Anda di halaman 1dari 35

1

TUGAS MAKALAH
MATA KULIAH TEKNOLOGI PANGAN
IKAN SARDEN KALENG

Disusun oleh:
Kelompok 2
Elmahery Sri Pratiwy 1606930193
Rizki Yanwar A. 1306377612
Sekar Pramesti Artha 1306397034
Yosia El Gibort 1406573904
Yulietta Heryani K. 1306480401

PROGRAM PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Ikan Sarden Kaleng” ini dengan sebaik-baiknya. Penulisan makalah ini
bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Pangan. Makalah ini berisi
proses pengolahan produk ikan sarden kaleng mulai dari deskripsi bahan yang digunakan,
proses produksi, evaluasi hasi produksi serta kemasan yang digunakan untuk mengemas
produk.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang
membangun dari berbagai pihak agar dalam penulisan selanjutnya dapat lebih baik.
Semoga makalah ini dapat menjadi sebuah referensi dan menambah pengetahuan
mengenai proses pengolahan ikan sarden kaleng. Akhir kata, penulis menyampaikan
terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah
ini dari awal hingga akhir.

Depok, Maret 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang............................................................................................................ 1

1.2 Tujuan ......................................................................................................................... 1

1.3 Manfaat ....................................................................................................................... 1

BAB 2 ISI ......................................................................................................................... 3

2.1 Bahan Baku ................................................................................................................ 3

2.2 Bahan Pengemas ......................................................................................................... 5

2.3 Proses Produksi Ikan dalam Kaleng ........................................................................... 6

2.3 Evaluasi Resiko Bahaya Keamanan Pangan pada Produksi Ikan Kaleng ................ 15

2.4 Evaluasi Ikan dalam Kaleng ..................................................................................... 17

BAB 3 PENUTUP .......................................................................................................... 30

3.1 Kesimpulan ............................................................................................................... 30

3.2 Saran ......................................................................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 31

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ikan sarden merupakan salah satu jenis produk ikan olahan yang banyak
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Jenis ikan yang digunakan pada produk ikan
olahan adalah ikan lemuru. Ikan lemuru merupakan salah satu jenis ikan yang banyak
dijumpai di perairan Indonesia. Ikan lemuru memiliki kadar protein yang cukup tinggi
yaitu sebesar 18 -30% dan kadar air yang cukup tinggi, yaitu sebesar 70 – 80 %, sehingga
ikan lemuru cepat mengalami penurunan mutu dan harganya relatif murah. Dengan
kondisi seperti itu, perlu dilakukan cara untuk meningkatkan daya simpan dan kualitas
produk ikan dengan cara pengolahan dan pengawetan. Pengolahan ikan bertujuan untuk
melindungi ikan dari kerusakan dan pembusukan. Selain itu, pengolahan juga bertujuan
untuk meningkatkan cita rasa dari produk ikan tersebut. Salah satu pengolahan yang
dilakukan untuk menghambat aktivitas mikroorganisme adalah pengalengan ikan.
Pengalengan merupakan salah satu bentuk pengolahan dan pengawetan ikan
modern yang dikemas dan kemudian disterilkan. Bahan pangan dikemas secara hermatis
dalam suatu wadah baik kaleng, gelas, atau alumunium. Pengemasan secara hermatis
dapat diartikan bahwa penutupannya sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus oleh
udara, air, kerusakan oksidasi maupun perubahan cita rasa. Pengalengan dapat
meningkatkan nilai jual produk ikan di pasaran. Prosedur pengalengan produk ikan juga
cukup mudah dilakukan sehingga banyak produsen yang memasarkan produk ikan jenis
sarden dalam kaleng.

1.2 Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui bahan baku yang digunakan dalam pembuatan ikan sarden dalam kaleng
2. Mengetahui proses produksi ikan dalam kaleng
3. Mengetahui evaluasi yang dilakukan untuk mengetahui kualitas produk ikan sarden
dalam kaleng
1.3 Manfaat
Dengan mengetahui proses produksi produk ikan sarden dalam kaleng dapat
menambah wawasan mengenai bahan yang digunakan dalam pembuatan ikan sarden, cara

1
2

pembuatan, kemasan yang digunakan untuk mengemas ikan sarden dan evaluasi yang
diperlukan untuk mengetahui kualitas produksi ikan sarden dalam kaleng pada teknologi
pangan
BAB 2
ISI

2.1 Bahan Baku


Bahan Baku yang dibutuhkan dalam pembuatan ikan sarden terdiri dari dua, yaitu bahan
utama dan bahan tambahan. Bahan utama merupakan bahan yang membentuk satu
kesatuan yang tidak terpisahkan dari produk jadi dan komponen penting dari suatu produk
(Nafarin, 2007). Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan ikan sarden kaleng ini
adalah ikan lemuru. Bahan tambahan merupakan bahan pelengkap. Harga dari bahan
tambahan ini relatif lebih rendah dari bahan utama. Bahan tambahan yang digunakan
dalam dalam pembuatan ikan sarden kaleng ini, terdiri dari pasta saus, pati termodifikasi
garam dan air.

2.1.1 Bahan Utama

Gambar 2.1 Ikan Lemuru

Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan ikatan sarden kaleng adalah ikan
lemuru. Ikan lemuru (Sardinella sp.) merupakan ikan pelagis kecil pemakan plankton
yang termasuk dalam keluarga sarden. Ikan lemuru hidup bergerombol, memiliki bentuk
bulat memanjang dengan bagian perut sedikit membulat dengan sisik duri yang sedikit
tumpul dan tidak menonjol. Panjang badan ikan lemuru mencapai 23 cm, tetapi umumnya
17-18 cm. Bagian atas badan berwarna biru kehijauan sedangkan bagian bawah berwarna
putih keperakan. Pada bagian atas penutup insang hingga pangkal ekor terdapat bercak
hitam atau bulatan kecil berwarna gelap. Siripnya berwarna abu-abu kekuning-kuningan,
sedangkan warna sirip ekor berwarna kehitaman.
Terdapat dua jenis ikan lemuru yang sering dijadikan sebagai bahan baku produk
olahan, yaitu Sardinella sirm dan Sardinella longiceps. Sardinella sirm banyak

3
4

ditemukan di laut Jawa. Tegal dan Pekalongan merupakan tempat pendaratan terbesar
jenis lemuru ini sedangkan Sardinella longiceps didapatkan dalam jumlah besar di Selat
Bali. Selain di perairan Selat Bali dan sekitarnya, ikan ini terdapat juga di sebelah selatan
Ternate dan Teluk Jakarta Ikan lemuru umumnya berada di dekat dasar perairan dan
membentuk gerombolan yang kompak pada siang hari, sedangkan pada malam hari ikan
lemuru bergerak mendekati permukaan air dalam bentuk gerombolan yang menyebar dan
akan muncul ke permukaan apabila cuaca mendung disertai hujan gerimis.
Ikan lemuru memiliki kandungan nutrisi yang sangat tinggi. Ikan lemuru
mengandung omega-3 yaitu EPA (eicosapentaenoic) dan DHA (docohexanoic acid), jenis
lemak tak jenuh yang memiliki banyak manfaat untuk kesehatan. Kandungan omega-3
pada ikan lemuru dapat menurunkan tekanan darah, meningkatkan HDL dan menekan
LDL sehingga dapat mencegah penyakit jantung, mencegah kegemukan karena menekan
bertambahnya sel-sel lemak dan mencegah timbulnya beberapa jenis alergi. Beragam
vitamin dan mineral yang dikandungnya dapat meningkatkan metabolisme seluler,
menjaga kesehatan tulang dan bergama manfaat lain yang dapat meningkatkan kualitas
hidup.

