Anda di halaman 1dari 90

MANAJEMEN PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM (Pangasius hypophthalmus)

SISTEM INTENSIF DI UNIT PEMBENIHAN CABANG DINAS KELAUTAN


DAN PERIKANAN WILAYAH UTARA (CDKPWU)
SUBANG - JAWA BARAT

KARYA ILMIAH PRAKTIK AKHIR

Oleh:
NUNUNG NISPIYANI

POLITEKNIK AHLI USAHA PERIKANAN


2022
MANAJEMEN PEMBENIHAN IKAN PATIN SIAM (Pangasius hypophthalmus)
SISTEM INTENSIF DI UNIT PEMBENIHAN CABANG DINAS KELAUTAN
DAN PERIKANAN WILAYAH UTARA (CDKPWU)
SUBANG - JAWA BARAT

Oleh:
NUNUNG NISPIYANI
NRP 54184212394

Karya Ilmiah Praktik Akhir Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Terapan Perikanan

PROGRAM SARJANA TERAPAN


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI AKUAKULTUR
POLITEKNIK AHLI USAHA PERIKANAN
JAKARTA
2022
KARYA ILMIAH PRAKTIK AKHIR

Judul : Manajemen Pembenihan Ikan Patin siam (Pangasius


hypophthalmus) Sistem Intensif Di Unit Pembenihan
Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan Wilayah Utara
(CDKPWU) Subang - Jawa Barat
Penyusun : Nunung Nispyani
NRP : 54184212394
Program Studi : Teknologi Akuakultur

Menyetujui
Dosen Pembimbing,

Dr. Moch. Farchan, A.Pi., SE., M. SI Fitriska Hapsyari S, S. Pi., M.Si


Pembimbing I Pembimbing II

Mengetahui,

Dr. Muh. Hery Riyadi A, S. Pi., M.Si Suharyadi,S.St.Pi., M.Si


Direktur Politeknik AUP Ketua Program Studi
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Karya Ilmiah Praktik Akhir


”Manajemen Pembenihan Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthslmus) Sitem
Intensif di Unit Pembenihan Cabang Dinas Kelautan Dan Periakan Wilayah
Utara (CDKPWU) Subang, Jawa Barat” adalah karya saya sendiri dengan
arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak di terbitkan dan penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir
Karya Ilmiah Praktik Akhir ini.
Apabila dikemudian hari dari pernyataan yang saya buat tidak sesuai,
maka saya bersedia di cabut gelar kesarjanaanya oleh Politeknik Ahli Usaha
Perikanan.

Jakarta, Juni 2022

Materai 10.000

NUNUNG NISPIYANI
NRP. 54184212394
© Hak Cipta Politeknik Ahli Usaha Perikanan, Tahun 2021
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa


mencantumkan atau menyebutkan sumber. Pengutuipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan yang wajar Politeknik Ahli Usaha Perikanan.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau keseluruhan
karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Politeknik Ahli Usaha Perikanan.
RINGKASAN

NUNUNG NISPIYANI, 54184212394 (Manajemen Pembenihan ikan Patin


Siam (Pangasius hypopthalmus) Sistem Intensif di Unit Pembenihan
Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan Wilayah Utara (CDKPWU) Subang,
Jawa Barat Dibimbing oleh Moch Farchan dan Fitriska Hapsyari Sutrisno.

Upaya peningkatan produksi perikanan dalam sektor budidaya terus


menerus dilakukan oleh Ditjen Perikanan Budidaya. Salah satunya yaitu melalui
program industri perikanan budidaya. Salah satu komoditas utama yang didorong
untuk ditingkatkan produksinya adalah ikan patin. Ikan tersebut merupakan ikan
introduksi dari Thailand pada tahun 1972 dan berhasil dipijahkan pada tahun
1980. Permintaan ikan patin yang cukup tinggi, menuntut ketersediaan benih
yang berkelanjutan, sehingga perlu dilakukan peningkatan stok benih untuk
memenuhi permintaan pasar yaitu dengan melakukan kegiatan pembenihan
ikan, selain itu kebutuhan benih yang berkesinambungan sangat diperlukan
untuk prospek persediaan benih Ikan patin kedepannya,
Tujuan dari pelaksaan praktik akhir yaitu mengetahui dan mampu
melaksanakan manajemen pembenihan ikan patin, melaksanakan aspek teknis
pembenihan ikan patin, menganalisis performa kinerja pembenihan ikan patin,
dan menghitung analisa finansial pembenihan ikan patin. Metode praktik yang
digunakan adalah observasi, pengumplan data yaitu primer yang didapatkan
dengan ikut langsung ke lapanganan serta pengamatan dan wawancara dengan
teknisi di lapangan, serta data sekunder yaitu data yang diperoleh dari dokumen
atau catatan milik perusahaan serta studi litelatur yng relavan.

Batasan masalah dilaksanakanya karya ilmiah praktik akhir adalah: Aspek


manajemen yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, Pelaksanaan, serta
controling. Kegiatan teknis pembenihan ikan patin meliputi pra-produksi
(kesesuaian lokasi dan perencanan produksi), produksi (persiapan wadah,
persiapan media, seleksi induk, pemijahan, panen telur, penetasan telur dan
pemeliharaan larva, pendederan, pengelolaan kualitas air (suhu, pH, dan oksigen
terlarut), pengamatan pertumbuhan, hama dan penyakit, dan panen) dan pasca
produksi (pasca panen dan pengangkutan) aspek manajemen meliputi
perencanaan, pengorganisasian,dan pengawasan. Performa kinerja budidaya
yang meliputi: Fekunditas, FR, HR, Survival Rate (SR), analisis Finansial meliputi
Laba Rugi, BEP, R/C Ratio, (PP) Payback Period.

Pembenihan ikan patin yang dilakukan di Cabang Dinas Kelautan dan


Perikanan Wilayah Utara (CDKPWU) Subang dengan cara pembenihan secara
buatan menggunakan induk betina sebanyak 5 ekor tiap siklusnya, hasil yang
didapatkan selama praktik yaitu 2 siklus dengan pemeliharaan siklus 1 yaitu 21
hari, siklus 2 yaitu 30 hari, hasil yang didapat yaitu pada siklus 1 sebanyak
2.160.000 butir, pada siklus 2 menghasilkan 2.880.000 butir,untuk hasil tingkat
pembuahan pada siklus 1 yaitu 93% pada siklus 2 sebanyak 90%, untuk tingkat
penetasan pada siklus 1 yaitu 80% dan siklus 2 yaitu 84% sedangkan untuk
tingkat kelangsungan hidup yang didapat yaitu pada siklus 1, yaitu sebanyak
46%, dan siklus 2 sebanyak 48%
Kegiatan pembenihan ikan patin siam dengan investasi Rp. 142.484.000,
biaya produksi Rp. 183.075.000, pendapatan pertahun Rp. 472.185.000, R/C
Ratio 2,5, BEP harga Rp. 51.640.714,BEP Unit 4.518.593 ekor/tahun. Dan
Payback Periode 0,5 atau 6 bulan
Dimana dengan finansial tersebut kegiatan yang dilakukan perusahaan
dikatakan menguntungkan dan layak diteruskan.Berdasarkan dari identifikasi
masalah yang terdapat beberapa permasalahan yang dialami salah satunya
disebabkan oleh tidak disiplinnya karyawan sehingga SOP yang telah ditetapkan
oleh instansi tidak sepenuhnya dijalankan.

Kata kunci : Ikan nila, manajemen, analisa finansial


KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Karya Ilmiah Praktik Akhir (KIPA) tepat pada waktunya. yang berjudul”
Manajemen Pembenihan Ikan Patin Siam (Pangasius Hypophthalmus)
Sistem Intensif Di Unit Pembenihan Cabang Dinas Kelautan dan Periakan
Wilayah Utara (CDKPWU) Subang – Jawa Barat”. Karya Ilmiah Praktik Akhir
ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Terapan
Perikanan (S.Tr.Pi.) pada Program Studi Teknologi Akuakultur, Politeknik Ahli
Usaha Perikanan.
Karya Ilmiah Praktik Akhir ini terdiri dari 4 bab, yaitu : Pendahuluan, Metode
Praktik, Hasil dan Pembahasan, serta Kesimpulan dan saran.
Upaya maksimal telah penulis lakukan untuk merampung karya ini, namun
penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh sebab itu,
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat dibutuhkan penulis untuk
menyempurnakan karya ilmiah ini sehingga karya ilmiah ini bermanfaat dan
dapat memberikan informasi kepada semua pihak, serta dapat mengembangkan
ilmu pengetahuan khususnya di bidang perikanan

Jakarta, Juni 2022

Penulis

i
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,
karena berkat rahmat dan karunia-Nya penyusunan Laporan Karya Ilmiah Praktik
Akhir ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Selama proses penyusunan
Karya Ilmiah Praktik Akhir (KIPA) ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan
berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima
kasih kepada Bapak Dr. Moch. Farchan, A.Pi., SE., M. Si dan Ibu Fitriska
Hapsyari Sutrisno, S. Pi., M. Si selaku Dosen Pembimbing I dan II, yang telah
memberikan bimbingan, dorongan, dan semangat dalam penyusunan Karya
Ilmiah Praktik Akhir ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada:
1. Dr. Muh. Hery Riyadi A, S. Pi., M.Si ., selaku Direktur Politeknik AUP;
2. Suharyadi, S.St.Pi., M.Si., selaku Ketua Program Studi Teknologi
Akuakultur, Politeknik AUP;
3. Drs, Agus Sugiono, M.Si, selaku Kepala Cabang Dinas Kelautan dan
Perikanan Wilayah Utara (CDKPWU) Subang
4. Sarya, Enang salman selaku pembimbing lapangan di Cabang Dinas
Kelautan dan Perikanan Wilayah Utara (CDKPWU) Subang Jawa-
Barat
5. Sarya, Enang salman selaku pembimbing lapangan di Cabang Dinas
Kelautan dan Perikanan Wilayah Utara (CDKPWU) Subang Jawa-
Barat
6. Keluarga besar yang telah memberi masukan dan motivasi selama 4
tahun masa pendidikan di Program Studi Teknologi Akuakultur,
Politeknik AUP;
7. Sahabat, teman, dan saudara seperjuangan selama masa pendidikan
di Program Studi Teknologi Akuakultur, Politeknik AUP yaitu Angkatan
54 Westpak.
8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Karya Ilmiah
Praktik Akhir (KIPA).

ii
Daftar isi
LEMBAR PERSETUJUAN KIPA...........................................................i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN...................................................ii
RINGKASAN........................................................................................iv
KATA PENGANTAR.............................................................................vi
UCAPAN TERIMAKASIH.....................................................................vii
DAFTAR ISI..........................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR...............................................................................x
DAFTAR TABEL...................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................xii
1. PENDAHULUAN.......................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................2
1.2 Tujuan.................................................................................2
1.3 Batasan masalah................................................................2
1.4 Manfaat...............................................................................2
2. Metode praktik..........................................................................3
2.1 Waktu dan tempat...............................................................3
2.2 Alat dan bahan....................................................................3
2.3 Metode pengumpulan data..................................................3
2.4 Metode pengolahan data.....................................................10
2.4.1 Data teknis..............................................................11
2.4.2 Data finansial...........................................................12
2.5 Metode anaslis data............................................................13
2.5.1 Analisis deskriptif.....................................................13
2.5.2 Statistik dekriptif......................................................13
2.5.3 Identifikasi masalah dan intervensi..........................13
3. Pembahasan.............................................................................14
3.1 Deskripsi Teknologi Yang Diterapkan Di Instansi................14
3.2 Pengendalian dan evaluasi.................................................44
3.2.1 performa budidaya...................................................47
3.3 Identifikasi masalah.............................................................47
3.4 Penerapan intervensi..........................................................48
3.5 Analisa usaha .....................................................................51
4. Penutup....................................................................................51
4.1 Kesimpulan.........................................................................51
4.2 Saran..................................................................................51

iii
DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 1. Lokasi Praktik...............................................................3


2. Gambar 2. Struktur Organisasi......................................................16
3. Gambar 3. Kolam induk.................................................................19
4. Gambar 4. Wadah pemeliharaan...................................................19
5. Gambar 5. Popmpa air sumur bor..................................................20
6. Gambar 6. Kolam pemeliharaan induk...........................................21
7. Gambar 7. Pemberian pakan induk...............................................22
8. Gambar 8. Perbedaan jantan dan betina.......................................23
9. Gambar 9. Pengecekan telur.........................................................24
10. Gambar 10. Penyuntikan hormon ..................................................25
11. Gambar 11. Proses striping............................................................26
12. Gambar 12. Penebaran telur..........................................................27
13. Gambar 13. Kultur artemia..............................................................28
14. Gambar 14. Penyincangan dan pemberian cacing.........................29
15. Gambar 15.pengukuran suhu.........................................................30
16. Gambar 16. Grafik pengukuran suhu..............................................32
17. Gambar 17.Pengukuran pH............................................................33
18. Gambar 18.Grafik pengukuran pH .................................................35
19. Gambar 19 Pengukuran DO...........................................................36
20. Gambar 20. Grafik pemgukuran DO...............................................37
21. Gambar 21.Grading sampling.........................................................38
22. Gambar22. Grafik sampling............................................................38
23. Gambar24. Proses panen dan pacing............................................40
24. Gambar 25.proses pasca panen.....................................................41
25. Gambar 26. Rata rata fekunditas....................................................42
26. Gambar 27. Rata rata fetilization rate.............................................43
27. Gambar28. Rata rata hatching rate.................................................44
28. Gambar 29. Data SR......................................................................46

iv
Daftar tabel

1. Tabel 1. Data primer.................................................................4


2. Tabel 2. Target produksi...........................................................15
3. Tabel 3. Data pemberian pakan larva.......................................31
4. Tabel 4. Data fekunditas...........................................................45
5. Tabel 5. Identifikasi masalah ....................................................47

v
Daftar lampiran
1. Lampiran 1. Alat yang digunakan................................................59
2. Lampiran 2. Bahan yang digunakan............................................61
3. Lampiran 3. Dosis hormon HCG dan ovavrum............................62
4. Lampiran 4. Hasil perhitungan teknis...........................................63
5. Lampiran 5. Data sampling..........................................................66
6. Lampiran 6. Data pemberian pakan............................................67
7. Lampiran 7. Data kualitas air.......................................................69
8. Lampiran 8. Biaya investasi dan penyusutan..............................72
9. Lampiran 9. Biaya tetap...............................................................73
10. Lampiran 10 biaya tidak tetap......................................................74
11. Lampiran 11 perhitungan finansial...............................................75

vi
vii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia terkenal memiliki kekayaan sumber daya perikanan yang cukup
besar, terutama dalam perberdayaan jenis-jenis ikan, kurang lebih 2000 spesies
ikan air tawar yang terdapat di Indonesia (Pasaribu & Tang, 2010). Kebutuhan
manusia akan ikan, selain diperoleh dari tangkapan alami, juga diperoleh dari
hasil budidaya.Luasan perairan di indonesia bagian barat yang meliputi
Sumatera, Kalimantan dan Jawa, dihuni lebih dari 500 spesies ikan yang lebih
dari 70 % diantaranya termasuk golongan ikan air tawar.
Salah satu potensi sumber daya perikanan yang terus meningkat setiap
tahunnya yakni ikan patin. Produksi ikan patin (Pangasius hypopthalmus) pada
tahun 2015 sebanyak 339.069 ton dan meningkat pada tahun 2017 sebanyak
437.111 ton, dan pada tahun 2018, KKP menyatakan target produksi ikan patin
akan ditingkatkan hingga 38,31% yaitu sebanyak 604.587 ton. Permintaan patin
terus meningkat tiap tahunnya, dimana sasaran produksi nasional pada tahun
2019 naik sebesar 27,59% yaitu sebanyak 1.149.400 ton (KKP, 2020 dalam
Amalia & Effendi, 2020).
Dengan permintaan ikan patin yang semakin tinggi, jumlah ikan patin yang
dibutuhkan akan tinggi pula. Karenanya, permintaan akan benih patin yang
unggul juga akan meningkat. Peluang usaha upaya peningkatan produksi
perikanan dalam sektor budidaya pemerintah membuat program yakni industri
perikanan budidaya. Salah satu komoditas utama yang didorong untuk
meningkatkan produksi budidaya adalah ikan patin (Fani, Audia, Rani, A’yunin, &
Evi, 2018)
Ikan patin merupakan komoditas air tawar yang bernilai ekonomis tinggi.
Ikan patin digemari masyarakat karena rasa daging yang enak, gurih, tekstur
daging yang sedikit kenyal, dan harganya yang relatif terjangkau. Selain itu,
kandungan protein pada daging ikan patin juga termasuk cukup tinggi. Ikan patin
mengandung protein 68,6%, lemak 5,8%, abu 3,5% dan air 59,3% (Kordi, 2010
dalam Rahardja et al., 2019). Ikan patin memiliki kadar kolesterol yang rendah
sehingga dinilai lebih aman untuk kesehatan (Fariedah et al., 2018). Ikan patin
memiliki pasar yang cukup baik di pasar domestik maupun pasar ekspor.
Permintaan daging ikan patin yang berwarna putih sangat besar (Suryaningrum,
2008), seperti Amerika Serikat dan Eropa (Hadinata, 2009 dalam Islama & Najmi,
2019).
Ikan patin mempunyai beberapa sifat yang menguntungkan untuk
dibudidayakan seperti ukurannya besar, pertumbuhan cepat kemampuan
beradaptasi yang baik terhadap konisi lingkungan yang ekstrim, seperti
kandungan oksigen terlarut (DO) dan pH yang rendah fekunditasnya cukup
tinggi, dagingnya yang tebal hingga digemari di semua kalangan masyarakat luas
(Rogayah, 2020), serta kemampuan beradaptasi yang baik terhadap konisi
lingkungan yang ekstrim, seperti kandungan oksigen terlarut (DO) dan pH yang
rendah (Hamid, 2009; Savitri, 2016). .
Dengan adanya peningkatan produksi budidaya ikan patin, hal tersebut juga
akan meningkatkan permintaan benih sehingga membuka peluang usaha yang

1
lebih besar dibidang pembenihan ikan patin. Untuk mendapatkan benih yang baik
maka diperlukan manajemen yang baik. Berdasarakan latar belakang tersebut,
maka pada Karya Ilmiah Praktik Akhir penulis mengambil judul “Manajemen
Pembenihan Ikan Patin siam (Pangasius hypophthalmus) Sistem Intensif Di
Unit Pembenihan Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan Wilayah Utara
(CDKPWU)) Subang - Jawa barat”.

1.2 Tujuan

Tujuan dari Karya Ilmiah Praktik Akhir ini adalah :


1. Mengetahui dan mampu melakukan manajemen pembenihan ikan patin siam
(Pangasius hypophthalmus)
2. mengetahui performa kinerja budidaya pembenihan ikan patin siam
(Pangasius hypophthalmus)
3. Mengetahui dan mampu menganalisa aspek finansial produksi benih ikan
patin siam (Pangasius hypophthalmus).

