Anda di halaman 1dari 14

Tugas MK Teknoekonomi dan Perancangan Terpadu Agroindustri

Dosen: Prof. Dr. Ir. M. Syamsul Maarif, M.Eng

MAKALAH

INTEGRASI AGROINDUSTRI PERIKANAN


(STUDI KASUS DI PT. MAYAFOOD INDUSTRIES PEKALONGAN JAWA
TENGAH)

Oleh :

1. Elsa Windiastuti F351140121

2. Dian Novitasari F351140211

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia


dengan 2/3 dari luas keseluruhanya. Berdasarkan Deklarasi Juanda 1957, wilayah laut NKRI
adalah sekitar 3,1 juta kilometer persegi. Setelah diterimanya Konvensi Hukum Laut PBB
(UNCLOS) 1982, wilayah laut NKRI bertambah luas dari tambahan Zona Ekonomi Ekslusif
(ZEE) sebesar 2,7 juta kilometer persegi, menjadi total sekitar 5,8 juta kilometer persegi.
Indonesia mendapatkan hak-hak berdaulat atas kekayaan alam di ZEE sejauh 200 mil dari
garis pangkal lurus Nusantara atau sampai ke batas continental margin jika masih ada
kelanjutan alamiah pulau-pulau Indonesia di dasar samudera (Lakitan, 2012).
Dari pernyataan diatas adalah suatu fakta, bahwa Indonesia memiliki potensi kekayaan
akan hasil laut yang sangat melimpah berupa ikan dan hasil laut lainnya. Ikan laut hasil
tangkapan para nelayan tidak langsung habis dikonsumsi dalam bentuk segar, sehingga
diperlukan penanganan lebih lanjut agar hasil laut dapat bertahan dalam jangka waktu cukup
lama (Purnomo, 2005).
Prinsip pengolahan ikan pada dasarnya bertujuan melindungi ikan dari pembusukan
atau kerusakan. Pembusukan terjadi akibat perubahan yang disebabkan mikroorganisme dan
perubahan-perubahan lain yang sifatnya merugikan. Perubahan yang disebabkan oleh bakteri
pembusuk bagaimanapun juga harus dihentikan setidak-tidaknya dihambat agar tidak mudah
rusak. Selain untuk menghambat dan menghentikan aktivitas enzim maupun mikroorganisme,
pengolahan juga bertujuan untuk memperpanjang daya awet dan mendiversifikasikan produk
olahan hasil perikanan (Adawyah, 2007).
Pengalengan merupakan salah satu cara pengolahan hasil perikanan dengan
menerapkan suhu tinggi di dalam pengawetan dan pengolahannya, sehingga produk dari
pengalengan ini dapat menjangkau daerah pedalaman (Murniyati dan Sunarman, 2000).
Penerapan suhu tinggi dilakukan dengan sterilisasi yang bertujuan agar mikroorganisme
patogen maupun pembusuk dan sejenisnya tidak dapat menurunkan mutu dari produk yang
dihasilkan (Muchtadi, 1995).
Salah satu perusahaan di Indonesia yang bergerak dalam industri pengalengan ikan
yaitu PT. Maya Food Industries yang berada di Pekalongan. Pada awal berdirinya PT. Maya
Food Industries Tahun 1979, bahan baku ikan untuk kebutuhan produksi masih dapat
dipenuhi dari hasil tangkapan nelayan-nelayan di sekitar pulau Jawa, karena pada saat itu
orientasi pasarnya masih terbatas untuk konsumsi dalam negeri saja. Namun dua puluh tahun
terakhir ini dengan intensifnya pemanfaatan hasil-hasil perikanan sebagai salah satu sumber
pangan, terutama untuk kebutuhan protein hewani bagi manusia keadaan sumber daya
perikanan kita menjadi berubah. Perubahan tersebut terjadi ketika ekploitasi sumber daya
perikanan Indonesia dilakukan secara besar-besaran untuk memenuhi kebutuhan pasar
domestik maupun pasar manca negara, kelangkaan bahan baku untuk jenis-jenis tertentu
sudah mulai terjadi (Purnomo, 2005).
Salah satu arah kebijakan yang perlu ditempuh dalam pembangunan pertanian
domestic, yaitu agroindustri skala kecil di pedesaan dalam rangka meningkatkan nilai tambah
dan pendapatan petani. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, pengembangan agroindustri
pedesaan diarahkan untuk: (a) Mengembangkan kluster industri, yakni industri pengolahan
yang terintegrasi dengan sentra produksi bahan baku serta sarana penunjangnya, (b)
Mengembangkan industry pengolahan skala rumah tangga dan kecil yang didukung oleh
industry pengolahan skala menengah dan besar, dan (c) Mengembangkan industri pengolahan
yang punya daya saing tinggi untuk meningkatkan ekspor dan memenuhi kebutuhan dalam
negeri (Supriyati dan E. Suryani, 2006). Proses pengembangan dari agroindustri pada
akhirnya bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan mengoptimalkan sumberdaya yang
ada sebaik mungkin.
B. Tujuan

