Anda di halaman 1dari 131

MANAJEMEN PRODUKSI PEMBESARAN UDANG VANAME

(Penaeus vannamei) SKALA RUMAH TANGGA


DI POKDAKAN BUSMATA VANAME,
KAB. SITUBONDO, JAWA TIMUR

KARYA ILMIAH PRAKTIK AKHIR

OLEH

MUHAMMAD FARRUQ AL-ISLAMY

POLITEKNIK AHLI USAHA PERIKANAN


2020
MANAJEMEN PRODUKSI PEMBESARAN UDANG VANAME
(Penaeus vannamei) SKALA RUMAH TANGGA
DI POKDAKAN BUSMATA VANAME,
KAB. SITUBONDO, JAWA TIMUR

OLEH
MUHAMMAD FARRUQ AL-ISLAMY
NRP. 52164111546

KARYA ILMIAH PRAKTIK AKHIR

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk


Memperoleh Sebutan Sarjana Terapan
Pada Politeknik Ahli Usaha Perikanan

PROGRAM SARJANA TERAPAN


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI AKUAKULTUR
POLITEKNIK AHLI USAHA PERIKANAN
JAKARTA
2020
PERNYATAAN MENGENAI
KARYA ILMIAH PRAKTIK AKHIR
DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Karya Ilmiah Praktik Akhir “Manajemen
Produksi Pembesaran Udang Vaname (Penaeus vannamei) Skala Rumah
Tangga di Pokdakan Busmata Vaname Kab. Situbondo, Jawa Timur” adalah
benar karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka
dibagian akhir Karya Ilmiah Akhir ini.
Apabila dikemudian hari pernyataan yang saya buat tidak sesuai, maka saya
bersedia dicabut gelar kesarjanaannya oleh Politeknik Ahli Usaha Perikanan.

Jakarta, Agustus 2020

Materai Rp. 6000, -

Muhammad Farruq Al-islamy


NRP. 52164111546
© Hak Cipta milik Politeknik Ahli Usaha Perikanan Tahun 2020
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar Politeknik Ahli Usaha Perikanan.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis


dalam bentuk apapun tanpa izin Politeknik Ahli Usaha Perikanan.
KARYA ILMIAH PRAKTIK AKHIR

Judul : Manajemen Produksi Pembesaran Udang Vaname


(Penaeus vannamei) Skala Rumah Tangga di Pokdakan
Busmata Vaname, Kab. Situbondo, Jawa Timur

Penyusun : Muhammad Farruq Al-islamy

NRP : 52164111546

Program Studi : Teknologi Akuakultur

Menyetujui
Dosen Pembimbing

Dr. Mugi Mulyono, S.St.Pi., M.Si Dr. Moch Farchan, A.Pi., S.E., M.Si

Mengetahui

Ilham, S.St.Pi., M.Sc., Ph.D Suharyadi, S.St.Pi., M.Si


Direktur Ketua Program Studi
ABSTRAK
Manajemen Produksi Pembesaran Udang Vaname
(Penaeus vannamei) Skala Rumah Tangga di
Pokdakan Busmata Vaname,
Kab. Situbondo, Jawa Timur

Muhammad Farruq Al-islamy1)*, Mugi Mulyono2) dan Moch. Farchan2)


1) Taruna Program Studi Teknologi Akuakultur, Politeknik Ahli
Usaha Perikanan, Jakarta
2) Dosen Program Studi Teknologi Akuakultur, Politeknik Ahli Usaha
Perikanan, Jakarta

Jl. AUP NO. 1 Pasar Minggu Jakarta Selatan 12520


farruqfntc@gmail.com

Udang vaname (Penaeus vannamei) merupakan salah satu spesies udang yang
bernilai ekonomis dan merupakan salah satu komoditas unggulan nasional.
Namun, pengembangan budidaya udang vaname di beberapa tempat terjadi
kesulitan untuk dikembangkan, dikarenakan ketersediaan lahan yang kian
menyempit yang disebabkan oleh beralih nya fungsi lahan pertanian menjadi
pemukiman, serta modal yang dibutuhkan besar, oleh karena itu perlu adanya
teknologi baru yang dapat menunjang permasalahan tersebut. Teknologi RtVe
(rumah tangga vaname) diharapkan mampu membuat perudangan kembali
marak, lahan-lahan sempit termanfaatkan, sehingga udang vaname dapat
diandalkan sebagai potensi unggulan baru daerah pantai. Praktik akhir ini
bertujuan untuk mengetahui teknis dan manajemen, serta menghitung analisa
finansial pembesaran udang vaname (Penaeus vannamei) skala rumah tangga
di Pokdakan Busmata Vaname, Kab. Situbondo, Jawa Timur. Metode
pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan partisipasi
aktif. Pokdakan Busmata Vaname telah menerapkan manajemen yang sudah
cukup baik yang meliputi adanya perencanaan produksi dan pengorganisasian,
namun pada saat pelaksanaan kurang optimal sehingga terjadi serangan
penyakit Infectious Myonecrosis Virus (IMNV) yang menyebabkan kematian
massal dan dilakukan panen dini. Total panen yaitu biomasa 88,4 kg - 89,8 kg,
size 60 - 57, FCR 1,62 - 1,68, SR 72% - 77%, ABW 17,67 - 17,54 gram, ADG
0,31 - 0,32 gram/hari, dan harga Rp 64.000 - Rp66.000. Hasil analisis finansial
pokdakan busmata vaname memperoleh keuntungan sebesar Rp 5.013.245,
BEP harga sebesar Rp 13.075.062, BEP unit sebanyak 201 kg, R/C ratio 1,84,
PP 7,71 (7 tahun 8 bulan 16 hari), ROI 4,32%, NPV (-Rp 51.828.679) dan IRR (-
8,18%).

Kata Kunci: Pembesaran, Udang Vaname (Penaeus vannamei), Skala


Rumah Tangga, Infectious Myonecrosis Virus (IMNV).
ABSTRACT
Production Management of Vaname Shrimp Enlargement (Penaeus
vannamei) Household Scale in Pokdakan
Busmata Vaname, Regency. Situbondo, East Java

Muhammad Farruq Al-islamy1)*, Mugi Mulyono2) dan Moch. Farchan2)


1) Taruna Program Studi Teknologi Akuakultur, Politeknik Ahli
Usaha Perikanan, Jakarta
2) Dosen Program Studi Teknologi Akuakultur, Politeknik Ahli
Usaha Perikanan, Jakarta

Jl. AUP NO. 1 Pasar Minggu Jakarta Selatan 12520


farruqfntc@gmail.com

Vaname shrimp (Penaeus vannamei) is one of the economically valuable shrimp


species and is one of the national flagship commodities. However, the
development of vaname shrimp culture in some places is difficult to be developed,
due to the availability of land that is increasingly narrowed due to the functioning
of agricultural land to become settlements, as well as large capital required,
therefore there is a need for new technology that can support these problems.
RtVe technology (household vaname) is expected to be able to re-barge, narrow
land is utilized, so that vaname shrimp can be relied upon as a new superior
potential of the coastal area. This final practice aims to find out the technical and
management aspects, and calculate the financial analysis of household scale
vaname shrimp growth (Penaeus vannamei) in Pokdakan Busmata Vaname,
Kab. Situbondo, East Java. Data collection methods used were observation,
interviews and active participation. Pokdakan Busmata Vaname has implemented
quite good management which includes production planning and organizing, but
at the time of implementation was less than optimal resulting in an attack of
Infectious Myonecrosis Virus (IMNV) which caused mass death and early
harvesting. The total harvest is biomass 88.4 kg - 89.8 kg, size 60 - 57, FCR 1.62
- 1.68, SR 72% - 77%, ABW 17.67 - 17.54 grams, ADG 0.31 - 0.32 gram / day,
and the price of IDR 64,000 - IDR 66,000. The results of the financial analysis of
Vaname Busmata have a profit of Rp 5,013,245, a BEP price of Rp 13,075,062,
a BEP unit of 201 kg, an R / C ratio of 1.84, a PP of 7.71 (7 years 8 months 16
days), ROI 4.32%, NPV (-Rp 51.828.679) and IRR (-8,18%).

Keywords: Enlargement, Vaname Shrimp (Penaeus vannamei), Household


Scale, Infectious Myonecrosis Virus (IMNV).
RINGKASAN
Muhammad Farruq Al-islamy. NRP 52164111546. Manajemen Produksi
Pembesaran Udang Vaname (Penaeus vannamei) Skala Rumah Tangga di
Pokdakan Busmata Vaname Kab. Situbondo, Jawa Timur. Dibawah
bimbingan Mugi Mulyono dan Moch. Farchan.

Udang vaname (Penaeus vannamei) merupakan salah satu spesies udang


yang bernilai ekonomis dan merupakan salah satu komoditas unggulan nasional
(Lailiyah et al., 2018). Perkembangan produksi udang vaname meningkat setiap
tahunnya (DJPB, 2016). Namun, pengembangan budidaya udang vaname di
beberapa tempat terjadi kesulitan untuk dikembangkan, dikarenakan ketersediaan
lahan yang kian menyempit yang disebabkan oleh beralih nya fungsi lahan
pertanian menjadi pemukiman, serta modal yang dibutuhkan besar, oleh karena
itu perlu adanya teknologi baru yang dapat menunjang permasalahan tersebut.
Teknologi RtVe (rumah tangga vaname) yaitu budidaya udang vaname skala
rumah tangga yang hanya memerlukan luas lahan 400 m², diharapkan dengan
adanya teknologi ini dunia usaha perudangan kembali marak dan lahan-lahan
sempit termanfaatkan, sehingga udang vaname dapat diandalkan sebagai potensi
unggulan baru daerah pantai (Rochman, 2016).
Tujuan dari pelaksanaan praktik akhir yaitu mengetahui dan mampu
melakukan teknis serta manajemen pembesaran udang vaname (Penaeus
vannamei) skala rumah tangga, dan mampu menghitung analisis finansial
pembesaran udang vaname (Penaeus vannamei) di Pokdakan Busmata
Vaname, Kab. Situbondo, Jawa Timur.
Batasan masalah pada pelaksanaan praktik akhir adalah : 1) Aspek teknis
dan manajemen produksi udang vaname (Penaeus vannamei) skala rumah tangga
meliputi perencanaan produksi, kesesuaian lokasi, tata letak, konstruksi wadah,
target produksi, pengorganisasian, persiapan wadah dan media pemeliharan,
pemilihan dan penebaran benur, manajemen pakan, manajemen kualitas air
(suhu, salinitas, pH, DO, dan kecerahan), monitoring pertumbuhan (Average Daily
Growth dan Average Body Weight), hama dan penyakit, panen (Survival Rate dan
Feed Convertion Ratio), pasca panen, pemasaran, pengawasan serta evaluasi
yang berdasarkan pada aspek manajemen berupa perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan; 2) Analisis finansial meliputi
biaya investasi, biaya produksi, pendapatan, serta analisa kelayakan usaha yang
mencakup analisa rugi/laba, Revenue Cost Ratio (R/C), Break Event Point (BEP),
Payback Period (PP), Return of Investment (ROI), Net Present Value (NPV), dan
Internal Rate of Return (IRR).
Target produksi yang ditetapkan yaitu padat tebar 140ekor/m2, SR >80%,
FCR 1,5, ADG 0,25 gram/ekor, size panen total 55, dan lama pemeliharaan
maksimal 80 hari. Pada proses produksi, dilakukan persiapan wadah dengan cara
melakukan pengeringan terlebih dahulu setelah panen total selama 7 hari,
kemudian dilakukan pembersihan yang bertujuan untuk mengangkat sisa-sisa
kotoran yang dapat membahayakan pada udang, lalu dilakukan pembilasan
dengan air bersih dan dibuang melalui saluran outlet, setelah air kolam kering
dilakukan perbaikan seperti menambal bagian dasar dan dinding kolam yang retak
atau bocor, serta memasang selang aerasi, setelah itu, dilakukan penebaran kapur
aktif (CaO) dengan dosis 30 g/m³ dan di biarkan selama 1 hari. Selanjutnya
dilakukan persiapan media menggunakan pompa sumur bor yang terletak di
samping pekarangan rumah dan dialirkan melalui pipa paralon 2”, kemudian
dilakukan sterilisasi air dengan pengaplikasian kaporit berbahan aktif chlorin 60%
dengan dosis 30 mg/l dan dibiarkan selama 4 hari, lalu dilakukan pemupukan 3
hari sekali selama seminggu menggunakan fermentasi yang terbuat dari bahan
molase 40 ml/l, ragi 0,2 g/l, ZA 33 g/l, dan TSP 8,3 g/l, lalu di biarkan dalam wadah
tertutup rapat selama 4 hari, setelah itu, dilakukan penebaran probiotik dengan
menebar bakteri Bacillus sp dengan dosis 0,5 mg/l. Benur yang digunakan selama
praktik berasal dari PT. Komindo Trading Utama (Delta), Banyuglugur Situbondo
dengan kualifikasi benur PL 10 dan telah bersertifikasi benur bebas penyakit.
Penebaran benur dilakukan pada sore hari yaitu pukul 17.00 WIB dengan padat
tebar 140 ekor/m². Sebelum benur ditebar, dilakukan aklimatisasi dengan cara
mengapungkan kantong yang berisi benur ke permukaan air kolam selama 30
menit. Jenis pakan yang diberikan selama praktik adalah jenis pakan buatan
dengan bentuk crumble dan pellet dengan metode pemberian pakan yang
dilakukan yaitu blind feeding dan demand feeding. Pengamatan pertumbuhan
yaitu dilakukan 5 hari sekali dengan menggunakan serok. Rata-rata pertumbuhan
harian yaitu 0,31-0,32 gram/hari. Hasil pengukuran kualitas air yaitu suhu berkisar
27,4 - 33,7⁰C, salinitas berkisar 13 - 27 g/l, pH berkisar 7,3 - 8,2, DO berkisar 3,71
- 6,86 mg/l dan kecerahan berkisar 24 - 40 cm. Selama masa pemeliharaan
ditemukan penyakit Infectious Myonecrosis Virus (IMNV) yang menyebabkan
kematian massal dan pemanenan dini. Total panen yaitu 88,4 kg - 89,8 kg, size
60 - 57, FCR 1,62 - 1,68, SR 72% - 77%, ABW 17,67 - 17,54 gram, ADG 0,31 -
0,32 gram/hari, dan harga Rp 64.000 - Rp66.100.
Pra produksi sudah berjalan dengan baik sesuai dengan rencana yang telah
direncanakan oleh pokdakan. Proses produksi masih kurang dilakukan dengan
baik, seperti pengelolaan kualitas air masih belum optimal dikarenakan tidak
terdapat tandon untuk sterilisasi air pemeliharaan. Pasca produksi kurang optimal
yaitu tidak ada perlakuan terhadap limbah budidaya udang vaname. Manajemen
sudah dilakukan dengan cukup baik yang meliputi adanya perencanaan produksi
dan pengorganisasian. Pengawasan juga telah dilakukan, hanya saja pada saat
pelaksanaan kurang optimal sehingga terjadi serangan penyakit dan dilakukan
panen dini. Kegiatan produksi udang vaname memperoleh keuntungan.
Keuntungan yang diperoleh pokdakan sebesar Rp 5.013.245. BEP (harga)
sebesar Rp 13.075.062 serta BEP (unit) sebanyak 201 kg. PP yang didapatkan
yaitu sebesar 7,71 (7 tahun 8 bulan 16 hari). ROI yang didapatkan 4,32%. NPV
yang didapat (- Rp 51.828.679) < 0, dan IRR (-8,18%) < RR 4,5%. Dari Analisa
tersebut dikatakan bahwa kegiatan produksi udang vaname di Pokdakan Busmata
Vaname dapat dikategorikan layak dan menguntungkan meski target produksi
belum tercapai, namun investasi tersebut dikatakan tidak layak secara finansial
dikarenakan NPV < 0.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Praktik
Akhir ini. Penulisan Karya Ilmiah Praktik Akhir ini sebagai pertanggung jawaban
setelah melaksanakan Praktik Akhir di Pokdakan Busmata Vaname Kab.
Situbondo, Jawa Timur. Pelaksanaan Praktik Akhir ini dimulai pada tanggal 2
Maret 2020 sampai dengan 15 Mei 2020.
Judul Karya Ilmiah Praktik Akhir ini adalah “Manajemen Produksi
Pembesaran Udang Vaname (Penaeus vannamei) di Pokdakan Busmata
Vaname Kab. Situbondo, Jawa Timur”. Karya Ilmiah Praktir Akhir ini terdiri dari
enam bab, yaitu; Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Metode Praktik, Kondisi Umum,
Hasil dan Pembahasan, serta Kesimpulan dan Saran. Penulis menyadari bahwa
Karya Ilmiah Praktik Akhir ini masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu, kritik dan
saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan.

Jakarta, Agustus 2020

Penulis

i
UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah
praktik akhir dengan judul “Manajemen Produksi Pembesaran Udang Vaname
(Penaeus vannamei) di Pokdakan Busmata Vaname Kab. Situbondo, Jawa
Timur” pada tepat waktu yang telah ditentukan, yang disusun sebagai syarat untuk
Memperoleh Sebutan Sarjana Terapan Perikanan Pada Politeknik Ahli Usaha
Perikanan. Penulis mengucapkan banyak terima kasih khususnya kepada Bapak
Dr. Mugi Mulyono, S.St.Pi., M.Si dan Bapak Dr. M. Farchan, A.Pi., S.E., M.Si
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam
penyusunan karya ilmiah praktik akhir ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada :

1. Bapak Ilham, S.St.Pi., M.Sc., Ph.D selaku Direktur Politeknik Ahli Usaha
Perikanan.
2. Bapak Suharyadi, S.St.Pi., M.Si selaku Ketua Program Studi Teknologi
Akuakultur.
3. Kedua Orang Tua, Bapak Mujianto dan Ibu Az Niken C.K yang selalu
memberikan motivasi dan dukungan baik materi maupun spiritual.
4. Mentor Kuplek yang telah banyak memberikan motivasi dan dukungan.
5. Mu’arif selaku sahabat dari masa basis yang telah banyak memberikan
dukungan.
6. Rian Achmad Sanjaya selaku sahabat seperjuangan yang memiliki
semangat, visi dan misi bisnis yang sama.
7. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan
Karya Ilmiah Praktik Akhir ini.

Jakarta, Agustus 2020

Penulis

ii
iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


UCAPAN TERIMA KASIH ....................................................................................ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................vi
DAFTAR TABEL ................................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ viii
1. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Tujuan ....................................................................................................... 2
1.3 Batasan Masalah....................................................................................... 2
2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 4
2.1 Biologi Udang Vaname (Penaeus vannamei) ............................................ 4
2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi .................................................................. 4
2.1.2 Habitat dan Penyebaran .................................................................. 5
2.1.3 Siklus Hidup .................................................................................... 6
2.1.4 Tingkah Laku dan Kebiasaan Makan ............................................... 7
2.2 Pra Produksi.............................................................................................. 7
2.2.1 Kesesuaian Lokasi ........................................................................... 7
2.2.2 Desain dan Konstruksi Wadah ......................................................... 8
2.2.3 Target Produksi ............................................................................... 8
2.3 Produksi .................................................................................................... 9
2.3.1 Persiapan Wadah dan Media........................................................... 9
2.3.2 Pemilihan dan Penebaran Benur ..................................................... 9
2.3.3 Manajemen Pakan......................................................................... 11
2.3.4 Manajemen Kualitas Air ................................................................. 13
2.3.5 Monitoring Pertumbuhan ............................................................... 18
2.3.6 Pengendalian Hama dan Penyakit ................................................. 18
2.3.7 Panen ............................................................................................ 20
2.4 Pasca Produksi ....................................................................................... 20
2.4.1 Pasca Panen ................................................................................. 20
2.5 Fungsi Manajemen .................................................................................. 21

iii
iv

2.5.1 Perencanaan (Planning) ................................................................ 21


2.5.2 Pengorganisasian (Organizing) ..................................................... 21
2.5.3 Penggerakan (Actuating) ............................................................... 22
2.5.4 Pengawasan (Controlling) ............................................................. 22
2.6 Aspek Finansial ....................................................................................... 22
2.6.1 Biaya Investasi .............................................................................. 22
2.6.2 Biaya Operasional ......................................................................... 23
2.6.3 Analisis Laba/Rugi ......................................................................... 23
2.6.4 Break Even Point ........................................................................... 23
2.6.5 Payback Period ............................................................................. 23
2.6.6 R/C Ratio ....................................................................................... 23
2.6.7 Return of Investment ..................................................................... 24
2.6.8 Net Present Value ......................................................................... 24
2.6.9 Internal Rate of Return .................................................................. 24
3. METODE PRAKTIK....................................................................................... 25
3.1 Waktu dan Tempat .................................................................................. 25
3.2 Alat dan Bahan........................................................................................ 25
3.3 Metode Pengumpulan Data ..................................................................... 25
3.3.1 Jenis Data ..................................................................................... 25
3.4 Metode Kerja ........................................................................................... 28
3.4.1 Pra Produksi .................................................................................. 28
3.4.2 Produksi ........................................................................................ 29
3.4.3 Pasca Produksi.............................................................................. 34
3.5 Metode Pengolahan Data ........................................................................ 34
3.5.1 Aspek Teknis ................................................................................. 34
3.5.2 Aspek Finansial ............................................................................. 36
3.6 Metode Analisis Data .............................................................................. 37
3.6.1 Analisis Deskriptif .......................................................................... 37
4. Keadaan Umum Lokasi ............................................................................... 38
4.1 Letak Geografis ....................................................................................... 38
4.2 Aksesibilitas............................................................................................. 38
4.3 Sejarah Kelompok ................................................................................... 39

iv
v

4.4 Struktur Organisasi .................................................................................. 39


4.5 Sarana dan Prasarana ............................................................................ 39
5. Hasil dan Pembahasan ................................................................................ 41
5.1 Pra Produksi ............................................................................................ 41
5.1.1 Perencanaan Produksi ......................................................................... 41
5.1.2 Kesesuaian Lokasi ............................................................................... 41
5.1.3 Desain dan Konstruksi Wadah.............................................................. 43
5.1.4 Target Produksi .................................................................................... 44
5.1.5 Pengorganisasian ................................................................................. 45
5.2. Produksi ................................................................................................. 45
5.2.1 Persiapan Wadah ................................................................................. 45
5.2.2 Persiapan Media................................................................................... 46
5.2.3 Penebaran Benur ................................................................................. 48
5.2.4 Manajemen Pakan................................................................................ 49
5.2.5 Manajemen Kualitas Air ........................................................................ 54
5.2.6 Monitoring Pertumbuhan ...................................................................... 62
5.2.7 Hama dan Penyakit .............................................................................. 65
5.2.8 Panen ................................................................................................... 66
5.3 Pasca Panen ........................................................................................... 68
5.3.1 Pasca Panen ........................................................................................ 68
5.3.2 Pemasaran ........................................................................................... 68
5.3.3 Pengawasan dan Evaluasi Produksi ..................................................... 69
5.4 Analisis Finansial ..................................................................................... 70
6. Kesimpulan dan Saran ................................................................................ 72
6.1 Kesimpulan.............................................................................................. 72
6.2 Saran....................................................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 73
LAMPIRAN........................................................................................................ 82

v
vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Morfologi udang vaname 5


2. Siklus hidup udang vaname 6
3. Peta lokasi praktik 38
4. Desain, tata letak dan konstruksi wadah 44
5. A. Pengeringan, Pembersihan, Perbaikan Wadah, D. Penebaran Kapur 46
6. A. Pengisian air, B. Penebaran Kaporit, C. Penebaran Kapur , D. Probiotik 48
7. Pemberian pakan 53
8. Penyimpanan pakan 54
9. Grafik pengukuran suhu 55
10. Grafik pengukuran salinitas 56
11. Grafik pengukuran pH 57
12.Grafik pengukuran DO 58
13. Grafik pengukuran kecerahan 59
14. Sampling 63
15. Average Daily Growth 63
16. Average Body Weight 64
17. Udang terindikasi penyakit IMNV 65
18. Survival Rate 67
19. Feed Convertion Ratio 67

vi
vii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Target produksi udang vaname 8


2. Jenis dan bentuk pakan 11
3. Standar kualitas air 15

4. Data primer 25

5. Data sekunder 28

6. Kesesuaian lokasi 41

7. Target produksi pokdakan busmata vaname 44

8. Bentuk dan ukuran pakan 49

9. Kandungan nutrisi pakan 50

10. Program blind feeding 51

11. Persentase anco 51

12. Hasil evaluasi 69

13. Hasil perhitungan analisis finansial 70

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Alat 83

2. Bahan 84

3. Struktur organisasi 85

4. Pemberian pakan 86

5. Monitoring kualitas air 94

6. Hasil sampling 101

7. Hasil panen 102

8. Analisis finansial 103

viii
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki potensi perikanan yang
sangat besar untuk dikembangkan. Luas perairannya mencapai sekitar 5,8 juta km
atau 75% dari total luas wilayahnya. Wilayah perairan Indonesia tersebar dalam
bentuk pulau yang berjumlah sekitar 17.506 pulau dan dikelilingi oleh 81.000 km
garis pantai. Indonesia memiliki potensi produksi perikanan mencapai 65 juta ton
per tahun, potensi tersebut hingga saat ini masih dimanfaatkan sebesar 9 juta ton.
Namun, potensi tersebut sebagian besar berada pada perikanan budidaya yang
mencapai 57,7 juta ton per tahun dan baru dimanfaatkan sebesar 2,08%
(Primyastanto, 2011).
Salah satu komoditas yang menjadi unggulan dalam perikanan budidaya
adalah udang vaname. Udang vaname (Penaeus vannamei) merupakan salah
satu spesies udang yang bernilai ekonomis dan merupakan salah satu komoditas
unggulan nasional (Lailiyah et al., 2018). Udang vaname memiliki beberapa
keunggulan yaitu lebih tahan terhadap penyakit, lebih responsif terhadap
pemberian pakan dan waktu pemeliharaan yang relatif singkat yakni sekitar 90 -
100 hari (Purnamasari et al., 2017). Selain itu, udang vaname juga dapat ditebar
dengan kepadatan yang tinggi hingga lebih dari 150 ekor/m2, dipelihara dengan
kisaran salinitas yang lebar (0,5 - 45 ppt) (Fendjalang et al., 2012), tahan terhadap
fluktuasi kondisi lingkungan, hemat pakan dan tingkat survival rate (SR) atau
derajat kehidupannya tergolong tinggi (Amri & Kanna, 2008).
Perkembangan produksi udang vaname meningkat setiap tahunnya dengan
rata-rata kenaikan produksi yang signifikan, yaitu kenaikan rata-rata sebesar
16,43%. Pada tahun 2011 produksi udang vaname mencapai 246.420 ton, dan
pada tahun 2015 meningkat hingga mencapai 442.380 ton (DJPB, 2016).
Peningkatan tersebut baik di dalam maupun di luar negeri menyebabkan Indonesia
menjadi salah satu pengekspor udang terbesar di dunia (Nuhman, 2009). Hal ini
turut didukung dengan harga udang vaname yang stabil dan tingginya permintaan
pasar domestik maupun ekspor (Triyanti & Hikmah, 2015).
Pengembangan budidaya udang vaname di beberapa tempat terjadi
kesulitan untuk dikembangkan, dikarenakan ketersediaan lahan yang kian
menyempit yang disebabkan oleh beralih nya fungsi lahan pertanian menjadi
pemukiman, serta modal yang dibutuhkan besar sehingga hal ini menjadi faktor
2

penghambat khususnya usaha dibidang tambak udang, oleh karena itu perlu
adanya teknologi baru yang dapat menunjang permasalahan tersebut.
Teknologi RtVe (rumah tangga vaname) yaitu budidaya udang vaname skala
rumah tangga yang hanya memerlukan luas lahan 400 m², diharapkan dengan
adanya teknologi ini dunia usaha perudangan kembali marak, lahan-lahan sempit
termanfaatkan, mendorong pengembangan budidaya udang vaname skala rumah
tangga dengan modal yang lebih kecil, meningkatkan pendapatan masyarakat
sekitar tambak, terjadi penyerapan tenaga kerja sekaligus mengurangi
pengangguran di sektor pendukung tambak sehingga udang vaname dapat
diandalkan sebagai potensi unggulan baru daerah pantai (Rochman, 2016).
Keunggulan dari teknologi RtVe adalah dapat memanfaatkan lahan pada
kawasan estuarine, lebih efisien dalam persiapan lahan dibandingkan tambak
yang luas (persiapan lahan, treatmen dasar petakan dll), sumber listrik dari PLN,
pemakaian biaya energi (kincir, pompa dll), biaya produksi lebih rendah dan RtVe
juga lebih efektif selama proses budidaya khususnya dalam pengawasan akan
lebih terkontrol dengan baik. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis mengambil
judul “Manajemen Produksi Pembesaran Vaname (Penaeus vannamei) Skala
Rumah Tangga di Pokdakan Busmata Vaname, Kab. Situbondo, Jawa
Timur”.