1.3 Batasan Masalah


Batasan masalah dari Karya Ilmiah Praktik Akhir ini adalah :
1. Aspek manajemen meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
dan pengawasan.
2. Teknik pembenihan ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus) meliputi
persyaratan lokasi, persiapan wadah, persiapan media budidaya, pengelolaan
induk, seleksi induk, pemijahan induk, penetasan telur, pemeliharaan larva,
pengelolaan pakan induk,monitoring pertumbuhan pengamatan kualitas air
meliputi pengukuran pH,Suhu, serta oksigen terlarut (DO) serta panen dan
pasca panen.
3. Performa produksi pembenihan ikan patin (pangasius hypophthalmus) yang
meliputi:fekunditas,Fertilization rate (FR), Hatching rate (HR),serta Survival
rate (SR)
4. Analisa Finansial usaha pembenihan ikan patin (pangasius hypophthalmus)
meliputi: biaya investasi,biaya produksi,analisa laba/rugi, Revanue cost ratio
(R/C) Ratio, Break Even Point (BEP) serta payback periode (PP)

1.4 Manfaat
Adapun manfaat pelaksanaan praktik akhir ini meliputi:

1. Meningkatkan ketersedian benih yang unggul


2. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan,sehingga bisa dijadikan acuan
dalam menjalankan usaha pembenihan ikan patin

2
BAB 2

Metode Praktik

2.1. Waktu dan Tempat


Praktik akhir ini dilaksanakan pada tanggal 07 Maret 2022 sampai dengan
selesai 31 Mei 2022 bertempat di unit pembenihan Cabang Dinas Kelautan Dan
Perikanan Wilayah Uatra (CDKPWU) Subang Jawa Barat. Jln. Purwadadi-
sukamandi, Kecamatan Patokbeusi, Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat

Lokasi
Praktik

Gambar 1. Lokasi Praktik Akhir

2.2 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan merupakan alat yang membantu atau alat
pendukung dalam proses budidaya maupun proses pengambilan data sehingga
akan membantu serta mempermudah kegiatan produksi. Alat dan Bahan yang
digunakan bisa dilihat pada (Lampiran 1.dan 2 )
2.3 Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan cara kegiatan
magang meliputi observasi, wawancara, dokumentasi dan data pendukung
lainya, kemudian data pendukung lainnya yang tidak dapat ditemukan secara
langsung maka dapat diperolehmelalui data perusahaan tahun sebelumnya.
Adapun untuk jenis data yang akan di ambil yaitu data primer dan data sekunder.
2.3.1 Data Primer
Data primer diperoleh dari pengamatan secara langsung dengan
mengikuti kegiatan di lapangan dan mencatat secara aktif seluruh rangkaian
kegiatan yang dilakukan di lokasi praktik. Pengambilan data berupa wawancara
dengan teknisi, observasi, atau pengamatan.
Adapun data primer yang di ambil selama pelaksanaan praktik KIPA
dapat dilihat pada Tabel1
Tabel 1 Data Primer
No Jenis Keterangan Metode dan frekuensi
1 kesesuain lokasi Sumber Pengamatan
air,aksebilitas,sumber dilakukan sekali
listrikr,keamanan dan selama praktik pada
pemasaran awal praktik

3
2 Persiapan wadah Bentuk wadah atau Pengamatan dan
Dan media jenis wadah penetsan pengukuran dilakukan
telur, wadah saat sebelum
pemeliharaan produksi
larva.pencucian Dan tergantung siklus
bak,mengukur volume produksi
bak,sumber air yang
digunakan (sumur atau
saluran irigasi)
4 Manajemen induk Pemeliharaan induk, Pengamatan dan
pemeberian pakan pengukuran dilakukan
induk, kuantitas dan setiap hari dilakukan
kualitas induk. mengikuti jadwal
intansi.

5 Pemijahan Seleki induk, jumlah Partisipasi aktif,


induk yang dipijahakan Pengamatan dan
, waktu pemijahan dan pengukuran dilakukan
proses pemijahan. tergantung siklus
produksi, dan
dilakukan di kolam
pemijahan

6 Penetasan Telur Menimbang bobot Perhitungan


induk yang akan dan dilakukan dengan
sesudah dipijahkan, sampling telur yang
menghitung berat telur sudah menetas
sample , kauliatas Perhitungan fr
telur, dan menghitung dilakukan setelah
jumlah telur yang proses pembuahan
dibuahi dan jumlah
telur tidak terbuahi
7 penebaran dan Jumlah tebar,waktu Pengamatan dan
pemeliharaan larva penebaran pakan yang perhitungan dilakukan
digunakan dan volume pada awal masa
air. produksi
Dilakukan di unit
pendedran

8 Pengelolaan pakan Waktu pemberian Pengamatan dan


pakan, jenis pakan, perhitungan dilakukan
frekuensi pemberian selama masa
pakan. produksi

9 Monitoring Mengetahui waktu Pengamatan dan

4
pertumbuhan sampling pengukuran selama
waktu produksi
9 Pengelolaan air pengecekan parameter Pengamatan dan
kualitas air, seperti perhitungan dilakukan
suhu, pH, dan DO selama masa
produksi

10 panen Waktu panen, Melakukan


membawa peralatan perhitungan data
dan bahan yang survival rate
diperlukan saat panen,
meghitung hasil ikan
yang di panen
11 Pasca panen Packing ikan yang Melakukan
sudah dipanen pengamatan

2.3.2 Data Sekunder


Data sekunder adalah data yang diperoleh dari buku atau data yang di
sajikan dalam bentuk file maupun hard copy, data tersebut berfungsi untuk data
tambahan atau data pendukung untuk melengkapi kekurangan pada data primer.
Data sekunder biasanya didapatkan dari data arsip perusahaan pada produksi
tahun sebelumnya, adapun data sekunder yang akan di ambil yaitu, sejarah
perusahaan, struktur organisasi perusahaan, dan data pendukung lainnya.
2.3.3 Metode Kerja
1. Target produksi
Kegiatan yang dilakukan dalam menentukan target produksi meliputi :
target produksi, survival rate (SR) dengan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk
melakukan produksi pembenihan ikan patin.
2. Pengorganisasian
Pengorganisasian diketahui dengan melakukan wawancara dengan
koordinator dan anggota, serta teknisi perusahaan. Wawancara tersebut meliputi
pembagian tugas dan tanggung jawab dalam organisasi
2.3.4 Pra Produksi
A. Persyaratan Lokasi
Tahapan pertama dalam memulai budidaya yaitu mengecek kelayakan
lokasi. Penentuan lokasi dilakukan dengan tahapan pengamatan denah lokasi
budidaya berupa letak perusahaan, ketersediaan sumber air, kondisi lingkungan
sekitar, ketersediaan sumber listrik. Berikut ini pengamatan yang perlu dilakukan
untuk menentukan kesesuaian lokasi:
1. Sumber air
Memastikan sumber air yang kita gunakan layak dan tesedia sepanjang
tahun serta mengetahui dan mengamati sumber air yang digunakan pada unit
pembenihan, mengukur kuantitas dan kualitas sumber air yang digunakan.
2. Sumber listrik
Pastikan sumber listrik yang digunakan pada unit pembenihan, kemudian
mengetahui jumlah kebutuhan listrik yang akan digunakan selama produksi dan

5
memperkirakan jumlah biaya listrik.
3. Keamanan lokasi
Mengetahui tingkat keamanan lokasi produksi tersebut dengan cara
melihat kondisi lingkungan sekitar apakah rawan bencana atau tidak.
4. Aksesbilitas
Dalam menjalankan usaha pembenihan hal yang termasuk penting yaitu
aksesbilitas sehingga mempermudah didalam kegiatan produksi seperti halnya
jarak dari tempat produksi ke tempat pemasaran dan sarana komunikasi
B. Persiapan wadah pemeliharaan induk
Persiapan wadah yaitu dengan mengukur dimensi dan volume wadah dengan
menggunakan meteran kemudian hasil perhitungan tersebut dimasukan ke dalam
rumus volume persegi panjang yaitu panjang di kali lebar di kali tinggi.
C. Persiapan wadah pemeliharaan larva
Wadah yang di gunakan sebagai wadah pemeliharaan larva dan benih adalah
bak fiber berukuran 2m x 1m x 40 cm. Adapun persiapan awal sebelum
melakukan pemeliharaan larva adalah membersihkan wadah (bak fiber) dengan
menyikat wadah sampai bersih, kemudian di bilas dengan air bersih, kemudian
keringkan selama 1 hari. Persiapan selanjutnya adalah media (air), pengisian air
pada wadah dilakukan 1 hari sebelum larva/benih ditebar dengan tinggi air 30-40
cm dari tinggi wadah.
2.3.5 Proses Produksi

Tahapan kegiatan produksi yang akan dilaksanakan yaitu mulai dari proses
persiapan wadah hingga panen. Berikut prosedur proses produksi yang
dilakukan selama praktik :
a. Pemeliharaan Induk
Tahapan kegiatan yang dilakukan dalam pemeliharaan induk adalah
mengamati dan mencatat alat dan bahan yang digunakan. Mengamati dan
mencatat asal induk, jumlah induk, umur induk, pengelolaan pakan induk berupa
frekuensi dan jumlah pakan yang diberikan. Serta mengamati semua tahapan
pemeliharaan induk yang dilakukan di tempat praktik.
b. Seleksi Induk
Dalam proses seleksi induk kegiatan yang dilakukan yaitu mencatat alat
dan bahan yang digunakan, pengamatan ciri-ciri induk yang matang gonad,
mengetahui jumlah induk yang diseleksi, mengetahui berat induk dan
mengetahui jumlah induk yang matang gonad.
c. Pemijahan
Pemijahan ikan patin dilakukan dengan menggunakan teknik pemijahan
buatan yakni dengan penambahan hormon melalui penyuntikan (induced
breeding). Penyuntikan dilakukan di bagian punggung induk ikan sebanyak 2 kali
dengan menggunakan HCG (Human Chorionic Gonadotropin) dan Ovaprim.
Kemudian setelah induk mengeluarkan telur, dilakukan striping lalu pencampuran
telur dan sperma
d. Penetasan Telur

6
Dalam kegiatan penetasan telur kegiatan yang dilakukan yaitu mencatat
alat dan bahan yang digunakan, waktu penetasan telur, pengukuran kualitas air
pada bak penetasan telur, melakukan perhitungan telur terbuahi dan telur yang
menetas. Serta mencatat dan melakukan semua tahapan penetasan telur
e. Pemeliharaan Larva
Pemeliharaan larva dilakukan pada bak fiber selama 21 – 30 hari dengan
padat tebar 25 ekor/L.Pemeliharaan ini dilakukan dengan cara memonitoring
tempat pemeliharaan setiap hari untuk menghindari terjadinya kematian yang
dapat disebabkan karena ketinggian air, perubahan suhu, pH, DO.
f. Pengelolaan pakan
Pengelolaan pakan dilakukan dengan pengamatan jenis pakan yang diberikan
selama pemeliharaan larva sampai menjadi benih dengan memperhatikan jenis
dan ukuran pakan yang sesuai dengan bukaan mulut benih, agar tidak
menghambat pertumbuhan dan mengganggu kelangsungan hidup benih. Pakan
yang diberikan selama pemeliharaan larva sampai menjadi benih.Pakan yang
diberikan untuk larva dan benih ikan patin siam adalah pakan alami yaitu naupli
artemia dan cacing sutra (tubifex) serta pakan buatan berupa pellet. Adapun data
yang diambil dalam proses pemberian pakan alami naupli Artemia dan cacing
sutra yaitu:
1. Artemia
Adapun metode kerja pengumpulan data pemberian pakan artemia yaitu
melakukan dan mengamati teknik kultur artemia, mengetahui jumlah bahan yang
digunakan, mengetahui frekuensi pemberian pakan naupli Artemia
2. Cacing sutra
Pakan Cacing ini merupakan pakan berlanjut selama pemeliharaan benih
yang diberikan setelah pakan artemia.Pengelolaan cacing yang diberikan untuk
benih inii dengan cara mencuci terlebih dahulu agar kotoran pada cacing keluar
kemudian cacing diambil secukupnya pada satu kali pemberian lalu cacing
dicincang halus sesuai ukuran / bukaan mulut benih dan dibilas sampai bersih
dan siap untuk diberikan pada benih.
3. Pakan pellet
Pakan pellet ini juga merupakan lanjutan dari pakan alami naupli artemia dan
cacing sutra,adapun metode kerja yang dilakukan dalam pemberian pakan yaitu
dengan mengetahui dosis dan frekuensi pemberian pakan.
g. Monitoring Pertumbuhan
Monitoring pertumbuhan yaitu mengamati tingkah laku larva secara visual,
melakukan sampling panjang larva atau benih, mencatat waktu sampling, serta
mengamati alat yang digunakan. Proses pengambilan data pada kegiatan
pengamatan pertumbuhan pada pembenihan ikan patin hal yang dilakukan
adalah sebagai berikut:
1) Melakukan kegiatan sampling dengan menangkap ikan sebanyak 20 ekor
secara acak lalu diukur panjangnya kemudian di catat..
2) Menghitung hasil sampling.
3) Mengolah data sampling untuk memperoleh data pertumbuhan ikan patin

7
h. Pengelolaan Kualitas Air
Proses pengambilan data pengelolaan kualitas air pada pembenihan ikan
patin dapat dilihat sebagai berikut
a. Melalukan penggantian air secara rutin 2 hari sekali pada pagi hari
b. Pengukuran suhu Suhu
Pengukuran suhu dilakukan setiap hari yaitu pukul 06.00 WIB dan 16. 00
WIB. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan termometer, cara
pengaplikasian alat tersebut yaitu dengan memasukan termometer ke
dalam air media pemeliharaan dan tunggu selama kurang lebih 1 menit
hingga angka stabil kemudian mencatat hasil pengukuran.
c. Pengukuran pH
Pengukuran pH dilakukan setiap hari yaitu pukul 06.00 WIB dan 16.00
WIB.Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat pH meter, Cara
pengaplikasian alat tersebut yaitu dengan membuka penutup alat dan
menekan tombol on pada pH meter kemudian mencelupkan bagian ujung
sensor pH meter ke dalam air media pemeliharaan dan menunggu
sampai angka yang tertera pada pH meter stabil atau sampai ± 30 detik,
setelah itu mencatat hasilnya, selanjutnya pH meter dikalibrasi kembali
dengan menggunakan aquades, serta mengeringkan ujung sensor pH
meter.
d. Dissolved Oxygen (DO)
Pengukuran dilakukan sebanyak dua kali dalam 1 siklus yaitu pada
pukul 06.00 dan 16.00 WIB. Pengukuran DO dilakukan dengan
menggunakan alat DO meter. Cara pengaplikasian alat tersebut yaitu
dengan membuka probe pada DO meter, kemudian mencelupkannya
ke dalam air media pemeliharaan, lalu menekan tombol on dan
menunggu sampai angka yang tertera pada monitor stabil atau sampai
± 1 menit

2.3.5 Pasca Produksi


1. Panen
Tahapan kegiatan yang dilakukan pada saat panen yaitu mencatat alat
dan bahan yang digunakan, waktu pemanenan, grading ukuran benih yang
dipanen, teknik pemanenan, alur tahapan memanenan, menghitung jumlah
benih yang dipanen, dan menghitung tingkat kelangsungan hidup benih.
2. Pasca Panen
Kegiatan pasca panen yang dilakukan yaitu pengemasan benih yang telah
dipanen, mencatat alat dan bahan yang digunakan, metode pengemasan,
tahapan alur pengemasan, dan proses pengangkutan.

2.4 Metode Pengolahan Data


Metode pengolahan data yang diambil dalam kegiatan Karya Ilmiah
Praktik Akhir yaitu data teknis dan analisa finansial, data yang dimbil meliputi
pengukuran dan perhitungan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

2.4.1 Aspek teknis


a. Perhitungan jumlah telur (fekunditas)

8
Fekunditas yaitu jumlah telur yang dikeluarkan oleh induk. Fekunditas dapat
dihitung setelah pemanenan larva dan memisahkan serta menghitung telur yang
masih dierami oleh induk.
Menurut (Effendi, 1979 dalamTahapari& Dewi, 2013)::
a. Telur terbuahi (Fertillization Rate) (Hui et al., 2014 dalam
Septihandoko et al., 2021)

Jumlah telur dalam sampel


Fekunditas = × Bobot total telur
Bobot sampel
b. Telur terbuahi (Fertilization rate ) (Hui et al., 2014 dalam Septihandoko et
al., 2021):
Jumlah telur terbuahi
FR = ×100 %
Jumlah total telur
c. Daya tetas telur (Hatching rate (Hui et al., 2014 dalam Septihandoko et
al., 2021)

Jumlah Jumlah telur menetas


SR = HR =ikan pada akhir pemeliharaan
× 100 %
× 100 %
Jumlah
Jumlah tebar awaltelur terbuahi

d. Survival Tingkat (kelangsungan hidup rate) (Hui et al., 2014 dalam


Septihandoko et al., 2021)
2.4.2 Aspek finansial

Analisis Finansial yang akan dilakukandihitung menggunakan rumus yang


mengacu pada referensi. Parameter yang akan dihitung meliputi rugi/laba, BEP,
B/C ratio dan payback periode (pp) Parameter-parameter tersebut dapat dihitung
dengan menggunkan rumus sebagai berikut:
a. laba/rugi (Umar, 2003)
Analisa laba/rugi (Rp) = Penerimaan - total biaya

b. Break Even Point (BEP) (Iskandar et al., 2021):

Biaya tetap
BEP (unit) =
Biaya variabel
Harga per unit (Rp) −
Jumlah unit yang dihasilkan
Biaya tetap
BEP (rupiah) =
Biaya variabel
1−
Penerimaan

c. Revanue Cost Ratio (Umar, 2003)

9
R/C Ratio (Bersih) = Nilai penerimaan : total biaya

d. Payback Periode (Musa, 2016):

Biaya Investasi
PP= Data
2.5 Metode Analisa Pendaptan per tahun
x 1 tahun

Analisis data yang akan dilakukan yaitu diawali dengan kegiatan


pengelolaan data yang meliputi tabulasi data. Setelah ditabulasikan data dipilih
selanjutnya data diolah. Hasil pengolahan data disajikan secara deskriptif.

2.5.1 Analisis Deskriptif


Analisis deskriptif dilakukan dengan cara membahas secara sistematis,
menggambarkan dan menjelaskan kegiatan – kegiatan yang dilaksanakan saat
praktik atau menganalisis lebih dalam kemudian membandingkan dengan
literatur dan ditunjang dengan hasil wawancara dengan pihak yang berkompeten
di lapangan.
2.5.2 Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif dilakukan dengan cara mendeskripsikan atau memberi
gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau populasi
sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang
berlaku secara umum. Penyajian dapat berupa tabel, grafik, maupun diagram.
2.5.3 Identifikasi Masalah dan intervensi
Identifikasi masalah merupakan suatu proses dalam meng interventarisasi
masalah dan pengenalan terhadap masalah yang terjadi untuk menemukan akar
permasalahan inti yang dapat ditemukan melalui observasi dan studi literatur,
komponen yang terlibat, lalu diadakannya pengkajian lebih mendalam untuk
merumuskan solusi yang digunakan dalam menyelesaikan permasalahan.
Identifikasi masalah intervensi dilakukan berdasarkan performansi kinerja
budidaya dengan pendekatan 4M (Man, Method, Material, Machine) dan
menganalisis penyebab masalah menggunakan fishbone analysis dalam
memperoleh sebab masalah akibat yang terjadi.

10
BAB 3

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Perencanaan
Perencanaan produksi merupakan suatu kegiatan pendahuluan atas
proses produksi yang akan dilaksanakan dalam usaha untuk mencapai tujuan
yang diinginkan oleh instansi. Perencanaan produksi sendiri adalah salah satu
dari berbagai macam bentuk kegiatan awal dalam memulai usaha. Hal ini sesuai
dengan pendapat Dakhii (2016) yang menjelaskan bahwa perencanaan meliputi
pengaturan tujuan dan mencarii cara bagaimana untuk mencapai tujuan tersebut.
Salah satu dari perencanaan yaitu adanya target produksi. Pembenihan
ikan patin siam dii CDKPWU Subang dilakukan berdasarkan target produksi yang
telah ditetapkan oleh pelaksana di instansi, seperti waktu pemeliharaan, kuran
panen,target panen serta tingkat kelangsungan hidup (Survival Rate).Target
produksi dapat dilihat pada Tabel L 2 dibawah ini.