2.1.2 Bahan Tambahan


Bahan tambahan yang digunakan dalam proses pembuatan ikan sarden kaleng
terdiri dari pasta saus tomat, pati termodifikasi, garam dan air. Pasta saus tomat memiliki
fungsi sebagai medium dan memberikan cita rasa pada produk olahan kaleng. Pasta saus
tomat juga dapat mengurangi waktu sterilisasi dengan cara proses perambatan panas dan
juga dapat mengurangi korosi kaleng dengan cara menghilangkan udara. Pati yang
digunakan dalam pembuatan ikan sarden kaleng ini adalah tepung jagung termodifikasi.
Pati yang termodifikasi ini memiliki fungsi untuk menstabilkan pasta saus tomat sehingga
emulsi pasta saus tomat yang diperoleh homogen dan stabil. Garam digunakan untuk
meningkatkan cita rasa dan memperpanjang masa simpan produk. Air berfungsi untuk
mengencerkan pasta saus, yang dapat melarutkan pati termodifikasi dan garam sehingga
diperoleh kekentalan dan konsentrasi medium yang tepat. Selain itu, air digunakan selama
proses produksi seperti untuk thawing, pencucian, perendaman serta sanitasi ruang
proses.
5

2.2 Bahan Pengemas


Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 69 Tahun 1999 tentang label dan
iklan pangan. Kemasan pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan atau
membungkus pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan pangan atau tidak.
Kemasan pangan berfungsi untuk mencegah terjadinya pembusukan atau kerusakan,
melindungi pangan dari cemaran patogen. Mutu dan keamanan pangan tergantung dari
mutu kemasan yang digunakan, baik kemasan primer atau sekunder. Kemasan pangan
harus mencantumkan label pada kemasannya. Label yang digunakan harus memenuhi
beberapa syarat, seperti tidak mudah lepas dari kemasannya, tidak mudah luntur atau
rusak, serta terletak pada bagian kemasan pangan yang mudah untuk dilihat dan dibaca.
Label pangan berisi keterangan mengenai pangan dalam bentuk gambar, tulisan, atau
kombinasi keduanya. Pada label juga disertakan nama produk, daftar bahan yang
digunakan, berat bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi, tanggal, bulan serta
tahun kadaluarsa.
Bahan pengemas yang digunakan dalam pembuatan ikan sarden kaleng terdiri dari
kaleng sebagai pengemas primer dan karton sebagai pengemas sekunder.

2.2.1 Kaleng
Kaleng digunakan sebagai kemasan primer dalam pengemasan produk ikan
kaleng. Keuntungan dari penggunaan kaleng adalah bahan pangan yang ada didalamnya
tetap terjaga. Makanan yang ada di dalam wadah yang tertutup dapat terjaga dari
kontaminasi oleh mikroba, serangga atau bahan lain yang mungkin dapat menyebabkan
kebusukan atau penyimpangan penampakan dan cita rasa yang dhiasilkan. Kaleng juga
dapata menjaga perubahan kadar air yang tidak diinginkan. Kaleng juga dapat menjaga
bahan pangan dari penyerapan oksigen, gas-gas lain, bau-bauan dari partikel radioaktif
yang terdapat di atmosfer. Selain itu, kaleng dapat menjaga dari radiasi cahaya.

2.2.2 Karton
Karton berfungsi untuk mempermudah proses penyimpanan, mempermudah sistem
pengangkutan atau pendistribusian bagi produsen, serta melindungi makanan dari
kontaminasi, pengaruh sinar matahari, tahan terhadap tekanan dan benturan. Pengemas
sekunder ini dilengkapi dengan layer berupa karton yang dapat mencegah terjadinya gesekan
6

antar kaleng. Pengemasan dalam karton juga dilengkapi dengan pita perekat agar karton
menjadi lebih kuat. Bagian luar karton terdapat label merek produk, kode dan tanggal
produksi.

2.3 Proses Produksi Ikan dalam Kaleng


2.3.1 Penerimaan Ikan
Bahan baku utama yang digunakan dalam industri pengalengan ikan adalah ikan.
Bahan utama ini diperoleh dari pasar lokal maupun import. Ikan yang diperoleh dari pasar
lokal merupakan ikan segar sedangkan ikan yang diimpor merupakan ikan beku. Ikan
yang diimport dikirim menggunakan container yang dilengkapi dengan pendingin (-
18°C) sehingga ikan tetap beku. Pada saat bongkar muat ikan dari container, tim quality
control akan mengambil beberapa ikan yang digunakan sebagai sampel pengujian untuk
diuji kualitasnya.
Bahan baku pendukung yang digunakan adalah bahan untuk membuat saos tomat
yang terdiri dari pasta tomat, pati modifikasi, garam dan air. Sebelum air yang digunakan,
air telah melalui water treatment system.
Bahan-bahan lain yang diperlukan antara lain kaleng, tutup, dan karton. Bahan
yang diterima tidak langsung digunakan, namun masing-masing disimpan terlebih dahulu
dalam gudang kaleng dan gudang karton. Saat bahan diterima dilakukan pengecekan
kualitas bahan oleh tim quality control untuk menguji apakah bahan tersebut sesuai
dengan standar yang ditetapkan perusahaan atau tidak.

2.3.2 Penyimpanan
Pada tahap ini, bahan-bahan disimpan dalam tempat penyimpanan. Bahan baku
utama, yaitu ikan disimpan dalam cold storage untuk mempertahankan suhu dan mutu
ikan sebelum digunakan. Suhu cold storage maksimal adalah -18°C. Selama
penyimpanan, ikan dikarantina untuk diuji kualitasnya oleh tim quality control
perusahaan dan balai karantina ikan. Ikan yang dikarantina akan disegel dan tidak boleh
digunakan sebelum selesia masa karantina. Lamanya masa karantina yaitu selama 5 hari.
Setelah masa karantina dan lolos pengujian, segel pada ikan akan dilepas oleh balai
karantina ikan.
7

Bahan pendukung lainnya disimpan dalam gudang terpisah dengan suhu ruang.
Masing-masing gudang dilengkapi dengan alat pengendali hama. Hal ini dilakukan untuk
menghindari kerusakan bahan akibat hama seperti semut dan ikan.

