Anda di halaman 1dari 14

ARTIKEL

SERTIFIKASI PADA PRODUK PERIKANAN : TUNA STEAK BEKU

Dasar-Dasar Teknologi Hasil Perikanan

DISUSUN OLEH :

Zahra Wuri Handarbeni

NIM 26020119130109

DEPARTEMEN AKUAKULTUR

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

2020
SERTIFIKASI PADA PRODUK PERIKANAN : TUNA STEAK BEKU

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah satu-satunya standar yang berlaku secara
nasional di Indonesia. SNI dirumuskan oleh Panitia Teknis dan ditetapkan oleh Badan 
Standardisasi Nasional (BSN). Perumusan SNI berlandaskan hukum pada PP 102 Tahun
2000 tentang Standardisasi Nasional. Penetapan pemberlakuan SNI  dilakukan untuk
kesehatan, keamanan, keselamatan manusia, hewan dan tumbuhan, pelestarian fungsi
lingkungan hidup, persaingan usaha yang sehat, peningkatan daya saing, dan/atau
peningkatan efisiensi serta kinerja industri. Serta menghadapi Asean Economic Community
(AEC)  atau Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang akan berlaku pada Desember 2015,
SNI sangat dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing produk dalam negeri. Penerapan SNI
pada dasarnya bersifat sukarela. Namun untuk keperluan melindungi kepentingan umum,
keamanan negara, perkembangan ekonomi nasional, dan pelestarian fungsi lingkungan hidup,
pemerintah dapat saja memberlakukan SNI tertentu secara wajib. Pemberlakuan SNI wajib
dilakukan melalui penerbitan regulasi teknis oleh instansi pemerintah yang memiliki
kewenangan untuk meregulasi kegiatan dan peredaran produk (regulator). Dalam hal ini,
kegiatan dan produk yang tidak memenuhi ketentuan SNI menjadi terlarang. Dampak yang
terjadi apabila pemberlakuan SNI wajib tidak dilakukan, yaitu menghambat persaingan yang
sehat, menghambat inovasi, dan menghambat perkembangan UKM.

Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP) merupakan standarisasi mutu kegiatan


pengolahan ikan agar produk perikanan yang dihasilkan  memenuhi kriteria aman dan layak
konsumsi. SKP juga dapat membantu para pengusaha atau pengolah ikan untuk mengurus
sertifikasi lain yang dibutuhkan guna melengkapi produk perikanan yang dihasilkan agar
dapat bersaing di pasaran. Manfaat SKP, antara lain memberikan jaminan mutu dan
keamanan pada produk perikanan yang diproduksi, diimpor, dan diedarkan di wilayah RI,
memenuhi standar produk hasil perikanan yang dipersyaratkan (SNI untuk produk yang
diperdagangkan di pasar dalam negeri atau standar negara buyer untuk produk yang
diekspor), memenuhi persyaratan sanitasi dan higiene dalam penanganan dan pengolahan
hasil perikanan, meningkatkan kepercayaan konsumen karena memberikan rasa aman
terhadap konsumen Dalam Negeri dan Luar Negeri, memperluas pasar sehingga omzet
meningkat, memudahkan UKM mendapatkan pembinaan dan fasilitasi dari Pemerintah
(KKP, BSN BPOM)

Good Manufacturing Practices (GMP) merupakan suatu pedoman cara memproduksi


makanan dengan tujuan agar produsen memenuhi persyaratanpersyaratan yang telah
ditentukan untuk menghasilkan produk makanan bermutu sesuai dengan tuntutan konsumen
(Thaheer, 2005). GMP wajib diterapkan oleh industri yang menghasilkan produk pangan
sebagai upaya preventif agar pangan yang siap dikonsumsi tersebut bersifat aman, layak, dan
berkualitas. Penerapan GMP dapat mengacu berbagai referensi, namun sejauh ini penerapan
GMP menggunakan peraturan yang diterbitkan oleh BPOM (Badan Pengawasan Obat dan
Makanan) sesuai dengan jenis produk yang di hasilkan. Standar GMP untuk industri makanan
di sebut dengan CPMB (Cara Pembuatan Makanan yang Baik).

Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) merupakan suatu prosedur standar


yang dapat mencakup seluruh area dalam memproduksi suatu produk pangan mulai dari
kebijakan perusahaan, tahapan kegiatan sanitasi, petugas yang bertanggung jawab melakukan
sanitasi, cara pemantauan, hingga pendokumentasiannya (Thaheer, 2005). SSOP merupakan
alat bantu dalam penerapan GMP, yang berisi tentang perencanaan tertulis untuk
menjalankan GMP, syarat agar penerapan GMP dapat dimonitor dan adanya tindakan koreksi
jika terdapat komplain, verifikasi dan dokumentasi (FDA, 1995). SSOP menurut FDA (1995)
terdiri atas delapan aspek kunci yaitu, (1) keamanan air proses produksi, (2) kondisi
kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan, (3) pencegahan kontaminasi silang
dari objek yang tidak saniter, (4) kebersihan pekerja, (5) pencegahan atau perlindungan dari
adulterasi, (6) pelabelan dan penyimpanan yang tepat, (7) pengendalian kesehatan karyawan,
(8) pemberantasan hama.

Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) adalah suatu sistem kontrol dalam
upaya pencegahan terjadinya masalah yang didasarkan atas identifikasi titik-titik kritis di
dalam tahap penanganan dan proses produksi. HACCP merupakan salah satu bentuk
manajemen resiko yang dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan dengan
pendekatan pencegahan (preventive) yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam
menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen. Tujuan dari penerapan HACCP dalam
suatu industri pangan adalah untuk mencegah terjadinya bahaya sehingga dapat dipakai
sebagai jaminan mutu pangan guna memenuhi tututan konsumen. HACCP bersifat sebagai
sistem pengendalian mutu sejak bahan baku dipersiapkan sampai produk akhir diproduksi
masal dan didistribusikan. Oleh karena itu dengan diterapkannya sistem HACCP akan
mencegah resiko komplain karena adanya bahaya pada suatu produk pangan. Selain itu,
HACCP juga dapat berfungsi sebagai promosi perdagangan di era pasar global yang memiliki
daya saing kompetitif. Disamping karena meningkatnya kesadaran masyarakat baik produsen
dan konsumen dalam negeri akan keamanan pangan, penerapan HACCP di industri pangan
banyak dipicu oleh permintaan konsumen terutama dari negara pengimpor.

1.2. Tujuan

Paparan ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai:


 Mengenai SNI pada produk Tuna Steak Beku
 Persyaratan Lainnya pada Produksi Produk Tuna Steak Beku
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. SNI Pada Produk Tuna Steak Beku

Ikan tuna merupakan salah satu sumber utama devisa perikanan Indonesia. Tuna
sebagai komoditas ekspor menduduki peringkat kedua terbesar setelah udang. (Trilaksani et
al. 2010.) Permintaan ekspor tuna dari tahun ke tahun kian meningkat. Salah satu jenis
produk ikan tuna adalah tuna steak beku. Menurut KKP ( 2010), tuna steak beku berdasarkan
SNI 01-4485.1-2006 meliputi 3 tahap bagian, yaitu: spesifikasi, persyaratan bahan baku, serta
penanganan dan pengolahan.
a. Spesifikasi (SNI 01-4485.1-2006)
Tuna steak beku: produk olahan perikanan dengan bahan baku tuna segar atau
beku yang mengalami perlakuan sebagai beikut: penerimaan bahan baku, pencucian,
penyiangan, pembuatan loin, pengkulitan dan perapihan, sortir mutu, 23
pembungkusan (wrapping), pembekuan, pembentukan steak, penggelasan atau tanpa
penggelasan, penimbangan, pengepakan, pengemasan dan penyimpanan.