1. Mengetahui integrasi vertikal dan horizontal yang telah dilakukan oleh PT. Maya Food
Industries.
2. Mengkaji peluang integrasi vertikal dan horizontal yang belum dilakukan oleh PT. Maya
Food Industries.
BAB II PEMBAHASAN

A. Profil Perusahaan

PT. Maya Food Industries merupakan Penanaman Modal Asing (PMA) murni dan salah
satu perusahaan dibawah naungan Maya Group. Pada mulanya, PT. Maya Food Industries ini
bernama PT. Bali Maya Permai Pekalongan yang didirikan pada tanggal 26 Juni 1979. PT.
Bali Maya Permai Pekalongan ini merupakan cabang dari PT. Bali Maya Permai yang
terletak di Desa Tegal Badeng, Kecamatan Negara, Kabupaten Tabalin, Bali. PT. Bali Maya
Permai Pekalongan dimiliki oleh Soekardjo Wibowo, Soekardi Wibowo dan Baswan yang
ketiganya orang Indonesia serta Mr. Chang yang berasal dari Singapura. PT. Bali Maya
Permai Pekalongan merupakan perusahaan swasta nasional dan berbadan hukum perseroan
terbatas. Operasi percobaan Bali Maya Permai Pekalongan dimulai pada bulan September
1981 berdasarkan izin TK II No. 53547 yang ditetapkan tanggal 2 Mei 1981 oleh Walikota
Pekalongan. Perusahaan menghasilkan produk pertama dan mulai dipasarkan pada bulan
April 1982 dibawah pimpinan Bapak Ir. Hasdi Prawira (Kurniawati, 20014).
Menurut Kurniawati (2014), Pada tahun 1995, PT. Bali Maya Permai Pekalongan
hampir mengalami kebangkrutan karena krisis ekonomi. Dalam kondisi demikian,
perusahaan menjual seluruh saham perusahaan pada Mr. Chang. Perusahaan ini kemudian
tergabung dalam Perusahaan Maya Food Goverment yang berpusat di Singapura dan
merupakan Member of Maya Group. Setelah saham PT. Bali Maya Permai Pekalongan dijual,
namanya diubah menjadi PT. Maya Food Industries yang resmi berdiri pada tahun 1995
dengan Akte Pendirian No: 236 tanggal 16 November dihadapan Notaris Misahardi
Wilamarta S.H. berkedudukan di Jakarta dan Akte Cabng No: 36 tanggal 10 April 1996
dihadapan Notaris Issudariyah Andi Mualim S.H. berkedudukan di Pekalongan.
PT. Bali Maya Permai berganti nama menjadi PT. Maya Food Industries pada tanggal
1 Agustus 1997 dengan status PMA (Penanaman Modal Asing) dari perusahaan Maya Food
Goverment (MFG) yang berpusat di Singapura yang diketuai oleh M. Chang. Pada tanggal 3
Juni 2005, PT. Maya Food Industries diresmikan oleh Gubernur Jawa Tengah yaitu Bapak H.
Mardiyanto (Taufik, 2013).
PT. Maya Food Industries terletak di Kota Pekalongan, tepatnya berada di Jalan
Jlamprang, Kelurahan Krapyak Lor, Kecamatan Pekalongan Utara, Pekalongan 51149, Jawa
Tengah. Terletak sekiar lima kilometer di sebelah utara Kota Pekalongan. Perusahaan
tersebut didirikan di atas tanah seluas 23.000 m2 dengan luas bangunan sekitar 5.100 m2.
Selain itu, perusahaan ini berdekatan dengan panta Slamaran dan pemukiman penduduk.
Adapun secara geografi letak PT. Maya Food Industries pada bagian utara berhadapan
langsung dengan Pantai Utara Laut Jawa, bagian timur terdapat Sungai Banger, bagian
Selatan bersebelahan dengan Desa Klego, dan bagian Barat dibatasai oleh Sungai Pekalongan
yang mengalir menuju ke Pantai Utara. Selain perusahaan berada di dekat pusat kota,
perusahaan ini juga terletak dekat dengan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pekalongan
(Kurniawati, 2014).
Menurut Kurniawati (2014), terdapat keuntungan dari letak perusahaan tersebut,
diantaranya perusahaan yang terletak disekitar pemukiman warga memudahkan untuk
mencari tenaga kerja musiman dan borongan. Tenaga kerja ini dibutuhkan saat kegiatan
produksi sedang tinggi dan membutuhkan tenaga kerja yang banyak untuk mempercepat
proses produksi. Letak perusahaan yang dekat dengan pusat kota ini memudahkan dalam
mobilisasi baik kontainer yang memasok bahan baku maupun kontainer yang membawa
produk untuk dipasarkan. Selain itu, perusahaan yang dekat dengan Tempat Pelelangan Ikan
(TPI) di PPN Pekalongan mempermudah dalam penyediaan bahan baku ikan lokal sehingga
menekan biaya poduksi dai segi transportasi, serta ikan masih dalam keadaan segar.

