OLEH
OLEH
MUHAMMAD FARRUQ AL-ISLAMY
NRP. 52164111546
Dengan ini saya menyatakan bahwa Karya Ilmiah Praktik Akhir “Manajemen
Produksi Pembesaran Udang Vaname (Penaeus vannamei) Skala Rumah
Tangga di Pokdakan Busmata Vaname Kab. Situbondo, Jawa Timur” adalah
benar karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka
dibagian akhir Karya Ilmiah Akhir ini.
Apabila dikemudian hari pernyataan yang saya buat tidak sesuai, maka saya
bersedia dicabut gelar kesarjanaannya oleh Politeknik Ahli Usaha Perikanan.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar Politeknik Ahli Usaha Perikanan.
NRP : 52164111546
Menyetujui
Dosen Pembimbing
Dr. Mugi Mulyono, S.St.Pi., M.Si Dr. Moch Farchan, A.Pi., S.E., M.Si
Mengetahui
Udang vaname (Penaeus vannamei) merupakan salah satu spesies udang yang
bernilai ekonomis dan merupakan salah satu komoditas unggulan nasional.
Namun, pengembangan budidaya udang vaname di beberapa tempat terjadi
kesulitan untuk dikembangkan, dikarenakan ketersediaan lahan yang kian
menyempit yang disebabkan oleh beralih nya fungsi lahan pertanian menjadi
pemukiman, serta modal yang dibutuhkan besar, oleh karena itu perlu adanya
teknologi baru yang dapat menunjang permasalahan tersebut. Teknologi RtVe
(rumah tangga vaname) diharapkan mampu membuat perudangan kembali
marak, lahan-lahan sempit termanfaatkan, sehingga udang vaname dapat
diandalkan sebagai potensi unggulan baru daerah pantai. Praktik akhir ini
bertujuan untuk mengetahui teknis dan manajemen, serta menghitung analisa
finansial pembesaran udang vaname (Penaeus vannamei) skala rumah tangga
di Pokdakan Busmata Vaname, Kab. Situbondo, Jawa Timur. Metode
pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan partisipasi
aktif. Pokdakan Busmata Vaname telah menerapkan manajemen yang sudah
cukup baik yang meliputi adanya perencanaan produksi dan pengorganisasian,
namun pada saat pelaksanaan kurang optimal sehingga terjadi serangan
penyakit Infectious Myonecrosis Virus (IMNV) yang menyebabkan kematian
massal dan dilakukan panen dini. Total panen yaitu biomasa 88,4 kg - 89,8 kg,
size 60 - 57, FCR 1,62 - 1,68, SR 72% - 77%, ABW 17,67 - 17,54 gram, ADG
0,31 - 0,32 gram/hari, dan harga Rp 64.000 - Rp66.000. Hasil analisis finansial
pokdakan busmata vaname memperoleh keuntungan sebesar Rp 5.013.245,
BEP harga sebesar Rp 13.075.062, BEP unit sebanyak 201 kg, R/C ratio 1,84,
PP 7,71 (7 tahun 8 bulan 16 hari), ROI 4,32%, NPV (-Rp 51.828.679) dan IRR (-
8,18%).
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Praktik
Akhir ini. Penulisan Karya Ilmiah Praktik Akhir ini sebagai pertanggung jawaban
setelah melaksanakan Praktik Akhir di Pokdakan Busmata Vaname Kab.
Situbondo, Jawa Timur. Pelaksanaan Praktik Akhir ini dimulai pada tanggal 2
Maret 2020 sampai dengan 15 Mei 2020.
Judul Karya Ilmiah Praktik Akhir ini adalah “Manajemen Produksi
Pembesaran Udang Vaname (Penaeus vannamei) di Pokdakan Busmata
Vaname Kab. Situbondo, Jawa Timur”. Karya Ilmiah Praktir Akhir ini terdiri dari
enam bab, yaitu; Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Metode Praktik, Kondisi Umum,
Hasil dan Pembahasan, serta Kesimpulan dan Saran. Penulis menyadari bahwa
Karya Ilmiah Praktik Akhir ini masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu, kritik dan
saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan.
Penulis
i
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah
praktik akhir dengan judul “Manajemen Produksi Pembesaran Udang Vaname
(Penaeus vannamei) di Pokdakan Busmata Vaname Kab. Situbondo, Jawa
Timur” pada tepat waktu yang telah ditentukan, yang disusun sebagai syarat untuk
Memperoleh Sebutan Sarjana Terapan Perikanan Pada Politeknik Ahli Usaha
Perikanan. Penulis mengucapkan banyak terima kasih khususnya kepada Bapak
Dr. Mugi Mulyono, S.St.Pi., M.Si dan Bapak Dr. M. Farchan, A.Pi., S.E., M.Si
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam
penyusunan karya ilmiah praktik akhir ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada :
1. Bapak Ilham, S.St.Pi., M.Sc., Ph.D selaku Direktur Politeknik Ahli Usaha
Perikanan.
2. Bapak Suharyadi, S.St.Pi., M.Si selaku Ketua Program Studi Teknologi
Akuakultur.
3. Kedua Orang Tua, Bapak Mujianto dan Ibu Az Niken C.K yang selalu
memberikan motivasi dan dukungan baik materi maupun spiritual.
4. Mentor Kuplek yang telah banyak memberikan motivasi dan dukungan.
5. Mu’arif selaku sahabat dari masa basis yang telah banyak memberikan
dukungan.
6. Rian Achmad Sanjaya selaku sahabat seperjuangan yang memiliki
semangat, visi dan misi bisnis yang sama.
7. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan
Karya Ilmiah Praktik Akhir ini.
Penulis
ii
iii
DAFTAR ISI
iii
iv
iv
v
v
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
vi
vii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4. Data primer 25
5. Data sekunder 28
6. Kesesuaian lokasi 41
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Alat 83
2. Bahan 84
3. Struktur organisasi 85
4. Pemberian pakan 86
viii
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki potensi perikanan yang
sangat besar untuk dikembangkan. Luas perairannya mencapai sekitar 5,8 juta km
atau 75% dari total luas wilayahnya. Wilayah perairan Indonesia tersebar dalam
bentuk pulau yang berjumlah sekitar 17.506 pulau dan dikelilingi oleh 81.000 km
garis pantai. Indonesia memiliki potensi produksi perikanan mencapai 65 juta ton
per tahun, potensi tersebut hingga saat ini masih dimanfaatkan sebesar 9 juta ton.
Namun, potensi tersebut sebagian besar berada pada perikanan budidaya yang
mencapai 57,7 juta ton per tahun dan baru dimanfaatkan sebesar 2,08%
(Primyastanto, 2011).
Salah satu komoditas yang menjadi unggulan dalam perikanan budidaya
adalah udang vaname. Udang vaname (Penaeus vannamei) merupakan salah
satu spesies udang yang bernilai ekonomis dan merupakan salah satu komoditas
unggulan nasional (Lailiyah et al., 2018). Udang vaname memiliki beberapa
keunggulan yaitu lebih tahan terhadap penyakit, lebih responsif terhadap
pemberian pakan dan waktu pemeliharaan yang relatif singkat yakni sekitar 90 -
100 hari (Purnamasari et al., 2017). Selain itu, udang vaname juga dapat ditebar
dengan kepadatan yang tinggi hingga lebih dari 150 ekor/m2, dipelihara dengan
kisaran salinitas yang lebar (0,5 - 45 ppt) (Fendjalang et al., 2012), tahan terhadap
fluktuasi kondisi lingkungan, hemat pakan dan tingkat survival rate (SR) atau
derajat kehidupannya tergolong tinggi (Amri & Kanna, 2008).
Perkembangan produksi udang vaname meningkat setiap tahunnya dengan
rata-rata kenaikan produksi yang signifikan, yaitu kenaikan rata-rata sebesar
16,43%. Pada tahun 2011 produksi udang vaname mencapai 246.420 ton, dan
pada tahun 2015 meningkat hingga mencapai 442.380 ton (DJPB, 2016).
Peningkatan tersebut baik di dalam maupun di luar negeri menyebabkan Indonesia
menjadi salah satu pengekspor udang terbesar di dunia (Nuhman, 2009). Hal ini
turut didukung dengan harga udang vaname yang stabil dan tingginya permintaan
pasar domestik maupun ekspor (Triyanti & Hikmah, 2015).
Pengembangan budidaya udang vaname di beberapa tempat terjadi
kesulitan untuk dikembangkan, dikarenakan ketersediaan lahan yang kian
menyempit yang disebabkan oleh beralih nya fungsi lahan pertanian menjadi
pemukiman, serta modal yang dibutuhkan besar sehingga hal ini menjadi faktor
2
penghambat khususnya usaha dibidang tambak udang, oleh karena itu perlu
adanya teknologi baru yang dapat menunjang permasalahan tersebut.
Teknologi RtVe (rumah tangga vaname) yaitu budidaya udang vaname skala
rumah tangga yang hanya memerlukan luas lahan 400 m², diharapkan dengan
adanya teknologi ini dunia usaha perudangan kembali marak, lahan-lahan sempit
termanfaatkan, mendorong pengembangan budidaya udang vaname skala rumah
tangga dengan modal yang lebih kecil, meningkatkan pendapatan masyarakat
sekitar tambak, terjadi penyerapan tenaga kerja sekaligus mengurangi
pengangguran di sektor pendukung tambak sehingga udang vaname dapat
diandalkan sebagai potensi unggulan baru daerah pantai (Rochman, 2016).
Keunggulan dari teknologi RtVe adalah dapat memanfaatkan lahan pada
kawasan estuarine, lebih efisien dalam persiapan lahan dibandingkan tambak
yang luas (persiapan lahan, treatmen dasar petakan dll), sumber listrik dari PLN,
pemakaian biaya energi (kincir, pompa dll), biaya produksi lebih rendah dan RtVe
juga lebih efektif selama proses budidaya khususnya dalam pengawasan akan
lebih terkontrol dengan baik. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis mengambil
judul “Manajemen Produksi Pembesaran Vaname (Penaeus vannamei) Skala
Rumah Tangga di Pokdakan Busmata Vaname, Kab. Situbondo, Jawa
Timur”.
1.2 Tujuan
Tujuan pelaksanaan praktik akhir adalah:
1. Mengetahui dan mampu melakukan teknis serta manajemen
pembesaran udang vaname (Penaeus vannamei) skala rumah tangga.
2. Mampu menghitung analisis finansial pembesaran udang vaname
(Penaeus vannamei) di Pokdakan Busmata Vaname, Kab. Situbondo,
Jawa Timur.
Daily Growth dan Average Body Weight), hama dan penyakit, panen
(Survival Rate dan Feed Convertion Ratio), pasca panen, pemasaran,
dan pengawasan, serta evaluasi yang berdasarkan pada aspek
manajemen berupa perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan
pengawasan.
2. Analisis finansial meliputi biaya investasi, biaya produksi, pendapatan,
serta analisa kelayakan usaha yang mencakup analisa rugi/laba,
Revenue Cost Ratio (R/C), Break Event Point (BEP), Payback Period
(PP), Return of Investment (ROI), Net Present Value (NPV), dan Internal
Rate of Return (IRR).
2. TINJAUAN PUSTAKA
Udang vaname dikenal dengan istilah udang putih pada saat masuk dan
berkembang di Indonesia. Menurut Farchan (2006), tubuh udang vaname memiliki
warna putih agak mengkilap dengan titik-titik hitam yang menyebar disepanjang
tubuh udang. Udang vaname termasuk salah satu famili penaeoidea dan dapat
dibedakan menjadi dua bagian yaitu: cephalothorax (bagian kepala dan badan
yang dilindungi carapace) dan abdomen (bagian perut terdiri dari segmen atau
ruas-ruas) (Supono, 2006). Bagian kepala udang vaname memiliki dua cabang
antena yaitu expodite dan endopodite (Suharyadi, 2011). Bagian dada terdiri dari
8 ruas, masing-masing ruas mempunyai sepasang anggota badan yang disebut
dengan thoracopoda atau maxiliped yang dilengkapi dengan 3 pasang kaki
maxiliped berfungsi sebagai pelengkap bagian mulut untuk memegang makanan
(Edhy et al., 2000).
5
Indonesia. Daerah penyebaran udang vaname ialah pantai Lautan Pasifik sebelah
barat Mexico, Amerika Tengah dan Amerika Selatan dimana suhu laut sekitar 20oC
sepanjang tahun. Saat ini udang vaname telah menyebar karena diperkenalkan di
berbagai dunia karena sifatnya yang relatif mudah dibudidayakan, termasuk di
Indonesia (Fahmi, 2015).
dan lokasi tambak harus memiliki green-belt yang berupa hutan mangrove di
antara lokasi tambak dan pantai. Adapun persyaratan non teknis. Aspek non teknis
tersebut antara lain mudah memperoleh benih udang vaname, tersedianya tenaga
kerja, mudah dalam mendapatkan sarana produksi tambak serta tersedianya
akses jalan dan jaringan listrik serta komunikasi (Mansyur et al., 2014). Menurut
Farchan (2006), kelayakan lokasi harus mempertimbangkan keadaan sosial
ekonomi seperti keamanan kondusif, aset jalan cukup baik, lokasi yang mudah
mendapatkan sarana produksi seperti pakan, kapur obat-obatan, dan mudah
dijangkau.
2.2.2 Desain, Tata Letak dan Konstruksi Wadah
Budidaya udang vaname yang dekat dengan pekarangan rumah mendorong
pengembangan budidaya udang vaname skala rumah tangga. Desain, tata letak
dan konstruksi wadah perlu diperhatikan karena memegang peranan penting di
dalam menentukan suatu keberhasilan budidaya udang vaname. Desain petakan
tambak merupakan perencanaan bentuk tambak yang meliputi: ukuran panjang
dan lebar petakan, kedalaman, ukuran saluran keliling, serta ukuran dan letak
pintu air (input dan output). Hal ini bertujuan untuk memberikan lingkungan baik
bagi udang dan memudahkan dalam proses produksi budidaya. Sehingga dapat
dikatakan efisien, layak secara ekonomis dan memberikan peluang keberhasilan
budidaya yang tinggi (Mustafa, 2008).
Tata letak suatu unit budidaya juga harus memenuhi tujuan yang jelas antara
lain: menjamin kelancaran mobilitas operasional sehari-hari, menjamin kelancaran
dan keamanan pasok air dan pembuangannya, serta dapat menekan biaya
konstruksi tanpa mengurangi fungsi teknis dari unit budidaya yang dibangun dan
mempertahankan kelestarian lingkungan (Poernomo, 1988). Konstruksi wadah
udang vaname skala rumah tangga hanya memerlukan lahan seluas 400 m²
(Mustafa, 2008). Dasar kolam harus dilengkapi central drain (Amri & Kanna, 2008).
2.2.3 Target Produksi
Adapun target produksi yang ditetapkan sesuai dengan tingkat teknologi
berdasarkan SNI 01-7246 (2006) disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Target produksi udang vaname
Padat Berat
Tingkat Sintasan Produksi
No Tebar Rata-rata
Teknologi (%) (kg/ha)
(ekor/m2) (g)
1 Intensif 1 100 Min 75 15 - 20 15.000
2 Intensif 2 100 - 150 Min 75 15 - 18 20.250
9
2.3 Produksi
2.3.1 Persiapan Wadah dan Media
Wadah yang digunakan untuk teknologi intensif memiliki sarana dan
prasarana standar tertentu yang digunakan untuk menunjang operasional
pemeliharaan udang (Erlangga, 2012). Farchan (2006), menambahkan bahwa
kegiatan persiapan sarana dan prasarana yang dapat dilakukan antara lain;
penataan dan pemasangan pompa air, pemasangan (perbaikan) PVC central drain
dan saringan pembuangan air, pembuatan dan pemasangan jembatan untuk
kontrol pemberian pakan dan kondisi udang (anco), pembuatan rakit untuk
pemberian pakan dan sampling, perbaikan instalasi listrik air, pompa, lampu, dan
penerapan biosecurity. Sedangkan menurut (Choeronawati et al., 2019),
persiapan wadah pemeliharaan meliputi pembersihan, pengeringan, perbaikan,
pemasangan sarana dan prasarana serta pengisian air.