Tabel: Syarat mutu dan kemanan pangan untuk tuna steak beku

Jenis uji Satuan Persyaratan

1) Sensori Angka (1-9) Minimal 7

2) Cemaran
mikroba* Koloni/g Maksimal 5,0 x 105
1 ALT APM/g <3
2 Escherichia coli per 25g Negatif
3 Salmonella per 25g Negatif
4 Vibrio choleraea

3) Cemaran kimia
1 raksa (Hg)* mg/kg Maksimal 1
2 Timbal (Pb)* mg/kg Maksimal 0,4
3 Histamin mg/kg Maksimal 100
4 Kadmium (Cd)* mg/kg Maksimal 0,1

4) Fisika
1 Suhu pusat C Maksimal -18

5) Parasit Ekor 0

Sumber : BSN, 2006.

b. Persyaratan bahan baku (SNI 01-4485.2-2006)

Ruang lingkup berguna menetapkan jenis bahan baku, bentuk bahan baku, asal
bahan baku, mutu bahan baku dan penyimpanan bahan baku bagi tuna steak beku.
(1) Bahan baku tuna steak beku: ikan tuna segar atau beku
(2) Bahan baku yang digunakan adalah ikan tuna madidihang (yellowfin tuna/thunnus
albacores), tuna mata besar ( bigeye tuna/thunnus obesus), tuna sirip biru (bluefin
tuna/thunnus thynnus dan thunnus maccoyi ), tuna albakora (albacore/thunnus
alalunga).
(3) Bentuk bahan baku: bahan baku berupa ikan tuna segar atau beku yang sudah atau
belum disiangi.
(4) Asal bahan baku: bahan baku berasal dari perairan yang tidak tercemar.
(5) Mutu bahan baku
- Bahan baku harus bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukan,
bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari 24 sifat-sifat alamiah lain
yang dapat menurunkan mutu serta tidak membahayakan kesehatan.
- Secara organoleptik bahan baku harus mempunyai karakteristik kesegaran sebagai
berikut: kenampakan: mata cerah, cemerlang; bau: segar; tekstur: elastis, padat dan
kompak.
(6) Penyimpanan bahan baku
Bahan baku yang terpaksa harus menunggu proses lebih lanjut, maka bahan baku
yang beku harus disimpan dalam ruang penyimpan (cold storage) dengan suhu
maksimal -25 C, saniter dan higienis. Untuk bahan baku yang segar harus disimpan
dalam wadah yang baik dan tetap dipertahankan suhunya dengan menggunakan es
curai sehingga suhu pusat bahan baku mencapai suhu maksimal 4,4 C, saniter dan
higienis.

c. Penanganan dan pengolahan (SNI 01-4485.3-2006)

Teknik penanganan dan pengolahan terdiri dari:


(1) Penerimaan
- Potensi bahaya: kontaminasi bakteri pathogen, mutu bahan baku kurang baik/segar,
ukuran dan jenis tidak sesuai.
- Tujuan: mendapatkan bahan baku yang bebas bakteri pathogen dan memenuhi
persyaratan mutu, ukuran dan jenis.
- Petunjuk: bahan baku yang diterima diunit pengolahan diuji secara oragnoleptik,
untuk mengetahui mutunya, bahan baku kemudian ditangani secara hati-hati, cepat,
cermat dan saniter dengan suhu pusat produk maksimal 4,4 C.

(2) Penyiangan atau tanpa penyiangan


- Potensi bahaya: kemunduran mutu dan kontaminasi bakteri pathogen.
- Tujuan: mendapatkan ikan yang bersih, tanpa kepala dan isi perut serta mereduksi
kontaminasi bakteri pathogen.
- Petunjuk: apabila ikan yang diterima masih dalam keadaan utuh, ikan disiangin
dengan cara membuang kepala dan isi perut. Penyiangan harus dilakukan secara
cepat, cermat, dan saniter sehingga tidak menyebabkan pencemaran pada tahap
berikutnya dengan suhu pusat produk maksimal 4,4 C. 25

(3) Pencucian
- Potensi bahaya: kontaminasi bakteri pathogen dan kemunduran mutu.
- Tujuan: menghilangkan sisa kotoran dan darah yang menempel di tubuh ikan dan
bebas dari kontaminasi bakteri pathogen.
- Petunjuk: ikan dicuci dengan hati-hati menggunakan air bersih dingin yang mengalir
secara cepat, cermat dan saniter untuk mempertahankan suhu pusat produk maksimal
4,4 C.

