dari dalam dapat dihindarkan,
juga berguna untuk menaikkan suhu produk di dalam wadah sampai mencapai
suhu awal (initial temperature).
Proses exhausting di PT. Maya Food Industries dilakukan selama 18-20
menit dengan suhu 90C dan telah sesuai dengan SNI 3548.3:2010. Proses ini
dapat digunakan untuk mempertahankan suhu didalam kaleng sehingga untuk
proses sterilisasi dapat berjalan lebih efektif, mendapatkan tekstur yang sesuai,
menginaktifkan enzim dan dapat membunuh mikroba lebih awal.

68

Gambar 11. Proses pemasukan kaleng pada exhaust box


Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)

4.6.8 Penirisan (Drying)


Penirisan dilakukan untuk mengeluarkan air dalam kaleng sisa dari
pemanasan pre cooking. Sesuai SNI 3548.3:2010 kaleng diletakkan secara
terbalik dengan cara conveyor yang membalik secara otomatis sehingga isi kaleng
tidak ikut terbuang, dengan demikian air dapat ditiriskan. Air didalam kaleng
perlu dibuang agar saus yang akan dimasukkan tidak mengalami perubahan rasa.
Setelah itu kaleng akan kembali pada posisi semula untuk masuk ketahap
berikutnya.

Gambar 12. Proses penirisan


Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)

4.6.9 Pengisian Medium (Filling Medium)


Setelah kaleng ditiriskan dari air, kemudian kaleng diisi dengan saus
tomat. Medium pengalengan tersebut dapat memberikan cita rasa pada produk

69

kaleng, dan juga berfungsi untuk mengurangi waktu sterilisasi, dengan cara
meningkatkan proses perambatan panas serta dapat mengurangi korosi kaleng
dengan cara menghilangkan udara (Adawyah, 2008) serta medium mampu
mendapatkan derajat keasaman yang lebih tinggi (Astawan, 2005).
Saus tomat sebelum dimasukkan kedalam kaleng terlebih dahulu dicampur
dengan bahan-bahan lain yang terdiri dari pasta saus ditambah dengan air, garam
dan Modified Corn Starch (MCS). Bahan-bahan tersebut dimasak pada kuali
dengan sistem uap hingga saus bersuhu 70C. Kemudian dialirkan melalui
pipa-pipa menuju ke pengisian kaleng dengan adanya katup pengeluaran saus
yang dilengkapi dengan kran pembuka. Menurut SNI 01-2712.2-1992, suhu
medium tidak boleh kurang dari 70C, karena jika suhu medium semakin tinggi
akan menyebabkan kondisi vakum semakin tinggi. Pada suhu yang tinggi peluang
udara yang terperangkap diantara bagian produk dalam kaleng lebih kecil
(Winarno, 1994 dalam Safitri, 2013).
Pengisian dilakukan dengan cara kaleng-kaleng berjalan pada belt
conveyor kemudian secara otomatis kaleng terisi saus tomat. Pada saat pengisian,
kaleng berada pada posisi tegak berdiri, kemudian kaleng akan dimiringkan
dengan sudut kemiringan sebesar 95 untuk dapat membentuk head space pada
kaleng. Besar head space untuk produk kaleng ini kurang lebih tiga milimeter.
Fungsi head space adalah membentuk ruang kosong antara permukaan produk
dengan tutup yang berfungsi sebagai ruang cadangan untuk pengembangan
produk selama disterilisasi agar tidak menekan wadah karena dapat menyebabkan
kaleng menjadi menggembung (Adawyah, 2008).

70

Gambar 13. Pengisian saus tomat


Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)

Head space yang terbentuk sebesar tiga milimeter kurang dari batas head
space yang seharusnya yaitu tidak boleh kurang dari 0,25 inchi atau enam
milimeter (Muchtadi, 1994 dalam Utami, 2012). Bila head space terlalu kecil
akan menyebabkan kecepatan pemindahan panas menurun, sehingga waktu
pengolahan menjadi lebih lama (Trianto dan Akbarsyah, 2007).

4.6.10 Penutupan Kaleng (Seaming)


Kaleng yang telah berisi ikan dan saus tomat kemudian melewati can
seamer yang merupakan alat untuk menutup kaleng. Penutupan kaleng merupakan
tahap pekerjaan yang sangat penting dalam pengalengan. Kaleng yang tidak rapat
mengakibatkan terjadinya kontaminasi dan ada udara masuk yang dapat merusak
makanan dalam kaleng. Usaha untuk mencegah kebocoran kaleng, maka kaleng
ditutup secara ganda lipatan dan pada sambungannya dilapisi dengan senyawa
semen atau lacquer bercampur karet (Adawyah, 2008). Produk yang tidak berhasil
pada penutupan kaleng bila telah melewati sterilisasi atau pendinginan maka
produk akan dibuang dan dijadikan tepung ikan, sedangkan bila produk tersebut
telah diketahui saat selesai penutupan maka dapat dilakukan repacking.