Persiapan media merupakan langkah setelah persiapan wadah. Proses ini
dilakukan minimal seminggu sebelum penebaran benur udang (Erlangga, 2012).
Air sebagai media pemeliharaan memegang peranan yang sangat penting dalam
menentukan keberhasilan kegiatan budidaya. (Kordi & Tancung, 2005),
menjelaskan bahwa air yang digunakan harus memenuhi kriteria fisika, kimia, dan
biologi yang sesuai dengan kebutuhan biota. Sebelum dilakukan pengisian media,
air yang akan digunakan di sterilisasi terlebih dahulu dengan penebaran kaporit
dosis 20 mg/l yang ditaburkan merata (Erlangga, 2012). (Yuni et al., 2019),
menambahkan bahwa setelah itu pengisian air dapat dilakukan dengan
menggunakan pompa atau secara gravitasi.
dan berpengaruh besar terhadap harga pakan, kebutuhan protein pakan untuk
udang vaname sebesar 30 - 35% (Kureshy & Allen Davis, 2002). Sedangkan
menurut Subyakto et al., (2009), kebutuhan pakan (pellet) yang diberikan kepada
udang dengan kadar protein 35 - 40% baik untuk sumber energi udang vaname.
6. Penyimpanan Pakan
Salah satu aspek penting dalam manajemen pakan adalah aspek
penyimpanan pakan. Hal ini dikarenakan pakan merupakan produk yang mudah
rusak, sehingga diperlukan perlakuan khusus (Nur, 2011). Farchan (2006),
menambahkan, pakan buatan memerlukan perawatan dan penyimpanan yang
baik, hal ini bertujuan untuk mencegah menurunnya mutu dan kualitas dari pakan
tersebut sehingga mempengaruhi daya tarik pada udang. Nur (2011), menyatakan
bahwa beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyimpanan pakan adalah
sebagai berikut :
1) Gudang pakan terhindar dari banjir atau genangan air
2) Pakan harus disimpan ditempat yang kering, dan berventilasi
3) Pakan disimpan di atas rak papan dan tidak bersentuhan langsung
dengan lantai
4) Pakan tidak ditumpuk terlalu tinggi untuk menghindari kerusakan kantong
5) Pakan harus terhindar dari sinar matahari langsung
6) Pakan jangan disimpan lebih dari tiga bulan
1. Kuantitas Air
Kuantitas air merupakan jumlah air pemeliharaan udang di tambak, karena
sifat udang vaname berada pada badan air sehingga kuantitas air pada tambak
harus diperhatikan, seperti tinggi air serta pergantian air.
a. Tinggi Air
Udang vaname mempunyai ciri khas yaitu hidup di badan air, sehingga
badan air sebaiknya dipelihara dengan baik. Kedalaman tinggi air pada tambak
budidaya udang intensif berkisar antara 100 - 130 cm (Farchan, 2006). Erlangga
(2012), ketinggian air sebaiknya dipertahankan pada kedalaman antara 1 - 1,5 m
dan sebaiknya tidak kurang dari 1 m.
b. Pergantian Air
Penambahan dan pergantian air bertujuan untuk mengencerkan bahan
organik sisa metabolisme dan sisa pakan (Choeronawati et al., 2019). Pergantian
air yang dilakukan secara teratur dapat membantu memasok oksigen terlarut untuk
mendukung pertumbuhan udang dan meminimalisir terjadinya mortalitas pada
udang (Fuady & Nitisupardjo, 2013).
Pergantian air sebaiknya dilakukan dengan membuang air terlebih dahulu
sekitar 10% dari total air tambak, kemudian menambahkan air. Air yang akan
dimasukkan ke petakan sebaiknya diberi selasar (pemecah air), yang berfungsi
untuk meningkatkan kadar oksigen dan menghindari naiknya bahan beracun dari
dasar petakan (Badrudin, 2014).
2. Kualitas Air
Pengukuran parameter kualitas air harian sebaiknya dilakukan pada saat
kondisi perairan di titik kritis (minimum dan maksimum). Titik kritis kondisi perairan
terjadi setiap pagi hari (jam 5.00 - 6.00) dan siang hari (jam 12.00 - 14.00). Pada
jam 5.00 - 6.00 pagi merupakan titik terendah oksigen terlarut dan pH serta
kandungan karbondioksida tertinggi. Pada jam 12.00 - 14.00 siang merupakan
puncak fotosintesis fitoplankton, kandungan oksigen terlarut serta pH air. Adapun
standar kualitas air budidaya udang vaname menurut SNI 01-7246 (2006)
disajikan pada Tabel 3.
15
a. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor penting dalam pertumbuhan dan
kelangsungan hidup udang (survival rate). Suhu dalam suatu perairan sangat
dipengaruhi oleh suhu udara di atasnya. Artinya kondisi iklim dan cuaca harus
diperhatikan pada saat pengamatan. Suhu pada budidaya udang diperlukan
perhatian khusus agar tidak terjadi fluktuasi suhu harian yang tinggi. Perairan yang
baik adalah memiliki fluktuasi hariannya kecil (Widigdo, 2013).
Suhu merupakan parameter berpengaruh terhadap proses metabolisme
dalam tubuh udang. Semakin tinggi suhu maka semakin cepat proses
metabolisme yang terjadi (Farchan, 2006). Kisaran suhu yang baik untuk
pertumbuhan udang adalah 28 - 32ºC (Kordi & Tancung, 2005; Syafaat, 2012;
Bachruddin et al., 2018; Ghufron et al., 2018). Pada kisaran tersebut, proses
metabolisme dapat berjalan dengan baik sehingga kelangsungan hidup dan
pertumbuhan udang diharapkan dapat optimal.
b. Salinitas
Salinitas adalah konsentrasi total ion yang terdapat di perairan. Salinitas
menggambarkan padatan total di dalam air, setelah semua karbonat dikonversi
menjadi oksida, semua bromida dan iodida digantikan oleh klorida, dan semua
bahan organik telah dioksidasi. Salinitas dinyatakan dalam satuan gr atau promil
(Effendi, 2003). Menurut Haliman & Adijaya (2008), udang muda yang berumur 1
- 2 bulan memerlukan kadar garam 15 - 25 g/l agar pertumbuhannya dapat optimal.
Setelah umur udang lebih dari 2 bulan, pertumbuhan udang relatif baik pada
kisaran salinitas 5 sampai 30 g/l.
Pada salinitas tinggi, pertumbuhan udang menjadi lambat karena proses
osmoregulasi terganggu. Osmoregulasi merupakan proses pengaturan dan
penyeimbang tekanan osmosis antara di dalam dan di luar tubuh udang. Apabila
salinitas meningkat, maka pertumbuhan udang akan melambat karena energi lebih
16
c. pH
pH merupakan gambaran jumlah ion hidrogen atau lebih tepatnya aktivitas
ion hidrogen dalam perairan. Secara umum, nilai pH menggambarkan seberapa
asam atau basa suatu perairan. Nilai pH = 7 dikatakan netral, lebih besar dari 7
adalah basa dan lebih kecil dari 7 adalah asam (Widigdo, 2013). Kisaran pH yang
optimum untuk udang vaname adalah 7,5 - 8,5 (Erlangga, 2012; Malik, 2014).
d. DO
Jumlah kandungan oksigen (O²) yang terkandung dalam air disebut oksigen
terlarut. Menurut SNI 01-7246 (2006), oksigen terlarut yang baik bagi udang
vaname yaitu minimal 3,5 mg/l. Adiwijaya et al., (2008), menambahkan kondisi
ideal oksigen terlarut bagi pertumbuhan ikan dan udang adalah pada konsentrasi
diatas 3,5 mg/l. Sedangkan menurut Farchan (2006), DO yang optimum berkisar
4 - 8 mg/l. Sri (2015), menambahkan bahwa DO yang baik untuk udang berkisar
antara 4 - 6 mg/l.
e. Kecerahan
Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan, yang ditentukan
secara visual dengan menggunakan secchi disk. Nilai kecerahan dinyatakan
dalam satuan centi meter. Nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu
pengukuran, kekeruhan dan padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang
melakukan pengukuran. Pengukuran kecerahan sebaiknya dilakukan pada saat
cuaca cerah (Effendi, 2003). Menurut Farchan (2006), kisaran kecerahan yang
optimal adalah 30 - 40 cm, Sedangkan menurut Malik (2014), kisaran kecerahan
yang optimal yaitu 20 - 40 cm.
a. Pengaplikasian Probiotik
Probiotik pada budidaya udang berperan untuk memperbaiki kualitas air
tambak meningkatkan dominasi bakteri nitrifikasi, dan penguraian bahan organik,
serta menekan organisme patogen Vibrio sp (Rajinikanth et al., 2010). Salah satu
jenis bakteri yang biasa digunakan untuk tambak udang adalah jenis bakteri
Bacillus dan dosis probiotik minimal 1 mg/l (Poernomo, 2004). Bahan organik pada
tambak dengan sistem intensif berasal dari sisa pakan, kotoran udang dan
plankton yang mati. Apabila limbah organik tersebut tidak di uraikan maka udang
akan mengalami stres dan rentan terhadap penyakit. Hal tersebut diperlukan
pengaplikasian probiotik (Burhanuddin et al., 2016).
b. Pengapuran
Pengapuran dilakukan sesuai dengan kondisi udang dan media. Pada
malam hari terjadi penurunan pH secara perlahan yang disebabkan oleh adanya
respirasi, sehingga CO₂ meningkat (Widigdo, 2013). Pemberian kapur pada media
pemeliharaan udang bertujuan untuk menaikkan nilai pH air dan menambah
kandungan kalsium pada kulit udang. Pemberian kapur juga bisa digunakan
sebagai buffer atau penyangga dalam perubahan nilai harian pH air, menjaga pH
dalam kisaran normal, meningkatkan aktifitas mikrobiologis dan dapat mencegah
peningkatan konsentrasi zat beracun. Dosis pemberian kapur yang umum
diberikan yaitu 5 - 10 mg/l (Widigdo, 2013).
c. Pengangkatan Klekap
Pengangkatan klekap atau busa tambak dilakukan bertujuan untuk
mengangkat plankton yang mengendap dan mati, apabila tidak segera diangkat
akan mengendap dan mengalami perombakan (dekomposisi) yang menghasilkan
gas beracun seperti amonia (NH3) sehingga cepat menurunkan kualitas air
(Farchan, 2006).
d. Penyiponan
Penyiponan dilakukan bertujuan untuk mengurangi amonia (NH3), serta
membuang endapan lumpur dan kotoran (Romadhona et al., 2015). Penyiponan
juga bertujuan untuk menyedot sisa-sisa pakan yang tidak terurai maupun
plankton yang mati, hal ini jika dibiarkan dapat mengakibatkan pengendapan di
dasar tambak sehingga menjadi zat toksik pada media air yang digunakan
(Wulandari et al., 2015).
18
2.3.6.1 Hama
Hama adalah biota yang mengganggu biota lain sehingga mengurangi
produktivitasnya dan dapat dilihat dengan mata tanpa menggunakan alat bantu.
(Farchan, 2006), menyatakan hama dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu:
19
1. Pemangsa
Hama kelompok pemangsa/predator adalah biota selain udang yang dapat
membunuh dan memakan udang dan menyebabkan jumlah udang menjadi
berkurang. Jenis-jenis hewan predator sangat banyak antara lain linsang, ular,
burung, dan lain-lain.
2. Penyaing/kompetitor
Penyaing adalah yang menyaingi dalam kehidupan udang dan membuat
pertumbuhan udang terganggu. Jenis-jenis biota penyaing adalah seperti ikan
mujair, ikan nila, trisipan dan ikan liar lainnya.
3. Penggangu/perusak
Pengganggu adalah organisme yang mengganggu kehidupan udang yang
dipelihara sehingga dapat menurunkan produksi. Hewan yang dikategorikan
sebagai pengganggu adalah belut, kepiting, tikus, dan ular.
2.3.6.2 Penyakit
Penyakit dapat ditimbulkan oleh bakteri, virus, dan jamur. Hal ini terjadi jika
terdapat ketidakseimbangan antara host, pathogen agent, dan environment
(Kharisma & Manan, 2012). Beberapa jenis penyakit yang menyerang udang
vaname disebabkan oleh:
1. Parasit
Parasit akan mudah menyerang udang vaname bila kualitas air tambak
kurang baik, terutama pada kandungan bahan organik yang tinggi. Parasit akan
menempel pada insang, kaki renang dan kaki jalan. Parasit juga bisa menempel
pada permukaan tubuh udang. Parasit akan terlepas dari tubuh udang bila udang
tersebut mengalami ganti kulit (moulting). Pencegahan parasit pada udang
vaname dapat dilakukan dengan pergantian air tambak, pemberian probiotik, dan
pengelolaan pakan. Beberapa jenis parasit yang sering menyerang udang vaname
yaitu zoothamnium, vorticella, dan epistylis (Haliman & Adijaya, 2005).
sp. Infeksi jamur lebih sering menyerang pada tubuh udang bagian luar, seperti
karapas dan insang bagian dalam. Jamur juga menyerang sebagai infeksi
sekunder dari serangan utama oleh bakteri atau patogen lain seperti virus. Jenis
jamur yang menyerang udang antara lain Sirolpidium sp, Halipthoros sp dan
Lagenidium sp. (Haliman & Adijaya, 2005).
3. Virus
Virus merupakan ancaman yang serius karena dapat menyebabkan
kematian pada udang vaname secara massal dalam waktu singkat. Faktor yang
menyebabkan munculnya virus yaitu faktor nutrisi, lingkungan, dan genetika.
Beberapa virus yang perlu diwaspadai pada budidaya udang vaname yaitu white
spot (WSSV), infectious myonecrosis virus (IMNV), taura syndrome virus (TSV)
dan infectious hypodermal hematopoetic necrosis virus (IHHNV). Upaya
pencegahan yang bisa dilakukan antara lain menjaga kualitas air agar stabil
sehingga udang tidak stres, pemberian imunostimulan, penggunaan benih
berkualitas unggul (SPF / SPR), dan monitoring penyakit yang dilakukan secara
rutin (Haliman & Adijaya, 2005).
2.3.7 Panen
Menurut Haliman & Adijaya (2008), pemanenan udang dilakukan ketika
sudah saatnya dipanen dan apabila tetap dipertahankan pertumbuhan udang tidak
optimal (tidak dapat tumbuh lagi), udang terserang penyakit dan telah menunjukan
gejala kematian, serta dalam kondisi darurat yang mengharuskan udang dipanen
untuk menghindari kerugian yang lebih besar. Yuni et al., (2019), menambahkan
pemanenan dilakukan pada kisaran 60 - 90 hari pemeliharaan dan diperkirakan
bobot udang telah mencapai 20 - 25 gram/ekor atau size 40 - 50 ekor/kg.
Pemanenan udang dilakukan dengan dua cara yaitu pemanenan bertahap (panen
parsial) dan pemanenan sekaligus (panen total) (Sudrajat & Wedjatmiko, 2010).
dan ukuran kemudian ditimbang. Setelah itu, dilakukan penyusunan udang pada
wadah yang disusun berselang-seling dan diberikan es curah (WWF, 2011).
Tujuan dari pengorganisasian yaitu supaya tertera dengan jelas antara tugas,
wewenang dan tanggung jawab, serta terjalin hubungan kerja yang baik dalam
bidangnya masing-masing (Primyastanto, 2011). Salah satu cara pencapaian
melalui delegasi atau pelimpahan wewenang. Pelimpahan bertujuan untuk
efisiensi dan kelancaran pelaksanaan kerja karena adanya keterbatasan waktu
dan kemampuan bila dikerjakan oleh satu orang (Widodo & Syukri, 2005).