B. Integrasi perusahaan

Menurut Glover (1990) mendefinisikan integrasi agroindustri sebagai jalan keluar yang
potensial dari persoalan-persoalan bagi perusahaan besar maupun petani, yakni
mempermudah ketersediaan bahan baku, memeperlancar pemasaran, dan mengoptimalkan
pemanfaatan hasil samping ataupun pengelolaan limbah. Agroindustri terintegrasi merupakan
kegiatan interoperable (sinergisasi) antar sub sistem produksi, sub sistem pengadaan, dan sub
sistem marketing sehingga diperoleh hasil dari interaksi antar sub sistem tersebut memiliki
nilai tambah yang lebih tinggi dibandingkan jika dilakukan secara terpisah.
Kebutuhan akan terintegrasinya agroindustri diakibatkan dari tuntutan akan kecepatan
respon persaingan produk-produk agroindustri di tingkat konsumen yang mengharapkan
kualitas, kuantitas, harga, dan pengiriman (waktu) sesuai dengan harapan konsumen. Sebagai
contoh, jika bagian pengadaan bahan baku tidak terpenuhi (aspek kuantitas dan kualitas)
maka sub sistem produksi tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik karena bisa jadi
bahan subtitusi tidak cocok dengan proses produksi (aspek teknologi) atau skenario lain
adalah perusahaan harus mengeluarkan biaya akibat terjadi idle capasity. Apapun skenario
yang dipilih oleh sub sistem produksi akibat kekurangan suply bahan baku akan berdampak
pada persaingan di sub sistem pemasaran semakin berat, karena basis persaingan tidak hanya
kualitas saja yang dijual tetapi harga, kecepatan dan fleksibilitas. Dengan demikian,
kemampuan agroindustri yang mengintegrasikan 3 sub sistem tersebut dengan baik akan
menjadikan perusahaan tersebut mampu mencapai bahkan melampaui harapan pelanggan.
Integrasi dalam agroindustri dilihat dari proses bisnisnya terdiri sub sistem
produksi/proses pengolahan bahan baku menjadi produk, sub sistem pengadaan bahan baku,
dan sub sitem marketing. Maupun, dapat juga dilihat dri sudut pandang antara agroindustri
(sebagai entity) bersinergis dengan yang lain (usaha lain yang mendukung).
1. Sub Sistem Pengadaan Bahan
a. Bahan Baku
Dalam penyediaan bahan baku industri ikan kaleng pada PT. Maya Food
Industries melakukan integrasi horizontal dalam vertikal. Menurut Kurniawati (2014),
bahan baku utama yang digunakan untuk produksi sarden kaleng adalah ikan lemuru
dengan nama lokal ikan cekong dan ikan jui (nama lain ikan tembang). Ikan sarden
yang digunakan tersebut berasal dari lokal dan impor. Penggunaan ikan sarden lokal
berbanding dengan ikan impor yaitu sebesar 10%:90%. Penyebab banyaknya
penggunaan ikan impor karena jumlahnya lebih banyak sehingga mampu memenuhi
kebutuhan perusahaan dalam jangka waktu panjang sedangkan ikan lokal sangat
terbatas jumlahnya sehingga stok ikan akan habis dalam satu hari produksi. Selain itu
ikn impor lebih bersih, berbentuk beku (frozen) sehingga dapat disimpan dalam
jangka waktu yang panjang dibandingkan ikan lokal, serta ikan impor memiliki
ukuran yang seragam sehingga memudahkan dalam proses pengolahan dengan
kualitas mutu yang terjamin. Bahan utama ikan lemuru impor ini berasal dari negara
India, Cina, dan Pakistan dengan jumlah yang paling banyak dari Cina. Perusahan
supplier dari Cina yaitu Ningbo Tianyu Aquatic Import and Export Co. Ltd dan
Xiamen Yuhong Import and Export Co. Ltd. Sedangkan ikan lokal berasal dari daerah
Pekalongan, Tegal, Muncar, dan Perigi.
Bahan baku impor dikirim melalui jalur laut, sehingga terdapat berbagai macam
kendala yang dihadapi diantaranya yaitu cuaca buruk dan ombak laut yang tinggi. Jika