1.2 Tujuan
Tujuan pelaksanaan praktik akhir adalah:
1. Mengetahui dan mampu melakukan teknis serta manajemen
pembesaran udang vaname (Penaeus vannamei) skala rumah tangga.
2. Mampu menghitung analisis finansial pembesaran udang vaname
(Penaeus vannamei) di Pokdakan Busmata Vaname, Kab. Situbondo,
Jawa Timur.

1.3 Batasan Masalah


Batasan masalah yang membatasi dalam pelaksanaan praktik akhir meliputi:
1. Aspek teknis dan manajemen produksi udang vaname (Penaeus
vannamei) skala rumah tangga meliputi perencanaan produksi,
kesesuaian lokasi, tata letak, konstruksi wadah, target produksi,
pengorganisasian, persiapan wadah dan media pemeliharan, pemilihan
dan penebaran benur, manajemen pakan, manajemen kualitas air (suhu,
salinitas, pH, DO, dan kecerahan), monitoring pertumbuhan (Average
3

Daily Growth dan Average Body Weight), hama dan penyakit, panen
(Survival Rate dan Feed Convertion Ratio), pasca panen, pemasaran,
dan pengawasan, serta evaluasi yang berdasarkan pada aspek
manajemen berupa perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan
pengawasan.
2. Analisis finansial meliputi biaya investasi, biaya produksi, pendapatan,
serta analisa kelayakan usaha yang mencakup analisa rugi/laba,
Revenue Cost Ratio (R/C), Break Event Point (BEP), Payback Period
(PP), Return of Investment (ROI), Net Present Value (NPV), dan Internal
Rate of Return (IRR).
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Udang Vanname


Udang vaname merupakan salah satu hewan catadroma. Dalam sub-bab ini
akan dijelaskan mengenai klasifikasi dan morfologi udang vaname, habitat dan
penyebaran, siklus hidup, serta tingkah laku dan kebiasaan makan udang vaname.

2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi


Menurut WoRMS (2020), klasifikasi udang vaname (Penaeus vannamei)
sebagai berikut:
Phylum : Arthropoda
Class : Crustacea
Subclass : Eumalacostraca
Seri : Malacostraca
Superordo : Eucarida
Ordo : Decapoda
Sub Ordo : Dendrobrachiata
Infra Ordo : Penaeidea
Supra Famili : Penaeoidea
Famili : Penaedea
Genus : Penaeus
Subgenus : Penaeus
Species : Penaeus vannamei

Udang vaname dikenal dengan istilah udang putih pada saat masuk dan
berkembang di Indonesia. Menurut Farchan (2006), tubuh udang vaname memiliki
warna putih agak mengkilap dengan titik-titik hitam yang menyebar disepanjang
tubuh udang. Udang vaname termasuk salah satu famili penaeoidea dan dapat
dibedakan menjadi dua bagian yaitu: cephalothorax (bagian kepala dan badan
yang dilindungi carapace) dan abdomen (bagian perut terdiri dari segmen atau
ruas-ruas) (Supono, 2006). Bagian kepala udang vaname memiliki dua cabang
antena yaitu expodite dan endopodite (Suharyadi, 2011). Bagian dada terdiri dari
8 ruas, masing-masing ruas mempunyai sepasang anggota badan yang disebut
dengan thoracopoda atau maxiliped yang dilengkapi dengan 3 pasang kaki
maxiliped berfungsi sebagai pelengkap bagian mulut untuk memegang makanan
(Edhy et al., 2000).
5

Suharyadi (2011), mengatakan bahwa udang penacoidae mempunyai ciri


khas yaitu: kaki jalan 1, 2, dan 3 bercapit dan kulit chitin. Udang penaeidea
termasuk crustaceae yang merupakan binatang air memiliki tubuh beruas-ruas,
serta pada setiap ruasnya terdapat 5 pasang kaki berjalan dan 5 pasang kaki
renang. Bentuk rostrum udang vaname memanjang, langsing, dan pangkalnya
hampir berbentuk segitiga. Uropoda berwarna merah kecoklatan dengan ujungnya
kuning kemerah-merahan atau sedikit kebiruan. Udang betina dewasa tekstur
punggungnya keras, ekor (telson) dan ekor kipas (uropoda) berwarna kebiru-
biruan, sedangkan pada udang jantan dewasa memiliki ptasma yang simetris.
Spesies udang ini dapat tumbuh hingga mencapai panjang tubuh total 23 cm
(Wyban & Sweeney, 1991). Adapun contoh morfologi udang vaname dapat dilihat
pada Gambar 1.

Gambar 1. Morfologi udang vaname (Supono, 2019).

2.1.2 Habitat dan Penyebaran


Udang vaname berasal dari perairan di Amerika Tengah, dan Amerika
Selatan. Habitat asli udang vaname berada pada lingkungan laut dengan salinitas
yang tinggi, berkisar 30 ppt. Namun, pada saat ini udang vaname dapat hidup di
lingkungan perairan dengan salinitas rendah dengan teknik domestifikasi
(Erlangga, 2012). Menurut Mahasri (2014), udang vaname dapat ditemukan di
perairan pasifik mulai dari Mexico, Amerika Tengah dan Selatan. Udang vaname
bersifat bentis dan dapat hidup dipermukaan dasar laut dengan campuran lumpur
dan pasir.
Udang vaname telah menyebar di belahan dunia karena sifatnya yang relatif
mudah untuk dibudidayakan dan menjadi produk unggulan sektor perikanan di
6

Indonesia. Daerah penyebaran udang vaname ialah pantai Lautan Pasifik sebelah
barat Mexico, Amerika Tengah dan Amerika Selatan dimana suhu laut sekitar 20oC
sepanjang tahun. Saat ini udang vaname telah menyebar karena diperkenalkan di
berbagai dunia karena sifatnya yang relatif mudah dibudidayakan, termasuk di
Indonesia (Fahmi, 2015).

2.1.3 Siklus Hidup


Udang vaname adalah hewan catadroma, artinya ketika dewasa ia bertelur
di laut lepas berkadar garam tinggi, sedangkan ketika stadia larva ia migrasi ke
daerah estuaria berkadar garam rendah (Suharyadi, 2011). Udang vaname
dewasa akan melakukan perkawinan pada daerah lepas pantai yang dangkal
sampai ke laut lepas dengan kedalaman 70 meter (Erlangga, 2012).
Proses perkawinan dilakukan dari pelepasan sperma oleh udang jantan dan
pelepasan telur oleh udang betina. Pembuahan udang vaname terjadi secara
eksternal di dalam air. Udang vaname betina mengeluarkan telur 500.000 -
1.000.000 telur setiap kali bertelur dan dalam jangka waktu 13 - 14 jam telur akan
menetas menjadi larva yang disebut nauplius. Pada tahap nauplius, larva akan
memakan kuning telur yang tersimpan dalam tubuhnya (Erlangga, 2012). Siklus
hidup udang vaname dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Siklus hidup udang vaname (Stewart, 2005).

Larva udang vaname akan mengalami metamorfosa dari nauplius menjadi


zoea, dari zoea menjadi mysis dan dari mysis menjadi post larva (PL). Pada tahap
post larva udang vaname sudah memiliki struktur tubuh atau organ tubuh seperti
udang dewasa. Setelah post larva, udang akan melewati beberapa tahapan siklus
kehidupan lainnya seperti tahapan juvenile. Tahapan terakhir yaitu adult atau
7

udang dewasa, yang ditandai dengan kematangan gonad yang sempurna


(Erlangga, 2012).

2.1.4 Tingkah Laku dan Kebiasaan Makan


Udang vaname merupakan udang yang bersifat aktif melakukan pergerakan
pada malam hari (nokturnal) seperti mencari makan dan cenderung menghindari
predator pemangsa yang aktif pada siang hari, bersifat kanibal, dan sering berganti
kulit (moulting) (Erlangga, 2012). Udang vaname digolongkan ke dalam hewan
pemakan segala macam bangkai (omnivorus scavenger) atau pemakan detritus
(Haliman & Adijaya, 2008), suka berenang di badan air, menentang arus dan
makan di pinggir dasar kolam dekat pematang (Arsad et al., 2017) dan dapat hidup
dengan mentoleransi rentang salinitas yang luas dari air payau 1-2 ppt hingga air
hipersalin 50 ppt (Jiang et al., 2000).
Pakan yang mengandung senyawa organik, seperti protein, asam amino,
dan asam lemak akan merespon udang mendekati sumber pakan tersebut. Saat
mendekati sumber pakan, udang akan berenang menggunakan kaki jalan. Pakan
langsung dijepit menggunakan capit kaki jalan, kemudian dimasukkan ke dalam
mulut (Haliman & Adijaya, 2005). Selanjutnya, pakan yang berukuran kecil masuk
ke dalam kerongkongan (esophagus). Pakan yang berukuran lebih besar, akan
dicerna terlebih dahulu oleh maxilliped di dalam mulut (Ghufran, 2007).

2.2 Pra Produksi


Pra produksi merupakan kegiatan paling awal yang dilakukan untuk
mempersiapkan produksi udang vaname. Sesuai dengan SNI 01-7246 (2006), pra
produksi merupakan rangkaian kegiatan persiapan dalam memproduksi udang
vaname.

2.2.1 Kesesuaian Lokasi


Pemilihan lokasi budidaya yang tepat merupakan tahap awal yang sangat
penting untuk menentukan usaha budidaya udang vaname secara berkelanjutan
(Mansyur et al., 2014). Pemilihan lokasi harus dilandasi dengan perencanaan yang
tepat dan terpadu dengan rencana sektor lainnya, sehingga dapat menjaga
kelestarian sumberdaya dan lingkungan dengan mempertahankan karakteristik
wilayah dan daya dukung lahan tetap stabil (Utojo & Mustafa, 2016).
Menurut Haliman & Adijaya (2005), lokasi budidaya vaname terletak di
daerah pantai dengan fluktuasi air pasang dan surut 2 - 3 m, jenis tanah liat
berpasir, mempunyai sumber air tawar dengan debit atau kapasitas cukup besar,
8

dan lokasi tambak harus memiliki green-belt yang berupa hutan mangrove di
antara lokasi tambak dan pantai. Adapun persyaratan non teknis. Aspek non teknis
tersebut antara lain mudah memperoleh benih udang vaname, tersedianya tenaga
kerja, mudah dalam mendapatkan sarana produksi tambak serta tersedianya
akses jalan dan jaringan listrik serta komunikasi (Mansyur et al., 2014). Menurut
Farchan (2006), kelayakan lokasi harus mempertimbangkan keadaan sosial
ekonomi seperti keamanan kondusif, aset jalan cukup baik, lokasi yang mudah
mendapatkan sarana produksi seperti pakan, kapur obat-obatan, dan mudah
dijangkau.
2.2.2 Desain, Tata Letak dan Konstruksi Wadah
Budidaya udang vaname yang dekat dengan pekarangan rumah mendorong
pengembangan budidaya udang vaname skala rumah tangga. Desain, tata letak
dan konstruksi wadah perlu diperhatikan karena memegang peranan penting di
dalam menentukan suatu keberhasilan budidaya udang vaname. Desain petakan
tambak merupakan perencanaan bentuk tambak yang meliputi: ukuran panjang
dan lebar petakan, kedalaman, ukuran saluran keliling, serta ukuran dan letak
pintu air (input dan output). Hal ini bertujuan untuk memberikan lingkungan baik
bagi udang dan memudahkan dalam proses produksi budidaya. Sehingga dapat
dikatakan efisien, layak secara ekonomis dan memberikan peluang keberhasilan
budidaya yang tinggi (Mustafa, 2008).
Tata letak suatu unit budidaya juga harus memenuhi tujuan yang jelas antara
lain: menjamin kelancaran mobilitas operasional sehari-hari, menjamin kelancaran
dan keamanan pasok air dan pembuangannya, serta dapat menekan biaya
konstruksi tanpa mengurangi fungsi teknis dari unit budidaya yang dibangun dan
mempertahankan kelestarian lingkungan (Poernomo, 1988). Konstruksi wadah
udang vaname skala rumah tangga hanya memerlukan lahan seluas 400 m²
(Mustafa, 2008). Dasar kolam harus dilengkapi central drain (Amri & Kanna, 2008).
2.2.3 Target Produksi
Adapun target produksi yang ditetapkan sesuai dengan tingkat teknologi
berdasarkan SNI 01-7246 (2006) disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Target produksi udang vaname
Padat Berat
Tingkat Sintasan Produksi
No Tebar Rata-rata
Teknologi (%) (kg/ha)
(ekor/m2) (g)
1 Intensif 1 100 Min 75 15 - 20 15.000
2 Intensif 2 100 - 150 Min 75 15 - 18 20.250
9

2.3 Produksi
2.3.1 Persiapan Wadah dan Media
Wadah yang digunakan untuk teknologi intensif memiliki sarana dan
prasarana standar tertentu yang digunakan untuk menunjang operasional
pemeliharaan udang (Erlangga, 2012). Farchan (2006), menambahkan bahwa
kegiatan persiapan sarana dan prasarana yang dapat dilakukan antara lain;
penataan dan pemasangan pompa air, pemasangan (perbaikan) PVC central drain
dan saringan pembuangan air, pembuatan dan pemasangan jembatan untuk
kontrol pemberian pakan dan kondisi udang (anco), pembuatan rakit untuk
pemberian pakan dan sampling, perbaikan instalasi listrik air, pompa, lampu, dan
penerapan biosecurity. Sedangkan menurut (Choeronawati et al., 2019),
persiapan wadah pemeliharaan meliputi pembersihan, pengeringan, perbaikan,
pemasangan sarana dan prasarana serta pengisian air.
Persiapan media merupakan langkah setelah persiapan wadah. Proses ini
dilakukan minimal seminggu sebelum penebaran benur udang (Erlangga, 2012).
Air sebagai media pemeliharaan memegang peranan yang sangat penting dalam
menentukan keberhasilan kegiatan budidaya. (Kordi & Tancung, 2005),
menjelaskan bahwa air yang digunakan harus memenuhi kriteria fisika, kimia, dan
biologi yang sesuai dengan kebutuhan biota. Sebelum dilakukan pengisian media,
air yang akan digunakan di sterilisasi terlebih dahulu dengan penebaran kaporit
dosis 20 mg/l yang ditaburkan merata (Erlangga, 2012). (Yuni et al., 2019),
menambahkan bahwa setelah itu pengisian air dapat dilakukan dengan
menggunakan pompa atau secara gravitasi.

2.3.2 Pemilihan dan Penebaran Benur


Pemilihan benur udang vaname untuk budidaya harus di seleksi terlebih
dahulu. Kriteria benur yang baik dan sehat dapat diketahui dengan melakukan
observasi berdasarkan pengujian visual, mikroskopik, dan ketahanan benur
(Haliman & Adijaya, 2008). Menurut (Farchan, (2006), dalam pemilihan benur yang
baik, terdapat tiga tahapan yaitu: pengamatan morfologi, pengujian daya tahan,
dan pengujian bebas virus.
a. Pengamatan morfologi kriteria benur yang baik dalam budidaya dapat
dilihat dari morfologi dan tingkah laku, diantaranya gerakan lincah, ukuran
seragam, menyebar, tidak bergerombol, berenang melawan arus, respon
terhadap cahaya, warna tubuh bersih tidak memiliki bercak, dan tidak
cacat.
10

b. Pengujian daya tahan benur udang vaname dapat dilakukan pengujian


dengan formalin dan salinitas. Pengujian formalin dilakukan dengan
merendam dalam larutan formalin teknis dengan konsentrasi 200 ppm
selama 30 menit. Benur dikatakan baik apabila <96% hidup. Sedangkan
untuk uji salinitas, benur direndam air tawar selama 30 menit. Benur
dikatakan baik apabila < 96% hidup.
c. Pengujian bebas virus dilakukan untuk mendeteksi infeksi virus dengan
menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). PCR
mendeteksi jenis virus yang berbahaya misalnya IHHNV (Infectious
Hematopoietic Hypodermal Necrosis), WSSV (White Spot Syndrom Virus),
dan TSV (Taura Syndrom Virus). Apabila dinyatakan bebas virus, maka
benur dapat dipilih (Farchan, 2006).
Menurut Purnamasari et al., (2017), aklimatisasi adalah proses awal dari
penebaran benur. Persiapan sebelum dilakukan aklimatisasi adalah: pengukuran
suhu, salinitas, pH, DO, amonia, dan nitrit. Pengukuran dilakukan setiap 15 menit
sekali selama 90 menit sebelum dilakukan aklimatisasi (Haliman & Adijaya, 2008).
Tujuan dari aklimatisasi suhu adalah agar suhu yang berada di dalam kantong
mendekati atau sama dengan suhu air di dalam bak (Sa’adah & Roziqin, 2018).
Proses aklimatisasi dilakukan dengan dua cara yaitu aklimatisasi terhadap
salinitas dan suhu. Aklimatisasi salinitas dapat dilakukan dengan membuka
kantong dan memercikan air ke dalam kantong selama 15-20 menit. Sedangkan
aklimatisasi suhu dapat dilakukan dengan cara mengapungkan kantong yang
berisi benur ditambak dan menyiram/memercikan air ke kantong yang berisi benur
secara perlahan (Mansyur & Magampa, 2007).
Penebaran dilakukan sebaiknya pada saat suhu lingkungan rendah, yaitu
pagi, sore atau malam hari sehingga dapat mengurangi tingkat stres dan
mempercepat proses aklimatisasi udang (Rahayu et al., 2010). Menurut Widigdo
(2013), ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses penebaran benur
yaitu padat tebar. Hasil penelitian menunjukan bahwa petak dengan kepadatan
rendah memiliki nilai produktifitas, bobot rata-rata, kelangsungan hidup dan
konversi pakan (FCR) yang lebih baik dibanding dengan yang berkepadatan tinggi.
Tambak yang dikelola secara intensif dapat menggunakan padat penebaran lebih
dari 100 ekor/m² (Farchan, 2006).
11

2.3.3 Manajemen Pakan


Pakan merupakan komponen penting dalam usaha budidaya udang vaname
di tambak yang mempengaruhi pertumbuhan udang dan kondisi lingkungan
perairan, sehingga diperlukan pengelolaan yang baik (Romadhona et al., 2016).
(Choeronawati et al., 2019), menjelaskan bahwa pakan akan mengalami
penguraian dan pembusukan sehingga dapat mempengaruhi kondisi biota dan
media pemeliharaan apabila tidak dikelola dengan baik dan tidak sepenuhnya
dikonsumsi oleh udang. Manajemen pakan meliputi jenis dan bentuk pakan,
kandungan nutrisi, metode pemberian pakan, frekuensi pemberian pakan, dan
penyimpanan pakan. (Mansyur et al., 2014).

1. Jenis Pakan dan Bentuk Pakan


Terdapat dua jenis pakan yaitu pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami
merupakan makanan yang dapat tumbuh dengan sendirinya pada lingkungan
atau tempat pemeliharaan udang. Pakan alami yang biasanya tumbuh berupa
plankton, sedangkan pakan buatan merupakan pakan yang diproduksi oleh
manusia dan diberikan kepada hewan peliharaan yang disesuaikan dengan
kebutuhannya baik kualitas maupun kuantitas (Erlangga, 2012). Jenis dan bentuk
pakan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Jenis dan bentuk pakan (Farchan, 2006).
No Kandungan
No Bentuk Keterangan
Pakan Protein
Diberikan pada benur
1. #1 Serbuk/powder 30%
doc 1 – 15
Diberikan pada
2. #2 Crumbel/butiran 30% benur/jouvenil doc
16 - 30
Diberikan pada
3. #3 Pelet halus 30%
udang doc 31 - 50
Diberikan pada
4. #4 Pelet kecil 28%
udang doc 51 - 80
Diberikan pada
5. #5 Pelet besar 28%
udang doc 81 - panen

2. Kandungan Nutrisi Pakan


Kandungan nutrisi pakan diperlukan untuk mengetahui kandungan dari
pakan yang diberikan sebagai sumber utama nutrisi pakan udang. Sumber utama
nutrisi pakan udang adalah protein, karbohidrat, dan lemak/lipid. Kandungan
protein pakan merupakan faktor yang sangat penting dalam mendukung
keberhasilan budidaya udang. Protein merupakan faktor pembatas pertumbuhan
12

dan berpengaruh besar terhadap harga pakan, kebutuhan protein pakan untuk
udang vaname sebesar 30 - 35% (Kureshy & Allen Davis, 2002). Sedangkan
menurut Subyakto et al., (2009), kebutuhan pakan (pellet) yang diberikan kepada
udang dengan kadar protein 35 - 40% baik untuk sumber energi udang vaname.

3. Dosis Pemberian Pakan


Dosis pakan terbagi menjadi 2, diantaranya sebagai berikut:
a. Pakan perkiraan / Blind feeding
Blind feeding adalah pemberian pakan yang belum didasarkan pada
kalkulasi berat per ekor udang maupun perhitungan populasi dan biomassa.
Jumlah pakan harian yang diberikan masih didasarkan pada data emperis dari
berbagai tambak intensif dalam negeri maupun luar negeri dengan padat tebar
yang kurang lebih sama (Hakim, 2017). Pemberian pakan dengan sistem blind
feeding yaitu mulai dari hari pertama benur ditebar hingga udang berumur 30 hari
(Suri, 2017).
b. Pakan terjadwal / Demand Feeding
Setelah udang menginjak umur 40 hari, biasanya telah mencapai berat
antara 3 - 5 gram. Pada ukuran tersebut, udang telah memungkinkan untuk di jala
dan tidak mengalami stres bila di timbang kering tanpa air sehingga pakan dapat
diberikan berdasarkan pada presentase berat biomassa (Mansyur et al., 2014).
4. Frekuensi Pemberian Pakan
Efektifitas pakan yang dimakan oleh udang dapat ditentukan oleh waktu dan
frekuensi pemberian pakan (Rahayu, 2013). Baharudin (2014), menyatakan
bahwa frekuensi pemberian pemberian pakan pada udang yang berumur kurang
dari satu bulan, cukup 2 - 3 kali sehari, karena pakan alami masih cukup tersedia.
Setelah udang berumur 30 hari pemeliharaan maka frekuensi pemberian pakan
ditingkatkan menjadi 4 - 5 kali sehari.
Pemberian pakan yang dilakukan pada umumnya mengacu pada label yang
sudah tertera pada kemasan, baik dosis maupun frekuensi pemberian pakannya.
Dosis pemberian pakan bervariasi antara 20 - 50% dari bobot biomassa dengan
frekuensi pemberian 4 - 6 kali per hari. Namun (Subyakto et al., 2009), menyatakan
bahwa dosis pemberian pakan tersebut harus selalu dikontrol. Pengontrolan anco
dilakukan untuk mengetahui nafsu makan udang, anco diberi pakan sebanyak 1%
dari total pakan yang diberikan. Pakan dapat dikurangi jika berlebih dan dapat
ditambah jika masih kurang (Sudradjat & Wedjatmiko, 2010).
13

5. Teknik Pemberian Pakan


Menurut Rahayu (2013), pemberian pakan dilakukan dengan cara menebar
pakan secara merata keseluruh bagian tambak. Pernyataan tersebut sependapat
dengan Haliman & Adijaya (2005), yang menyatakan bahwa pakan diberikan
dengan cara ditebar pada daerah sebaran pakan yaitu sekeliling petakan tambak,
hal ini bertujuan agar udang mudah menemukan pakan yang disebar. Daerah
sebaran pakan perlu diketahui supaya pakan yang disebar tidak terbuang secara
percuma (Kordi, 2010).