Tabel 2. Target Produksi


No Uraian Satuan Target
1. Waktu Pemeliharaan Hari 21 hari
Larva
2. Ukuran Panen inci 2
3. SR % 50
5. Target panen ekor 800.000

3.3 Pengorganisasian
Untuk memperoleh hasil yang maksimal dalam kegiatan pembenihan ikan
patin siam maka perlu adanya pembagian tugas dan tanggung jawab yang diatur
dalam suatu organisasi agar kegiatan produksi dapat berjalan dengan lancar dan
sesuai dengan rencana. Menurut Basriyah dan Wardi (2020) pengorganisasian
atau pengelompokan merupakan suatu proses untuk merancang,
mengelompokkan, dan mengatur serta membagi tugas-tugas yang diperlukan
agar tujuan organisasi tercapai dengan efisien. Pengorganisasian juga
merupakan suatu aktivitas menyusun dan membentuk hubungan-hubungan
kerjasama antara orang perorangan sehingga terwujud satu kesatuan untuk
mencapai tujuan (Mohi et al., 2020). Tenaga kerja dibagian ini dibagi beberapa
tingkatan yaitu koordinator, bagian administrasi, dan karyawan. Sumber daya
manusia yang mampu mengelola kegiatan adalah sumber daya manusia yang
berkualitas. Hal ini dikarenakan faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu
usaha adalah manusia yang berperan untuk menjalankan tugas. Struktur
organisasi yang terdapat di CDKPWU Subang dapat dilihat pada Gambar 2.

11
Kepala
CDKPWU Kepala Sub
Drs. Agus Bag Tata
Jabatan Sugiono, M.Si. Usaha
Fungsional Mohamad
Kepala Seksi
- Kepala Seksi
Hary
Pendayagunaan
Konservasi dan
Hasanudin,
Pesisir, Laut dan
Keanekaragaman
S.E.
Pulau-pulau Kecil
Ronald Hutahuruk, Sub UnitHayati
SKPD
Awit Guswita,
Wanayasa, SKPD S.Si.
S.T.
Jatisari dan SKPD
Kapetakan
Gambar. 2 Struktur Organisasi CDKDPWU Subang

3.4 pelaksanaan (Actuating)


Acuating merupakan bagian yang sangat penting dalam proses
manajemen,acuating diangaap sebagai intisari manajemen karena secara
khusus berhubungan dengan orang – orang. Menurut G R Terry (2019) Acuating
ialah membangkitkan dan mendorong smua anggota kelompok agar berusaha
dengan keras untuk mencapai tujuan dengan ikhlas serta berhubungan dengan
perencanaan serta perorganisasian dari pimpinan. Acuating merupakan
pelaksanaan untuk menjalankan rencana menjadi realisasi melalui berbagai
pengarahan serta motivasi dari atasan supaya kegiatan berjalan dengan lancar
sehingga terwujudnya tujuan organisas.

3.4.1 Keadaan Umum Lokasi


a. Lokasi Grafis
Secara geografis CDKPWU terletak pada koordinat antara 6º 21’16” LS dan
10739’45” BT.Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan Wilayah Utara (CDKPWU)
Cijengkol, Subang, Jawa Barat. Berlokasi di Jalan Raya Purwadadii km 2
Sukamandi, dengan jarak 35 km dari Kabupaten Subang kearah utara dan 100
km dari kota Bandung serta 125 km dari Jakarta. CDKPWU terletak 15 m diatas
permukaan laut dengan suhu udara rata-rata berkisar 26-33°C. Lokasi CDKPWU
Cijengkol Subang memiliki luas area 5 Ha yang terdiri daratan seluas 1,5 Ha dan
perkolam memiliki luas 3,5 Ha.
3.4.2 Kesesuain Lokasi
CDKPWU merupakan daerah yang cukup strategis untuk melakukan
proses usaha pembenihan. Hal ini dapat di lihat dari hasil pengamatan lokasi dan
wawancara dengan teknisi di lapangan.
1) Sumber air
Sumber air yang digunakan untuk kegiatan pembenihan ikan patin siam di
Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan Wilayah Utara (CDKPWU) Subang,
berasal dari tanah (sumur bor). Air tawar yang berasal dari air tanah (sumur bor)

12
diletakan dalam tendon. Air sumur bor digunakan untuk kegiatan pembenihan
serta untuk keperluan packing benih ikan patin siam. Air yang berasal dari sumur
bor disedot menggunakan pompa yang berdaya 200 watt dengan debit 0,5
L/detik dan dimanfaatkan untuk kegiatan pembenihan di hatchery.Air yang masuk
dari sumber air tidak langsung digunakan untuk budidaya, tetapi ditampung
terlebih dahulu di bak penampungan, setelah itu baru dialirkan ke kolam-kolam
budidaya. Air yang berasal dari air tanah (sumur) di CDKPWU Subang mampu
mencukupi kebutuhan air untuk seluruh kegiatan budidaya ikan yang
dikembangkan pembenihan ikan patin siam. Menurut Khairudin dan Munir (2012).
keberhasilan usaha budidaya sangat ditentukan oleh pemilihan lokasi. Adapun
parameter yang perlu diperhatikan adalah parameter perairan.
Air sebagai media hidup ikan merupakan sarana yang penting dalam
proses produksi benih. Air yang akan digunakan untuk media pemeliharaan
induk, penetasan telur dan pendederan harus memenuhi standar baku mutu air,
yaitu bersih, bebas hama dan penyakit serta organisme yang merugikan. Untuk
memperoleh standar baku air tersebut dapat dilakukan melalui proses
pengendapan, filtrasi dan perlakuan air lainnya baik secara fisik, kimia maupun
biologi. Menurut Nandlal and Pickering (2004), air dari danau atau aliran sungai
dapat digunakan dalam pembenihan. Namun, harus dilakukan pemasangan
saringan air pada ujung saluran masuk untuk menghindari masuknya ikan yang
tidak diinginkan.
2) Sumber Listrik
Sumber listrik di CDKPWU berasal dari jaringan Perusahaan Listrik Negara
(PLN) dan Generator setting. Sinyal di tempat praktik juga mudah sehingga untuk
mengakses pemasaran dengan konsumen bisa di lakukan melalu telepon
genggam dan sosiall media yaitu whatsapp. Dilihat dari segi keamanan lokasi
yaitu terjaga karena tidak ada kasus pencurian dan lokasi bebas dari bencana
banjir dan longsor.
3) Aksesibilitas
lokasi dapat di tempuh dengan menggunakan transportasi darat,seperti
mobil, motor, dan transportasi darat lainnya. Jarak antara lokasi pembenihan
tidak jauh dari jalan raya yaitu ± 200 meter, jarak antara lokasi dengan pasar ± 2
km sehingga untuk memenuhi kebutuhan bahan produksi dapat di tempuh
dengan cepat, Jarak lokasi ke kota subang ± 36 km.
4). Keamanan
Keamanan lokasi cukup terjamin karena ada petugas keamanan siaga dan
CCTV di berbagai titik yang aktif 24 jam sehingga memudahkan penelusuran
pencurian. Kondisi keamanan ini berkaitan dengan kondisi sosial masyarakat di
lingkungan CDKPWU Subang terkait dengan pertimbangan yang berhubungan
dengan ketersediaan tenaga kerja, dimana penyerapan tenaga kerja, khususnya
tenaga harian lepas menggunakan masyarakat sekitar balai guna menjalin
hubungan baik antar CDKPWU Subang dengan masyarakat sekitar. Menurut
Astuti and Damai (2017), keamanan berperan sangat penting dalam menunjang
keberhasilan budidaya ikan yang dasarnya setiap daerah memiliki karakteristik
yang berbeda-beda.
5). Pemasaran

13
Pemasaran untuk hasil pemeliharaan mudah karena mayoritas konsumen
datang langsung ke lokasi CDKPWU. Akses lokasi juga terjangkau karena lokasi
berada ditengah kota yang memudahkan proses distribusi. Selain itu, hasil
budidaya juga disalurkan sebagai bantuan berupa calon induk dan benih kepada
masyarakat. Menurut Kurniati and Jumanto (2018), pemasaran bertujuan untuk
mewujudkan stabilitas ekonomi yang seimbang antara pengusaha ikan dan
konsumen yang mendukung, sekaligus pengembangan pembangunan desa dan
meningkatkan taraf hidup pengusaha ikan.
3.4.3 Persiapan wadah
a. persiapan wadah pemeliharaan induk induk
kolam pemeliharaan induk ikan patin di CDKPWU berjumlah 10 kolam.
Wadah yang digunakan pada kegiatan ini adalah kolam semi permanen dengan
dinding beton serta dasar kolam berupa tanah. Pada kolam ini dilengkapi dengan
saluran inlet dan outlet yang berfungsi sebagai keluar masuknya air. Pernyataan
di atas sesuai dengan SNI 01-6483.3 – 2000 bahwa wadah pemeliharaan induk
dilakukan di kolam tanah dan beton.
Kegiatan persiapan wadah dilakukan meliputi pengeringan dasar kolam
dengan cara saluran inlet terlebih dahulu ditutup agar tidak ada air yang masuk
kemudian buka saluran outlet agar sisa-sisa air dan kotoran terbuang semuanya,
kemudian dilakukan pengeringan selama 1-2 hari,hal ini sependapat dengan
Zamzami & Sunarmi (2013) proses pengeringan kolam beton dilakukan selama
1-2 hari. Pengeringan kolam bermaksud untuk menghilangkan gas-gas beracun
(Akbar, 2016 ; Marie et al., 2018) pada saat pengeringan dilakukan juga
perbaikan kolam yang bocor, setelah itu dilakukan pengisian air setinggi 1,2 m
b. Persiapan corong penetasan
Wadah yang digunakan untuk penetasan telur berupa corong yang terbuat
dari fibberglass dengan diameter 45 cm dan tinggi 60 cm. Menurut SNI 01- 7256
– 2006 bahwa wadah untuk penetsan telur berupa akuarium,corong penetasan.
Adapun persiapan wadah penetasan telur yang dilakukan adalah dengan
menggosok bagian corong menggunakan busa pembersih sehingga tidak ada
kotoran yang menempel, selanjutnya air yang tersisa pada corong disifon sampai
habis dan dikeringkan dengan menggunakan busa. Selanjutnya Pada saluran
outlet corong dipasang pipa hingga mengarah ke hapa penampungan larva pada
bak fiber, dengan tujuan saat larva telah menetas dapat langsung mengalir dan
tertampung di hapa.

a b

Gambar 3. (a) wadah penetasan dan penampungan larva (b) proses


pemasangan hapa

c. persiapan wadah pemeliharaan larva

14
Wadah yang digunakan untuk pemeliharaan larva menggunakan bak fiber
berukuran 2 m x 1 m x 1 cm. Selanjutnya persiapan wadah meliputi pembersihan
wadah pemeliharaan dilakukan terlebih dahulu dengan penyurutan air, menguras
bak, dan penyikatan pada dinding bak. Setelah itu, dibilas dengan air hingga
bersih dan wadah pemeliharaan dikeringkan selama 1-2 hari. Pencucian wadah
bertujuan agar lumut yang menempel bisa hilang dan juga mencegah hal-hal
yang tidak diinginkan seperti timbulnya penyakit dan parasit yang akan
menyebabkan kegagalan dalam proses pemeliharaan. Kemudian pemasangan
1
aerasi, aerasi di distribusikan melalui piva PVC dengan ukuran inci dan dii
2
salurkan kedalam wadah pemeliharaan. Morioka (2018) menyatakan bahwa
wadah pemeliharaan harus diberi suplai oksigen berupa aerasi.

Gambar.4 pencucian wadah pemeliharaan larva dan benih

3.4.4 Persiapan media


Sumber air yang digunakan pada kolam induk bersumber dari saluran
irigasi bendungan cijengkol yang kemudian dialirkan melalui saluran berdinding
beton yang dibangun secara sengaja untuk dialirkan ke kolam-kolam yang ada di
balai. Dari selokan tersebut digunakan untuk mengalirkan air ke kolam yang
kemudian dialirkan secara paralel ke kolam-kolam yang ada di CDKPWU
Subang. Adapun volume debit air ± 10 liter per menit.
Tahap selanjutnya Pengisian air kolam pemeliharaan induk adalah
setinggi 1,2 m atau 120 m3. Hal ini sependapat dengan SNI:01-6483-2000
kisaran volume air bak pemeliharaan induk yaitu 120 – 150 m3.
Tahapan selanjutnya adalah pengisian air wadah pemeliharaan, sumber
air yang digunakan berasal dari sumur bor, persiapan media untuk pendederan
ikan patin hanya berupa pengisian bak tandon yang kemudian dialirkan kedalam
bak pemeliharaan larva dan benih.Kumar (2013) menyatakan bahwa air tanah
adalah sumber utama yang baik untuk digunakan. Tahap selanjutnya pengisian
air bak pemeliharaan benih yaitu setinggi 40 cm dengan volume air yaitu 800
liter. Sesuai dengan pedapat SNI bahwa ketinggian air media untuk
pemeliharaan benih yaitu kisaran 30 – 40 cm.

15
Gambar. 5 Pompa air untuk sumur bor
3.4.5 Pemeliharaan Induk
Pemeliharaaan induk ikan patin dipelihara di kolam semi intensif, yang
dimana pada bagian dasar kolam berupa tanah bagian dinding kolam berupa
tembok, dengan ukuran 10 x 10 x 1,5 m3 dengan volume air 120 m3 dengan
jumlah tebar 100 ekor dan padat tebar 1 ekor/m 3, dengan bobot rata-rata pada
induk jantan 2 kg/ekor dan pada induk betina 3-4 kg/ekor.hal ini sesuai dengan
pendapat Darmawan (2016) induk dipelihara menggunakan kolam tembok
dengan dasar tanah. Ahmad et al., (2016) bahwa pemeliharaan induk patin
sebanyak 1 ekor/m3. Serta Subhan et al., (2020) menyatakan kedalaman air
untuk pemeliharaan induk adalah 120 – 150 cm.
Induk ikan patin dipelihara dalam kolam yang terpisah antara jantan dan
betina. hal ini bertujuan agar mempermudah saat dilakukannya seleksi induk. hal
tersebut sependapat dengan Sitanggang et al., (2020) bahwa pemeliharaan
induk harus dilakukan pada wadah yang berbeda antara induk jantan dan betina
tujuannya untuk menimalisir terjadinya pemijahan dan untuk mempermudah
proses pemijahan. Kolam pemeliharaan induk dapat di lihat pada Gambar 6

Gambar 6. Kolam pemeliharaan induk

3.4.6 Pengelolaan Pakan Induk


Induk ikan patin diberi pakan berupa pellet terapung MS Prima Feed (PF
128) dan memiliki nutrisi yang lengkap, seimbang serta dalam jumlah yang cukup
agar induk dapat menghasilkan telur dan sperma yang berkualitas.Pakan
mengandung 38% protein, Lemak 12%, serat kasar 6%, abu 12%, dan kadar air
11%. Kandungan nutrisi pakan yang baik untuk tingkat pertumbuhan dan
membantu kematangan gonad induk adalah pakan yang kandungan proteinnya
28% - 38% (Phumeet.,al 2019)

16
pemberian pakan harian (feeding rate) untuk induk adalah 2% dari
biomassa induk per hari dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak 2 kali
sehari yaitu pagii pada pukul 08.00 WIB dan sore hari pada pukul 15.00 WIB. Hal
tersebut sesuai menurut (Wahyu et al., 2021) bahwa dalam pemberian pakan
induk dengan FR sebanyak 2 % per hari dengan frekuensi pemberian yaitu 2 kali
sehari pada pagi dan sore. Hal ini sama berdasarkan Sunarma (2007), bahwa
frekuensi pemberian pakan 2 kali sehari. Menurut Tahapari,dan Sinarni (2013),
frekuensi pemberian pakan ikan sangat penting diperhatikan karena akan
berpengaruh terhadap jumlah pakan yang dikonsumsi, efisiensi pakan dan
kemungkinan terjadinya pengotoran lingkungan. Pengotoran lingkungan akan
berpengaruh terhadap kesehatan ikan dan kelangsungan hidup ikan.
Sebelum pemberian pakan melakukan penimbangan pakan terlebih
dahulu, kemudian dimasukan kedalam ember untuk ditebar di kolam induk.
Pemberian pakan dilakukan pada satu titik hal tersebut dilakukan untuk
mencegah adanya pakan yang tidak termakan karena sifat alamiah ikan patin
bergerombol dan memungkinkan induk dapat memakan pakan yang diberikan
dengan mudah.
Pakan induk di simpan di dalam gudang pakan yang terdapat sirkulasi
udara yang baik serta terhindar dari sinar matahari dan hujan, selain itu pakan
tidak langsung diletakkan pada lantai tetapi diberikan alas yang biasanya
digunakkan yaitu kayu, hal tersebut sesuai dengan pendapat (Priyono, 2021)
penyimpanan pakan yang baik adalah dengan cara diletakkan tidak langsung
dilantai tetapi dengan didasari alas sepeerti kayu dikarenakan untuk menjaga
kualitas pakan. Ismail et al., (2017) juga berpendapat bahwa pengelolaan pakan
yang baik juga harus memperhatikan cara penyimpanan serta dalam
penyimpanan tidak langsung bersentuhan dengan lantai.

Gambar. 7 Pakan induk

17
3.4.7 Seleksi induk
Sebelum dilakukan seleksi induk, induk yang akan diseleksi dipuasakan
terlebih dahulu selama 24 jam. Hal tersebut sesuai dengan pendapat (Samara,
Fibriana, Lestari, & Sudrajat, 2019) bahwa sebelum pemijahan induk terlebih
dahulu dipuasakan. Tujuan induk dipuasakan untuk mengeluarkan kotoran dan
mengurangi kadar lemak yang berada pada saluran telur serta lebih
mempermudah dalam proses kegiatan seleksi induk
Seleksi induk yang dilakukan pada saat praktik adalah pagi hari pada
pukul 09.00 WIB. Pada proses seleksi, tempat pemeliharaan induk dilakukan
penjaringan dengan menggunakan jaring berukuran 10m x 5m dengan cara
mmbentangkn jaring kemudian bagian bawah jaring di tempelkan di dasar kolam
lalu tarik jaring menggunakan tangan sampai ujung kolam, setelah itu tarik semua
jaring ke sudut kolam, untuk dilakukan proses seleksi, (Ismail, Raudah, Zahra, &
Siti, 2020) berpendapat bahwa seleksi dilakukan pada pagi hari sekitar pukul
09.00 WIB
Selanjutnya dilakukan seleksi induk yang telah matang gonad dan siap
untuk dipijahkan. Induk yang siap pijah dilihat dari induk yang sehat, tidak cacat
serta memiliki ciri fisik seperti bentuk tubuh induk betina yang melebar serta
Urogenital membengkak dan berwarna merah tua, sedangkan ciri fisik untuk
induk jantan yaitu dapat dilihat dari postur tubuh yang lebih ramping, induk tidak
cacat serta pada saat perut jantan di urut akan mengeluarkan cairan putih (sperma).
Hal ini sependapat bahwa induk betina yang siap untuk dipijahkan memiliki
kriteria yaitu organ/anggota tubuh lengkap, tidak cacat/kelainan. (Leonita, Sapto,
Utomo, & Fidyandini, 2021). (Yonarta et al., 2020) menyaatkan bahwa induk
jantan yang matang gonad dilihat pada alat kelaminnya yang menonjol
kemerahan dan apabila di urut akan mengeluarkan cairan putih kental (sperma)
Sedangkan induk betina cendrung melebar dan pendek, perut lembut
ketika diraba, halus dan membesar kearah anus. Pendapat diatas sesuai dengan
pernyataan (Ihwan et al., 2021). induk betina dilihat pada bagian perut yang
tampak membuncit bulat kearah anus, terasa lunak dan halus bila diraba.