terjadi hal tersebut, maka bahan baku ikan akan terlambat datang dan akibatnya
perusahaan akan menunda produksi dalam jangka waktu yang tidak ditentukan.
Bahan baku ikan impor didatangkan dengan menggunakan truk kontainer
berrefrigasi yang dikemas dalam bentuk blok-blok didalam karton dengan berat 10
kg/karton dengan size 20-25 ekor/kg. Bahan baku didistribusikan melalui pelabuhan
Tanjung Mas, Semarang, Jawa Tengah. Penggunaan kontainer berrefrigasi bertujuan
agar ikan tetap dalam keadaan beku sehingga menghambat mikroorganisme
berkembang. Dalam satu kontainer dapat menampung ikan sebanyak 30-40 ton.
Setiap kontainer yang datang dilakukan pendataan untuk mencatat jumlah ikan serta
asal ikan yang datang di hari itu oleh karyawan yang berwenang. Pengangkutan ikan
dengan kontainer yang berrefrigasi sudah memenuhi prinsip pengangkutan ikan beku
yaitu dengan mempertahankan suhu pusat ikan minimal -18oC.
Pada awal berdirinya PT. Maya Food Industries Tahun 1979, bahan baku ikan
untuk kebutuhan produksi masih dapat dipenuhi dari hasil tangkapan nelayan-nelayan
di sekitar pulau Jawa, karena pada saat itu orientasi pasarnya masih terbatas untuk
konsumsi dalam negeri saja. Namun dua puluh tahun terakhir ini dengan intensifnya
pemanfaatan hasil-hasil perikanan sebagai salah satu sumber pangan, terutama untuk
kebutuhan protein hewani bagi manusia keadaan sumber daya perikanan kita menjadi
berubah. Perubahan tersebut terjadi ketika ekploitasi sumber daya perikanan
Indonesia dilakukan secara besar-besaran untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik
maupun pasar manca negara, kelangkaan bahan baku untuk jenis-jenis tertentu sudah
mulai terjadi (Purnomo, 2005).
Untuk memenuhi kebutuhan pasar tersebut PT. Maya Food Industries
melakukan import bahan baku dari beberapa negara antara lain dari : Australia,
Belanda, Amerika Serikat, Irlandia, Inggris, Canada, Equador, Chili, China dan
Korea. Rata-rata tidak kurang dari 1,750 ton volume total per tahun yang di import
dari beberapa negara tersebut. Adapun jenis ikan yang di import antara lain: Jenis
Mackerel dan Sardine. Ikan herring merupakan jenis ikan yang paling banyak di
import kurang lebih 51 % dari total bahan baku yang diproduksi, dan selebinhnya
adalah jenis ikan lainnya. Jenis ikan tersebut diatas termasuk kategori ikan pelagis
kecil. Di dalam proses pengalengan yang dilakukan oleh PT. Maya Food Industries
tentu ada bahan sisa yang dihasilkan dari proses produksi. Bahan sisa yang
ditimbulkan dalam bentuk cair dan padat, dalam bentuk cair berupa air buangan dari
proses produksi, sedangkan dalam bentuk padat berupa kepala ikan, sirip, sisik dan isi
perut (Purnomo, 2005).
Integrasi yang mungkin dilakukan dalam pengadaan bahan baku (ikan) adalah
penyuluhan kepada masyarakat/nelayan terkait pentingnya mempertahankan dan
meningktakkan mutu ikan pasca panen. Selain itu nelayan juga perlu memperhaikan
suistainable jenis ikan yang di tangkap agar tetap tersedia di alam.
b. Bahan Tambahan
Bahan tambahan yang dipergunakan merupakan bahan pembantu atau medium
diperlukan dalam proses pengalengan ikan. Fungsi utama medium adalah sebagai
penghantar panas dalam tahap sterilisasi dan pemberi rasa serta bau yang enak pada
ikan, selain itu juga untuk mempertahankan kesegaran bahan dan untuk menghambat
kerusakan bahan oleh mikroorganisme. Medium yang digunakan oleh PT. Maya Food
Industries dalam memproduksi ikan sardines dan mackerel kaleng adalah saus tomat
dan minyak sayur. Salah satu bahan yang digunakan dalam pembuatan saus tomat