(4) Pembuatan loin


- Potensi bahaya: kontaminasi bakteri pathogen.
- Tujuan: mendapatkan bentuk loin sesuai dengan ukuran yang ditentukan dan bebas
dari kontaminasi bakteri pathogen.
- Petunjuk: pembuatan loin dilakukan dengan cara membelah ikan menjadi empat
bagian secara membujur. Proses pembuatan loin harus dilakukan secara cepat, cermat
dan saniter dan tetap mempertahankan suhu pusat produk 4,4 C.

(5) Pengulitan dan perapihan


- Potensi bahaya: kontaminasi bakteri pathogen, terdapat tulang, daging hitam, darah
dan kulit.
- Tujuan: mendapatkan loin yang rapi dan bebas dari tulang, daging merah dan kulit
serta terhindar dari kontaminasi bakteri pathogen.
- Petunjuk: tulang, daging merah dan kulit yang ada pada loin dibuang hingga bersih.
Pengulitan dan perapihan harus dilakukan secara cepat, cermat dan saniter dan tetap
mempertahankan suhu produk 4,4 C.

(6) Sortasi mutu


- Potensi bahaya: kemunduran mutu, kontaminasi bakteri pathogen, terdapat daging
merah, tulang, duri dan kulit.
- Tujuan: mendapatkan loin dengan mutu yang baik dan serta bebas dari kontaminasi
bakteri pathogen.
- Petunjuk: sortasi mutu dilakukan dengan memeriksa loin apakah masih terdapat
tulang, duri, daging merah dan kulit secara manual. sortasi dilakukan secara hati-hati,
cepat, cermat dan saniter dengan suhu pusat produk maksimal 4,4 C. 26

(7) Pembentukan steak


- Potensi bahaya: bentuk serta ukuran steak yang tidak sesuai, kemunduran mutu dan
kontaminasi bakteri pathogen.
- Tujuan: mendapatkan steak tuna dengan ukuran yang telah ditentukan dan bebas dari
kontaminasi bakteri pathogen.
- Petunjuk: loin yang sudah rapi dipotong menjadi bentuk steak dengan bentuk dan
ukuran yang sesuai. Pembentukan steak harus dilakukan secara cepat, cermat dan
saniter dan tetap mempertahankan suhu pusat produk maksimal 4,4 C.

(8) Pembungkusan (wrapping)


- Potensi bahaya: pembungkusan kurang sempurna/kurang vakum dan kontaminasi
bakteri.
- Tujuan: mendapatkan steak dalam kemasan yang vacum dan terhindar dari
kontaminasi bakteri.
- Petunjuk: steak yang sudah rapih selanjutnya dikemas dalam plastik secara
individual dan dikemas secara vacum. Proses pembungkusan harus dilakukan secara
cepat, cermat, dan saniter dan tetap mempertahankan suhu pusat produk maksimal 4,4
C.

(9) Pembekuan
- Potensi bahaya: pembekuan yang tidak sempurna (partial freezing) dan kehilangan
cairan (driploss).
- Tujuan: membekukan produk hingga mencapai suhu pusat -18 C secara cepat dan
tidak mengakibatkan pengeringan terhadap produk.