A B

Gambar. 8 a) induk betina b) induk jantan

18
Tabel. 3 kriteria kuantitatif induk ikan patin (SNI 01-6483.1-2000)
Parameter Satuan Kriteria
Jantan Betina
Umur pertama siap pijah tahun >1,5 >2,5
Panjang standar cm 40 45
Bobot tubuh pertama kg >2,0 >3,0
matang gonad
Fekunditas butir/kg - 120.000-
200.000
Ratio ekor 1 1
Diameter telur mm - 1,0-1,2
Keseragaman telur % - >75
Penggumpalan telur % - <25

Selanjutnya dilakukan pengecekan visual pada induk jantan maupun


betina. Kematangan gonad pada induk betina dilihat secara kanulasi atau disedot
menggunakan kateter yang terbuat dari suntikan yang dimodifikasi dengan selang
sepanjang 30 cm. Pernyataan tersebut sesuai menurut Fariedah et al., (2018)
seleksi induk siap pijah dengan pengecekan kualitas telur dengan menggunakan
kanulator (kateter). Alat ini berfungsi untuk mengambil telur yang ada pada perut
ikan betina sehingga dapat dilihat bahwa sampel telur yang dikeluarkan telah
memenuhi kriteria untuk dipijahkan, pengecekan telur dilihat dari beberapa
kriteria. Kriteria telur yang siap untuk dipijahkan yaitu telur berukuran seragam,
berwarna bening, tidak berair , kering dan tidak mudan pecah.
Pengecekan visual untuk melihat kematangan induk jantan dilakukan
dengan cara pengurutan kearah lubang genital hingga mengeluarkan cairan putih
(sperma), sehingga induk tersebut siap digunakan untuk pemijahan.
Induk betina dan jantan yang sudah di seleksi kemudian dipindahkan
kedalam kolam penampungan yang berbeda antara betina dan jantan, wadah
penampungan yang digunakan berupa kolam beton dengan ukuran 5 m x 1m x 1
m, dilengkapi dengan pipa inlet dan pipa outlet.Kolam penampungan berfungsi
sebagai kolam untuk menampung induk yang siap dipijahkan.
Kolam penampungan induk diisi air setinggi 80 cm dan kemudian
dilakukan pemasangan waring disetiap sudut kolam dengan ukuran 3 m x 2 m x
0,5 m. Waring tersebut dipasang pada kolam penampungan induk betina dan
jantan untuk mempermudah penangkapan induk saat akan melakukan proses
pemijahan

19
a b

Gambar 9. (a) Pengecekan terlur menggunakan kateter (b) bak


penampang induk siap pijah

Pada proses seleksi induk yang dilakukan siklus 1 didapatkan induk


betina matang gonad sebanyak 5 ekor sedangkan induk jantan matang gonad
sebanyak10 ekor, untuk siklus 2 didapatkan induk betina matang gonad
sebanyak 5 ekor dan induk jantan sebanyak 10 ekor. Induk yang sudah selesai
diseleksi selanjutnya ditimbang untuk menentukan dosis hormon yang akan
diberikan pada indukbetina saja. Hasil penimbangan induk betina pada siklus 1
yaitu 5 kg, 3 kg, 4,5 kg, 2,2 kg dan 2,5 kg, sedangkan pada siklus 2 berat induk
yaitu 2.8 kg, 4,5 kg, 3,4 kg, 4,9 kg dan 2,7 kg.

3.4.8 Pemijahan
Pemijahan induk ikan patin masih susah dipijahkan secara alami,
sehingga dilakukan secara buatan (induce breeding). Pemijahan buatan ini
dilakukan dengan cara penyuntikan hormone Human Chrionic Gonadodtropin
(HCG) dan Ovaprim. Untuk perbandingan induk jantan dan betina yang
digunakan di CDKPWU yaitu 1:2. Namun pernyataan perbandingan tersebut
tidak sesuai dengan pendapat (Sandi, 2013) bahwa Pemijahan umumnya
dilakukan secara buatan dengan perbandingan induk jantan dan betina yaitu 1:1.
Hal ini dilakukan karena ditakutkan sperma tidak aktif, oleh karena itu
untuk mendapatkan hasil yang lebih baik maka perbandingan yang digunakan di
CDKPWU Cijengkol yaitu 1:2, dengan tujuan jika salah satu sperma jantan tidak
bisa membuahi maka sperma jantan yang lain bisa menutupi atau mebuahi sel
telur pada induk betina.
Penyuntikan induk ikan patin dilakukan 2 kali yaitu penyuntikan pertama
menggunakan hormon HCG pada induk betina.penyuntikan ke-2 menggunakan
hormon ovaprim pada induk jantan dan betina. Ikan patin terlebih dahulu
ditimbang satu persatu sebelum dilakukan penyuntikan atau perangsang
pemijahan.Induk ikan patin diberi tanda pada bagian kepalanya dengan
menggariskan menggunakan kuku.Hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam
kegiatan penyuntikan ke- 2 agar tidak melakukan penimangan kembali.

20
a. Penyuntikan Hormon
Penyuntikan induk ikan patin dilakukan 2 kali yaitu penyuntikan pertama
menggunakan hormon HCG pada induk betina. penyuntikan ke-2 menggunakan
hormon ovaprim pada induk jantan dan betina dengan intervall waktu antara
penyuntikan pertama dan penyuntikan kedua selama 24 jam hal tersebut sesuai
dengan pendapat Sunarma, (2019) bahwa penyuntikan hormon dilakukan 2 kali.
Pada penyuntikan pertama Ikan patin yang akan di suntik dilakukan
penimbangan terlebih dahulu dengan tujuan agar mempermudah saaat
pemberian hormon HCG dan ovavrrim. Induk ikan patin diberi tanda pada bagian
kepalanya dengan menggariskan menggunakan kuku. Hal ini bertujuan untuk
memudahkan dalam kegiatan penyuntikan ke- 2 agar tidak melakukan
penimangan kembali.
Penyuntkan pertama adalah dengan menggunakan hormon HCG dengan
dosis 500 IU/kg dan untuk penyuntikan kedua yaitu hormon ovavrim dengan
dosis 0.6 ml/kg untuk betina dan 0,3 untuk jantan. Pernyataan tersebut sudah
sesuai dengan pendapat Manantung., et al (2013) bahwa penyuntikan pertama
dilakukan pada malam hari dengan menggunakan HCG dengan dosis 500 IU/kg.
kemudian penyuntikan kedua yaitu ovavrim dosis 0.6 ml/kg untuk betina
dan 0,3 untuk induk jantan. Penyuntikan pada induk ikan Patin hanya dapat
dilakukan pada bagian punggung (intra muscular) induk dengan kemiringan 45o
saat penyuntikan dilakukan hati hati, setelah penyuntikan usap terlebih dahulu
pungung ikan supaya hormon yang telah di suntikan tidak keluar lagi. Pernyataan
terseut sudah sesuai dengan Manantung et al., (2013) bahwa penyuntikan induk
dibagian punggung dengan kemiringan jarum suntik 40–45oC dan kedalaman
jarum suntik ± 1 cm atau disesuaikan dengan besar kecilnya tubuh ikan serta
bekas suntikan di usap sambil menekannya secara perlahan dengan jari agar
hormon yang disuntikan tidak keluar.
Setelah prosses penyuntikan maka induk di simpan kembali kedalam
kolam penampungan. Adapun proses penyuntikan pada indukdapat dilihat pada
Gambar 10

Gambar.10 Penyuntikan hormon


b. Proses Striping
Sebelum dilakukan stripping tahap awal adalah melakukan pemeriksaan
ovulasi pada induk betina terlebih dahulu agar pengeluaran telur dapat optimal,
adapun waktu ovulasi terjadi setelah 11 – 12 jam setelah penyuntikan kedua hal
ini ditandai dengan keluarnya telur pada saat dilakukan pengurutan pada saat

21
pengurutan ke arah genital. Pendapat diatas sesuai dengan pendapat Susanti
dan Arif (2012), bahwa Proses stripping dilakukan setelah 8-12 jam dari
penyuntikkan kedua.
Proses ini dilakukan pada pagi hari apabila pengeluaran telur dilakukan
sebelum ovulasi maka pengeluaran telur tidak akan lancar dan bisa
menyebabkan persentase penetasan telur kecil, sedangkan jika terlalu lambat,
pembuahan bisa gagal karena air sudah masuk ke dalam kantong telur yang
menyebabkan lubang mikrofil pada telur sudah tertutup.
Jika telur sudah ovulasi dengan sempurna maka dlakukan striping pada
induk jantan terlebih dahulu yaitu dengan mengurut perut induk jantan sampai ke
bawah urogental kemudian dimasukan kedalam botol dan jangan biarkan terkena
sinar matahari sperma yang sudah di maskan kedalam botol yang sudah terisi
lautan NaCl Penambahan larutan tersebut bertujuan menjaga kualitas sperma
agar dapat memperpanjang umur dari sperma. Hal ini sesuai menurut Puspita
dan Wiyono (2014) bahwa untuk mendapatkan proses pembuahan terbaik dan
dengan proses yang lebih cepat dapat menggunakan larutan NaCl.
Proses selanjutnya adalah stripping induk betina dilakukan dengan cara
mengurut bagian bawah perut ikan hingga telur terasa habis dan perut kempes.
Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Susanti dan Arif (2012), bahwa stripping
dilakukan dengan cara mengurut bagian perut ikan, perut ikan diurut ke arah
lubang genital sehingga telur dapat keluar semua sampai perut dari induk betina
kempes.Telur yang keluar ditampung pada baskom plastik yang kering. Hal ini
sesuai dengan pendapat Sunarma (2007), bahwa induk betina yang sudah
ovulasi di stripping dan telurnya ditampung dalam baskom plastik kering kemdian
pada saat pengeluaran telur di baskom kemudian campurkan sperma 5-10 ml
dan aduk dengan menggunakan bulu ayam, selanjutnya pembuahan dengan
penambahan air mineral sebanyak 250 ml selama kurang lebih selama 3 menit,
setelah itu cuci telur dengan air mengalir dan penambahan tanah liat untuk
menghilangkan zat perekat pada telur agar telur tidak menggumpal pada saat di
tebar kemudian bilas hingga tidak ada sisa kotoran dari tanah liat. pernyataan
tersebut sesuai dengan Manantung., V.O.,Sinjal, H.J., dan Monijung bahwa ikan
patin memiliki sifat telur yang adesif atau menempel dan salah satunya dengan
penggunaan tanah liat untuk pencucian telur.

22
Gambar. 11 proses pemijahan

c. Penetasan Telur
Penetasan telur yang dilakukan di CDKPWU Subang menggunakan
wadah penetasan berupa corong penetasan berukuran 40 cm x 50 cm dengan
ketinggian air 50 cm sebanyak 12 buah corong penetasan yang dilengkapi
sirkulasi air dan lampu dengan kekuatan 75 watt per corong untuk menstabilkan
suhu ruang. Lama penetasan telur berlangsung ± 20 – 24 jam dengan suhu
berkisar antara 280C – 290C .Hal ini sependapat dengan Sunarma (2007) yang
menyatakan bahwa proses penetasan telur sudah mulai menetas setelah
diinkubasi selama 22 – 30 jam, SNI 01-7256-2006 bahwa suhu optimal untuk
penetasan adalah 27 – 30 0C.
Pada proses ini dibutuhkan aerasi yang kuat dan suhu yang stabil untuk
mengoptimalkan perkembangan embrio. Menurut Prihatin et al, (2021), faktor
kualitas air terutama suhu merupakan faktor yang sangat penting bagi kehidupan
organisme. Perubahan suhu memberikan pengaruh yang sangat kuat terhadap
proses fisiologis dan biologis dikarenakan suhu merupakan faktor lingkungan
yang berpengaruh terhadap perkembangan embrio yang nantinya akan menetas.
Telur yang terbuahi memiliki ciri berwarna putih bening, sedangkan telur yang
tidak terbuahi akan berwarna seperti putih susu.

Gambar. 12 proses penebaran telur

23
d. panen larva
Kegiatan panen larva di CDKPWU dilakukan pada pagi hari sekitar pukul
09.00 WIB.Pemanenan larva dilakukan 18-24 jam setelah menetas. Larva yang
telah menetas akan berada di dalam hapa di bak penampungan larva, dipanen
menggunakan seser yang halus dan dipindahkan ke wadah drum plastik yang
bervolume 1000 liter yang telah diisi air dan diberi aerasi kuat agar oksigen tetap
terpenuhi. Larva yang telah tertampung didalam drum plastik kemudian dihitung,
perhitungan yang dilakukan dengan cara menggunakan sendok takar yang telah
ditentukan di CDKPWU. Sendok takar terdiri dari dua jenis yaitu sendok takar
untuk 10.000 ekor larva dan 20.000 ekor larva.Larva di packing dengan cara
dimasukkan oksigen dengan perbandingan 1:3 antara air dan oksigen. Satu
kantong diisi 20.000 ekor larva dengan ukuran plastic 60 cm x 40 cm.

3.4.9 Pemeliharaan Larva


Larva ikan Patin yang dipelihara di CDKPWU Subang merupakan hasil
dari pemijahan induk di unit pembenihan CDKPWU. Pemeliharaan larva
dilakukan di dalam bak fiber dengan dimensi 2x1x1 dengan volume bak 800 l.
Penebaran benih dilakukan pada sore hari. Penebaran benih sebaiknya
dilakukan pada pagi atau sore hari karena pada saat itu temperatur udara tidak
terlalu tinggi dan agar ikan tidak mengalami stres (Budi et al., 2021).Larva yang
ditebar berjumlah 20.000 ekor dengan padat tebar 25 ekor/liter. pernyataan
tersebut tidak sesuai dengan SNI 01-7256-2006 bahwasannya padat tebar untuk
pendederan 1 adalah 20 ekor/l.kepadatan yang tinggi akan menyebabkan
kekurangan oksigen, serta memiliki ruang gerak yang sempit, serta perebutan
pakan. Sebelum penebaran, larva di lakukan proses aklimatisasi terlebih dahulu
dengan cara merendam kantong plastik berisi larva kedalam bak pemeliharaan
selama 10-15 menit. Selanjutnya, karet ikatan pada kantong plastik dibuka, lalu
kantong dimiringkan kewadah pemeliharaan larva dan dilakukan pencampuran air
sedikit demi sedikit antara air wadah pemeliharaan dengan air yang berada
didalam kantong plastik. Hal ini bertujuan untuk menyesuaikan kondisi
lingkungan perairan baru. Selain itu, agar larva tidak cepat stress terhadap lokasi
yang baru dan larva didalam kantong plastik dibiarkan keluar dengan sendiri pada
bak pemeliharaan larva

24
Gambar. a) Proses aklimatisasi b) proses penebaran larva
3.4.10 Pemberian pakan
Setelah larva ikan patin menetas, larva tidak diberi makan selama 24 jam
dikarenakan larva ikan masih mempunyai cadangan makanan berupa kuning
telur, adapun pakan yang akan diberikan sampai panen nanti yaitu berupa pakan
alami berupa artemia dan cacing sutra yang disesuaikan dengan bukaan mulut
ikan, jadwal pemberian pakan dapat dilihat pada TABEL 3 .
Tabel. 3 data pemberian pakan larva dan benih
DOC
Pakan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 12 13 17 20 30
1
Yolk sac
Artemia
Tubifex
sp
pellet
a. Artemia sp
Artemia diberikan pada saat larva berumur 2 hari setelah penebaran.
Kultur artemia dilakukan 24 jam sebelum pemberian pakan.Wadah penetesan
artemia menggunakan galon dengan kapasitas air 15 liter diberi 1 aerasi yang
kuat. Sebelumnya wadah penetesan dibersihkan terlebih dahulu kemudian
melakukan pengisian air sebanyak ¾ dari wadah penetesan, selanjutnya
memasukkan garam sebanyak 500 gram. Sebelum cyste Artemia sp dimasukan
ke dalam galon kemudian diamkan selama 30 menit setelah itu cyste dimasukan
kedalam wadah penetasan.Waktu Artemia sp untuk menetas yaitu selama 18-24
jam dengan suhu 30ºC dengan salinitas 15-20 ppt.
Proses selanjutnya yaitu proses pemanenan Artemia sp, proses
pemanenan dilakukan dengan cara mengangkat aerasi pada wadah kultur lalu
mengendapkan Artemia sp selama 15 menit supaya Artemia sp mengendap
terpisah dengan cangkang yang mengapung, lalu beri satu titik cahaya lampu
pada bagian bawah wadah supaya Artemia sp berkumpul di bawah, pemanenan
dilakukan dengan melakukan penyiponan menggunakan selang kecil dibilas
dengan menggunakan plankto net atau kain mori. Lalu Artemia sp ditampung
pada wadah yang telah berisi air dengan larutan garam,dan aerasi. Frekuensi
pemberian Artemia sp sebanyak 8 kali sehari atau setiap 2 jam sekali. Pada umur
2-5 hari larva diberi pakan artemia, karena pada DOC 3 aktivitas enzim pada

25
larva patin mengalami penurunan yaitu pada saat kuning telur sudah mulai habis
hal tersebut sesuai dengan pendapat Buwono et al., (2015) yang menyatakan
bahwa pemberian pakan artemia dilakukan sampai dengan DOC 5. Setelah itu
akan ada fase transisi pakan dari kuning telur ke artemia yang merupakan fase
kritis pada larva.

Gambar.13 Kultur Pakan Alami (Artemia sp)


Adapun kandungan nutrisi nauplius Artemia sp. yang baru menetas
sebagai berikut : protein 40%- 50%, karbohidrat 15% - 20%, lemak 15% - 20%,
abu 3% - 4% sedangkan nilai kalori adalah 5.000 – 5.500 kalori per gram berat
kering. Kegiatan selanutnya adalah pemberian pakan, pemberian pakan yaitu
dengan mengambil artemia kedalam ember yang kemudian di bilas terlebih
dahulu menggunakan air mengalir, pemberian pakan menggunakan takaran
gelas plastik ukuran 100 ml. Pernyataan tersebut seuai dengan Panggabean
(1984) Pemberian pakan artemia diberikan menggunakan takaran gelas plastik
100 ml dan diberikan secara adlibitum hal tersebut juga sesuai dengan pendapat
Sunarma (2007), yang menyatakan bahwa pakan diberikan secara ad libitum
atau secukupnya dengan memperhatikan nafsu makan ikan. Frekuensi
pemberian pakan artemia adalah 2 - 3 jam sekali. Pemberian pakan untuk ikan
yang masih kecil lebih sering dibandingkan ikan dewasa. Selain itu, pada stadia
larva lebih banyak membutuhkan sumber energi untuk pembentukan organ-organ
dalam tubuh Tahapari dan Suhenda (2009) . Pemberian pakan artemia dilakukan
dengan cara menebar artemia yang telah menetas secara merata ke dalam bak
b. Cacing sutra (Tubifex sp)
Pemberian pakan cacing sutra dilakukan setelah pemberian pakan
dengan Artemia sp. Cacing sutera yang akan diberikan dicincang terlebih dahulu
hingga halus. Frekuensi pemberian pakan cacing sutra adalah 4 jam sekali
sekali. Selanjutnya pemberian pakan dengan mengambil cacing setelah itu
cincang sampai halus setelah halus, cacing sutra dibilas dengan menggunakan
air tawar sampai tidak ada darah atau kotoran hingga bersih dan kemudian
dimasukan kedalam wadah berupa ember dan di campur dengan air bersih
kemudian tebar cacing ke dalam bak pemeliharaan larva ikan patin pemberian
pakan secara ad libitum. Sebagaimana pendapat (Supono, 2015) bahwa
frekuensi pemberian pakan cacing diberikan 4 jam ekali dengan metode
pemberian pakan secara ad libitum. Seiring dengan berjalannya waktu, larva
patin akan bertambah besar dan bukan mulut akan semakin membesar, oleh
karena itu pemberian pakan tidak harus dicincang halus dan cukup dengan
pemberian secara langsung. Adapun pemberian pakan cacing sutra dapat dilihat
pada Gambar 17

26
Gambar.14 (a) penyincangan cacing (b) pemberian pakan cacing
c. Pakan pellet
Larva diberi pakan buatan berbentuk tepung dengan kandungan protein
40% dengan frekuensi pemberian 3 kali sehari yaitu pada pukul 07.00, 10.30 dan
15.30 WIB. Menurut pendapat Yustysi et.,al (2016), pemberian pakan larva
pendederan 1 diberikan 3 kali sehari yaitu pada pagi hari pukul 08.00, pukul
12.00, dan pukul 16.00 WIB. Jenis pakan yang digunakan di pendederan 1 yaitu
pakan buatan dengan jenis Feng-li ukuran 0-01. Hal ini sesuai dengan pendapat
Firmansyah, et.,al (2019), dengan mempertimbangkan dosis, frekuensi dan
waktu pemberian yang tepat, sehingga dapat dimanfaatkan oleh benih dengan
baik.
Menurut Hartami (2015), menyatakan bahwa semakin baik konsumsi
pakan harian, maka semakin efisien biaya produksi yang harus dikeluarkan
sehingga pengusaha bisa mendapatkan keuntungan dari kegiatan ini. Nilai
konsumsi pakan sangat ditentukan oleh dua hal, yakni kualitas pakan yang
diberikan dan sifat bawaan (genetika) dari jenis ikan yang dipelihara. Semakin
berkualitas pakan yang diberikan maka pertumbuhan ikan akan semakin cepat.

