2.
1.
2.
3.
1.
Limbah padat basah : limbah dari industri PHP yang berupa benda
padat yang mengandung air, baik secara alami maupun karena proses
produksi (potongan kepala ikan/udang, sisik, kulit, tulang, duri, trimming, isi
perut, insang, dan karton basah)
2.
Limbah padat kering : limbah padat yang tidak mengandung air, atau
sifat bahannya tidak mengandung air.(karton kemasan, tali pengemas, sisa
label, sisa pengemasan dll)
3.
Limbah cair : limbah yang berbentuk cair, baik air sisa cucian, air sisa
proses produksi,dan air bekas MCK, dari areal proses produksi (pabrik)
masih tinggi akan menurunkan kualitas badan air penerima. Teknologi pengolahan
limbah cair perikanan dengan kombinasi proses aerobik dan anoksik menjadi pilihan
yang baik dikembangkan untuk penyisihan nitrogen yang ada di dalam limbah.
1.
Tahapan
pemilihan
ikan
2.
Tahapan
mempertahankan
kesegaran
3. Tahapan menghambat pembusukkan ikan
segar
ikan
Beberapa kata kunci yang sering digunakan untuk mencari materi yang sedang kita bicarakan ini antara lain:
Cooling, Exhausting, pembuangan Udara, pemindangan, pendinginan, Penghampaan, penutupan Wadah,
Processing, Proses produksi Ikan asin, Sealing, sterilisasi, Tahapan mempertahankan kesegaran ikan,
Tahapan menghambat pembusukkan ikan, tahapan pemilihan ikan segar.
Setelah ikan bersih, dilakukan metode untuk menghambat pembusukan. Pada prinsipnya, cara untuk menghambat
pembusukan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu pendinginan dan pengawetan.
Pendinginan, Pendinginan dapat dilakukan dengan diberi es dan juga dimasukkan ke dalam kulkas.
Sebenarnya pemakaian es sangat baik, Langkah-langkah pendinginan ikan dengan es adalah dengan
mempersiapkan peti / cool box tempat ikan, lalu tempat tersebut dibersihkan dan diberi lapiSan es yang
cukup. Ikan-ikan yang telah dibersihkan disusun berjajar di dalam peti tersebut, lalu ditutupi dengan
pecahan es.
Pengawetan, Naiknya pendapatan masyarakat menuntut ikan yang lebih baik dan lebih segar. Hal ini akan
mendorong perbaikan mutu ikan yang dihasilkan sejak ditangkap sampai ke tangan konsumen sehingga
dibutuhkan waktu ketahanan ikan segar dalam waktu yang cukup lama. Pada umumnya pendinginan hanya
dapat menghambat pembusukan dalam waktu yang lebih pendek bila dibandingkan dengan pengawetan.
Pengawetan ikan dapat dilakukan dengan cara pemindangan. Pada intinya pemindangan merupakan
perebusan ikan dalam air garam. Pengawetan dapat dilakukan dengan perendaman dalam es dan air laut,
asam cuka dan air laut, garam dan air laut, asam cuka dan kalium sorbat, penambahan zat pengawet (asam
sorbat, kalium, natrium sorbat, antibiotik klortetrasiklin (CTC), dan ortotetrasiklin (OTC)), tetapi penambahan
zat pengawet tersebut mahal dan masih terdapat sifat toksik.
4. Tahapan pengalengan
Pembuangan Udara/Penghampaan/Exhausting
Udara dan gas yang dikeluarkan dari isi kaleng ditampung dalam head space yaitu ruangan antara tutup wadah dan
permukaan bahan. Head space ini perlu untuk menampung gas-gas yang timbul akibat reaksi-reaksi kimia dalam
bahan dan juga agitasi serta isi kaleng selama sterilisasi. Cara Melakukan Penghampaan penghampaan dapat
dilakukan dengan beberapa cara, antara lain :
Exhausting termal, Wadah yang telah diisi bahan dipanaskan untuk mengeluarkan gas-gas, baru ditutup.
Hal ini dimungkinkan karena daya larut udara pada suhu tinggi dalam head space rendah, sehingga akan
keluar bersama-sama dengan uap air. Wadah akan diisi oleh uap air. Pada pendinginan kembali, uap air
dalam head space akan mengembun kembali, dan terjadilah keadaan vakum.