2 B. Produksi
1. Penebaran Benur a. Ukuran benur (asal benur, ukuran
b. Metode penebaran benur, teknik
benur penebaran, padat
c. Padat tebar tebar yang
digunakan)
2. Pengelolaan Pakan a. Alat dan bahan beserta (kandungan nutrisi
spesifikasi dan yang terdapat dalam
kegunaannya pakan, jumlah pakan
b. Kandungan nutrisi yang digunakan,
pakan frekuensi pemberian
c. Jenis pakan pakan, jam
d. Jumlah pakan pemberian pakan,
e. Frekuensi pemberian teknik pemberian
pakan pakan, monitoring
f. Waktu pemberian pakan anco, teknik
g. Metode pemberian penyimpanan
pakan, kontrol pakan, pakan)
stocking pakan dan
penyimpanan pakan
27
C. Pasca Produksi
1. Panen dan a. Alat dan bahan yang (Teknik pemanenan,
Pasca Panen digunakan beserta menghitung analisis
kegunaannya finansial,
b. Melakukan Pemanenan menghitung
Parsial dan Total Biomassa dan
c. Menghitung Biaya populasi akhir, dan
Total Produksi panen serta
d. Menghitung pascapanen)
Keuntungan dan
Pemasaran Produksi
3.4.2 Produksi
Produksi meliputi persiapan wadah, persiapan media, penebaran benur,
manajemen pakan, manajemen kualitas air, monitoring pertumbuhan, hama
dan penyakit, serta panen.
1) Persiapan Wadah
1. Mengeringkan wadah dengan bantuan sinar matahari selama 7 hari
2. Membersihkan wadah dari kotoran, lumpur, dan lumut menggunakan
sikat dan wiper
3. Membilas wadah dengan air laut, lalu dibiarkan hingga kering
4. Melakukan perbaikan wadah seperti menambal bagian dasar dan dinding
wadah yang retak atau bocor, serta memasang selang aerasi
5. Melakukan penebaran kapur aktif (CaO) sebanyak 1,5 kg (dosis 30 g/m³),
lalu diamkan selama 1 hari (08.00 - 08.00 WIB)
6. Menutup saluran outlet dan memasang anco.
2) Persiapan Media
1. Melakukan pengisian air media pemeliharaan setinggi 100 cm
menggunakan pompa sumur bor ukuran 2”
2. Melakukan sterilisasi air menggunakan kaporit 60% sebanyak 1,5 kg
(dosis 30 mg/l), lalu dibiarkan selama 4 hari
3. Melakukan penebararan kapur dolomit dan kaptan masing-masing
sebanyak 500 gram (dosis 10 mg/l)
4. Melakukan penebaran fermentasi sebanyak 2,5 liter (dosis 50 mg/l)
5. Melakukan penebaran probiotik sebanyak 25 gram (dosis 0,5 mg/l).
3) Penebaran Benur
1. Melakukan pengamatan visual aktivitas renang benur, bentuk tubuh
benur, dan warna tubuh benur
2. Melakukan proses perhitungan benur sebelum dilakukan penebaran
untuk mengetahui jumlah yang di tebar
3. Melakukan proses aklimatisasi selama 30 menit
4. Melakukan proses penebaran benur dengan cara membuka kantong
plastik secara perlahan dan melipat plastik untuk memudahkan dalam
pemasukan air kolam
5. Setelah dilakukan lipat plastik kemudian memasukan air kolam kedalam
kantong plastik untuk melakukan penyesuaian kualitas air dalam kantong
plastik terhadap air media kolam
30
6. Setelah itu, menuangkan kantong plastik yang berisi benur udang secara
perlahan kedalam tambak sambil diamati kondisi benurnya
4) Manajemen Pakan
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Melakukan perhitungan program pakan blind feeding pada DOC 1-30 dan
selanjutnya melakukan perhitungan pakan menggunakan acuan
persentase indeks
3. Melakukan fermentasi pakan dengan bahan (air tawar 5 liter, vitamin C
0,3 g/l, molase 40 ml/l, yakult 3 ml/l, dan ragi 0,2 g/l)
4. Melakukan pencampuran fermentasi kedalam pakan dengan dosis 100
ml/kg pakan
5. Melakukan pemberian pakan dengan frekuensi pada DOC 1-10 sebanyak
3 kali sehari yaitu pada pukul 06.00, 10.00, dan 14.00 WIB. Pada DOC
11-30 hari dilakukan sebanyak 4 kali yaitu pada pukul 06.00, 10.00, 14.00,
dan 18.00 WIB. Sedangkan pemberian pakan pada DOC 31-panen
dilakukan sebanyak 5 kali yaitu pada pukul 06.00, 10.00, 14.00, 18.00,
22.00 WIB
6. Penebaran pakan dilakukan secara manual.
5) Manajemen Kualitas Air
(1) Kualitas Air
a) Pengukuran DO
Pengukuran DO dilakukan bersamaan dengan pengukuran suhu yang
menggunakan alat DO meter. Waktu pengukuran dilakukan pada pagi hari pukul
05.30 WIB dan siang hari pukul 13.00 WIB. Adapun prosedur pengukuran DO
meliputi:
1. Membuka probe DO meter
2. Menyalakan tombol power
3. Mengkalibrasi DO meter dengan menekan tombol Cal
4. Mencelupkan probe DO meter pada media pemeliharaan beberapa saat
hingga nilai oksigen tidak berubah atau stabil
5. Mencatat nilai DO pada jurnal monitoring
6. Mengangkat probe DO meter dan bilas menggunakan air tawar, lalu
mengeringkan probe menggunakan tisu
7. Menutup probe serta DO meter dimatikan.
31
b) Pengukuran Suhu
Pengukuran suhu dilakukan bersamaan dengan pengukuran DO yang
menggunakan alat DO meter. Waktu pengukuran dilakukan pada pagi hari pukul
05.30 WIB dan siang hari pukul 13.00 WIB. Adapun prosedur pengukuran suhu
meliputi:
1. Membuka probe DO meter
2. Menyalakan tombol power
3. Mengkalibrasi DO meter dengan menekan tombol Cal
4. Mencelupkan probe DO meter pada media pemeliharaan beberapa saat
hingga nilai suhu tidak berubah atau stabil
5. Mencatat nilai suhu pada jurnal monitoring
6. Mengangkat probe DO meter dan bilas menggunakan air tawar, lalu
mengeringkan probe menggunakan tisu
7. Menutup probe serta DO meter dimatikan.
c) Pengukuran pH
Pengukuran pH di lokasi praktik dilakukan menggunakan pH meter.
Pengukuran dilakukan pada pukul 06.00 dan 16.00 WIB. Prosedur kerja yang
dilakukan meliputi:
1. Menyalakan tombol power
2. Mencelupkan pH meter ke dalam media pemeliharaan beberapa saat
hingga nilai pH tidak berubah atau stabil
3. Mencatat nilai pH pada jurnal monitoring
4. Mengangkat pH meter dan bilas menggunakan air tawar, lalu
mengeringkan menggunakan tisu
5. Menutup pH meter serta dimatikan.
d) Pengukuran Salinitas
Pengukuran salinitas di lokasi praktik dilakukan menggunakan
refraktometer. Pengukuran dilakukan pada pukul 06.00 dan 16.00 WIB. Prosedur
kerja yang dilakukan meliputi:
1. Mengkalibrasi refraktometer menggunakan air tawar pada bagian prisma
refraktometer
2. Mengelap prisma refraktometer menggunakan tisu
3. Meneropong refraktometer. Jika petunjuk nol berarti sudah refraktometer
sudah dapat digunakan
32
b) Pembuangan Kotoran
Membuka pipa outlet dengan lama pembuangan lumpur tergantung pada
kondisi kolam atau banyaknya lumpur yang terdapat pada central drain. Jika air
sudah menunjukkan warna yang cukup jernih dan lumpur sudah tidak ada maka
segera dihentikan. Pembuangan dilakukan setiap pagi pukul 05.30 dan malam
pukul 20.00 WIB.
33
c) Penyiponan
Penyiponan dilakukan pada saat udang telah mencapai DOC 20 hari
pemeliharaan, setelah itu penyiponan selanjutnya dilakukan selama seminggu
sekali. Penyiponan dilakukan dengan menggunakan selang spiral 1 ½”.
Menenggelamkan alat sipon secara perlahan, kemudian menyiponan dasar bak
hingga bersih. Penyiponan dilakukan pada pagi hari pukul 07.00 WIB.
6. Monitoring Pertumbuhan
1. Menyiapkan alat dan bahan untuk monitoring pertumbuhan seperti seser,
timbangan, wadah, dan alat tulis
2. Melakukan pengamatan anco secara visual untuk mengetahui nafsu
makan udang dan kondisi kesehatan udang
3. Melakukan sampling mulai DOC 30 - DOC panen dengan cara menyerok
menggunakan seser.
4. Menimbang ember kosong, lalu timbangan di nol kan
5. Melakukan penyerokan pada dua titik, kemudian udang diangkat dan
ditaruh kedalam ember
6. Menimbang udang dalam ember diatas timbangan digital, kemudian
dicatat hasilnya
7. Kemudian menghitung dan mencatat hasil sampling Average Body
Weight (ABW), Average Daily Growth (ADG), dan size.
8. Panen
1) Menyiapkan alat yang digunakan untuk panen total
2) Membuka saluran outlet untuk menurunkan ketinggian air hingga 30 cm
3) Menurunkan jaring panen kedalam petak pemeliharaan, lalu menjaring
seluruh udang
4) Memindahkan udang yang terjaring kedalam keranjang dan membawa
udang ke tempat sortir
34
5) Mencatat hasil panen berupa Day Of Culture (DOC), Size, Survival Rate
(SR), Biomassa, dan Feed Convertion Ratio (FCR).
3.4.3 Pasca Produksi
Pasca produksi meliputi pasca panen, pemasaran, dan pengawasan.
1. Pasca Panen
1) Melakukan pembilasan udang menggunakan air tawar
2) Menuang udang ke tempat sortir dan melakukan sortir udang
3) Memasukkan udang kedalam keranjang dan menimbang berat udang
4) Mencelupkan udang yang telah ditimbang kedalam air es
5) Menuang udang kedalam box yang berada di mobil pick up yang berisi es
dan udang ditutup dengan es, lalu menutup box yang sudah terisi udang.
2. Pemasaran
Data yang berkaitan dengan pemasaran didapatkan melalui wawancara
dengan ketua kelompok dan teknisi. Dalam pemasaran, hal yang dilakukan antara
lain menghubungi calon pembeli, melakukan negosiasi harga kemudian
menentukan waktu pemanenan. Selain itu juga dilakukan wawancara dengan
pembeli mengenai tujuan pemasaran udang yang telah diambil dari kelompok.
3. Pengawasan
Data yang berkaitan dengan pengawasan meliputi jenis pengawasan dan
cara pengawasan. Pengawasan dilakukan terhadap pendukung faktor produksi
yaitu SDM dan keuangan. Selain itu, dilakukan evaluasi pencapaian target
produksi dan melakukan perbaikan pada siklus selanjutnya.
5. Biomassa
Rumus ini digunakan untuk mengetahui jumlah total berat biota
pemeliharaan yang dinyatakan dalam gram/kg/ton (Effendi, 2000).
6. Produktivitas
Rumus ini digunakan untuk mengetahui biomassa dari produksi yang
dihasilkan dalam satuan luas (Rahmansyah, Makmur & Fahrur, 2017).
Biaya Tetap
BEP Harga (Rp) =
Biaya Variabel
1-
Nilai Penjualan
Biaya Tetap (Rp)
BEP Unit (ekor) =
Harga per unit (Rp) - Biaya Variabel per unit (Rp)
Investasi
PP = x 1 Tahun
Kas bersih pertahun
4. R/C Ratio
Rumus ini digunakan untuk melihat keuntungan relatif usaha dalam satu
tahun terhadap biaya yang dipakai (Primyastanto, 2011).
Total Penerimaan
R/C Ratio =
Total Biaya
Keuntungan bersih
ROI (%) x 100%
Modal produksi
37
𝑛
𝐵𝑒𝑛𝑒𝑓𝑖𝑡 − 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎
𝑁𝑃𝑉 = ∑
(1 + 𝑠𝑢𝑘𝑢 𝑏𝑢𝑛𝑔𝑎)²
𝑡−1
NPV1
IRR = r1 + r2 x
NPV1- NPV2
4.2 Aksesibilitas
Lokasi pembesaran udang vaname di Pokdakan Busmata Vaname berjarak
15 km dari Kota Situbondo dan dapat dijangkau dengan sarana transportasi darat
dan udara. Sarana transportasi darat dapat ditempuh menggunakan bus dari
Jakarta menuju Situbondo selama 20 jam dan transportasi udara ditempuh
menggunakan pesawat dari bandara Soekarno-Hatta menuju bandara
Notohadinegoro selama 2 jam, kemudian dari Jember menggunakan mobil menuju
39
1 2 3 4 5
2 Sumber Air Tersedia sumber air Sumber air dilokasi
dengan kualitas budidaya tercukupi
dan kuantitas yang dan berasal dari Sesuai
cukup untuk proses sumur bor.
produksi (SNI-
8008:2014).
3 Sumber Tersedia sumber Sumber listrik
Listrik listrik (Erlangga, dilokasi budidaya
2012). berasal dari PLN
dan generator set Sesuai
sebagai sumber
cadangan
jika listrik PLN
mati/padam.
4 Keamanan Aman terhadap Lokasi budidaya
Lokasi pencurian berada di
(Erlangga, 2012). pemukiman warga, Sesuai
serta keamanan
terjaga.
5 Tekstur Lempung liat Jenis tanah dominan
Tanah berpasir, liat lempung liat
berdebu, berpasir sehingga
lempung berpasir cocok untuk
(Andriyanto, 2013) dilakukan budidaya, Sesuai
namun dilokasi
menggunakan bak
beton sebagai
wadah budidaya.
b c
Gambar 4. Desain, Tata Letak dan Konstruksi Wadah (a) Tata Letak
(b) Tampak Atas, dan (b) Tampak Samping
5.1.4 Target Produksi
Target produksi merupakan suatu perencanaan awal sebelum melakukan
kegiatan produksi udang vaname dan menjadi acuan keberhasilan suatu usaha.
Adapun target produksi disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Target Produksi Pokdakan Busmata Vaname
No Uraian Target Standart Referensi
1 DOC (hari) 80 90 - 120 SNI-01-7246-2006
2 Padat Tebar (Ekor/m2) 140 100 - 150 SNI-01-7246-2006
3 SR (%) 80 75 SNI-01-7246-2006
4 FCR 1,5 1,3 SNI-01-7246-2006
5 Size Panen Total 55 50 - 70 SNI-01-7246-2006
6 ADG (gram/ekor) 0,25 0,2 - 0,24 Hakim et al., (2018)
45
5.1.5 Pengorganisasian
Dalam menjalankan kegiatan produksi untuk mencapai target yang telah
ditentukan perlu adanya struktur organisasi yang dapat mengatur dan
menjalankan tugas sesuai pada bagiannya sehingga kegiatan dapat berjalan
dengan lancar. Hal ini sesuai dengan (Sumardika, 2013), bahwa pengorganisasian
dilakukan dengan tujuan untuk menentukan struktur organisasi, menentukan
seluruh tugas, hubungan antar tugas, batas wewenang dan tanggung jawab untuk
menjalankan masing-masing tugas. Struktur organisasi dapat dilihat pada
Lampiran 3.