adalah pasta tomat. Dalam pengadaan pasta tomat pada PT. Maya Food Industries
melakukan integrasi horizontal dalam vertikal.
Pasta tomat merupakan bahan utama dari saus tomat. Pasta tomat berbentuk
bubur yang sangat kental dan memiliki tekstur halus. Pasta tomat memiliki warna
merah dan berfungsi sebagai pengawet karena dapat menurunkan pH. Pasta tomat
didatangkan dari luar negeri yaitu dari Tianjin Won-Star Internasional Trade co., Ltd
China karena harganya relatif lebih murah, presentase penyediannya lebih besar dan
kualitas terjamin. Pasta tomat ini dikemas dalam alumunium foil sebagai kemasan
primer dan drum sebagai kemasan sekunder. Pasta tomat disimpan tidak jauh dari
ruang produksi yaitu sekitar 50 meter dari ruang produksi, sehingga dapat dengan
mudah untuk dipindahkan.
Pasta tomat yang digunakan merupakan hasil impor dari China, sering kali
terlambat datang diakibatkan karena cuaca buruk dan ombak laut yang tinggi. Jika
terjadi hal tersebut, maka pasta tomat impor akan terlambat datang dan akibatnya
perusahaan akan menunda produksi dalam jangka waktu yang tidak ditentukan.
Integrasi yang mungkin dilakukan dalam pengadaan bahan tambahan (pasta
tomat) adalah dengan melakukan integrasi vertikal dengan membuat pabrik
pengolahan pasta tomat.
2. Sub Sistem Produksi/Proses Pengolahan Bahan Baku menjadi Produk
Pada sub sisem produksi/proses pengolahan bahan baku menjadi produk. Produk
yang diolah kemudian produk dikemas. Bahan pengemas yang digunakan untuk produksi
sardines dan mackerel di PT. Maya Food Industries terdiri dari dua macam yaitu
pengemas primer berupa kaleng dan pengemas sekunder yang berupa kardus. Dalam
upaya pemenuhan kemasan pada PT. Maya Food Industries melakukan integrasi
horizontal dalam vertikal.
a. Kemasan Primer (Kaleng)
PT. Maya Food Industries melakukan integrasi vertikal dengan bekerja sama dengan
beberapa peruahaan produsen kaleng untuk menyuplai kebutuhan produksi. Kaleng
yang digunakan berasal dari PT. United Canned Company (UCC) Jakarta, PT. Ancol
Terang Printing (ATP) Jakarta, PT. Cometa Jakarta dan PT. Sinar Jaya (SJ) Sidoarjo.
Selain itu perusahaan juga bekerja sama dengan perusahaan PT. Kian Joo Can Factory
Malaysia untuk membuat kaleng di area perusahaan PT. Maya Food Industries
(Kurniawati, 2014).
b. Kemasan Sekunder (Kardus)
Menurut Kurniawati (2014), Selain kaleng PT. Maya Food Industries juga
menggunakan karton sebagai kemasan sekunder. Karton berfungsi untuk
mempermdah proses penyimpanan, mempermudah sistem pengangkutan atau
pendistribusian bag produsen, serta melindungi makanan dari kontaminasi, pengaruh
sinar matahari, tahan terhadap tekanan dan benturan. Karton yang digunakan PT.
Maya Food Industries diperoleh dari PT. Puri Nusa Eka Persada, Semarang dengan
pengiriman 3200 karton/kontainer.
Dalam upaya penyediaan kemasan pada PT. Maya Food Industries dimungkinkan
untuk melakukan integrasi vertikal. Integrasi vertikal tersebut dapat dilakukan dengan
membuat pabrik untuk pembuatan kemasan primer (kaleng) dan kemasan sekunder
(kardus).
Selain produk dalam proses produksi juga menghasilkan limbah. Seperti kebanyakan
industri yang mengolah bahan baku menjadi bahan jadi, PT Maya Food Industries juga
menghasilkan bahan buangan yang dibuang ke lingkungan yang dapat menimbulkan
gangguan atau perubahan lingkungan. Limbah merupakan segala sesuatu bahan atau zat
sisa dari suatu kegiatan atau sisa hasil produksi yang dapat membahayakan keamanan
lingkungan serta keselamatan manusia di sekitarnya. Di PT. Maya Food Industries
terdapat limbah yang dihasilkan dari hasil produksi mackerel/sardines diantaranya yaitu