Cara pengisian panas-panas, Bahan makanan dipanaskan sampai 71 82 oC, kemudian diisikan panaspanas ke dalam wadah dan langsung ditutup.
Sterilisasi (Processing)
Sterilisasi (Processing) pada pengalengan adalah proses pemanasan wadah serta isinya pada suhu dan jangka
waktu tertentu untuk menghilangkan atau mengurangi faktorfaktor penyebab kerusakan makanan, tanpa
menimbulkan gejala lewat pemasakan (over cooking) pada makanannya. Suhu yang digunakan biasanya 121 oC
selama 20 40 menit, tergantung dari jenis bahan makanan. Pada umumnya suhu sterilisasi yang biasa dilakukan
pada ikan di atas 100 oC (pada 121 oC)
Pendinginan (Cooling)
Pendinginan dilakukan sampai suhunya sedikit di atas suhu kamar, maksudnya agar air yang menempel pada
dinding wadah cepat menguap, sehingga terjadinya karat dapat dicegah . Tujuan Pendinginan yaitu mencegah lewat
pemasakan (over cooking) dari bahan pangan dan tumbuhnya spora-spora dari bakteri perusak bahan pangan yang
belum mati.
OLEH :
YANUAR NOOR AKBAR
K2D 005 298
Senyawa ini dapat menyebabkan berkurangnya kadar oksigen terlarut di dalam badan air. Hal ini akan membahayakan
kehidupan biota di perairan. Di samping itu dalam suasana anaerob akan menimbulkan bau yang tidak menyenangkan (bau
busuk).
Padatan tersuspensi
Bahan ini merupakan senyawa organik yang tidak larut dalam air. Bahan ini juga relatif mudah terdekomposisi sehingga
menyebabkan berkurang atau habisnya oksigen terlarut di dalam air yang pada gilirannya akan mengganggu kehidupan
hewan dan tumbuh-tumbuhan air.
Adanya senyawa nitrogen dan fosfor di dalam limbah cair yang dibuang langsung ke dalam badan air, akan menimbulkan
proses eutrofikasi dan pertumbuhan algae yang tidak terkontrol.
Minyak
Pembuangan limbah cair yang mengandung minyak akan memperbesar kandungan bahan organik di dalam limbah cair
tersebut.
Tingkat polutan limbah cair dari industri makanan olahan hasil perikanan ditentukan oleh beberapa parameter seperti
kandungan minyak/lemak, nitrogen, phosphat, COD, BOD dll., yang nilainya sangat tergantung dari proses pengolahan
serta jenis ikan yang diolah.
Tabel 1.1. Kualitas Limbah Industri Makanan Olahan Hasil Perikanan
Kadar
Jenis Industri
BOD
COD
Minyak/ lemak
TS
SS
Finfish Processing
(manual)
3,32 kg/l
0,348 kg/l
1,42 kg/l
Finfish Processing
11,9 kg/l
2,48 kg/l
8,92 kg/l
327-1063 mg/l
550-1250
mg/l
8,3-79,9 mg/l
Herring filleting
3428-10000 mg/l
857-6000 mg/l
Tunna Canning
6,8-20 kg/l
1,7-13 kg/l
3,8-17 kg/l
9,22 kg/l
1,74 kg/l
5,41 kg/l
(mechanic)
Sardine Plant
4,8-5,5 kg/l
0,21-0,3 kg/l
0,7-0,78 kg/l
5,14 kg/l
0,145 kg/l
10,2 kg/l
Clam Plant
(conventional)
18,7 kg/l
0,461 kg/l
6,36 kg/l
2,96 kg/l
0,56 kg/l
0,92 kg/l
Bloodwator (Fishmeal
Plant)
23500-34000 mg/l
93000
mg/l
0-1,92 %
2,4-63 %
Stickwater (Fishmeal
Plant)
13000-76000 mg/l
60-1560 mg/l
25-62 mg/l
BAB II
PROSES TERJADINYA LIMBAH CAIR INDUSTRI BAHAN MAKANAN (BAHAN BAKU UDANG)
Proses terjadinya limbah dapat dilihat dan dikaji dari diagram alir proses industri tersebut. Dari step-step proses akan
didapat bahan masukan, serta keluarannya. Berikut disajikan contoh diagram alir proses untuk pabrik pengawetan udang.