5.2 Produksi
Produksi meliputi persiapan wadah, persiapan media, penebaran benur,
manajemen pakan, manajemen kualitas air, monitoring pertumbuhan, hama dan
penyakit, serta panen.
air kolam kering, dilakukan perbaikan seperti menambal bagian dasar dan dinding
kolam yang retak atau bocor, serta memasang selang aerasi. Setelah itu,
dilakukan penebaran kapur aktif (CaO) dengan dosis 30 g/m³ dan dibiarkan
selama 1 hari. Pemberian kapur aktif bertujuan sebagai desinfektan pada masa
persiapan tambak/kolam untuk membunuh hama dan parasit yang masih
menempel pada petakan, selanjutnya tutup saluran outlet dan kolam di isi dengan
air. Adapun persiapan wadah dapat dilihat pada Gambar 5.
a b
c d
dosis 30 mg/l. Saat proses sterilisasi berlangsung, aerasi dalam keadaan menyala
dengan tujuan agar kaporit yang ditebar dapat menyebar dan tercampur dengan
air secara merata.
Pembentukan plankton dilakukan untuk menumbuhkan pakan alami
sebelum dilakukan penebaran benur. Perlakuan yang dilakukan adalah
pengapuran, pemupukan, dan pemberian probiotik. Pengapuran dilakukan setiap
2 hari sekali selama seminggu. Bahan yang dipakai untuk pengapuran adalah
kapur kaptan dan dolomit dengan dosis masing-masing 10 mg/l. Tujuan pemberian
kapur adalah untuk menaikkan pH. Hal ini sesuai dengan Hidayat et al., (2019),
menyatakan bahwa pemberian kapur CaCO3 sebanyak 10 mg/l dapat
meningkatkan pH. Mansyur et al., (2014), menambahkan bahwa pengapuran
bertujuan untuk meningkatkan pH, menumbuhkan plankton, mematikan bakteri
dan parasit, serta mengikat partikel beracun lainnya.
Selanjutnya dilakukan pemupukan 3 hari sekali selama seminggu.
Pemupukan dilakukan menggunakan fermentasi yang terbuat dari bahan molase
40 ml/l, ragi 0,2 g/l, ZA 33 g/l, dan TSP 8,3 g/l dan di biarkan dalam wadah tertutup
rapat selama 4 hari. Tujuan penebaran fermentasi yaitu sebagai sumber energi
bagi bakteri dan sumber nutrient bagi plankton untuk tumbuh. Penebaran hasil
fermentasi dilakukan pada pagi hari dengan cara ditebar mengelilingi petakan
dengan dosis 50 mg/l.
Penebaran probiotik dilakukan dengan menebar bakteri Bacillus sp dengan
dosis 0,5 mg/l yang mampu menghasilkan enzim yang dapat menguraikan bahan
organik dan menghasilkan senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme yang merugikan seperti vibrio. Hal ini sesuai dengan pendapat
Herdianti et al., (2015), bahwa penambahan bakteri yang menguntungkan seperti
Bacillus sp mampu menekan populasi bakteri merugikan seperti Vibrio sp. Adapun
persiapan media dapat dilihat pada Gambar 6.
a b
48
c d
dengan Rahayu et al., (2010), bahwa waktu penebaran dilakukan benur sebaiknya
saat suhu rendah yaitu pagi, sore atau malam hari sehingga dapat mengurangi
tingkat stres dan mempercepat psroses aklimatisasi.
Proses aklimatisasi dilakukan dengan cara mengapungkan kantong yang
berisi benur ke permukaan air kolam selama 30 menit. Hal ini sesuai dengan
Erlangga (2012), bahwa benur udang vaname di dalam kantong plastik yang masih
tertutup dibiarkan mengapung pada air tambak proses ini dilakukan 30 - 60 menit.
Haliman & Adijaya (2005), menambahkan bahwa proses aklimatisasi benur
membutuhkan waktu 30 - 45 menit.
ekor benur per pemberian perharinya sampai umur 30 hari. Adapun program
pakan blind feeding disajikan pada Tabel 10 dan Lampiran 7.
Tabel 10. Program pakan blind feeding
No DOC Bobot Kode Kenaikan Awal
(hari) Udang Pakan Pakan Pemberian
(gram) (kg/hari)
1 1 - 10 PL 10 - 0,7 00 - 01 0,2 3 kg per
2 11 - 20 0,8 - 2,0 01 - 02S 0,4 100.000
3 21 - 30 2,1 - 3,0 02S - 02 0,6 Ekor benur
b. Demand Feeding
Pemberian pakan pada umur lebih dari 30 hari menggunakan program
pakan dengan acuan persentase indeks. Program indeks yang digunakan yaitu
0,6 - 0,9% untuk 100.000 ekor benur. Penggunaan program indeks digunakan
berdasarkan target ADG yang ingin dicapai, namun dari perhitungan ini harus
disertakan pengamatan pakan di anco untuk mengetahui keakuratan jumlah pakan
yang diberikan. Dosis pakan untuk pengamatan yaitu 1% dari jumlah pakan yang
akan diberikan, pengontrolan pakan harian di anco dilakukan setelah 2 jam
pemberian. Adapun skor pengamatan pakan di anco disajikan pada Tabel 11 dan
dosis pemberian pakan dapat dilihat pada Lampiran 4.
Tabel 11. Persentase Anco
Penyesuaian dosis Pakan
No Sisa Pakan di Anco (%) Skor
(%)
1 0 (Habis) 5 Ditambah 4 - 7
2 < 10 4 Tetap
3 10 - 30 3 Dikurang 20
4 30 - 50 2 Dikurang 40
5 > 50 1 Dikurang 50
Berdasarkan uraian diatas hal ini sesuai dengan pendapat Erlangga (2012),
menyatakan bahwa dosis pemberian pakan dengan metode blind feeding
dilakukan selama 30 hari. Gunarto et al., (2012), menambahkan bahwa dosis
pemberian pakan diawal pemeliharaan udang diberi pakan sebanyak 3 kg/100.000
ekor benur. Jumlah pakan dapat berubah sesuai dengan keinginan teknisi yang
menangani proses budidaya. Farchan (2006), menambahkan bahwa penentuan
dosis pakan diantaranya dengan metode pengamatan anco yang disesuaikan
52
dengan hasil cek anco setelah dua jam dilakukan pemberian pakan. Hasil
pengamatan pakan di anco menentukan jumlah pakan yang diberikan pada jam
selanjutnya baik pakan ditambah, dikurangi atau tetap. Pada saat pengecekan
pakan di anco harus benar-benar tepat waktu karena akan berpengaruh terhadap
efisiensi pakan dan nilai FCR.
4. Frekuensi Pemberian Pakan
Frekuensi pemberian pakan dilakukan 3 kali pada saat udang berumur 1 -
10 hari yaitu pada pukul 06.00, 10.00, dan 14.00 WIB. Pemberian pakan pada
umur 11 - 30 hari dilakukan sebanyak 4 kali yaitu pada pukul 06.00, 10.00, 14.00,
dan 18.00 WIB. Sedangkan pemberian pakan pada umur 31 - panen dilakukan
sebanyak 5 kali yaitu pada pukul 06.00, 10.00, 14.00, 18.00, 22.00 WIB dengan
prosentase pembagian pakan dalam sehari yaitu 15%, 25%, 25%, 20% dan 15%.
Hal ini sesuai dengan Lima (2009), bahwa puncak produksi enzim amilase, lipase
dan protease terjadi pada siang hari, sehingga jumlah pakan yang diberikan pada
siang hari lebih banyak. Haliman & Adijaya (2008), menambahkan bahwa
frekuensi pemberian pakan dapat dilakukan 4 - 6 kali sehari karena pakan dalam
tubuh udang diproses selama 3 - 4 jam kemudian dikeluarkan sebagai kotoran.
fermentasi (vitamin C 0,3 g/l, molase 40 ml/l, yakult 3 ml/l, dan ragi 20 mg/l) yang
kemudian dicampurkan pakan dengan dosis 100 ml/kg pakan, lalu dimasukkan ke
dalam sak kembali dan ditutup selama 24 jam, setelah itu pakan ditebar secara
merata. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Supito et al., (2015), bahwa dosis
adalah 5 - 10 ml/kg pakan. Tujuan aplikasi feed additive adalah agar udang lebih
tahan terhadap penyakit serta membantu proses pencernaan. Hal ini sesuai
dengan (Burhanuddin et al., 2016), bahwa aplikasi feeed additive pada pakan
bertujuan untuk menekan populasi mikroba yang bersifat merugikan pada saluran
pencernaan. Adapun pemberian pakan dapat dilihat pada Gambar 7.
6. Penyimpanan Pakan
Penyimpanan pakan merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan
agar kualitas pakan dapat terjaga. Penyimpanan pakan dilakukan di dalam gudang
di tempat yang kering dan terlindung dari sinar matahari, serta dasar beralas kayu
agar tidak lembab dan berjamur. Hal ini bertujuan untuk menjaga kandungan
nutrisi pakan agar tidak rusak dan aman dari gangguan hama seperti tikus dan
serangga, serta tidak mengalami kebocoran saat hujan, pakan disusun maksimal
10 tumpukan. Hal ini sesuai dengan Rahayu et al., (2010), menyatakan bahwa
penyimpanan pakan mampu mempertahankan kualitas pakan, bagian dasar diberi
alas agar sirkulasi udara lancar, gudang pakan berfentilasi, dan penyusunan
tumpukan pakan disesuaikan nomor pakan dari yang terkecil sehingga tidak
merepotkan dalam pengambilan pakan. Adapun penyimpanan pakan dapat dilihat
pada Gambar 8.
54
Pengambilan pakan dilakukan dengan sistem First In First Out (FIFO) yaitu
pakan yang masuk pertama ke dalam gudang, itulah yang akan diambil terlebih
dahulu dan pakan yang baru datang disusun dengan rapih. Hal ini bertujuan untuk
menjaga kualitas pakan dan masa pemakaian pakan tidak terlewati. Hal ini sesuai
dengan Nur (2011), menyatakan bahwa penyimpanan pakan merupakan salah
satu aspek penting dalam pengelolaan pakan, sehingga diperlukan penanganan
dengan baik untuk mencegah tumbuhnya jamur, bau tengik dan hilangnya nutrisi
pada pakan. Amri & Kanna (2008), menambahkan bahwa pakan yang masuk
pertama ke dalam gudang harus menjadi pakan pertama yang digunakan atau
First In First Out (FIFO), hal ini bertujuan untuk menghindari penyimpanan pakan
yang terlalu lama.
pengukuran DO. Pengukuran suhu dilakukan dengan frekuensi 2 kali sehari pada
pagi hari pukul 05.30 WIB dan dan siang hari pukul 13.00 WIB menggunakan DO
meter. Adapun hasil pengukuran suhu per 7 hari dapat dilihat pada Gambar 9.
34.5
34.0
33.5
33.0
32.5
32.0
Suhu (⁰C)
31.5
31.0
30.5
30.0
29.5
29.0
28.5
28.0
27.5
27.0
11 18 25 32 39 46 53 60 67 74
DOC
30
28
26
Salinitas (g/l) 24
22
20
18
16
14
12
10
11 18 25 32 39 46 53 60 67 74
DOC
3. pH
Pengukuran pH dilakukan dengan frekuensi 2 kali sehari yaitu pada pagi hari
pukul 06.00 WIB dan sore hari pukul 16.00 WIB menggunakan pH meter. Adapun
hasil pengukuran pH per 7 hari dapat dilihat pada Gambar 11.
57
8.0
7.9
7.8
7.7
7.6
pH
7.5
7.4
7.3
7.2
7.1
11 18 25 32 39 46 53 60 67 74
DOC
4. DO
DO merupakan salah satu parameter penting dalam kegiatan budidaya
karena sebagai faktor pembatas kehidupan udang. Pengukuran DO dilakukan
dengan frekuensi 2 kali sehari yaitu pada pagi hari pukul 05.30 WIB dan siang hari
pukul 13.00 WIB menggunakan DO meter. Adapun hasil pengukuran DO per 7 hari
dapat dilihat pada Gambar 12.
58
7.00
6.50
DO (mg/l) 6.00
5.50
5.00
4.50
4.00
3.50
3.00
11 18 25 32 39 46 53 60 67 74
DOC
5. Kecerahan
Kecerahan adalah ukuran transparansi suatu perairan atau seberapa
kemampuan sinar matahari mampu menembus perairan. Pengukuran kecerahan
dilakukan dengan frekuensi 1 kali sehari pada pagi hari pukul 11.00 WIB
menggunakan secchi disk. Adapun hasil pengukuran kecerahan per 7 hari dapat
dilihat pada Gambar 13.
59
42
40
38
Kecerahan (cm) 36
34
32
30
28
26
24
22
20
11 18 25 32 39 46 53 60 67 74
DOC
Petak 1 Petak 2
2. Aplikasi Probiotik
Aplikasi probiotik yang rutin diberikan bertujuan untuk mencegah dan
menekan munculnya populasi bakteri yang tidak diinginkan (merugikan). Probiotik
yang digunakan yaitu aquazyme yang mengandung bakteri Bacillus subtilis dan
ditebar dengan dosis 0,5 mg/l. Pengaplikasian probiotik dilakukan dengan cara
dikultur terlebih dahulu selama 24 jam dengan fermentasi (molase 40 ml/l, ragi 0,2
g/l, pupuk ZA 33 g/l, dan pupuk TSP 8,3 g/l), kemudian ditebar dengan dosis 40
ml/l. Pengaplikasian probiotik diberikan tiga hari sekali, hal ini bertujuan untuk
menguraikan bahan-bahan organik dan meningkatkan dominasi bakteri
menguntungkan yang dapat memperbaiki kualitas air.
Hal ini sesuai dengan Rajinikanth et al., (2010), menyatakan bahwa probiotik
pada budidaya udang berperan antara lain memperbaiki kualitas air tambak
meningkatkan dominasi bakteri nitrifikasi, dan penguraian bahan organik, serta
menekan organisme patogen (Vibrio sp). Menurut Poernomo (2004), salah satu
jenis bakteri yang digunakan untuk tambak udang adalah jenis bakteri Bacillus
dengan dosis probiotik minimal 1 mg/l. Amri & Kanna (2008), menambahkan
bahwa aplikasi probiotik bertujuan untuk memperbaiki kondisi lingkungan,
menstabilkan plankton, dan menekan bakteri yang merugikan (vibrio).
3. Penebaran Kapur
Jenis kapur yang digunakan yaitu kapur pertanian atau kaptan (CaCO3),
kapur dolomit CaMg(CO3)2. Pemberian kapur bertujuan untuk mempercepat
pengerasan kulit udang yang sedang moulting. Selain itu pengapuran juga
dilakukan pada saat pH rendah yaitu setelah terjadinya hujan deras. Hal ini sesuai
dengan Rahayu (2013), bahwa pemberian kapur ke tambak dilakukan pada saat
terjadinya hujan lebat dalam waktu yang lama dengan tujuan untuk meningkatkan
pH air.
Pengapuran juga bertujuan untuk membantu menumbuhkan plankton.
Pemberian kapur dilakukan dua kali dalam seminggu dengan dosis 5 mg/l. Hal ini
sesuai dengan Amri & Kanna (2008), yang menyatakan bahwa kapur yang biasa
digunakan bahwa jenis kapur yang digunakan untuk membantu menumbuhkan
plankton dalam budidaya udang yaitu kapur pertanian/kaptan (crushed shell,
61
4. Pengangkatan Klekap
Pengangkatan klekap dilakukan pada DOC > 50 hari pemeliharaan.
Pengangkatan klekap dilakukan pada sore hari. Pengangkatan klekap dilakukan
untuk memperbaiki kualitas air karena pengangkatan klekap yang tidak dilakukan
segera akan mengakibatkan plankton mengendap dan menyebabkan kandungan
amonia tinggi. Hal ini sesuai dengan Farchan (2006), yang menyatakan bahwa
klekap yang tidak segera diangkat akan mengendap dan mengalami perombakan
(dekomposisi) yang menghasilkan gas beracun seperti amonia (NH3).