71

Gambar 14. Penutupan kaleng


Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)

4.6.11 Pencucian 2 (Washing 2)


Kaleng yang telah melewati can seamer secara otomatis akan bergerak ke
tempat pencucian kaleng. Mesin pencuci kaleng dilengkapi dengan pipa-pipa
berlubang yang terdapat air sabun dan sikat. Pencucian kaleng ini bertujuan untuk
menghilangkan sisa-sisa saus yang masih melekat pada kaleng. Pencucian
dilakukan dengan menggunakan air pencuci bersuhu 70C kemudian dialirkan
melalui pipa-pipa pencuci. Sedangkan untuk sabun pencuci, PT. Maya Food
Industries selalu menggunakan merek Mama Lime sebagai anti bakterial.
Kaleng-kaleng

yang

akan

dicuci

diletakkan

secara

horisontal

untuk

mempermudah pencucian dan masuk ke mesin pencuci. Setelah proses pencucian


selesai, kaleng secara otomatis masuk ke bak air yang telah terdapat basket untuk
menampung kaleng dan siap masuk ke proses sterilisasi.

Gambar 15. Pencucian kaleng


Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)

72

4.6.12 Sterilisasi
Sterilisasi adalah metode dasar dalam pengawetan ikan dengan teknik
pengalengan (Adawyah, 2008). Kaleng yang telah dikeluarkan dari bak air dari
proses pencucian kemudian dimasukkan kedalam mesin retort horizontal untuk
dilakukan proses sterilisasi. Proses ini merupakan bagian yang penting dalam
proses pengalengan karena sterilisasi tidak hanya bertujuan untuk menghancurkan
mikroba pembusuk dan patogen, tetapi juga berguna untuk membuat produk
menjadi cukup masak, yaitu dilihat dari penampilannya, teksturnya dan cita rasa
sesuai yang diinginkan (Muchtadi, 1994 dalam Utami, 2012).
Sterilisasi dilakukan pada suhu 117C dan tekanan 0,70-0,80 kg/cm2
dengan waktu yang berbeda bergantung pada besar kecilnya ukuran kaleng. Untuk
kaleng yang berukuran besar (kaleng tipe 301) sterilisasi dilakukan selama 90
menit, sedangkan untuk kaleng kecil (kaleng tipe 202) selama 80 menit. Pada
proses ini diusahakan mencapai suhu 117C tersebut, karena bila suhu tidak
tercapai, produk tersebut akan dinilai gagal dan perlu diulang kembali.
Diantara bakteri-bakteri yang berhubungan dengan pengalengan ikan,
Clostridium botulinum adalah yang paling berbahaya. Bakteri tersebut dapat
menghasilkan racun botulin dan membentuk spora yang tahan panas. Pemanasan
selama empat menit pada suhu 120C atau 10 menit pada suhu 115C sudah
cukup untuk membunuh semua strain C. botulinum (A-C). Karena sifatnya yang
tahan panas, jika proses pengalengan dilakukan secara tidak benar, bakteri
tersebut dapat aktif kembali selama penyimpanan. Selain itu, ikan termasuk ke
dalam makanan golongan berasam rendah, yaitu mempunyai kisaran pH 5,6-6,5.

73

Adanya medium pengalengan dapat meningkatkan derajat keasaman (menurunkan


pH), sehingga produk dalam kaleng menjadi awet. Pada tingkat keasaman yang
tinggi, Clostridium botulinum tidak dapat tumbuh (Astawan, 2005).

Gambar 16. Kaleng dimasukkan kedalam retort


Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)

4.6.13 Pendinginan (Cooling)


Kaleng yang selesai disterilisasi kemudian dilakukan pendinginan dalam
retort sampai suhunya turun menjadi 35-40C, dengan menyemprotkan air selama
20 menit sesuai dengan SNI 3548.3:2010. Penyemprotan bertujuan untuk
mencegah terjadinya over cooking atau over processing. Kemudian pendinginan
dilanjutkan di bak pendingin pada air biasa (suhu 20C) selama 15-20 menit
dengan keadaan kaleng masih berada didalam basket, yang dipindahkan dari
retort dengan bantuan katrol. Kemudian basket diangkat dari bak air dan
ditiriskan.
Wadah harus cepat didinginkan segera setelah proses sterilisasi selesai,
dengan tujuan untuk memperoleh keseragaman (waktu dan suhu) dalam proses
dan untuk mempertahankan mutu produk akhir. Selama produk berada pada suhu
antara suhu ruang dan suhu proses, pertumbuhan spora bakteri tahan panas akan
distimulir dan bakteri yang masih bertahan hidup mengalami shock sehingga akan

74

mati (Adawyah, 2008). Pendinginan dilakukan sampai suhunya sedikit diatas suhu
kamar, maksudnya agar air yang menempel pada dinding wadah cepat menguap,
sehingga terjadinya karat dapat dicegah (Trianto dan Akbarsyah, 2007).

Gambar 17. Kaleng pada bak pendingin


Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)

4.6.14 Inkubasi
Kaleng yang telah ditiriskan kemudian dimasukkan kedalam gudang
labelling untuk diinkubasi selama satu minggu pada suhu ruang (28-30C) dengan
keadaan masih di dalam basket. Berbeda dengan SNI 3548.3:2010 yang
menyatakan bahwa inkubasi dilakukan selama dua minggu pada suhu ruang
dalam posisi terbalik. Tujuan inkubasi adalah untuk mengontrol kualitas produk
yang telah dihasilkan, bila masih terdapat adanya Clostridium sp. dalam kaleng
maka kemasan kaleng akan terlihat menggelembung. Bila setelah diinkubasi
kaleng tetap dalam keadaan baik maka produk dinilai aman dan siap untuk
dipasarkan.

