Anda di halaman 1dari 22

1.

Limbah adalah bahan yang merupakan buangan dari proses perlakuan


atau pengolahan untuk memperoleh hasil utama atau hasil samping.

2.

Limbah hasil perikanan mengandung karbohidrat, protein, lemak,


garam mineral, dan sisa bahan kimia yang digunakan dalam
pengolahan/pembersihan.

Sifat-Sifat Limbah Industri Pangan

1.

Limbah yang diproduksi oleh industri perikanan bervariasi dalam


kuantitas dan kualitasnya, limbah ini merupakan limbah berbeban rendah
(BOD dan padatan tersuspensi tinggi, miskin Nitrogen,proses dekomposisi
cepat) volume cairan tinggi.

2.

Limbah PHP, bersumber dari pemotongan, pembersihan peralatan


pengolahan dan pendinginan produk akhir.

3.

Komponen limbah cair sebagian besar adalah bahan organic

Jenis limbah industri pengolahan hasil perikanan :

1.

Limbah padat basah : limbah dari industri PHP yang berupa benda
padat yang mengandung air, baik secara alami maupun karena proses
produksi (potongan kepala ikan/udang, sisik, kulit, tulang, duri, trimming, isi
perut, insang, dan karton basah)

2.

Limbah padat kering : limbah padat yang tidak mengandung air, atau
sifat bahannya tidak mengandung air.(karton kemasan, tali pengemas, sisa
label, sisa pengemasan dll)

3.

Limbah cair : limbah yang berbentuk cair, baik air sisa cucian, air sisa
proses produksi,dan air bekas MCK, dari areal proses produksi (pabrik)

Hasil samping : produk perikanan yang dihasilkan oleh kegiatan produksi,


yang bukan merupakan sasaran (target) produksi utama.dan secara
ekonomis tidak menguntungkan untuk dikelola oleh pengusaha ybs.

Sistem pemgolahan limbah perikanan


Industri pengolahan hasil perikanan mengkonsumsi air mencapai 20m3/ton produk
yang dihasilkan tergantung pada teknologi yang digunakan, jenis ikan yang diproses
dan produk yang dihasilkan. Limbah cair yang dihasilkannya mengandung bahan
organik yang tinggi dengan beban mencapai 20 kg BOD/ ton. Beban limbah yang
tertinggi berasal dari industri pengalengan dan pembuatan tepung ikan (fishmeal).
Limbah yang baru diolah bertujuan untuk menyisihkan beban organik, belum mencapai
penyisihan total nitrogen yang terkandung didalamnya. Kandungan nitrit dan nitrat yang

masih tinggi akan menurunkan kualitas badan air penerima. Teknologi pengolahan
limbah cair perikanan dengan kombinasi proses aerobik dan anoksik menjadi pilihan
yang baik dikembangkan untuk penyisihan nitrogen yang ada di dalam limbah.

Pemanfaatan Limbah Produk Perikanan


Sangat Minim
Industri pengolahan hasil sampingan (by product) sektor perikanan saat ini
sedang tumbuh dengan cepat, namun teknologi dan pasarnya masih perlu terus
dikembangkan, ucap Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP)
Saut P. Hutagalung dalam siaran persnya , Rabu 14 Agustus 2013.
Saut mengatakan indutri perikanan saat ini berkembang mengarah ke industri
pengolahan hasil perikanan. Namun, perkembangan industri pengolahan ini
khususnya pengalengan ikan serta pengolahan ikan lainnya seperti udang,
kepiting, dan tuna menyisakan hasil sampingan berupa limbah yakni tulang,
kulit, kepala, dan limbah cair dari proses pengolahan hasil perikanan tersebut.
Sayangnya limbah-limbah tersebut saat ini belum banyak yang termanfaatkan.
Padahal limbah dari suatu proses pengolahan ikan tersebut dapat menjadi
pemasukan sampingan produksi pengolahan dan tentunya akan memberi
tambahan pendapatan bagi industri, tandasnya.

Cangkang kepiting, salah satu limbah perikanan yang kurang pemanfaatannya

Ia memaparkan sekarang pemanfaatan limbah produk perikanan seperti


pada industri pengalengan ikan sangat berkembang di Jawa Timur. Di provinsi
tersebut terdapat 25 industri pengolahan tepung ikan yang memanfaatkan
limbah seperti tulang, kepala, dan ekor ikan. Pemanfaatan limbah-limbah
tersebut memanfaatkan limbah yang berasal dari industri pengalengan ikan,
dimana kapasitas pengolahan limbah ini yaitu 2 hingga 50 ton bahan baku
berupa limbah-limbah industri perikanan per harinya. Selain jadi tepung ikan,
sebagian limbah sisa tulang dapat juga di olah menjadi pupuk. Sampai saat ini
setidaknya sudah tercatat terdapat 6 usaha pengolahan limbah menjadi pupuk
di Jawa Timur, ujar Saut.
Selain pemanfaatan limbah industri perikanan menjadi pupuk, limbah
tersebut dapat pula dijadikan produk minyak ikan. Dimana industri pengolahan
minyak ikan saat ini sudah mulai berkembang. Sampai berita ini ditulis sudah
terdapat 9 usaha pengolahan minyak ikan di Jawa Timur dengan kapasitas 1
hingga 15 ton minyak ikan per bulannya. Selain itu pengolahan hasil sampingan
industri fillet ikan nila dinilai Saut juga berkembang dengan pesat. Bahkan
komoditas ini dapat dimanfaatkan hingga nyaris tanpa limbah, karena hampir
semua bagian ikan tersebut dapat digunakan menjadi beberapa produk
unggulan. Semoga kedepannya diharapkan semua jenis komoditas perikanan
bisa diolah seperti ikan nila sehingga hampir tidak ada lagi limbah hasil produk
perikanan yang menumpuk serta mengganggu.