Udang dari para penyetor langsung dilakukan tahapan pertama yaitu pencucian menggunakan air yang telah
ditambah kaporit, yang berfungsi mensterilkan udang dari hama penyakit serta memperlambat proses
pembusukan. Pada proses ini dihasilkan limbah cair yang mengandung kaporit, dan limbah ini masih dapat diolah
untuk digunakan kembali (recycle).
2.
Proses selanjutnya adalah pengupasan kulit dan pemotongan kepala udang. Pada proses ini dihasilkan limbah
kulit dan kepala udang hingga 35 50% dari berat udang semula. Limbah padat ini dapat dimanfaatkan sebagai
bahan baku tepung udang untuk pakan ikan atau dengan menggunakan proses yang lebih baik dapat digunakan
sebagai bahan baku pembuatan chitin dan chitosan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi.
3.
Pada tahap pencucian terhadap hasil proses pengupasan kulit dan pemotongan kepala, dihasilkan limbah cair
yang mengandung kaporit dengan jumlah tertentu. Sama dengan limbah hasil pencucian pertama, limbah cair ini
juga masih dapat diproses untuk dipakai kembali.
4.
Setelah dilakukan penyortiran berdasarkan ukuran sesuai dengan permintaan pembeli (biasanya yang paling baik
adalah size dengan ukuran 30 atau dalam satu kilo ada 30 ekor udang), udan ditimbang dan dicuci kembali
menggunakan air kaporit sebelum dilakukan proses akhir, yaitu penimbangan ulang, packaging, dan pembekuan
pada suhu -4 0C dalam cold storage. Pada tahap pencucian ini, juga diperoleh limbah cair yang mempunyai
potensi untuk dapat digunakan kembali.
Dari uraian ini, tampak bahwa pada proses pengolahan hasil perikanan, dihasilkan limbah padat yang sangat
berpotensi untuk diolah kembali menjadi produk bernilai ekonomi, dan limbah cair yang cukup banyak. Limbah cair ini mau
tidak mau mengandung potensi sebagi bahan pencemar lingkungan, sehingga memerlukantreatment tertentu sebelum
dibuang ke lingkungan. Menghindari proses pengolahan limbah cair, sejak awal disarankan pada setiap industri perikanan,
untuk menerapkan prinsip-prinsip bersih, khususnya dalam penggunaan dan pengelolaan kebutuhan air.
BAB III
DESAIN IPAL PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN
Jika dilihat dari tabel 1.1 karakteristik dari limbah cair industri pengolahan hasil perikanan mempunyai kadar BOD
2,96 kg/ton sampai dengan 76000 mg/l jenis pengolahan hasil perikanan mempunyai range yang cukup besar. Untuk
membuat pengolahan limbah harus ditentukan kasus per kasus dimana pengolahan limbah tersebut akan diterapkan.
Sebelum dibuang ke sungai limbah tersebut harus diturunkan dahulu COD nya menjadi 200 ppm atau disesuaikan dengan
ambang batas untuk menurunkan COD tersebut dibutuhkan peralatan pengolahan sebagai berikut :
1. Penyaringan
Penyaringan ini dibutuhkan untuk memisahkan padatan yang terbawa oleh limbah cair, penyaringan ini dipasang sesuai
dengan kebutuhan misalnya saringan kasar, sedang dan halus.
2. Bak / Tangki Ekualisasi
Tangki ekualisasi ini berfungsi untuk menampung limbah yang keluar sebelum diolah sehingga kualitas limbah menjadi
homogen. Besarnya bak/tangki ekualisasi ini diperkirakan sama dengan jumlah limbah cair yang dihasilkan t hari.
3. Fixed Bed Reactor
Fixed Bed Reaktor merupakan peralatan pengolahan Anaerobics yang bisa digunakan untuk COD di atas 6000 ppm. Fixed
Bed Reaktor juga merupakan peralatan proses biologi yang murah dan mudah pengoperasiannya, selain efisiensinya bisa
mencapai 80%.
4. Trikling Filter
Trikling Filter merupakan peralatan proses biologi aerob dan anaerob yang biasa digunakan untuk mengolah limbah dengan
COD sampai 4000 ppm. Trikling Filter banyak digunakan karena konstruksinya sederhana, dan biaya operasionalnya relatif
murah. Efisiensi Trikling Filter bisa mencapai 90%.
5. Instalasi dan Pompa
Instalasi dan pompa merupakan peralatan penunjang biasanya dibutuhkan untuk memindahkan limbah sebelum dan
sesudah diolah.