75

Gambar 18. Kaleng diinkubasi pada ruang pengemasan


Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)

4.6.15 Pemberian Label dan Pengemasan (Labelling and Packing)


Produk yang tidak mengalami perubahan selama masa inkubasi, sebelum
dikemas dalam karton terlebih dahulu diberi tanggal kadaluarsa dan kode
produksi. Tujuan labelling ini menurut Hudaya (2008), perlu dilakukan untuk
memudahkan pemeriksaan jika ada suatu kerusakan atau kelainan yang terjadi
pada produk akhir yang dihasilkan. Dengan demikian dapat diminimalisir
kerusakan yang sama bila kerusakan tersebut disebabkan kesalahan pabrik.
Adanya tanggal kadaluarsa dapat diketahui batas waktu kapan produk tersebut
dapat dikonsumsi dan tidak membahayakan untuk kosumen.
Labelling menggunakan mesin pencetak kode otomatis dengan cara
kaleng-kaleng dikeluarkan dari keranjang besi secara manual dan dilewatkan belt
conveyor menuju ke mesin tersebut. Sebelum masuk ke mesin pencetak, tutup
kaleng yang lewat dibersihkan dengan lap bersih dan dilakukan sortasi bila
ditemukan kaleng-kaleng yang rusak seperti penyok. Bila kaleng tersebut masih
dapat diperbaharui maka produk tersebut akan dikemas ulang, sedangkan untuk
kaleng yang rusak fatal seperti ikannya rusak maka kaleng akan dibuka dan isinya

76

dibuang ke bagian limbah untuk dijadikan tepung ikan. Berikut contoh pemberian
kode pada produk kaleng :

Gambar 19. Labelling


Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)

Keterangan kode produksi :


MFI
: nama perusahaan (PT. Maya Food Industries)
AT
: supplier kaleng (PT. Ancol Terang)
L
: jenis ikan (Lemuru)
02/03
: nomor retort/masakan ke04 OCT 2015 : tanggal kadaluarsa 04 Oktober 2015 dan tanggal produksi 04
Oktober 2012
Setelah kaleng ikan diberi label, kaleng dimasukkan kedalam karton
sehingga

mempermudah

dalam

pengangkutan

dan

pengiriman.

Kaleng

dimasukkan kedalam karton dengan jumlah sesuai kapasitas karton dan disusun
dengan rapi agar tidak merusak kaleng. Cara pengepakan kaleng sarden ini yaitu
memasukkan kaleng dengan tutup dibagian atas. Pada bagian luar karton juga
diberikan label sama seperti pada kemasan kaleng didalamnya.

Gambar 20. Proses labelling dan pengemasan


Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)

77

4.6.16 Penyimpanan (Storage)


Penyimpanan merupakan kegiatan akhir sebelum pendistribusian produk
baik ke pemesan maupun ke konsumen. Proses penyimpanan ini dilakukan di
dalam gudang yang diusahakan selalu kering dan tidak terkena cahaya matahari
langsung. Karton-karton tersebut diletakkan di atas pallet untuk menghindari
kontak langsung antara karton dengan lantai gudang. Karton seharusnya ditumpuk
sebanyak delapan susun karton, namun dalam pelaksanaan teknisnya di gudang
PT. Maya Food Industries karton tersebut ditumpuk sebanyak sepuluh susun
karena kapasitas gudang kurang mencukupi bila diterapkan delapan susun.
Telah dilakukan percobaan terlebih dahulu dan diketahui hingga tumpukan
kesepuluh, kaleng dan karton belum mengalami kerusakan. Apabila produk ini
akan dipasarkan maka menggunakan sistem First In First Out (FIFO). Produk
yang pertama kali masuk akan dipasarkan terlebih dahulu, secara otomatis produk
yang kadaluarsa dahulu akan dipasarkan lebih awal. Daya simpan dari produk
yang dihasilkan ini rata-rata selama tiga tahun.

Gambar 21. Penyimpanan produk


Sumber : PT. Maya Food Industries (2014)

78

Satu hal yang harus diingat adalah bahwa pemanasan tidak dapat
membunuh semua mikroba, khususnya thermofilik (tahan terhadap panas).
Mikroba tahan panas tersebut tidak akan tumbuh pada kondisi penyimpanan yang
normal. Apabila penyimpanan dilakukan pada ruang yang bersuhu cukup tinggi
atau terkena cahaya matahari langsung, mikroba tahan panas tersebut akan aktif
kembali dan merusak produk. Penyimpanan produk harus dilakukan pada suhu
yang cukup rendah, seperti pada suhu kamar normal dengan kelembaban rendah.
Akan menjadi lebih baik lagi bila disimpan pada lemari pendingin. Kondisi
penyimpanan sangat berpengaruh terhadap mutu ikan dalam kaleng. Suhu yang
terlalu tinggi dapat meningkatkan kerusakan cita rasa, warna, tekstur dan vitamin
yang dikandung oleh bahan akibat terjadinya reaksi-reaksi kimia (Astawan, 2005).
Hudaya

(2008),

menambahkan

bahwa

suhu

penyimpanan

yang

dapat

mempertahankan kualitas bahan yang disimpan adalah 15C.