Limbah Padat Dan Cair Industri Pengalengan Ikan

Bagaimana tahap-tahap pengolahan ikan ?

1.
Tahapan
pemilihan
ikan
2.
Tahapan
mempertahankan
kesegaran
3. Tahapan menghambat pembusukkan ikan

segar
ikan

Beberapa kata kunci yang sering digunakan untuk mencari materi yang sedang kita bicarakan ini antara lain:
Cooling, Exhausting, pembuangan Udara, pemindangan, pendinginan, Penghampaan, penutupan Wadah,
Processing, Proses produksi Ikan asin, Sealing, sterilisasi, Tahapan mempertahankan kesegaran ikan,
Tahapan menghambat pembusukkan ikan, tahapan pemilihan ikan segar.

Setelah ikan bersih, dilakukan metode untuk menghambat pembusukan. Pada prinsipnya, cara untuk menghambat
pembusukan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu pendinginan dan pengawetan.

Pendinginan, Pendinginan dapat dilakukan dengan diberi es dan juga dimasukkan ke dalam kulkas.
Sebenarnya pemakaian es sangat baik, Langkah-langkah pendinginan ikan dengan es adalah dengan
mempersiapkan peti / cool box tempat ikan, lalu tempat tersebut dibersihkan dan diberi lapiSan es yang
cukup. Ikan-ikan yang telah dibersihkan disusun berjajar di dalam peti tersebut, lalu ditutupi dengan
pecahan es.

Pengawetan, Naiknya pendapatan masyarakat menuntut ikan yang lebih baik dan lebih segar. Hal ini akan
mendorong perbaikan mutu ikan yang dihasilkan sejak ditangkap sampai ke tangan konsumen sehingga
dibutuhkan waktu ketahanan ikan segar dalam waktu yang cukup lama. Pada umumnya pendinginan hanya
dapat menghambat pembusukan dalam waktu yang lebih pendek bila dibandingkan dengan pengawetan.
Pengawetan ikan dapat dilakukan dengan cara pemindangan. Pada intinya pemindangan merupakan
perebusan ikan dalam air garam. Pengawetan dapat dilakukan dengan perendaman dalam es dan air laut,
asam cuka dan air laut, garam dan air laut, asam cuka dan kalium sorbat, penambahan zat pengawet (asam
sorbat, kalium, natrium sorbat, antibiotik klortetrasiklin (CTC), dan ortotetrasiklin (OTC)), tetapi penambahan
zat pengawet tersebut mahal dan masih terdapat sifat toksik.

4. Tahapan pengalengan

Bagaimana Proses Pengalengan Ikan?


Proses pengalengan terdiri dari beberapa tahap yaitu pembuangan Udara/Penghampaan / (Exhausting), penutupan
Wadah (Sealing), sterilisasi (Processing) dan pendinginan (Cooling)

Pembuangan Udara/Penghampaan/Exhausting
Udara dan gas yang dikeluarkan dari isi kaleng ditampung dalam head space yaitu ruangan antara tutup wadah dan
permukaan bahan. Head space ini perlu untuk menampung gas-gas yang timbul akibat reaksi-reaksi kimia dalam

bahan dan juga agitasi serta isi kaleng selama sterilisasi. Cara Melakukan Penghampaan penghampaan dapat
dilakukan dengan beberapa cara, antara lain :

Exhausting termal, Wadah yang telah diisi bahan dipanaskan untuk mengeluarkan gas-gas, baru ditutup.
Hal ini dimungkinkan karena daya larut udara pada suhu tinggi dalam head space rendah, sehingga akan
keluar bersama-sama dengan uap air. Wadah akan diisi oleh uap air. Pada pendinginan kembali, uap air
dalam head space akan mengembun kembali, dan terjadilah keadaan vakum.

Cara pengisian panas-panas, Bahan makanan dipanaskan sampai 71 82 oC, kemudian diisikan panaspanas ke dalam wadah dan langsung ditutup.

Penutupan Wadah (Sealing)


Tujuan penutupan wadah yaitu Memasang tutup dari wadah sedemikian rupa, sehingga faktor-faktor penyebab
kerusakan tidak dapat masuk lagi ke dalamnya setelah dilakukan sterilisasi. Penutupan kaleng dilakukan dengan alat
khusus. Penutupan kaleng harus sempurna, sebab kebocoran dapat merusak produknya. Sebelum wadah ditutup
diperiksa dahulu apakah head space-nya sudah cukup dan sesuai dengan perhitungan. Setelah ditutup sempurna,
kaleng/wadah perlu dibersihkan jika ada sisa-sisa bahan yang menempel pada dinding kaleng / wadah. Pencucian
dilakukan dengan air panas (suhu sekitar 82,2 oC) yang mengandung larutan H2PO4 dengan konsentrasi 1,0 1,5
%, kemudian dibilas dengan air bersih beberapa kali

Sterilisasi (Processing)
Sterilisasi (Processing) pada pengalengan adalah proses pemanasan wadah serta isinya pada suhu dan jangka
waktu tertentu untuk menghilangkan atau mengurangi faktorfaktor penyebab kerusakan makanan, tanpa
menimbulkan gejala lewat pemasakan (over cooking) pada makanannya. Suhu yang digunakan biasanya 121 oC
selama 20 40 menit, tergantung dari jenis bahan makanan. Pada umumnya suhu sterilisasi yang biasa dilakukan
pada ikan di atas 100 oC (pada 121 oC)

Pendinginan (Cooling)
Pendinginan dilakukan sampai suhunya sedikit di atas suhu kamar, maksudnya agar air yang menempel pada
dinding wadah cepat menguap, sehingga terjadinya karat dapat dicegah . Tujuan Pendinginan yaitu mencegah lewat
pemasakan (over cooking) dari bahan pangan dan tumbuhnya spora-spora dari bakteri perusak bahan pangan yang
belum mati.