(10) Pengulitan dan perapihan -


- Potensi bahaya: kontaminasi bakteri pathogen, terdapat tulang, daging daging merah
dan kulit.
- Tujuan: mendapatkan steak yang rapi dan bebas dari tulang, daging merah dan kulit
serta terhindar dari kontaminasi bakteri pathogen.
- Petunjuk: tulang, daging merah dan kulit yang ada pada loin dibuang hingga bersih.
Pengkulitan dan perapihan harus dilakukan secara cepat, cermat dam saniter serta
tetap mempertahankan suhu pusat produk -18 C. 27

(11) Pembentukan steak


- Potensi bahaya: bentuk serta ukuran steak yang tidak sesuai, kemunduran mutu dan
kontaminasi bakteri pathogen.
- Tujuan: mendapatkan steak dengan ukuran yang telah ditentukan dan bebas dari
kontaminasi bakteri pathogen.
- Petunjuk: loin yang sudah rapi dipotong menjadi steak dengan bentuk dan ukuran
yang sesuai. Pembentukan steak harus dilakukan secara cepat, cermat dan saniter
dengan mempertahankan suhu pusat produk maksimal - 18 C.

(12) Penggelasan atau tanpa penggelasan


- Potensi bahaya: kontaminasi bakteri pathogen atau kemunduran mutu.
- Tujuan: melapisi ikan dengan air es agar tidak mudah terjadi pengeringan pada saat
penyimpanan.
- Petunjuk: steak yang telah dibekukan kemudian disemprot dengan air dingin. Proses
penggelasan harus dilakukan secara cepat, cermat dan saniter untuk mempertahankan
suhu pusat ikan maksimal -18 C.

(13) Penimbangan
- Potensi bahaya: kemunduran mutu, kekurangan berat dan kontaminasi bakteri
pathogen.
- Tujuan: mendapatkan berat loin steak yang sesuai dengan ukuran yang telah
ditentukan dan bebas dari kontaminasi bakteri pathogen.
- Petunjuk: steak ditimbang sesuai berat yang telah ditentukan, dengan menggunakan
timbangan yang sudah dikalibrasi. Penimbangan harus dilakukan dengan cepat,
cermat dan saniter serta tetap mempertahankan suhu pusat produk maksimal -18 C.

(14) Pengepakan
- Potensi bahaya: kontaminasi bakteri dan kesalahan label.
- Tujuan: melindungi produk dari kontaminasi dan kerusakan selama transportasi dan
penyimpanan serta sesuai dengan label.
- Petunjuk steak yang telah ditimbang kemudian dikemas dengan plastik dan
dimasukkan dalam master karton secara cepat, cermat, dan saniter. 28

(15) Pengemasan
- Bahan kemasan untuk tuna steak beku harus bersih, tidak mencemari produk yang
dikemas, terbuat dari bahan yang baik dan memenuhi persyaratan bagi produk ikan
beku.
- Teknik pengemasan: produk akhir harus dikemas dengan cepat, cermat secara
saniter dan higienis, pengemasan harus dilakukan dalam kondisi yang dapat
mencegah terjadinya kontaminasi dari luar terhadap produk. Untuk produk yang
menggunakan transportasi udara, teknik pengemasan sesuai SNI 01-4872.1-2006.

(16) Syarat penandaan


Dalam sistem pelabelan dan pemberian kode dilakukan dengan sebaik mungkin.
Setiap kemasan produk tuna steak beku yang akan diperdagangkan diberi tanda
dengan benar dan mudah dibaca, menggunakan bahasa yang dipersyaratkan disertai
keterangan sekurang-kurangnya sebagai berikut: jenis produk, berat bersih produk,
nama dan alamat unit pengolahan secara lengkap, bila ada bahan tambah lain diberi
keterangan bahan tersebut, tanggal, bulan, tahun produksi, tahun kadaluwarsa.
(17) Penyimpanan
Penyimpanan tuna steak beku harus dalam gudang beku (cold storage) dengan suhu
maksimum -25 C dengan fluktuasi suhu kurang lebih 2 C. Penataan produk dalam
gudang beku diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan sirkulasi udara dapat
merata dan memudahkan pembongkaran.