limbah padat, cair, gas, dan kebisingan.
a. Limbah Padat
Dalam menangani limbah padat PT. Maya Food Industries melakukan integrasi
vertikal. Limbah padat di PT. Maya Food Industries khususnya limbah padat dari hasil
proses pengolahan mackerel/sardines diantaranya yaitu kepala ikan, ekor, jeroan, dan
ikan yang tidak lolos saat proses pemotongan karena bentuknya yang sudah hancur
digunakan sebagai bahan pembuatan tepung ikan. Sedangkan karton, plastik dan
pallete yang sudah tidak dapat digunakan. Limbah tersebut biasanya dikumpulkan di
suatu tempat untuk kemudian di jual ke pengepul. Sementara untuk limbah padat yang
dikatagorikan limbah B3 disimpan pada ruangan khusus untuk kemudian dimusnahkan
atau dijual (horizontal dalam vertikal). Limbah B3 yang banyak terdapat diantaranya
yaitu neon bekas, besi-besi bekas, oli dan sebagainya.
b. Limbah Cair
Dalam melakukan penanganan limbah cair PT. Maya Food Industries melakukan
integrasi vertikal. Limbah cair yang dihasilkan berupa sisa-sisa air atau buangan dari
proses produksi dan sanitasi peralatan/ruangan pabrik. Perkembangan perusahaan yang
sangat signifikan terjadi pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Dahulu
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di PT. Maya Food Industries sangat kecil
serta tidak dapat menampung dan mengolah air limbah dengan maksimal, sehingga
kualitas limbah yang dibuang ke sungai masih berpotensi tinggi untuk mencemari
lingkungan atau belum aman, namun saat ini kondisi Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) di PT. Maya Food Industries sudah diperbaiki berdasarkan hasil kerjasama
(integrasi horisontal dalam vertikal) dengan PT. Astro Utama, Semarang. Instalasi
Pengolahan Air Limbah PT. Maya Food Industries kini dapat menampung limbah cair
sebanyak 2.363 m3. Dan dapat menekan tingkat pencemaran terhadap lingkungan
sekecil mungkin.
Limbah cair yang dihasilkan dialirkan melalui saluran-saluran pembuangan limbah
yang kemudian akan diteruskan ke bak penampungan sementara. Air limbah akan
ditampung dan diolah di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang sekarang sudah
direnovasi. Instalasi Pengolahan Air Limbah di PT. Maya Food Industries memiliki
kapasitas penampunga sebanyak 2363 m3 air limbah. Pada dasarnya proses lkan
treatmend adalah upaya pemanfaatan air limbah cair untuk mengairi pertanian. Hal ini
didasarkan pemikiran bahwa limbah cair banyak mengandung bahan organic mudah
terurai (biogradable). Dapat terurai oleh mikroorganisme tanah (baik secara anaerob
maupun aerob ). Hasil urai tersebut adalah unsur-unsur organik sederhana yang dapat
dimanfaatkan oleh tanaman seperti fosfat, nitrat dan sebagainya. Oleh karena itu
penggunaan limbah cair untuk kepentingan irigasi tanaman mempunyai beberapa
keuntungan antara lain :
1) Memberikan unsur pupuk pada tanaman
2) Memberikan struktur tanah (soul conditioning)
3) Dapat dimanfaatkan untuk lahan yang cukup luas.
c. Limbah Gas
Dalam penanganan limbah gas PT. Maya Food Industries melakukan integrasi vertikal.
Limbah gas di PT. Maya Food Industries diperkirakan limbah gas yang ada relatif
kecil. Limbah gas dari pabrik berasal dari bau ikan rucah, motor yang diesel dan asap
kendaraan yang keluar masuk pabrik. Upaya yang dilakukan perusahaan terhadap
limbah ini adalah dengan melengkapi konnstruksi dengan cerobong asap yang tinggi.
P.T Maya Food Industries telah memasang sebuah alat yang disebut des-integrator
alias tabir air untuk mengatasi bau busuk, buatan Taiwan. Asap disalurkan lewat alat