6. Penyimpanan Pakan
Salah satu aspek penting dalam manajemen pakan adalah aspek
penyimpanan pakan. Hal ini dikarenakan pakan merupakan produk yang mudah
rusak, sehingga diperlukan perlakuan khusus (Nur, 2011). Farchan (2006),
menambahkan, pakan buatan memerlukan perawatan dan penyimpanan yang
baik, hal ini bertujuan untuk mencegah menurunnya mutu dan kualitas dari pakan
tersebut sehingga mempengaruhi daya tarik pada udang. Nur (2011), menyatakan
bahwa beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyimpanan pakan adalah
sebagai berikut :
1) Gudang pakan terhindar dari banjir atau genangan air
2) Pakan harus disimpan ditempat yang kering, dan berventilasi
3) Pakan disimpan di atas rak papan dan tidak bersentuhan langsung
dengan lantai
4) Pakan tidak ditumpuk terlalu tinggi untuk menghindari kerusakan kantong
5) Pakan harus terhindar dari sinar matahari langsung
6) Pakan jangan disimpan lebih dari tiga bulan

2.3.4 Manajemen Kualitas Air


Manajemen kualitas air merupakan hal penting yang harus diperhatikan
dalam budidaya. Kondisi kualitas air yang terjadi saat pemeliharaan dapat
memberikan pengaruh terhadap biota. Hal ini sesuai dengan Riza (2016),
menyatakan bahwa faktor lingkungan terutama kualitas air sangat berpengaruh
terhadap kondisi perairan. Pengaruh yang dimaksud jika kualitas air pemeliharaan
bernilai baik, maka biota akan tumbuh dan berkembang dengan baik, dan
sebaliknya akan terjadi sakit atau kematian (Suastika, 2013).
Menurut Sudrajat, (2011), kualitas air adalah sifat air secara fisik, kimiawi,
maupun biologi. Buruknya kualitas air dapat menyebabkan menurunnya nafsu
14

makan udang, penggemukan udang menjadi lambat dan mudah terserang


penyakit (Samura et al., 2018).

1. Kuantitas Air
Kuantitas air merupakan jumlah air pemeliharaan udang di tambak, karena
sifat udang vaname berada pada badan air sehingga kuantitas air pada tambak
harus diperhatikan, seperti tinggi air serta pergantian air.

a. Tinggi Air
Udang vaname mempunyai ciri khas yaitu hidup di badan air, sehingga
badan air sebaiknya dipelihara dengan baik. Kedalaman tinggi air pada tambak
budidaya udang intensif berkisar antara 100 - 130 cm (Farchan, 2006). Erlangga
(2012), ketinggian air sebaiknya dipertahankan pada kedalaman antara 1 - 1,5 m
dan sebaiknya tidak kurang dari 1 m.

b. Pergantian Air
Penambahan dan pergantian air bertujuan untuk mengencerkan bahan
organik sisa metabolisme dan sisa pakan (Choeronawati et al., 2019). Pergantian
air yang dilakukan secara teratur dapat membantu memasok oksigen terlarut untuk
mendukung pertumbuhan udang dan meminimalisir terjadinya mortalitas pada
udang (Fuady & Nitisupardjo, 2013).
Pergantian air sebaiknya dilakukan dengan membuang air terlebih dahulu
sekitar 10% dari total air tambak, kemudian menambahkan air. Air yang akan
dimasukkan ke petakan sebaiknya diberi selasar (pemecah air), yang berfungsi
untuk meningkatkan kadar oksigen dan menghindari naiknya bahan beracun dari
dasar petakan (Badrudin, 2014).

2. Kualitas Air
Pengukuran parameter kualitas air harian sebaiknya dilakukan pada saat
kondisi perairan di titik kritis (minimum dan maksimum). Titik kritis kondisi perairan
terjadi setiap pagi hari (jam 5.00 - 6.00) dan siang hari (jam 12.00 - 14.00). Pada
jam 5.00 - 6.00 pagi merupakan titik terendah oksigen terlarut dan pH serta
kandungan karbondioksida tertinggi. Pada jam 12.00 - 14.00 siang merupakan
puncak fotosintesis fitoplankton, kandungan oksigen terlarut serta pH air. Adapun
standar kualitas air budidaya udang vaname menurut SNI 01-7246 (2006)
disajikan pada Tabel 3.
15

Tabel 3. Standar Kualitas Air


No Parameter Satuan Kisaran
1 Suhu ºC 28,5 - 31,5
2 Salinitas g/l 15 - 25
3 pH - 7,5 - 8,5
4 DO mg/l > 3,5
5 Kecerahan cm 30 - 45

a. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor penting dalam pertumbuhan dan
kelangsungan hidup udang (survival rate). Suhu dalam suatu perairan sangat
dipengaruhi oleh suhu udara di atasnya. Artinya kondisi iklim dan cuaca harus
diperhatikan pada saat pengamatan. Suhu pada budidaya udang diperlukan
perhatian khusus agar tidak terjadi fluktuasi suhu harian yang tinggi. Perairan yang
baik adalah memiliki fluktuasi hariannya kecil (Widigdo, 2013).
Suhu merupakan parameter berpengaruh terhadap proses metabolisme
dalam tubuh udang. Semakin tinggi suhu maka semakin cepat proses
metabolisme yang terjadi (Farchan, 2006). Kisaran suhu yang baik untuk
pertumbuhan udang adalah 28 - 32ºC (Kordi & Tancung, 2005; Syafaat, 2012;
Bachruddin et al., 2018; Ghufron et al., 2018). Pada kisaran tersebut, proses
metabolisme dapat berjalan dengan baik sehingga kelangsungan hidup dan
pertumbuhan udang diharapkan dapat optimal.

b. Salinitas
Salinitas adalah konsentrasi total ion yang terdapat di perairan. Salinitas
menggambarkan padatan total di dalam air, setelah semua karbonat dikonversi
menjadi oksida, semua bromida dan iodida digantikan oleh klorida, dan semua
bahan organik telah dioksidasi. Salinitas dinyatakan dalam satuan gr atau promil
(Effendi, 2003). Menurut Haliman & Adijaya (2008), udang muda yang berumur 1
- 2 bulan memerlukan kadar garam 15 - 25 g/l agar pertumbuhannya dapat optimal.
Setelah umur udang lebih dari 2 bulan, pertumbuhan udang relatif baik pada
kisaran salinitas 5 sampai 30 g/l.
Pada salinitas tinggi, pertumbuhan udang menjadi lambat karena proses
osmoregulasi terganggu. Osmoregulasi merupakan proses pengaturan dan
penyeimbang tekanan osmosis antara di dalam dan di luar tubuh udang. Apabila
salinitas meningkat, maka pertumbuhan udang akan melambat karena energi lebih
16

banyak terserap untuk proses osmoregulasi dibandingkan untuk pertumbuhan


(Haliman & Adijaya, 2005). Kisaran salinitas yang optimum untuk udang vaname
adalah 15 - 25 g/l (Farchan, 2006; Erlangga, 2012).

c. pH
pH merupakan gambaran jumlah ion hidrogen atau lebih tepatnya aktivitas
ion hidrogen dalam perairan. Secara umum, nilai pH menggambarkan seberapa
asam atau basa suatu perairan. Nilai pH = 7 dikatakan netral, lebih besar dari 7
adalah basa dan lebih kecil dari 7 adalah asam (Widigdo, 2013). Kisaran pH yang
optimum untuk udang vaname adalah 7,5 - 8,5 (Erlangga, 2012; Malik, 2014).

d. DO
Jumlah kandungan oksigen (O²) yang terkandung dalam air disebut oksigen
terlarut. Menurut SNI 01-7246 (2006), oksigen terlarut yang baik bagi udang
vaname yaitu minimal 3,5 mg/l. Adiwijaya et al., (2008), menambahkan kondisi
ideal oksigen terlarut bagi pertumbuhan ikan dan udang adalah pada konsentrasi
diatas 3,5 mg/l. Sedangkan menurut Farchan (2006), DO yang optimum berkisar
4 - 8 mg/l. Sri (2015), menambahkan bahwa DO yang baik untuk udang berkisar
antara 4 - 6 mg/l.

e. Kecerahan
Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan, yang ditentukan
secara visual dengan menggunakan secchi disk. Nilai kecerahan dinyatakan
dalam satuan centi meter. Nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu
pengukuran, kekeruhan dan padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang
melakukan pengukuran. Pengukuran kecerahan sebaiknya dilakukan pada saat
cuaca cerah (Effendi, 2003). Menurut Farchan (2006), kisaran kecerahan yang
optimal adalah 30 - 40 cm, Sedangkan menurut Malik (2014), kisaran kecerahan
yang optimal yaitu 20 - 40 cm.

3. Perbaikan Kualitas Air


Perbaikan kualitas air bertujuan untuk mengurai bahan organik dan
mempertahankan kualitas air tambak pemeliharaan udang. Perbaikan kualitas air
meliputi pengaplikasian probiotik, pengapuran, pengangkatan klekap, dan
penyiponan (Farchan, 2006).
17

a. Pengaplikasian Probiotik
Probiotik pada budidaya udang berperan untuk memperbaiki kualitas air
tambak meningkatkan dominasi bakteri nitrifikasi, dan penguraian bahan organik,
serta menekan organisme patogen Vibrio sp (Rajinikanth et al., 2010). Salah satu
jenis bakteri yang biasa digunakan untuk tambak udang adalah jenis bakteri
Bacillus dan dosis probiotik minimal 1 mg/l (Poernomo, 2004). Bahan organik pada
tambak dengan sistem intensif berasal dari sisa pakan, kotoran udang dan
plankton yang mati. Apabila limbah organik tersebut tidak di uraikan maka udang
akan mengalami stres dan rentan terhadap penyakit. Hal tersebut diperlukan
pengaplikasian probiotik (Burhanuddin et al., 2016).

b. Pengapuran
Pengapuran dilakukan sesuai dengan kondisi udang dan media. Pada
malam hari terjadi penurunan pH secara perlahan yang disebabkan oleh adanya
respirasi, sehingga CO₂ meningkat (Widigdo, 2013). Pemberian kapur pada media
pemeliharaan udang bertujuan untuk menaikkan nilai pH air dan menambah
kandungan kalsium pada kulit udang. Pemberian kapur juga bisa digunakan
sebagai buffer atau penyangga dalam perubahan nilai harian pH air, menjaga pH
dalam kisaran normal, meningkatkan aktifitas mikrobiologis dan dapat mencegah
peningkatan konsentrasi zat beracun. Dosis pemberian kapur yang umum
diberikan yaitu 5 - 10 mg/l (Widigdo, 2013).

c. Pengangkatan Klekap
Pengangkatan klekap atau busa tambak dilakukan bertujuan untuk
mengangkat plankton yang mengendap dan mati, apabila tidak segera diangkat
akan mengendap dan mengalami perombakan (dekomposisi) yang menghasilkan
gas beracun seperti amonia (NH3) sehingga cepat menurunkan kualitas air
(Farchan, 2006).

d. Penyiponan
Penyiponan dilakukan bertujuan untuk mengurangi amonia (NH3), serta
membuang endapan lumpur dan kotoran (Romadhona et al., 2015). Penyiponan
juga bertujuan untuk menyedot sisa-sisa pakan yang tidak terurai maupun
plankton yang mati, hal ini jika dibiarkan dapat mengakibatkan pengendapan di
dasar tambak sehingga menjadi zat toksik pada media air yang digunakan
(Wulandari et al., 2015).
18

2.3.5 Monitoring Pertumbuhan


Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran, panjang atau berat dalam suatu
waktu. Pertumbuhan dapat terjadi karena adanya energi berlebih yang digunakan
tubuh untuk metabolisme, gerak, reproduksi dan menggantikan sel-sel yang rusak
(Riani et al., 2012). Kegiatan monitoring pertumbuhan udang vaname selama
masa pemeliharaan dilakukan untuk mengetahui kesehatan udang, pertambahan
berat harian (ADG), tingkat kelangsungan hidup atau survival rate (SR) dan berat
biomassa. Pengamatan pertumbuhan ini dapat dilakukan dengan 2 metode, yakni
metode anco dan metode sampling (Sri, 2015).
Metode checking anco merupakan kombinasi antara jumlah pakan yang
dikonsumsi oleh udang di anco dengan waktu yang dibutuhkan untuk
menghabiskannya. Checking anco dibutuhkan untuk memantau nafsu makan
udang sehingga kebutuhan pakannya dapat diestimasi dan tidak terjadi under
feeding atau pun over feeding (Amri & Kanna, 2008). Sedangkan metode sampling
bertujuan untuk mengetahui berat rata-rata ABW (Average Body Weight),
pertambahan berat rata-rata harian ADG (Average Daily Growth), tingkat
kelangsungan hidup SR (Survival rate), dan total biomassa udang. Selain itu,
sampling bertujuan untuk mengetahui nafsu makan dan kondisi kesehatan udang.
Sampling dapat dilakukan menggunakan jala tebar (falling gear) dan dilakukan
setiap 7 atau 10 hari sekali. Luas penebaran jala setiap kali sampling adalah 0,2%
dari total luas wadah pemeliharaan dan dilakukan pada tempat yang berbeda,
sehingga hasilnya mewakili populasi yang ada (Amri & Kanna, 2008).

2.3.6 Pengendalian Hama dan Penyakit


Masalah utama yang dihadapi oleh pembudidaya vaname adalah masalah
penyakit infeksi dan non infeksi. Penyakit ini menjadi faktor pembatas produksi
udang nasional. Penyakit infeksius pada udang vaname diakibatkan oleh parasit,
bakteri, jamur maupun virus. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan sejak
persiapan tambak, pemasukan air, penebaran benur dan selama pemeliharaan.
Aktivitas penting yang perlu dilakukan adalah monitoring rutin terhadap kesehatan
udang, kualitas air dan tindakan pencegahan (Baharudin, 2014).

2.3.6.1 Hama
Hama adalah biota yang mengganggu biota lain sehingga mengurangi
produktivitasnya dan dapat dilihat dengan mata tanpa menggunakan alat bantu.
(Farchan, 2006), menyatakan hama dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu:
19

1. Pemangsa
Hama kelompok pemangsa/predator adalah biota selain udang yang dapat
membunuh dan memakan udang dan menyebabkan jumlah udang menjadi
berkurang. Jenis-jenis hewan predator sangat banyak antara lain linsang, ular,
burung, dan lain-lain.

2. Penyaing/kompetitor
Penyaing adalah yang menyaingi dalam kehidupan udang dan membuat
pertumbuhan udang terganggu. Jenis-jenis biota penyaing adalah seperti ikan
mujair, ikan nila, trisipan dan ikan liar lainnya.

3. Penggangu/perusak
Pengganggu adalah organisme yang mengganggu kehidupan udang yang
dipelihara sehingga dapat menurunkan produksi. Hewan yang dikategorikan
sebagai pengganggu adalah belut, kepiting, tikus, dan ular.

2.3.6.2 Penyakit
Penyakit dapat ditimbulkan oleh bakteri, virus, dan jamur. Hal ini terjadi jika
terdapat ketidakseimbangan antara host, pathogen agent, dan environment
(Kharisma & Manan, 2012). Beberapa jenis penyakit yang menyerang udang
vaname disebabkan oleh:
1. Parasit
Parasit akan mudah menyerang udang vaname bila kualitas air tambak
kurang baik, terutama pada kandungan bahan organik yang tinggi. Parasit akan
menempel pada insang, kaki renang dan kaki jalan. Parasit juga bisa menempel
pada permukaan tubuh udang. Parasit akan terlepas dari tubuh udang bila udang
tersebut mengalami ganti kulit (moulting). Pencegahan parasit pada udang
vaname dapat dilakukan dengan pergantian air tambak, pemberian probiotik, dan
pengelolaan pakan. Beberapa jenis parasit yang sering menyerang udang vaname
yaitu zoothamnium, vorticella, dan epistylis (Haliman & Adijaya, 2005).

2. Bakteri dan Jamur


Bakteri dan jamur dapat tumbuh di perairan yang mengandung bahan
organik tinggi (sekitar 50 ppm). Bakteri vibrio dapat bersifat oportunis, artinya
bakteri akan menginfeksi inang pada saat kondisi tubuh inang dalam keadaan
lemah. Tindakan pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan penggunaan
probiotik yang mampu berkompetisi dengan bakteri patogen, seperti bakteri
Bacillus sp, Rhodobacter sp, Psedomonas sp, Nitrobacter sp, dan Nitrosomonas
20

sp. Infeksi jamur lebih sering menyerang pada tubuh udang bagian luar, seperti
karapas dan insang bagian dalam. Jamur juga menyerang sebagai infeksi
sekunder dari serangan utama oleh bakteri atau patogen lain seperti virus. Jenis
jamur yang menyerang udang antara lain Sirolpidium sp, Halipthoros sp dan
Lagenidium sp. (Haliman & Adijaya, 2005).

3. Virus
Virus merupakan ancaman yang serius karena dapat menyebabkan
kematian pada udang vaname secara massal dalam waktu singkat. Faktor yang
menyebabkan munculnya virus yaitu faktor nutrisi, lingkungan, dan genetika.
Beberapa virus yang perlu diwaspadai pada budidaya udang vaname yaitu white
spot (WSSV), infectious myonecrosis virus (IMNV), taura syndrome virus (TSV)
dan infectious hypodermal hematopoetic necrosis virus (IHHNV). Upaya
pencegahan yang bisa dilakukan antara lain menjaga kualitas air agar stabil
sehingga udang tidak stres, pemberian imunostimulan, penggunaan benih
berkualitas unggul (SPF / SPR), dan monitoring penyakit yang dilakukan secara
rutin (Haliman & Adijaya, 2005).

2.3.7 Panen
Menurut Haliman & Adijaya (2008), pemanenan udang dilakukan ketika
sudah saatnya dipanen dan apabila tetap dipertahankan pertumbuhan udang tidak
optimal (tidak dapat tumbuh lagi), udang terserang penyakit dan telah menunjukan
gejala kematian, serta dalam kondisi darurat yang mengharuskan udang dipanen
untuk menghindari kerugian yang lebih besar. Yuni et al., (2019), menambahkan
pemanenan dilakukan pada kisaran 60 - 90 hari pemeliharaan dan diperkirakan
bobot udang telah mencapai 20 - 25 gram/ekor atau size 40 - 50 ekor/kg.
Pemanenan udang dilakukan dengan dua cara yaitu pemanenan bertahap (panen
parsial) dan pemanenan sekaligus (panen total) (Sudrajat & Wedjatmiko, 2010).

2.4 Pasca Produksi


2.4.1 Pasca Panen
Pasca panen merupakan rangkaian akhir kegiatan dalam kegiatan budidaya
dan harus dilakukan dengan penanganan yang baik supaya kualitas mutu udang
baik (Sudrajat & Wedjatmiko, 2010). Menurut Haliman & Adijaya (2008), udang
termasuk produk makanan yang mudah sekali rusak (busuk), sehingga udang dari
sejak panen sampai pasca panen harus dalam kondisi dingin. Hal yang perlu
dilakukan pada kegiatan pasca panen yaitu mensortir udang berdasarkan kualitas
21

dan ukuran kemudian ditimbang. Setelah itu, dilakukan penyusunan udang pada
wadah yang disusun berselang-seling dan diberikan es curah (WWF, 2011).

2.5 Fungsi Manajemen


Fungsi manajemen adalah serangkaian tahap kegiatan atau langkah-langkah
pekerjaan dari awal sampai akhir hingga tercapainya tujuan (Manullang, 2002).
Terry & Franklin (1972), menyatakan bahwa manajemen mempunyai 4 fungsi yaitu
perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penggerakan (actuating),
dan pengawasan (controlling).

2.5.1 Perencanaan (Planning)


Perencanaan (planning) merupakan salah satu langkah awal dari
serangkaian tindakan atau kegiatan yang merupakan hasil dari buah pemikiran
yang rasional berdasarkan fakta atau pemikiran suatu usaha yang akan
dikembangkan dan dijalankan (Widodo & Syukri, 2005). Perencanaan dapat
dijadikan sebagai dasar pemikiran dari tujuan dan penyusunan langkah-langkah
yang akan dipakai untuk mencapai tujuan. Merencanakan juga dapat dikatakan
mempersiapkan segala kebutuhan, memperhitungkan matang-matang apa saja
yang menjadi kendala, dan merumuskan bentuk pelaksanaan kegiatan yang
bermaksud untuk mencapai tujuan (Terry & Franklin, 1972).
Pada tahap perencanaan, target capaian dibuat dengan mengikuti pedoman
antara; lain tujuan, alasan, waktu, tempat, pelaksana, dan cara melaksanakannya.
Adapun manajemen perencanaan usaha perikanan yang dibuat meliputi pemilihan
lokasi usaha, perencanaan manajemen (kualitas air, benih, persiapan tanah,
pemasaran hasil dan pemanenan hasil), SDM, teknologi, modal, aspek produksi,
mesin dan peralatan. (Widodo & Syukri, 2005).

2.5.2 Pengorganisasian (Organizing)


Pengorganisasian merupakan salah satu langkah dalam proses pra
produksi. Pengorganisasian adalah pengelompokan pekerjaan serta pembagian
tugas dan wewenang kepada orang yang dianggap mampu untuk melaksanakan
tugas yang diserahkan kepadanya (Terry & Franklin, 1972). Sedangkan organisasi
itu sendiri berarti suatu wadah/tempat kerja sama kelompok orang dimana dalam
wadah itu terdapat suatu struktur pembagian tugas kerja (Widodo & Syukri, 2005).
Pengorganisasian dilakukan dengan maksud untuk menentukan struktur
organisasi, menentukan seluruh tugas, hubungan antar tugas, batas wewenang
dan tanggung jawab untuk menjalankan masing-masing tugas (Sumardika, 2013).
22

Tujuan dari pengorganisasian yaitu supaya tertera dengan jelas antara tugas,
wewenang dan tanggung jawab, serta terjalin hubungan kerja yang baik dalam
bidangnya masing-masing (Primyastanto, 2011). Salah satu cara pencapaian
melalui delegasi atau pelimpahan wewenang. Pelimpahan bertujuan untuk
efisiensi dan kelancaran pelaksanaan kerja karena adanya keterbatasan waktu
dan kemampuan bila dikerjakan oleh satu orang (Widodo & Syukri, 2005).

2.5.3 Penggerakan (Actuating)


Penggerakan adalah untuk menggerakan organisasi agar berjalan sesuai
dengan pembagian-pembagian kerja serta menggerakan seluruh sumberdaya
yang ada dalam organisasi agar pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan bisa
berjalan sesuai rencana dan bisa mencapai tujuan (Terry & Franklin, 1972). Fungsi
ini melibatkan kualitas, gaya, dan kekuasaan pemimpin serta kegiatan-kegiatan
kepemimpinan seperti komunikasi, motivasi dan disiplin. Kegiatan pengarahan
menyangkut orang-orang yang ada di dalam organisasi (Benyamin, 2013).

2.5.4 Pengawasan (Controlling)


Pengawasan (controlling) yaitu untuk mengawasi apakah gerakan dari
organisasi ini sudah sesuai dengan rencana atau belum. Serta mengawasi
penggunaan sumber daya dalam organisasi agar bisa terpakai secara efektif dan
efisien tanpa ada yang melenceng dari rencana (Terry & Franklin, 1972).
Pengawasan meliputi pengawasan terhadap subjek, objek, waktu, dan sistem
(Widodo & Syukri, 2005).
Menurut Kasmir & Jakfar (2009), fungsi pengawasan dalam kegiatan
pembesaran udang yaitu untuk mengevaluasi hasil produksi dengan
membandingkan target produksi yang telah direncanakan diawal kegiatan dengan
hasil yang didapatkan, sehingga dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam
peningkatan produksi berikutnya, serta bertujuan untuk mengetahui hasil
pelaksanaan dari suatu usaha apakah usaha tersebut sesuai dengan rencana atau
tidak.

2.6 Aspek Finansial


2.6.1 Biaya Investasi
Investasi merupakan penanaman modal dalam suatu kegiatan yang memiliki
jangka waktu relatif panjang dalam berbagai bidang usaha yang dikeluarkan, mulai
dari proyek dilaksanakan sampai dengan proyek mulai beroperasi (Umar, 2005).
23

2.6.2 Biaya Operasional


Biaya operasional merupakan biaya yang harus dikeluarkan dalam kegiatan
budidaya, mulai dari persiapan hingga panen. Biaya operasional tidak
berhubungan langsung dengan produk perusahaan tetapi berkaitan dengan
aktivitas operasinal perusahaan sehari-hari. Biaya operasional terdiri dari biaya
tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang jumlahnya tidak
dipengaruhi oleh tingkat produksi dalam periode waktu tertentu, sedangkan biaya
variabel merupakan biaya yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan
perubahan tingkat produksi atau habis dalam satu masa produksi (Winarso, 2014).

2.6.3 Analisis Laba/Rugi


Analisis laba/rugi merupakan analisis yang digunakan untuk menentukan
tingkat usaha dengan menghitung tingkat keuntungan atau kerugian yang didapat
dalam usaha budidaya dengan menghitung jumlah pendapatan dikurangi dengan
biaya yang dikeluarkan untuk proses produksi baik tetap maupun tidak tetap
(Primyastanto, 2011).

2.6.4 BEP (Break Even Point)


Break Even Point atau titik impas merupakan keadaan dimana suatu usaha
berada pada posisi tidak memperoleh keuntungan dan tidak megalami kerugian.
BEP merupakan teknik analisa yang mempelajari hubungan antara biaya tetap,
biaya variabel, volume kegiatan dan keuntungan (Primyastanto, 2011).
Sedangkan menurut Adalina (2008), BEP merupakan analisis titik impas yang
digunakan untuk mengetahui pada tingkat produksi berapakah suatu perusahaan
mulai mendapat keuntungan.