2.3.3 Pelelehan (Thawing)


Sebelum digunakan, ikan perlu dithawing untuk mencarikan es pada ikan
sehingga ikan dapat digunakan untuk proses selanjutnya. Terdapat 2 jenis proses thawing
yang digunakan yaitu thawing udara dan thawing air. Thawing udara dilakukan selama 1
malam pada suhu ruang. Sedangkan thawing air dilakukan untuk mempercepat proses
pencairan es pada ikan selama 2-3 jam. Suhu air yang digunakan yaitu 25-28°C dan
mengandung klorin dengan konsentrasi 0,2 ppm. Proses thawing dengan air dilakukan
dengan cara membiarkan ikan tersiram oelh air dari pipa yang terdapat diatas meja. Suhu
maksimal pada ikan yang telah dithawing adalah 4°C.

2.3.4 Sortasi dan Penyiangan


Ikan yang sudah tidak beku kemudian disortir. Tahap penyortiran ini dilakukan
untuk memisahkan antara ikan yang layak digunakan dan yang tidak layak digunakan.
Ikan yang layak digunakan adalah ikan yang utuh dan sesuai jenisnya. Tahap sortasi
dilakukan bersama bersamaaan dengan penyiangan ikan. Penyiangan ikan dilakukan
secara manual menggunakan pisau dan talenan untuk menghilangkan bagian kepala, ekor,
dan isi perut. Sortasi dan penyiangan dilakukan dimeja potong yang panjang, setiap meja
potong terdapat 4 orang pekerja. Dalam 1 meja potong terdapat 2 bak ember berisi air dan
dibagian atas meja terdapat pipa untuk mengalirkan air. Air tersebut digunakan untuk
thawing ikan dan juga membersihkan ikan yang kotor.

2.3.5 Pembersihan Sisik


Ikan yang sudah dipotong bagian kepala dan ekor, serta dibersihkan isi perutnya,
kemudian dibersihkan sisiknya. Proses pembersihan sisik dilakukan menggunakan mesin
drum rotary washer. Selain membersihkan sisik, mesin ini juga dapat membersihkan
darah pada ikan. Prinsip kerja mesin drum rotary washer adalah menghilangkan sisik
dengan gesekan dan terdapat ulir dibagian dalam, sehingga ikan akan keluar secara
otomatis saat mesin berputar. Di bagian bawah mesin terdapat penampungan air yang
8

berfungsi untuk membersihkan darah pada tubuh ikan. Proses pembersihan sisik
berlangsung cukup singkat, yaitu kurang dari 2 menit.

2.3.6 Pencucian Ikan


Setelah dibersihkan sisik dan darahnya, ikan yang ditampung dalam basket
diletakkan kembali diatas meja. Kemudian ikan tersebut dibersihkan kembali secara
manual dengan menyiramkan air pada tumpukan ikan. Pembersihan ini bertujuan untuk
menghilangkan sisa kotoran yang masih menempel pada tubuh ikan.

2.3.7 Pencucian Kaleng Kosong


Kaleng kosong yang belum digunakan disimpan diatas pallet kemudian dilapisi
plastik agar tidak terkena debu. Sebelum digunakan, kaleng-kaleng tersebut dicuci untuk
menghilangkan debu maupun kotoran yang mungkin menempel pada kaleng. Kaleng
yang akan dibersihkan ditata dan diletakkan diatas wadah. Pencucian kaleng ini dilakukan
dalam 2 tahap pencucian yaitu pencucian secara manual dan otomatis menggunakan
mesin. Proses pencucian dilakukan menggunakan air dengan membersihkan bagian luar
dan dalam kaleng.

2.3.8 Pengisian dan Penimbangan


Setelah ikan dibersihkan dan kaleng siap digunakan, dilakukan proses pengisian
ikan ke dalam kaleng. Jumlah maupun berat ikan yang diisi disesuaikan dengan
spesifikasi produk. Hal yang harus diperhatikan dalam tahap ini adalah jumlah ikan per
kaleng dan berat berat filling ikan. Pada proses pengisian harus memperhatikan head
space untuk pengembangan produk. Proses pengisian dan penimbangan dilakukan secara
manual oleh pekerja. setelah kaleng diisi, kemudian ditata kembali diatas pan dan
diletakkan di atas belt conveyor untuk proses penimbangan.

2.3.9 Pemasakan Awal (Pre Cooking)


a. Alat dan Bahan
1. Exhaust box
2. Conveyor
3. Kaleng yang berisi ikan hasil penimbangan
b. Proses
9

Kaleng berisi ikan yang telah melalui tahap penimbangan kemudian dilakukan
proses pemasakan awal atau pre cooking yang dilakukan dalam exhaust box. Tujuan
pemasakan awal adalah untuk membunuh mikroorganisme patogen dan mematangkan
ikan. Lamanya proses pemasakan awal yaitu selama 20 menit dengan suhu 90°C. Exhaust
box ini menggunakan panas dari uap yang dihasilkan boiler. Dari proses pemasakan awal
ini diharapkan suhu pusat ikan minimal 70°C. Jika suhu tidak mencapai 70°C, maka akan
dilakukan pemasakan ulang hingga dicapai suhu yang diharapkan.

2.3.10 Penirisan
a. Alat dan Bahan
1. Conveyor
2. Kaleng berisi ikan hasil pre-cooking
b. Proses
Dari proses pemasakan awal, dihasilkan air maupun minyak yang keluar dari ikan
lalu dihasilkan menjadi limbah dan ditampung untuk diolah lebih lanjut di bagian
pengolahan limbah. Air dan minyak tersebut perlu dibuang untuk menghindari terjadinya
pengenceran media dan dapat mempengaruhi cita rasa produk. Air dan minyak akan
dikeluarkan dengan penirisan. Proses penirisan dilakukan otomatis menggunakan
conveyor dengan kemiringan tertentu sehingga air dan minyak akan keluar dari kaleng.