5. Pembuangan Kotoran
Pembuangan lumpur dilakukan melalui pipa central. Pembuangan lumpur
dilakukan satu kali pada pagi hari pukul 05.30 WIB pada saat udang telah
mencapai DOC 20 hari pemeliharaan. Setelah udang mencapai DOC 55 hari
pemeliharaan, pembuangan lumpur dilakukan dua kali pada pagi hari pukul 05.30
WIB dan malam hari pukul 20.00 WIB. Lama pembuangan lumpur tergantung pada
kondisi media pemeliharaan atau banyaknya lumpur yang terdapat pada central
drain. Pembuangan lumpur dihentikan ketika air sudah menunjukkan warna yang
cukup jernih dan lumpur sudah tidak ada. Hal ini bertujuan untuk membuang bahan
organik sisa metabolisme dan sisa pakan guna menjaga kualitas air media
pemeliharaan.
6. Penyiponan
Penyiponan dilakukan pada saat udang telah mencapai DOC 20 hari
pemeliharaan. Penyiponan dilakukan pada pagi hari menggunakan selang spiral
berukuran 1 ½”. Penyiponan bertujuan untuk membuang sisa pakan, feses,
lumpur, dan karapas udang yang terdapat di dasar kolam. Hal ini dilakukan agar
dasar kolam tidak terjadi penumpukan kotoran yang mengakibatkan timbulnya
nitrit, amonia, vibrio dan membuat kualitas air menjadi kurang baik bagi lingkungan
hidup udang. Hal ini sesuai dengan Sudrajat (2011), yang menyatakan bahwa
penyiponan berfungsi membersihkan kotoran baik berupa sisa pakan maupun
feses dari udang yang dipelihara. Romadhona et al., (2016), menambahkan bahwa
penyiponan bertujuan untuk mengurangi amonia (NH3), serta membuang
endapan lumpur dan kotoran.
62
a b
63
c d
0.5
0.45
0.4
ADG (gram/hari)
0.35
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9
SAMPLING KE-
Petak 1 Petak 2
Berdasarkan Gambar 15, dapat dilihat bahwa ADG atau laju pertumbuhan
harian udang pada 2 petak yang dibudidayakan selama pemeliharaan mengalami
perbedaan perolehan ADG disetiap samplingnya. Perolehan ADG sudah
mencapai target perusahaan, dimana target ADG perusahaan yaitu 0,25
gram/hari. ADG tertinggi terdapat pada sampling ke 6 petak 2 yaitu 0,44 gram/hari.
Sedangkan ADG terendah terdapat pada sampling ke 3 petak 1 yaitu 0,25
gram/hari. Penurunan ADG diduga karena pakan yang diberikan tidak seluruhnya
dimanfaatkan oleh udang sehingga terjadi overfeeding. Hal ini dapat
mempengaruhi kualitas air sehingga nafsu makan menurun dan dapat
mengganggu pertumbuhan udang.
64
Hal ini sesuai dengan Hakim et al., (2018), bahwa pertumbuhan harian
udang adalah sebesar 0,2 - 0,24 gram/hari. Fuady & Nitisupardjo (2013),
menyatakan bahwa pengelolaan kualitas air yang baik dapat mendukung
pertumbuhan udang dan meminimalisir mortalitas udang. Nababan et al., (2015),
menambahkan bahwa penurunan kualitas air yang diakibatkan pakan yang tidak
dimanfaatkan seluruhnya (overfeeding) akan berdampak pada penurunan kualitas
air, sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan udang.
20
18
16
ABW (gram)
14
12
10
8
6
4
2
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
SAMPLING KE-
Petak 1 Petak 2
Berdasarkan Gambar 16, dapat dilihat bahwa ABW udang vaname yang
dibudidayakan mengalami pertumbuhan disetiap kali sampling. ABW tertinggi
terdapat pada petak ke 2 yaitu 17,18 gram, sedangkan ABW terendah terdapat
pada petak 1 yaitu 16,48 gram. Namun, perolehan ABW belum mencapai target
perusahaan, dimana target ABW panen perusahaan yaitu 18,18 gram/ekor atau
pada udang size 55. Rendahnya perolehan ABW tersebut dikarenakan
pemanenan dini yang disebabkan oleh serangan penyakit IMNV. Pemanenan
dilakukan pada DOC 76 dimana tidak sesuai target DOC pemanenan perusahaan
yaitu minimal pada DOC 80. Hal ini sesuai dengan Farchan (2006), yang
menyatakan bahwa panen total dilakukan apabila terjadi masalah pada saat
proses budidaya.
65
ini sesuai dengan Silva et al., (2015), yang menjelaskan bahwa perubahan
salinitas pada 5 - 25 g/l dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi virus
IMNV. Umiliana et al., (2016), menambahkan bahwa pada salinitas > 30 g/l dapat
memperlambat infeksi IMNV. Menyebarnya penyakit IMNV hingga ke seluruh
petak diduga adanya kontaminasi alat sipon yang digunakan untuk penyiponan.
Pipa spiral yang digunakan untuk sipon hanya berjumlah satu dan digunakan
secara bergantian. Dikarenakan kematian atau mortalitas udang semakin hari
semakin bertambah, maka perusahaan mengambil langkah untuk segera
melakukan pemanenan total.
5.2.8 Panen
Pemanenan merupakan proses akhir dalam budidaya. Pemanenan yang
dilakukan pada saat praktik yaitu panen total pada malam hari dan dilakukan lebih
awal, dimana keseluruhan udang di panen karena terkena penyakit. Hal ini sesuai
dengan Farchan (2006), yang menyatakan bahwa panen total dilakukan apabila
terjadi masalah pada saat proses budidaya, hal ini bertujuan agar FCR tidak terlalu
tinggi.
Panen total dilakukan pada saat umur udang 76 hari dari target
pemeliharaan 80 hari. Sehari sebelum panen, dilakukan sampling untuk
mengestimasi biomassa sehingga dapat menginformasikan kepada pembeli untuk
menyiapkan jumlah es dan tenaga kerja yang dibawa untuk pemackingan. Panen
dilakukan menggunakan jaring panen, kemudian udang diangkat dan dibawa
menggunakan keranjang ke tempat penyortiran, lalu dilakukan penimbangan dan
perhitungan size. Adapun hasil panen dapat dilihat pada Lampiran 7.
82
80
78
76
SR (%)
74
72
70
68
66
1.75
1.7
1.65
1.6
1.55
1.5
1.45
FCR
1.4
1.35
1.3
1.25
1.2
1.15
1.1
1.05
1
Berdasarkan Gambar 22, dapat dilihat bahwa perolehan FCR petak 1 yaitu
1,62 dan petak 2 yaitu 1,68. FCR pada semua petak tidak memenuhi target
perusahaan yaitu 1,5. FCR tertinggi terdapat pada petak 2 yaitu 1,68 dan FCR
terendah terdapat pada petak 1 yaitu 1,62. Tingginya perolehan FCR disebabkan
karena menurunnya tingkat nafsu makan udang akibat terindikasi penyakit IMNV,
hal ini berdampak pada pakan yang diberikan tidak seluruhnya termanfaatkan oleh
udang, sehingga menjadi tidak efisien. Hal ini sesuai dengan Supono, (2019),
bahwa udang yang terinfeksi IMNV akan mengalami penurunan nafsu makan dan
terjadi kematian secara perlahan-lahan yang dapat mencapai 40-70%, serta
meningkatnya konversi pakan (FCR). Selain itu, adanya pemanenan dini yang
dilakukan karena udang terinfeksi penyakit IMNV. Hal ini sesuai dengan pendapat
Farchan (2006), yang menyatakan bahwa panen dilakukan apabila terjadi masalah
pada saat proses budidaya, hal ini bertujuan agar FCR tidak terlalu tinggi.
5.3.2 Pemasaran
Kegiatan pemasaran dilakukan pada saat udang telah mencapai 3
gram/ekor dan pada saat akan panen total yaitu seminggu sebelum panen.
Pembeli merupakan masyarakat sekitar dimana udang tersebut digunakan
69
sebagai umpan pancing dan distributor udang dari MLT group yang berlokasi di
Kecamatan Mangaran, Kabupaten Situbondo. Namun pada saat siklus ini, padat
tebar yang digunakan lebih rendah di bandingkan siklus sebelumnya dikarenakan
siklus sebelumnya terjadi kerugian, serta pada siklus ini juga terjadi kendala oleh
adanya pandemi covid-19, sehingga pemasaran terhadap konsumen umpan
pancing tidak dilakukan. Pada saat panen total, pembeli datang langsung ke lokasi
tambak dengan membawa peralatan meliputi cold box, meja sortir, es dan
keranjang. Udang hasil panen kemudian akan langsung dibawa ke cold storage
pusat di Situbondo, Jawa Timur. Untuk pembayaran udang yang dijual diberikan
tempo waktu maksimal pembayaran 7 hari sejak panen dilakukan.
Berdasarkan Tabel 11. dapat dilihat bahwa hasil pencapaian yang didapat
yaitu 1 dari 6 poin target atau sebesar 16,6%. Biomassa panen yang ditargetkan
20 ton/ha dan hanya menghasilkan 17,68 - 17,98 ton/ha. Size panen yang
ditargetkan 55 ekor/kg dan hanya menghasilkan 57 ekor/kg dan 60 ekor/kg. SR
70
yang ditargetkan minimal 80% dan hasil belum mencapai target yaitu 77% dan
72%. FCR yang ditargetkan 1,5 dan mendapatkan hasil 1,62 dan 1,68. ADG yang
ditargetkan 0,25 gram/hari dan menghasilkan rata-rata 0,33 gram/hari. Belum
tercapainya beberapa point target produksi dikarenakan pada saat pemeliharaan
udang terserang penyakit IMNV sehingga menyebabkan banyak kematian udang.
Penyakit ini menyerang semua petak pemeliharaan yang diamati. Penyakit
tersebut sampai saat ini belum ada pengobatan kecuali menjaga kualitas air agar
optimal.
Rp 13.075.062 dengan BEP unit sebanyak 201 kg. Hal ini berarti unit usaha harus
menghasilkan produksi udang vaname minimal 201 kg untuk mencapai titik impas.
Berdasarkan perhitungan, PP yang didapatkan yakni sebesar 7,71, artinya
perusahaan memerlukan waktu sekitar 7 tahun 8 bulan 16 hari untuk
mengembalikan total biaya investasi. ROI yang didapat 4,32%, artinya nilai
efisiensi dalam penggunaan modal sangat kecil. NPV yang didapatkan bernilai
negativ yaitu (-Rp 51.828.679) < 0, artinya selama masa proyek 10 tahun usaha
tidak menerima manfaat bersih atau kerugian di tahun kesepuluh sebesar (-Rp
51.828.679). Hal serupa juga terjadi pada IRR yang bernilai (-8,18%) yang
menyatakan hasil tidak layak karena nilai IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga
yang disyaratkan yaitu 4,5%. Hal ini menunjukkan bahwa usaha tersebut
memperoleh keuntungan, namun tidak layak secara finansial untuk dijalankan.
6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan terdapat beberapa kesimpulan yang
diperoleh yakni:
1. Pra produksi sudah berjalan dengan baik sesuai dengan rencana yang
telah direncanakan oleh pokdakan. Proses produksi masih kurang
dilakukan dengan baik, seperti pengelolaan kualitas air masih belum
optimal dikarenakan tidak terdapat tandon untuk sterilisasi air
pemeliharaan. Pasca produksi kurang optimal yaitu tidak ada perlakuan
terhadap limbah budidaya udang vaname. Manajemen sudah dilakukan
dengan cukup baik yang meliputi adanya perencanaan produksi dan
pengorganisasian. Pengawasan juga telah dilakukan, hanya saja pada
saat pelaksanaan kurang optimal sehingga terjadi serangan penyakit dan
dilakukan panen dini.
2. Kegiatan produksi udang vaname memperoleh keuntungan. Keuntungan
yang diperoleh pokdakan sebesar Rp 5.013.245. BEP (harga) sebesar Rp
13.075.062 serta BEP (unit) sebanyak 201 kg. PP yang didapatkan yaitu
sebesar 7,71 (7 tahun 8 bulan 16 hari). ROI yang didapatkan 4,32%. NPV
yang didapat (- Rp 51.828.679) < 0, dan IRR (-8,18%) < RR 4,5%. Dari
Analisa tersebut dikatakan bahwa kegiatan produksi udang vaname di
Pokdakan Busmata Vaname dapat dikategorikan layak dan
menguntungkan meski target produksi belum tercapai, namun investasi
tersebut dikatakan tidak layak secara finansial dikarenakan NPV < 0.
6.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, terdapat beberapa saran sebagai berikut:
1. Sebaiknya diadakan tandon untuk sterilisasi air pemeliharaan dan
perlakuan terhadap air limbah.
2. Sebaiknya dilakukan perbaikan pada kegiatan pelaksanaan terutama
pencegahan penyakit, serta pengelolaan kualitas air sehingga target
dapat tercapai.
3. Sebaiknya diadakan penjualan udang hidup terhadap konsumen umpan
pancing agar memperoleh keuntungan yang lebih besar.
73
DAFTAR PUSTAKA
Adalina, Y. 2008. Analisis finansial usaha. Jurnal Penelitian Harian, 5(3).
Adiwijaya, D., Supito & I. Sumantri. 2008. Penerapan Teknologi Budidaya Udang
Vaname (Litopenaeus.vannamei) Semi Intensif pada Loka Tambak
Salinitas Tinggi. Media Budidaya Air Payau Perekayasaan.
Amri. K, & Kanna. I. 2008. Budidaya Udang Vaname Secara Intensif, Semi Intensif
dan Tradisional. Gramedia. Jakarta.
Arsyad, S., Afandy, A., P, A., Purwadhi., Maya, B., Saputra, K, D., & Buwono, R,
N. 2017. Studi Kegiatan Budidaya Pembesaran Udang vaname (L.
vannamei) dengan Penerapan Sistem Pemeliharaan Berbeda. Jurnal
Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Universitas Brawijaya.
Bachruddin M., Sholichah M., Istiqomah S. & Supriyanto A. 2018. Effect of probiotic
culture water on growth, mortality, and feed conversion ratio of vaname
shrimp (Litopenaeus vannamei). IOP Conf. Series: Earth and
Environmental Science. Halaman 1-7.
Badrudin. 2014. Budidaya udang vaname tambak semi intensif dengan instalasi
pengolahan air limbah (IPAL). WWF Indonesia. seri panduan perikanan
skala kecil. Edisi 1.
Balai Budidaya Perikanan Air Payau. 2013. Budidaya Udang Vaname di Tambak.
Seksi Standardisasi dan Informasi Balai Budidaya Air Payau. Situbondo.
DJPB. 2016. Peta sentra produksi perikanan budidaya. Kementerian kelautan dan
perikanan.
74
Fauzi, S., Iskandar, B. H., Murdiyanto, B., & Wiyono, E. S. 2011. Kelayakan
Finansial Usaha Perikanan Tangkap di Selat Bali. Jurnal Teknologi
Perikanan dan Kelautan, 2(1), 37-46.
Fendjalang, S. N. M., Budiardi, T., Supriyono, & E., Effendi, I. 2012. Produksi
Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Pada Karamba Jaring Apung
Dengan Padat Tebar Berbeda di Selat Kepulauan Seribu. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Kelautan Tropis, 8(1), 201-214.
Ghufron, M., Lamid, M., Sari, P. D. W., & Suprapto, H. 2018. Teknik Pembesaran
Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Pada Tambak Pendampingan PT.
Central ProteinaPrima Tbk. Di Desa Randutatah, Kecamatan Paiton,
Kabupaten Probolinggo Provinsi Jawa Timur. Journal of Aquaculture and
Fish Health, 7(2), 70-77.