4.7 Analisis Usaha


Analisis usaha sangat diperlukan pada setiap usaha termasuk kegiatan
pengalengan ikan, dengan tujuan agar dapat memperoleh gambaran tentang
besarnya keuntungan usaha tersebut. Dalam usaha berskala besar seperti
PT. Maya Food Industries, banyak faktor yang mempengaruhi besar keuntungan.
Salah satu yang menjadi faktor penting yaitu modal usaha, hal ini karena
perusahaan membutuhkan alat-alat yang relatif canggih dan berharga mahal,
jumlah karyawan yang relatif tidak sedikit, serta bahan baku yang berkualitas dan
sebagian besar impor. Pada kegiatan praktek lapang ini tidak diperbolehkan

79

mengetahui analisis yang dilakukan oleh marketing karena merupakan rahasia


perusahaan, maka dilakukan perkiraan analisis usaha secara mandiri.
Keuntungan usaha pengalengan ikan PT. Maya Food Industries ini sebesar
Rp. 9.221.565.000,00. Keuntungan ini diketahui setelah penerimaan hasil
penjualan produk dikurangi dengan harga pokok, biaya pemasaran dan biaya
umum. Sedangkan untuk nilai Return cost ratio (R/C) yaitu nilai yang diperoleh
dari penerimaan penjualan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan selama proses
produksi hingga menghasilkan produk. Suatu usaha menguntungkan apabila nilai
R/C > 1. Semakin besar nilai R/C maka semakin besar pula tingkat keuntungan
yang diperoleh dari usaha (Soepranianondo dkk, 2013). R/C usaha pengalengan
ikan ini sebesar 7,78 sehingga dapat dikatakan usaha ini sangat menguntungkan.
Analisis usaha juga berkenaan mengenai titik impas atau Break Event
Point (BEP), yaitu untuk mengetahui pada tingkat produksi dan harga berapa
suatu usaha tidak memberikan keuntungan dan tidak pula mengalami kerugian
(Soepranianondo dkk, 2013). Produk sarden kaleng pada PT. Maya Food
Industries ini diketahui mencapai titik BEP produksi saat perusahaan
memproduksi 115.697 kaleng per bulan dan menjualnya pada harga Rp. 1.200,00.
Dengan hasil produksi perusahaan sebanyak 14.000 karton atau 1.166.000 kaleng
yang terdiri dari kaleng berukuran kecil dan besar, serta harga jual kaleng kecil
Rp. 7.500,00 dan kaleng besar Rp. 16.000,00 maka perusahaan mendapatkan
keuntungan yang besar. Perhitungan analisis usaha berdasarkan pada biaya
investasi, biaya tetap dan biaya variabel terdapat pada Lampiran 6.

80

4.8 Hambatan dan Pengembangan Usaha


4.8.1 Hambatan Usaha
Dalam kegiatan produksi pengalengan ikan sarden ini diketahui terdapat
beberapa kendala yang ditemui antara lain bahan baku ikan lemuru yang sulit
diperoleh baik ikan lokal maupun ikan impor. Hal ini dikarenakan ikan lemuru ini
bersifat musiman sehingga stoknya terbatas pada saat tertentu. Akibat dari stok
ikan yang terbatas ini, produksi pengalengan tidak selalu beroperasi disamping
karena faktor pesanan untuk produk tertentu. Mengatasi hal tersebut, perusahaan
menyiasati untuk memasok bahan baku dalam jumlah yang besar pada saat stok
ikan melimpah sehingga untuk satu kali produksi mampu memenuhi permintaan
pasar dalam jangka waktu lama.
Kendala lain dihadapi pada waktu kegiatan produksi, mesin can seamer
pada waktu beroperasi kurang tepat dalam penutupan sehingga perlu diperbaiki
oleh mekanik saat produksi tengah berlangsung yang berakibat kegiatan produksi
berjalan lebih lambat. Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan perawatan berkala
meski kendala teknis tersebut masih sering terjadi.
Kendala non teknis yaitu bencana banjir yang terjadi pada saat praktek
lapang dilakukan. Air banjir masuk ke dalam gudang penyimpanan produk jadi
yang berakibat terendamnya kaleng-kaleng pada bagian bawah. Kaleng yang
terkena air banjir tersebut dikhawatirkan berkarat sehingga untuk mencegah hal
tersebut kaleng di gudang disortir, kaleng yang terkena air banjir segera dicuci
kembali kemudian diinkubasi, apabila masih baik akan kembali dikemas dalam
karton. Upaya lain yang dilakukan yaitu gudang penyimpanan ditinggikan dan

81

sebagian produk dipindahkan ke gedung penyimpanan lain yang aman dari


jangkauan banjir untuk sementara waktu.