2.3.11 Pengisian Saus


a. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah tanki 750 L berpengaduk + boiler untuk pemanasan,
pipa, mesin pengisi saus (kran dan conveyor). Bahan yang digunakan diantaranya pasta
tomat, pati modifikasi, kaleng berisi ikan hasil tiris, garam, air.
b. Proses
Sebelum produk ditutup, terlebih dulu diisi media berupa saus tomat. Tujuan
pengisian saus adalah agar diperoleh berat sesuai standar produk. Saus tomat yang
dimasukkan ke dalam kaleng harus bersuhu tinggi (minimal 70⁰C). Pengecekan suhu dan
kekentalan saus tomat dilakukan secara berkala setiap 1 jam sekali. Saus yang
dimasukkan ke dalam kaleng harus panas karena untuk mencapai kondisi vakum saat
proses penutupan kaleng (Moeljanto, 1992). Oleh karena itu, setelah pengisian media,
10

kaleng akan langsung ditutup. Selain untuk menghampakan udara dalam kaleng,
penambahan saus berfungsi untuk memperpendek waktu sterilisasi karena kaleng masih
dalam keadaan panas. Tidak hanya itu, penampabahan saus terutama saus tomat dapat
menurunkan pH. Dengan adanya saus dalam kaleng, maka tidak ada lagi rongga udara di
antara potongan ikan.
Sebelum pengisian saus, dilakukan proses pembuatan saus terlebih dulu. Saus
dibuat dengan mencampurkan bahan-bahan yang terdiri dari pasta tomat, pati modifikasi,
garam, dan air. Pencampuran bahan dilakukan di dalam tanki besar dengan kapasitas 750
liter yang terdapat pengaduk di dalamnya. Proses pencampuran bahan menggunakan uap
panas dari boiler dengan suhu uap 90⁰ C. Setelah proses pemasakan saus selesai, saus
langsung dialirkan melalui pipa menuju mesin pengisi saus. Pengisian dilakukan secara
otomatis menggunakan kran yang terdapat di bagian atas mesin pengisi saus. Suhu saus
saat masuk ke dalam kaleng minimal 70⁰ C. Setelah kaleng melewati kran pengisi saus,
aliran kaleng di atas conveyor diatur kemiringannya sehingga saus akan tumpah dan
diperoleh head space yang diinginkan. Head space yang dihasilkan dari kemiringan
tersebut adalah 6-10% dari tinggi kaleng. Saus yang tumpah akan ditampung dalam tanki
lalu dialirkan kembali ke tanki pemasakan saus untuk dipanaskan kembali. Saus yang
dipanaskan tersebut akan digunakan kembali untuk diisikan ke dalam kaleng.

Gambar 2.2 Proses Pengisian Media


[Sumber: PT Maya Food Industries Pekalongan]

2.3.12 Penutupan Kaleng (Seaming)


Penutupan Kaleng (Seaming)
a. Alat dan Bahan
1. Mesin seamer
11

2. Produk dalam kaleng hasil pengisian saus


b. Proses
Setelah pengisian media, kaleng segera ditutup agar dicapai kondisi vakum di dalam
kaleng. Kondisi vakum dalam kaleng dapat memperpanjang umur simpan produk karena
tidak adanya oksigen maupun gas lain dan mengurangi pertumbuhan mikroorganisme
yang dapat merusak produk. Tahap ini merupakan titik kendali kritis ke-2, karena jika
penutupan kaleng tidak sempurna maka dapat merusak produk dan dapat terjadi
kontaminasi bakteri E. coli dan Salmonella.
Pada tahap ini dilakukan secara otomatis dengan menggunakan mesin seamer.
Mesin ini akan secara otomatis menutup kaleng yang masuk ke mesin. Penutupan kaleng
dilakukan secara double seam, yaitu menggabungkan kaleng dan tutup kaleng sehingga
terjadi dua lipatan antara badan dan tutup kaleng. Tujuan dari penutupan kaleng ini adalah
agar didapat kaleng yang rapat hermetis, sehingga terhindar dari kontaminasi luar.

Gambar 2.3Proses Seaming


[Sumber: PT Maya Food Industries Pekalongan]

2.3.13 Pencucian Kaleng


a. Alat dan Bahan
1. Mesin pencuci kaleng
2. Conveyor
3. Kaleng-kaleng yang sudah di-seam
b. Proses
Sebelumnya saat penutupan kaleng, akan ada saus yang tumpah dan mengotori
kaleng bagian luar. Oleh karena itu, kaleng perlu dibersihkan untuk menghilangkan saus
yang menempel. Proses pembersihan kaleng dilakukan secara otomatis dengan
menggunakan conveyor kemudian dilewatkan pada mesin pencuci kaleng. Pencucian
12

dilakukan dengan menyemprotkan campuran air dan deterjen yang bersuhu 80⁰ C.
Kemudian kaleng yang sudah bersih diluncuran ke dalam bak penampung berisi air dan
terdapat keranjang besi untuk menampung kaleng-kaleng tersebut.

Gambar 2.4 Penampungan Kaleng di dalam Bak Setelah Proses Pencucian


[Sumber: PT Maya Food Industries Pekalongan]

2.3.14 Sterilisasi
a. Alat dan Bahan
1. Produk dalam kaleng yang sudah dicuci
2. Retort (manual dan otomatis)
3. Keranjang
b. Proses
Setelah kaleng dicuci bersih, tahap selanjutnya adalah sterilisasi menggunakan
retort. Tujuan proses sterilisasi adalah untuk mematikan semua mikroorganisme yang
dapat menyebabkan kerusakan dan kebusukan pada produk. Dengan matinya semua
mikroorganisme tersebut, produk akan memiliki umur simpan yang panjang. Selain
mematikan mikroorganisme, proses ini bertujuan untuk melunakkan tulang dan daging
ikan. Tahap ini merupakan titik kendali kritis ke-3 karena jika suhu, waktu, dan tekanan
sterilisasi tidak sesuai dapat menimbulkan potensi bahaya tumbuhnya bakteri Clostridium
botulinium.
Kaleng yang ditampung dalam keranjang besi diangkut kemudian dimasukkan ke
dalam retort untuk proses sterilisasi. Hal yang harus diperhatikan pada tahap ini adalah
suhu dan waktu sterilisasi. Terdapat 2 jenis retort yang dapat dipakai, yaitu retort manual
dan otomatis. Pada retort otomatis, klep akan membuka ataupun menutup pada saat
tekanan uap naik maupun turun, sehingga kestabilan uap dapat terjaga. Sedangkan retort
13

manual, tekanan uap harus selalu dipantau dengan membuka kran uap saat tekanan uap
meningkat dan sebaliknya. Proses sterilisasi dikatakan berhasil jika mampu mencapai
tujuan tanpa merusak produk karena pemanasan selama proses sterilisasi.

Gambar 2 5Proses Retort


[Sumber: PT Maya Food Industries Pekalongan]

Tahap awal yang harus dilakukan setelah memasukkan keranjang ke dalam retort
adalah membuka kran venting selama 10 menit. Venting adalah proses menghilangkan
udara dalam retort dan mengganti udara tersebut dengan uap panas. Kran venting ditutup
ketika suhu di dalam retort minimal 105⁰C. Setelah itu proses sterilisasi dimulai. Durasi
sterilisasi tergantung pada ukuran kaleng yang dipakai. Lamanya proses sterilisasi yang
diterapkan oleh salah satu produsen ikan kaleng olahan yaitu PT. Maya Food Industries
misalnya, untuk produk dengan ukuran kaleng 300 adalah selama 90 menit dengan suhu
117⁰C. Sementara produk dengan ukuran kaleng 202 yaitu selama 80 menit dengan suhu
117⁰C. Jika proses sterilisasi sudah selesai, kran uap ditutup.