2.6.5 Payback Period (PP)


Payback Period merupakan periode jangka atau waktu yang diperlukan
pengembalian untuk mengembalikan modal atau investasi (Manopo et al., 2013).
Husnan & Suwarsono (2016), mengemukakan bahwa Payback Period merupakan
metode yang mencoba mengukur seberapa cepat investasi bisa kembali.

2.6.6 R/C Ratio


Analisis R/C Ratio merupakan alat analisis untuk melihat keuntungan relatif
suatu usaha dalam satu tahun terhadap biaya yang dipakai dalam kegiatan. Suatu
usaha dikatakan layak bila R/C lebih besar dari 1 (R/C > 1) (Primyastanto, 2011).
Hal ini sependapat dengan Effendi & Oktariza (2006), bahwa semakin tinggi nilai
R/C, maka tingkat keuntungan suatu usaha akan semakin tinggi.
24

2.6.7 Return of Investment (ROI)


Return of Investment merupakan parameter untuk mengetahui tingkat
pengembalian investasi dari benefit (penerimaan) yang diterima pemilik. Kegiatan
perikanan layak dikembangkan atau layak dijalankan apabila mempunyai nilai ROI
> 1 (satu) (Fauzi et al., 2011).

2.6.8 Net Present Value (NPV)


Net Present Value merupakan parameter untuk mengetahui selisih antara
nilai sekarang dari penerimaan dengan nilai sekarang dari pengeluaran pada
tingkat bunga tertentu. Kegiatan perikanan layak dikembangkan bila mempunyai
nilai NPV > 0 (nol) (Fauzi et al., 2011; Primyastanto, 2011).

2.6.9 Internal Rate of Return (IRR)


Internal Rate of Return merupakan paramater untuk mengetahui suku bunga
maksimal untuk sampai kepada NPV = 0, jadi dalam keadaan batas untung rugi.
Kegiatan perikanan layak dikembangkan bila mempunyai nilai IRR > suku bunga
bank yang berlaku (Fauzi et al., 2011; Primyastanto, 2011).
3. METODE PRAKTIK
3.1 Waktu dan Tempat
Praktik Akhir dilaksanakan mulai dari tanggal 02 Maret 2020 sampai dengan
15 Mei 2020 yang berlokasi di Pokdakan Busmata Vaname, Dusun Karang Anyar,
Desa Tanjung Pecinan, Kec. Mangaran, Kab. Situbondo, Provinsi Jawa Timur.

3.2 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan selama Praktik Akhir dapat dilihat pada
Lampiran 1 dan Lampiran 2.

3.3 Metode Pengumpulan data


Metode pengumpulan data yang digunakan pada Praktik Akhir adalah
metode observasi pola magang yaitu mengikuti semua kegiatan yang ada,
khususnya yang berkaitan dengan pembesaran udang vaname. Jenis data yang
dikumpulkan berupa data primer dan sekunder.

3.3.1 Jenis Data


3.3.1.1 Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil wawancara dan pengamatan
langsung di lokasi yang dilakukan selama melaksanakan kegiatan pembesaran
udang vaname yang meliputi dari kegiatan pra produksi, produksi, dan pasca
produksi. Adapun data primer yang diambil selama Praktik Akhir disajikan pada
Tabel 4.
Tabel 4. Data Primer
No Jenis Data Data yang diambil Uraian Data
(1) (2) (3) (4)
1 A. Pra Produksi
1. Kesesuaian Lokasi a. Lokasi (lokasi budidaya,
b. Sumber air ketersediaan air laut
c. Ketersediaan jaringan dan tawar, jarak
Listrik dan telepon menuju sumber air,
d. Keamanan lokasi keamanan sekitar
e. Aksesibilitas lokasi, akses
tempuh menuju
lokasi)
2. Target Produksi a. ABW (Berat bobot udang
b. ADG rata-rata, berat
c. SR bobot udang harian,
d. FCR tingkat
e. Biomassa kelangsungan hidup,
f. Size dan umur panen berat bobot udang
keseluruhan)
26

(1) (2) (3) (4)


3. Tata Letak dan a. Konstruksi wadah (panjang, lebar, dan
Konstruksi Wadah b. Ukuran wadah tinggi wadah, jenis
c. Jumlah wadah wadah, bentuk
d. Bentuk wadah wadah, jumlah
wadah)
4. Persiapan Wadah a. Alat dan bahan yang (Teknik
digunakan beserta pengeringan,
kegunaannya pembersihan dan
b. Kelayakan dan kondisi pembilasan wadah,
wadah jenis wadah yang
c. Jenis Wadah digunakan, volume
d. Dimensi dan volume air dalam wadah,
wadah lama pelaksanaan
e. Cara pembersihan pekerjaan)
wadah
f. Lama waktu
pelaksanaan
5. Persiapan Media a. Alat dan bahan yang (sumber air yang
digunakan beserta digunakan, lama
kegunaannya waktu pengisian air,
b. Sumber air teknik treatment air,
c. Cara banyak titik aerasi
treatment/sterilisasi air yang digunakan)
d. Suplai oksigen
e. Lama waktu
pelaksanaan

2 B. Produksi
1. Penebaran Benur a. Ukuran benur (asal benur, ukuran
b. Metode penebaran benur, teknik
benur penebaran, padat
c. Padat tebar tebar yang
digunakan)
2. Pengelolaan Pakan a. Alat dan bahan beserta (kandungan nutrisi
spesifikasi dan yang terdapat dalam
kegunaannya pakan, jumlah pakan
b. Kandungan nutrisi yang digunakan,
pakan frekuensi pemberian
c. Jenis pakan pakan, jam
d. Jumlah pakan pemberian pakan,
e. Frekuensi pemberian teknik pemberian
pakan pakan, monitoring
f. Waktu pemberian pakan anco, teknik
g. Metode pemberian penyimpanan
pakan, kontrol pakan, pakan)
stocking pakan dan
penyimpanan pakan
27

(1) (2) (3) (4)

3. Pengelolaan a. Jenis alat beserta (monitoring kualitas


Kualitas Air spesifikasi dan air (DO, pH,
kegunaannya Salinitas, suhu,
b. Perlakuan media kecerahan),
pemeliharaan monitoring kuantitas
c. Cara dan waktu air dan perbaikan
penyiponan kualitas air
d. Cara dan waktu (pergantian air,
pergantian air aplikasi probiotik,
e. Pengukuran parameter pengapuran, dan
kualitas air (DO, penyiponan)
salinitas, suhu, pH,
secchi disk)
f. Perbaikan kualitas air

4. Monitoring a. Alat dan bahan yang (sampling


Pertumbuhan digunakan beserta pertumbuhan per 5
kegunaannya hari, menghitung
b. Metode sampling ADG, ABW, dan
c. Hasil sampling size)
d. Perhitungan dari hasil
sampling

5. Pengendalian a. Jenis hama (pengamatan secara


Hama b. Jenis penyakit visual, teknik
dan Penyakit c. Teknik pengendalian pencegahan hama
d. Upaya pengobatan dan penyakit,
penanggulangan
hama dan penyakit)

C. Pasca Produksi
1. Panen dan a. Alat dan bahan yang (Teknik pemanenan,
Pasca Panen digunakan beserta menghitung analisis
kegunaannya finansial,
b. Melakukan Pemanenan menghitung
Parsial dan Total Biomassa dan
c. Menghitung Biaya populasi akhir, dan
Total Produksi panen serta
d. Menghitung pascapanen)
Keuntungan dan
Pemasaran Produksi

3.3.1.2 Data Sekunder


Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari buku atau arsip perusahaan.
Adapun data sekunder yang diambil selama Praktik Akhir disajikan pada Tabel 5.
28

Tabel 5. Data Sekunder


No Data yang akan diambil Sumber Data
1 Sejarah dan Struktur Organisasi Dokumen Terkait

2 Hasil Produksi Siklus Sebelumnya Log Book


3 Analisa Finansial Dokumen Terkait

3.4 Metode Kerja


Metode kerja merupakan langkah-langkah mengenai kegiatan yang
dilakukan selama kegiatan produksi pembesaran udang vaname secara
langsung dan membandingkan dengan studi literatur.

3.4.1 Pra Produksi


Pra produksi merupakan kegiatan paling awal yang dilakukan untuk
mempersiapkan produksi udang vaname. Pra produksi meliputi perencanaan
produksi, target produksi, kesesuaian lokasi, desain, tata letak dan konstruksi
wadah, serta pengorganisasian.
1) Perencanaan Produksi
Perencanaan produksi di Pokdakan Busmata Vaname diketahui dengan
melakukan wawancara dengan ketua dan anggota, serta teknisi kelompok.
Wawancara tersebut meliputi modal produksi yang digunakan serta target produksi
yang di capai perusahaan.
2) Kesesuaian Lokasi
Kesesuaian lokasi diperoleh dengan cara melakukan pengamatan secara
visual yang mencakup parameter keadaan sumber air, jaringan listrik, akses jalan,
dan pemasaran.
3) Desain, Tata Letak dan Konstruksi Wadah
Mengamati bentuk dan menghitung volume petak pemeliharaan. Mengamati
bentuk saluran pemasukan dan pengeluaran air pada wadah budidaya.
4) Target Produksi
Menentukan target produksi yang ingin dicapai meliputi; Survival Rate, Feed
Convertion Ratio, size, biomassa, dan lama pemeliharaan dan tujuan pemasaran.
5) Pengorganisasian
Pengorganisasian diperoleh dengan cara melakukan wawancara dan
melihat pada arsip kelompok.
29

3.4.2 Produksi
Produksi meliputi persiapan wadah, persiapan media, penebaran benur,
manajemen pakan, manajemen kualitas air, monitoring pertumbuhan, hama
dan penyakit, serta panen.

1) Persiapan Wadah
1. Mengeringkan wadah dengan bantuan sinar matahari selama 7 hari
2. Membersihkan wadah dari kotoran, lumpur, dan lumut menggunakan
sikat dan wiper
3. Membilas wadah dengan air laut, lalu dibiarkan hingga kering
4. Melakukan perbaikan wadah seperti menambal bagian dasar dan dinding
wadah yang retak atau bocor, serta memasang selang aerasi
5. Melakukan penebaran kapur aktif (CaO) sebanyak 1,5 kg (dosis 30 g/m³),
lalu diamkan selama 1 hari (08.00 - 08.00 WIB)
6. Menutup saluran outlet dan memasang anco.
2) Persiapan Media
1. Melakukan pengisian air media pemeliharaan setinggi 100 cm
menggunakan pompa sumur bor ukuran 2”
2. Melakukan sterilisasi air menggunakan kaporit 60% sebanyak 1,5 kg
(dosis 30 mg/l), lalu dibiarkan selama 4 hari
3. Melakukan penebararan kapur dolomit dan kaptan masing-masing
sebanyak 500 gram (dosis 10 mg/l)
4. Melakukan penebaran fermentasi sebanyak 2,5 liter (dosis 50 mg/l)
5. Melakukan penebaran probiotik sebanyak 25 gram (dosis 0,5 mg/l).
3) Penebaran Benur
1. Melakukan pengamatan visual aktivitas renang benur, bentuk tubuh
benur, dan warna tubuh benur
2. Melakukan proses perhitungan benur sebelum dilakukan penebaran
untuk mengetahui jumlah yang di tebar
3. Melakukan proses aklimatisasi selama 30 menit
4. Melakukan proses penebaran benur dengan cara membuka kantong
plastik secara perlahan dan melipat plastik untuk memudahkan dalam
pemasukan air kolam
5. Setelah dilakukan lipat plastik kemudian memasukan air kolam kedalam
kantong plastik untuk melakukan penyesuaian kualitas air dalam kantong
plastik terhadap air media kolam
30

6. Setelah itu, menuangkan kantong plastik yang berisi benur udang secara
perlahan kedalam tambak sambil diamati kondisi benurnya
4) Manajemen Pakan
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Melakukan perhitungan program pakan blind feeding pada DOC 1-30 dan
selanjutnya melakukan perhitungan pakan menggunakan acuan
persentase indeks
3. Melakukan fermentasi pakan dengan bahan (air tawar 5 liter, vitamin C
0,3 g/l, molase 40 ml/l, yakult 3 ml/l, dan ragi 0,2 g/l)
4. Melakukan pencampuran fermentasi kedalam pakan dengan dosis 100
ml/kg pakan
5. Melakukan pemberian pakan dengan frekuensi pada DOC 1-10 sebanyak
3 kali sehari yaitu pada pukul 06.00, 10.00, dan 14.00 WIB. Pada DOC
11-30 hari dilakukan sebanyak 4 kali yaitu pada pukul 06.00, 10.00, 14.00,
dan 18.00 WIB. Sedangkan pemberian pakan pada DOC 31-panen
dilakukan sebanyak 5 kali yaitu pada pukul 06.00, 10.00, 14.00, 18.00,
22.00 WIB
6. Penebaran pakan dilakukan secara manual.
5) Manajemen Kualitas Air
(1) Kualitas Air
a) Pengukuran DO
Pengukuran DO dilakukan bersamaan dengan pengukuran suhu yang
menggunakan alat DO meter. Waktu pengukuran dilakukan pada pagi hari pukul
05.30 WIB dan siang hari pukul 13.00 WIB. Adapun prosedur pengukuran DO
meliputi:
1. Membuka probe DO meter
2. Menyalakan tombol power
3. Mengkalibrasi DO meter dengan menekan tombol Cal
4. Mencelupkan probe DO meter pada media pemeliharaan beberapa saat
hingga nilai oksigen tidak berubah atau stabil
5. Mencatat nilai DO pada jurnal monitoring
6. Mengangkat probe DO meter dan bilas menggunakan air tawar, lalu
mengeringkan probe menggunakan tisu
7. Menutup probe serta DO meter dimatikan.
31

b) Pengukuran Suhu
Pengukuran suhu dilakukan bersamaan dengan pengukuran DO yang
menggunakan alat DO meter. Waktu pengukuran dilakukan pada pagi hari pukul
05.30 WIB dan siang hari pukul 13.00 WIB. Adapun prosedur pengukuran suhu
meliputi:
1. Membuka probe DO meter
2. Menyalakan tombol power
3. Mengkalibrasi DO meter dengan menekan tombol Cal
4. Mencelupkan probe DO meter pada media pemeliharaan beberapa saat
hingga nilai suhu tidak berubah atau stabil
5. Mencatat nilai suhu pada jurnal monitoring
6. Mengangkat probe DO meter dan bilas menggunakan air tawar, lalu
mengeringkan probe menggunakan tisu
7. Menutup probe serta DO meter dimatikan.
c) Pengukuran pH
Pengukuran pH di lokasi praktik dilakukan menggunakan pH meter.
Pengukuran dilakukan pada pukul 06.00 dan 16.00 WIB. Prosedur kerja yang
dilakukan meliputi:
1. Menyalakan tombol power
2. Mencelupkan pH meter ke dalam media pemeliharaan beberapa saat
hingga nilai pH tidak berubah atau stabil
3. Mencatat nilai pH pada jurnal monitoring
4. Mengangkat pH meter dan bilas menggunakan air tawar, lalu
mengeringkan menggunakan tisu
5. Menutup pH meter serta dimatikan.
d) Pengukuran Salinitas
Pengukuran salinitas di lokasi praktik dilakukan menggunakan
refraktometer. Pengukuran dilakukan pada pukul 06.00 dan 16.00 WIB. Prosedur
kerja yang dilakukan meliputi:
1. Mengkalibrasi refraktometer menggunakan air tawar pada bagian prisma
refraktometer
2. Mengelap prisma refraktometer menggunakan tisu
3. Meneropong refraktometer. Jika petunjuk nol berarti sudah refraktometer
sudah dapat digunakan
32

4. Mengatur bagian ulir menggunakan obeng ulir jika skala belum


menunjukkan skala nol
5. Meneteskan sampel air yang akan dicek pada kaca prisma
6. Menutup prisma refraktometer dan meneropong refraktometer
7. Mengamati nilai salinitas yang ditunjukkan refraktometer pada skala
salinitas
8. Mencatat hasil pengamatan
9. Mengelap kaca prisma
10. Membilas kaca prisma dengan meneteskan air tawar
11. Menyimpan kembali refraktometer dalam keadaan benar-benar kering.
e) Pengukuran Kecerahan
Pengukuran kecerahan dilakukan menggunakan secchi disk. Pengukuran
dilakukan pada pukul 11.00 WIB. Adapun prosedur pengukuran kecerahan yang
dilakukan di lokasi praktik yaitu:
1. Menurunkan secchi disk ke dalam air dengan tongkatnya yang dilengkapi
skala hingga warna putih menghilang
2. Mengamati dan mencatat skala pada tongkat
3. Mengangkat secara perlahan hingga warna piringan sedikit tampak
4. Mencatat skala saat warna piringan tampak
5. Menghitung kecerahan air yang ditunjukkan dengan nilai rata-rata bacaan
skala.

2. Perbaikan Kualitas Air


a) Pengaplikasian Probiotik
Diaktivasi dalam wadah dan diberi aerasi selama 24 jam dengan bahan
probiotik sebanyak 0,5 mg/l dan fermentasi dengan dosis 40 mg/l. Penebarannya
langsung ditebar ke kolam.

b) Pembuangan Kotoran
Membuka pipa outlet dengan lama pembuangan lumpur tergantung pada
kondisi kolam atau banyaknya lumpur yang terdapat pada central drain. Jika air
sudah menunjukkan warna yang cukup jernih dan lumpur sudah tidak ada maka
segera dihentikan. Pembuangan dilakukan setiap pagi pukul 05.30 dan malam
pukul 20.00 WIB.
33

c) Penyiponan
Penyiponan dilakukan pada saat udang telah mencapai DOC 20 hari
pemeliharaan, setelah itu penyiponan selanjutnya dilakukan selama seminggu
sekali. Penyiponan dilakukan dengan menggunakan selang spiral 1 ½”.
Menenggelamkan alat sipon secara perlahan, kemudian menyiponan dasar bak
hingga bersih. Penyiponan dilakukan pada pagi hari pukul 07.00 WIB.

6. Monitoring Pertumbuhan
1. Menyiapkan alat dan bahan untuk monitoring pertumbuhan seperti seser,
timbangan, wadah, dan alat tulis
2. Melakukan pengamatan anco secara visual untuk mengetahui nafsu
makan udang dan kondisi kesehatan udang
3. Melakukan sampling mulai DOC 30 - DOC panen dengan cara menyerok
menggunakan seser.
4. Menimbang ember kosong, lalu timbangan di nol kan
5. Melakukan penyerokan pada dua titik, kemudian udang diangkat dan
ditaruh kedalam ember
6. Menimbang udang dalam ember diatas timbangan digital, kemudian
dicatat hasilnya
7. Kemudian menghitung dan mencatat hasil sampling Average Body
Weight (ABW), Average Daily Growth (ADG), dan size.

7. Pengendalian Hama dan Penyakit


1) Mengidentifikasi dan mengamati jenis hama penyakit yang ada pada proses
budidaya
2) Melakukan pengendalian hama penyakit dengan pemberian probiotik
3) Melakukan penyiponan dasar untuk membuang sisa pakan, feses, dan
udang yang mengalami mortalitas akibat penyakit IMNV.

8. Panen
1) Menyiapkan alat yang digunakan untuk panen total
2) Membuka saluran outlet untuk menurunkan ketinggian air hingga 30 cm
3) Menurunkan jaring panen kedalam petak pemeliharaan, lalu menjaring
seluruh udang
4) Memindahkan udang yang terjaring kedalam keranjang dan membawa
udang ke tempat sortir
34

5) Mencatat hasil panen berupa Day Of Culture (DOC), Size, Survival Rate
(SR), Biomassa, dan Feed Convertion Ratio (FCR).
3.4.3 Pasca Produksi
Pasca produksi meliputi pasca panen, pemasaran, dan pengawasan.

1. Pasca Panen
1) Melakukan pembilasan udang menggunakan air tawar
2) Menuang udang ke tempat sortir dan melakukan sortir udang
3) Memasukkan udang kedalam keranjang dan menimbang berat udang
4) Mencelupkan udang yang telah ditimbang kedalam air es
5) Menuang udang kedalam box yang berada di mobil pick up yang berisi es
dan udang ditutup dengan es, lalu menutup box yang sudah terisi udang.

2. Pemasaran
Data yang berkaitan dengan pemasaran didapatkan melalui wawancara
dengan ketua kelompok dan teknisi. Dalam pemasaran, hal yang dilakukan antara
lain menghubungi calon pembeli, melakukan negosiasi harga kemudian
menentukan waktu pemanenan. Selain itu juga dilakukan wawancara dengan
pembeli mengenai tujuan pemasaran udang yang telah diambil dari kelompok.

3. Pengawasan
Data yang berkaitan dengan pengawasan meliputi jenis pengawasan dan
cara pengawasan. Pengawasan dilakukan terhadap pendukung faktor produksi
yaitu SDM dan keuangan. Selain itu, dilakukan evaluasi pencapaian target
produksi dan melakukan perbaikan pada siklus selanjutnya.

3.5 Metode Pengolahan Data


Metode pengolahan data yang digunakan yaitu metode deskriptif,
mengetahui perbandingan kondisi dilapangan dengan literatur yang sudah ada.
Data yang akan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

3.5.1 Aspek Teknis


1. Average Body Weight (ABW)
Rumus ini digunakan untuk menghitung berat rata-rata tubuh (Hakim, 2017).

Berat udang yang ditimbang (gr)


ABW (gr/ekor) =
Jumlah udang yang ditimbang (ekor)
35

2. Average Daily Growth (ADG)


Rumus ini digunakan untuk menghitung rata-rata pertumbuhan harian
(Amri & Kanna, 2008).

ABW 2 (gr/ekor) - ABW 1 (gr/ekor)


ADG (gram/hari) =
selisih waktu sampling sebelumnya (hari)

3. Feed Convertion Ratio (FCR)


Rumus ini digunakan untuk mengetahui perbandingan jumlah pakan yang
diberikan dengan daging yang terbentuk selama pemeliharaan (Sawhney
& Gandotra, 2010).

Total pakan komulatif (kg)


FCR =
Biomassa (kg)

4. Survival Rate/Tingkat Kelangsungan Hidup (SR)


Rumus ini digunakan untuk mengetahui tingkat kelangsungan hidup
udang (Amri & Kanna, 2008).

Populasi udang (ekor)


SR (%) = x 100%
Jumlah tebar (ekor)

5. Biomassa
Rumus ini digunakan untuk mengetahui jumlah total berat biota
pemeliharaan yang dinyatakan dalam gram/kg/ton (Effendi, 2000).

Biomassa (kg) = ABW (gr/ekor) x Populasi akhir (ekor)

6. Produktivitas
Rumus ini digunakan untuk mengetahui biomassa dari produksi yang
dihasilkan dalam satuan luas (Rahmansyah, Makmur & Fahrur, 2017).

Biomassa akhir pemeliharaan (Ton)


Produktivitas (Ton/Ha/Siklus) =
Luas permukaan wadah (Ha)
36

3.5.2 Aspek Finansial


1. Laba/Rugi
Rumus ini digunakan untuk mengetahui laba atau rugi dari produksi
(Primyastanto & Istikharo, 2011).

Keuntungan (Rp) = Total Pendapatan - Total Biaya

Total Biaya (Rp) = Biaya Total + Biaya Variabel

2. BEP (Break Even Point)


Rumus ini digunakan untuk mengetahui titik impas (Primyastanto &
Istikharo, 2011).

Biaya Tetap
BEP Harga (Rp) =
Biaya Variabel
1-
Nilai Penjualan
Biaya Tetap (Rp)
BEP Unit (ekor) =
Harga per unit (Rp) - Biaya Variabel per unit (Rp)

3. Payback Period (PP)


Rumus ini digunakan untuk mengetahui biaya investasi kembali
(Primyastanto, 2011).

Investasi
PP = x 1 Tahun
Kas bersih pertahun

4. R/C Ratio
Rumus ini digunakan untuk melihat keuntungan relatif usaha dalam satu
tahun terhadap biaya yang dipakai (Primyastanto, 2011).

Total Penerimaan
R/C Ratio =
Total Biaya

5. Return of Investment (ROI)


Rumus ini digunakan untuk mengetahui tingkat pengembalian investasi dari
benefit (Primyasatanto, 2011).

Keuntungan bersih
ROI (%) x 100%
Modal produksi
37

6. Net Present Value (NPV)


Net Present Value merupakan parameter untuk mengetahui selisih antara
nilai sekarang dari penerimaan dengan nilai sekarang dari pengeluaran pada
tingkat bunga tertentu (Fauzi et al., 2011; Primyastanto, 2011).

𝑛
𝐵𝑒𝑛𝑒𝑓𝑖𝑡 − 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎
𝑁𝑃𝑉 = ∑
(1 + 𝑠𝑢𝑘𝑢 𝑏𝑢𝑛𝑔𝑎)²
𝑡−1

7. Internal Rate of Return (IRR)


Merupakan paramater untuk mengetahui suku bunga maksimal untuk
sampai kepada NPV = 0 (Riyanto 1995).

NPV1
IRR = r1 + r2 x
NPV1- NPV2

Keterangan: IRR = Internal Rate of Return yang dicari


R1 = Tingkat diskonto yang menghasilkan NPV1 bernilai positif
R2 = Tingkat diskonto yang menghasilkan NPV2 bernilai negatif

3.6 Metode Analisis Data


3.6.1 Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif dilakukan dengan cara menjelaskan kegiatan-kegiatan
yang dilaksanakan selama praktik, kemudian membandingkan hasil pengamatan
dengan literatur dan ditunjang dengan hasil wawancara dengan pihak yang
berkompeten di lapangan.
4. KEADAAN UMUM LOKASI

4.1 Letak Geografis


Kegiatan pembesaran udang vaname di Pokdakan Busmata Vaname
berada di Dusun Karanganyar RT 01 RW 11 Desa Tanjung Pecinan, Kecamatan
Mangaran, Kabupaten Situbondo, Provinsi Jawa Timur. Lokasi pembesaran udang
vaname secara geografis pada bagian utara berbatasan dengan laut Madura,
pada bagian selatan berbatasan dengan MIN Tanjung Pecinan Situbondo, pada
bagian barat berbatasan dengan tambak sidojoyo, dan pada bagian timur
berbatasan dengan Pokdakan RimanIndo Jaya Bahari. Peta lokasi Pokdakan
Busmata Vaname dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Peta Lokasi Praktik Akhir

4.2 Aksesibilitas
Lokasi pembesaran udang vaname di Pokdakan Busmata Vaname berjarak
15 km dari Kota Situbondo dan dapat dijangkau dengan sarana transportasi darat
dan udara. Sarana transportasi darat dapat ditempuh menggunakan bus dari
Jakarta menuju Situbondo selama 20 jam dan transportasi udara ditempuh
menggunakan pesawat dari bandara Soekarno-Hatta menuju bandara
Notohadinegoro selama 2 jam, kemudian dari Jember menggunakan mobil menuju
39

Situbondo selama 2 jam. Selanjutnya dari Situbondo menggunakan mobil menuju


Pokdakan Busmata Vaname selama 30 menit.