Kordi, K. M. & Ghufran. 2007. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya Perairan.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Hakim, L. Supono., Adiputra, Y.T., & Waluyo, S. 2018. Performa Budidaya Udang
Vaname (Litopenaeus vannamei) Semi Intensif di Desa Purworejo
Kecamatan Pasir Sakti Kabupaten Lampung Timur. Jurnal Rekayasa dan
Teknologi Budidaya Perairan. Vol.4. No.2. Hal. 691-698.
Herdianti, L., Soewardi, K., & Hariyadi, S. 2015. Efektivitas Penggunaan Bakteri
Untuk Perbaikan Kualitas Air Media Budi Daya Udang Vaname
(Penaeus vannamei) Super Intensif. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia
(JIPI), Desember 2015 Vol. 20 (3): 265271.
Hidayat, K. W., Nabilah, I. A., Nurazizah, S., & Gunawan, B. I. 2019. Pembesaran
Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Di Pt. Dewi Laut Aquaculture
Garut Jawa Barat. Journal of Aquaculture and Fish Health, 8(3), 123-128.
Jiang, D.H., Lawrence, A.L., Neill, W.H., & Gong, H. 2000. Effects of Temperature
and Salinity on Nitrogenous Excretion by Litopenaeus vannamei juveniles.
Journal of Experimental Marine Biology and Ecology, 253(2), 193–209.
https://doi.org/10.1016/S0022-0981(00)00259-8.
Kasmir & Jakfar. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Prenada Media Group. Jakarta.
241 hal.
Kharisma, A., & Manan, A. 2012. Kelimpahan Bakteri Vibrio sp. Pada Air
Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) Sebagai Deteksi
Dini Serangan Penyakit Vibriosis [The Abundance Of Vibrio sp. Bacteria
On Enlargement Water Of Litopenaeus vannamei As The Early Detection
Of Vibriosis. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 4(2), 128–134.
Kordi, K.M.G.H & A. B. Tancung. 2005. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya
Perairan. PT Citra Aditya Bakti. Bandung.
Kordi, K.M.G.H. 2007. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya Perairan. Jakarta:
PT Rineka Cipta.
Kureshy, N., & Davis, D. A. 2002. Protein requirement for maintenance and
maximum weight gain for the Pacific white shrimp, (Litopenaeus vannamei).
Aquaculture, 204 (1-2), 125-143.
76
Mahasri, G. 2014. Ibm Bagi Petani Larva Udang Windu Skala Rumah Tangga
(Backyard) Di Desa Kalitengah Kecamatan Tanggulangin Sidoarjo Yang
Mengalami Gagal Panen Berkepanjangan Karena Serangan Penyakit.
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 6(1), 6.
Malik, I. 2014. Budidaya Udang Vannamei: Tambak Semi Intensif dengan Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL). WWF-Indonesia. Jakarta. Halaman 3-30.
Mangampa, Markus, & S.H Suwoyo. 2010. Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus
vannamei) teknologi intensif menggunakan benih tokolan. Jurnal Riset
Akuakultur Vol.5 No.3: 351-361.
Manopo, S. F. J., Tjakra, J., Mandagi, R. J. M., & Sibi, M. 2013. Analisis biaya
investasi pada lahan budidaya.
Masyur, A., Mangampa, M., Suwoyo, H, S., Pantjara, B, & Syah, R 2014. Strategi
Pengelolaan Pakan Pada Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus
vannamei).
Mustafa, Akhmad. 2008. Desain, Tata Letak dan Konstruksi Tambak. Jurnal Media
Akuakultur. Vol. 3 No.2. Hal. 166-174.
Nababan, E., Putra, I., & Rusliadi. 2015. Pemeliharaan Udang Vaname
(Litopenaeus vannamei) Dengan Persentase Pemberian Pakan Yang
Berbeda. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 3(2), 1–9.
Novitasari, D., Prayitno, S. B., & Sarjito. 2016. Analisis Faktor Risiko Yang
Mempengaruhi Serangan Infectious Myonecrosis Virus (IMNV) Pada
Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Secara Intensif Di
Kabupaten Kendal. Seminar Tahunan Hasil Penelitian Perikanan dan
Kelautan VI. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas
Diponegoro.
77
Rahayu, H., Sektiana, P.S., Suharyadi., & Arum, A 2010. BUSMETIK (Budidaya
Udang Skala Mini Empang Plastik). BAPPL-STP Press. Banten.
Rahayu, TB.H. 2013. BUSMETIK (Budidaya Udang Skala Mini Empang Plastik).
STP Press. Jakarta. 64 hal.
Rekasana, A., Sulmartiwi, L. & Sudarno, 2013. Distribusi Penyakit Infectious Myo
Necrosis Virus (IMNV) Pada Udang Vannamei (Penaeus vannamei) Di
Pantai Utara Jawa Timur [Distribution Of Infectious Myo Necrosis Virus
(IMNV) In White Shrimp Vannamei (Penaeus vannamei) In North Coast,
East Java]. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 5(1), pp.49- 54.
Riani, H., Rostika, R., & Lili, W. 2012. Efek Pengurangan Pakan Terhadap
Pertumbuhan Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) PL - 21 Yang Diberi
Bioflok. Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol 3, No 3. September 2012:
207211.
78
Riza I.R. 2016. Aplikasi Sistem Informasi Geografis Dalam Penentuan Kesesuaian
Lokasi Perikanan Budidaya Tambak Ramah Lingkungan Di Kabupaten
Batang. Universitas Diponegoro. 15 Hal.
Romadhona, B., Yulianto, B., & Sudarno, S. 2016. Fluktuasi Kandungan Amonia
Dan Beban Cemaran Lingkungan Tambak Udang Vaname Intensif Dengan
Teknik Panen Parsial Dan Panen Total Fluctuations of Ammonia and
Pollution load in Intensive Vannamei Shrimp Pond Harvested Using Partial
and Total Method. SAINTEK PERIKANAN: Indonesian Journal of Fisheries
Science and Technology, 11(2), 84-93.
Sarah, H., S.B. Prayitno & A.H.C. Haditomo, 2018. Studi Kasus Keberadaan
Penyakit IMNV (Infectious Myonecrosis Virus) pada Udang Vaname
(Litopenaeus vannamei) di Pertambakan Pekalongan, Jawa Tengah.
Jurnal Sains Akuakultur Tropis. Vol. 2. No. 1. Hlm 66-72.
Samura, A., Kurniawan, W., & Setyawan, G. E. 2018. Sistem Kontrol dan
Monitoring Kualitas Air Tambak Udang Windu Dengan Metode Fuzzy Logic
Control Menggunakan Mikrokontroler NI myRIO. Jurnal Pengembangan
Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer e-ISSN, 2548, 964X.
Sawhney, S., & Gandotra, R. (2010). Growth Respon and Feed Convertion
Efficiency of Tor Putifora (Ham.) Fry at Varying Dietary Protein Levels.
Pakistan Journal Of Nutrition, 9(1); 86-90 2010.
Sa’adah, W., & Roziqin, A.F., 2018. Upaya Peningkatan Pemasaran Benur Udang
Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di Pt. Artha Maulana Agung (Ama)
Desa Pecaron, Kecamatan Bungatan Kabupaten Situbondo. Mimb.
Agribisnis J. Pemikir. Masy. Ilm. Berwawasan Agribisnis 4, 84–97.
Silva, S.M.B.C., J.L. Rocha, P.C.C. Martins, A.O. Ga´lvez, F.L. Dos Santos, H.A.
Andrade & M.R.M. Coimbra. 2015. Experimental Infection of Infectious
Myonecrosis Virus (IMNV) in the Pacific White Shrimp Litopenaeus
vannamei (Boone, 1931). Aquaculture Int. Hal 563-576.
Subyakto, S., Sutende, D., Afandi, M., & Sofiati. 2009. Budidaya Udang Vaname
(Litopenaeus Vannamei) Semiintensif Dengan Metode Sirkulasi Tertutup
Untuk Menghindari Serangan Virus The. Jurnal Ilmiah Perikanan Dan
Kelautan, 1(2), 121–127.
Sudradjat, A., & Wedjatmiko, I. 2010. Budi Daya Udang Di Tambak. Penebar
Swadaya. Depok 16952.
Supito, A., Gunarso & I. Riskiyanti. 2015. Teknik Pengendalian Kotoran Putih
(White Feces Syndrome) pada Budidaya Udang Vaname di Tambak.
Prosiding II Indonesian Aquaculture 2015.
Supono. 2006. Produktivitas Udang Putih Pada Tambak Intensif Di Tulang Bawang
Lampung. Jurnal Saintek Perikanan. Bandar Lampung. Vol. 2, No (1), 48 -
53.
Suri, R. 2017. Studi tentang Penggunaan Pakan Komersil yang Dicampur dengan
Bakteri Bacillus coagulans terhadap Performa Litopenaeus vannamei.
Syafaat, M. N., Mansyur, A., & Tonnek, S. 2012. Dinamika Kualitas Air Pada
Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Semi-Intensif Dengan
Teknik Pergiliran Pakan. Prosiding Indoaqua-Forum Inovasi Teknologi
Akuakultur. Balai Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Air Payau.
Sulawesi Selatan.
Triyanti, R., & Hikmah, H. 2015. Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Udang dan
Bandeng: Studi Kasus di Kecamatan Pasekan Kabupaten Indramayu.
Buletin Ilmiah Marina Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, 1(1), 1–10.
Umiliana, M., Sarjito & Dasrina. 2016. Pengaruh Salinitas Terhadap Infeksi
Infectious Myonecrosis Virus (IMNV) pada Udang Vaname (Litopenaeus
vannamei. Boone,1931). Journal of Aquaculture Management and
Technology. Vol. 5. No. 1. Hal.73-81.
Utojo dan Akhmad Mustafa. 2016. Struktur Komunitas Plankton pada Tambak
Udang Intensif dan Tradisional Kabupaten Probolinggo, Provinsi Jawa
Timur. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 1, Hlm.269-
288, Juni 2016.
WWF. 2011. Budidaya Tambak Udang Vaname Tambak Semi Intensif Dengan
Instalasi Pengolahan Air Limbah. Better Management Practies. Seri
Panduan Perikanan Skala Kecil.
Yuni, W., Budiyanto. & Riani, I. 2019. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi
budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) Di Kecamatan
Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan. Jurnal Sosial Ekonomi Perikanan,
3(2), 127– 136.
82
LAMPIRAN
83
Lampiran 1. Alat
No Alat Spesifikasi Jumlah Kegunaan
1 Blower 1 1/2 HP 1 unit Pensuplai Aerasi
Super
Charge
2 Set Aerasi kran, selang, dan batu 200 Pensuplai Oksigen
buah
3 Gayung 1 Liter 3 buah Menebar Kapur dan
Probiotik
4 Jerigen 11 Liter 2 buah Wadah Fermentasi
5 Tong Kultur 60 Liter 2 buah Wadah Kultur
6 Ember Besar Diameter 55 cm 1 buah Wadah Mencampur
Bahan
7 DO Meter Merk: AZ 8401 1 unit Mengukur DO dan
Digital Ketelitian DO 0,01 mg/l Suhu
dan suhu 0,1 ºC
8 pH Meter Merk: Senz pH 1 unit Mengukur pH
Ketelitian 0.1
9 Secchi Disk Bentuk: Lingkaran 1 unit Mengukur
Diameter 15 cm Kecerahan
Ketelitian 10 cm
10 Refraktomet Merk: Atago 1 unir Mengukur Salinitas
er Ketelitian 1 g/l
10 Timbangan Merk: Gold Coin SF- 1 unit Menimbang Pakan,
Digital 400; Kelitian 0 gr Kapur dan Sampling
11 Genset 5000 Watt, 220 V 1 unit Cadangan Energi
Listrik
12 Anco Bentuk: Persegi 2 buah Monitoring Pakan
Panjang 50 cm ; Lebar dan Kesehatan
50 cm ; Tinggi 10 cm Udang
Bentuk: Lingkaran
Diameter 50 cm ; Tinggi
10 cm
13 Selang 1 1/2" 1 buah Menyipon
Spiral
14 Pompa Jet 2 buah Pensuplai Air Laut
Pump dan Air Tawar
15 Hi Blow 210 watt, 20,0 Kpa, 2 Unit Pensuplai Oksigen
12.000/jam
16 Serok Ikan Bentuk: Persegi 2 Unit Sampling Udang
Panjang 50 cm ; Lebar
50 cm
17 Serok Bentuk: Persegi 1 Unit Mengambil Klekap