2.2. Persyaratan Lainnya pada Produksi Produk Tuna Steak Beku

Peralatan untuk penanganan tuna steak beku haruslah diperhatikan kebersihannya,


sehingga bahan baku yang ditangani oleh alat-alat tersebut tidak rusak dan tetap memiliki mutu dan
kualitas yang baik. Peralatan tuna steak beku seperti meja proses, pisau, bak-bak penampungan ikan
dan timbangan harus dibersihkan dan didisinfektan secara rutin sebelum dan sesudah digunakan
untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang pada produk, dengan menerapkan SSOP pada
peralatan penanganan tuna steak beku, sehingga kemungkinan terjadinya kontaminasi silang sangat
kecil.

Tahapan proses penanganan tuna steak beku perlu menerapkan standar GMP atau cara
berproduksi yang baik, dan standar ini sudah ditetapkan pada sertifikat HACCP produk tuna yang
diatur oleh Kementrian Perikanan dan Kelautan Indonesia. Alur proses tuna steak beku yang
dilakukan meliputi penerimaan, penyimpanan sementara, pemotongan kepala, pencucian, proses
pembuatan loin, pengulitan, pengirisan, perapihan, suntik CO, pendinginan, pembuatan steak,
pengukuran, penimbangan, pencucian akhir, pengemasan, pembekuan, penimbangan akhir,
pemeriksaan akhir dengan mesin pendeteksi logam, pengepakan, pemberian label, dan
penyimpanan.

Kondisi tempat pembongkaran harus bersih dan kebersihan karyawan perlu dijaga sehingga
mendukung pelaksanaan penerimaan bahan baku sesuai dengan (GMP). Bahan baku diterima dalam
bentuk utuh tanpa insang dan isi perut. Tuna segar yang akan diproses diperiksa oleh karyawan
bagian penerimaan bahan baku dengan uji organoleptik, dimana parameter yang diamati yaitu
kesegaran, termasuk penampakan, warna, bau ikan, tekstur dan secara keseluruhan yaitu bentuk
fisik ikan. Karyawan mencatat berat, suhu ikan dan parameter organoleptik ikan tuna pada lembar
penerimaan bahan baku

Bahaya dalam proses pembuatan loin yang mungkin terjadi yaitu kontaminasi silang antara
peralatan dengan bahan baku yang ditangani serta meningkatnya suhu ikan apabila tidak cepat
dalam proses pembuatannya. Bahaya tersebut masih dapat dikendalikan oleh GMP dan SSOP
perusahaan dengan mengontrol suhu ruangan, menjaga sanitasi peralatan, menjaga sanitasi pekerja
seperti mencuci tangan sebelum masuk ke ruang proses produksi serta dilakukan pengawasan
terhadap kebersihan pekerja oleh pengawas per divisi.

Selanjutnya proses skinning. Bahaya yang mungkin terjadi yaitu kontaminasi silang antara
peralatan dengan bahan baku yang ditangani serta meningkatnya suhu ikan apabila tidak cepat
dalam proses perapihan dan pengirisan. Suntik CO (Karbon Monoksida). Bahaya yang mungkin
terjadi pada proses ini yaitu bahaya keracunan gas CO oleh pekerja, pada produk terjadi kontaminasi
silang dengan alat suntik CO, namun bahaya tersebut masih dapat dikendalikan oleh GMP dan SSOP
perusahaan dengan dilakukan pengawasan terhadap pekerja oleh pengawas per divisi, dan untuk
semua alat suntik CO terlebih dahulu diperiksa harus dalam kondisi baik dan bersih sebelum dan
sesudah digunakan.

Proses selanjutnya adalah pendinginan (chilling). Bahaya yang dapat timbul pada proses ini
yaitu kenaikan suhu ruangan yang signifikan bila tidak dipantau dan kontaminasi bakteri dari luar
dan dalam ruangan chilling. Bahaya ini dapat dikendalikan oleh GMP dan SSOP perusahaan dengan
memantau suhu ruangan chilling secara berkala yaitu memastikan suhu tetap diantara -2 ⁰C sampai
dengan 4⁰C setiap hari dan menjaga kebersihan ruangan dari bahaya kontaminan.