4.7.2 Pengembangan Usaha


PT. Maya Food Industries tidak hanya menghasilkan produk sarden dan
makarel kaleng namun dapat juga membuat bakso ikan, otak-otak, fish stick,
scallops, kepiting kaleng dan masih banyak lainnya. Proses pembuatan produk
tersebut berdasarkan pesanan dari buyers yakni perusahaan lain. Hal ini
merupakan bentuk pengembangan usaha yang dilakukan PT. Maya Food
Industries untuk meningkatkan volume penjualan melalui produk berbeda jenis
dengan pangsa pasar yang berbeda pula.
Kemasan primer produk, PT. Maya Food Industries direncanakan
menggunakan kaleng dari aluminium dan tutup jenis Easy Open End (EOE).
Kaleng yang terbuat dari alumunium memiliki keunggulan lebih ringan
dibandingkan kaleng dari metal, lebih tahan karat dan mudah dibuka, namun
kelemahannya kaleng jenis ini mudah mengalami penyok dalam penanganannya.
Saat ini PT. Maya Food Industries belum menggunakan kaleng jenis ini pada
produk yang dihasilkan, masih sebatas rencana bagian produksi. Sedangkan tutup
jenis EOE ini mulai dilakukan pada produk bertipe kaleng club can, merek
Ranesa Merah dan Sesibon Balado sebagai produk percobaan untuk melihat reaksi
konsumen. Tutup EOE ini mudah dibuka bila dibandingkan tutup biasa yang
memerlukan alat untuk membuka kaleng. Dengan strategi demikian, diharapkan
jumlah permintaan konsumen kian meningkat disamping tetap menjaga kualitas
produk yang dihasilkan.

V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Simpulan yang dapat diperoleh dari kegiatan praktek kerja lapang ini
antara lain :
1. Teknik pengalengan ikan yang dilakukan oleh PT. Maya Food Industries
dimulai dari proses penerimaan bahan baku dan pengujian kelayakan,
persiapan bahan baku, thawing, pemotongan dan pengeluaran isi perut,
pencucian 1, pengisian ikan kedalam kaleng, cek pengisian dan kebersihan,
pre cooking, penirisan, pengisian medium, penutupan kaleng, pencucian 2,
sterilisasi,

pendinginan,

inkubasi,

labelling

dan

pengemasan,

serta

penyimpanan hingga produk siap dipasarkan ke konsumen. Pemasakan awal


(pre cooking) dilakukan selama 20 menit pada suhu 90C. Pengisian saus
tomat sebagai medium pengalengan hingga membentuk head space sebesar 3
mm dengan kekentalan saus 28-30 Brix. Proses sterilisasi pada suhu 117C
dan tekanan 0,70-0,80 kg/cm2 dalam waktu 80-90 menit. Dan kaleng siap
dikemas setelah melalui masa inkubasi selama satu minggu dan dilakukan
labelling pada permukaan tutup kaleng.
2. PT. Maya Food Industries menerapkan sistem organisasi berbentuk garis
dengan kekuasaan dan tanggung jawab mengalir langsung secara vertikal dari
managing director sampai pada setiap orang yang berada pada jabatan
terendah,

hal tersebut

departemen.

Perusahaan

untuk

mengefektifkan kerja dimasing-masing

merupakan

organisasi

padat

karya

karena

membutuhkan sumber daya manusia dalam jumlah banyak, namun diketahui

83

pula jumlah karyawan tidak selalu sama setiap tahun terutama karyawan
musiman dan borongan. Hal ini disesuaikan dengan tingkat kebutuhan
perusahaan terhadap banyaknya karyawan dalam mendukung kegiatan
produksi dan banyaknya pesanan produk dari pemesan.
3. Permasalahan yang ditemui pada proses pengalengan ikan di PT. Maya Food
Industries yaitu ketersediaan stok ikan lemuru yang bersifat musiman. Hal ini
mengakibatkan proses produksi tidak berjalan rutin. Selain itu mesin yang
mengalami gangguan ditengah kegiatan produksi serta bencana banjir yang
menyebabkan kaleng rawan berkarat.

5.2 Saran
Adapun saran yang disampaikan kepada PT. Maya Food Industries ini
meliputi :
1. Pada saat proses thawing ikan berjalan relatif lama, hal ini karena suhu ikan
saat penyimpanan mencapai -18C sehingga membutuhkan waktu lama.
Mengatasi hal tersebut, dapat dilakukan thawing dengan menggunakan air
hangat dengan suhu air yang tidak terlalu tinggi sehingga mampu
mempercepat pencairan dan ikan lebih cepat diolah untuk produksi.
2. Terkait pasokan bahan baku ikan yang tidak selalu ada dan tidak menjamin
kelangsungan produksi setiap bulannya maka disarankan PT. Maya Food
Industries mencari supplier tambahan untuk memasok bahan baku ikan
terutama lemuru sehingga tidak bergantung pada supplier tetap.
3. Peralatan yang digunakan dalam proses pemotongan ikan yaitu pisau dinilai
karyawan tidak cukup tajam dan menghambat proses pemotongan, maka

84

diperlukan tenaga kerja yang bertugas untuk mengasah pisau saat perusahaan
tidak produksi sehingga pisau dapat mengefektifkan kerja karyawan.
4. Mesin can seamer perlu diperiksa secara rutin terutama sebelum proses
produksi dimulai, hal ini dikarenakan salah satu can seamer sering mengalami
gangguan saat proses produksi sedang berlangsung.

DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, R. 2008. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta. hal
120-133.
Aprilia, S. 2011. Trofik Level Hasil Tangkapan Berdasarkan Alat Tangkap yang
Digunakan Nelayan Di Bojonegara, Kabupaten Serang, Banten. Skripsi.
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 117 hal.
Astawan, M. 2005. Teknologi Pengolahan Pangan : Ikan Kalengan Tetap Kaya
Gizi. http://web.ipb.ac.id. diakses 13 Februari 2014. 3 hal.
Bachrin, N., Sudirman, Zainuddin dan Mukti. 2011. Zona Potensial Penangkapan
Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) Berdasarkan Parameter Oseanografi
dan Hasil Tangkapan Di Perairan Kecamatan Liukang Tupabbirin
Kabupaten Pangkep. Universitas Hasanuddin. Makassar. 50 hal.
Bali Post. 2003. Jembrana Kejar Ketertinggalan - Benahi Pendaratan Ikan, Genjot
Produksi. http://www.balipost.co.id/.diakses pada 5 Maret 2014.
David, F. R. 2004. Strategic Management: Concepts and Cases. Edisi ke-7.
Penerjemah: Sindoro Alexander. PT Indeks. Jakarta. hal 4-6.
David, F. R. 2006. Manajemen Strategis: Konsep. Edisi ke-10. Penerjemah:
Ichsan Setiyo Budi. Salemba Empat. Jakarta. hal 223-247.
Hasibuan, M. S. P. 2009. Manajemen: Dasar, Pengertian, dan Masalah. Edisi
Revisi. Bumi Aksara. Jakarta. hal 2.
Hudaya, S. 2008. Tahapan Proses Pengalengan. Pelatihan Teknologi Pengolahan
Hasil Pertanian Pengolahan dan Pengawetan Pangan, 13 Oktober 2008. 7
hal.
IFT Fishing. 2013. Ikan Lemuru. http://www.iftfishing.com. diakses 23 November
2013.
Kaurvaki, R. 2012. Evaluasi Kinerja: Definisi, Tujuan, Faktor dan Manfaatnya.
http://id.shvoong.com. diakses 23 Februari 2014.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). 2011. KKP Perbarui Impor
Perikanan. http://www.kkp.go.id/. diakses pada 5 Maret 2014.
Khalishi, Z. 2011. Karakteristik dan Formulasi Rengginang Tepung Ikan
Tembang (Sardinella fimbriata). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 70 hal.

86

Koswara, S. 2009. Pengolahan Pangan dengan Suhu


http://tekpan.unimus.ac.id/. diakses pada 5 Maret 2014. 17 hal.

Rendah.

Maleva, D. 2011. Dasar-dasar Pengawetan, Teknologi Hasil Perikanan.


http://blog.ub.ac.id/. diakses pada 5 Maret 2014.
Mayoman, Y. 2012. Organisasi Bisnis. http://ymayowan.lecture.ub.ac.id. diakses
13 Februari 2014. 33 hal.
Murniyati, A. S. dan Sunarman. 2004. Pendinginan Pembekuan dan Pengawetan
Ikan. Kanisius. Jakarta. hal 13-17.
Nababan, N.M.C.M. 2009. Hubungan Konsentrasi Klorofil-a di Perairan Selat
Bali dengan Produksi Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) yang Didapatkan
di TPI Muncar, Banyuwangi. Skripsi. Ilmu dan Teknologi Kelautan.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 59
hal.
Nafarin, M. 2007. Penganggaran Perusahaan. Edisi 3. Salemba Empat. Jakarta. hal
202-203.
Nazir, M. 2011. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Bogor. hal 54-55.
Pusat

Informasi Pelabuhan Perikanan (PIPP). 2012.


http://www.pipp.kkp.go.id/. diakses 21 September 2013.

Ikan

Lemuru.

Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (PPKP). 2012. Pengolahan Ikan


Bandeng. http://www.pusluh.kkp.go.id/. diakses pada 5 Maret 2014. 53
hal.
Rasyid, A. 2003. Isolasi Asam Lemak Tak Jenuh Majemuk Omega-3 dari Ikan
Lemuru (Sardinella sp.). Prosiding Seminar Riptek Kelautan Nasional 3031 Juli 2003. Jakarta. 8 hal.
Safitri,

W. N. A. 2013. Pengalengan Ikan Tuna Pasific Queen.


http://widyanuradinasafitri.blog.ugm.ac.id/. diakses 13 Februari 2014. 3
hal.

Saliman, A. R., Hermansyah dan A. Jalis. 2005. Hukum Bisnis untuk Perusahaan :
Teori dan Contoh Kasus. Kencana Renada Media Group. Jakarta. hal 6.
Sangadji, E. M. dan Sopiah. 2010. Metodologi Penelitian Pendekatan Praktis
Dalam Penelitian. Andi. Yogyakarta. hal 171-174.