Gambar 2.6 Proses Sterilisasi


[Sumber: PT Maya Food Industries Pekalongan]
14

2.3.15 Pendinginan (Cooling)


a. Alat dan Bahan
1. Retort
2. Bak cooling
3. Kloring
4. Kumpulan kaleng berisi produk yang sudah disterilkan
b. Proses
Setelah proses sterilisasi, dilakukan tahap pendinginan. Tujuan pendinginan adalah
untuk mendinginkan kaleng sehingga lipatan kaleng rapat hermetis. Terdapat 2 proses
pendinginan, yaitu (1) Pendinginan dalam retort selama 15 menit hingga suhu mencapai
40 - 50⁰C dan (2) Pendinginan tambahan di dalam bak cooling dengan merendam
keranjang berisi kaleng di dalam air yang mengandung klorin 0,3 ppm selama 10-15
menit. Setelah pendinginan di dalam bak cooling selesai, keranjang diangkat
menggunakan katrol. Keranjang tersebut dibawa ke ruang pengemasan dan dibiarkan
hingga kering.

Gambar 2.7Proses Pendinginan


[Sumber: PT Maya Food Industries Pekalongan]

2.2.16 Printing dan Pengemasan


a. Alat dan Bahan
1. Mesin print
2. Master carton (kardus)
3. Produk dalam kaleng
b. Proses
15

Setelah kaleng kering, dilakukan proses pencetakan kode atau printing. Pencetakan
kode produksi dilakukan secara otomatis menggunakan mesin print. Printing dilakukan
untuk memberi identitas pada produk.
Setelah printing selesai, tahap selanjutnya adalah pengemasan kaleng dalam
kemasan berupa master carton. Contoh kecacatan pada kaleng yang umum terjadi adalah
kaleng lecet, adanya penyok pada kaleng, karat pada kaleng, bocor, selip, dan kaleng
kembung. Untuk kaleng yang lecet dan penyok akan dilakukan repacking atau
pengemasan ulang dengan mengganti kemasan kaleng menggunakan kaleng yang baru.
Sedangkan untuk kecacatan pada kaleng lainnya, produk tersebut termasuk dalam produk
reject.

2.2.17 Inkubasi
Setelah pengemasan, dilakukan tahap inkubasi produk jadi. Lamanya inkubasi
yaitu 7 hari setelah pengemasan. Proses inkubasi dilakukan di ruang pengemasan maupun
di ruang penyimpanan produk jadi. Tujuan inkubasi adalah untuk memastikan produk
yang dijual tidak terkontaminasi oleh mikroba dan tidak terjadi kerusakan pada produk
setelah 7 hari masa inkubasi dengan melakukan sampling pada produk jadi untuk dicek
di laboratorium.

2.2.18 Penyimpanan dan Distribusi


Setelah masa inkubasi selesai, produk yang tidak langsung didistribusikan akan
disimpan dahulu di dalam ruang penyimpanan produk jadi (gudang barang jadi). Produk
diletakkan di atas pallet dengan sekian jumlah karton per pallet tergantung ukurannya.
Penyusunan pallet dalam gudang dilakukan dengan memperhatikan jarak antar pallet.
Penyusunan pallet tidak bersentuhan dengan dinding untuk menghindari kerusakan
produk. Gudang barang jadi dilengkapi dengan antihama untuk menghindari kerusakan
produk yang disebabkan oleh hama seperti tikus dan semut. Selanjutnya, produk-produk
tersebut didistribusikan.

2.3 Evaluasi Resiko Bahaya Keamanan Pangan pada Produksi Ikan Kaleng
Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) merupakan suatu sistem yang
mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengontrol setiap tahapan proses yang rawan
16

terhadap risiko bahaya signifikan yang terkait dengan ketidakamanan pangan (Codex
Alimentarius Commission, 2001). Sistem HACCP ini dikembangkan atas dasar
identifikasi titik pengendalian kritis (Critical Control Point) dalam tahap pengolahan
dimana kegagalan dapat menyebabkan risiko bahaya (Wiryanti dan Witjaksono, 2001).
Proses HACCP ini diterapkan selama proses Good Manufacturing Process (GMP) dan
Sanitation Standard Operating Process (SSOP). Terdapat panduan penentuan dalam
identifikasi CCP yaitu:

Gambar 2 8 Skema Identifikasi Critical Control Point (CCP)

Dalam identifikasi Criticial Control Point (CCP), kegiatan yang dilakukan adalah
a)identifikasi bahaya, b)penetapan titik kendali kritis (CCP), c)prosedur pemantauan
CPP, dan d)penetuan prosedur monitoring. Dalam tabel 2.1, dilampirkan tahapan-tahapan
dalam proses produksi sarden dalam kemasan kaleng yang memiliki resiko tinggi
17

menimbulkan bahaya. Untuk masing-masing proses tersebut, telah ditentukan batas kritis,
prosedur pemantauan, tindakan koreksi serta proses verifikasi guna memastikan proses
produksi berjalan dengan baik.

Tabel 2.1 CCP dalam Produksi

2.4 Evaluasi Ikan dalam Kaleng


Terdapat empat jenis evaluasi yang dilakukan untuk produk sarden dalam kemasan
kaleng yaitu evaluasi sensori, kimia, cemaran logam berat, dan fisik. Standar Nasional
Indonesia (SNI) telah menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam evaluasi
sarden dalam kemasan kaleng yaitu sebagai berikut.

Tabel 2. 2 Standar Nasional Indonesia Evaluasi Sarden dalam Kaleng

Parameter Uji Satuan Persyaratan


Sensori Min 7*
Kimia
- Uji Histamin mg/kg Maks 100
- Uji Logam Berat
 Kadmium (Cd)
18

 Merkuri (Hg) mg/kg Maks 0,1


 Timah Putih (Sn)
mg/kg Maks 0,5
 Timbal (Pb)
 Arsen (As) mg/kg Maks 250
mg/kg Maks 0,3
mg/kg Maks 1,0
Mikrobiologi
- Uji Batas Mikroba CFU/gram 0
Fisik
- Bobot tuntas % Min 50
- Filth - 0
Catatan: *Untuk setiap parameter sensori