3.4.11Pengelolaan Kualitas Air


Parameter kualitas air merupakan salah satu hal penting yang harus
diperhatikan dalam proses budidaya. Menurut Monalisa (2010), air sebagai
media hidup ikan harus memiliki parameter yang sesuai bagi kehidupan ikan.
Kualitas air dapat memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan makhluk hidup
di air. Pergantian air dan menyiponan dilakukan 2 hari 1 kali. Pernyataan tersebut
sesuai dengan Aulia dan Matondang (2020) selama pemeliharaan, dan
pengecekan kualitas air. Pergantian air dilakukan setiap 2 hari dengan
mengurangi ketinggian air sebanyak 35 – 40 % dan juga menyikat seluruh
dinding bak pemeliharaan agar wadah pemeliharaan bersih.
Pergantian air bertjuan untuk dilakukan untuk membuang sisa pakan dan
feses yang berada di dasar bak serta dapat mempengaruhi kesehatan benih ikan
patin. Pergantian air dilakukan dengan cara pengurangan air air sebanyak 40%
dari volume awal. Pergantian air dilakukan dengan cara menyipon air
menggunakan selang berukuran 2 inci dengan panjang 2 meter sebanyak 4
buah. Selang digabung menjadi satu didalam pipa paralon 4 inci dengan panjang
50 cm. pada ujung paralon diberi saringan dengan mata jarring 0,2 mm yang

27
bertujuan agar larva tidak terbawa pada saat proses penyiponan
pada saat pergantian air dilakukan juga pencucian bak dengan
menggosok dasar wadah mengunakan busa agar kotoran yang menempel di
dikerjakan dengan sangat hati- hati dengan cara menyipon atau membuang
kotoran yang berada di dasar wadah pemeliharaan dengan menggunakan selang
kecil. Pada saat proses pergantian air, tidak sedikit larva ikut tersedot kedalam
alat, dan menenempel pada jaring dalam alat tersebut, sehingga pada saat
proses pergantian air terjadi kematian pada larva.
Proses pergantian air ini juga bertujuan untuk membersihkan bak dari
sisa kotoran, sehingga wadah dan media menjadi bersih dan membuat ikan
menjadi segar dan nafsu makan menjadi tinngi.

a b

Gambar. a) penyiponan b) pergantian air

Menurut Ramadhan and Sukarman (2015), kualitas air merupakan


parameter yang penting bagi organisme akuatik terutama ikan. Adanya
perubahan kualitas dapat menyebabkan gangguan pada pertumbuhan bahkan
kematian pada ikan. Pengamatan kualitas air yang dilakukan di Cabang Dinas
Kelautan Dan Perikanan Wilayah Uatra (CDKPWU) Subang dalam praktik akhir
ini yaitu sebagai berikut:
a. Suhu
Pengukuran suhu yang dilakukan di Cabang Dinas Kelautan Dan Perikanan
Wilayah Uatra (CDKPWU) Subang khususnya di bagian pembenihan ikan patin
yaitu menggunakan termometer dengan cara memasukan alat kedalam air, lalu
diamkan hingga garis pada termometer berhenti, setelah itu mencatat hasil
pengukuran. Pengukuran suhu dilakukan 2 kali dalam sehari yaitu pukul 06.00,
16.00 WIB.SNI 01-7256 (2006) manyatakan bahwa pengukuran suhu dapat
dilakukan pada pagi yaitu jam 05.00 – 06.00 dan untuk sore hari pada pukul 15 –
16.00.
Menurut Manantung dkk.(2013), suhu air penting bagi pertumbuhan
organisme yang hidup diperairan karena banyak berpengaruh terhadap
pertumbuhan organisme. Suhu dapat mempengaruhi berbagai aktifitas
kehidupan dan berpegaruh terhadap oksigen terlarut didalam air, makin tinggi
suhu makin rendah kelarutan oksigen didalam air (Minggawati, 2012)
Suhu yang optimal bagi pertumbuhan ikan patin adalah 25-29°C, sehingga
menyebabkan perubahan laju metabolisme ikan (Minggawati, 2012 dan Djauhari
dkk., 2017) Sedangkan menurut Waspada (2012);Manantung dkk., (2013);

28
Zarkasih dkk.,(2015), kisaran suhu optimal untuk pembenihan ikan patin adalah
25-30°C semakin tingginya suhu media maka laju pertumbuhan metabolisme ikan
akan meningkat sehingga nafsu makan ikan meningkat

Kegiatan pengukuran suhu dapat dilihat pada GAMBAR 18

Gambar. 15 pengukuran suhu


Berdasarkan hasil pengukuran parameter suhu yang diperoleh pada
siklus 1 berkisar antara 25 – 31 0C, dan pada siklus 2 berkisar antara 25 – 31 °C,
pada pemeliharaan larva dan benih suhu cenderung rendah karena kondisi bak
pemeliharaan dan ruang pemeliharaan relatif dingin dan tidak tertutup rapat
masih ada celah udara yang masuk.
Pada suhu 25 0C terjadi pada pagi hari akibatnya ikan tidak nafsu makan
dan metabolisme ikan menurun. Suhu yang optimal bagi pertumbuhan ikan patin
menurut Waspada (2012);Manantung dkk., (2013); Zarkasih dkk.,(2015), kisaran
suhu optimal untuk pembenihan ikan patin adalah 25-30°C semakin tingginya
suhu media maka laju pertumbuhan metabolisme ikan akan meningkat sehingga
nafsu makan ikan meningkat.

35 GRAFIK SUHU SIKLUS 1


30
25
20
15
suhu °C

10
5
0
22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22
/ 20 / 20 / 20 / 20 / 20 / 20 / 20 / 20 / 20 / 20 / 20
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
/0 /0 /0 /0 /0 /0 /0 /0 /0 /0 /0
10 12 14 16 18 20 22 24 25 27 29
waktu
suhu jam 06.00 suhu jam 16.00

29
GRAFIK SUHU SIKLUS 2
35
30
25
20
suhu 15
10
5
0
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
202 202 202 202 202 202 202 202 202 202 202 202 202 202 202
4/ 4/ 4/ 4/ 4/ 4/ 4/ 4/ 4/ 5/ 5/ 5/ 5/ 5/ 5/
/0 /0 /0 /0 /0 /0 /0 /0 /0 /0 /0 /0 /0 /0 /0
14 16 18 20 22 24 26 28 30 02 04 06 08 10 12
waktu

suhu jam 06.00 suhu jam 16.00

Gambar.16 Grafik Suhu pada siklus 1 dan 2


b. pH
Pengukuran pH di, Cabang Dinas Kelautan Dan Perikanan Wilayah Uatra
(CDKPWU) Subang khususnya di bagian pembenihan ikan patin menggunakan
pH meter dengan ketelitian 0,01. Parameter pH yang tidak optimal dapat
menyebabkan ikan stress, mudah terserang penyakit, produktivitas dan
pertumbuhan rendah. Sebelum digunakan, pH meter dipastikan dalam keadaan
netral atau sudah terkalibrasi,kalibrasi menggunakan buffer pH4 dan 10 dan air
sulingan (aquades) sebanyak 250 ml,adapun tuujuan kalibrasi adalah untuk
memastikan agar pH meter dapat memberikan hasil yang akurat Pengukuran
dilakukan dengan memasukan alat kedalam air lalu diamkan sampai angka pada
pH meter mulai stabil, setelah itu mencatat hasil pengukuran. Pengukuran pH
dilakukan 2 kali dalam sehari yaitu pukul 06.00, 16.00 WIB. SNI 01-7256 (2006)
manyatakan bahwa oengkuran pH dapat dilakukan pada pagi yaitu jam 05.00 –
06.00 dan untuk sore hari pada pukul 15 – 16.00 Kegiatan pengukuran suhu
dapat dilihat pada GAMBAR 20

Gambar. 17 pengukuran Ph.


Berdasarkan hasil pengukuran parameter pH yang diperoleh pada siklus
1 dan 2 selama praktik berkisar antara 5-8. pH ini tergolong aman dikarenakan
derajat keasaman yang baik untuk budidaya ikan patin siam adalah kisaran 5,5 -
8,5 (Solaiman dan Sugihartono 2012). Ikan patin siam masih mampu bertahan
hidup pada pH rendah karena dikenal sebagai ikan yang toleran terhadap derajat

30
keasaman air (pH) sehingga meskipun terjadi perubahan pH ikan patin siam
masih dapat bertahan hidup
.

GRAFIK PH SIKLUS 1
9
8
7
6
5
4
ph

3
2
1
0
22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22
/ 20 /20 /20 /20 /20 /20 /20 /20 /20 /20 /20 /20 /20 /20 /20 /20 /20 /20 /20 /20 /20
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
/ 0 / 0 /0 /0 / 0 / 0 /0 /0 / 0 / 0 /0 / 0 / 0 /0 /0 / 0 / 0 /0 /0 / 0 / 0
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 24 25 26 27 28 29
waktu
ph jam 06.00 ph jam 16.00

GRAFIK PH SIKLUS 2
9
8
7
6
5
4
ph air

3
2
1
0
22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22 22
/ 20 /20 /20 /20 /20 /20 /20 /20 /20 /20 /20 /20 /20 /20 /20
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
/0 /0 /0 /0 /0 /0 /0 /0 /0 /0 /0 /0 /0 /0 /0
14 16 18 20 22 24 26 28 30 02 04 06 08 10 12
waktu

Ph jam 06.00 ph jam 16.00

Gambar.18 Pengukuran pH siklus 1 dan 2

c. Oksigen Terlarut (Dissolved oxygen)


Pengukuran oksigen terlarut di Dinas Kelautan Dan Perikanan Wilayah Uatra
(CDKPWU) Subang khususnya di bagian pembenihan ikan patin menggunakan
alat DO meter dengan ketelitian 0,01 dengan cara memasukan sensor kedalam
air setidaknya sedalam 40 cm lalu didiamkan hingga angka pada layar DO meter
mulai stabil (1-3 menit), setelah itu mencatat hasil pengukuran. Kegiatan yang
dilakukan pada saat pengukuran oksigen terlarut dapat dilihat pada gambar
dibawah ini.

31
Gambar 19 Pengukuran oksigen terlalur (DO)
Berdasarkan hasil pengukuran parameter DO yang diperoleh pada siklus
1dan 2 selama praktik berkisar antara 2,5 – 3,2 mg/l. Kandungan oksigen terlarut
(DO) dalam air berpengaruh terhadap proses metabolisme dalam tubuh ikan
(Syahrizal dan Arifin, 2017). Pada suatu pemeliharaan, kadar oksigen tersebut
tergolong rendah akan tetapi kadar oksigen terlarut tersebut masih dalam batas
yang dapat ditolerir oleh ikan Patin, menurut Baidya dan Seno (2002), Ikan Patin
siam mempunyai toleransi terhadap oksigen terlarut yang rendah pada suatu
perairan dan merupakan ikan yang tahan terhadap perubahan kondisi perairan.
Asis dkk. (2017), kandungan oksigen terlarut yang optimum >3.00 mg/l,
kekurangan oksigen terlarut menyebabkan ikan kurang nafsu makan dan bakteri
akan berkembang yang menyebabkan kematian pada ikan.

GRAFIK DO SIKLUS 1
3.5
3
2.5
2
1.5
DO

1
0.5
0
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
202 202 202 202 202 202 202 202 202 202 202 202 202 202 202 202 202 202 202 202 202
3/ 3/ 3/ 3/ 3/ 3/ 3/ 3/ 3/ 3/ 3/ 3/ 3/ 3/ 3/ 3/ 3/ 3/ 3/ 3/ 3/
/0 /0 /0 /0 /0 /0 /0 /0 /0 /0 /0 /0 /0 /0 /0 /0 /0 /0 /0 /0 /0
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 24 25 26 27 28 29
Waktu

DO jam 06.00 DO jam 16.00

32
GRAFIK DO SIKLUS 2
3.2
3
2.8
DO 2.6
2.4
2.2
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02 02
4/2 4/2 4/2 4/2 4/2 4/2 4/2 4/2 4/2 4/2 4/2 4/2 4/2 4/2 4/2
/ 0 / 0 / 0 / 0 /0 /0 /0 / 0 / 0 / 0 / 0 / 0 / 0 /0 /0
14 16 18 20 22 24 26 28 30 02 04 06 08 10 12
waktudo jam 16.00
do jam 06.00

Gambar. 20 Pengukuran hasil DO Siklus 1 dan 2


3.4.12 Monitoring pertumbuhan
Monitoring pertumbuhan yang dilakukan adalah dengan cara grading atau
memisahkan berdasarkan ukuran, hal tersebut sesuai dengan pendapat
(Ni’matulloh, Rejeki, & Ariyati, 2018) bahwa grading dilakukan untuk memisahkan
benih sesuai dengan ukurannya sehingga meminimalisir terjadinya kanibalisme
dan keragaman ukuran pada benih ikan patin.
Proses grading menggunakan alat yang terbuat dari baskom plastik yang
diberi lubang pada sekeliling baskom, ukurannya sesuai dengan ukuran benih
yang akan disortir yaitu 0.75 inci, 1 inci, dan 1.5 inci. Kegiatan yang dilakukan
dalam monitoring pertumbuhan adalah grading dan sampling panjang ikan.
Grading bertujuan untuk menyeragamkan ukuran benih yang ditempatkan dalam
suatu wadah sedangkan sampling merupakan pengukuran panjang ikan.
Pelaksanaan sampling sebaiknya dilakukan bersamaan dengan kegiatan-
kegiatan lain seperti saat grading (Asis dkk., 2017).
Monitoring pertumbuhan dilakukan secara visual, dan dilakukan penyortiran
ukuran (grading), sampling pertumbuhan pada DOC 10 hari, kemudian sampling
selanjutnya dilakukan selisih 3 hari setelah sampling pertama, penyortiran
dilakukan setelah ikan berukuran minimal ½ inch. Selain itu grading / penyortiran
juga bertujuan agar mengurangi persaingan pada saat pemberian pakan karena
ukuran benih sudah seragam sehingga tidak ada lagi yang berukuran lebih kecil,
sedang dan besar. Proses grading / penyortiran menggunakan alat sortir yang
terbuat dari baskom plastik yang diberi lubang pada sekeliling baskom. Ukuran
alat grading / penyortiran sesuai dengan ukuran benih yang akan di grading yaitu
0.75 inci, 1 inci, 1.5 dan 2 inci. Pernyataan tersebut sesuai dengan SNI 01-7256-
2006bahwa pengukuran benih pada saat grading berukuran 0,75 inc – 2 inci.
Berikut adalah kegiatan grading pada benih ikan patin

33
Gambar. 21 a)proses grading (b) sampling panjang

3.00
2.73
2.68
2.50
1.99
2.00
1.53 1.88

1.50 siklus 1
cm

1.62 siklus 2

1.00

0.50

0.00
DOC 10 DOC13 DOC 17

Gambar 22. Grafik sampling


3.4.13panen dan pasca panen
Panen patin dilakukan saat benih umur 21 sampai 30 hari. Pada siklus 1
ini panen dilakukan saat benih berumur 21 hari dan pada siklus ke pada umur 30
hari, dengan ukuran 2 inci. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ardiyansyah
et al., (2017) menyatakan bahwa usaha pembenihan dilakukan hingga benih
berukuran sekitar 2 inci. Adapun teknik pemanenan benih ikan patin siam di
CDKPWU dilakukan dengan cara mengurangi air 10%, kemudian benih dipanen
menggunakan seser halus secara perlahan agar benih tidak mengalami luka
akibat benturan dengan benda keras. Sebelum dipanen, ikan dipuasakan terlebih
dahulu. Tujuan pemuasaan adalah untuk menghindari ikan mabok pada saat
pemanenan ,lama waktu pemuasaan adalah 24 jam.
Pada tahap pemanenannya, sebelum benih di packing benih ditampung
terlebih dahulu di sebuah baskom yang sudah diberikan aerasi dan air. Benih
ditampung untuk mempermudah penghitungan benih yang akan diisi ke dalam
kantong plastik packing dengan tujuan agar jumlah benih yang dipacking sesuai
dengan permintaan pembeli sehingga tidak terjadi kekurangan benih. Dalam
proses packing ikan sebelumnya ditakar menggunakan gelas plastik yang
sebelumnya dihitung sebanyak 700 ekor, pengemasan menggunakan kantong
plastik dengan ukuran 40 x 60 cm. Kantong plastik dilapisi dua. Tahapan
panennya dapat dilihat pada GAMBAR 25.