87

Sarika, D. 2009. Pengaruh Kas Terhadap Likuiditas pada PT. Unilever Indonesia
Tbk. Skripsi. Manajemen. Fakultas Ekonomi. Universitas Komputer
Indonesia. Bandung. 74 hal.
Soepranianondo, K., Romziah S., Dady S.N, Sri H, Pratisto, dan Sunaryo H.W.
2013. Buku Ajar : Kewirausahaan, Menumbuhkan Jiwa Wirausaha Bagi
Mahasiswa. Airlangga University Press. Surabaya. hal 195-197.
Sonnino. 2012. Upaya Memperpanjang Daya Simpan
http://id.shvoong.com. diakses 24 November 2013.

Ikan

Pindang.

Standar Nasional Indonesia. 2006. SNI 01-4110.1-2006 Spesifikasi Ikan Beku


Bagian 1. Badan Standardisadi Nasional. Jakarta. 10 hal.
Standar Nasional Indonesia. 2006. SNI 01-2729.1-2006 Spesifikasi Ikan Segar
Bagian 1. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta. 10 hal.
Standar Nasional Indonesia. 2006. SNI 01-4872.1-2006 Spesifikasi Es untuk
Penanganan Ikan Bagian 1. Badan Standardisasi Nasional. 10 hal.
Standar Nasional Indonesia. 2010. SNI 3548.3:2010 Penanganan dan Pengolahan:
Ikan Pelagis Kecil Media Saus Tomat dalam Kaleng Bagian 3. Badan
Standardisasi Nasional. Jakarta. 13 hal.
Suryaningrum, D., Suryanti, dan Muljanah, I. 2012. Membuat Fillet Ikan Patin.
Penebar Swadaya. Jakarta. hal 8.
Syakila, S. 2009. Studi Dinamika Stok Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) di
Perairan Teluk Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat.
Skripsi. Manajemen Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 88 hal.
Swagger, A. 2012. Klasifikasi Ikan Air Laut. http://www.scribd.com. diakses 24
November 2013. 23 hal.
Trianto, H. E dan T. M. I. Akbarsyah. 2007. Pengalengan Ikan Tuna Komersial.
Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan
Perikanan (2) 2 : 43-50.
Triyatna, S. 2013. Sardinella Bali (Sardinella lemuru, Bleeker, 1853).
http://subhantriyatnas11u.student.ipb.ac.id. diakses 24 November 2013.
Utami, R. 2012. Karakteristik Pemanasan pada Proses Pengalengan Gel Cincau
Hitam (Mesona palustris). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 78 hal.

Lampiran 1. Tata letak dan denah unit produksi

88

Lampiran 2. Struktur organisasi PT. Maya Food Industries Pekalongan

89

90
Lampiran 3. Sertifikat MUI, GMP, ISO dan HACCP yang diperoleh PT. Maya
Food Industries

91
Lanjutan Lampiran 3.

92
Lanjutan Lampiran 3.

93
Lanjutan Lampiran 3.

94
Lampiran 4. Score sheet tes organoleptik sesuai dengan SNI
SNI 01-2729.1-2006

95
Lanjutan Lampiran 4.

SNI 01-4110.1-2006

96
Lanjutan Lampiran 4.

97
Lanjutan Lampiran 4.

Lampiran 5. Alur proses produksi pengalengan ikan di PT Maya Food Industries

98

99
Lampiran 6. Analisis usaha PT. Maya Food Industries
Biaya Investasi
No

Nama Peralatan

Jumlah

Total

1
2

Tanah
Pendirian
Gedung
Exhaust Box
Meja
Pemotongan
Pisau dan
Talenan
Bak Plastik dan
Keranjang
Timbangan
Digital
Conveyor
Drum Rotary
Washer
Alat Pembuat
Saus
Can Seamer
Can Washer
Bak Penampung
Kaleng
Basket
Retort
Bak Pendingin
Printer Labelling
Pallet
Derek Mekanis
Cold Storage
Forklift
Total

23.000 m2
5.100 m2

Rp. 3.450.000.000,00
Rp. 950.000.000,00

Nilai
Penyusutan/tahun
Rp. 500.000,00

4 buah
60 buah

Rp. 168.000.000,00
Rp. 126.000.000,00

Rp. 450.000,00
Rp. 350.000,00

450 pasang

Rp. 157.500.000,00

Rp. 250.000,00

200 buah

Rp. 30.000.000,00

Rp. 250.000,00

10 buah

Rp. 45.000.000,00

Rp. 350.000,00

5 buah
1 buah

Rp. 14.000.000,00
Rp. 12.000.000,00

Rp. 350.000,00
Rp. 400.000,00

4 buah

Rp. 22.000.000,00

Rp. 450.000,00

3 buah
2 buah
1 buah

Rp. 92.000.000,00
Rp. 29.000.000,00
Rp. 9.750.000,00

Rp. 400.000,00
Rp. 350.000,00
Rp. 350.000,00

15 buah
4 buah
1 buah
1 buah
25 buah
5 buah
3 buah
15 buah

Rp. 13.500.000,00
Rp. 300.000.000,00
Rp. 10.000.000,00
Rp. 12.000.000,00
Rp. 6.250.000,00
Rp. 17.500.000,00
Rp. 930.000.000,00
Rp. 187.500.000,00
Rp. 6.582.000.000,00