4.3 Sejarah Kelompok


Pokdakan Busmata Vaname merupakan kelompok yang menghasilkan
produk perikanan berupa udang vaname yang terletak di Dusun Karanganyar RT
01 RW 11 Desa Tanjung Pecinan, Kecamatan Mangaran, Kabupaten Situbondo,
Jawa Timur. Awal mula kelompok ini dibentuk karena adanya permasalahan
masyarakat nelayan di Desa Tanjung Pecinan yaitu melaut pada saat musim
paceklik, gelombang tinggi, dan tidak musim ikan, sehingga masyarakat
bermusyawarah untuk mencari solusi. Hasil dari musyawarah masyarakat tersebut
terbentuklah kesepakatan untuk membuat suatu kelembagaan yang memiliki visi,
misi dan tujuan untuk membentuk usaha bersama dibidang budidaya udang
vaname. Kelompok ini berdiri sejak tahun 2016 dan dikukuhkan pada tahun 2017
dengan jumlah anggota 10 orang.

4.4 Struktur Organisasi


Struktur organisasi di Pokdakan Busmata Vaname dipimpin oleh ketua
kelompok dan diawasi oleh penyuluh perikanan. Ketua kelompok sebagai
pimpinan dan bertanggung jawab penuh dalam perencanaan kelompok,
penjualan, serta pengadaan dan persiapan sarana produksi udang vaname. Selain
itu, ketua kelompok memiliki kekuasaan penuh terhadap jalannya kelompok. Ketua
kelompok memberi tanggung jawab kepada bendahara yang bertugas mengatur
keluar-masuk keuangan kelompok dan membuat laporan keuangan, serta ketua
kelompok memberi tanggung jawab kepada sekretaris yang bertugas
mendokumentasikan seluruh data panen, serta membuat laporan setiap siklusnya.
Pokdakan Busmata Vaname memiliki satu orang teknisi yang memiliki tugas
penuh dan tanggung jawab atas semua kegiatan operasional kelompok, lalu dapat
melaporkan langsung kepada ketua kelompok mengenai perkembangan ataupun
kendala yang terjadi.

4.5 Sarana dan Prasarana


Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Pokdakan Busmata Vaname
bertujuan untuk mendukung kegiatan produksi udang vaname sehingga dapat
berjalan dengan lancar. Adapun sarana dan prasarana yang terdapat di Pokdakan
Busmata Vaname sebagai berikut:
1. Kolam pemeliharaan
40

2. Gudang pakan dan bahan budidaya


3. Genset
4. Ruang pertemuan terbuka
5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pra Produksi


Pra produksi meliputi perencanaan produksi, target produksi, kesesuaian
lokasi, desain, tata letak dan konstruksi wadah, serta pengorganisasian.

5.1.1 Perencanaan Produksi


Perencanaan produksi pembesaran udang vaname perlu dilakukan agar
arah produksi dapat berjalan dengan tepat sehingga mendapatkan hasil yang baik
dan mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin. Keberhasilan atau
kegagalan dari suatu perencanaan, tergantung pada pengelolaan kegiatan
produksi udang vaname dari awal tebar hingga panen. Hal ini sesuai dengan
Sumardika (2013), yang menyatakan bahwa dalam menentukan arah yang akan
ditempuh dan kegiatan-kegiatan yang diperlukan dalam pencapaian tujuan
perusahaan diperlukan suatu perencanaan. Apabila pengelolaan kegiatan
produksi dapat terlaksana dengan baik maka perencanaan ataupun target akan
tercapai.

5.1.2 Kesesuaian Lokasi


Dalam usaha budidaya, pemilihan lokasi sangat penting dalam menentukan
keberhasilan suatu usaha. Lokasi Pokdakan Busmata Vaname sangat strategis,
hal ini dilihat dari hasil pengamatan di lokasi. Adapun kesesuaian lokasi budidaya
disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Kesesuaian Lokasi
No Parameter Standar Hasil Keterangan
1 Aksesibilitas Lokasi mudah Akses ke lokasi
dijangkau dan mudah dijangkau
infrastruktur oleh kendaraan
memadai (SNI- motor, mobil, Sesuai
8008:2014). maupun truk.

bebas dari banjir terbebas dari banjir


dan bahan dan bahan tercemar.
pencemar (SNI-
8008:2014).
42

1 2 3 4 5
2 Sumber Air Tersedia sumber air Sumber air dilokasi
dengan kualitas budidaya tercukupi
dan kuantitas yang dan berasal dari Sesuai
cukup untuk proses sumur bor.
produksi (SNI-
8008:2014).
3 Sumber Tersedia sumber Sumber listrik
Listrik listrik (Erlangga, dilokasi budidaya
2012). berasal dari PLN
dan generator set Sesuai
sebagai sumber
cadangan
jika listrik PLN
mati/padam.
4 Keamanan Aman terhadap Lokasi budidaya
Lokasi pencurian berada di
(Erlangga, 2012). pemukiman warga, Sesuai
serta keamanan
terjaga.
5 Tekstur Lempung liat Jenis tanah dominan
Tanah berpasir, liat lempung liat
berdebu, berpasir sehingga
lempung berpasir cocok untuk
(Andriyanto, 2013) dilakukan budidaya, Sesuai
namun dilokasi
menggunakan bak
beton sebagai
wadah budidaya.

Berdasarkan Tabel 7, dapat dilihat bahwa lokasi pembesaran udang vaname


mudah dijangkau oleh kendaraan dan bebas banjir, serta bahan pencemar. Hal ini
sesuai dengan SNI-8008 (2014), bahwa lokasi budidaya sebaiknya bebas dari
banjir dan bahan pencemar. Proses distribusi air juga sangat mudah karena lokasi
43

berdekatan dengan sumber air, pendistribusian air dengan cara menyedot


menggunakan pompa 2”.
Akses menuju lokasi sangat mudah dan strategis, karena berada di jalan
raya kalbut sehingga transportasi baik itu motor, mobil maupun truk dapat menuju
lokasi dengan mudah. Selain itu, tersedia sumber energi yang digunakan untuk
kegiatan pembesaran udang vaname yang bersumber dari perusahaan listrik
negara (PLN) sebagai sumber energi utama dan mesin generator set (genset)
sebagai sumber energi cadangan apabila terjadi pemadaman listrik dari PLN.
Keamanan lokasi budidaya terbilang aman dikarenakan lokasi dekat dengan
pemukiman warga, serta adanya piket ronda bagi warga sekitar.

5.1.3 Desain, Tata Letak dan Konstruksi Wadah


Desain, tata letak dan konstruksi wadah pada budidaya merupakan
komponen yang penting dalam melakukan kegiatan pembesaran udang vaname.
Wadah yang digunakan harus memiliki tanggul yang kuat, kedap air (tidak
merembes atau bocor), dan juga memiliki pintu masuk air dan pintu ke luar air yang
terpisah.
Berdasarkan hasil pengamatan selama praktik di lapangan, konstruksi
wadah skala rumah tangga yang diamati berbentuk persegi panjang yang terbuat
dari beton dengan ukuran p x l yaitu 10 m x 5 m dan kedalaman 1,4 m, serta bentuk
petakannya memiliki dasar yang miring menuju central drain. Amri & Kanna (2008),
menyatakan bahwa konstruksi wadah budidaya udang vaname harus dilengkapi
central drain atau sistem dimana pembuangan air berada ditengah. Hal ini
bertujuan untuk memudahkan proses pembuangan air dan penyiponan.
Pada petakan terdapat saluran inlet dan outlet yang terpisah. Saluran inlet
dilengkapi dengan pipa paralon ukuran 2“. Sedangkan saluran outlet dan central
drain dilengkapi dengan pipa paralon 4”. Selanjutnya dibagian tepi bak terdapat
pipa aerasi ukuran 1 ½” dan dilengkapi dengan 100 titik aerasi yang terpasang
dengan kran dan selang aerasi. Adapun desain dan konstruksi wadah dapat dilihat
pada Gambar 4.
44

b c

Gambar 4. Desain, Tata Letak dan Konstruksi Wadah (a) Tata Letak
(b) Tampak Atas, dan (b) Tampak Samping
5.1.4 Target Produksi
Target produksi merupakan suatu perencanaan awal sebelum melakukan
kegiatan produksi udang vaname dan menjadi acuan keberhasilan suatu usaha.
Adapun target produksi disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Target Produksi Pokdakan Busmata Vaname
No Uraian Target Standart Referensi
1 DOC (hari) 80 90 - 120 SNI-01-7246-2006
2 Padat Tebar (Ekor/m2) 140 100 - 150 SNI-01-7246-2006
3 SR (%) 80 75 SNI-01-7246-2006
4 FCR 1,5 1,3 SNI-01-7246-2006
5 Size Panen Total 55 50 - 70 SNI-01-7246-2006
6 ADG (gram/ekor) 0,25 0,2 - 0,24 Hakim et al., (2018)
45

5.1.5 Pengorganisasian
Dalam menjalankan kegiatan produksi untuk mencapai target yang telah
ditentukan perlu adanya struktur organisasi yang dapat mengatur dan
menjalankan tugas sesuai pada bagiannya sehingga kegiatan dapat berjalan
dengan lancar. Hal ini sesuai dengan (Sumardika, 2013), bahwa pengorganisasian
dilakukan dengan tujuan untuk menentukan struktur organisasi, menentukan
seluruh tugas, hubungan antar tugas, batas wewenang dan tanggung jawab untuk
menjalankan masing-masing tugas. Struktur organisasi dapat dilihat pada
Lampiran 3.

5.2 Produksi
Produksi meliputi persiapan wadah, persiapan media, penebaran benur,
manajemen pakan, manajemen kualitas air, monitoring pertumbuhan, hama dan
penyakit, serta panen.

5.2.1 Persiapan Wadah


Persiapan wadah meliputi pengeringan, pembersihan, pembilasan,
perbaikan dan pemasangan alat budidaya. Pada proses pengeringan dilakukan
setelah panen selama 7 hari dengan bantuan sinar matahari untuk mempermudah
pembersihan lumut dan kotoran. Hal ini sesuai dengan Andriyanto et al., (2013),
yang menyatakan bahwa pengeringan dilakukan selama 7 - 14 hari dengan
bantuan cahaya sinar matahari sampai tanah atau dasar menjadi kering.
Pembersihan dilakukan dengan tujuan untuk mengangkat sisa-sisa kotoran
yang dapat membahayakan pada udang. Hal ini sesuai dengan (Ismayanti, 2017;
Ghufron et al., 2018), yang menyatakan bahwa tujuan dari pembersihan wadah
budidaya adalah untuk membersihkan semua jenis kotoran atau sisa-sisa kotoran
yang menempel pada dasar dan dinding yang membawa hama dan penyakit, serta
dapat membahayakan udang seperti lumpur dari sisa pakan dan bahan lain yang
tidak terurai secara sempurna. Pembersihan dilakukan dengan cara menyikat
bagian dinding dan dasar bak menggunakan sikat dan wiper. Hal ini sesuai dengan
Hidayat et al., (2019), bahwa kegiatan membersihkan kolam dari sisa-sisa pakan,
lumpur atau kotoran udang dilakukan dengan cara menyikat dan menyiram.
Pembilasan dilakukan dengan menggunakan air bersih dan dibuang melalui
saluran outlet. Hal ini sesuai dengan Rahayu (2013), menyatakan bahwa setelah
seluruh kotoran terkumpul dan dikeluarkan dari dalam wadah budidaya.
Selanjutnya seluruh dinding dan dasar wadah disiram dengan air bersih. Setelah
46

air kolam kering, dilakukan perbaikan seperti menambal bagian dasar dan dinding
kolam yang retak atau bocor, serta memasang selang aerasi. Setelah itu,
dilakukan penebaran kapur aktif (CaO) dengan dosis 30 g/m³ dan dibiarkan
selama 1 hari. Pemberian kapur aktif bertujuan sebagai desinfektan pada masa
persiapan tambak/kolam untuk membunuh hama dan parasit yang masih
menempel pada petakan, selanjutnya tutup saluran outlet dan kolam di isi dengan
air. Adapun persiapan wadah dapat dilihat pada Gambar 5.

a b

c d

Gambar 5. (a) Pengeringan Wadah, (b) Pembersihan Wadah,


(c) Perbaikan Wadah, dan (d) Penebaran Kapur

5.2.2 Persiapan Media


Persiapan media dilakukan untuk mendapatkan air yang baik sesuai dengan
yang diharapkan dalam kegiatan budidaya udang vaname. Pengisian air
menggunakan pompa sumur bor yang terletak di samping pekarangan rumah dan
dialirkan melalui pipa paralon 2” hingga ketinggian air 100 cm. Hal ini sesuai
dengan Rahayu et al., (2010), yang menyatakan bahwa pengisian air atau media
budidaya pada wadah pemeliharaan dapat dilakukan dengan menggunakan
pompa atau secara gravitasi. Selanjutnya dilakukan sterilisasi air dengan
pengaplikasian kaporit berbahan aktif chlorin 60% dengan dosis 30 mg/l dan
dibiarkan selama 4 hari. Hal ini sesuai dengan Supito (2017), yang menyatakan
bahwa sterilisasi air menggunakan kaporit berbahan aktif chlorin 60% dengan
47

dosis 30 mg/l. Saat proses sterilisasi berlangsung, aerasi dalam keadaan menyala
dengan tujuan agar kaporit yang ditebar dapat menyebar dan tercampur dengan
air secara merata.
Pembentukan plankton dilakukan untuk menumbuhkan pakan alami
sebelum dilakukan penebaran benur. Perlakuan yang dilakukan adalah
pengapuran, pemupukan, dan pemberian probiotik. Pengapuran dilakukan setiap
2 hari sekali selama seminggu. Bahan yang dipakai untuk pengapuran adalah
kapur kaptan dan dolomit dengan dosis masing-masing 10 mg/l. Tujuan pemberian
kapur adalah untuk menaikkan pH. Hal ini sesuai dengan Hidayat et al., (2019),
menyatakan bahwa pemberian kapur CaCO3 sebanyak 10 mg/l dapat
meningkatkan pH. Mansyur et al., (2014), menambahkan bahwa pengapuran
bertujuan untuk meningkatkan pH, menumbuhkan plankton, mematikan bakteri
dan parasit, serta mengikat partikel beracun lainnya.
Selanjutnya dilakukan pemupukan 3 hari sekali selama seminggu.
Pemupukan dilakukan menggunakan fermentasi yang terbuat dari bahan molase
40 ml/l, ragi 0,2 g/l, ZA 33 g/l, dan TSP 8,3 g/l dan di biarkan dalam wadah tertutup
rapat selama 4 hari. Tujuan penebaran fermentasi yaitu sebagai sumber energi
bagi bakteri dan sumber nutrient bagi plankton untuk tumbuh. Penebaran hasil
fermentasi dilakukan pada pagi hari dengan cara ditebar mengelilingi petakan
dengan dosis 50 mg/l.
Penebaran probiotik dilakukan dengan menebar bakteri Bacillus sp dengan
dosis 0,5 mg/l yang mampu menghasilkan enzim yang dapat menguraikan bahan
organik dan menghasilkan senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme yang merugikan seperti vibrio. Hal ini sesuai dengan pendapat
Herdianti et al., (2015), bahwa penambahan bakteri yang menguntungkan seperti
Bacillus sp mampu menekan populasi bakteri merugikan seperti Vibrio sp. Adapun
persiapan media dapat dilihat pada Gambar 6.

a b
48

c d

Gambar 6. (a) Pengisian Air, (b) Penebaran Kaporit,


(c) Penebaran Kapur, dan (d) Probiotik

5.2.3 Penebaran Benur


Benur yang digunakan oleh Pokdakan Busmata Vaname berasal dari PT.
Komindo Trading Utama (Delta), Banyuglugur Situbondo. Benur udang vaname
yang diperoleh telah bersertifikasi benur bebas penyakit dengan kualifikasi umur
benur PL 10. Hal ini sesuai dengan Farchan (2006), bahwa benur yang ditebar
harus sehat, aktif, dan bebas patogen atau Spesific Pathogen Free (SPF) serta
tahan terhadap patogen tertentu atau Spesific Pathogen Resistance (SPR).
Benur yang baik memiliki ciri-ciri seperti ukurannya seragam, bergerak aktif,
menyebar dibadan air, tubuh bersih dan warna transparan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Arsad et al., (2017), bahwa benur yang baik memiliki warna transparan,
ukuran seragam, panjang dan bobot sesuai umur PL, bergerak aktif, merespon
cahaya, dan tidak cacat.
Pengangkutan benur dilakukan dengan sistem tertutup menggunakan
kantong plastik yang dikemas ke dalam sterofom dengan transportasi darat. Benur
yang berada dalam kantong berjumlah 2.000 ekor. Pengambilan sampel kantong
benur yang baru datang dilakukan untuk mengetahui jumlah benur yang ada di
dalam kantong sesuai atau tidak sehingga dapat diketahui jumlah benur yang
berada didalam kantong pada saat sampai di lokasi.
Penebaran benur dilakukan dengan padat tebar 140 ekor/m² dengan sistem
budidaya intensif. Hal ini sesuai dengan SNI 01-7246 (2006), bahwa densitas
untuk budidaya intensif 100 - 150 ekor/m². Penebaran dilakukan pada sore hari
yaitu pada pukul 17.00 WIB dengan proses aklimatisasi. Hal ini sesuai dengan
Farchan (2006), bahwa sebelum benur ditebar, dilakukan aklimatisasi supaya
benur dapat menyesuaikan dengan lingkungan yang baru. Aklimatisasi bertujuan
agar benur tidak mengalami stres dan memperkecil angka kematian. Hal ini sesuai
49

dengan Rahayu et al., (2010), bahwa waktu penebaran dilakukan benur sebaiknya
saat suhu rendah yaitu pagi, sore atau malam hari sehingga dapat mengurangi
tingkat stres dan mempercepat psroses aklimatisasi.
Proses aklimatisasi dilakukan dengan cara mengapungkan kantong yang
berisi benur ke permukaan air kolam selama 30 menit. Hal ini sesuai dengan
Erlangga (2012), bahwa benur udang vaname di dalam kantong plastik yang masih
tertutup dibiarkan mengapung pada air tambak proses ini dilakukan 30 - 60 menit.
Haliman & Adijaya (2005), menambahkan bahwa proses aklimatisasi benur
membutuhkan waktu 30 - 45 menit.

5.2.4 Manajemen Pakan


Manajemen pakan merupakan salah satu komponen penting dalam usaha
budidaya udang vaname karena dapat mempengaruhi pertumbuhan udang dan
kualitas air pemeliharaan. Hal ini sesuai dengan Romadhona et al., (2016), bahwa
pakan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan kondisi perairan, sehingga
diperlukan pengelolaan yang baik. Pakan yang diberikan harus disesuaikan
dengan umur udang yang dipelihara, tepat pemberiannya baik dari kualitas
maupun kuantitas supaya termakan oleh udang dan tidak menyebabkan sisa
pakan menumpuk di dasar, karena penumpukan sisa pakan dapat mempengaruhi
kualitas air. Hal ini sesuai dengan Suwoyo & Mangampa (2010), bahwa pemberian
pakan yang tepat baik kualitas maupun kuantitas dapat memberikan pertumbuhan
yang optimum bagi udang.
1. Jenis Pakan dan Bentuk Pakan
Jenis pakan yang diberikan adalah jenis pakan buatan dengan bentuk
crumble dan pellet. Penggunaan pakan disesuaikan dengan umur atau ABW dari
udang. Bentuk dan ukuran pakan yang digunakan di Pokdakan Busmata Vaname
disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Bentuk dan Ukuran Pakan
No Kode Pakan Bentuk Pakan Ukuran Pakan ABW
(mm) (gr)
1 SI-00 Crumble < 0,4 PL 12 - 0,1
2 SI-01 Crumble 0,4 - 0,8 0,1 - 1,0
3 SI-02S Crumble 0,8 - 1,0 1,0 - 2,0
4 SI-02 Crumble 1,0 - 1,2 2,0 - 3,5
5 SI-02SP Pellet 1,2 x 2,0 3,5 - 8,0
6 SI-02P Pellet 1,4 x 2,0 8,0 - 15,0
50

7 SI-03 Pellet 1,6 x 2,5 15,0 - 20,0


8 SI-04 Pellet 1,6 x 4,0 > 20,0

2. Kandungan Nutrisi Pakan


Kandungan nutrisi pakan yang terdapat pada pakan di Pokdakan Busmata
Vaname disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Kandungan Nutrisi Pakan
No Kode Protein Lemak Serat Abu Kelembaban
Pakan (% min.) (% min.) (% max.) (% max.) (% max.)
1 SI-00 30 6 3,5 13 11
2 SI-01 30 6 3,5 13 11
3 SI-02S 30 6 3,5 13 11
4 SI-02 30 6 3,5 13 11
5 SI-02SP 30 6 3,5 13 11
6 SI-02P 30 6 3,5 13 11
7 SI-03 30 6 3,5 13 11
8 SI-04 30 6 3,5 13 11

Berdasarkan Tabel 9. dapat dilihat kandungan nutrisi pakan sesuai dengan


Amri & Kanna, (2008), bahwa kandungan nutrisi pakan udang vaname meliputi
protein minimal 28%, lemak minimal 5 - 7%, serat kasar maksimal 3% dan kadar
air maksimal 12%. Namun untuk serat kasar tidak sesuai, yang mana serat kasar
pada pakan adalah 3,5%. Pakan yang mengandung serat kasar yang tinggi akan
menghasilkan kotoran (feses) yang tinggi sehingga dapat mencemari lingkungan
media pemeliharaan.

3. Dosis Pemberian Pakan


Dosis pemberian pakan yang dilakukan di Pokdakan Busmata Vaname yaitu
menggunakan metode pakan buta (blind feeding) dan pakan pasca blind feeding
atau biasa disebut demand feeding.
a. Blind Feeding
Metode Blind Feeding dimulai dari DOC 1 - 30. Dosis blind feeding yang
digunakan adalah 3kg/100.000 ekor benur. Pemberian pakan dilakukan dengan
penambahan 0,2kg/100.000 ekor benur per pemberian perharinya dalam 10 hari
pertama, selanjutnya dinaikkan menjadi 0,4kg/100.000 ekor benur per pemberian
perharinya sampai umur 20 hari, setelah itu dinaikkan lagi menjadi 0,6kg/100.000
51

ekor benur per pemberian perharinya sampai umur 30 hari. Adapun program
pakan blind feeding disajikan pada Tabel 10 dan Lampiran 7.
Tabel 10. Program pakan blind feeding
No DOC Bobot Kode Kenaikan Awal
(hari) Udang Pakan Pakan Pemberian
(gram) (kg/hari)
1 1 - 10 PL 10 - 0,7 00 - 01 0,2 3 kg per
2 11 - 20 0,8 - 2,0 01 - 02S 0,4 100.000
3 21 - 30 2,1 - 3,0 02S - 02 0,6 Ekor benur

b. Demand Feeding
Pemberian pakan pada umur lebih dari 30 hari menggunakan program
pakan dengan acuan persentase indeks. Program indeks yang digunakan yaitu
0,6 - 0,9% untuk 100.000 ekor benur. Penggunaan program indeks digunakan
berdasarkan target ADG yang ingin dicapai, namun dari perhitungan ini harus
disertakan pengamatan pakan di anco untuk mengetahui keakuratan jumlah pakan
yang diberikan. Dosis pakan untuk pengamatan yaitu 1% dari jumlah pakan yang
akan diberikan, pengontrolan pakan harian di anco dilakukan setelah 2 jam
pemberian. Adapun skor pengamatan pakan di anco disajikan pada Tabel 11 dan
dosis pemberian pakan dapat dilihat pada Lampiran 4.
Tabel 11. Persentase Anco
Penyesuaian dosis Pakan
No Sisa Pakan di Anco (%) Skor
(%)
1 0 (Habis) 5 Ditambah 4 - 7
2 < 10 4 Tetap
3 10 - 30 3 Dikurang 20
4 30 - 50 2 Dikurang 40
5 > 50 1 Dikurang 50

Berdasarkan uraian diatas hal ini sesuai dengan pendapat Erlangga (2012),
menyatakan bahwa dosis pemberian pakan dengan metode blind feeding
dilakukan selama 30 hari. Gunarto et al., (2012), menambahkan bahwa dosis
pemberian pakan diawal pemeliharaan udang diberi pakan sebanyak 3 kg/100.000
ekor benur. Jumlah pakan dapat berubah sesuai dengan keinginan teknisi yang
menangani proses budidaya. Farchan (2006), menambahkan bahwa penentuan
dosis pakan diantaranya dengan metode pengamatan anco yang disesuaikan
52

dengan hasil cek anco setelah dua jam dilakukan pemberian pakan. Hasil
pengamatan pakan di anco menentukan jumlah pakan yang diberikan pada jam
selanjutnya baik pakan ditambah, dikurangi atau tetap. Pada saat pengecekan
pakan di anco harus benar-benar tepat waktu karena akan berpengaruh terhadap
efisiensi pakan dan nilai FCR.
4. Frekuensi Pemberian Pakan
Frekuensi pemberian pakan dilakukan 3 kali pada saat udang berumur 1 -
10 hari yaitu pada pukul 06.00, 10.00, dan 14.00 WIB. Pemberian pakan pada
umur 11 - 30 hari dilakukan sebanyak 4 kali yaitu pada pukul 06.00, 10.00, 14.00,
dan 18.00 WIB. Sedangkan pemberian pakan pada umur 31 - panen dilakukan
sebanyak 5 kali yaitu pada pukul 06.00, 10.00, 14.00, 18.00, 22.00 WIB dengan
prosentase pembagian pakan dalam sehari yaitu 15%, 25%, 25%, 20% dan 15%.
Hal ini sesuai dengan Lima (2009), bahwa puncak produksi enzim amilase, lipase
dan protease terjadi pada siang hari, sehingga jumlah pakan yang diberikan pada
siang hari lebih banyak. Haliman & Adijaya (2008), menambahkan bahwa
frekuensi pemberian pakan dapat dilakukan 4 - 6 kali sehari karena pakan dalam
tubuh udang diproses selama 3 - 4 jam kemudian dikeluarkan sebagai kotoran.