3.1. Proses Pengolahan Limbah Cair
3.1.1. Pengolahan Primer
Beberapa proses pengolahan primer yang biasa digunakan untuk mengolah limbah cair adalah :
Equalisasi
Proses ini dimaksudkan untuk mengontrol karakteristik limbah cair agar supaya fluktuasi kualitasnya dapat dikurangi.
Proses ini sangat diperlukan apabila limbah cair akan mengalami proses pengolahan berikutnya. Equalisasi dilakukan
dalam suatu bak yang ukuran dan jenis baknya sangat bervariasi. Hal ini tergantung pada jumlah limbah cair yang diolah
dan variabilitas aliran air limbah cair. Bak equalisasi yang digunakan harus dapat menampung keseluruhan jadwal proses
dari suatu kegiatan produksi yang mungkin bervariasi dari segi debit limbah cair yang dihasilkan.
Bak equalisasi ini dappat pula dipakai sebagai tempat pengkondisian limbah cair sebelum mengalami proses pengolahan
berikutnya. Secara sistematis, tujuan dilakukan proses di dalam bak equalisasi adalah sebagi berikut :
1. Untuk menjaga terjadinya umpan kejutan (shock loading) pada system proses biologi
2. Untuk mengontrol pH
3. Unntuk menjaga agar aliran limbah cair yang diolah pada siistem biologi dapat mengalir secara kontinyu, khususnya
apabila keggiatan produksi sedang diberhentikan.
4. Untuk mencegah konsentrasi tinggi dari bahan-bahan toxic yang mungkin dihasilkan dari kegiatan produksi sebelum
masuk ke sistem pengolahan biologi.
Bak equalisasi biasanya memerlukan mixer untuk menjamin homogenitas limbah cair. Tambahan pula, mixer ini juga
membantu terjadinya proses transfer oksigen dari udara ke dalam limbah cair yang pada gilirannya akan mengurangi kadar
BOD di dalam limbah.
Netralisasi
Beberapa limbah cair industri makanan bersifat asam atau alkali. Kondisi ini memerlukan langkah-langkah netralisasi
sebelum limbah cair itu diijinkan untuk dibuangke badan air atau dimasukkan ke dalam sistem pengolahan berikutnya, baik
secara biologi maupun kimia.
3.1.2. Pengolahan Sekunder
Pada umumnya proses pengolahan sekunder terdiri dari proses aerobik dan anaerobik, digunakan untuk mendegradasi
senyawa-senyawa organik yang terlarut di dalam limbah cair. Proses pengolahan ini menggunakan mikrooganisme untuk
mendegradasi bahan organik yang terkandung di dalam limbah cair. Mikroorganisme yang digunakan pada umumnya
diambil dari sistem yang sudah berjalan, dan dapat diambil dari keluaran sistem maupun dari lumpur yang terjadi. Di dalam
prakteknya, mikrooorganisme awal yang biasa disebut sebagai starter, terlebih dahulu harus dilakukan aklimatisasi untuk
mengkondisikan kebiasaan hidupnya dengan lingkungan yang baru.
Proses Aerobik
Proses aerasi bertujuan untuk memindahkan oksigen, baik oksigen murni maupun udara, ke dalam proses pengolahan
biologis. Aerasi dapat juga digunakan untuk mengusir senyawa yang mudah dari sejumlah limbah cair. Aerasi merupakan
proses perpindahan (transfer) massa antara gas (oksigen) dan cairan. Transfer oksigen ke dalam limbah cair dipengaruhi
oleh variabel fisik dan kimia, antara lain :
- Temperature
- Pencampuran secara turbulen
- Kedalaman limbah cair
- Karakteristik limbah cair
Beberapa peralatan aerasi yang umum digunakan pada skala industri saat ini adalah unitair diffusion; yaitu sistem aerasi
turbin dimana udara dilepaskan dari bawah baling-baling yang berputar dan dari unit aerasi permukaan dimana akan terjadi
perpindahan oksigen yang memungkinkan terjadinya turbulensi yang tinggi dari permukaan limbah cair.
Proses Anaerobik
Dekomposisi bahan organik di dalam limbah cair akan menghasilkan gas metana dan karbondioksida. Proses dekomposisi
ini berjalan tanpa adanya oksigen. Walaupun secara kinetika dan keseimbangan bahan sangat mirip dengan proses
aerobik, tetapi beberapa syarat dasar perlu mendapatkan perhatian dalam merancang unit anaerobik ini.