2.4.1 Sensori
Evaluasi ini bertujuan untuk keperluan pengembangan produk dan penilaian
kualitas produk perikanan.
Prinsip Pengujian : Dilakukan menggunakan indera manusia
a. Uji afektif : uji hedonik
Tujuan : untuk mengukur tingkat kesukaan terhadap produk, pengujian dilakukan oleh
panelis tidak terlatih dalam jumlah yang banyak.
Prosedur uji hedonik : Satu atau lebih sampel disajikan bersamaan pada panelis yang biasa
mengonsumsi produk yang diuji dan dinilai berdasarkan tingkat kesukaan menggunakan
skor 1-9 untuk masing-masing atribut sensori

b. Uji deskripsi : skoring


Tujuan : untuk menentukan karakteristik sensori spesifik dari produk yang dilakukan oleh
panelis terlatih. Untuk meningkatkan tingkatan mutu berdasarkan skala angka 1 sebagai
terendah dan 9 sebagai nilai tertinggi
Prosedur uji skoring : Satu atau lebih sampel disajikan secara bersamaan kepada panelis
terlatih dan dinilai berdasarkan kualitas menggunakan skor 1-9 untuk masing-masing
atribut sensori
19

c. Uji pembedaan : uji segitiga


Tujuan : untuk mengetahui perbedaan sifat sensori dari produk
Prosedur uji segitiga : Tiga sampel (2 sama, 1 beda) disajikan secara bersamaan kepada
panelis terlatih atau tidak terlatih. Panelis diminta untuk mengidentifikasi sampel yang
berbeda
Syarat panelis : Tertarik terhadap uji sensori dan mau berpartisipasi; berbadan sehat,
bebas dari penyakit THT; tidak buta warna; dan tidak alergi terhadap makanan yang akan
diuji
Penilaian : Sesuai lampiran
Pelaporan : Hasil uji dilaporkan dalam bentuk satu angka dibelakang koma dan dikonversi
ke tingkat kesukaan.
Keamanan dan keselamatan kerja : Menggunakan jas laboratorium saat melakukan
pengujian, gunakan tutup kepala, masker, sarung tangan, dan alat bantu untuk
menghindari kontak langsung dengan produk, dan gunakan alat bantu jangan menyentuh
produk dengan tangan terbuka.

Gambar 2.12 Lembar lampiran penilaian sensori sarden


20

2.4.2 Kimia
a. Uji Histamin
Menentukan kadar histamin pada produk perikanan. Histamin merupakan senyawa
turunan dari asam amino histidin yang terbentuk karena tindakan bakteri yang memiliki
enzim dekarboksilase.
Prinsip : Histamin diesktrak dari jaringan daging contoh dengan TCA 10% lalu
diderivatisasi dengan senyawa orto-ftaldehid (OPA). Diukur secara KCKT dengan
detektor fluoresens pada panjang gelombang eksitasi 350 nm dan emisi 450 nm dengan
menggunakan fase gerak campuran asetonitril : larutan dapat monosodium fosfat (30:70)
dan kolom C-18. Respon KCKT berupa puncak kromatogram yang mempunyai waktu
retensi yang spesifik. Identifikasi puncak dilakukan dengan membandingkan tr sampel
terhadap tr standar. Luas puncak sebanding dengan jumlah analit tersebut.
Prosedur :
1. Blender contoh hingga homogen
2. Timbang seksama lebih kurang 50 g contoh ke dalam gelas piala, tambahkan 100
ml TCA 10% kemudian blender
3. Pindahkan ke dalam tabung reaksi 50ml, sentrifugal pada 3500 rpm selama 10
menit. Saring supernatan dengan membran filter 0,45 m kemudian simpan pada
suruh refrigerator (4oC)
4. Derivatisasi
5. Piept masing-masing 135 l larutan baku kerja dan filtrat contoh, masukkan ke
dalam tabung reaksi 10 ml
6. Tambahkan masung-masing ke dalam larutan baku kerja dan filtrat contoh berikut
berturut-turut : 1,86 ml air pro KCKT kemudian divorteks; 0,4 ml NaOH 1N,
biarkan selama 1 menit; 0,1 ml larutan OPA, vorteks dan biarkan selama 4 menit;
0,1 ml HCl 3N lalu vorteks.
7. Masukkan ke vial dan siap untuk diinjeksikan
8. Lakukan pengerjaan blanko 135l larutan asam trikloroasetat 10% pengganti
contoh dan dikerjakan seperti pengerjaan contoh
9. Injeksikan ke dalam kromatografi secara berurutan larutan blanko baku, baku kerja
dari konsentrasi terendah, blanko pereaksi, dan contoh. Rekam area puncak
kromatogram utama dari masing-masing larutan yang diinjeksikan
21

Kondisi KCKT
Detektor : fluoresens (high pressure xenon lamp)
Eksitasi : 350 nm
Emisi : 450 nm
Kolom : C-18 (4,6 mm x 220 mm) terkemas dengan ukuran partikel 5m
Fase gerak : asetonitril/ natrium dihidrogen fosfat 50 mmol/l (30/70)
Laju alir : 0,7 ml/menit
Volume injeksi: 20 l
Pastikan peralatan KCKT berfungsi dengan baik dan lakukan UKS
Perhitungan (dengan satu titik konsentrasi standar) :
𝐴𝑐 − 𝐴𝑏𝑝𝑟
𝜇𝑔 𝑥 𝐶𝑠𝑡𝑑 𝑥 𝑉𝑎
𝐾𝑎𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 ℎ𝑖𝑠𝑡𝑎𝑚𝑖𝑛 ( ) = 𝐴𝑠 − 𝐴𝑎𝑏𝑠
𝑔 𝑊

Keterangan :
Ac = area contoh
Abpr = Area blanko pereaksi
As = Area baku
Aabs = Area blanko baku
𝜇𝑔
Cstd = konsentrasi baku (𝑚𝑙)

Va = volume akhir (ml)


W = berat contoh (g)
Pencatatan : Dinyatakan dengan 2 angka di belakang koma
Keamanan dan keselamatan kerja : Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan analisa,
gunakan jas laboratorium selama bekerja

b. Uji Logam Berat


Logam berat adalah unsur yang mempunyai densitas lebih besar dari 5 g/cm3 , dan
mempunyai nomor atom 22 sampai 92 yang terletak pada periode III sampai VII dalam
susunan berkala. Logam berat jarang sekali berbentuk atom sendiri di dalam air, tetapi
biasanya terikat oleh senyawa lain sehingga berbentuk sebuah molekul. Logam berat
merupakan senyawa kimia yang berpotensi menimbulkan masalah pencemaran
lingkungan. Logam berat memiliki kekuatan dan ketahanan yang baik, daya pantul cahaya
22