34
Gambar 32. Proses panen dan packing
Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa pada tahap panen setelah
dilakukan packing benih yang dipanen maka akan dilakukan
pengangkutan benih. Pengangkutan ini dilakukan pada pagi atau sore hari untuk
menghindari panas matahari.Untuk data hasil panen pada siklus 1 sampai 2
dapat dilihat pada Tabel 4 .
SIKLUS 1
Hatchery Jumlah Panen SR (%)
Tebar
1 200.000 85.000 43%
2 200.000 105.000 53%
3 200.000 91.700 46%
4 200.000 88.500 44%
5 200.000 96.000 48%
6 200.000 90.000 45%
7 200.000 92.000 46%
8 200.000 86.800 43%
Total : 1,600.000 735.000 46%

SIKLUS 2
Hatchery Jumlah Tebar Panen SR (%)

1 200.000 95.000 48%


2 200.000 98.000 49%
3 200.000 95.000 48%
4 200.000 110.000 55%
5 200.000 97.000 49%
6 200.000 109.000 55%
7 200.000 88.000 44%
8 200.000 72.000 36%
Total : 1,6000.000 764.000 48%

3.4.14 Pasca panen


Kegiatan yang dilakukan pada pasca panen yaitu packing (pengepakan).
Packing yang diterapkan yaitu dengan kondisi ikan yang masih hidup.
Pengepakan dilakukan dengan menggunakan plastik yang memiliki dua ukuran
yaitu 40 cm × 60 cm Dalam proses persiapan pengepakan, plastik dibuat
rangkap dua dengan merekatkan kedua ujung plastik dengan karet kemudian
membalikan plastik. Perekatan kedua ujung plastik bertujuan untuk
menyeimbangkan tekanan didalam ruang kantong yang telah dipadati oleh air

35
dan oksigen sehingga tidak terjadi kebocoran atau pecah pada saat dalam
perjalanan. Perbandingan antara air dan oksigen adalah 1:2. Sebelum
dimasukan kedalam plastik, larva dipuasakan terlebih dahulu untuk mengurangi
metabolisme ikan dalam perjalanan yang akan berpengaruh terhadap kualitas air
selama transportasi. Pada saat pengepakan, plastik diisi dengan air yang telah
ditambahkan oxysan dengan dosis 0,5 mg/liter. Oxysan ini berfungsi untuk
mengurangi tingkat stress pada ikan selama perjalanan dan mengobati infeksi
pada ikan. Kegiatan packing pada benih ikan nila dapat dilihat pada gambar
dibawah ini:

Gambar.25(a) Packing Benih Ikan Nila (b) Proses distribusi dengan pick up

Menurut Ilhami et.,al (2015), menerangkan bahwa transportasi


merupakan salah satu kegiatan dalam usaha pembenihan ikan patin sebagai
proses pendistristibusian benih. Kendala yang dihadapi dalam kegiatan
transportasi adalah stres dan kematian ikan sehingga perlu penanganan yang
lebih baik agar ikan dapat tetap hidup dan sehat ketika sampai pada
pembudidaya.
3.5 Pengendalian dan Evaluasi (Controling)
Bagian terakhir dari peoses manajemen adalah evaluasi. Pengendalian
dimaksudkan untuk melihat apakah kegiatan organisasi sudah sesuai dengan
rencana sebelumnya. Menurut Koso,Ogotan,dan Mambo (2018) dijelaskan
bahwa fungsii pengendalian yaitu menentukan standar prestasi, mengukur
prestasi yang telah dicapai, membandingkan prestasi yang telah dicapai dan
melakukan perbaikan jika terdapat penyimpangan yang telah ditetapkan. Hal
yang perlu diperhatikan dari evaluasi ini yaitu input produksi dan peforma kinerja
budidaya.
3.5.1 Performa budidaya
3.5.1.1 Fekunditas
Fekunditas merupakan jumlah telur yang dikeluarkan oleh induk. cara
menghitung yaitu dengan mengambil sample sebanyak 1 gram kemudian
dihitung menggunakan hand counter. Adapun untuk menghitung bobot gonad
yaitu dengan mengurangi bobot induk sebelum dan susudah proses pemijahan
Tabel. 4 Data fekunditas
Siklus 1

36
Kode Bobot Bobot akhir Sample/ jumlah
awal (gr) gram (butir)

1 5 4,6 400 1.200 480.000


2 3 2,6 400 1.200 480.000
3 4,5 4,1 400 1.200 480.000
4 2,2 1.9 300 1.200 360.000
5 2,5 2,2 300 1.200 360.000

jumlah   2.160.000
Rata- 3.8 - 400 432.000
rata

Siklus 2
Kode Bobot Bobot akhir Sample/gram jumlah
awal (gr) (butir)

1 2,8 2,5 300 1.200 360.000


2 4,5 4,1 400 1.200 480.000
3 3,4 2,9 500 1.200 600.000
4 4,9 4,2 700 1.200 840.000
5 2,7 2,5 200 1.200 240.000
Jumlah   2.520.000
Rata- 3.66 600 504.000
rata

Dalam kegiatan praktik, fekunditas yang didapat pada siklus 1 dengan


menggunakan 5 induk betina dengan bobot rata rata 3,8 dan 3,66 pada siklus 2
dan menghasilkan 2.160.000 butir dengan rata- rata fekunditas tiap induknya
yaitu 400.000 pada siklus 1 dan pada siklus 2 dengan menggunakan 5 induk
betina menghasilkan 2.520.000 butir dengan rata-rata fekunditas siap induknya
yaitu 600.000 Dari hasil ke 2 siklus tersebut sudah sesuai dengan SNI 01- 6483.1
(2000) bahwa fekunditas induk ikan patin berkisar antara 120.000 – 200.000,
dengan hasil tersebut maka hasil praktik sudah cukup baik karena telah melewati
batas minimum yang telah ditetapkan. Data perbandingan fekunditas dapat dilihat
pada GAMBAR 12.

GRAFIK FEKUNDITAS
2,600,000 2,520,000
2,500,000
2,400,000
2,300,000
2,200,000 2,160,000
2,100,000
2,000,000
1,900,000

37
Gambar 26. Perbandingan fekunditas
Dari hasil perhitungan fekunditas yang dilakukan selama praktik dapat
disimpulkan bahwa semakin besar bobot induk betina maka jumlah telur yang
dihasilkan semakin banyak begitu juga dengan sebaliknya Hal tersebut
sependapat dengan Nur dan Nurhidayat (2012) yang menyatakan bahwa ikan
yang berukuran besar menghasilkan telur lebih banyak berkaitan dengan berat
tubuh, ikan betina pada kondisi yang lebih baik menghasilkan fekunditas yang
tinggi. Menurut SNI 01- 6483.1 (2000) bobot tubuh pertama matang gonad
berkisar antara >2,0 - >3,0. Namun jumlah telur tidak berpatokan dengan berat
induk betina saja tetapi bisa dengan faktor faktor lain, seperti umur induk, kualitas
induk.
3.5.1.2 Telur terbuahi (Fertilization rate
Dalam kegiatan praktik dilakukan perhitungan tingkat pembuahan telur,
untuk mengetahui hasil kualitas telur yang terbuahi dilakukan perhitungan
Fertilization Rate dengan cara mengambil sampel pada tiap induk, pengambilan
sampel dilakukan dengan cara menaruh wadah saringan kemudian ditempelkan
robekan gabus lalu diikat dengan karet agar wadah tersebut mengapung.
Kemudian dalam pengambilan sampel dilakukan setelah interval waktu 8 jam dari
proses pembuahan dan penebaran telur. Berikut adalah data telur yang terbuahi

FR
100
90
80
93 siklus 1
Rata - rata (%)

70 92
siklus 2
60
50
40
30
20

Gambar 27. Rata rata Fertilization rate


Dari hasil perhitungan Fertilization Rate yang didapatkan pada siklus 1
yaitu rata - rata 93%, pada siklus 2 rata – rata 92%, dari hasil tersebut sesuai
dengan standar yang dinyatakan oleh Fariedah et al., (2018) Yang menyatakan
bahwa, persentase telur ikan yang terbuahi diatas 50% tergolong tinggi,
sedangkan 30 – 50% tergolong sedang dan dibawah 30% tergolong rendah.
3.5.1.3 Telur menetas (Hatching rate)
Derajat penetasan telur juga sebagai indikator penilaian kualitas induk
setelah derajat pembuahan telur. Daya tetas telur juga dihitung dari sampel yang
sudah diambil yaitu dengan menghitung jumlah telur yang menetas / telur yang
terbuahi x100%. Perhitungan tersebut memperoleh hasil yang dapat dilihat pada
Tabel berikut :

38
90 TOTAL HR%
80 78
80
70
60
HR 50
40
30
20
1

Siklus 1 siklus 2

Gambar 28 Data Hatching rate


Dapat dilihat, bahwa HR yang dihasilkan oleh stiap siklus pembenihan
patin siam yang ada di lokasi praktik berbeda. Berdasarkan, proses penetasan
telur dari hasil induk yang dipijahkan pada siklus 1 dengan rata – rata 80%, siklus
2 dengan rata rata 78%, Hal tersebut dikarenakan, HR yang standar untuk induk
ikan patin siam mencapai 80,86 % Manantung et al., (2013).

3.5.1.4 Tingkat kelangsungan hidup (survival rate)


survival rate merupakan tingkat kelangsungan hidup larva dalam proses
budidaya dari awal tebar larva pada pendederan I hingga panen yang
dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik di dalam perairan. Dari hasil praktik
akhir, rata-rata SR yang diperoleh yaitu 46% dan 48%.

48%

47%
SR

48%
46%

46%
45%
1 2
SIKLUS

Gambar. 29 perhitungan Sr
pada kedua siklus tingkat kelangsungan hidup yang diperoleh tidak
mencapai target,hasil tersebut disebabkan karena pada saat pemeliharaan larva
terdapat beberapa kendala seperti aerasi yang mati dan tidak berhati hatii pada
saat proses pergantian air flktuasi suhu yang tutun naik menyebabkan ikan tidak
nafsu makan dan tingkat metabolisme ikan menurun sehingga menyebabkan
kematian dan sr yang rendah. Berdasarkan (BSN 2019) bahwa persentase
kelangsungan hidup pemeliharaan benih ikan patin yaitu 50%. Dan untuk hasil

39
tersebut belum mencapai target produksi yang ditetapkan oleh balai yaitu minimal
benih yang dihasilkan setiap siklus panen 800.000 ekor.
3.6 Identifikasi Masalah intervensi
Identifikasi masalah yang dilakukan menggunakan diagram fishbone.
Penyebab utama terjadinya penurunan produktivitas pembenihan patin siam
diakibatkan oleh faktor metode dan material. Berdasarkan performa kinerja diatas
terdapat masalah dalam kinerja pembenihan yaitu rendahnya survival rate.
Adapun aspek yang diperhatikan adalah faktor metode (methods), bahan
(Materials), orang (Man), mesin (machine). Adapun penjelasan mengenai
permasalahan pembenihan patin di CDKPWU adalah sebagai berikut.Berikut
adalah identifikasi sebab akibat dapat dilihat pada tabel 5.

mesin methode

Pemeliharaan benih
yang kurang baik
Airasi

SR
Alat
penunjang
prodksi yang
kurang baik
Kurangnya
penerapan
sop

material
manusia

40
No Indikator Penyebab
1 Manusia (man) Kurang dalam penerapan SOP
2 Pelaksanaan (metode) Pada saat proses grading terlalu sering
mengangkat wadah sortir
mengakibatkan banyak kematian pada
ikan,serta padat tebar yang cukup
ptinggi
3 Bahan(material) Kurangnya alat penunjang produksi

4 Sarana dan Prasarana Berkaitan dengan aerasi yang rusak


(Machine) diusahakan langsung mengganti agar
tidak menghambat proses poduksi.

3.6.1 penerapan intervensi


Berkaitan dengan survival rate yang tidak sesuai target yaitu dibawah
50%,maka dilakukan pengurangan jumlah tebar yang awalnya 20.000/bak
menjadi 15.000/bak atau 20 ekor/l pernyataan seuai dengan SNI 01-7256-2006
bahwa padat tebar benih ikan patin yaitu anatra 15-20/3. Penambahan berupa
kompor gas yang di simpan di bawah bak produksi untuk kenaikan suhu
air,sehingga Survival rate (SR) teringgi yang di hasilkan pada saat melakukan
intervensi yaitu 60%.Pada data sebelumnya nilai rata – rata SR pendederan 1
yang dihasilkan yaitu rata – rata 47% hal ini adanya peningkatan performa kinerja
budidaya ,perlakuan pengurangan padat tebar serta penambahan kompor gas
menaikan hasil sebanyak 4% dan cukup baik dalam angka kelangsungan hidup.

1. Survival rate
hatchery jumlah tebar panen Sr (%)
1 150.000 80.000 53
2 150.000 75.000 50

3.7 Analisa Finansial


Analisa finansial terdiri dari biaya investasi, biaya operasional, analisa
laba/rugi, R/C ratio,serta break even point (BEP).
1) Biaya Investasi
Biaya investasi merupakan modal utama yang digunakan untuk menyediakan
perlengkapan dan peralatan yang dibutuhkan untuk berjalannya suatu usaha
yang bersifat tidak habis pakai dalam satu kali proses produksi dan dapat
digunakan kembali dalam jangka waktu yang Panjang. Jumlah investasi yang
dikeluarkan dalam kegiatan pembenihan ikan patin di CDKPWU Subang adalah
Rp. 142.484.000 dengan jumlah penyusutan setiap tahunnya Rp.17.348.750
Perhitungan biaya investai dapat dilihat pada lampiran 11.
2) Biaya oprasional
Biaya oprasional merupakan hasil atau total dari biaya tetap dan biaya tidak
tetap. Biaya tetap berjumlah Rp. 36.148.750 dan biaya tidak tetp berjumlah Rp.
146.926.500. sehingga biaya oprasional yang dikeluarkan adalah sebesar Rp.

41
183.075.000/tahun. Baiaya tetap dan biaya tidak tetap dapat dilihat pada
Lampiran 10
3) Pendapatan
Pendapatan adalah jumlah uang yang diperoleh dari hasil penjualan ke
konsumen selama satu tahun. Pendapatan didapatkan dari jumlah benih yang
dijual dikalikan harga benih per ekor. Berikut pendapatan yang didapatkan yaitu
selama satu tahun sebanyak Rp. 472.185.000/tahun. Data lebih lengkap dapat
dilihat pada Lampiran 11
4) Analisa laba/rugi
Usaha pembenihan ikan patin di CDKPWU mendapatkan keuntungan
sebanyak Rp. 289.110.000. Data lengkap dapat dilihat pada lampiran 11
5) R/C Ratio
R/C ratio yang diperoleh 2,5. Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh
usaha tersebut layak untuk dijalankan dengan kata lain pembenihan ikan patin
siam di CDKPWU layak diteruskan. Hal ini didukung oleh pendapat Adi, (2011)
yang menyatakan bahwa, apabila R/C ratio lebih dari 1,0 (satu), maka usaha
yang dijalankan adalah layak untuk diteruskan. Perhitungan R/C dapat dilihat
pada Lampiran 11)
6) Break Even Point (BEP)
Berdasarkan perhitungan yang diperoleh titik impas kegiatan produksi benih
ikan patin di CDKPWU Subang akan tercapai pada saat pendapatan sebesar Rp.
51.640.714/tahun dan jumlah produksi mencapai 4.518.593 ekor. Perhitungan
BEP dapat dilihat pada Lampiran 11

7) Payback periode
Payback periode merupakan suatu periode yang diperlukan untuk menutup
kembali investasi yang dikeluarkan. Lama waktu yang di perlukan dalam
pengembalian modal lagi dalam pembenihan ikan patin di CDKPWU Subang
adalah 0,5 atau 6 bulan.

42
BAB 4
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan,sebagai berikut:
1). Secara umum aspek manajemen pembenihan ikan patin siam di Cabang
Dinas Kelautan dan Perikanan Wilayah Utara (CDKPWU) Subang telah
dilaksanakan dengan baik, namun ada beberapa aspek masih belum
terpenuhi. Hal ini dapat dilihat dari hasil SR (Survival Rate) yang rendah,
data performa kinerja budidaya yang dilaksanakan di pembenihan ikan
patin untuk fekunditas 400.000 butir/kg induk, HR 80%, FR 90% dan SR
46 pada siklus 2 48%.
2). Pada satu tahun ini kegiatan pemeliharaan benih ikan patin menghasilkan
laba bersih yaitu Rp. 278.328.250 R/C Ratio 2,4 (Layak), BEP Unit
5.868.593 ekor dan BEP Rupiah Rp.78.247.916. dan payback periode 0,5
atau 6 bulan
Adapun saran yang dapat saya sampaikan terkait dengan identifikasi
masalah di lapangan adalah sebagai berikut:
1) Pada data sr tidak mencapai target produksi,maka sebaiknya mengurani
jumlah padat tebar, serta penambahan heater atau kopor untuk
penyetabilan suhu.
2) Pada saat Pergantian air dan penyiponan dilakukan dengan secara
perlahan agar benih tetap hidup.
3) Berkaitan dengan aerasi perlu adanya pengecekan yang rutin apakah
aerasi masih berfungsi atau tidak. Apabila terjadi kerusakan, diusahakan
langsung mengganti agar aerasi berfungsi dengan baik.

43
DAFTAR PUSTAKA
Adha, M. A., Supriyanto, A., & Timan, A. (2019). Strategi Peningkatan Mutu
Lulusan Madrasah Menggunakan Diagram Fishbone. Tarbawi : Jurnal
Keilmuan Manajemen Pendidikan, 5(01), 12.
Akbar, J. (2016). Pengantar Ilmu Perikanan dan Kelautan (Budi Daya
Perairan). Lambung Mangkurat University Press.
Amalia, M., & Effendi, I. (2020). Pelatihan Komunikasi Daring yang Efektif bagi
Anggota Asosiasi Pengusaha Patin UKM Indonesia. Agrokreatif: Jurnal
Ilmiah Pengabdian kepada Masyarakat, 6(3), 260–268.
https://doi.org/10.29244/agrokreatif.6.3.260-268
Ananda, T., Rachmawati, D., & Samidjan, I. (2015). Pengaruh Papain Pada
Pakan Buatan Terhadap Pertumbuhan Ikan Patin (Pangasius
hypopthalmus). Journal of Aquaculture Management and Technology,
4(1), 47–53.
Armanda, E. A. (2019). Kinerja Pertumbuhan, Kelangsungan Hidup dan Rasio
Konversi Pakan Ikan Patin (Pangasius sp) Dengan Lama Pemuasaan
Yang Berbeda. Universitas Muhammadiyah.
Astiyani, W. P., Prama, E. A., Firmansyah, I., & Wulandari, J. R. (2021).
Pembenihan Ikan Patin Siam (Pangasius hypophthalamus)
Menggunakan Induksi Hormon HCG (Human Chrorionic Gonadotropin)
Dan Ovaprim Di Dinas Kelautan Dan Perikanan Subang, Jawa Barat.
Samakia : Jurnal Ilmu Perikanan, 12(1), 47–51.
https://doi.org/10.35316/jsapi.v12i1.1083
Ardiyansyah, Ujang Subhan, dan Ayi Yustiati. 2017. “Embriogenesis dan
Karakteristik Larva Persilangan Ikan Patin Siam (Pangasius
hypophthalmus) Jantan Dengan Ikan Baung (Hemibagrus nemurus)
Betina.” VIII(2).
Armadita, S. (2020). Air Rawa Untuk Pemeliharaan Ikan Patin ( Pangasius
Sp ) The Effect Of Liming On Soil With Shallow Pyrite ( Pangasius Sp .)
Culture Program Studi Budidaya Perairan.
Bandaso, A. (2016). Pengaruh Penambahan Berbagai Dosis Minyak Jelantah
Pada Pakan Ikan Terhadap Pertumbuhan Ikan Patin (Pangasius
hypophtalmus). Universitas Sanata Dharma.
Dauhan, R. E. S., Efendi, E., & Suparmono. (2014). Efektifitas Sistem
Akuaponik Dalam Mereduksi Konsentrasi Amonia Pada Sistem
Budidaya Ikan. e-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan,
3(1), 6.
Dakhi, Yohannes. 2016. “Implementasi POAC Terhadap Kegiatan Organisasi
Dalam Mencapai Tujuan Tertentu.” 50: 1829–7463.
Darmawan, Jadmiko, Evi Tahapari, dan Wahyu Pamungkas. 2016.
“Performa Benih Ikan Patin Siam Pangasianodon hypophthalmus
(Sauvage, 1878) dan Pasupati (Pangasius sp.) dengan Padat
Penebaran yang Berbeda pada Pendederan Sistem Resirkulasi.” Jurnal
Iktiologi Indonesia 16(3): 243–50. http://www.jurnal-
iktiologi.org/index.php/jii/article/view/23.
Defira, Cut Nanda, Siska Mellisa, dan Idawati. 2018. “Pengaruh Pemberian

44
Pakan Alami yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan
Hidup Benih Ikan Patin The Effect of Different Life Feed on Growh and
Survival of Eatfish Fry ( Pangasius sp .).” 3: 14–22.
Dewi, Yudriani Sapta, dan Mega Masithoh. 2018. “Efektivitas Teknik
Biofiltrasi Dengan Media Sarang Tawon Terhadap Penurunan Kadar
Nitrogen Total Limbah Cair.” Jurnal Presipitasi : Media Komunikasi dan
Pengembangan Teknik Lingkungan 15(1): 1.
Djoko Utomo, Agus, dan Siti Nurul Aida. 2018. “Strategi Pengelolaan Ikan
Patin (Pangasianodon hypophthalamus) di Waduk Gajah Mungkur Jawa
Tengah.” 9(November 2017): 95–104.