5. Teknik Pemberian Pakan


Pemberian pakan dilakukan dengan cara menebar secara merata
mengelilingi petakan. Hal ini sesuai dengan Rahayu (2013), yang menyatakan
bahwa pemberian pakan dilakukan dengan cara menebar pakan secara merata ke
seluruh bagian tambak. Pernyataan tersebut sependapat dengan Haliman &
Adijaya (2005), yang menyatakan bahwa pakan diberikan dengan cara ditebar
pada daerah sebaran pakan yaitu sekeliling petakan tambak, hal ini bertujuan agar
udang mudah menemukan pakan yang disebar.
Pakan berbentuk crumble dengan kode SI-00 ditebar dengan cara
mencampurkan air pada pakan terlebih dahulu agar pakan tidak terbawa oleh
angin. Hal ini sesuai dengan Farchan (2006), pakan ukuran kecil yang masih
berupa serbuk dicampur dengan air bertujuan untuk mencegah hilangnya pakan
karena tertiup oleh angin dan pada saat disebar lebih merata ke dalam petakan
tambak. Sedangkan pakan berbentuk pellet diberikan tanpa mencampurkan air
dan ditebar keliling sehingga pakan menyebar dan tidak menumpuk pada satu
tempat yang dapat menyebabkan pertumbuhan udang tidak merata.
Pada saat udang telah mencapai DOC 15 hari pemeliharaan, sebelum pakan
diberikan dilakukan penambahan feed additive dengan menggunakan bahan
53

fermentasi (vitamin C 0,3 g/l, molase 40 ml/l, yakult 3 ml/l, dan ragi 20 mg/l) yang
kemudian dicampurkan pakan dengan dosis 100 ml/kg pakan, lalu dimasukkan ke
dalam sak kembali dan ditutup selama 24 jam, setelah itu pakan ditebar secara
merata. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Supito et al., (2015), bahwa dosis
adalah 5 - 10 ml/kg pakan. Tujuan aplikasi feed additive adalah agar udang lebih
tahan terhadap penyakit serta membantu proses pencernaan. Hal ini sesuai
dengan (Burhanuddin et al., 2016), bahwa aplikasi feeed additive pada pakan
bertujuan untuk menekan populasi mikroba yang bersifat merugikan pada saluran
pencernaan. Adapun pemberian pakan dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Pemberian Pakan

6. Penyimpanan Pakan
Penyimpanan pakan merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan
agar kualitas pakan dapat terjaga. Penyimpanan pakan dilakukan di dalam gudang
di tempat yang kering dan terlindung dari sinar matahari, serta dasar beralas kayu
agar tidak lembab dan berjamur. Hal ini bertujuan untuk menjaga kandungan
nutrisi pakan agar tidak rusak dan aman dari gangguan hama seperti tikus dan
serangga, serta tidak mengalami kebocoran saat hujan, pakan disusun maksimal
10 tumpukan. Hal ini sesuai dengan Rahayu et al., (2010), menyatakan bahwa
penyimpanan pakan mampu mempertahankan kualitas pakan, bagian dasar diberi
alas agar sirkulasi udara lancar, gudang pakan berfentilasi, dan penyusunan
tumpukan pakan disesuaikan nomor pakan dari yang terkecil sehingga tidak
merepotkan dalam pengambilan pakan. Adapun penyimpanan pakan dapat dilihat
pada Gambar 8.
54

Gambar 8. Penyimpanan Pakan

Pengambilan pakan dilakukan dengan sistem First In First Out (FIFO) yaitu
pakan yang masuk pertama ke dalam gudang, itulah yang akan diambil terlebih
dahulu dan pakan yang baru datang disusun dengan rapih. Hal ini bertujuan untuk
menjaga kualitas pakan dan masa pemakaian pakan tidak terlewati. Hal ini sesuai
dengan Nur (2011), menyatakan bahwa penyimpanan pakan merupakan salah
satu aspek penting dalam pengelolaan pakan, sehingga diperlukan penanganan
dengan baik untuk mencegah tumbuhnya jamur, bau tengik dan hilangnya nutrisi
pada pakan. Amri & Kanna (2008), menambahkan bahwa pakan yang masuk
pertama ke dalam gudang harus menjadi pakan pertama yang digunakan atau
First In First Out (FIFO), hal ini bertujuan untuk menghindari penyimpanan pakan
yang terlalu lama.

5.2.5 Manajemen Kualitas Air


Manajemen kualitas bertujuan untuk menjaga kondisi perairan petakan
budidaya agar menyerupai habitat alami udang sehingga udang dapat tumbuh
dengan baik dan menghasilkan jumlah produksi udang yang banyak. Parameter
yang diamati selama praktik meliputi: suhu, salinitas, pH, Dissolved Oxygen (DO),
dan kecerahan. Selain itu dilakukan juga perbaikan kualitas air diantaranya:
pergantian air, aplikasi probiotik, penebaran kapur, pengangkatan klekap,
pembuangan kotoran, dan penyiponan. Adapun monitoring kualitas air dapat
dilihat pada Lampiran 5.
a) Kualitas Air
1. Suhu
Suhu merupakan parameter berpengaruh terhadap nafsu makan dan proses
metabolisme dalam tubuh udang. Pengukuran suhu dilakukan bersamaan dengan
55

pengukuran DO. Pengukuran suhu dilakukan dengan frekuensi 2 kali sehari pada
pagi hari pukul 05.30 WIB dan dan siang hari pukul 13.00 WIB menggunakan DO
meter. Adapun hasil pengukuran suhu per 7 hari dapat dilihat pada Gambar 9.

34.5
34.0
33.5
33.0
32.5
32.0
Suhu (⁰C)

31.5
31.0
30.5
30.0
29.5
29.0
28.5
28.0
27.5
27.0
11 18 25 32 39 46 53 60 67 74
DOC

Petak 1 pagi Petak 1 siang Petak 2 pagi Petak 2 siang

Gambar 9. Grafik pengukuran suhu

Berdasarkan hasil pengukuran suhu, didapatkan bahwa nilai suhu minimum


27,4ºC dan suhu maksimum 33,7ºC. Hal ini tidak sesuai SNI 01-7246 (2006),
bahwa kisaran suhu yang optimal untuk budidaya udang vaname yaitu 28,5 -
31,5ºC. Bachruddin et al., (2018), menjelaskan bahwa kisaran suhu yang baik
untuk pertumbuhan udang adalah 28 - 32ºC. Nilai kisaran suhu tersebut tidak
sesuai kisaran optimal, hal ini dipengaruhi oleh cahaya matahari, suhu udara, dan
cuaca. Nilai suhu pada siang hari cenderung lebih tinggi dari pagi hari. Hal ini
dikarenakan pada waktu siang hari perairan memperoleh paparan sinar matahari
sehingga meningkatkan nilai suhu. Kondisi suhu dalam perairan harus dijaga agar
tidak terjadi penurunan suhu secara drastis. Hal ini sesuai dengan Supito (2017),
bahwa turunnya suhu air akan menyebabkan penurunan nafsu makan dan
metabolisme. Farchan (2006), menambahkan bahwa pada suhu dibawah 15ºC
nafsu makan udang menurun dan diatas 32ºC udang terlihat gelisah.
2. Salinitas
Salinitas merupakan salah satu parameter kualitas air yang memegang
peran penting karena mempengaruhi pertumbuhan udang. Pengukuran salinitas
dilakukan dengan frekuensi 2 kali sehari yaitu pada pagi hari pukul 06.00 WIB dan
sore hari pukul 16.00 WIB menggunakan refraktometer. Adapun hasil pengukuran
salinitas per 7 hari dapat dilihat pada Gambar 10.
56

30
28
26
Salinitas (g/l) 24
22
20
18
16
14
12
10
11 18 25 32 39 46 53 60 67 74
DOC

Petak 1 pagi Petak 1 sore Petak 2 pagi Petak 2 sore

Gambar 10. Grafik pengukuran salinitas

Berdasarkan hasil pengukuran salinitas, didapatkan bahwa nilai salinitas


minimum 13 dan salinitas maksimum 27. Hal ini tidak sesuai SNI 01-7246 (2006),
bahwa salinitas yang optimal untuk pemeliharaan udang vaname yaitu 15 - 25 g/l.
Nilai kisaran salinitas tersebut dibawah kisaran optimal, hal ini dipengaruhi oleh
cuaca dan pergantian air. Pada saat cuaca panas akan terjadi proses penguapan
yang akan menyebabkan air menguap sehingga nilai salinitas naik. Namun
penurunan salinitas terjadi disebabkan karena adanya hujan sehingga nilai
salinitas menurun. Hal ini sesuai dengan Erlangga (2012), bahwa perubahan
salinitas sering kali terjadi pada perairan terutama pada musim penghujan.
Apabila salinitas tinggi, akan mengakibatkan pertumbuhan udang melambat
dikarenakan energi lebih banyak terserap untuk proses osmoregulasi
dibandingkan untuk pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan Haliman & Adijaya
(2005), pada salinitas tinggi pertumbuhan udang menjadi lambat karena energi
banyak terserap untuk proses osmoregulasi dibandingkan untuk pertumbuhan.
Sedangkan menurut (Amri & Kanna, 2008; Fendjalang et al., 2012), menyatakan
bahwa udang vaname memiliki sifat euryhaline yaitu tahan terhadap perubahan
salinitas dan dapat dibudidayakan pada salinitas 0,5 - 45 g/l.

3. pH
Pengukuran pH dilakukan dengan frekuensi 2 kali sehari yaitu pada pagi hari
pukul 06.00 WIB dan sore hari pukul 16.00 WIB menggunakan pH meter. Adapun
hasil pengukuran pH per 7 hari dapat dilihat pada Gambar 11.
57

8.0
7.9
7.8
7.7
7.6
pH

7.5
7.4
7.3
7.2
7.1
11 18 25 32 39 46 53 60 67 74
DOC

Petak 1 pagi Petak 1 sore Petak 2 pagi Petak 2 sore

Gambar 11. Grafik pengukuran pH

Berdasarkan hasil pengukuran pH, didapatkan bahwa nilai pH minimum 7,3


dan pH maksimum 8,2. Hal ini tidak sesuai dengan SNI 01-7246 (2006), bahwa
kisaran pH air yang optimum untuk pemeliharaan udang vaname berkisar antara
7,5 - 8,5. Nilai kisaran pH tersebut dibawah kisaran optimal, hal ini dipengaruhi
oleh aktifitas biota, plankton, dan cuaca. Pada pagi hari pH cenderung rendah
karena biota dalam air melakukan respirasi dan menghasilkan CO₂ dan tidak
adanya proses fotosintesis sehingga pH air cenderung ke asam. Namun, pada
sore hari pH cenderung tinggi karena proses fotosintesis dan aktifitas biota yang
ada didalam air yang menghasilkan O₂, sehingga pH air cenderung basa. Hal ini
sesuai dengan Sudarno et al., (2015), menyatakan bahwa rendahnya nilai pH air
disebabkan tingginya konsentrasi CO₂ karena aktivitas mikroba dalam
menguraikan bahan organik.

4. DO
DO merupakan salah satu parameter penting dalam kegiatan budidaya
karena sebagai faktor pembatas kehidupan udang. Pengukuran DO dilakukan
dengan frekuensi 2 kali sehari yaitu pada pagi hari pukul 05.30 WIB dan siang hari
pukul 13.00 WIB menggunakan DO meter. Adapun hasil pengukuran DO per 7 hari
dapat dilihat pada Gambar 12.
58

7.00
6.50
DO (mg/l) 6.00
5.50
5.00
4.50
4.00
3.50
3.00
11 18 25 32 39 46 53 60 67 74
DOC

Petak 1 pagi Petak 1 siang Petak 2 pagi Petak 2 siang

Gambar 12. Grafik pengukuran DO

Berdasarkan hasil pengukuran DO, didapatkan bahwa nilai DO minimum


3,71 dan DO maksimum 6,86. Hal ini sesuai dengan SNI 01-7246 (2006), bahwa
oksigen terlarut yang baik bagi udang vaname yaitu minimum 3,5 mg/l. Namun
tidak sesuai dengan Sri (2015), yang menyatakan bahwa DO yang baik untuk
udang berkisar antara 4 - 6 mg/l. Rendahnya nilai DO pada pagi hari dibandingkan
dengan siang hari, dikarenakan adanya proses respirasi hewan, mikroba dan
fitoplankton yang terjadi pada malam hari sehingga menyebabkan terjadinya
kompetisi oksigen. Perolehan DO yang rendah tidak mengakibatkan kematian
langsung pada udang, namun DO rendah yang terjadi dalam waktu lama dapat
menyebabkan tekanan kronis pada udang dan akan menyebabkan udang berhenti
makan, sehingga udang lebih rentan terhadap penyakit. Sebaliknya pada siang
hari terjadi proses fotosintesis yang menghasilkan oksigen.

5. Kecerahan
Kecerahan adalah ukuran transparansi suatu perairan atau seberapa
kemampuan sinar matahari mampu menembus perairan. Pengukuran kecerahan
dilakukan dengan frekuensi 1 kali sehari pada pagi hari pukul 11.00 WIB
menggunakan secchi disk. Adapun hasil pengukuran kecerahan per 7 hari dapat
dilihat pada Gambar 13.
59

42
40
38
Kecerahan (cm) 36
34
32
30
28
26
24
22
20
11 18 25 32 39 46 53 60 67 74
DOC

Petak 1 Petak 2

Gambar 13. Grafik pengukuran kecerahan

Berdasarkan hasil pengukuran kecerahan, didapatkan bahwa nilai


kecerahan 24 - 40 cm. Hal ini tidak sesuai dengan SNI 01-7246 (2006), bahwa
persyaratan kecerahan air untuk pemeliharaan udang vaname yaitu antara 30 - 45
cm. Nilai kisaran kecerahan tersebut dibawah kisaran optimal, hal ini dipengaruhi
oleh kondisi perairan yang terlalu padat oleh plankton. Kecerahan perairan juga
dipengaruhi oleh kandungan organik yang ada pada perairan. Semakin lama
pemeliharaan akan semakin rendah nilai kecerahannya. Hal ini sesuai dengan
Farchan (2006), yang menjelaskan bahwa budidaya udang intensif atau semi
intensif yang telah mencapai DOC 50 hari pemeliharaan, perairannya akan
berwarna lebih pekat yang disebabkan oleh padatnya populasi plankton serta
tingginya kadar bahan organik pada perairan. Namun, kisaran tersebut masih
dapat dikatakan optimal, hal ini sesuai dengan Malik (2014), kisaran kecerahan
yang optimal yaitu 20 - 40 cm.

b) Kuantitas Air dan Perbaikan Mutu Air


1. Pergantian Air
Pergantian air dilakukan untuk mengencerkan bahan organik dari sisa
metabolisme dan sisa pakan yang terdapat dalam media pemeliharaan.
Pergantian air dilakukan dengan cara membuka saluran outlet, kemudian air
diturunkan hingga 5 - 10% dari total volume air, setelah itu saluran outlet ditutup
kembali. Hal ini sesuai dengan Choeronawati et al., (2019), yang menyatakan
bahwa pengenceran bahan organik sisa metabolisme dan sisa pakan dapat
60

dilakukan pergantian air. Badrudin (2014), menambahkan bahwa pergantian air


cukup 10% dari total volume air tambak.

2. Aplikasi Probiotik
Aplikasi probiotik yang rutin diberikan bertujuan untuk mencegah dan
menekan munculnya populasi bakteri yang tidak diinginkan (merugikan). Probiotik
yang digunakan yaitu aquazyme yang mengandung bakteri Bacillus subtilis dan
ditebar dengan dosis 0,5 mg/l. Pengaplikasian probiotik dilakukan dengan cara
dikultur terlebih dahulu selama 24 jam dengan fermentasi (molase 40 ml/l, ragi 0,2
g/l, pupuk ZA 33 g/l, dan pupuk TSP 8,3 g/l), kemudian ditebar dengan dosis 40
ml/l. Pengaplikasian probiotik diberikan tiga hari sekali, hal ini bertujuan untuk
menguraikan bahan-bahan organik dan meningkatkan dominasi bakteri
menguntungkan yang dapat memperbaiki kualitas air.
Hal ini sesuai dengan Rajinikanth et al., (2010), menyatakan bahwa probiotik
pada budidaya udang berperan antara lain memperbaiki kualitas air tambak
meningkatkan dominasi bakteri nitrifikasi, dan penguraian bahan organik, serta
menekan organisme patogen (Vibrio sp). Menurut Poernomo (2004), salah satu
jenis bakteri yang digunakan untuk tambak udang adalah jenis bakteri Bacillus
dengan dosis probiotik minimal 1 mg/l. Amri & Kanna (2008), menambahkan
bahwa aplikasi probiotik bertujuan untuk memperbaiki kondisi lingkungan,
menstabilkan plankton, dan menekan bakteri yang merugikan (vibrio).

3. Penebaran Kapur
Jenis kapur yang digunakan yaitu kapur pertanian atau kaptan (CaCO3),
kapur dolomit CaMg(CO3)2. Pemberian kapur bertujuan untuk mempercepat
pengerasan kulit udang yang sedang moulting. Selain itu pengapuran juga
dilakukan pada saat pH rendah yaitu setelah terjadinya hujan deras. Hal ini sesuai
dengan Rahayu (2013), bahwa pemberian kapur ke tambak dilakukan pada saat
terjadinya hujan lebat dalam waktu yang lama dengan tujuan untuk meningkatkan
pH air.
Pengapuran juga bertujuan untuk membantu menumbuhkan plankton.
Pemberian kapur dilakukan dua kali dalam seminggu dengan dosis 5 mg/l. Hal ini
sesuai dengan Amri & Kanna (2008), yang menyatakan bahwa kapur yang biasa
digunakan bahwa jenis kapur yang digunakan untuk membantu menumbuhkan
plankton dalam budidaya udang yaitu kapur pertanian/kaptan (crushed shell,
61

CaCO3), dolomit (dolomit lime), CaMg(CO3)2. Widigdo (2013), menambahkan


dosis pemberian kapur yang umum diberikan yaitu 5 - 10 mg/l.

4. Pengangkatan Klekap
Pengangkatan klekap dilakukan pada DOC > 50 hari pemeliharaan.
Pengangkatan klekap dilakukan pada sore hari. Pengangkatan klekap dilakukan
untuk memperbaiki kualitas air karena pengangkatan klekap yang tidak dilakukan
segera akan mengakibatkan plankton mengendap dan menyebabkan kandungan
amonia tinggi. Hal ini sesuai dengan Farchan (2006), yang menyatakan bahwa
klekap yang tidak segera diangkat akan mengendap dan mengalami perombakan
(dekomposisi) yang menghasilkan gas beracun seperti amonia (NH3).

5. Pembuangan Kotoran
Pembuangan lumpur dilakukan melalui pipa central. Pembuangan lumpur
dilakukan satu kali pada pagi hari pukul 05.30 WIB pada saat udang telah
mencapai DOC 20 hari pemeliharaan. Setelah udang mencapai DOC 55 hari
pemeliharaan, pembuangan lumpur dilakukan dua kali pada pagi hari pukul 05.30
WIB dan malam hari pukul 20.00 WIB. Lama pembuangan lumpur tergantung pada
kondisi media pemeliharaan atau banyaknya lumpur yang terdapat pada central
drain. Pembuangan lumpur dihentikan ketika air sudah menunjukkan warna yang
cukup jernih dan lumpur sudah tidak ada. Hal ini bertujuan untuk membuang bahan
organik sisa metabolisme dan sisa pakan guna menjaga kualitas air media
pemeliharaan.

6. Penyiponan
Penyiponan dilakukan pada saat udang telah mencapai DOC 20 hari
pemeliharaan. Penyiponan dilakukan pada pagi hari menggunakan selang spiral
berukuran 1 ½”. Penyiponan bertujuan untuk membuang sisa pakan, feses,
lumpur, dan karapas udang yang terdapat di dasar kolam. Hal ini dilakukan agar
dasar kolam tidak terjadi penumpukan kotoran yang mengakibatkan timbulnya
nitrit, amonia, vibrio dan membuat kualitas air menjadi kurang baik bagi lingkungan
hidup udang. Hal ini sesuai dengan Sudrajat (2011), yang menyatakan bahwa
penyiponan berfungsi membersihkan kotoran baik berupa sisa pakan maupun
feses dari udang yang dipelihara. Romadhona et al., (2016), menambahkan bahwa
penyiponan bertujuan untuk mengurangi amonia (NH3), serta membuang
endapan lumpur dan kotoran.
62

5.2.6 Monitoring Pertumbuhan


Monitoring pertumbuhan merupakan kegiatan untuk mengetahui berat rata -
rata udang, pertumbuhan harian udang, perkiraan populasi udang serta
mengetahui perkiraan biomassa udang dalam kolam pemeliharaan. Hasil sampling
digunakan untuk menentukan jumlah pakan dan jenis pakan yang tepat untuk
pemeliharaan. Hasil sampling juga digunakan sebagai bahan evaluasi setiap lima
hari apakah pakan termakan oleh udang dengan baik atau tidak dapat terlihat dari
pertumbuhan berat setiap harinya. Sampling dilakukan pada pagi hari dengan
menggunakan 2 titik sampling. Hal ini sesuai dengan Rahayu et al., (2010),
menyarankan waktu sampling sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari agar
udang tidak mengalami stres yang tinggi dengan penentuan titik sampling 2 - 4.
Monitoring pertumbuhan dilakukan dengan cara sampling sejak udang mulai
berumur 30 hari dan dilakukan rutin setiap 5 hari sekali. Hal ini tidak sesuai dengan
Rahayu (2013), bahwa sampling dilakukan setiap 10 hari sekali setelah umur
udang mencapai lebih dari 45 hari. Farchan (2006), menyatakan bahwa sampling
pertumbuhan bertujuan untuk mengetahui perkiraan biomassa serta kesehatan
udang, untuk menentukan jumlah pakan dan menentukan tindakan yang harus
dilakukan apabila diketahui kondisi fisik udang tidak sesuai dengan yang
diharapkan. Hakim et al., (2018), menambahkan bahwa sampling juga dapat
dilakukan untuk menduga populasi, serta mengetahui perkembangan udang yang
dibudidayakan. Adapun sampling dapat dilihat pada Gambar 14 dan Lampiran 6.

a b
63

c d

Gambar 14. Sampling (a) Check Anco, (b) Menyerok udang,


(c) Udang Diangkat dan (d) Udang Ditimbang.

5.2.6.1 Average Daily Growth (ADG)


Average Daily Growth (ADG) merupakan rata-rata harian pertumbuhan
udang/hari. Adapun perolehan ADG dapat dilihat pada Gambar 15.

0.5
0.45
0.4
ADG (gram/hari)

0.35
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9
SAMPLING KE-

Petak 1 Petak 2

Gambar 15. Average Daily Growth (ADG)

Berdasarkan Gambar 15, dapat dilihat bahwa ADG atau laju pertumbuhan
harian udang pada 2 petak yang dibudidayakan selama pemeliharaan mengalami
perbedaan perolehan ADG disetiap samplingnya. Perolehan ADG sudah
mencapai target perusahaan, dimana target ADG perusahaan yaitu 0,25
gram/hari. ADG tertinggi terdapat pada sampling ke 6 petak 2 yaitu 0,44 gram/hari.
Sedangkan ADG terendah terdapat pada sampling ke 3 petak 1 yaitu 0,25
gram/hari. Penurunan ADG diduga karena pakan yang diberikan tidak seluruhnya
dimanfaatkan oleh udang sehingga terjadi overfeeding. Hal ini dapat
mempengaruhi kualitas air sehingga nafsu makan menurun dan dapat
mengganggu pertumbuhan udang.
64

Hal ini sesuai dengan Hakim et al., (2018), bahwa pertumbuhan harian
udang adalah sebesar 0,2 - 0,24 gram/hari. Fuady & Nitisupardjo (2013),
menyatakan bahwa pengelolaan kualitas air yang baik dapat mendukung
pertumbuhan udang dan meminimalisir mortalitas udang. Nababan et al., (2015),
menambahkan bahwa penurunan kualitas air yang diakibatkan pakan yang tidak
dimanfaatkan seluruhnya (overfeeding) akan berdampak pada penurunan kualitas
air, sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan udang.

5.2.6.2 Average Body Weight (ABW)


Average Body Weight (ABW) merupakan berat rata-rata udang. Adapun
perolehan ABW dapat dilihat pada Gambar 16.