berukuran l, 5 x 0,60 meter untuk disemprot dengan air. Selain bebas bau, asap yang
keluar dari cerobong pabrik juga bersih dari sisa-sisa oli. Sehingga masalah gas buang
dalam pabrik merupakan masalah yang serius, untuk mengurangi limbah gas tersebut
dilakukan penghijauan dilokasi pabrik dengan tanaman angsana dan pepohon lainnya
(Laili, 2010).
d. Kebisingan
Dalam menangani kebisang PT. Maya Food Industries melakukan integrasi vertikal.
Kebisingan merupakan faktor fisik yang sangat menganggu, baik berupa gangguan
komunikasi maupun pada alat pendengar yang dapat menyebabkan ketulian tetap.
Sumber bising berasal dari mesin penggiling, mesin perebusan dan mesin pengeringan.
Sedang untuk mengatasi kebisingan, pabrik membuat tembok setinggi 12 meter untuk
meredam suara diesel. Dengan tembok itu intensitas kebisingan hanya bisa ditekan
maksimum 40 dB (decible, ukuran intensitas kebisingan), dan masih lebih tinggi dari
standar organisasi kesehatan sedunia (WHO) yaitu 30 dB. (Anonim, 2010 dalam Laili,
2010).
Dalam hal ini perusahaan sudah mengupayakan penanganannya dalam bentuk langkah
sebagai berikut:
1) Untuk lingkungan diluar kerja, dimana sumber bising suaranya diredam dengan
membuat bahan konstruksi tembok.
2) Sedangkan untuk didalam ruangan kerja bagi tenaga kerja atau karyawan
dilengkapi dengan alat prfoteksi diri berupa aer plug (sumbatan telinga)
3. Sub Sistem Marketing
PT. Maya Food Industries memasarkan dan mendistribusikan produknya baik di
dalam maupun di luar negeri, dalam pemasaran keluar negeri dilakukan integrasi vertikal
yaitu dengan melakukan pemasaran langsung secara langsung ataupun melakukan
integrasi horizontal dalam vertikal dengan bantuan perantara (distributor). Biasanya
perusahaan memasarkannya secara langsung keluar negeri (Malaysia dan Singapura), dan
ada juga yang dipasarkan melalui distributor tunggal yaitu PT. Indo Maya Mas yang
berlokasi di Jakarta untuk pemasaran lokal (integrasi vertikal). Semua produk yang
dipasarkan oleh PT. Maya Food Industries telah memiliki sertifikat halal dari Majelis
Ulama Industries (MUI). Sistem pengeluaran barang dari gudang penyimpanan yang
dilakukan oleh perusahaan sudah cukup baik yaitu menggunakan sistem FIFO (First In
First Out) yaitu barang yang disimpan terlebih dahulu akan dikeluarkan atau dipasarkan
terlebih dahulu sehingga tidak terjadi penumpukan produk yang sudah lama disimpan, dan
produk tersebut tidak akan kadaluarsa.
Kegiatan promosi merupakan salah satu usaha yang diperlukan oleh suatu
perusahaan dalam upaya mencapai tigkat penjualan yang diharapkan. Dengan melakukan
kegitan promosi maka produk akan dapat dikenal masyarakat atau calon konsumen.
Macam kegiatan promosi yang dilakukan oleh perusahaan tidak banyak, hanya melalui
advertising dan periklanan dan personal selling. Pemilihan media iklan melalui Yellow
Pages dan pembuatan kalender yang dibagikan kepada pedagang besar.
Sedangkan kegiatan personal selling jarang dilakukan oleh perusahaan. Kegiatan ini
dilakukan apabila target-target kontrak dari agen kurang mencukupi kapasitas produksi.
Perusahaan dengan ijin dari agen mencarikan calon konsumen atau pembeli dengan
mendatangi langsung pegadang besar (suppiler) bila sudah mendapatkan transaksi
pembelian diserahkan kepada agen karena agen yang berhak terhadap transaksi pembelian.
Kegiatan promosi ini mengeluarkan biaya yang sudah diperhitungkan oleh perusahaan.
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Integrasi yang sudah dilakukan PT. Maya Food Industries adalah:


a. Integrasi vertikal, dilakukan dalam pengolahan limbah dan pemasaran secara langsung
b. Integrasi horizontal dalam vertikal, dilakukan dalam penyedian bahan baku, bahan
tambahan, dan bahan kemasan serta dalam pengolahan limbah dan pemasaran.
2. Integrasi yang belum dilakuan PT. Maya Food Industries dan memungkinkan untuk
dilakukan adalah integrasi vertikal dalam penyediaan bahan tambahan (pasta tomat) dan
bahan kemasan.

B. Saran

Mengoptimalkan potensi Sumber Daya Alam dan SumberDaya Manusia yang tersedia
di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta: Bumi Aksara.


Kurniawati, K. 2014. Teknik Pengolahan Ikan Sarden (Sardinella sp.) dalam Produk Kaleng
di PT. Maya Food Industrie Pekalongan, Jawa Tengah. Laporan Praktek Kerja Lapang.
Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga. Surabaya.
Laili, R.R. 2010. Proses Pembuatan Tepung Ikan di PT. Maya Food Industries Pekalongan
Jawa Tengah. Laporan Magang. Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret.
Surakarta.
Lakitan, B. 2012. Pengolahan Sumber Daya Kelautan Berbasis Iptek Untuk Kemakmuran
Bangsa. Makalah ini disampaikan dalam Seminar Nasional Kelautan VIII, Universitas
Hang Tuah, Surabaya. 24 Mei 2012.
Muchtadi, D. 1995. Teknologi dan Mutu Makanan Kaleng. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Purnomo, Eddy. 2005. Pemanfaatan Bahan Sisa dalam Upaya Pemanfaatan Limbah Padat
(Studi Kasus di PT Maya Food Industries Pekalongan). Tesis. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Taufik, M.R. 2013. Aspek Keteknikan Pertanian dalam Proses Pengalengan Ikan di PT. Maya
Food Industries Pekalongan. Laporan Praktek Kerja Lapang. Fakultas Pertanian,
Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.

Anda mungkin juga menyukai