Dewi, R. R. S. P. S., Darmawan, J., & Nurlaela, I. (2014). Transmisi dan


Ekspresi Fenotipe Gen Penyandi Hormon Pertumbuhan Pada Ikan Patin
Siam. Jurnal Riset Akuakultur, 9(1), 31.
https://doi.org/10.15578/jra.9.1.2014.31-37
Diansari, R. V. R., Arini, E., & Elfitasari, T. (2013). Pengaruh Kepadatan Yang
Berbeda Terhadap Kelulushidupan dan Pertumbuhan Ikan Nila
(Oreochromis niloticus) Pada Sistem Resirkulasi dengan Filter Zeolit.
Journal of Aquaculture Management and Technology, 2(3), 37–45.
Fariedah, F., Inalya, I., Rani, Y., A’yunin, Q., & Evi, T. (2018). Penggunaan
Tanah Liat Untuk Keberhasilan Pemijahan Ikan Patin Siam
(Pangasianodon hypophthalmus). Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan,
10(2), 91. https://doi.org/10.20473/jipk.v10i2.10301
Haikal, F. (2020). Analisa Keterlambatan Pekerjaan Borepile Dengan Diagram
Fishbone. Institut Teknologi PLN.
Hamid, M. A., W, W. B., W, R., Lubis, R. A., & Furusawa, A. (2009). Analisa
Efektivitas Managemen Induk dan Pembenihan Ikan Patin Siam
(Pangasius hypophthalmus) di BBAT Jambi. Jurnal Akuakultur
Indonesia, 8(1), 29–35. https://doi.org/10.19027/jai.8.29-35
Handoyo, B., Irwan, Rahayuni, E., Day, D., Solaiman, Setiowibowo, C., Dwi,
J., Agustina, L., Hendra, N., Purnama, T., Solihin, Syofan, & Adianto, W.
(2020). Patin Komoditas Industri Budidaya Air Tawar. Balai Perikanan
Budidaya Air Tawar Sungai Gelam Jambi.
Harianto, E. (2016). Kinerja Produksi Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang
Clarias gariepinus var sangkuriang Desa Pudak Kecamatan Muaro
Kumpeh Kabupaten Muara Jambi. Jurnal Akuakultur Sungai dan Danau,
1(1), 32. https://doi.org/10.33087/akuakultur.v1i1.10
Hasanah, N., Prasetiyono, E., & Robin. (2019). Tingkat Kelangsungan Hidup
dan Kinerja Pertumbuhan Ikan Selincah (Belontia hasselti) Dengan pH
Berbeda. Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 7(2), 14.
Hasibuan, R. B., Irawan, H., & Yulianto, T. (2018). Pengaruh Suhu terhadap
Daya Tetas Telur Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer). Intek Akuakultur,
2(2), 49–57.
Heltonika, B. (2014). Pengaruh Salinitas Terhadap Penetasan Telur Ikan
Jambal Siam (Pangasius hypohthalmus). Jurnal Akuakultur Rawa
Indonesia, 2(1), 13–23.

45
Idawati, Defira, C. N., & Mellisa, S. (2018). Pengaruh Pemberian Pakan Alami
yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih
Ikan Patin (Pangasius sp.). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan
Perikanan Unsyiah, 3(1), 9.
Ihwan, Kurniaji, A., Usman, Z., & Saridu, S. A. (2021). Reproduksi Induk dan
Pertumbuhan Larva Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) Hasil
Pemijahan Secara Buatan Menggunakan Ovaprim Syndel. SEMAH
Journal Pengelolaan Sumberdaya Perairan, 5(2), 14.
Imani, F., Charina, A., Karyani, T., & Mukti, G. W. (2018). Penerapan Sistem
Pertanian Organik di Kelompok Tani Mekar Tani Jaya Desa Ciboras
Kabupaten Bandung Barat. MIMBAR AGRIBISNIS: Jurnal Pemikiran
Masyarakat Ilmiah Berwawasan Agribisnis, 4(2), 139–152.
https://doi.org/10.25157/ma.v4i2.1173
Isa, M. (2014). Analisa Usaha Budidaya Pembesaran Ikan Lele Sangkuriang
(Clarias sp) Di Kabupaten Aceh Barat Daya. Universitas Teuku Umar,
75.
Iskandar, A., Nurfauziyyah, I., Hendriana, A., & Darmawangsa, G. M. (2021).
Manajerial dan Analisa Usaha Pembenihan Ikan Nila Strain Sultana
Oreochromis niloticus Untuk Meningkatkan Performa Benih Ikan. Jurnal
Kemaritiman, 2(1), 50–67.
Islama, D., & Najmi, N. (2019). EVALUASI PERTUMBUHAN BENIH PATIN
(Pangasius hypophthalmus) YANG DIBERI PAKAN TAMBAHAN
CACING SUTRA (Tubifex sp.). JURNAL PERIKANAN TROPIS, 6(2), 77.
https://doi.org/10.35308/jpt.v6i2.2184
Ismail, & Khumaidi, A. (2016). Teknik Pembenihan Ikan Mas (Cyprinus carpio,
L) di Balai Benih Ikan (BBI) Tenggarang Bondowoso. Samakia : Jurnal
Ilmu Perikanan, 7(1), 27–37.
Kaya, A. O. W. (2008). Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Patin (Pangasius
sp) Sebagai Sumber Kalsium dan Fosfor Dalam Pembuatan Biskuit.
Institut Pertanian Bogor.
KKP. (2019). Kelautan dan Perikanan dalam angka tahun 2018. Pusat Data
dan Informasi KKP.
Kowarin, E., Tambani, G. O., & Rantung, S. V. (2014). Analisis Finansial
Usaha Pembenihan Ikan Mas (Cyprinus carpio L.) di Desa Warukapas
Kecamatan Dimembe Kabupaten Minahasa Utara. AKULTURASI (Jurnal
Ilmiah Agrobisnis Perikanan), 2(1), 4.
Mahdaliana, Sudrajat, A. O., & Soelistyowati, D. T. (2016). Induksi Ovulasi dan
Pemijahan Semi Alami Pada Ikan Patin Siam Pangasianodon
hypopthalmus (Sauvage, 1878) Menggunakan Penghambat Aromatase
dan Oksitosin. Jurnal Iktiologi Indonesia, 16(1), 25–33.
Manantung, Vina O.; Sinjal, Hengky J.; Monijung, R. (2013a). Evaluasi
Kualitas, Kuantitas telur dan larva ikan patin (Pangasianodon
hiphopthalmus) dengan penambahan ovaprim dosis berbeda. Budidaya
Perikanan, 1(3), 14–23.
Manantung, Vina O.; Sinjal, Hengky J.; Monijung, R. (2013b). Evaluasi
kualitas, Kuantitas Telur dan Larva Ikan Patin Siam (Pangasianodon

46
hiphopthalmus) dengan Penambahan Ovarium Dosis Berbeda.
Budidaya Perikanan, 1(3), 14–23.
Mastuti, I. D. (2011). Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Usaha
Pembenihan Ikan Patin Siam. SKRIPSI.
Minggawati, I. (2012). Parameter Kualitas Air untuk Budidaya Ikan Patin
(Pangasius pangasius) di Sungai Kahayan, Kota Palangkaraya. Jurnal
Ilmu Hewani Tropika, 1 (1)(1991), 1–4.
Nugraha, D., Supardjo, M.N., dan Subiyanto. 2012. Pengaruh Perbedaan
Suhu Terhadap Perkembangan Embrio, Daya Tetas Telur dan
Kecepatan Penyerapan Kuning Telur Ikan Black Ghost (Apeteronotus
albifrons) pada Skala Laboratorium Semarang. Jurnal Of Management
Of Aquatic Resources Vol.1 No.1 Hal 1-6.
Jusadi, D., Anggraini, R. S., & Suprayudi, M. A. (2015). Kombinasi cacing
Tubifex dan pakan buatan pada larva ikan patin Pangasianodon
hypophthalmus Combination of Tubifex and artificial diet for catfish
Pangasianodon hypophthalmus larvae. 14(1), 30–37.
Khairudin, dan Munir. 2012. “Studi Pengembangan Budidaya Ikan Sistem
Kolam Air Deras Di Sungai Caramele Kota Parepare Sulawesi Selatan.”
Jurnal Galung Tropika (September): 36–46.
Khairudin, dan Munir. 2012. “Studi Pengembangan Budidaya Ikan Sistem
Kolam Air Deras Di Sungai Caramele Kota Parepare Sulawesi Selatan.”
Jurnal Galung Tropika (September): 36–46.
Koso, Jeli, Marta Ogotan, dan Rully Mambo. “( Studi Di Desa Watulaney
Amian Kecamatan Lembean Timur Kabupaten Minahasa ) JELI KOSO
MARTHA OGOTAN.”
Kumar, C. P. 2013. “Climate change and its influence on groundwater
resources.”
Mainassy, M. C. (2017). Pengaruh Parameter Fisika dan Kimia Terhadap
Kehadiran Ikan Lompa (Thryssa baelama Forsskål) di Perairan Pantai
Apui Kabupaten Maluku Tengah. Jurnal Perikanan Universitas Gadjah
Mada, 19(2), 61–66. https://doi.org/10.22146/jfs.28346
Mardani, Nur, T. M., & Satriawan, H. (2017). Analisa Usaha Tani Tanaman
Pangan Jagung di Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen. Jurnal S.
Pertanian, 1(3), 203–212.
Mulyani, Y. S., & Fitrani, M. (2014). Pertumbuhan dan Efisiensi Pakan Ikan
Nila (Oreochromis niloticus) yang Dipuasakan Secara Periodik. Jurnal
Akuakultur Rawa Indonesia, 2(1), 12.
Musa, I. (2016). Analisis Perbandingan Keuntungan Usaha Pembenihan dan
Pendederan Ikan Patin (Pangasius sp.) dengan Perolehan Bunga
Deposito Bank. Jurnal Penyuluhan Perikanan dan Kelautan, 10(3), 164–
180. https://doi.org/10.33378/jppik.v10i3.76
Nasmi, J., Nirmala, K., & Affandi, R. (2017). Pengangkutan Juvenil Ikan Gabus
Channa striata (Bloch 1793) Dengan Kepadatan Berbeda Pada Media
Bersalinitas 3 ppt. Jurnal Iktiologi Indonesia, 17(1), 101–114.
https://doi.org/10.32491/jii.v17i1.307
Ni’matulloh, M. A., Rejeki, S., & Ariyati, R. W. (2017). Pengaruh Perbedaan

47
Frekuensi Grading Terhadap Pertumbuhan dan Kelulushidupan Larva
Ikan Patin Siam (Pangasianodon hypophthalmus). Jurnal Sains
Akuakultur Tropis, 2(1), 20–29.
Nisa, K., Marsi, & Fitrani, M. (2013). Pengaruh pH Pada Media Air Rawa
Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Benih Ikan Gabus
(Channa striata). Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 1(1), 57–65.
Nugroho, R. A. & Lariman. (2016). Pemberdayaan Kelompok Tani Hijau
Mekmur Desa Lempake Samarinda Utara Melalui Pembekalan
Teknologi Pembenihan Ikan Patin (Pangasius sp). JPKM, 22(3), 114–
120.
Nuha, A. K., Rahim, A. R., & Aminin. (2019). Pengaruh Pemberian
Multivitamin Pada Pakan Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan
Hidup Ikan Patin (Pangasius pangasius). Jurnal Perikanan Pantura
(JPP), 2(2), 78. https://doi.org/10.30587/jpp.v2i2.995
Palupi, M., Fitriadi, R., Prakosa, D. G., & Pramono, T. B. (2020). Analisis
Kelayakan Usaha Pembenihan Ikan Kerapu Cantang (Epinephelus sp.)
di Desa Blitok, Situbondo. Samakia : Jurnal Ilmu Perikanan, 11(2), 101–
107. https://doi.org/10.35316/jsapi.v11i2.830
Pramudiyas, D. R. (2014). Pengaruh Pemberian Enzim Pada Pakan Komersial
Terhadap Pertumbuhan dan Rasio Konversi Pakan (FCR) Pada Ikan
Patin (Pangasius sp.). Universitas Airlangga.
Rahardja, B. S., Sari, D., & Alamsyah, A. (2019). Pengaruh Penggunaan
Tepung Daging Bekicot (Achatina fulica) pada Pakan Buatan terhadap
Pertumbuhan, Rasio, Konversi Pakan dan Tingkat Kelulushidupan Benih
Ikan Patin (Pangasius pangasius). Jurnal Ilmiah Perikanan dan
Kelautan, 3(1), 117. https://doi.org/10.20473/jipk.v3i1.11634
Rangka, N. A., & Asaad, A. I. J. (2020). Teknologi Budidaya Ikan Bandeng di
Sulawesi Selatan. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur.
Rolin, F., Setiawati, M., & Jusadi, D. (2015). Evaluasi Pemberian Ekstrak Daun
Kayu Manis Cinnamomum burmannii Pada Pakan Terhadap Kinerja
Pertumbuhan Ikan Patin Pangasianodon hypophthalmus Sauvage,
1878. Jurnal Iktiologi Indonesia, 15(3), 201–208.
Salsabila, M., & Suprapto, H. (2019). Teknik Pembesaran Ikan Nila
(Oreochromis niloticus) Di Instalasi Budidaya Air Tawar Pandaan, Jawa
Timur. Journal of Aquaculture and Fish Health, 7(3), 118–123.
https://doi.org/10.20473/jafh.v7i3.11260
Septihandoko, K., Mukti, M. A. A., & Nindarwi, D. D. (2021). Optimalisasi
Kegiatan Pembenihan Secara Alami Melalui Pengamatan Fekunditas,
Fertilization Rate, Hatching Rate dan Survival Rate Ikan Karper
(Cyprinus carpio). NEKTON: Jurnal Perikanan dan Ilmu Kelautan, 1(2),
9–19. https://doi.org/10.47767/nekton.v1i2.279
Simalango, R., & Sinaga, A. S. (2018). Diagnosa Penyakit Ikan Hias Air Tawar
Dengan Teorema Bayes. SinkrOn, 3(1), 43–50.
Sitinjak, D. (2019). Tingkat Kepadatan Telur Ikan Patin Siam (Pangasius
hypothalamus) Terhadap Lama Waktu dan Daya Tetas Telur Dalam
Corong Penetasan. Universitas Batanghari.

48
Slembrouck, J., Komarudin, O., Maskur, & Legende, M. (2005). Petunjuk
Teknis Pembenihan Ikan Patin Indonesia, Pangasius djambal. IRD,
BRPBAT, BRPB, BRKP.
Sulastri, Nomosatriyo, S., & Hamdani, A. (2016). Kondisi Lingkungan Perairan
dan Keanekaragaman Sumberdaya Ikan di Danau Maninjau, Sumatera
Barat. BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap, 8(1), 1–12.
https://doi.org/10.15578/bawal.8.1.2016.1-12
Sunarma, A. (2007). Panduan Singkat Teknik Pembenihan Ikan Patin
(Pangasius hypophthalmus). BBPBAT Sukabumi.
Sunarya, B. S. C., Abidin, Z., & Kalsum, U. (2016). Analisa Finansial Usaha
Ternak Ayam Probiotik: Studi Kasus: KPA Berkat Usaha Bersama, Kota
Metro. JIIA, 4(1), 9.
Suryaningrum, T. D. (2008). Ikan Patin: Peluang Ekspor, Penanganan
Pascapanen, dan Diversifikasi Produk Olahannya. Squalen, 3(1), 16–23.
Susanti, H. I., & Arina, D. (2020). Kajian Analisis Usaha Pembenihan Ikan Nila
di Kabupaten Sleman. Jurnal IKRA-ITH Ekonomika, 2(3), 7.
Susanti, R., & Mayudin, A. (2012). Respons Kematangan Gonad dan Sintasan
Induk Ikan Patin Siam (Pangasius Hypopthalmus) terhadap Pakan
dengan Kandungan Tepung Cacing Tanah Berbeda. Vokasi, 8(2), 110–
120.
Sylvia, C., Halim, F., Tjandra, T. M., & Nurhudami, R. (2021). Rancang
Bangun Aplikasi Budidaya Perikanan Berbasis Mobile “Nufarm.” Jurnal
Teknik Informasi dan Komputer (Tekinkom), 4(1), 25–31.
https://doi.org/10.37600/tekinkom.v4i1.234
Tahapari, E., & Dewi, R. R. S. P. S. (2013). Peningkatan Performa Reproduksi
Ikan Patin Siam (Pangasius hypophthalmus) Pada Musim Kemarau
Melalui Induksi Hormonal. Berita Biologi, 12(2), 7.
Tiati, & Narayana, Y. (2018). Teknik Pemeliharaan Larva Ikan Nila Genetically
Male Tilapia GMT (Oreochromis niloticus) di Balai Besar Pengembangan
Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, Jawa Barat. Prosiding
Seminar Nasional 2018 Sinergitas Multidisiplin Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi, 1, 144–150.
Tinus, A. (2016). Kinerja Reproduksi Dengan Induksi Oodev Dalam
Vitelognesis Pada Rematurasi Induk Ikan Patin (Pangasius
hypophthalmus) di Dalam Wadah Budidaya. Fish Scientiae, 3(5), 10–16.
https://doi.org/10.20527/fs.v3i5.1133
Wahyuningsih, S., & Gitarama, A. M. (2020). Amonia Pada Sistem Budidaya
Ikan. Syntax Literate ; Jurnal Ilmiah Indonesia, 5(2), 112–125.
https://doi.org/10.36418/syntax-literate.v5i2.929
Wasito, M. (2018). Analisis Finansial dan Kelayakan Usaha Tani Salak
Pondoh di Desa Tiga Juhar Kecamatan STM Hulu Kabupaten Deli
Serdang. Universitas Medan Area.
Wijaya, C., & Rifa,i, M. (2016). DASAR-DASAR MANAJEMEN
Mengoptimalkan Pengelolaan Organisasi Secara Efektif dan Efisien.
Perdana Publishing.
Yanto, H. (2012). Kinerja MS-222 dan Kepadatan Ikan Botia (Botia

49
macracanthus) yang Berbeda Selama Transportasi. Jurnal Penelitian
Perikanan, 1(1), 43–51.
Yonarta, D., Rarassari, M. A., & Irmawati. (2020). Pemanfaatan Saprolegnia
Zeri System Pada Pembenihan Ikan Patin (Pangasius sp.) Sebagai
Upaya Peningkatan Pendapatan Masyarakat. JCES, 3(2), 235–245.
Yulinda, E. (2012). Analisi Finansial Usaha Pembenihan Ikan Lele Dumbo
(Clarias gariepinus) di Kelurahan Lembah Sari Kecamatan Rumbai
Pesisir Kota Pekanbaru Provinsi Riau. Jurnal Perikanan dan Kelautan,
17(1), 18.