Rp. 150.000,00
Rp. 500.000,00
Rp. 250.000,00
Rp. 350.000,00
Rp. 150.000,00
Rp. 250.000,00
Rp. 550.000,00
Rp. 500.000,00
Rp. 7.150.000,00

3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

No
1
2
3
4
5

Biaya Tetap
Keterangan
Jumlah
Biaya/bulan (Rp)
Listrik dan Air
Rp. 12.450.000,00
Karyawan Tetap
52 orang
Rp. 3.200.000,00
Karyawan Kontrak
90 orang
Rp. 1.750.000,00
Karyawan Musiman 448 orang Rp.
800.000,00
Karyawan Borongan
31 orang
Rp.
550.000,00
Total

Total/bulan (Rp)
Rp. 12.450.000,00
Rp. 166.400.000,00
Rp. 157.500.000,00
Rp. 358.400.000,00
Rp. 17.050.000,00
Rp. 711.800.000,00

100
Lanjutan Lampiran 6.

No
1
2
3
4
5
6
7

Biaya Variabel
Keterangan
Kebutuhan/bulan
Ikan Lemuru
148 ton
Pasta Saus
13,3 ton
MCS
2,4 ton
Garam
1.475 kg
Es
2 ton
Kaleng
1.166.000 buah
Karton
14.000 buah
Total

Total biaya (Rp)


Rp. 518.000.000,00
Rp. 113.050.000,00
Rp.
7.440.000,00
Rp.
1.770.000,00
Rp.
550.000,00
Rp.
4.081.000,00
Rp.
2.744.000,00
Rp. 647.635.000,00

Total Biaya Operasional = Biaya Tetap + Biaya Variabel


= Rp. 711.800.000,00 + Rp. 647.635.000,00
= Rp. 1.359.435.000,00
Bulan
Jumlah

Harga per
Kemasan

Total

Penerimaan
Sarden Kaleng Besar

216.000

Rp. 16.000,00

Rp.

3.456.000.000,00

Sarden Kaleng Kecil

950.000

Rp. 7.500,00

Rp.

7.125.000.000,00

Total

Rp. 10.581.000.000,00

1. Analisa rugi laba


Laba / Rugi = Penerimaan Biaya Operasional
= Rp. 10.581.000.000,00 Rp. 1.359.435.000,00
= Rp. 9.221.565.000,00
2. Return Cost Ratio ( R/C)
R/C
= Penerimaan : Total biaya Operasional
= Rp. 10.581.000.000,00 : Rp. 1.359.435.000,00
= 7,78
3. Analisis BEP Produksi dan Harga
BEP produksi = Total biaya operasional : Harga jual rata -rata
= Rp. 1.359.435.000,00 : Rp. 11.750,00
= 115.697
BEP harga
= Total Biaya Operasional : Hasil Produksi
= Rp. 1.359.435.000,00 : 1.166.000 kaleng
= Rp. 1.200,00

101

Lampiran 7. Data penerimaan bahan baku selama 20 Januari 15 Februari 2014


No.

Hari

Bahan Baku

Jumlah

20 Januari 2014

Fresh Sardine

8.000 kg

21 Januari 2014

Frozen Sardine

83.250 kg

23 Januari 2014

Frozen Sardine

136.500 kg

27 Januari 2014

Frozen Mackarel

50.357 kg

30 Januari 2014

Kaleng

5 Februari 2014

Zat Adiktif

5.000 kg

7 Februari 2014

Fresh Sardine

7.500 kg

11 Februari 2014

Frozen Sardine

28.000 kg

14 pallet
@ 4.800 kaleng

Catatan :
Penerimaan ikan segar atau lokal dalam satu kali penerimaan sekitar 7,512 ton. Namun proses produksi hanya akan dilakukan bila stok ikan mencapai 10
ton keatas, sehingga bila stok ikan segar kurang dari 10 ton disimpan di cold
storage terlebih dahulu. Dalam 10 ton ikan dapat dihasilkan 750 kaleng besar atau
1100 kaleng kecil untuk satu kali produksi.

102

Lampiran 8. Dokumentasi peralatan produksi

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Keterangan :
(a) Pisau; (b) Talenan; (c) Meja Pemotongan; (d) Bak Plastik; (e) Keranjang;
(f) Timbangan

103

Lanjutan Lampiran 8.

(g)

(h)

(i)

(j)

(k)

(l)

Keterangan :
(g) Chain Conveyor; (h) Belt Conveyor; (i) Exhaust Box; (j) Drum Rotary
Washer; (k) Mesin Pembuat Saus; (l) Can Seamer

104

Lanjutan Lampiran 8.

(m)

(n)

(o)

(p)

(q)

(r)

Keterangan :
(m) Can Washer dan Bak Penampung; (n)Basket; (o) Retort Horisontal; (p) Bak
Pendingin; (q) Printer Labelling; (r) Pallet

105

Lanjutan Lampiran 8.

(s)

(t)

(u)

(v)

Keterangan :
(s) Katrol Mekanis; (t) Cold Storage; (u) Forklift; (v) Kaleng

Anda mungkin juga menyukai