Jenis Dan Karakteristik Pengolahan Limbah Ikan?


Dampak limbah industri pengolahan ikan terhadap kesehatan lingkungan dapat dirasakan dengan bau limbah ikan
yang menyengat sehingga mencemari udara, dapat dihinggapi lalat yang dapat menimbulkan penyakit dan berbagai
dampak negatif lainnya. Industri pengolahan ikan harus memiliki metode dalam pengolahan limbah olahan ikan
sehingga limbah olahan ikan tidak hanya dibuang begitu saja ditempat pembuang sampah.

Bagaimana Pengolahan limbah Pengalingan Ikan?


Limbah hasil perikanan dapat diolah menjadi tepung ikan, silase ikan, ikan asin, terasi, dan lain-lain. PadaProses
produksi Ikan asin pada dasarnya terdiri dari dua tahap, yaitu penggaraman dan pengeringan. Perbedaanperbedaan yang terjadi pada umumnya hanya pada jumlah garam yang digunakan, lama penggaraman dan
pengeringan. (Rahardjo, 1999).
Limbah ikan yang dapat dijadikan silase adalah ikan tuna. Limbah ikan tuna merupakan hasil sampingan dari
pengolahan industri perikanan dan diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan alternatif untuk makanan
ternakdengan cara pembuatan silase ikan. Keistimewaan pembuatan silase biologis adalah adanya perubahan
kualitas yang disebabkan proses fermentasi yang dilakukan oleh bakteri asam laktat, mengakibatkan perubahan
kimia dari suatu senyawa yang bersifat komplek menjdi senyawa yang sederhana, dan diharapkan dapat
memberikan efek positif terhadap tingkat kecernaan dan nilai energi metabolis pada ayam pedaging.

(INDUSTRI MAKANAN DENGAN


BAHAN BAKU UDANG)

OLEH :
YANUAR NOOR AKBAR
K2D 005 298

JURUSAN ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2008
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Limbah cair dari industri makanan pada umumnya terdiri dari senyawa-senyawa organik yang relatif mudah terdegradasi
oleh mikroorganisme. Senyawa organik tersebut harus dikurangi atau dihilangkan terlebih dahulu sebelum diterima oleh
badan air (sungai, danau dan sebagainya). Hal ini disebabkan karena lingkungan penerima limbah cair organik ini pada
umumnya sudah tidak mempunyai daya dukung yang memadai untuk menerima beban pencemaran tersebut.
Secara umum, kondisi bahan pencemar dapat digolongkan atau diklasifikasikan sebagai berikut :

Senyawa-senyawa organik terlarut

Senyawa ini dapat menyebabkan berkurangnya kadar oksigen terlarut di dalam badan air. Hal ini akan membahayakan
kehidupan biota di perairan. Di samping itu dalam suasana anaerob akan menimbulkan bau yang tidak menyenangkan (bau
busuk).

Padatan tersuspensi

Bahan ini merupakan senyawa organik yang tidak larut dalam air. Bahan ini juga relatif mudah terdekomposisi sehingga
menyebabkan berkurang atau habisnya oksigen terlarut di dalam air yang pada gilirannya akan mengganggu kehidupan
hewan dan tumbuh-tumbuhan air.

Warna dan kekeruhan

Warna dan kekeruhan ini akan menyebabkan masalah estetika

Nitrogen dan fosfor

Adanya senyawa nitrogen dan fosfor di dalam limbah cair yang dibuang langsung ke dalam badan air, akan menimbulkan
proses eutrofikasi dan pertumbuhan algae yang tidak terkontrol.

Minyak

Pembuangan limbah cair yang mengandung minyak akan memperbesar kandungan bahan organik di dalam limbah cair
tersebut.
Tingkat polutan limbah cair dari industri makanan olahan hasil perikanan ditentukan oleh beberapa parameter seperti
kandungan minyak/lemak, nitrogen, phosphat, COD, BOD dll., yang nilainya sangat tergantung dari proses pengolahan
serta jenis ikan yang diolah.
Tabel 1.1. Kualitas Limbah Industri Makanan Olahan Hasil Perikanan

Kadar

Jenis Industri
BOD

COD

Minyak/ lemak

TS

SS

Finfish Processing
(manual)

3,32 kg/l

0,348 kg/l

1,42 kg/l

Finfish Processing

11,9 kg/l

2,48 kg/l

8,92 kg/l

327-1063 mg/l

550-1250
mg/l

8,3-79,9 mg/l

Herring filleting

3428-10000 mg/l

857-6000 mg/l

Tunna Canning

6,8-20 kg/l

1,7-13 kg/l

3,8-17 kg/l

9,22 kg/l

1,74 kg/l

5,41 kg/l

(mechanic)

Palagonian hake filleting

Sardine Plant

Blue Crabt Plant

4,8-5,5 kg/l

0,21-0,3 kg/l

0,7-0,78 kg/l

Clam Plant (Mechanic)

5,14 kg/l

0,145 kg/l

10,2 kg/l

Clam Plant
(conventional)

18,7 kg/l

0,461 kg/l

6,36 kg/l

Fish Meal Plant

2,96 kg/l

0,56 kg/l

0,92 kg/l

Bloodwator (Fishmeal
Plant)

23500-34000 mg/l

93000
mg/l

0-1,92 %

2,4-63 %

Stickwater (Fishmeal
Plant)

13000-76000 mg/l

60-1560 mg/l

25-62 mg/l

Sumber : 1. Middlebrooks (1979); 2. Gonzales (1983); 3. Sorensen (1974)

BAB II

PROSES TERJADINYA LIMBAH CAIR INDUSTRI BAHAN MAKANAN (BAHAN BAKU UDANG)

Proses terjadinya limbah dapat dilihat dan dikaji dari diagram alir proses industri tersebut. Dari step-step proses akan
didapat bahan masukan, serta keluarannya. Berikut disajikan contoh diagram alir proses untuk pabrik pengawetan udang.