Selanjutnya proses pembuatan steak. Bahaya yang terjadi dapat dikendalikan oleh GMP dan
SSOP perusahaan dengan mengontrol suhu ruangan, menjaga sanitasi peralatan, menjaga sanitasi
pekerja seperti mencuci tangan sebelum masuk ke ruang proses produksi serta dilakukan
pengawasan terhadap kebersihan pekerja oleh pengawas per divisi dan QC.

Pengukuran dan Penimbangan

Pencucian akhir bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran maupun bakteri yang tertinggal
saat proses penanganan tuna steak berlangsung. Pencucian produk menggunakan air dingin yang
bersih, dan saat pencucian suhu ikan dipertahankan dibawah 4 0C, sehingga pencucian harus
dilakukan secara cepat dan higienis. Bahaya yang mungkin timbul adalah bahaya biologis yaitu
kontaminasi dari sumber air yang digunakan dan kenaikan suhu produk saat pencucian. Peluang
terjadinya bahaya dengan tingkat keseriusan tidak mungkin terjadi karena bahaya dapat
dikendalikan oleh GMP dan SSOP perusahaan yaitu dengan menggunakan air bersih yang sudah
diozonisasi, yaitu treatment ozon untuk menghilangkan bakteri kontaminan pada sumber air, dan
untuk pencucian produk dilakukan dengan cepat dan higienis untuk mencegah kenaikan suhu
produk.

Bahaya dapat diatasi oleh GMP perusahaan yaitu setiap pengemasan secara vacuum harus diperiksa
kembali untuk memastikan kerusakan plastik yang digunakan dan untuk mempertahankan suhu
produk maka proses pengemasan harus dilakukan dengan cepat dan higienis.

Bahaya yang mungkin terjadi yaitu kenaikan suhu produk, namun dapat diatasi oleh GMP
perusahaan dengan pengecekan suhu secara berkala.

Bahaya yang mungkin terjadi yaitu ketidakakuratan mesin metal detector saat pengecekan
dilakukan, namun bahaya ini dapat diatasi oleh GMP perusahaan dengan pemeriksaan sensivitas
mesin pendeteksi logam oleh QC pengawas yang diperiksa secara berkala.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Adanya keputusan bersama UNCLOS dapat membantu hukum perikanan Indonesia


menjadi lebih jelas meskipun melalui banyak pembaharuan terkait masalah-masalah yang
muncul di wilayah laut Indonesia. Salah satu contoh faktor penyebab penangkapan ikan ilegal
yang terjadi di perairan Indonesia adalah kurangnya ketegasan petugas yang mengawasi laut
Indonesia, terutama perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Oleh sebab itu, semua
tanggung jawab kembali kepada setiap tangan seluruh penduduk Indonesia, agar dapat
mengembangkan dan memperketat hak kekuasaan wilayah perairannya. Semua upaya perlu
direalisasikan demi ketahanan dan kemajuan Indonesia di mata dunia.
DAFTAR PUSTAKA

 https://ngsuyasa.wordpress.com/2014/01/07/pengenalan-manfaat-dan-penerapan-sni/
 http://mokhamin3.blogspot.com/2015/06/pengertian-haccp-gmp-gtp.html
 file:///C:/Users/ES1-131/Downloads/Penerapan_SOP_SSOP_GMP_dan_HACCP_Studi.pdf
 https://www.researchgate.net/publication/274315011_AUTENTIKASI_TUNA_STEAK_KOMER
SIAL_DENGAN_METODE_PCRSEQUENCING_Authentication_Of_Commercial_Tuna_Steak_Wi
th_PCR-Sequencing_Based_Methods
 https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/48071/1/C11bwi.pdf
 http://media.unpad.ac.id/thesis/230110/2009/230110090055_4_2480.pdf
 http://pertanian.magelangkota.go.id/informasi/artikel-pertanian/159-sertifikasi-kelayakan-
pengolahan-ikan-oleh-kurnia-hardjanto-s-pi-m-eng

Anda mungkin juga menyukai