Pada proses ini konversi dari asam-asam organik yang akan membentuk gas metana menghasilkan energi yang rendah.
Akibat dari hal tersebut maka hasil pertumbuhan mikroorganisme dan kecepatan degradasinya juga rendah. Konversi bahan
organik menjadi gas baik metana maupun karbondioksida dapat mencapai kisaran antara 80 90%. Untuk mencapai
efisiensi yang tinggi, diperlukan kenaikan temperatur. Tetapi hal ini perlu diperhitungkan dengan matang, mengingat bahwa
kenaikan temperatur ini akan menambah biaya operasional dari penanganan limbah cair.
Keuntungan dari proses ini adalah dihasilkannya gas metana yang merupakan bahan bakar yang dapat digunakan sebagi
sumber panas. Selain itu, keuntungan lain adalah bahwa proses ini mampu untuk mendegradasi bahan organik yang tinggi
di dalam limbah cair. Kandungan bahan organik yang rendah tidak efisien untuk diolah secara anaerobik.
RINGKASAN
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif pengganti solar yang menjanjikan dan
merupakan sumber energi yang terbarukan dan bioderadable. Minyak ikan adalah salah satu
bahan baku produksi biodiesel. Limbah ikan yang berwujud minyak diperoleh dari buangan industry pengolahan
ikan yang banyak terdapat di Muncar (Banyuwangi - Jawa Timur). Seiring dengan perkembangan industri
proses pengolahan ikan, jumlah limbah yang dihasilkan semakin meningkat. Limbah tersebut
dapat dimanfaatkan kembali apabila mengalami proses pengolahan lebih lanjut. Keunggulan
minyak ikan jika dipakai sebagai bahan baku biodiesel selain memiliki variasi asam lemaknya
lebih tinggi dibandingkan dengan minyak lainnya, juga jumlah asam lemaknya lebih
banyak. Dalam proses pembuatan biodiesel, bahan baku yang digunakan ada dua bentuk yaitu padatan dan cairan.
Pada dasarnya proses yang digunakan sama, perbedaanya hanya pada tahap awal dimana limbah ikan padat dilakukan
pengukusan kemudian pengepresan untuk mendapatkan cairan (minyak dan air) selanjutnya diuapkan untuk mendapatkan
minyak ikan. Sedangkan limbah ikan cair hanya dilakukan penyaringan kemudian diuapkan. Proses berikutnya adalah
proses esterifikasi dan dilanjutkan dengan proses transesterifikasi dengan katalis. Methyl ester adalah senyawa hasil dari
reaksi esterifikasi dan transesterifikasi yang melibatkan katalis NaOH dan methanol untuk reaksi transesterifikasi sehingga
pada tahap akhir diperoleh minyak biodiesel.
Latar Belakang
Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur merupakan salah satu sentra utama penghasil ikan laut di Indonesia dan
memiliki industri perikanan yang relatif besar jika dibandingkan dengan daerah-daerah lain di indonesia tepatnya didaerah
industri pengolahan ikan Muncar. Semakin meningkatnya aktifitas kerja dan perdagangan nelayan serta aktifitas industri
perikanan di sekitar PPI Muncar Bayuwangi menyebabkan semakin banyak pula pencemaran yang terjadi. Keberadaan
industri-industri tersebut berkontribusi besar terhadap perubahan kualitas air yang ada di aliran sungai tersebut(Rauf,
2007).
Berbagai dampak pencemaran limbah di Muncar terjadi diberbagai sektor, antara lain terhadap estetika
lingkungan, kondisi sosial, ekonomi masyarakat, kualitas air permukaan dan terhadap biota air disepanjang jalur
pembuangan limbah. Potensi timbulnya limbah di Muncar sangat besar, sementara sarana yang tersedia untuk pengelolaan
limbah sangat minim sekali, baik ditingkat industri maupun ditingkat kawasan. Sebagian besar industri pengolahan ikan di
Muncar belum memiliki unit pengolahan yang memenuhi persyaratan dan membuang limbah cair secara langsung tanpa
unit pengolahan. Dari hasil kajian diperoleh potensi jumlah limbah di Muncar mencapai 14.266m 3/hari(Setiyono, 2008). Jika
Kondisi ini tidak segera diwaspadai dan permasalahan lingkungan tidak dikontrol secara ketat, maka berbagai dampak
negatif akibat kegiatan ini akan semakin besar.