Klekap Panjang 30 cm ; Lebar
25 cm
18 Gayung Volume 0,5 liter 1 Unit Alat Penebar Pakan
Pakan
19 Ember Kecil Volume 5 liter 2 Unit Wadah Sampling
84
Lampiran 2. Bahan
Ketua
Rudi Hartono
Sekretaris Bendahara
Sanjoto Pangky Eka Saputra
Anggota
Pandi
Ardi
Salaman
Rudianto
Sakur
Suyono
Yudi
Lampiran 4. Pemberian Pakan
Petak 1
Pemberian Pakan F/D Total Pakan Pakan Komulatif
Tanggal DOC Nomor
06.00 10.00 14.00 18.00 22.00 INDEX (gr) (gr)
24-Feb-20 1 SI-00 63 63 84 (+14 gr) 210 210
25-Feb-20 2 SI-00 67 67 90 224 434
26-Feb-20 3 SI-00 71 71 95 238 672
27-Feb-20 4 SI-00 76 76 101 252 924
28-Feb-20 5 SI-00 80 80 106 266 1.190
29-Feb-20 6 SI-00 84 84 112 280 1.470
1-Mar-20 7 SI-00 88 88 118 294 1.764
2-Mar-20 8 SI-01 92 92 123 308 2.072
3-Mar-20 9 SI-01 97 97 129 322 2.394
4-Mar-20 10 SI-01 101 101 134 336 2.730
5-Mar-20 11 SI-01 73 109 109 73 (+28 gr) 364 3.094
6-Mar-20 12 SI-01 78 118 118 78 392 3.486
7-Mar-20 13 SI-01 84 126 126 84 420 3.906
8-Mar-20 14 SI-01 90 134 134 90 448 4.354
9-Mar-20 15 SI-01 95 143 143 95 476 4.830
10-Mar-20 16 SI-02S 101 151 151 101 504 5.334
11-Mar-20 17 SI-02S 106 160 160 106 532 5.866
12-Mar-20 18 SI-02S 112 168 168 112 560 6.426
13-Mar-20 19 SI-02S 118 176 176 118 588 7.014
86
Lampiran 4. Lanjutan
14-Mar-20 20 SI-02S 123 185 185 123 616 7.630
15-Mar-20 21 SI-02S 132 197 197 132 (+42 gr) 658 8.288
16-Mar-20 22 SI-02S 140 210 210 140 700 8.988
17-Mar-20 23 SI-02S 148 223 223 148 742 9.730
18-Mar-20 24 SI-02S 157 235 235 157 784 10.514
19-Mar-20 25 SI-02S 165 248 248 165 826 11.340
20-Mar-20 26 SI-02 174 260 260 174 868 12.208
21-Mar-20 27 SI-02 182 273 273 182 910 13.118
22-Mar-20 28 SI-02 190 286 286 190 952 14.070
23-Mar-20 29 SI-02 199 298 298 199 994 15.064
24-Mar-20 30 SI-02 207 311 311 207 1.036 16.100
25-Mar-20 31 SI-02 228 380 380 304 228 0,7 1.519 17.619
26-Mar-20 32 SI-02 235 392 392 314 235 0,7 1.568 19.187
27-Mar-20 33 SI-02 243 404 404 323 243 0,7 1.617 20.804
28-Mar-20 34 SI-02 250 417 417 333 250 0,7 1.666 22.470
29-Mar-20 35 SI-02 257 429 429 343 257 0,7 1.715 24.185
30-Mar-20 36 SI-02SP 265 441 441 353 265 0,7 1.764 25.949
31-Mar-20 37 SI-02SP 272 453 453 363 272 0,6 1.813 27.762
1-Apr-20 38 SI-02SP 279 466 466 372 279 0,7 1.862 29.624
2-Apr-20 39 SI-02SP 287 478 478 382 287 0,6 1.911 31.535
3-Apr-20 40 SI-02SP 294 490 490 392 294 0,7 1.960 33.495
4-Apr-20 41 SI-02SP 301 502 502 402 301 0,7 2.009 35.504
5-Apr-20 42 SI-02SP 309 515 515 412 309 0,7 2.058 37.562
87
Lampiran 4. Lanjutan
6-Apr-20 43 SI-02SP 316 527 527 421 316 0,7 2.107 39.669
7-Apr-20 44 SI-02SP 323 539 539 431 323 0,7 2.156 41.825
8-Apr-20 45 SI-02SP 331 551 551 441 331 0,7 2.205 44.030
9-Apr-20 46 SI-02SP 338 564 564 451 338 0,7 2.254 46.284
10-Apr-20 47 SI-02SP 345 576 576 461 345 0,7 2.303 48.587
11-Apr-20 48 SI-02SP 353 588 588 470 353 0,7 2.352 50.939
12-Apr-20 49 SI-02SP 360 600 600 480 360 0,7 2.401 53.340
13-Apr-20 50 SI-02SP 368 613 613 490 368 0,7 2.450 55.790
14-Apr-20 51 SI-02P 375 625 625 500 375 0,7 2.499 58.289
15-Apr-20 52 SI-02P 491 819 819 655 491 0,9 3.276 61.565
16-Apr-20 53 SI-02P 445 742 742 594 445 0,8 2.968 64.533
17-Apr-20 54 SI-02P 454 756 756 605 454 0,8 3.024 67.557
18-Apr-20 55 SI-02P 462 770 770 616 462 0,8 3.080 70.637
19-Apr-20 56 SI-02P 470 784 784 627 470 0,8 3.136 73.773
20-Apr-20 57 SI-02P 479 798 798 638 479 0,8 3.192 76.965
21-Apr-20 58 SI-02P 426 711 711 568 426 0,7 2.842 79.807
22-Apr-20 59 SI-02P 434 723 723 578 434 0,7 2.891 82.698
23-Apr-20 60 SI-02P 504 840 840 672 504 0,8 3.360 86.058
24-Apr-20 61 SI-02P 512 854 854 683 512 0,8 3.416 89.474
25-Apr-20 62 SI-02P 521 868 868 694 521 0,8 3.472 92.946
26-Apr-20 63 SI-02P 529 882 882 706 529 0,8 3.528 96.474
27-Apr-20 64 SI-02P 538 896 896 717 538 0,8 3.584 100.058
28-Apr-20 65 SI-02P 546 910 910 728 546 0,8 3.640 103.698
88
Lampiran 4. Lanjutan
29-Apr-20 66 SI-02P 485 809 809 647 485 0,7 3.234 106.932
30-Apr-20 67 SI-02P 492 821 821 657 492 0,7 3.283 110.215
1-May-20 68 SI-02P 500 833 833 666 500 0,7 3.332 113.547
2-May-20 69 SI-02P 580 966 966 773 580 0,8 3.864 117.411
3-May-20 70 SI-02P 588 980 980 784 588 0,8 3.920 121.331
4-May-20 71 SI-02P 596 994 994 795 596 0,8 3.976 125.307
5-May-20 72 SI-02P 605 1008 1008 806 605 0,8 4.032 129.339
6-May-20 73 SI-02P 613 1022 1022 818 613 0,8 4.088 133.427
7-May-20 74 SI-02P 622 1036 1036 829 622 0,8 4.144 137.571
8-May-20 75 SI-02P 630 1050 1050 840 630 0,8 4.200 141.771
9-May-20 76 SI-02P 638 1064 1064 851 638 0,8 4.256 146.027
89
Lampiran 4. Lanjutan
Petak 2
90
Lampiran 4. Lanjutan
14-Mar-20 20 SI-02S 123 185 185 123 616 7.630
15-Mar-20 21 SI-02S 132 197 197 132 (+42 gr) 658 8.288
16-Mar-20 22 SI-02S 140 210 210 140 700 8.988
17-Mar-20 23 SI-02S 148 223 223 148 742 9.730
18-Mar-20 24 SI-02S 157 235 235 157 784 10.514
19-Mar-20 25 SI-02S 165 248 248 165 826 11.340
20-Mar-20 26 SI-02 174 260 260 174 868 12.208
21-Mar-20 27 SI-02 182 273 273 182 910 13.118
22-Mar-20 28 SI-02 190 286 286 190 952 14.070
23-Mar-20 29 SI-02 199 298 298 199 994 15.064
24-Mar-20 30 SI-02 207 311 311 207 1.036 16.100
25-Mar-20 31 SI-02 228 380 380 304 228 0,7 1.519 17.619
26-Mar-20 32 SI-02 235 392 392 314 235 0,7 1.568 19.187
27-Mar-20 33 SI-02 243 404 404 323 243 0,7 1.617 20.804
28-Mar-20 34 SI-02 250 417 417 333 250 0,7 1.666 22.470
29-Mar-20 35 SI-02 257 429 429 343 257 0,7 1.715 24.185
30-Mar-20 36 SI-02SP 227 378 378 302 227 0,6 1.512 25.697
31-Mar-20 37 SI-02SP 233 389 389 311 233 0,6 1.554 27.251
1-Apr-20 38 SI-02SP 239 399 399 319 239 0,6 1.596 28.847
2-Apr-20 39 SI-02SP 287 478 478 382 287 0,7 1.911 30.758
3-Apr-20 40 SI-02SP 294 490 490 392 294 0,7 1.960 32.718
4-Apr-20 41 SI-02SP 301 502 502 402 301 0,7 2.009 34.727
5-Apr-20 42 SI-02SP 309 515 515 412 309 0,7 2.058 36.785
91
Lampiran 4. Lanjutan
6-Apr-20 43 SI-02SP 316 527 527 421 316 0,7 2.107 38.892
7-Apr-20 44 SI-02SP 323 539 539 431 323 0,7 2.156 41.048
8-Apr-20 45 SI-02SP 331 551 551 441 331 0,7 2.205 43.253
9-Apr-20 46 SI-02SP 338 564 564 451 338 0,7 2.254 45.507
10-Apr-20 47 SI-02SP 345 576 576 461 345 0,7 2.303 47.810
11-Apr-20 48 SI-02SP 353 588 588 470 353 0,7 2.352 50.162
12-Apr-20 49 SI-02SP 360 600 600 480 360 0,7 2.401 52.563
13-Apr-20 50 SI-02SP 368 613 613 490 368 0,7 2.450 55.013
14-Apr-20 51 SI-02P 428 714 714 571 428 0,8 2.856 57.869
15-Apr-20 52 SI-02P 437 728 728 582 437 0,8 2.912 60.781
16-Apr-20 53 SI-02P 445 742 742 594 445 0,8 2.968 63.749
17-Apr-20 54 SI-02P 454 756 756 605 454 0,8 3.024 66.773
18-Apr-20 55 SI-02P 462 770 770 616 462 0,8 3.080 69.853
19-Apr-20 56 SI-02P 529 882 882 706 529 0,9 3.528 73.381
20-Apr-20 57 SI-02P 539 898 898 718 539 0,9 3.591 76.972
21-Apr-20 58 SI-02P 487 812 812 650 487 0,8 3.248 80.220
22-Apr-20 59 SI-02P 558 929 929 743 558 0,9 3.717 83.937
23-Apr-20 60 SI-02P 504 840 840 672 504 0,8 3.360 87.297
24-Apr-20 61 SI-02P 512 854 854 683 512 0,8 3.416 90.713
25-Apr-20 62 SI-02P 586 977 977 781 586 0,9 3.906 94.619
26-Apr-20 63 SI-02P 529 882 882 706 529 0,8 3.528 98.147
27-Apr-20 64 SI-02P 538 896 896 717 538 0,8 3.584 101.731
28-Apr-20 65 SI-02P 614 1024 1024 819 614 0,9 4.095 105.826
92
Lampiran 4. Lanjutan
29-Apr-20 66 SI-02P 485 809 809 647 485 0,7 3.234 109.060
30-Apr-20 67 SI-02P 492 821 821 657 492 0,7 3.283 112.343
1-May-20 68 SI-02P 571 952 952 762 571 0,8 3.808 116.151
2-May-20 69 SI-02P 652 1087 1087 869 652 0,9 4.347 120.498
3-May-20 70 SI-02P 588 980 980 784 588 0,8 3.920 124.418
4-May-20 71 SI-02P 596 994 994 795 596 0,8 3.976 128.394
5-May-20 72 SI-02P 605 1008 1008 806 605 0,8 4.032 132.426
6-May-20 73 SI-02P 613 1022 1022 818 613 0,8 4.088 136.514
7-May-20 74 SI-02P 622 1036 1036 829 622 0,8 4.144 140.658
8-May-20 75 SI-02P 709 1181 1181 945 709 0,9 4.725 145.383
9-May-20 76 SI-02P 559 931 931 745 559 0,7 3.724 149.107
93
Lampiran 5. Monitoring Kualitas Air
Petak 1
Salinitas pH Suhu DO Kecerahan
Tanggal DOC
06.00 16.00 06.00 16.00 05.30 13.00 05.30 13.00 11.00
5-Mar-20 11 15 16 7,4 7,6 28,8 32,5 4,86 6,50 40
6-Mar-20 12 16 17 7,4 7,6 29,4 32,2 4,90 6,61 38
7-Mar-20 13 15 17 7,5 7,7 28,2 32,1 5,06 6,55 39
8-Mar-20 14 14 14 7,5 7,6 28,0 31,7 4,89 6,51 39
9-Mar-20 15 13 15 7,5 7,6 28,9 32,3 4,79 6,41 37
10-Mar-20 16 13 15 7,4 7,5 29,4 32,6 4,70 6,50 38
11-Mar-20 17 15 17 7,6 7,8 28,3 31,2 4,65 6,36 37
12-Mar-20 18 15 16 7,6 7,7 29,6 31,6 4,77 6,42 36
13-Mar-20 19 14 15 7,5 7,6 28,4 32,5 4,59 6,31 34
14-Mar-20 20 14 16 7,6 7,7 28,0 31,1 4,67 6,24 32
15-Mar-20 21 15 17 7,7 7,8 28,2 32,2 4,58 6,34 30
16-Mar-20 22 16 17 7,6 7,8 28,4 31,8 4,66 6,21 28
17-Mar-20 23 16 18 7,5 7,6 29,1 32,5 4,48 6,30 30
18-Mar-20 24 15 16 7,6 7,7 29,6 31,4 4,55 6,19 33
19-Mar-20 25 14 16 7,5 7,7 28,3 32,1 4,68 6,27 32
20-Mar-20 26 15 16 7,5 7,6 28,4 31,1 4,57 6,16 29
21-Mar-20 27 16 18 7,5 7,6 28,9 32,3 4,49 5,99 34
22-Mar-20 28 17 18 7,6 7,7 28,6 31,8 4,38 6,00 30
23-Mar-20 29 18 20 7,6 7,8 28,2 31,6 4,31 5,86 30
94
Lampiran 5. Lanjutan
24-Mar-20 30 20 21 7,5 7,6 29,8 31,7 4,28 6,09 32
25-Mar-20 31 19 20 7,5 7,8 28,3 32,4 4,39 5,96 34
26-Mar-20 32 21 22 7,6 7,9 28,5 32,6 4,30 5,89 30
27-Mar-20 33 22 24 7,8 8,0 28,7 32,5 4,32 5,79 30
28-Mar-20 34 23 24 7,6 7,9 28,7 32,5 4,25 5,88 28
29-Mar-20 35 23 24 7,7 7,9 29,5 32,7 4,29 5,70 30
30-Mar-20 36 24 25 7,5 7,7 28,3 32,6 4,35 5,82 30
31-Mar-20 37 23 24 7,5 7,7 28,1 31,4 4,30 5,77 30
1-Apr-20 38 23 24 7,6 7,7 28,7 32,5 4,24 5,65 30
2-Apr-20 39 24 25 7,4 7,6 28,4 31,6 4,23 5,70 29
3-Apr-20 40 23 24 7,5 7,6 28,9 32,2 4,36 5,56 30
4-Apr-20 41 24 26 7,4 7,5 28,5 32,8 3,99 5,39 28
5-Apr-20 42 23 24 7,4 7,4 28,8 31,8 3,91 5,20 28
6-Apr-20 43 20 22 7,5 7,6 28,5 32,4 4,00 5,16 30
7-Apr-20 44 20 21 7,2 7,3 28,0 32,6 3,95 5,28 32
8-Apr-20 45 21 23 7,3 7,4 28,6 32,5 4,14 5,17 29
9-Apr-20 46 20 22 7,5 7,6 27,8 31,9 4,00 5,00 30
10-Apr-20 47 20 22 7,4 7,5 28,0 32,0 3,93 4,84 28
11-Apr-20 48 23 24 7,5 7,6 28,9 31,8 4,16 4,98 26
12-Apr-20 49 22 23 7,6 7,7 29,2 32,5 3,94 4,86 30
13-Apr-20 50 22 24 7,6 7,8 29,5 32,3 3,87 4,67 28
14-Apr-20 51 23 25 7,5 7,6 28,2 31,9 3,71 4,87 28
15-Apr-20 52 22 23 7,6 7,7 28,3 32,6 4,20 5,25 30
95
Lampiran 5. Lanjutan