Proses pengolahan udang dapat di uraikan sebagi berikut :


1.

Udang dari para penyetor langsung dilakukan tahapan pertama yaitu pencucian menggunakan air yang telah
ditambah kaporit, yang berfungsi mensterilkan udang dari hama penyakit serta memperlambat proses
pembusukan. Pada proses ini dihasilkan limbah cair yang mengandung kaporit, dan limbah ini masih dapat diolah
untuk digunakan kembali (recycle).

2.

Proses selanjutnya adalah pengupasan kulit dan pemotongan kepala udang. Pada proses ini dihasilkan limbah
kulit dan kepala udang hingga 35 50% dari berat udang semula. Limbah padat ini dapat dimanfaatkan sebagai
bahan baku tepung udang untuk pakan ikan atau dengan menggunakan proses yang lebih baik dapat digunakan
sebagai bahan baku pembuatan chitin dan chitosan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi.

3.

Pada tahap pencucian terhadap hasil proses pengupasan kulit dan pemotongan kepala, dihasilkan limbah cair
yang mengandung kaporit dengan jumlah tertentu. Sama dengan limbah hasil pencucian pertama, limbah cair ini
juga masih dapat diproses untuk dipakai kembali.

4.

Setelah dilakukan penyortiran berdasarkan ukuran sesuai dengan permintaan pembeli (biasanya yang paling baik
adalah size dengan ukuran 30 atau dalam satu kilo ada 30 ekor udang), udan ditimbang dan dicuci kembali
menggunakan air kaporit sebelum dilakukan proses akhir, yaitu penimbangan ulang, packaging, dan pembekuan
pada suhu -4 0C dalam cold storage. Pada tahap pencucian ini, juga diperoleh limbah cair yang mempunyai
potensi untuk dapat digunakan kembali.

Dari uraian ini, tampak bahwa pada proses pengolahan hasil perikanan, dihasilkan limbah padat yang sangat
berpotensi untuk diolah kembali menjadi produk bernilai ekonomi, dan limbah cair yang cukup banyak. Limbah cair ini mau
tidak mau mengandung potensi sebagi bahan pencemar lingkungan, sehingga memerlukantreatment tertentu sebelum
dibuang ke lingkungan. Menghindari proses pengolahan limbah cair, sejak awal disarankan pada setiap industri perikanan,
untuk menerapkan prinsip-prinsip bersih, khususnya dalam penggunaan dan pengelolaan kebutuhan air.

BAB III
DESAIN IPAL PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN

Jika dilihat dari tabel 1.1 karakteristik dari limbah cair industri pengolahan hasil perikanan mempunyai kadar BOD
2,96 kg/ton sampai dengan 76000 mg/l jenis pengolahan hasil perikanan mempunyai range yang cukup besar. Untuk
membuat pengolahan limbah harus ditentukan kasus per kasus dimana pengolahan limbah tersebut akan diterapkan.
Sebelum dibuang ke sungai limbah tersebut harus diturunkan dahulu COD nya menjadi 200 ppm atau disesuaikan dengan
ambang batas untuk menurunkan COD tersebut dibutuhkan peralatan pengolahan sebagai berikut :
1. Penyaringan

Penyaringan ini dibutuhkan untuk memisahkan padatan yang terbawa oleh limbah cair, penyaringan ini dipasang sesuai
dengan kebutuhan misalnya saringan kasar, sedang dan halus.
2. Bak / Tangki Ekualisasi
Tangki ekualisasi ini berfungsi untuk menampung limbah yang keluar sebelum diolah sehingga kualitas limbah menjadi
homogen. Besarnya bak/tangki ekualisasi ini diperkirakan sama dengan jumlah limbah cair yang dihasilkan t hari.
3. Fixed Bed Reactor
Fixed Bed Reaktor merupakan peralatan pengolahan Anaerobics yang bisa digunakan untuk COD di atas 6000 ppm. Fixed
Bed Reaktor juga merupakan peralatan proses biologi yang murah dan mudah pengoperasiannya, selain efisiensinya bisa
mencapai 80%.
4. Trikling Filter
Trikling Filter merupakan peralatan proses biologi aerob dan anaerob yang biasa digunakan untuk mengolah limbah dengan
COD sampai 4000 ppm. Trikling Filter banyak digunakan karena konstruksinya sederhana, dan biaya operasionalnya relatif
murah. Efisiensi Trikling Filter bisa mencapai 90%.
5. Instalasi dan Pompa
Instalasi dan pompa merupakan peralatan penunjang biasanya dibutuhkan untuk memindahkan limbah sebelum dan
sesudah diolah.
3.1. Proses Pengolahan Limbah Cair
3.1.1. Pengolahan Primer
Beberapa proses pengolahan primer yang biasa digunakan untuk mengolah limbah cair adalah :

Equalisasi
Proses ini dimaksudkan untuk mengontrol karakteristik limbah cair agar supaya fluktuasi kualitasnya dapat dikurangi.
Proses ini sangat diperlukan apabila limbah cair akan mengalami proses pengolahan berikutnya. Equalisasi dilakukan
dalam suatu bak yang ukuran dan jenis baknya sangat bervariasi. Hal ini tergantung pada jumlah limbah cair yang diolah
dan variabilitas aliran air limbah cair. Bak equalisasi yang digunakan harus dapat menampung keseluruhan jadwal proses
dari suatu kegiatan produksi yang mungkin bervariasi dari segi debit limbah cair yang dihasilkan.
Bak equalisasi ini dappat pula dipakai sebagai tempat pengkondisian limbah cair sebelum mengalami proses pengolahan
berikutnya. Secara sistematis, tujuan dilakukan proses di dalam bak equalisasi adalah sebagi berikut :
1. Untuk menjaga terjadinya umpan kejutan (shock loading) pada system proses biologi
2. Untuk mengontrol pH
3. Unntuk menjaga agar aliran limbah cair yang diolah pada siistem biologi dapat mengalir secara kontinyu, khususnya
apabila keggiatan produksi sedang diberhentikan.