20
18
16
ABW (gram)

14
12
10
8
6
4
2
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
SAMPLING KE-

Petak 1 Petak 2

Gambar 16. Average Body Weight (ABW)

Berdasarkan Gambar 16, dapat dilihat bahwa ABW udang vaname yang
dibudidayakan mengalami pertumbuhan disetiap kali sampling. ABW tertinggi
terdapat pada petak ke 2 yaitu 17,18 gram, sedangkan ABW terendah terdapat
pada petak 1 yaitu 16,48 gram. Namun, perolehan ABW belum mencapai target
perusahaan, dimana target ABW panen perusahaan yaitu 18,18 gram/ekor atau
pada udang size 55. Rendahnya perolehan ABW tersebut dikarenakan
pemanenan dini yang disebabkan oleh serangan penyakit IMNV. Pemanenan
dilakukan pada DOC 76 dimana tidak sesuai target DOC pemanenan perusahaan
yaitu minimal pada DOC 80. Hal ini sesuai dengan Farchan (2006), yang
menyatakan bahwa panen total dilakukan apabila terjadi masalah pada saat
proses budidaya.
65

5.2.7 Hama dan Penyakit


Selama pelaksanaan praktik, penyakit yang ditemukan adalah Infectious
Myonecrosis Virus (IMNV), berdasarkan ciri - ciri yang ditemukan pada udang
pemeliharaan yaitu seperti kurangnya nafsu makan udang, otot putih, dan pada
bagian pangkal ekor terlihat pucat serta berwarna merah, sehingga dilakukan
panen. Pemanenan tersebut dilakukan agar tidak mengalami kerugian yang lebih
besar. Gejala klinis yang ditimbulkan yaitu; udang terlihat lemah dalam
pergerakannya (Sukenda et al., 2011), bagian daging ekor memutih dan berwarna
kemerahan (Reksana et al., 2013; Novitasari et al., 2016), serta nafsu makan
berkurang atau menurun (Supono, 2019). Adapun udang yang terindikasi penyakit
IMNV dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Udang terindikasi penyakit IMNV


(Panah menunjukan bagian yang diserang)
Gejala udang yang terindikasi IMNV yaitu udang mengalami kram dan
terdapat gumpalan awan berwarna putih pada jaringan otot yang terserang. Hal ini
sesuai dengan DJPB (2010), bahwa penyakit IMNV ditandai dengan timbulnya
nekrosis berwarna putih pada otot udang, khususnya pada daerah abdomen dan
ekor, kemudian menjadi merah. Serangan penyakit IMNV ini diduga disebabkan
oleh beberapa faktor diantaranya tidak adanya perlakuan sterilisasi pada media
yang akan digunakan untuk pemeliharaan, sehingga media yang digunakan belum
steril. Faktor lain yaitu perubahan cuaca harian yang ekstrim. Hal ini sesuai dengan
Sarah et al., (2018), menambahkan bahwa perubahan cuaca ekstrim memicu
udang stres dan daya tahan tubuh menurun.
Faktor lain yang menyebabkan udang terkena IMNV adalah salinitas selama
pemeliharaan cenderung pada nilai < 30 g/l dengan nilai rata-rata harian g/l. Hal
66

ini sesuai dengan Silva et al., (2015), yang menjelaskan bahwa perubahan
salinitas pada 5 - 25 g/l dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi virus
IMNV. Umiliana et al., (2016), menambahkan bahwa pada salinitas > 30 g/l dapat
memperlambat infeksi IMNV. Menyebarnya penyakit IMNV hingga ke seluruh
petak diduga adanya kontaminasi alat sipon yang digunakan untuk penyiponan.
Pipa spiral yang digunakan untuk sipon hanya berjumlah satu dan digunakan
secara bergantian. Dikarenakan kematian atau mortalitas udang semakin hari
semakin bertambah, maka perusahaan mengambil langkah untuk segera
melakukan pemanenan total.

5.2.8 Panen
Pemanenan merupakan proses akhir dalam budidaya. Pemanenan yang
dilakukan pada saat praktik yaitu panen total pada malam hari dan dilakukan lebih
awal, dimana keseluruhan udang di panen karena terkena penyakit. Hal ini sesuai
dengan Farchan (2006), yang menyatakan bahwa panen total dilakukan apabila
terjadi masalah pada saat proses budidaya, hal ini bertujuan agar FCR tidak terlalu
tinggi.
Panen total dilakukan pada saat umur udang 76 hari dari target
pemeliharaan 80 hari. Sehari sebelum panen, dilakukan sampling untuk
mengestimasi biomassa sehingga dapat menginformasikan kepada pembeli untuk
menyiapkan jumlah es dan tenaga kerja yang dibawa untuk pemackingan. Panen
dilakukan menggunakan jaring panen, kemudian udang diangkat dan dibawa
menggunakan keranjang ke tempat penyortiran, lalu dilakukan penimbangan dan
perhitungan size. Adapun hasil panen dapat dilihat pada Lampiran 7.

5.2.8.1 Survival Rate (SR)


Survival Rate (SR) merupakan tingkat kelulushidupan udang vaname dari
awal pemeliharaan hingga akhir pemeliharaan. Kelulushidupan yang diamati
merupakan nilai SR pada akhir pemeliharaan. SR dapat diketahui dengan
menghitung jumlah udang yang mati selama masa pemeliharaan dan menghitung
jumlah akhir udang yang dipelihara. Adapun perolehan SR dapat dilihat pada
Gambar 18.
67

82
80
78
76
SR (%)

74
72
70
68
66

Petak 1 Petak 2 Target

Gambar 18. Survival Rate (SR)

Berdasarkan Gambar 18, dapat dilihat bahwa perolehan SR pada petak 1


yaitu 77% dan petak 2 yaitu 72%. SR pada semua petak tidak mencapai target
perusahaan yaitu 80%. SR tertinggi terdapat pada petak 1 yaitu 77% dan SR
terendah terdapat pada petak 2 yaitu 72%. Pada siklus ini rendahnya perolehan
SR yang didapat dan tidak mencapat target disebabkan oleh serangan virus IMNV.
Hal ini disebabkan akibat terindikasinya penyakit pada udang sehingga udang
mengalami kematian. Hal ini sesuai dengan Sukenda et al., (2011), yang
menyatakan bahwa virus IMNV dapat menyebabkan mortalitas sekitar 60-70%.
SNI-01-7246 (2006), menambahkan bahwa sintasan minimal untuk budidaya
udang vaname adalah 75%.
5.2.8.2 Feed Convertion Ratio (FCR)
Feed Convertion Ratio (FCR) merupakan tingkat efisiensi pemanfaatan
pakan. Adapun perolehan FCR dapat dilihat pada Gambar 19.

1.75
1.7
1.65
1.6
1.55
1.5
1.45
FCR

1.4
1.35
1.3
1.25
1.2
1.15
1.1
1.05
1

Petak 1 Petak 2 Target

Gambar 19. Feed Convertion Ratio (FCR)


68

Berdasarkan Gambar 22, dapat dilihat bahwa perolehan FCR petak 1 yaitu
1,62 dan petak 2 yaitu 1,68. FCR pada semua petak tidak memenuhi target
perusahaan yaitu 1,5. FCR tertinggi terdapat pada petak 2 yaitu 1,68 dan FCR
terendah terdapat pada petak 1 yaitu 1,62. Tingginya perolehan FCR disebabkan
karena menurunnya tingkat nafsu makan udang akibat terindikasi penyakit IMNV,
hal ini berdampak pada pakan yang diberikan tidak seluruhnya termanfaatkan oleh
udang, sehingga menjadi tidak efisien. Hal ini sesuai dengan Supono, (2019),
bahwa udang yang terinfeksi IMNV akan mengalami penurunan nafsu makan dan
terjadi kematian secara perlahan-lahan yang dapat mencapai 40-70%, serta
meningkatnya konversi pakan (FCR). Selain itu, adanya pemanenan dini yang
dilakukan karena udang terinfeksi penyakit IMNV. Hal ini sesuai dengan pendapat
Farchan (2006), yang menyatakan bahwa panen dilakukan apabila terjadi masalah
pada saat proses budidaya, hal ini bertujuan agar FCR tidak terlalu tinggi.

5.3 Pasca Panen


5.3.1 Pasca Panen
Penanganan udang pasca panen dilakukan dengan cara mencuci udang
dengan air tawar terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan kotoran
atau lumpur yang menempel pada udang. Kemudian dilakukan sortasi,
penimbangan, dan perhitungan size. Selanjutnya udang dimasukan ke dalam cold
box yang diletakkan pada mobil pick up pengangkutan. Untuk menjaga udang agar
tetap dalam kondisi segar, maka pada cold box diberi es secara berlapis.
Hal ini sesuai dengan pendapat Erlangga (2012), yakni sebelum udang
dimasukkan ke dalam bak fiber yang berisi es, udang yang telah dipanen
dibersihkan terlebih dahulu dengan pencucian pada air, kemudian udang
ditampung pada bak fiber yang berisi air es agar udang tidak mengalami rigor
mortis, hal ini bertujuan untuk mencegah penurunan kualitas udang, dan menjaga
kesegaran udang. Haliman & Adijaya (2005), menambahkan bahwa udang
termasuk ke dalam produk makanan yang mudah rusak (busuk), maka untuk
menjaga agar tetap segar yaitu mempertahankan rantai dingin berupa
penggunaan es.

5.3.2 Pemasaran
Kegiatan pemasaran dilakukan pada saat udang telah mencapai 3
gram/ekor dan pada saat akan panen total yaitu seminggu sebelum panen.
Pembeli merupakan masyarakat sekitar dimana udang tersebut digunakan
69

sebagai umpan pancing dan distributor udang dari MLT group yang berlokasi di
Kecamatan Mangaran, Kabupaten Situbondo. Namun pada saat siklus ini, padat
tebar yang digunakan lebih rendah di bandingkan siklus sebelumnya dikarenakan
siklus sebelumnya terjadi kerugian, serta pada siklus ini juga terjadi kendala oleh
adanya pandemi covid-19, sehingga pemasaran terhadap konsumen umpan
pancing tidak dilakukan. Pada saat panen total, pembeli datang langsung ke lokasi
tambak dengan membawa peralatan meliputi cold box, meja sortir, es dan
keranjang. Udang hasil panen kemudian akan langsung dibawa ke cold storage
pusat di Situbondo, Jawa Timur. Untuk pembayaran udang yang dijual diberikan
tempo waktu maksimal pembayaran 7 hari sejak panen dilakukan.

5.3.3 Pengawasan dan Evaluasi Produksi


Pengawasan yang dilakukan kelompok yaitu pengawasan secara lisan yang
dilakukan dengan cara membentuk sebuah pertemuan. Pertemuan tersebut
dihadiri oleh ketua kelompok dan teknisi. Pada pertemuan tersebut membahas
permasalahan atau perkembangan yang terjadi, jika terdapat suatu masalah bisa
diselesaikan secara bersama sehingga harapannya adalah hasil produksi sesuai
dengan target produksi yang telah ditetapkan. Setelah dilaksanakan produksi
maka dilakukan evaluasi target produksi. Evaluasi target produksi dilakukan untuk
membandingkan antara target produksi dengan hasil produksi. Apabila terjadi
ketidaksesuaian antara target produksi dengan hasil produksi, maka dilakukan
perbaikan untuk siklus selanjutnya. Hasil Evaluasi disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12. Hasil Evaluasi
Parameter Target Petak 1 Petak 2
Lama Pemeliharaan 80 76 76
(hari)
Biomassa (ton/ha) 20 17,98 17,68
Size (ekor/kg) 55 60 57
SR (%) min 80% 77 72
FCR maks 1,5 1,62 1,68
ADG (gram/ekor) min 0,25 0,31 0,32

Berdasarkan Tabel 11. dapat dilihat bahwa hasil pencapaian yang didapat
yaitu 1 dari 6 poin target atau sebesar 16,6%. Biomassa panen yang ditargetkan
20 ton/ha dan hanya menghasilkan 17,68 - 17,98 ton/ha. Size panen yang
ditargetkan 55 ekor/kg dan hanya menghasilkan 57 ekor/kg dan 60 ekor/kg. SR
70

yang ditargetkan minimal 80% dan hasil belum mencapai target yaitu 77% dan
72%. FCR yang ditargetkan 1,5 dan mendapatkan hasil 1,62 dan 1,68. ADG yang
ditargetkan 0,25 gram/hari dan menghasilkan rata-rata 0,33 gram/hari. Belum
tercapainya beberapa point target produksi dikarenakan pada saat pemeliharaan
udang terserang penyakit IMNV sehingga menyebabkan banyak kematian udang.
Penyakit ini menyerang semua petak pemeliharaan yang diamati. Penyakit
tersebut sampai saat ini belum ada pengobatan kecuali menjaga kualitas air agar
optimal.

5.4 Analisis Finansial


Analisis finansial diperlukan untuk mengetahui keuntungan finansial dari
usaha yang dijalankan. Analisis usaha meliputi: Keuntungan/Laba, Break Even
Point (BEP), Payback Periode (PP), Revenue/Cost Ratio (R/C Ratio), Return of
Investment (ROI), Net Present Value (NPV), dan Internal Rate of Return (IRR).
Adapun rincian seluruh biaya dapat dilihat pada lampiran 8, dan hasilnya disajikan
pada Tabel 13.
Tabel 13. Hasil perhitungan analisis finansial
No Uraian Jumlah Keterangan
1 Biaya Investasi Rp 116.020.000 -
2 Penyusutan Rp 1.757.589 -
3 Biaya Tetap Rp 5.957.589 -
4 Biaya Variabel Rp 6.304.500 -
5 Biaya Operasional Rp 12.262.089 -
6 Pendapatan Rp 11.581.600 -
7 Pengeluaran Rp 6.304.500 -
8 Laba Bersih Rp 5.013.245 -
9 BEP Harga Rp 13.075.062 -
10 BEP Unit 201 kg -
11 Payback Period 7,71 7 Tahun 8 Bulan 16 Hari
12 Revenue Cost Ratio 1,84 > 1 Layak
13 Return of Investment 4,32% -
14 Net Present Value (-Rp 51.828.679) NPV < 0
15 Internal Rate of Return (-8,18%) IRR < RR

Berdasarkan Tabel 12. perolehan pendapatan siklus ini yakni sebesar Rp


11.581.600, Laba Rp 5.013.245, R/C Ratio >1 yakni 1,84, berarti usaha tersebut
dikatakan tetap layak untuk beroperasi walaupun hanya memperoleh keuntungan
yang sedikit. BEP harga usaha budidaya udang vaname pada siklus ini sebesar
71

Rp 13.075.062 dengan BEP unit sebanyak 201 kg. Hal ini berarti unit usaha harus
menghasilkan produksi udang vaname minimal 201 kg untuk mencapai titik impas.
Berdasarkan perhitungan, PP yang didapatkan yakni sebesar 7,71, artinya
perusahaan memerlukan waktu sekitar 7 tahun 8 bulan 16 hari untuk
mengembalikan total biaya investasi. ROI yang didapat 4,32%, artinya nilai
efisiensi dalam penggunaan modal sangat kecil. NPV yang didapatkan bernilai
negativ yaitu (-Rp 51.828.679) < 0, artinya selama masa proyek 10 tahun usaha
tidak menerima manfaat bersih atau kerugian di tahun kesepuluh sebesar (-Rp
51.828.679). Hal serupa juga terjadi pada IRR yang bernilai (-8,18%) yang
menyatakan hasil tidak layak karena nilai IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga
yang disyaratkan yaitu 4,5%. Hal ini menunjukkan bahwa usaha tersebut
memperoleh keuntungan, namun tidak layak secara finansial untuk dijalankan.
6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan terdapat beberapa kesimpulan yang
diperoleh yakni:
1. Pra produksi sudah berjalan dengan baik sesuai dengan rencana yang
telah direncanakan oleh pokdakan. Proses produksi masih kurang
dilakukan dengan baik, seperti pengelolaan kualitas air masih belum
optimal dikarenakan tidak terdapat tandon untuk sterilisasi air
pemeliharaan. Pasca produksi kurang optimal yaitu tidak ada perlakuan
terhadap limbah budidaya udang vaname. Manajemen sudah dilakukan
dengan cukup baik yang meliputi adanya perencanaan produksi dan
pengorganisasian. Pengawasan juga telah dilakukan, hanya saja pada
saat pelaksanaan kurang optimal sehingga terjadi serangan penyakit dan
dilakukan panen dini.
2. Kegiatan produksi udang vaname memperoleh keuntungan. Keuntungan
yang diperoleh pokdakan sebesar Rp 5.013.245. BEP (harga) sebesar Rp
13.075.062 serta BEP (unit) sebanyak 201 kg. PP yang didapatkan yaitu
sebesar 7,71 (7 tahun 8 bulan 16 hari). ROI yang didapatkan 4,32%. NPV
yang didapat (- Rp 51.828.679) < 0, dan IRR (-8,18%) < RR 4,5%. Dari
Analisa tersebut dikatakan bahwa kegiatan produksi udang vaname di
Pokdakan Busmata Vaname dapat dikategorikan layak dan
menguntungkan meski target produksi belum tercapai, namun investasi
tersebut dikatakan tidak layak secara finansial dikarenakan NPV < 0.
6.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, terdapat beberapa saran sebagai berikut:
1. Sebaiknya diadakan tandon untuk sterilisasi air pemeliharaan dan
perlakuan terhadap air limbah.
2. Sebaiknya dilakukan perbaikan pada kegiatan pelaksanaan terutama
pencegahan penyakit, serta pengelolaan kualitas air sehingga target
dapat tercapai.
3. Sebaiknya diadakan penjualan udang hidup terhadap konsumen umpan
pancing agar memperoleh keuntungan yang lebih besar.
73

DAFTAR PUSTAKA
Adalina, Y. 2008. Analisis finansial usaha. Jurnal Penelitian Harian, 5(3).

Adiwijaya, D., Supito & I. Sumantri. 2008. Penerapan Teknologi Budidaya Udang
Vaname (Litopenaeus.vannamei) Semi Intensif pada Loka Tambak
Salinitas Tinggi. Media Budidaya Air Payau Perekayasaan.

Amri. K, & Kanna. I. 2008. Budidaya Udang Vaname Secara Intensif, Semi Intensif
dan Tradisional. Gramedia. Jakarta.

Andriyanto., A. Efani & H. Riniwati. 2013. Analisis Faktor-Faktor Produksi Usaha


Pembesaran Udang Vanname (Litopenaeus vannamei) di Kecamatan
Paciran Kabupaten Lamongan Jawa Timur, Pendekatan Fungsi Cobb
Douglass. Jurnal ECSOFiM. Malang.

Arsyad, S., Afandy, A., P, A., Purwadhi., Maya, B., Saputra, K, D., & Buwono, R,
N. 2017. Studi Kegiatan Budidaya Pembesaran Udang vaname (L.
vannamei) dengan Penerapan Sistem Pemeliharaan Berbeda. Jurnal
Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Universitas Brawijaya.

Bachruddin M., Sholichah M., Istiqomah S. & Supriyanto A. 2018. Effect of probiotic
culture water on growth, mortality, and feed conversion ratio of vaname
shrimp (Litopenaeus vannamei). IOP Conf. Series: Earth and
Environmental Science. Halaman 1-7.

Badrudin. 2014. Budidaya udang vaname tambak semi intensif dengan instalasi
pengolahan air limbah (IPAL). WWF Indonesia. seri panduan perikanan
skala kecil. Edisi 1.

Baharudin. 2014. Budidaya Udang Vaname. WWF Indonesia. Jakarta Selatan.

Balai Budidaya Perikanan Air Payau. 2013. Budidaya Udang Vaname di Tambak.
Seksi Standardisasi dan Informasi Balai Budidaya Air Payau. Situbondo.

Benyamin, P. 2013. Manajemen Dan Pengembangan Pemasaran Pada


Perusahaan Perikanan di Sidoarjo. AGORA, 1(1), 1–11.

Burhanuddin, F. Wahyu & Suratman. 2016. Aplikasi Probiotik dengan Konsentrasi


yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Udang Vannamei (Litopenaeus
vannamei). Jurnal Octopus. Vol. 5 No. 1. Hlm. 462-465.

Choeronawati, A. I., Prayitno, S. B. & Haeruddin. 2019. Studi Kelayakan Budidaya


Tambak di Lahan Pesisir Kabupaten Purworejo. Jurnal Ilmu Dan Teknologi
Kelautan Tropis,11(1), 191-204.
http://dx.doi.org/10.29244/jitkt.v11i1.22522.

DJPB. 2016. Peta sentra produksi perikanan budidaya. Kementerian kelautan dan
perikanan.
74

Edhy, Wayan A, Kamaluddin, Azhary, Januar P, & Chaeruddin. 2000 Budidaya


Udang Putih (Litopenaeus vannamei), CV. Mulia Indah: Jakarta.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan


Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Effendi, I., & Oktariza, W. 2006. Manajemen Agribisnis Perikanan. OPAC


Perpustakaan Nasional RI.

Erlangga, E. 2012. Budidaya Udang Vaname Secara Intensif. Pustaka Agro


Mandiri. Jakarta.

Fahmi, M. 2015. Pengelolaan Kualitas Air Pada Pembesaran Udang Vaname


(Penaeus vannamei) dalam Tambak Budidaya Intensif di BLUPPB
Karawang. Surabaya: Universitas Airlangga.

Farchan, M. 2006. Teknik Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus vannamei).


BAPPL Sekolah Tinggi Perikanan. Serang.

Fauzi, S., Iskandar, B. H., Murdiyanto, B., & Wiyono, E. S. 2011. Kelayakan
Finansial Usaha Perikanan Tangkap di Selat Bali. Jurnal Teknologi
Perikanan dan Kelautan, 2(1), 37-46.

Fendjalang, S. N. M., Budiardi, T., Supriyono, & E., Effendi, I. 2012. Produksi
Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Pada Karamba Jaring Apung
Dengan Padat Tebar Berbeda di Selat Kepulauan Seribu. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Kelautan Tropis, 8(1), 201-214.

Fuady, M. F., & Nitisupardjo, M. 2013. Pengaruh Pengelolaan Kualitas Air


Terhadap Tingkat Kelulushidupan Dan Laju Pertumbuhan Udang Vaname
(Litopenaeus Vannamei) Di PT. Indokor Bangun Desa,
Yogyakarta. Management of Aquatic Resources Journal, 2(4), 155-162.

Ghufron, M., Lamid, M., Sari, P. D. W., & Suprapto, H. 2018. Teknik Pembesaran
Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Pada Tambak Pendampingan PT.
Central ProteinaPrima Tbk. Di Desa Randutatah, Kecamatan Paiton,
Kabupaten Probolinggo Provinsi Jawa Timur. Journal of Aquaculture and
Fish Health, 7(2), 70-77.

Gunarto, H. S. Suwoyo., & Syafaat, M. N. 2012. Budidaya Udang Vaname,


(Litopenaeus vannamei) Pola Intensif Dengan Penambahan Molase.
In Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur (pp. 469-478).

Kordi, K. M. & Ghufran. 2007. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya Perairan.
Jakarta: PT Rineka Cipta.

Kordi, K.M.G.H. 2010. Budidaya Udang Laut. Lily Publisher. Yogyakarta.

Hakim, Lukman. 2017. Performa Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus


Vannamei) Semi Intensif di Desa Purworejo Kecamatan Pasir Sakti
Kabupaten Lampung Timur. Skripsi Universitas Lampung. Bandar
Lampung.
75

Hakim, L. Supono., Adiputra, Y.T., & Waluyo, S. 2018. Performa Budidaya Udang
Vaname (Litopenaeus vannamei) Semi Intensif di Desa Purworejo
Kecamatan Pasir Sakti Kabupaten Lampung Timur. Jurnal Rekayasa dan
Teknologi Budidaya Perairan. Vol.4. No.2. Hal. 691-698.

Haliman, R. W., & Adijaya, D. 2005. Udang Vaname (Litopenaeus vannamei).


Jakarta: Penebar Swadaya.

Haliman, R.W. & D. Adijaya S. 2008. Udang Vaname (Litopenaeus vannamei).


Penebar swadaya. Jakarta.

Herdianti, L., Soewardi, K., & Hariyadi, S. 2015. Efektivitas Penggunaan Bakteri
Untuk Perbaikan Kualitas Air Media Budi Daya Udang Vaname
(Penaeus vannamei) Super Intensif. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia
(JIPI), Desember 2015 Vol. 20 (3): 265271.

Hidayat, K. W., Nabilah, I. A., Nurazizah, S., & Gunawan, B. I. 2019. Pembesaran
Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Di Pt. Dewi Laut Aquaculture
Garut Jawa Barat. Journal of Aquaculture and Fish Health, 8(3), 123-128.

Ismayani, Erika. 2017. Manajemen Usaha Budidaya Udang Vanname


(Litopeneaus vannamei) (Studi Kasus Tambak PT. Beroro Jaya Vanname
di Kabupaten Konawe Selatan). Tesis Pascasarjana Universitas Halu Oleo.
Kendari.

Jiang, D.H., Lawrence, A.L., Neill, W.H., & Gong, H. 2000. Effects of Temperature
and Salinity on Nitrogenous Excretion by Litopenaeus vannamei juveniles.
Journal of Experimental Marine Biology and Ecology, 253(2), 193–209.
https://doi.org/10.1016/S0022-0981(00)00259-8.

Kasmir & Jakfar. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Prenada Media Group. Jakarta.
241 hal.

Kharisma, A., & Manan, A. 2012. Kelimpahan Bakteri Vibrio sp. Pada Air
Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) Sebagai Deteksi
Dini Serangan Penyakit Vibriosis [The Abundance Of Vibrio sp. Bacteria
On Enlargement Water Of Litopenaeus vannamei As The Early Detection
Of Vibriosis. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 4(2), 128–134.

Kordi, K.M.G.H & A. B. Tancung. 2005. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya
Perairan. PT Citra Aditya Bakti. Bandung.

Kordi, K.M.G.H. 2007. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya Perairan. Jakarta:
PT Rineka Cipta.

Kordi, K.M.G.H. 2010. Budidaya Udang Laut. Lily Publisher. Yogyakarta.

Kureshy, N., & Davis, D. A. 2002. Protein requirement for maintenance and
maximum weight gain for the Pacific white shrimp, (Litopenaeus vannamei).
Aquaculture, 204 (1-2), 125-143.
76

Lailiyah, U. S., Rahardjo, S., Kristiany, M. G. & Mulyono, M. 2018. Produktivitas


Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Tambak Super Intensif
di PT. Dewi Laut Aquaculture Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Jurnal
Kelautan dan Perikanan Terapan (JKPT), 1(1), 1–11.
https://doi.org/10.15578/jkpt.v1i1.7211.