50
LAMPIRAN

51
Lampiran 1 Alat yang digunakan selama praktik

No Alat Jumlah kegunaan


1. Corong 12 buah Wadah untuk penetasan
penetasan
2. Bak fiber 80 buah Bak pemeliharaan larva
3. Baskom 10 buah Untuk pencucian telur dan
pemberian pakan larva
4. Timbang 1 buah Untuk menimbang
an indukan dan pakan
gantung untuk induk
5. Timbang 1 buah Untuk menimbang telur
an
analtik
6. Jaring 3 buah Untuk seleksi induk

7. Waring 3 buah Untuk penampungan larva


saat panen
8. Gayung 1 buah Untuk mengambil air

9 Cawan petri 3 buah Untuk wadah perhitungan


telur
10 Mikroskop 1 buah Untuk mengamati telur

11 Karung 5 buah Untuk wadah


pengangkutan ikan

12 Batu aeraasi 70 buah Memperbanyak gelembung


oksigen dalam air

13 Kantong 20 pak Pengemasan untuk


plastik larva dan benih ikan
patin
15 Spuit 15 buah Memasukan hormone ke
induk
16. Hi-Blower 8 buah Membantu menghasilkan
oksigen dari udara ke
dalam Air
17 Kateter 2 buah Untuk pengambilan telur
dari perut ikan
18. Bulu ayam 10 buah Pengadukan sperma dan
telur
19. Saring 2 buah Untuk kontrol sampel HR

52
an dan FR
kontrol
20 Seser 10 buah Untuk panen larva dan
benih
21 Penggaris 2 buah Mengukur benih pada saat
sampling

53
Lampiran 2 bahan yang digunakan selama praktik

No Alat Jumlah Kegunan

1. Induk jantan 27 ekor Produksi sperma

2. Induk betina 36 ekor Produksi telur

3. Artemia 8 kaleng Pakan larva H1 –H8

4. Cacing Sutra 280 liter Pakan larva H1 –H8

5. Pakan Induk 27 kg/hari Pakan induk

6. Nacl 3 botol Untuk pelarut sperma

7. Hormon 2 botol Untuk mempercepat proes


ovavrim/ovagold ovulasi
8. Hormon HCG 14 botol Mempercepat pematangan
gonad
9. Garam krosok 43 kg Untuk media tumbuh
artemia

54
Lampiran 3. Dosis hormon ovavrim dan HCG
Siklus 1
No Kode induk Bobot (kg) Penyuntikan HCG (IU) Penyuntikan
Ovavrim (ml)
1 I 5 500 2500 0,6 3
2 II 3 500 1.500 0,6 1,8
3 III 4,5 500 2.250 0,6 2,7
4 IV 2 500 1000 0,6 1,2
5 V 2,5 500 1.250 0,6 1,5
Siklus 2
N0 Kode induk Bobot (kg) Penyuntukan HCG (IU) Penyuntikan
ovavrim (ml)
1 I 2,8 500 1.250 0,6 1,7
2 II 4,5 500 2.250 0,6 2,7
3 III 3,4 500 1.700 0,6 2
4 IV 4,9 500 2.450 0,6 3
5 V 2,7 500 1.350 0,6 1,5

55
Lampiran 4. Hasil perhitungan data teknis
Fekunditas
Siklus 1
Induk Bobot Bobot bobot
Sample/gram
awal akhir Gonad jumlah
(butir)
(kg) (kg) (g)
1 5,0 4,6 400 1.200 480.000
2 3,0 2,6 400 1.200 480.000
3 4,5 4,1 400 1.200 480.000
4 2,2 1,9 300 1.200 360.000
5 2,5 2,2 300 1.200 360.000
Rata rata 400   2.160.000
3,44

Siklus 2
Induk Bobot Bobot bobot
Sample/
awal akhir Gona jumlah
gram (butir)
(kg) (kg) d (g)
1 2,8 2,5 300 1.200 360.000
2 4,5 4,1 400 1.200 480.000
3 3,4 2,9 500 1.200 600.000
4 4,9 4,2 700 1.200 840.000
5 2,7 2,5 200 1.200 240.000
Rata rata 400   2.520.00
0
3,66

56
Perhitungan FR dan HR

Siklus 1
Jumlah sample Telur terbuahi FR(%)
(butir/3 gr)
3.750 3.600 96
3.750 3.550 90
3.750 3.500 93
3.750 3.475 92
3.750 3.375 90
Rata – rata 93

Siklus 2
Jumlah sample Telur terbuahi FR(%)
(butir/3 gr)
3.750 3.520 93
3.750 3.458 92
3.750 3.500 92
3.750 3.520 93
3.750 3.475 92
Rata - rata 92

Siklus 1
Telur terbuahi Jumlah telur
menetas HR(%)
3.600 250.000 69
3.550 305.000 84
3.500 320.000 82
3.475 300.000 86
3.375 280.000 82
Rata - rata 80

Siklus 2
Telur terbuahi Jumlah telur
menetas HR(%)
3.520 250.000 66
3.458 250.000 72
3.500 295.000 84
3.520 300.000 85
3.475 295.000 85
Rata - rata 78

57
SIKLUS 1
Hatchery Jumlah Panen SR (%)
Tebar
1 200.000 85.000 43%
2 200.000 105.000 53%
3 200.000 91.700 46%
4 200.000 88.500 44%
5 200.000 96.000 48%
6 200.000 90.000 45%
7 200.000 92.000 46%
8 200.000 86.800 43%
Total : 1,600.000 735.000 46%

SIKLUS 2
Hatchery Jumlah Tebar Panen SR (%)

1 200.000 95.000 48%


2 200.000 98.000 49%
3 200.000 95.000 48%
4 200.000 110.000 55%
5 200.000 97.000 49%
6 200.000 109.000 55%
7 200.000 88.000 44%
8 200.000 72.000 36%
Total : 1,6000.000 764.000 48%

58
Lampiran. 5 data sampling
sampling panjang benih ikan patin

siklus 1
DOC DOC DOC
10 13 17
1,3 1,9 2,5
1,8 1,8 2,8
1,1 2,0 3,0
2,0 2,1 2,3
1,9 2,0 3,0
1,7 2,0 3,0
2,0 1,7 3,1
1,9 1,5 2,9
1,4 1,0 2,6
2,0 1,8 2,4
1,1 2,0 3,2
1,8 2,0 2,1
1,3 1,9 2,5
2,0 2,0 2,2
2,0 2,1 2,6
1,1 2,2 3,0
1,2 1,9 3,1
1,7 1,9 2,0
1,8 1,9 2,0
1,3 1,8 3,2
32,40 37,50 53,50
1,62 1,88 2,68
siklus 2
DOC DOC DOC
10 13 17
1,0 2,0 3,0
1,3 1,8 2,8
1,0 2,0 3,0
2,0 2,1 2,3
1,6 2,0 3,0
1,7 2,0 3,0
2,2 1,7 2,1
1,8 2,0 2,3
1,4 1,9 2,6
1,5 1,7 3,0
1,0 2,0 3,0
1,8 2,0 2,1
1,2 1,9 2,5
1,3 2,0 3,0

59
2,3 2,2 2,6
1,1 2,2 3,0
1,3 1,9 3,1
1,7 2,0 3,0
2,0 1,9 2,0
1,3 2,5 3,1
30,50 39,80 54,50
1,53 1,99 2,73

Lampiran.6 Data pemberian pakan larva

Siklus 1
DOC Artemia Cacing sutra Pakan tepung
(gram) (ml) (kg)
1 -
2 180
3 180
4 150
5 150 1500
6 1500
7 1500
8 1500
9 1500
10 2500
11 2500
12 2500
13 2500
14 2500 1
15 3000 1

60
16 3000 1
17 3000 1
18 2000 1
19 2000 1
20 2000 1
21 1
Jumla 660 35000 8
h

Siklus 2
DOC Artemia Cacing sutra Pakan tepung
(gram) (ml) (kg)
1 -
2 180
3 180
4 150
5 150 1.500
6 1.500
7 1.500
8 1.500
9 1.500
10 2.500
11 2.500
12 2.500
13 2.500
14 2.500
15 3000
16 3000 1
17 3000 1
18 2000 1
19 2000 1
20 2000 1
21 1
22 1
23 1
24 1
25 1
26 1
27 1
28 1
29 1
30 1
Jumla 660 35000 15
h

61
62
Lampiran. 7 pengukuran kualitas air

No Tanggal Suhu (°C) pH DO ( mg/l)


06. 00 17.00 06. 00 17. 00 06. 00 17. 00
1 10/3/2022 29 24 10/3/2022 5 5 10/3/2022 2,3 2,5
2 11/3/2022 28 26 11/3/2022 6 5 11/3/2022
3 12/3/2022 29 25 12/3/2022 5 7.2 12/3/2022
4 13/3/2022 28 27 13/3/2022 7 6 13/3/2022
5 14/3/2022 27 26 14/3/2022 6 5 14/3/2022
6 15/3/2022 30 28 15/3/2022 6 6 15/3/2022
7 16/3/2022 29 26 16/3/2022 7 7 16/3/2022
8 17/3/2022 28 23 17/3/2022 6 7 17/3/2022
9 18/3/2022 26 27 18/3/2022 6 7 18/3/2022
10 19/3/2022 28 25 19/3/2022 7 7 19/3/2022
11 20/3/2022 28 28 20/3/2022 6 7 20/3/2022
12 21/3/2022 29 23 21/3/2022 6 6,2 21/3/2022
13 22/3/2022 28 28 22/3/2022 7 5 22/3/2022 2,6 3
14 23/3/2022 28 25 23/3/2022 7 7 23/3/2022
15 24/3/2022 27 30 24/3/2022 6 8,1 24/3/2022
16 24/3/2022 29 28 24/3/2022 5 7 24/3/2022
17 25/3/2022 27 27 25/3/2022 6 8 25/3/2022
18 26/3/2022 28 24 26/3/2022 7 6 26/3/2022
19 27/3/2022 30 31 27/3/2022 6 7 27/3/2022
20 28/3/2022 29 30 28/3/2022 6 8 28/3/2022
21 29/3/2022 29 29 29/3/2022 6,5 7 29/3/2022

63
Siklus 2
No Tanggal Suhu (°C) pH DO ( mg/l)
06. 00 13. 00 06. 00 17. 00 06. 00 17. 00
1 14/4/2021 29 30 14/4/2021 5 5 14/4/2021 2,5 2,7
2 15/4/2021 27 31 15/4/2021 5 6 15/4/2021
3 16/4/2021 30 32 16/4/2021 6 5 16/4/2021
4 17/4/2021 30 31 17/4/2021 7 5 17/4/2021
5 18/4/2021 29 29 18/4/2021 6 6 18/4/2021
6 19/4/2021 26 29 19/4/2021 6 5 19/4/2021
7 20/4/2021 30 30 20/4/2021 6 7 20/4/2021
8 21/4/2021 27 30 21/4/2021 6 7 21/4/2021
9 22/4/2021 27 31 22/4/2021 5 7 22/4/2021
10 23/4/2021 28 29 23/4/2021 6 7 23/4/2021
11 24/4/2021 29 30 24/4/2021 6 7 24/4/2021
12 25/4/2021 28 29 25/4/2021 6 6 25/4/2021
13 26/4/2021 30 30 26/4/2021 5 7 26/4/2021
14 27/4/2021 27 30 27/4/2021 7 7 27/4/2021
15 28/4/2022 28 30 28/4/2022 7 6,2 28/4/2022
16 29/4/2022 30 32 29/4/2022 6 5 29/4/2022
17 30/4/2022 27 29 30/4/2022 7,5 7 30/4/2022
18 01/5/2022 27 28 01/4/2022 7 8,1 01/4/2022
19 02/5/2022 27 29 02/4/2022 6 7 02/4/2022
20 03/5/2022 30 31 03/4/2022 7 8 03/4/2022
21 04/5/2022 28 29 04/4/2022 6 6 04/4/2022
22 05/5/2022 27 28 05/4/2022 6 7 05/4/2022
23 06/5/2022 28 31 06/4/2022 7 8 06/4/2022 2,5 3
24 07/5/2022 27 29 07/4/2022 6 7 07/4/2022

64
25 08/5/2022 30 31 08/4/2022 6 7 08/4/2022
26 09/5/2022 27 29 9/4/2022 7 8 9/4/2022
27 10/5/2022 28 28 10/4/2022 7 6 10/4/2022
28 11/5/2022 29 31 11/4/2022 6 7 11/4/2022
29 12/5/2022 27 29 12/4/2022 6 8 12/4/2022
30 13/5/2022 28 30 13/4/2022 6 7 13/4/2022

65
Lampiran 8. Analisa usaha Biaya investasi dan penyusutan

No Uraian Jumlah satuan Harga Harga total Nilai residu Nilai penyusutan
satuan (Rp) (Rp) ekonomis/Tahun
(Rp)
1 Induk jantan 27 Kg 50.000 1.350.000 125.000 4 306.250
2 Induk betina 36 Kg 50.000 1.800.000 360.000 4 360.000
3 Kolam induk 9 buah 10.000.000 90.000.000 2.000.000 10 8.800.000
4 Bak fiber 10 buah 2000.000 20.000.000 400.000 5 3.920.000
5 Timbangan 1 buah 100.000 100.000 15.000 2 42.500
digital
6 Hi- Blower 8 unit 2.000.000 16.000.000 500.000 10 1.550.000
7 Ember 8 buah 30.000 240.000 40.000 3 67.000
8 Baskom 20 unit 20.000 400.000 100.000 2 150.000
9 Corong 12 unit 400.000 4.800.000 300.000 10 450.000
penetasan
10 Jaring 3 buah 500.000 1.500.000 400.000 2 550.000
11 seser 16 buah 25.000 400.000 80.000 1 320.000
12 Tabung oksigen 2 buah 2000.000 4000.000 400.000 10 360.000
13 kateter 1 buah 100.000 100.000 20.000 3 27.000
14 Timbangan 2 buah 50.000 100.000 15.000 1 85.000
gantung digital
15 Kran 92 buah 7000 644.000 100.000 3 181.000
16 pompa 3 buah 350.000 1.050.000 150.000 5 180.000
Jumlah 142.484.000 17.348.750

66
Lampiran. 9 biaya tetap

NO Uraian jumlah Biaya persiklus (Rp) Biaya pertahun (Rp)


1 Penyusutan - - 17.348.750
2 Upah 8 orang 300.000 2.400.000 16.800.000
( teknisi)
3 Sewa lahan 6.500 m2 170.000 2000.000
Jumlah 4.200.000 36.148.750

67
Lampiran 10. Biaya tidak tetap
Harga per siklus Biaya
NO Urain jumlah satuan Harga satuan (Rp) (Rp) pertahun

1 Artemia 8 Kaleng 850.000 6.800.000 47.600.000


2 Cacing sutra 280 Liter 22.000 6.160.000 43.120.000
3 Pakan buatan 64 kg 23.000 1.472.000 10.304.000
4 HCG 2 Buah 750.000 1.500.000 10.500.000
5 Ovavrim 2 botol 200.000 400.000 2.800.000
6 NaCl 3 Botol 10.000 30.000 210.000
7 Garam krosok 43 Kg 5000 215.000 1.505.000
8 Spuit 5 buah 2.500 12.500 87.500
9 karet 16 Pack 10.000 160.000 1.120.000
10 Plastik packing 16 pack 15.000 240.000 1.680.000

11 Listrik 8000 watt 500.000 4000.000 28.000.000


Jumlah 20.989.500 146.926.500

68
Lampiran 11. Perhitungan finansial untuk 8 hatchery

1). Biaya oprasional


Biaya oprasional adalah seluruh biaya yang dikeluarkan selama kegiatan produksi (Wiramiharja dkk., 2018). Biaya oprasional
merupakan jumlah biaya tetap dan biaya tidak tetap. Adapun biaya produksi pada produksi benih ikan Patin Siam di CDKPWU
Subang adalah sebagai berikut:
Biaya oprasionali = Biaya tetap + Biaya tidak tetap
= Rp36. 148.750 + 146.926.500
= Rp. 183.075.000
Biaya oprasional yang harus dikeluarkan CDKPWU Subang yaitu Rp 183.075.000/tahun.
2). Pendapatan
SIKLUS 1
Hatchery Jumlah Tebar Panen Harga total
31 200.000 85.000 90 7.650.000
2 200.000 105.000 90 9.450.000
3 200.000 91.700 90 8.253.000
4 200.000 88.500 90 7.965.000
5 200.000 96.000 90 8.640.500
6 200.000 90.000 90 8.100.000
7 200.000 92.000 90 8.280.000
8 200.000 86.800 90 7.812.000
Total : 1,6000.000 735.000 90 66.150.000

SIKLUS 2
Hatchery Jumlah Tebar Panen Harga total
1 200.000 95.000 90 8.550.000
2 200.000 98.000 90 8.820.000
3 200.000 95.000 90 8.550.000
4 200.000 110.000 90 9.900.000

69
5 200.000 97.000 90 8.730.000
6 200.000 109.000 90 9.810.000
7 200.000 88.000 90 7.920.000
8 200.000 72.000 90 6.480.000
Total : 1,6000.000 764.000 90 68.760.000

Siklus Harga
No Produksi Jumlah Benih Size (Rp) Total
1 Siklus 1 735.000 1 inch 90 66.150.000
2 Siklus 2 764.000 1 inch 90 68.760.000
Total 134.910.000

70
¿ Siklus 1+ siklus 2 ¿ :
x7 siklus
¿ 2

134.910.00
x 7 siklus
2

Pendapatan = 472.185.000

3) Analisa Laba/Rugi

Analisis Laba/Rugi bertujuan untuk mengetahui besarnya keuntungan yang didapatkan dari hasil produksi pertahun.
Keuntungan yang didapatkan dari kegiatan pembenihan pada patin siam di CDKPWU Subang:
Keuntungan = Pendapatan – Biaya produksi
= 472.185.000 – 183.075.000
= 289.110.000/Tahun.
Keuntungan yang dipeoleh dari adalah sebesar Rp. 289.110.000/tahun
4) R/C Ratio
Revenue Cost Ratio atau R/C Ratio merupakan suatu ukuran kelayakan usaha. Suatu usaha akan dikatakan layak apabila
R/C Ratio lebih dari 1. Adapun perhitungan R/C Ratio adalah sebagai berikut:
R/C Ratio = Total Pendapatan / Total Biaya Produksi
= Rp. 472.185.000 / Rp. 183.075.000
= 2,5

71
5) BEP (Break even point)
Biaya Tetap
a. BEP Unit =
Harga Jual−Biaya variabel/unit

36.148 .750
= 146.926 .500
90−
1.499 .000(ekor )

= 146.926.500 / 1.499.000 (ekor)


= 98
= 98 - 90 = 8
= 36.148.750/8
= 4.518.593 ekor

Biaya Tetap
b. BEP Harga = Biaya Variabel
1−
pendapatan

Rp .36.148 .750
= Rp146.926 .500
1−
Rp 472.185.000
=146.926.500 / 472.185.000
= 0,3
=1-0,3
=0,7
= 36.148.500/0,7
= Rp. 51.640.714

72
6) Pp (payback periode)
Biaya Investasi
keuntungan
x1 tahun
Rp . 142.484 .000
= Rp 289.110 .000 x 1 tahun
=0,5

73
RIWAYAT HIDUP

Penulis di lahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 24


november 1999. Penulis merupakan anak pertama dari 2
bersaudara dari pasangan bapak Yusup tajiri dan ibu
Foto 3 x 4 Yayah, pada tahun 2006 penulis masuk Taman kanan –
kanak dan lulus pada tahun 2007, pada tahun 2007 penulis
melanjutkan Sekolah Dasar Negeri Sukamaju 1 dan lulus
pada tahun 2012, pada tahun yang sama penulis
kemudian melanjutkan sekolah di Madrasah Tsanawiyyah
Khoerul falah jompong dan lulus padai tahun 2015, ditahun
yang sama selanjutnya penulis sekolah di Madrasah
Aliyyah Khoerul Falah jompong dan lulus pada tahun 2018.
Pada tahun 2018 hingga saat ini penulis sedang menempuh pendidikan
Diploma IV Program Studi Teknologi Akuakultur di Politeknik Ahli Usaha
Perikanan Jakarta. Pada tahun 2022 penulis telah melasanakan Praktik Akhir
untuk menyelesaikan Pendidikan Diploma IV dan meraih gelar Sarjana Terapan
Perikanan (S.Tr.Pi) dengan judu Karya Ilmiah Praktik Akhir (KIPA) “Manajemen
Pembenihan Ikan Patin (Pangsius hypopthalmus) dengan sistem intensif di Unit
Pembenihan Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan Wilayah Utara (CDKPWU)
Subang”

74
Foto 3 x 4

75

Anda mungkin juga menyukai