4. Untuk mencegah konsentrasi tinggi dari bahan-bahan toxic yang mungkin dihasilkan dari kegiatan produksi sebelum
masuk ke sistem pengolahan biologi.
Bak equalisasi biasanya memerlukan mixer untuk menjamin homogenitas limbah cair. Tambahan pula, mixer ini juga
membantu terjadinya proses transfer oksigen dari udara ke dalam limbah cair yang pada gilirannya akan mengurangi kadar
BOD di dalam limbah.
Netralisasi
Beberapa limbah cair industri makanan bersifat asam atau alkali. Kondisi ini memerlukan langkah-langkah netralisasi
sebelum limbah cair itu diijinkan untuk dibuangke badan air atau dimasukkan ke dalam sistem pengolahan berikutnya, baik
secara biologi maupun kimia.
3.1.2. Pengolahan Sekunder
Pada umumnya proses pengolahan sekunder terdiri dari proses aerobik dan anaerobik, digunakan untuk mendegradasi
senyawa-senyawa organik yang terlarut di dalam limbah cair. Proses pengolahan ini menggunakan mikrooganisme untuk
mendegradasi bahan organik yang terkandung di dalam limbah cair. Mikroorganisme yang digunakan pada umumnya
diambil dari sistem yang sudah berjalan, dan dapat diambil dari keluaran sistem maupun dari lumpur yang terjadi. Di dalam
prakteknya, mikrooorganisme awal yang biasa disebut sebagai starter, terlebih dahulu harus dilakukan aklimatisasi untuk
mengkondisikan kebiasaan hidupnya dengan lingkungan yang baru.

Proses Aerobik
Proses aerasi bertujuan untuk memindahkan oksigen, baik oksigen murni maupun udara, ke dalam proses pengolahan
biologis. Aerasi dapat juga digunakan untuk mengusir senyawa yang mudah dari sejumlah limbah cair. Aerasi merupakan
proses perpindahan (transfer) massa antara gas (oksigen) dan cairan. Transfer oksigen ke dalam limbah cair dipengaruhi
oleh variabel fisik dan kimia, antara lain :
- Temperature
- Pencampuran secara turbulen
- Kedalaman limbah cair
- Karakteristik limbah cair
Beberapa peralatan aerasi yang umum digunakan pada skala industri saat ini adalah unitair diffusion; yaitu sistem aerasi
turbin dimana udara dilepaskan dari bawah baling-baling yang berputar dan dari unit aerasi permukaan dimana akan terjadi
perpindahan oksigen yang memungkinkan terjadinya turbulensi yang tinggi dari permukaan limbah cair.

Proses Anaerobik

Dekomposisi bahan organik di dalam limbah cair akan menghasilkan gas metana dan karbondioksida. Proses dekomposisi
ini berjalan tanpa adanya oksigen. Walaupun secara kinetika dan keseimbangan bahan sangat mirip dengan proses
aerobik, tetapi beberapa syarat dasar perlu mendapatkan perhatian dalam merancang unit anaerobik ini.
Pada proses ini konversi dari asam-asam organik yang akan membentuk gas metana menghasilkan energi yang rendah.
Akibat dari hal tersebut maka hasil pertumbuhan mikroorganisme dan kecepatan degradasinya juga rendah. Konversi bahan
organik menjadi gas baik metana maupun karbondioksida dapat mencapai kisaran antara 80 90%. Untuk mencapai
efisiensi yang tinggi, diperlukan kenaikan temperatur. Tetapi hal ini perlu diperhitungkan dengan matang, mengingat bahwa
kenaikan temperatur ini akan menambah biaya operasional dari penanganan limbah cair.
Keuntungan dari proses ini adalah dihasilkannya gas metana yang merupakan bahan bakar yang dapat digunakan sebagi
sumber panas. Selain itu, keuntungan lain adalah bahwa proses ini mampu untuk mendegradasi bahan organik yang tinggi
di dalam limbah cair. Kandungan bahan organik yang rendah tidak efisien untuk diolah secara anaerobik.

Trickling Fillter (Unggun Percik)