dan daya hantar listrik yang tinggi, dan daya hantar panas yang cukup baik (Dahuri,
1996).
Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat dibagi menjadi dua jenis yaitu
logam berat esensial dan logam berat tidak esensial (beracun). Keberadaan logam berat
esensial dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh setiap organisme hidup, seperti
antara lain, seng (Zn), tembaga (Cu), besi (Fe), kobalt (Co), dan mangan (Mn).
Sebaliknya, keberadaan logam berat tidak esensial dalam tubuh organisme hidup dapat
bersifat racun, seperti logam merkuri (Hg), kadmium (Cd), timbal (Pb), kromium (Cr),
dan lain-lain. Logam berat esensial dibutuhkan oleh setiap organisme hidup, namun
dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun (Palar, 1994). Tercemarnya
makanan dan bahan makanan oleh logam berat dapat terjadi melalui berbagai cara, antara
lain melalui bahan baku, proses produksi, dan pengemasan (Dahuri, 1996).
Penyebab utama logam berat menjadi bahan pencemar berbahaya adalah sifat logam berat
yang tidak dapat dihancurkan (nondegradable) oleh organisme hidup yang ada di
lingkungan sekitarnya. Akibatnya, logam-logam tersebut akan terakumulasi dan
mengendap membentuk senyawa kompleks bersama bahanbahan organik dan anorganik
(Dahuri, 1996).
Menurut SNI 01-3751-2006, batas maksimum cemaran logam berat timbal (Pb)
pada bahan makanan dalam kaleng adalah 1,10 mg/kg. Untuk tembaga (Cu), batas
maksimum cemarannya adalah 10,0 mg/kg, batas maksimum cemaran logam kadmium
(Cd) tidak tercantum, dan batas cemaran logam kadmium (Cd) untuk bahan makanan dan
makanan yang tidak tercantum adalah 0,2 mg/kg (Standar Nasional Indonesia, 2006).
Menurut SNI 7387:2009, batas maksimum cemaran logam timbal (Pb) pada bahan
makanan dalam kaleng adalah 1,0 mg/kg.
Metode spektrofotometri serapan atom diperkenalkan pertama kali oleh Walsh
pada tahun 1953 dan dikembangkan di Exhibition of Physical Institute Melbourne
kemudian dipublikasikan pada tahun 1954. Spektrofotometri serapan atom merupakan
metode yang digunakan untuk menentukan kadar logam dalam suatu sampel. Keuntungan
dari metode spektrofotometri serapan atom adalah waktu pengerjaan yang cepat, alatnya
yang sensitif, dan sangat spesifik untuk unsur yang akan dianalisis. Metode
spektrofotometri serapan atom dapat menentukan kadar logam dengan konsentrasi yang
sangat kecil, yaitu sampai part permillion (ppm) (Haris & Gunawan, 1992).
23

Gambar 2.9 Skema pengenceran sampel untuk pengujian logam berat dengan
spektrofotometri serapan atom (SSA)

2.4.3 Mikrobiologi : Uji Batas Mikroba


Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui jumlah mikroba yang ada pada
suatu sampel makanan, umumnya dikenal dengan angka lempeng total (ALT) atau istilah
asingnya total plate count (TPC). Uji total plate count (TPC) atau lebih tepatnya TPC
aerob mesofil atau anaerob mesofil menggunakan media padat dengan hasil akhir berupa
koloni yang dapat diamati secara visual berupa angka dalam koloni (colony forming unit)
per mL/g atau koloni/100 mL. Cara yang digunakan antara lain dengan cara tuang, cara
tetes, dan cara sebar (BPOM, 2008). Perhitungan dengan cara ini diperlukan beberapa
syarat yang harus dipenuhi yaitu jumlah bakteri tiap petridish antara 30-300 koloni, jika
memang tidak ada yang memenuhi syarat dipilih yang jumlahnya mendekati 300, tidak
ada koloni yang menutup lebih besar dari setengah luas petridish, koloni tersebut dikenal
sebagai spreader, dan hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari dua angka, yaitu angka
pertama di depan koma dan angka kedua di belakang koma.

Gambar 2.10 Skema pengenceran sampel untuk pengujian TPC


24

Metode TPC secara konvensional mengggunakan medium agar dan pertrifilm


untuk menghitung jumlah bakteri anaerob dalam sediaan ikan kaleng. Metode
konvensional terdiri dari 2 cara, yaitu cara tuang dan cara sebar, cara tuang dinilai lebih
mudah untuk diinterpretasikan karena hasilnya tidak tumpang tindih. Sedangkan cara
sebar dengan mencapur medium panas ke laruatan sampel dinilai lebih efektif untuk
menghindari kontaminasi mikroba selama proses penetapan TPC.

Gambar 2.11 Skema pengujian TPC dengan metode konvensional, (Keterangan:


gambar kiri: metode sebar, gambar kanan: metode tuang.)

Gambar 2.12 Hasil pengujian TPC dengan metode konvensional, gambar dengan
jumlah koloni terbanyak pada pengenceran terbesar, dan koloni yang lebih sedikit pada
pengenceran besar.
25

Metode TPC yang banyak diterapkan untuk quality control di perusahaan adalah
metode TPC dengan petrifilm. Menurut A Brief Introduction to Microbiology and the Use
of 3MTM Petrifim PlatesTM, petrifilm merupakan medium kultur berupa film tipis, siap
digunakan untuk sampel, dan versi modern dari petridish agar plate. Petrifilm siap
digunakan setelah dibuka dari wadahnya dan memiliki beberapa keuntungan seperti
kemudahan dalam preparasi dan penggunaan, dan hanya membutuhkan volume yang
kecil saat pengujian.

Gambar 2.12. Skema pengujian TPC dengan metode Modern menggunakan


petrifilm.
26

Gambar 2.13 Hasil pengujian TPC dengan metode modern pertifilm, pada metode
pertrifilm sudah ditambahkan indikator warna, sehingga pertumbuhan koloni bakteri
dapat termati dengan jelas (titik merah).

Petrifilm juga lebih akurat saat uji kuantitatif secara mikrobiologi. Salah satu
metode penetapan TPC adalah dengan menggunakan aerobic count plate petrifilm.
Aerobic count plate dapat menghitung bakteri aerob dan anaerob fakultatif dalam suatu
sampel. Aerobic count plate mengandung nutrisi pertumbuhan bakteri, pewarna trifenil
tetrazoliumklorida, dan zat pembentuk gel larut air. Inkubasi aerobic count plate
dilakukan selama 48±3 jam pada suhu 35º±1ºC.

2.3.4 Fisik
a. Bobot Tuntas
Menetapkan penetuan berat bersih (drained weight) produk kaleng pada produk
perikanan
Prinsip : Penimbangan sebelum dan sesudah penirisan
Prosedur :
1. Timbang produk kaleng tanpa membuka, catat beratnya. Berat awal adalah berat
produk kaleng dikurangi berat kaleng (A)
2. Tuang seluruh isi kaleng kedalam saringan bundar No. 8 berdiameter 8 inci untuk
kemasan kaleng kurang dari sama dengan 1,36 jg (3 lb) dan berdiameter 12 inci
untuk kemasan kaleng > 3 lb
3. Timbang produk kaleng setelah penirisan, catat beratnya sebagai berat akhir (B)
27

Perhitungan : Bobot tuntas = (B/A)*100%


Pencatatan : Bobot tuntas dinyatakan dalam bentuk persen (%) dengan 2 angka di
belakang koma
Keamanan dan keselamatan kerja : Gunakan sarung tangan pada waktu membuka kaleng,
cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan analisa, dan gunakan jas lab selama bekerja
di laboratorium

b. Filth
Menentukan jumlah dan jenis benda-benda asing (filth) yang terdapat pada produk
perikanan. Filth adalah benda asing yang tidak diharapkan terdapat pada suatu produk
yang disebabkan oleh kontaminasi binatang seperti potongan serangga, bulu burung,
rambut manusia dan binatang pengerat serta beberapa bahan lain yang disebabkan kondisi
yang tidak memenuhi persyaratan sanitasi.
Prinsip : memisahkan filth dari produk kaleng berdasarkan perbedaan densitas dengan
menggunakan larutan mineral oil (paraffin oil)
Prosedur :
1. Timbang contoh makanan kaleng sebanyak 200 g dalam Erlenmeyer
2. Tambah 800 ml air panas bersih (55-70oC), didihkan di atas hot plate magnetic
stirrer sambil diaduk dengan bayang magnet
3. Tambah 50 ml mineral oil dan aduk selama 3 menit hingga mendidih kembali
4. Angkat erlenmeyer, masukkan batang perangkap dan tambahkan air panas bersih
hingga leher labu dan diamkan selama 30 menit. Aduk secara manual pada menit
ke-10 dan ulangi pada menit ke-20