Sumber utama limbah padat adalah sisa ikan dalam bentuk buangan dan bentuk-bentuk lain yang berjumlah
cukup banyak, ditambah dengan jenis-jenis ikan lainnya yang tertangkap tetapi tidak mempunyai nilai ekonomi. Dan untuk
limbah cair industri perikanan antara lain air proses (pencucian, sisa pemasakan dan
pengepresan ikan) yang mengandung banyak bahan organik terlarut, padatan tersuspensi dan
sumber
2008). Salah satu kandungan dari minyak ikan adalah asam lemak,
maka upaya untuk mengatasi permasalahan pengelolaaan limbah perikanan di Muncar adalh memanfaatknya limbah
tersebut menjadi bahan baku bahan bakar alternatif. Dimana minyak ikan yang diperoleh dari pemurnian limbah tersebut
dapat digunakan untuk pembuatan biodiesel.
Biodiesel merupakan salah satu alternatif bahan bakar minyak yang dapat diperoleh dari
lemak tumbuhan maupun hewan. Proses transesterifikasi minyak atau lemak pada umumnya
menggunakan metanol yang akan menghasilkan metil atau etil ester yang biasa disebut dengan
biodiesel. Biodiesel bersifat dapat diperbaharui, biodegradable, tidak beracun, merupakan
karbon netral, dan ramah lingkungan. (Knothe, 2005).
Kandungan minyak
ikan dengan rantai karbon yang lebih panjang dibandingkan dengan minyak
tumbuhan pada umumnya, terutama asam palmitat, asam oleat, asam linoleat, dan asam
linolenat (Reyes, 2006). Biodiesel dengan angka setana yang lebih besar ini kemungkinan
dapat meningkatkan kinerja dari mesin diesel dan dapat mengurangi polusi udara (Cherng-Yuan
2006).
Tujuan Penulisan
Memberikan suatu gagasan dalam pemanfaatan limbah pada industri perikan sebagai bahan baku alternatif pembuatan
biodiesel.
Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang dapat diambil dari penulisan ini adalah sebagai berikut:
1.
Bagi Penulis
Memperluas wawasan dan pengetahuan penulis dalam bidang teknologi biofuel khususnya biodiesel, serta pengetahuan
tentang pemanfaatan limbah dengan baik.
2.
Bagi Institusi
Sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemanfaatan limbah sebagai bahan baku
energi alternatif.
3.
GAGASAN
Potensi Sumber Pencemaran atau Sumber Limbah
Dari hasil survei diketahui bahwa potensi sumber limbah industri pengolahan ikan pada daerah PPI Muncar Banyuwangi,
mulai ada sejak kegiatan pendaratan ikan, transportasi ikan, pencucian bahan baku, proses produksi, sampai sarana
pengolahan limbah yang kurang berfungsi dengan baik.
Menurut Stansby (1982), minyak ikan memiliki kandungan yang berbeda dengan kandungan
minyak lain yaitu:
1. Jenis asam lemak yang lebih bervariasi
2. Jumlah asam-asam lemak yang lebih banyak yaitu :
a.Asam lemak C20 C23
b.Asam lemak tidak jenuh dengan lima hingga enam ikatan rangkap (polyunsaturated fatty acid)
Menurut Weiss (1983) , minyak ikan mempunyai beberapa sifat kimia dan sifat fisik. Sifat
kimia minyak ikan tersebut antara lain mudah beroksidasi dengan udara dan bersifat asam
karena adanya asam lemak bebas, mempunyai sifat aditif karena adanya ikatan-ikatan karbon
tak jenuh, dan mempunyai sifat dapat berpolimerisasi. Sedangkan sifat fisik minyak ikan adalah
mempunyai berat jenis yang lebih kecil dari berat jenis air, membiaskan cahaya dengan sudut
yang spesifik untuk tiap jenis minyak ikan, mempunyai derajat kekentalan yang spesifik, dan
bersifat tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut kimia seperti eter, benzena dan petroleum
eter. Minyak ikan tersebut berwarna kuning muda sampai kuning emas.
`Kandungan asam lemak tak jenuh PUFA(polyunsaturated fatty acid) yang tinggi pada
minyak ikan menyebabkan minyak ikan tersebut mudah mengalami kerusakan oksidatif dan
mudah menghasilkan bau yang tidak enak (Wanasundara dan Sahidi, 1995).