Trickling Filter merupakan tumpukan media dimana limbah cair memercik dari bagian atas media dan menembus
sela-selanya. Dalam prosesnya, media akan diselimuti oleh lapisan yang merupakan mikroorganisme. Saat limbah cair
melintasi media ini, maka akan terjadi proses degradasi bahan organik di dalam limbah cair. Media yang dipakai biasanya
terbuat dari bahan plastik. Untuk skala besar, tinggi media ini bisa sampai 12 m dengan laju pengumpanan sebesar 0,16 m 3/
(min.m2). Sistem ini mampu mencapai degradasi bahan organik sebesar 90%. Limbah cair yang melalui tumpukan media
memberikan nutrien kepada lapisan film yang adalah lapisan mikroorganisme. Bersamaan dengan itu, oksigen juga terdifusi
masuk ke dalam lapisan film tersebut. Disinilah terjadi proses degradasi bahan organik yang terkandung di dalam limbah
cair. Dari proses degradasi ini lalu dihasilkan gas CO2 yang terdifusi keluar dari lapisan film. Apabila lapisan film ini terlalu
tebal, maka kemungkinan akan terjadi proses anaerobik pada bagian lapisan film sebelah dalam. Hal ini mengingat bahwa
oksigen tidak dapat menembus masuk jauh ke dalam lapisan film tersebut.
Pada trickling filter ini, unjuk kerja akan erat berhubungan dengan terbentuknya lapisan film pada permukaan media dan
lama waktu kontak antara limbah cair dengan lapisan film tersebut. Karena transfer oksigen ke dalam lapisan film
berhubungan erat dengan turbulensi dari limbah cair, maka transfer oksigen ini sangat dipengaruhi oleh laju pengumpanan
dan konfigurasi dari media yang dipakai di dalam trickling filter.
Apabila trickling filter ini akan dipakai untuk mendegradasi limbah cair yang mengandung bahan organik tinggi, maka
konsentrasinya harus diperhatikan. Apabila konsentrasi bahan organik terlalu tinggi, maka akan terjadi proses anaerobik di
dalam trickling filter. Akibatnya, dari trickling filter ini akan timbul bau busuk. Pada umumnya, bahan organik di dalam limbah
cair yang diperkenankan untuk diolah di dalam trickling filter mempunyai besaran BOD antara 600 sampai 1200 mg/l. Lebih
dari 1200 mg/l, prosesnya memerlukan resirkulasi untuk pengenceran konsentrasi dari limbah cair umpan.
Kondisi temperatur sangat mempengaruhi kinerja dari trickling filter. Pada temperatur rendah, maka kecepatan degradasi
akan berrkurang, transfer oksigen ke dalam lapisan film akan berkurang serta limbah cair akan cepat mencapai kejenuhan
oksigen. Akibat dari kondisi tersebut adalah menurunnya aktivitas dari lapisan mikroorganisme, sehingga kinerja dari
trickling filter akan menurun.

GAGASAN TERTULIS Pemanfaatan Limbah


PEMANFAATAN LIMBAH INDUSTRI IKAN DI DAERAH PPI MUNCAR BANYUWANGI
SEBAGAI BAHAN BAKU BIODIESEL

RINGKASAN
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif pengganti solar yang menjanjikan dan
merupakan sumber energi yang terbarukan dan bioderadable. Minyak ikan adalah salah satu
bahan baku produksi biodiesel. Limbah ikan yang berwujud minyak diperoleh dari buangan industry pengolahan
ikan yang banyak terdapat di Muncar (Banyuwangi - Jawa Timur). Seiring dengan perkembangan industri
proses pengolahan ikan, jumlah limbah yang dihasilkan semakin meningkat. Limbah tersebut
dapat dimanfaatkan kembali apabila mengalami proses pengolahan lebih lanjut. Keunggulan
minyak ikan jika dipakai sebagai bahan baku biodiesel selain memiliki variasi asam lemaknya
lebih tinggi dibandingkan dengan minyak lainnya, juga jumlah asam lemaknya lebih
banyak. Dalam proses pembuatan biodiesel, bahan baku yang digunakan ada dua bentuk yaitu padatan dan cairan.
Pada dasarnya proses yang digunakan sama, perbedaanya hanya pada tahap awal dimana limbah ikan padat dilakukan
pengukusan kemudian pengepresan untuk mendapatkan cairan (minyak dan air) selanjutnya diuapkan untuk mendapatkan
minyak ikan. Sedangkan limbah ikan cair hanya dilakukan penyaringan kemudian diuapkan. Proses berikutnya adalah
proses esterifikasi dan dilanjutkan dengan proses transesterifikasi dengan katalis. Methyl ester adalah senyawa hasil dari
reaksi esterifikasi dan transesterifikasi yang melibatkan katalis NaOH dan methanol untuk reaksi transesterifikasi sehingga
pada tahap akhir diperoleh minyak biodiesel.

Latar Belakang
Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur merupakan salah satu sentra utama penghasil ikan laut di Indonesia dan
memiliki industri perikanan yang relatif besar jika dibandingkan dengan daerah-daerah lain di indonesia tepatnya didaerah
industri pengolahan ikan Muncar. Semakin meningkatnya aktifitas kerja dan perdagangan nelayan serta aktifitas industri
perikanan di sekitar PPI Muncar Bayuwangi menyebabkan semakin banyak pula pencemaran yang terjadi. Keberadaan
industri-industri tersebut berkontribusi besar terhadap perubahan kualitas air yang ada di aliran sungai tersebut(Rauf,
2007).
Berbagai dampak pencemaran limbah di Muncar terjadi diberbagai sektor, antara lain terhadap estetika
lingkungan, kondisi sosial, ekonomi masyarakat, kualitas air permukaan dan terhadap biota air disepanjang jalur
pembuangan limbah. Potensi timbulnya limbah di Muncar sangat besar, sementara sarana yang tersedia untuk pengelolaan
limbah sangat minim sekali, baik ditingkat industri maupun ditingkat kawasan. Sebagian besar industri pengolahan ikan di
Muncar belum memiliki unit pengolahan yang memenuhi persyaratan dan membuang limbah cair secara langsung tanpa
unit pengolahan. Dari hasil kajian diperoleh potensi jumlah limbah di Muncar mencapai 14.266m 3/hari(Setiyono, 2008). Jika
Kondisi ini tidak segera diwaspadai dan permasalahan lingkungan tidak dikontrol secara ketat, maka berbagai dampak
negatif akibat kegiatan ini akan semakin besar.
Sumber utama limbah padat adalah sisa ikan dalam bentuk buangan dan bentuk-bentuk lain yang berjumlah
cukup banyak, ditambah dengan jenis-jenis ikan lainnya yang tertangkap tetapi tidak mempunyai nilai ekonomi. Dan untuk

limbah cair industri perikanan antara lain air proses (pencucian, sisa pemasakan dan
pengepresan ikan) yang mengandung banyak bahan organik terlarut, padatan tersuspensi dan
sumber

terlarut, nutrien, serta minyak ikan.(Setiyono,

2008). Salah satu kandungan dari minyak ikan adalah asam lemak,
maka upaya untuk mengatasi permasalahan pengelolaaan limbah perikanan di Muncar adalh memanfaatknya limbah
tersebut menjadi bahan baku bahan bakar alternatif. Dimana minyak ikan yang diperoleh dari pemurnian limbah tersebut
dapat digunakan untuk pembuatan biodiesel.