Gambar 2.14 Erlenmeyer di atas hot plate magnetic


5. Tarik batang perangkap hingga batas leher dan tuang cairan lapisan atas ke dalam
gelas piala (A)
6. Tambahkan 30 ml mineral oil ke dalam erlenmeyer dan aduk secara manual
28

7. Letakkan kembali di atas hot plate magnetic stirrer selama 5 menit dengan
kecepatan maksimum tanpa pemanasan
8. Tambahkan dengan air panas bersih hingga mencapai leher labu dan diamkan
selama 20 menit, aduk secara manual pada menit ke-10.
9. Tarik batang perangkap hingga batas leher dan tuang cairan lapisan atas ke dalam
gelas piala (A).
10. Bilas leher erlenmeyer dengan larutan isopropanol dan tuang bilasan dalam gelas
piala (A).
11. Pindahkan larutan dari gelas piala (A) ke dalam percolator yang berisi 250 ml
aquades. Bilas gelas piala dan tuang dalam percolator. Tambahkan air hingga
volume percolator mencapai 1700 ml, diamkan selama 3 menit buang lapisan
bawah hingga batas 250 ml.


Gambar 2.15 Percolator
12. Ulangi pencucian 2 kali atau lebih, buang cairan lapisan bawah hingga batas 250
ml dan tampung cairan lapisan atas dalam gelas piala (B).
13. Bilas percolator dengan larutan sodium lauryl sulfat 1 % dan Isopropanol sampai
tidak ada partikel yang menempel. Tampung air bilasan dalam gelas piala (B)
14. Saring dengan kertas saring kasar menggunakan corong buchner yang dilengkapi
labu penampung dan pompa vakum.


Gambar 2.16 Corong buchner
29

15. Periksa filth yang diperoleh di bawah mikroskop


a. Cuci kaca preparat dengan alkohol 70% dan keringkan.
b. Ambil partikel yang teridentifikasi sebagai filth dan letakkan diatas kaca
preparat yang sudah ditetesi dengan immersion oil, kemudian tutup dengan
tutup preparat secara hati- hati sehingga tidak ada gelembung udara.
c. Amati dibawah mikroskop stereoskopis, jika kurang jelas gunakan mikroskop
compound. Tentukan jenis filth dengan kunci identifikasi serangga.
d. Bila preparat ini akan disimpan untuk pengamatan lebih lanjut, maka di bagian
pinggir tutup preparat ditutup dengan bahan yang dapat mencegah
kontaminasi.
Perhitungan : hitung jenis dan jumlah filth yang diperoleh baik dalam bentuk utuh
maupun potongan
Pelaporan : filth yang diperoleh diidentifikasi dan dilaporkan dalam jumlah dan
jenisnya
Keamanan dan Keselamatan Kerja : harus menggunakan jas lab, penutup kepala,
dan masker selama bekerja di laboratorium.
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Bahan yang digunakan dalam pembuatan ikan sarden dalam kaleng terdiri dari
bahan utama, bahan tambahan dan bahan pengemass. Bahan utama yang digunakan
yaitu ikan lemuru. Bahan tambaan yang digunakan yaitu pasta saus tomat, pati yang
termodifikasi, garam dan air.
2. Proses produksi ikan dalam kaleng terdiri penerimaan bahan baku, penyimpanan,
pelelehan, sortasi dan penyiangan, pembersihan sisik, pencucian ikan, pencucian
kaleng kosong, pengisian dan penimbangan, pemasakan wal, penirisan, pengisian
saus, penutupan kaleng, pencucian kaleng, sterilisasi, pendinginan, pencetakan dan
pengemasan, inkubasi, penyimpanan dan distribusi
3. Evaluasi yang dapat dilakukan terhadap produk ikan kaleng diantaranya sensori, uji
histamin, uji batas mikroba, cemaran logam berat, fisik

3.2 Saran
Dengan adanya materi pengolahan ikan sarden dalam kaleng, diharapkan dapat
produksi ikan dalam kaleng dikembangkan untuk meningkatkan kualitas dari bahan
makanan. Selain itu, wilayah Indonesia sebagian besar merupakan wilayah perairan
diharapkan jenis ikan yang digunakan sebagai bahan utama dapat diganti dengan jenis
ikan lainnya.

30
DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, Rabiatul. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Astawan, M. 2005. Teknologi Pengolahan Pangan : Ikan Kalengan Tetap Kaya Gizi.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Badan Standarisasi Nasional. 2006. Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI 01-
2372.7:2006. Cara Uji Fisika- Bagian 7: Pengujian Filth pada Produk Perikanan.
Dewan Standarisasi Indonesia: Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2011. Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI 2372.2:2011.
Cara Uji Fisika- Bagian 2: Penentuan Bobot Tuntas pada Produk Perikanan. Dewan
Standarisasi Indonesia: Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2011. Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI 2354.5:2011.
Cara Uji Fisika- Bagian 5: Penentuan Kadar Pb dan Cd pada Produk Perikanan.
Dewan Standarisasi Indonesia: Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2015. Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI 2346:2015.
Pedoman Pengujian Sensori pada Produk Perikanan. Dewan Standarisasi Indonesia:
Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2016. Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI
2354.10:2016. Cara Uji Kimia- Bagian 10: Penetuan Kadar Histamin dengan
Spektrofotometri dan KCKT pada Produk Perikanan. Dewan Standarisasi
Indonesia: Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2016. Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI 2354.6:2016.
Cara Uji Kimia- Bagian 6: Penentuan Kadar Hg pada Produk Perikanan. Dewan
Standarisasi Indonesia: Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2016. Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI 8222:2016.
Sarden dan Makarel dalam kemasan kaleng. Dewan Standarisasi Indonesia: Jakarta.
Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan
Pangan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan,
Mutu dan Gizi Pangan.

31
32

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
HK.00.05.1.55.1621 tentang Pengawasan Pemasukan Bahan Kemasan Pangan.
Redhitasari, R. Proses Produksi Pengalengan Ikan Sarden (Sardinella sp.) dalam Saus
Tomat di PT. Maya Food Industries Pekalongan. Thesis, Study of Food
Technology, Faculty of Farming Technology, Universitas Katolik Soegijapranta,
Semarang, Indonesia (2015).

Anda mungkin juga menyukai