16-Apr-20 53 21 22 7,4 7,5 29,4 32,4 4,44 5,56 32
17-Apr-20 54 23 24 7,3 7,4 29,0 32,5 4,76 6,38 34
18-Apr-20 55 23 24 7,5 7,6 28,6 32,0 5,04 6,69 30
19-Apr-20 56 24 25 7,4 7,6 28,1 32,3 4,95 6,78 28
20-Apr-20 57 23 24 7,5 7,7 28,8 31,8 4,85 6,80 30
21-Apr-20 58 22 24 7,5 7,6 28,7 32,6 4,92 6,61 28
22-Apr-20 59 23 24 7,4 7,5 29,1 32,4 4,75 6,54 26
23-Apr-20 60 23 25 7,5 7,6 28,6 32,6 4,83 6,62 30
24-Apr-20 61 24 26 7,6 7,7 28,4 32,1 4,67 6,44 28
25-Apr-20 62 23 24 7,5 7,6 27,8 32,4 4,59 6,40 28
26-Apr-20 63 23 25 7,5 7,7 28,3 33,2 4,50 6,29 24
27-Apr-20 64 24 25 7,6 7,8 27,6 32,3 4,62 6,34 26
28-Apr-20 65 24 25 7,6 7,7 28,4 33,4 4,46 6,22 26
29-Apr-20 66 25 26 7,6 7,7 27,7 33,4 4,64 6,10 26
30-Apr-20 67 24 26 7,7 7,8 28,6 32,4 4,54 5,93 27
1-May-20 68 23 24 7,6 7,7 27,6 32,7 4,57 6,05 26
2-May-20 69 24 25 7,6 7,8 28,2 33,6 4,49 5,85 28
3-May-20 70 26 27 7,5 7,8 27,6 32,8 4,41 5,67 28
4-May-20 71 24 25 7,6 7,7 28,0 32,9 4,50 5,74 28
5-May-20 72 25 26 7,6 7,8 28,3 33,6 4,37 5,57 26
6-May-20 73 24 25 7,5 7,9 27,5 33,3 4,31 5,41 25
7-May-20 74 25 27 7,6 7,8 28,3 32,9 4,42 5,54 26
8-May-20 75 25 26 7,5 7,7 27,6 32,7 4,30 5,48 24
96
Lampiran 5. Lanjutan
9-May-20 76 25 27 7,6 7,8 28,0 32,9 4,34 5,35 24
Petak 2
Salinitas pH Suhu DO Kecerahan
Tanggal DOC
06.00 16.00 06.00 16.00 05.30 13.00 05.30 13.00 11.00
5-Mar-20 11 14 16 7,4 7,5 28,8 32,3 4,98 6,43 39
6-Mar-20 12 14 15 7,3 7,6 29,1 31,4 5,01 6,55 38
7-Mar-20 13 14 15 7,5 7,6 28,7 31,8 4,83 6,47 40
8-Mar-20 14 13 14 7,5 7,7 29,5 32,8 4,90 6,38 38
9-Mar-20 15 13 15 7,4 7,6 29,5 32,3 4,84 6,50 36
10-Mar-20 16 13 14 7,5 7,6 28,0 31,8 4,79 6,32 37
11-Mar-20 17 14 16 7,6 7,7 28,5 32,1 4,68 6,34 36
12-Mar-20 18 14 15 7,5 7,6 29,5 31,8 4,75 6,27 36
13-Mar-20 19 13 14 7,5 7,6 29,0 32,6 4,77 6,39 34
14-Mar-20 20 14 16 7,8 7,9 28,2 32,2 4,65 6,22 34
15-Mar-20 21 14 15 8,0 8,2 28,1 32,6 4,70 6,40 33
16-Mar-20 22 15 16 7,8 8,0 29,2 32,5 4,78 6,29 33
17-Mar-20 23 15 17 7,9 8,1 29,2 32,5 4,66 6,32 32
18-Mar-20 24 15 16 7,8 7,9 29,0 31,9 4,62 6,21 34
19-Mar-20 25 15 16 7,7 7,8 28,0 32,7 4,53 6,30 32
20-Mar-20 26 14 15 7,4 7,5 28,2 32,4 4,40 6,19 30
21-Mar-20 27 18 19 7,2 7,4 28,2 31,9 4,59 6,25 32
22-Mar-20 28 20 21 7,4 7,5 28,2 32,2 4,46 6,15 30
97
Lampiran 5. Lanjutan
23-Mar-20 29 20 21 7,3 7,6 28,4 31,9 4,61 6,20 34
24-Mar-20 30 21 22 7,4 7,7 28,1 32,6 4,43 6,01 28
25-Mar-20 31 22 23 7,5 7,6 29,2 32,5 4,51 5,90 30
26-Mar-20 32 23 24 7,5 7,8 29,2 32,5 4,45 6,00 32
27-Mar-20 33 23 25 7,6 7,9 28,3 31,4 4,50 5,88 31
28-Mar-20 34 23 24 7,5 7,7 28,3 32,3 4,44 5,76 28
29-Mar-20 35 24 25 7,5 7,6 29,1 32,5 4,35 5,91 30
30-Mar-20 36 23 24 7,5 7,6 28,6 32,3 4,40 5,89 26
31-Mar-20 37 23 24 7,4 7,6 28,7 32,2 4,38 6,06 27
1-Apr-20 38 23 25 7,4 7,5 28,3 32,4 4,40 5,90 28
2-Apr-20 39 23 24 7,5 7,6 29,4 32,6 4,25 5,73 31
3-Apr-20 40 22 24 7,4 7,5 29,2 32,0 4,20 5,62 30
4-Apr-20 41 21 23 7,4 7,5 28,4 32,5 4,31 5,72 27
5-Apr-20 42 21 22 7,2 7,3 29,0 32,2 4,16 5,80 28
6-Apr-20 43 20 21 7,2 7,4 28,1 31,8 3,98 5,63 26
7-Apr-20 44 20 22 7,2 7,5 27,8 32,6 4,20 5,70 30
8-Apr-20 45 22 23 7,3 7,6 28,0 31,8 4,11 5,57 29
9-Apr-20 46 23 24 7,4 7,6 28,3 32,2 4,19 5,45 32
10-Apr-20 47 22 24 7,4 7,5 28,1 32,5 4,00 5,20 30
11-Apr-20 48 22 23 7,5 7,7 28,5 31,8 3,84 5,00 26
12-Apr-20 49 23 24 7,5 7,7 28,4 32,0 3,89 4,95 30
13-Apr-20 50 23 25 7,4 7,6 28,0 32,3 3,72 5,06 28
14-Apr-20 51 24 25 7,5 7,6 28,3 32,1 5,11 5,20 28
98
Lampiran 5. Lanjutan
15-Apr-20 52 23 25 7,5 7,6 27,7 32,5 4,23 5,48 30
16-Apr-20 53 24 26 7,4 7,5 28,4 31,7 4,36 5,84 28
17-Apr-20 54 24 25 7,4 7,5 28,6 32,4 4,48 6,34 28
18-Apr-20 55 25 26 7,5 7,6 28,2 32,3 4,79 6,74 30
19-Apr-20 56 24 25 7,5 7,7 28,6 32,7 5,01 6,86 28
20-Apr-20 57 24 25 7,6 7,7 28,3 33,4 4,92 6,72 26
21-Apr-20 58 24 26 7,6 7,8 28,7 32,5 5,06 6,59 27
22-Apr-20 59 25 26 7,6 7,9 28,2 32,7 4,82 6,70 28
23-Apr-20 60 24 25 7,7 7,8 28,4 32,4 4,90 6,61 28
24-Apr-20 61 23 24 7,6 7,7 28,1 32,1 4,80 6,72 29
25-Apr-20 62 23 24 7,5 7,7 28,6 32,0 4,74 6,54 30
26-Apr-20 63 24 25 7,5 7,6 27,5 32,2 4,81 6,60 32
27-Apr-20 64 23 24 7,6 7,8 28,0 33,4 4,76 6,43 28
28-Apr-20 65 24 25 7,6 7,9 28,3 32,5 4,68 6,24 28
29-Apr-20 66 24 26 7,6 7,7 27,4 33,4 4,78 5,95 26
30-Apr-20 67 24 25 7,5 7,7 27,8 33,2 4,69 6,03 25
1-May-20 68 24 25 7,6 7,8 28,0 32,6 4,54 6,20 26
2-May-20 69 25 26 7,6 7,7 28,3 32,8 4,62 5,99 26
3-May-20 70 25 27 7,5 7,8 28,4 33,6 4,58 6,04 25
4-May-20 71 26 27 7,7 7,8 27,8 32,7 4,72 5,90 26
5-May-20 72 25 26 7,5 7,6 28,0 33,4 4,51 5,76 28
6-May-20 73 25 26 7,5 7,9 28,2 32,8 4,60 5,80 28
7-May-20 74 25 27 7,4 7,6 27,8 33,7 4,50 5,67 24
99
Lampiran 5. Lanjutan
8-May-20 75 25 26 7,3 7,6 28,0 32,9 4,40 5,58 26
9-May-20 76 25 26 7,5 7,7 28,3 32,6 4,48 5,43 26
100
Lampiran 6. Hasil Sampling
101
Lampiran 7. Hasil Panen
Jumlah Pakan
Luas Tanggal Biomassa ABW SR Populasi
Petak Tebar Umur Size Kumulatif FCR Harga
(m²) Panen (kg) (gr) (%) (ekor)
(ekor) (kg) (Rp)
1 50 7000 9-May-20 76 89,8 60 16,67 77 5.390 146 1,62 64.000
2 50 7000 9-May-20 76 88,4 57 17,54 72 5.040 149 1,68 66.000
102
Lampiran 8. Analisis Finansial
A. Biaya Investasi
Harga
No Jenis Investasi Volume Biaya Sisa Usia Ekonomis (Tahun) Penyusutan
Satuan Total
Kolam Beton 2 Rp 25.000.000 Rp 50.000.000 Rp 35.000.000 10 Rp 1.500.000
Ruang Pertemuan dan Panen 1 Rp 10.000.000 Rp 10.000.000 Rp 6.000.000 10 Rp 400.000
Gudang Pakan 1 Rp 5.000.000 Rp 5.000.000 Rp 2.600.000 10 Rp 240.000
Mesin Genset 220 V 1 Rp 7.000.000 Rp 7.000.000 Rp 3.800.000 10 Rp 320.000
Mesin Hi-Blow 2 Rp 8.000.000 Rp 16.000.000 Rp 9.000.000 10 Rp 700.000
Mesin Blower 1 1/2 HP 1 Rp 10.000.000 Rp 10.000.000 Rp 7.000.000 10 Rp 300.000
Jet Pump 2 Rp 650.000 Rp 1.300.000 Rp 800.000 5 Rp 100.000
Instalasi Listrik 1 Rp 2.000.000 Rp 2.000.000 Rp 1.200.000 5 Rp 160.000
Instalasi Aerasi 2 Rp 5.000.000 Rp 10.000.000 Rp 5.200.000 5 Rp 960.000
Refraktometer 1 Rp 2.500.000 Rp 2.500.000 Rp 1.200.000 5 Rp 260.000
pH Meter 1 Rp 1.000.000 Rp 1.000.000 Rp 520.000 5 Rp 96.000
Thermometer 1 Rp 30.000 Rp 30.000 Rp 17.000 5 Rp 2.600
Peralatan Kebersihan 1 Rp 80.000 Rp 80.000 Rp 40.000 2 Rp 20.000
Selang Spiral 1 1/2" 1 Rp 150.000 Rp 150.000 Rp 80.000 2 Rp 35.000
Timbangan Digital Kecil 1 Rp 40.000 Rp 40.000 Rp 25.000 2 Rp 7.500
Timbangan Digital Besar 2 Rp 100.000 Rp 200.000 Rp 100.000 2 Rp 50.000
Ember Besar 1 Rp 30.000 Rp 30.000 Rp 15.000 2 Rp 7.500
Ember Kecil 3 Rp 20.000 Rp 60.000 Rp 30.000 2 Rp 15.000
Anco 2 Rp 150.000 Rp 300.000 Rp 160.000 3 Rp 46.667
103
Lampiran 8. Lanjutan
Jerigen 3 Rp 60.000 Rp 180.000 Rp 95.000 3 Rp 28.333
Tong Kultur 2 Rp 60.000 Rp 120.000 Rp 70.000 3 Rp 16.667
Gayung Pakan 2 Rp 15.000 Rp 30.000 Rp 15.000 2 Rp 7.500
Lampu 5 Rp 30.000 Rp 150.000 Rp - 1 Rp 150.000
Total Rp 116.020.000
Penyusutan Per Tahun Rp 5.272.767
Penyusutan Per Siklus Rp 1.757.589
B. Biaya Tetap
Biaya
No Jenis
Persiklus Pertahun
1 Penyusutan Rp 1.757.589 Rp 5.272.767
2 Listrik Rp 2.700.000 Rp 8.100.000
3 Gaji Karyawan Rp 1.500.000 Rp 4.500.000
Total Rp 5.957.589 Rp 17.872.767
104
Lampiran 8. Lanjutan
5 Yakult 4 Botol Rp 2.500 Rp 10.000 Rp 10.000 -
6 Ragi 10 Butir Rp 400 Rp 4.000 Rp 4.000 -
7 ZA 5 Kg Rp 6.000 Rp 30.000 Rp 30.000 -
8 SP36 5 Kg Rp 6.000 Rp 30.000 Rp 30.000 -
9 Kaporit 3 Kg Rp 25.000 Rp 75.000 Rp 75.000 -
10 Aquazyme 1,3 Kg Rp 450.000 Rp 585.000 Rp 585.000 -
11 Kapur Dolomit 10 Kg Rp 9.000 Rp 90.000 Rp 90.000 -
12 Kapur Kaptan 10 Kg Rp 6.000 Rp 60.000 Rp 60.000 -
13 Kapur Aktif 3 Kg Rp 5.000 Rp 15.000 Rp 15.000 -
14 Bensin 5 Liter Rp 10.000 Rp 50.000 Rp 50.000 -
15 Serokan 2 Buah Rp 25.000 Rp 50.000 Rp 50.000 -
16 Upah Panen 2 Orang Rp 80.000 Rp 160.000 Rp 160.000 -
17 Perawatan Bangunan 1 Unit Rp 150.000 Rp 150.000 Rp 150.000 -
18 lain-lain 1 Buah Rp 50.000 Rp 50.000 Rp 50.000 -
19 Total Rp 6.304.500 Rp 18.913.500
Perhitungan:
105
106
Lampiran 8. Lanjutan
Total Pendapatan
2. R/C Ratio = Total Biaya Produksi
Rp 11.581.600
= Rp 6.304.500
= 1.84 (layak)
Total Biaya Tetap
3. BEP Harga = 1−(Biaya variabel / hasil penjualan)
Rp 5.957.589
=
1−(Rp 6.304.500 / Rp 11.581.600)
= Rp 13.075.062
Total Biaya Tetap
4. BEP Unit = Harga (𝑝)/𝑘𝑔−biaya variabel)
Rp 5.957.589
= 64.992 − (Rp 64.992 − Rp 6.304.500)
= 201 kg
Biaya Investasi
5. Payback Period = Keuntungan
x tahun
Rp 116.020.000
= x 1 tahun
Rp 5.013.245
= 4.32 %
Lampiran 8. Lanjutan
D. Pendapatan dalam 3 siklus terakhir
Siklus ke -
Uraian
1 2 3
Jumlah panen (kg) 352 73,7 178,2
Harga Rp 52.659 Rp 50.000 Rp 64.992
Total Pendapatan Rp 18.536.000 Rp 3.685.000 Rp 11.581.600
Total pertahun Rp 33.802.600
107
Lampiran 8. Lanjutan
Bonus (5%) Rp 114.445 Rp 114.445 Rp 114.445 Rp 114.445
4 Laba Bersih Rp (116.020.000) Rp 2.174.455 Rp 2.174.455 Rp 2.174.455 Rp 2.174.455
5 Diskon Faktor (4,5%) 1,000 0,957 0,916 0,876 0,839
6 Present Value Rp (116.020.000) Rp 2.080.818 Rp 1.991.214 Rp 1.905.468 Rp 1.823.414
7 Kas Kumulatif Rp (116.020.000) Rp (113.939.182) Rp (111.947.968) Rp (110.042.501) Rp (108.219.087)
108
Lampiran 8. Lanjutan
Bonus = 5%
Sumber modal = milik pribadi
Lahan = milik pribadi
Discount Rate = 4,5% (asumsi berdasarkan Bank Indonesia 2020)
109
Lampiran 8. Lanjutan
Pembuatan data operasional di asumsikan tidak mengalami perubahan nilai selama kurun waktu 10 tahun.
Diskon awal pembangunan (4,5%) Diskon faktor tahun ke 1 (4,5%) Diskon faktor tahun ke 2 (4,5%)
1 1 1
= (1+4,5% )tahun
= (1+4,5% )tahun
= (1+4,5% )tahun
1 1 1
= (1+ = (1+ = (1+
4,5% )0 4,5% )1 4,5% )2
110
111
Lampiran 8. Lanjutan
Diskon faktor tahun ke 9 (4,5%) Diskon faktor tahun ke 10 (4,5%)
1 1
= (1+4,5% )tahun
= (1+4,5% )tahun
1 1
= (1+ 4,5% )9 = (1+ 4,5% )10
= 0,673 = 0,644
F. Perhitungan NPV
Tahun
DF (4,5%) Present Value
ke-
0 1,000 Rp (116.020.000)
1 0,957 Rp 2.080.818
2 0,916 Rp 1.991.214
3 0,876 Rp 1.905.468
4 0,839 Rp 1.823.414
5 0,802 Rp 1.744.894
6 0,768 Rp 1.669.755
7 0,735 Rp 1.597.851
8 0,703 Rp 1.529.044
9 0,673 Rp 1.463.200
10 0,644 Rp 48.385.663
Total present value Rp (51.828.679)
Lampiran 8. Lanjutan
G. Formula Interpolasi
NPV1
IRR = r1 + (r2-r1) x NPV1-NPV2
Rp 8.737.215
IRR = -3,00% + (-2,22% - 3,00%) x
Rp 8.737.215 - Rp (33.874)
= -8,22 x 0,996
= -8,18
112
RIWAYAT HIDUP