Biodiesel merupakan salah satu alternatif bahan bakar minyak yang dapat diperoleh dari
lemak tumbuhan maupun hewan. Proses transesterifikasi minyak atau lemak pada umumnya
menggunakan metanol yang akan menghasilkan metil atau etil ester yang biasa disebut dengan
biodiesel. Biodiesel bersifat dapat diperbaharui, biodegradable, tidak beracun, merupakan
karbon netral, dan ramah lingkungan. (Knothe, 2005).
Kandungan minyak

ikan dengan rantai karbon yang lebih panjang dibandingkan dengan minyak
tumbuhan pada umumnya, terutama asam palmitat, asam oleat, asam linoleat, dan asam
linolenat (Reyes, 2006). Biodiesel dengan angka setana yang lebih besar ini kemungkinan
dapat meningkatkan kinerja dari mesin diesel dan dapat mengurangi polusi udara (Cherng-Yuan
2006).
Tujuan Penulisan
Memberikan suatu gagasan dalam pemanfaatan limbah pada industri perikan sebagai bahan baku alternatif pembuatan
biodiesel.

Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang dapat diambil dari penulisan ini adalah sebagai berikut:
1.

Bagi Penulis
Memperluas wawasan dan pengetahuan penulis dalam bidang teknologi biofuel khususnya biodiesel, serta pengetahuan
tentang pemanfaatan limbah dengan baik.

2.

Bagi Institusi
Sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemanfaatan limbah sebagai bahan baku
energi alternatif.

3.

Bagi Masyarakat, Industri dan Dinas terkait


a. Memberikan informasi bahwa limbah perikanan masih mempunya nilai guna sebagai bahan baku pembuatan energi
alternatif.
d. Menjadi salah satu solusi penanganan limbah di daerah PPI Muncar Banyuwangi.

GAGASAN
Potensi Sumber Pencemaran atau Sumber Limbah
Dari hasil survei diketahui bahwa potensi sumber limbah industri pengolahan ikan pada daerah PPI Muncar Banyuwangi,
mulai ada sejak kegiatan pendaratan ikan, transportasi ikan, pencucian bahan baku, proses produksi, sampai sarana
pengolahan limbah yang kurang berfungsi dengan baik.

Gambar 1. Potensi sumber pencemaran/limbah


Berbagai dampak pencemaran limbah di Muncar terjadi diberbagai sektor, antara lain terhadap estetika lingkungan,
kondisi sosial, ekonomi masyarakat, kualitas air permukaan dan terhadap biota air disepanjang jalur pembuangan limbah.
Potensi timbulnya limbah di Muncar sangat besar, sementara sarana yang tersedia untuk pengelolaan limbah sangat minim
sekali, baik ditingkat industri maupun ditingkat kawasan. Sebagian besar industri pengolahan ikan di Muncar belum
memiliki unit pengolahan yang memenuhi persyaratan dan membuang limbah cair secara langsung tanpa unit pengolahan.
Dari hasil kajian diperoleh potensi jumlah limbah di Muncar mencapai 14.266m 3/hari. Dimana limbah tersebut dihasilkan
oleh industri pengalengan ikan, industri tepung ikan, Cold Storage Ikan, Minyak ikan, Pengolahan ikan lainnya serta
keperluan domestiik.(Setiyono, 2008). Jika Kondisi ini tidak segera diwaspadai dan permasalahan lingkungan tidak dikontrol
secara ketat, maka berbagai dampak negatif akibat kegiatan ini akan semakin besar.
Dibeberapa perusahaan telah berusaha membuat instalasi pengolahan limbah, namun instalasi-instalasi tersebut
kurang berfungsi dengan baik. Minimnya penanganan limbah didalam lingkungan perusahaan menyebabkan
masih banyaknya kandungan minyak dan kotoran (serpihan ikan dan sisik ikan) yang terikut dalam aliran limbah.
(Setiyono, 2008). Penanganan serta pengolahan limbah akan memisahkan minyak ikan dengan limbah dimana minyak ikan
tersebut dapat dimanfaatkan untuk bahan baku pembuatan energi alternatif biodiesel.

Karakteristik Minyak Ikan


Minyak atau lemak terdiri dari unit-unit yang disebut asam lemak. Asam lemak
diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh.
Perbedaan keduanya terletak pada ikatan kimianya. Asam lemak jenuh tidak memiliki ikatan
rangkap, sedangkan asam lemak tidak jenuh memiliki ikatan rangkap. Perbedaan ini membawa
perbedaan sifat fisik dan kimia diantaranya asam lemak jenuh dapat meningkatkan kadar
kolesterol dalam darah. Makin panjang rantai karbonnya makin besar kecenderungannya untuk
meningkatkan kadar kolesterol (Stansby, 1982).