Berikut adalah komposisiasam lemak yang terdapat pada minyak ikan:
Tabel 1. Asam Lemak pada Minyak Ikan
Asam Lemak
Jumlah
Jumlah
Jenuh
(%)
13.3
25.2
2.9
2.3
0.4
1.4
9.2
3.1
EPA (C20:5)
9.2
6.6
DPA (C22:5)
3.4
(%)
DHA (C22:6)
7.3
Proses Biodiesel
Limbah ikan yang di dapat dari pabrik pengolahan ikan di Banyuwangi terdapat dua jenis
limbah yaitu limbah padat dan limbah cair yang dapat dimanfaatkan sebagai biodiesel. Untuk
pengolahan limbah padat dapat diproses dengan cara mengekstrak sampai menghasilkan
minyak ikan. Selanjutnya akan diolah menjadi biodiesel. Ekstrak minyak merupakan salah satu
cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang mengandung minyak atau lemak.
Pada tahap pertama limbah ikan akan di cuci terlebih dahulu dan selanjutnya dibersihkan dan
dikukus dengan suhu 105oC selama 30 menit, kemudian dilakukan pengepresan. Hasil dari
pengepresan berupa cairan (minyak dan air) dan padatan. Selanjutnya minyak dan air
dipisahkan dengan corong pemisah. Pada lapisan bawah corong pemisah terdapat sisa hasil
pengepresan dan air. Pada lapisan atas corong pemisah terdapat minyak, minyak tersebut
dimurnikan dan menghasilkan minyak ikan. Sedangkan untuk pengolahan limbah cair dapat
diproses dengan cara penguapan untuk menghilangkan kadar air dan didapatkan minyak ikan.
Dimana minyak ikan tersebut akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel.
Minyak ikan yang diperoleh disaring untuk menghilangkan partikel-partikel yang
berukuran besar dan ataupun pengotor yang terdapat pada minyak ikan. Minyak terlebih dahulu
dipanaskan pada suhu 30-35oC kemudian disaring. Selanjutnya pada tahap esterifikasi minyak
yangtelah disaring dipanaskan pada suhu 45oC kemudian ditambahkan metanol dan katalis
H2SO40,5% berat minyak dengan volume metanol 30% volume minyak. Campuran direfluks
pada suhu 52oC selama 1 jam. Penetralan H2SO4 dengan pencucian menggunakan akuades
secara berulang-ulang sampai diperoleh pH netral. Sebelum dan sesudah esterifikasi dilakukan
pengecekan bilangan asam, sebanyak 1 mL minyak ikan dalam Erlenmeyer ditambahkan
indicator fenolftalein, kemudian campuran dititrasi dengan KOH 0,005 N sampai menghasilkan
warna merah jambu.
Selanjutnya pada proses transesterifikasi minyak dari hasil reaksi esterifikasi
dimasukkan dalam labu leher tiga, dan dipanaskan pada suhu 70 oC. Penambahan katalis
NaOH (padatan) 0,5%, 1%, 1,5% dan 2% dari berat total minyak dan metanol dilarutkan
terlebih dahulu menggunakan stirer. Larutan yang terbentuk (natrium metanolat) dicampur ke
dalam minyak yang telah dipanaskan. Reaksi berjalan konstan pada suhu 70oC selama 2 jam
dengan kondisi pengadukan yang stabil menggunakan stirrer. Saat reaksi berakhir, pisahkan
metil ester dari metanol, minyak yang tidak ikut bereaksi, kandungan air, padatan sabun yang
terbentuk, dan produk samping lainnya menggunakan corong pemisah sehingga diperoleh
biodiesel murni.
Gambar
2.
Diagram
Ekstraksi
Minyak
Ikan
Biodiesel merupakan salah satu alternatif bahan bakar minyak yang dapat diperoleh dari lemak nabati maupun hewani.
Biodiesel bersifat dapat diperbaharui, biodegradable, tidak beracun, dan ramah lingkungan. Limbah ikan yang berasal dari
industri pengolahan ikan pada daerah PPI Muncar Banyuwangi sangat banyak, oleh karena itu limbah ikan tersebut
dimanfaatkan sebagai biodiesel untuk mengurangi pencemaran lingkungan dan peningkatan limbah. Limbah ikan diolah
untuk menghasilkan minyak ikan yang berpotensi sebagai sumber bahan baku alternatif pembuatan biodiesel di Indonesia.