Menurut Stansby (1982), minyak ikan memiliki kandungan yang berbeda dengan kandungan
minyak lain yaitu:
1. Jenis asam lemak yang lebih bervariasi
2. Jumlah asam-asam lemak yang lebih banyak yaitu :
a.Asam lemak C20 C23
b.Asam lemak tidak jenuh dengan lima hingga enam ikatan rangkap (polyunsaturated fatty acid)
Menurut Weiss (1983) , minyak ikan mempunyai beberapa sifat kimia dan sifat fisik. Sifat
kimia minyak ikan tersebut antara lain mudah beroksidasi dengan udara dan bersifat asam
karena adanya asam lemak bebas, mempunyai sifat aditif karena adanya ikatan-ikatan karbon
tak jenuh, dan mempunyai sifat dapat berpolimerisasi. Sedangkan sifat fisik minyak ikan adalah
mempunyai berat jenis yang lebih kecil dari berat jenis air, membiaskan cahaya dengan sudut
yang spesifik untuk tiap jenis minyak ikan, mempunyai derajat kekentalan yang spesifik, dan
bersifat tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut kimia seperti eter, benzena dan petroleum
eter. Minyak ikan tersebut berwarna kuning muda sampai kuning emas.
`Kandungan asam lemak tak jenuh PUFA(polyunsaturated fatty acid) yang tinggi pada
minyak ikan menyebabkan minyak ikan tersebut mudah mengalami kerusakan oksidatif dan
mudah menghasilkan bau yang tidak enak (Wanasundara dan Sahidi, 1995).
Berikut adalah komposisiasam lemak yang terdapat pada minyak ikan:
Tabel 1. Asam Lemak pada Minyak Ikan

Asam Lemak

Jumlah

Asam Lemak Tidak


Jenuh

Jumlah

Jenuh

(%)

As. Palmitat (C16:0)

13.3

As. Oleat (C18:1)

25.2

As. Stearat (C18:0)

2.9

As. Linoleat (C18:2)

2.3

As. Linolenat (C18:3)

0.4

As. Stearidonat (C18:4)

1.4

As. Gondorunat (C20:1)

9.2

As. Arachidonat (C20:4)

3.1

EPA (C20:5)

9.2

As. Erukat (C22:1)

6.6

DPA (C22:5)

3.4

(%)

DHA (C22:6)

7.3

Sumber : Edward (1967)

Proses Biodiesel
Limbah ikan yang di dapat dari pabrik pengolahan ikan di Banyuwangi terdapat dua jenis
limbah yaitu limbah padat dan limbah cair yang dapat dimanfaatkan sebagai biodiesel. Untuk
pengolahan limbah padat dapat diproses dengan cara mengekstrak sampai menghasilkan
minyak ikan. Selanjutnya akan diolah menjadi biodiesel. Ekstrak minyak merupakan salah satu
cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang mengandung minyak atau lemak.
Pada tahap pertama limbah ikan akan di cuci terlebih dahulu dan selanjutnya dibersihkan dan
dikukus dengan suhu 105oC selama 30 menit, kemudian dilakukan pengepresan. Hasil dari
pengepresan berupa cairan (minyak dan air) dan padatan. Selanjutnya minyak dan air
dipisahkan dengan corong pemisah. Pada lapisan bawah corong pemisah terdapat sisa hasil
pengepresan dan air. Pada lapisan atas corong pemisah terdapat minyak, minyak tersebut
dimurnikan dan menghasilkan minyak ikan. Sedangkan untuk pengolahan limbah cair dapat
diproses dengan cara penguapan untuk menghilangkan kadar air dan didapatkan minyak ikan.
Dimana minyak ikan tersebut akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel.
Minyak ikan yang diperoleh disaring untuk menghilangkan partikel-partikel yang
berukuran besar dan ataupun pengotor yang terdapat pada minyak ikan. Minyak terlebih dahulu
dipanaskan pada suhu 30-35oC kemudian disaring. Selanjutnya pada tahap esterifikasi minyak
yangtelah disaring dipanaskan pada suhu 45oC kemudian ditambahkan metanol dan katalis
H2SO40,5% berat minyak dengan volume metanol 30% volume minyak. Campuran direfluks
pada suhu 52oC selama 1 jam. Penetralan H2SO4 dengan pencucian menggunakan akuades
secara berulang-ulang sampai diperoleh pH netral. Sebelum dan sesudah esterifikasi dilakukan
pengecekan bilangan asam, sebanyak 1 mL minyak ikan dalam Erlenmeyer ditambahkan
indicator fenolftalein, kemudian campuran dititrasi dengan KOH 0,005 N sampai menghasilkan
warna merah jambu.
Selanjutnya pada proses transesterifikasi minyak dari hasil reaksi esterifikasi
dimasukkan dalam labu leher tiga, dan dipanaskan pada suhu 70 oC. Penambahan katalis
NaOH (padatan) 0,5%, 1%, 1,5% dan 2% dari berat total minyak dan metanol dilarutkan
terlebih dahulu menggunakan stirer. Larutan yang terbentuk (natrium metanolat) dicampur ke
dalam minyak yang telah dipanaskan. Reaksi berjalan konstan pada suhu 70oC selama 2 jam
dengan kondisi pengadukan yang stabil menggunakan stirrer. Saat reaksi berakhir, pisahkan
metil ester dari metanol, minyak yang tidak ikut bereaksi, kandungan air, padatan sabun yang
terbentuk, dan produk samping lainnya menggunakan corong pemisah sehingga diperoleh
biodiesel murni.

Gambar

2.

Diagram

Ekstraksi

Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Biodiesel


KESIMPULAN

Minyak

Ikan

Biodiesel merupakan salah satu alternatif bahan bakar minyak yang dapat diperoleh dari lemak nabati maupun hewani.
Biodiesel bersifat dapat diperbaharui, biodegradable, tidak beracun, dan ramah lingkungan. Limbah ikan yang berasal dari
industri pengolahan ikan pada daerah PPI Muncar Banyuwangi sangat banyak, oleh karena itu limbah ikan tersebut
dimanfaatkan sebagai biodiesel untuk mengurangi pencemaran lingkungan dan peningkatan limbah. Limbah ikan diolah
untuk menghasilkan minyak ikan yang berpotensi sebagai sumber bahan baku alternatif pembuatan biodiesel di Indonesia.

Gambar 3.1. Rangkaian Pengolah Limbah Pengolahan Hasil Perikanan

Anda mungkin juga menyukai