Lima, P. P. 2009. Activity Pattern of The Marine Shrimp Acuaculture Litopenaeus


Vannamei in Laboratory as a Function of Different Feeding Frequencies.
Aquaculture Research.

Mahasri, G. 2014. Ibm Bagi Petani Larva Udang Windu Skala Rumah Tangga
(Backyard) Di Desa Kalitengah Kecamatan Tanggulangin Sidoarjo Yang
Mengalami Gagal Panen Berkepanjangan Karena Serangan Penyakit.
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 6(1), 6.

Malik, I. 2014. Budidaya Udang Vannamei: Tambak Semi Intensif dengan Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL). WWF-Indonesia. Jakarta. Halaman 3-30.

Mangampa, Markus, & S.H Suwoyo. 2010. Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus
vannamei) teknologi intensif menggunakan benih tokolan. Jurnal Riset
Akuakultur Vol.5 No.3: 351-361.

Manopo, S. F. J., Tjakra, J., Mandagi, R. J. M., & Sibi, M. 2013. Analisis biaya
investasi pada lahan budidaya.

Mansyur, A., & Magampa, M. 2007. Membagkitkan Kembali Gairah Petambak


Melalui Budi Daya Udang Vanname I (Litopenaeus vannamei) Dengan
Kepadatan Rendah. Media Akuakultur, 2.

Manullang, M. 2002. Dasar Dasar Manajemen. Gadjah Mada University Press.


ISBN: 979-420-500-1. Yogyakarta.

Masyur, A., Mangampa, M., Suwoyo, H, S., Pantjara, B, & Syah, R 2014. Strategi
Pengelolaan Pakan Pada Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus
vannamei).

Mustafa, Akhmad. 2008. Desain, Tata Letak dan Konstruksi Tambak. Jurnal Media
Akuakultur. Vol. 3 No.2. Hal. 166-174.

Nababan, E., Putra, I., & Rusliadi. 2015. Pemeliharaan Udang Vaname
(Litopenaeus vannamei) Dengan Persentase Pemberian Pakan Yang
Berbeda. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 3(2), 1–9.

Novitasari, D., Prayitno, S. B., & Sarjito. 2016. Analisis Faktor Risiko Yang
Mempengaruhi Serangan Infectious Myonecrosis Virus (IMNV) Pada
Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Secara Intensif Di
Kabupaten Kendal. Seminar Tahunan Hasil Penelitian Perikanan dan
Kelautan VI. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas
Diponegoro.
77

Nuhman. 2009. Pengaruh Prosentase Pemberian Pakan Terhadap Kelangsungan


Hidup dan Laju Pertumbuhan Udang Vaname (Litopenaeus vannamei).
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 1, No. 2.

Nur A. 2011. Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname. Direktorat Jenderal


Perikanan Budidaya Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau
Jepara. Jepara.

Poernomo, A. 1988. Pembuatan Tambak Udang di Indonesia. Balai Penelitian


Perikanan Budidaya Pantai, Maros. 40 pp.

Primyastanto, M. 2011. Feasibility Study Usaha Perikanan (Sebagai Aplikasi Dari


Teori Studi Kelayakan Usaha Perikanan). Universitas Brawijaya Press (UB
Press). Malang 65515 Indonesia.

Purnamasari, I., Purnama, D., & Utami, M. A. 2017. Pertumbuhan Udang


Vaname (Penaeus vannamei) di Tambak Intensif. Jurnal Enggano, 58-
67.

Putri, Y. S., & Susilowati. 2013. Pengaruh Padat Penebaran Terhadap


Kelulushidupan Dan Pertumbuhan Udang Vanname (Litopenaeus
Vannamei) Serta Produksi Biomassa Rumput Laut (Gracilaria Sp.) Pada
Budidaya Polikultur. Journal of Aquaculture Management and Technology,
2, 12–19.

Rahayu, H., Sektiana, P.S., Suharyadi., & Arum, A 2010. BUSMETIK (Budidaya
Udang Skala Mini Empang Plastik). BAPPL-STP Press. Banten.

Rahayu, TB.H. 2013. BUSMETIK (Budidaya Udang Skala Mini Empang Plastik).
STP Press. Jakarta. 64 hal.

Rahmansyah., Makmur & Fahrur, M. 2017. Budidaya Udang Vaname Dengan


Padat Penebaran Tinggi. Media Akuakultur, 12(1), 2017, 19-26.

Rajinikanth, T., P. Ramasamy & V. Ravi. 2010. Efficacy of Probiotics, Growth


Promotors and Disinfectants in Shrimp Grow Out Farms. Annamalai
University. India.

Rekasana, A., Sulmartiwi, L. & Sudarno, 2013. Distribusi Penyakit Infectious Myo
Necrosis Virus (IMNV) Pada Udang Vannamei (Penaeus vannamei) Di
Pantai Utara Jawa Timur [Distribution Of Infectious Myo Necrosis Virus
(IMNV) In White Shrimp Vannamei (Penaeus vannamei) In North Coast,
East Java]. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 5(1), pp.49- 54.

Riani, H., Rostika, R., & Lili, W. 2012. Efek Pengurangan Pakan Terhadap
Pertumbuhan Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) PL - 21 Yang Diberi
Bioflok. Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol 3, No 3. September 2012:
207211.
78

Riyanto, B. 1995. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, 1995. Edisi Keempat,


Cetakan Keempat Belas, Yayasan Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.

Riza I.R. 2016. Aplikasi Sistem Informasi Geografis Dalam Penentuan Kesesuaian
Lokasi Perikanan Budidaya Tambak Ramah Lingkungan Di Kabupaten
Batang. Universitas Diponegoro. 15 Hal.

Rochman, A. N. 2016. Penerapan Teknologi Busmetik (Budidaya Udang Skala


Mini Empang Plastik) Pada Pembesaran Udang Vaname (Litopenaeus
vannamei) Di UPT PBAP Bangil, Pasuruan.

Romadhona, B., Yulianto, B., & Sudarno, S. 2016. Fluktuasi Kandungan Amonia
Dan Beban Cemaran Lingkungan Tambak Udang Vaname Intensif Dengan
Teknik Panen Parsial Dan Panen Total Fluctuations of Ammonia and
Pollution load in Intensive Vannamei Shrimp Pond Harvested Using Partial
and Total Method. SAINTEK PERIKANAN: Indonesian Journal of Fisheries
Science and Technology, 11(2), 84-93.

Sarah, H., S.B. Prayitno & A.H.C. Haditomo, 2018. Studi Kasus Keberadaan
Penyakit IMNV (Infectious Myonecrosis Virus) pada Udang Vaname
(Litopenaeus vannamei) di Pertambakan Pekalongan, Jawa Tengah.
Jurnal Sains Akuakultur Tropis. Vol. 2. No. 1. Hlm 66-72.

Samura, A., Kurniawan, W., & Setyawan, G. E. 2018. Sistem Kontrol dan
Monitoring Kualitas Air Tambak Udang Windu Dengan Metode Fuzzy Logic
Control Menggunakan Mikrokontroler NI myRIO. Jurnal Pengembangan
Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer e-ISSN, 2548, 964X.

Sawhney, S., & Gandotra, R. (2010). Growth Respon and Feed Convertion
Efficiency of Tor Putifora (Ham.) Fry at Varying Dietary Protein Levels.
Pakistan Journal Of Nutrition, 9(1); 86-90 2010.

Sa’adah, W., & Roziqin, A.F., 2018. Upaya Peningkatan Pemasaran Benur Udang
Vannamei (Litopenaeus Vannamei) Di Pt. Artha Maulana Agung (Ama)
Desa Pecaron, Kecamatan Bungatan Kabupaten Situbondo. Mimb.
Agribisnis J. Pemikir. Masy. Ilm. Berwawasan Agribisnis 4, 84–97.

Silva, S.M.B.C., J.L. Rocha, P.C.C. Martins, A.O. Ga´lvez, F.L. Dos Santos, H.A.
Andrade & M.R.M. Coimbra. 2015. Experimental Infection of Infectious
Myonecrosis Virus (IMNV) in the Pacific White Shrimp Litopenaeus
vannamei (Boone, 1931). Aquaculture Int. Hal 563-576.

SNI 01-7252. 2006. Produksi Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) di


Tambak dengan Teknologi Intensif. Badan Standardisasi Nasional.
Jakarta.

SNI 8008. 2014. Produksi Udang Vaname (Litopenaeus vannamei Boone,1931)


Intensif di Tambak Lining. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
79

Suastika M. 2013. Kualitas Air pada Pemeliharaan Udang Vaname


(Litopenaeus vannamei). Balai produksi Induk Udang Unggul dan
Kekerangan. Bali.

Subyakto, S., Sutende, D., Afandi, M., & Sofiati. 2009. Budidaya Udang Vaname
(Litopenaeus Vannamei) Semiintensif Dengan Metode Sirkulasi Tertutup
Untuk Menghindari Serangan Virus The. Jurnal Ilmiah Perikanan Dan
Kelautan, 1(2), 121–127.

Sudarno., B. Yulianto., & B Romadhona. 2015. Fluktuasi Kandungan Amonia Dan


Beban Cemaran Lingkungan Tambak Udang Vaname Intensif Dengan
Teknik Panen Parsial Dan Panen Total.
Universitas.Diponegoro.Semarang. Jurnal Saintek Perikanan Vol.11 Hal.
84-93.

Sudradjat, A., & Wedjatmiko, I. 2010. Budi Daya Udang Di Tambak. Penebar
Swadaya. Depok 16952.

Sudrajat, A. 2011. Glossarium Akuakultur. CV Yrama Widya.

Suharyadi. 2011. Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus vannamei). Penyuluh


Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Sukenda, Nuryati, S. & Sari, I. R. 2011. Pemberian meniran Phyllanthus niruri


untuk pencegahan infeksi IMNV (infectious myonecrosis virus) pada
udang vaname Litopenaeus vannamei. Jurnal Akuakultur Indonesia 10
(2), 192-202.

Sumardika, P. 2013. Kewirausahaan Perikanan. Bina Sumber Daya MIPA.


Jakarta.

Supito, A., Gunarso & I. Riskiyanti. 2015. Teknik Pengendalian Kotoran Putih
(White Feces Syndrome) pada Budidaya Udang Vaname di Tambak.
Prosiding II Indonesian Aquaculture 2015.

Supito. 2017. Teknik Budidaya Udang Vaname ( Litopenaeus vannamei ). Jepara:


Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara.

Supono. 2006. Produktivitas Udang Putih Pada Tambak Intensif Di Tulang Bawang
Lampung. Jurnal Saintek Perikanan. Bandar Lampung. Vol. 2, No (1), 48 -
53.

Supono. 2019. Budidaya Udang Vaname Salinitas Rendah. Edisi Pertama.


Yogyakarta: Graha Ilmu.

Suri, R. 2017. Studi tentang Penggunaan Pakan Komersil yang Dicampur dengan
Bakteri Bacillus coagulans terhadap Performa Litopenaeus vannamei.

Sri, R. 2015. Budidaya Udang Vannamei Varietas Baru Unggulan. Yogyakarta:


Pustaka Baru Press.

Stewart, R. 2005. Invertebrates: The Other Food Source. Ocean World 6.


80

Syafaat, M. N., Mansyur, A., & Tonnek, S. 2012. Dinamika Kualitas Air Pada
Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Semi-Intensif Dengan
Teknik Pergiliran Pakan. Prosiding Indoaqua-Forum Inovasi Teknologi
Akuakultur. Balai Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Air Payau.
Sulawesi Selatan.

Terry, G. R., & Franklin, S. G. 1972. Principles of management (p. 516).


Homewood, IL: RD Irwin.

Triyanti, R., & Hikmah, H. 2015. Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Udang dan
Bandeng: Studi Kasus di Kecamatan Pasekan Kabupaten Indramayu.
Buletin Ilmiah Marina Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, 1(1), 1–10.

Umar, H. 2005. Studi Kelayakan Bisnis. Gramedia Pustaka: Jakarta.

Umiliana, M., Sarjito & Dasrina. 2016. Pengaruh Salinitas Terhadap Infeksi
Infectious Myonecrosis Virus (IMNV) pada Udang Vaname (Litopenaeus
vannamei. Boone,1931). Journal of Aquaculture Management and
Technology. Vol. 5. No. 1. Hal.73-81.

Utojo dan Akhmad Mustafa. 2016. Struktur Komunitas Plankton pada Tambak
Udang Intensif dan Tradisional Kabupaten Probolinggo, Provinsi Jawa
Timur. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 1, Hlm.269-
288, Juni 2016.

Widigdo. B. 2013. Bertambak Udang dengan Teknologi Biocrete. Kompas.


Jakarta.

Widodo, U. & Syukri. A. 2005. Manajemen Usaha Perikanan. Departemen


Kelautan dan Perikanan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perikanan.
Jakarta. iv + 169.

Winarso, W. 2014. Pengaruh Biaya Operasional Terhadap Profitabilitas (ROA) PT


Industri Telekomunikasi Indonesia (Persero). Jurnal Ecodemica: Jurnal
Ekonomi, Manajemen, dan Bisnis, 2(2), 258-271.

WoRMS. 2020. WoRMS - World register of marine species—Litopenaeus


vannamei (boone, 1931). FAO Fisheries and Aquaculture Department.
http://www.marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=247789.

Wulandari, T., Widyorini, N., & Purnomo, P. W. 2015. Hubungan pengelolaan


kualitas air dengan kandungan bahan organik, NO2 dan NH3 pada
budidaya udang vaname (Litopenaeus vaname) di Desa Keburuhan
Purworejo. Management of Aquatic Resources Journal, 4(3), 42-48.

WWF. 2011. Budidaya Tambak Udang Vaname Tambak Semi Intensif Dengan
Instalasi Pengolahan Air Limbah. Better Management Practies. Seri
Panduan Perikanan Skala Kecil.

Wyban, A. J. & Sweeney, N. J. 1991. Intensive Shrimp Production Technology.


The Oceanic Institue Makapuu Point Honolulu. Hawaii USA.
81

Yuni, W., Budiyanto. & Riani, I. 2019. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi
budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) Di Kecamatan
Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan. Jurnal Sosial Ekonomi Perikanan,
3(2), 127– 136.
82

LAMPIRAN
83

Lampiran 1. Alat
No Alat Spesifikasi Jumlah Kegunaan
1 Blower 1 1/2 HP 1 unit Pensuplai Aerasi
Super
Charge
2 Set Aerasi kran, selang, dan batu 200 Pensuplai Oksigen
buah
3 Gayung 1 Liter 3 buah Menebar Kapur dan
Probiotik
4 Jerigen 11 Liter 2 buah Wadah Fermentasi
5 Tong Kultur 60 Liter 2 buah Wadah Kultur
6 Ember Besar Diameter 55 cm 1 buah Wadah Mencampur
Bahan
7 DO Meter Merk: AZ 8401 1 unit Mengukur DO dan
Digital Ketelitian DO 0,01 mg/l Suhu
dan suhu 0,1 ºC
8 pH Meter Merk: Senz pH 1 unit Mengukur pH
Ketelitian 0.1
9 Secchi Disk Bentuk: Lingkaran 1 unit Mengukur
Diameter 15 cm Kecerahan
Ketelitian 10 cm
10 Refraktomet Merk: Atago 1 unir Mengukur Salinitas
er Ketelitian 1 g/l
10 Timbangan Merk: Gold Coin SF- 1 unit Menimbang Pakan,
Digital 400; Kelitian 0 gr Kapur dan Sampling
11 Genset 5000 Watt, 220 V 1 unit Cadangan Energi
Listrik
12 Anco Bentuk: Persegi 2 buah Monitoring Pakan
Panjang 50 cm ; Lebar dan Kesehatan
50 cm ; Tinggi 10 cm Udang
Bentuk: Lingkaran
Diameter 50 cm ; Tinggi
10 cm
13 Selang 1 1/2" 1 buah Menyipon
Spiral
14 Pompa Jet 2 buah Pensuplai Air Laut
Pump dan Air Tawar
15 Hi Blow 210 watt, 20,0 Kpa, 2 Unit Pensuplai Oksigen
12.000/jam
16 Serok Ikan Bentuk: Persegi 2 Unit Sampling Udang
Panjang 50 cm ; Lebar
50 cm
17 Serok Bentuk: Persegi 1 Unit Mengambil Klekap
Klekap Panjang 30 cm ; Lebar
25 cm
18 Gayung Volume 0,5 liter 1 Unit Alat Penebar Pakan
Pakan
19 Ember Kecil Volume 5 liter 2 Unit Wadah Sampling
84

Lampiran 2. Bahan

No Bahan Spesifikasi Kegunaan

1 Udang Benur PL 10; organ Sebagai biota yang


Vaname dibudidayakan
tubuh lengkap dan standar,
SPFF

2 Pakan Merk: Samsung (PT. CJ Sebagai pakan udang


Pellet
Feed Jombang)

3 Probiotik Merk: Aquazyme Menjaga kualitas air

4 Kapur Merk: Kapur aktif / Kalsium Desinfektan,


Oksida (CaO), Kalsium menstabilkan pH
Carbonat (CaCO3), memperkeras kulit udang
dan Kalsium Magnesium
Karbonat CaMg (CO3)2

4 Kaporit Produk: Tjiwi Kimia 60% Mensterilkan air

5 Pupuk ZA Produk: PT. Metrokimia Menumbuhkan fitoplankton


Gresik
6 Pupuk Produk: PT Metrokimia Menumbuhkan fitoplankton
TSP Gresik dan dapat apat memacu
berkembangnya zooplankton

7 Ragi Produk: Na Kok Liong Sebagai campuran


fermentasi,
Berat: 3 gram/butir
untuk media berkembang
biaknya
mikroorganisme
8 Molase - Sebagai campuran
fermentasi,
untuk mempercepat aktifasi
bakteri

9 Vitamin C Produk: Shizazuang Meningkatkan imunitas tubuh


85

Lampiran 3. Struktur Organisasi

Ketua
Rudi Hartono

Sekretaris Bendahara
Sanjoto Pangky Eka Saputra

Anggota
Pandi
Ardi
Salaman
Rudianto
Sakur
Suyono
Yudi
Lampiran 4. Pemberian Pakan

Petak 1
Pemberian Pakan F/D Total Pakan Pakan Komulatif
Tanggal DOC Nomor
06.00 10.00 14.00 18.00 22.00 INDEX (gr) (gr)
24-Feb-20 1 SI-00 63 63 84 (+14 gr) 210 210
25-Feb-20 2 SI-00 67 67 90 224 434
26-Feb-20 3 SI-00 71 71 95 238 672
27-Feb-20 4 SI-00 76 76 101 252 924
28-Feb-20 5 SI-00 80 80 106 266 1.190
29-Feb-20 6 SI-00 84 84 112 280 1.470
1-Mar-20 7 SI-00 88 88 118 294 1.764
2-Mar-20 8 SI-01 92 92 123 308 2.072
3-Mar-20 9 SI-01 97 97 129 322 2.394
4-Mar-20 10 SI-01 101 101 134 336 2.730
5-Mar-20 11 SI-01 73 109 109 73 (+28 gr) 364 3.094
6-Mar-20 12 SI-01 78 118 118 78 392 3.486
7-Mar-20 13 SI-01 84 126 126 84 420 3.906
8-Mar-20 14 SI-01 90 134 134 90 448 4.354
9-Mar-20 15 SI-01 95 143 143 95 476 4.830
10-Mar-20 16 SI-02S 101 151 151 101 504 5.334
11-Mar-20 17 SI-02S 106 160 160 106 532 5.866
12-Mar-20 18 SI-02S 112 168 168 112 560 6.426
13-Mar-20 19 SI-02S 118 176 176 118 588 7.014

86
Lampiran 4. Lanjutan
14-Mar-20 20 SI-02S 123 185 185 123 616 7.630
15-Mar-20 21 SI-02S 132 197 197 132 (+42 gr) 658 8.288
16-Mar-20 22 SI-02S 140 210 210 140 700 8.988
17-Mar-20 23 SI-02S 148 223 223 148 742 9.730
18-Mar-20 24 SI-02S 157 235 235 157 784 10.514
19-Mar-20 25 SI-02S 165 248 248 165 826 11.340
20-Mar-20 26 SI-02 174 260 260 174 868 12.208
21-Mar-20 27 SI-02 182 273 273 182 910 13.118
22-Mar-20 28 SI-02 190 286 286 190 952 14.070
23-Mar-20 29 SI-02 199 298 298 199 994 15.064
24-Mar-20 30 SI-02 207 311 311 207 1.036 16.100
25-Mar-20 31 SI-02 228 380 380 304 228 0,7 1.519 17.619
26-Mar-20 32 SI-02 235 392 392 314 235 0,7 1.568 19.187
27-Mar-20 33 SI-02 243 404 404 323 243 0,7 1.617 20.804
28-Mar-20 34 SI-02 250 417 417 333 250 0,7 1.666 22.470
29-Mar-20 35 SI-02 257 429 429 343 257 0,7 1.715 24.185
30-Mar-20 36 SI-02SP 265 441 441 353 265 0,7 1.764 25.949
31-Mar-20 37 SI-02SP 272 453 453 363 272 0,6 1.813 27.762
1-Apr-20 38 SI-02SP 279 466 466 372 279 0,7 1.862 29.624
2-Apr-20 39 SI-02SP 287 478 478 382 287 0,6 1.911 31.535
3-Apr-20 40 SI-02SP 294 490 490 392 294 0,7 1.960 33.495
4-Apr-20 41 SI-02SP 301 502 502 402 301 0,7 2.009 35.504
5-Apr-20 42 SI-02SP 309 515 515 412 309 0,7 2.058 37.562

87
Lampiran 4. Lanjutan
6-Apr-20 43 SI-02SP 316 527 527 421 316 0,7 2.107 39.669
7-Apr-20 44 SI-02SP 323 539 539 431 323 0,7 2.156 41.825
8-Apr-20 45 SI-02SP 331 551 551 441 331 0,7 2.205 44.030
9-Apr-20 46 SI-02SP 338 564 564 451 338 0,7 2.254 46.284
10-Apr-20 47 SI-02SP 345 576 576 461 345 0,7 2.303 48.587
11-Apr-20 48 SI-02SP 353 588 588 470 353 0,7 2.352 50.939
12-Apr-20 49 SI-02SP 360 600 600 480 360 0,7 2.401 53.340
13-Apr-20 50 SI-02SP 368 613 613 490 368 0,7 2.450 55.790
14-Apr-20 51 SI-02P 375 625 625 500 375 0,7 2.499 58.289
15-Apr-20 52 SI-02P 491 819 819 655 491 0,9 3.276 61.565
16-Apr-20 53 SI-02P 445 742 742 594 445 0,8 2.968 64.533
17-Apr-20 54 SI-02P 454 756 756 605 454 0,8 3.024 67.557
18-Apr-20 55 SI-02P 462 770 770 616 462 0,8 3.080 70.637
19-Apr-20 56 SI-02P 470 784 784 627 470 0,8 3.136 73.773
20-Apr-20 57 SI-02P 479 798 798 638 479 0,8 3.192 76.965
21-Apr-20 58 SI-02P 426 711 711 568 426 0,7 2.842 79.807
22-Apr-20 59 SI-02P 434 723 723 578 434 0,7 2.891 82.698
23-Apr-20 60 SI-02P 504 840 840 672 504 0,8 3.360 86.058
24-Apr-20 61 SI-02P 512 854 854 683 512 0,8 3.416 89.474
25-Apr-20 62 SI-02P 521 868 868 694 521 0,8 3.472 92.946
26-Apr-20 63 SI-02P 529 882 882 706 529 0,8 3.528 96.474
27-Apr-20 64 SI-02P 538 896 896 717 538 0,8 3.584 100.058
28-Apr-20 65 SI-02P 546 910 910 728 546 0,8 3.640 103.698

88
Lampiran 4. Lanjutan
29-Apr-20 66 SI-02P 485 809 809 647 485 0,7 3.234 106.932
30-Apr-20 67 SI-02P 492 821 821 657 492 0,7 3.283 110.215
1-May-20 68 SI-02P 500 833 833 666 500 0,7 3.332 113.547
2-May-20 69 SI-02P 580 966 966 773 580 0,8 3.864 117.411
3-May-20 70 SI-02P 588 980 980 784 588 0,8 3.920 121.331
4-May-20 71 SI-02P 596 994 994 795 596 0,8 3.976 125.307
5-May-20 72 SI-02P 605 1008 1008 806 605 0,8 4.032 129.339
6-May-20 73 SI-02P 613 1022 1022 818 613 0,8 4.088 133.427
7-May-20 74 SI-02P 622 1036 1036 829 622 0,8 4.144 137.571
8-May-20 75 SI-02P 630 1050 1050 840 630 0,8 4.200 141.771
9-May-20 76 SI-02P 638 1064 1064 851 638 0,8 4.256 146.027

89
Lampiran 4. Lanjutan

Petak 2

Pemberian Pakan F/D Total Pakan


Tanggal DOC Nomor Pakan Komulatif
06.00 10.00 14.00 18.00 22.00 INDEX (gr)
24-Feb-20 1 SI-00 63 63 84 (+14 gr) 210 210
25-Feb-20 2 SI-00 67 67 90 224 434
26-Feb-20 3 SI-00 71 71 95 238 672
27-Feb-20 4 SI-00 76 76 101 252 924
28-Feb-20 5 SI-00 80 80 106 266 1.190
29-Feb-20 6 SI-00 84 84 112 280 1.470
1-Mar-20 7 SI-00 88 88 118 294 1.764
2-Mar-20 8 SI-01 92 92 123 308 2.072
3-Mar-20 9 SI-01 97 97 129 322 2.394
4-Mar-20 10 SI-01 101 101 134 336 2.730
5-Mar-20 11 SI-01 73 109 109 73 (+28 gr) 364 3.094
6-Mar-20 12 SI-01 78 118 118 78 392 3.486
7-Mar-20 13 SI-01 84 126 126 84 420 3.906
8-Mar-20 14 SI-01 90 134 134 90 448 4.354
9-Mar-20 15 SI-01 95 143 143 95 476 4.830
10-Mar-20 16 SI-02S 101 151 151 101 504 5.334
11-Mar-20 17 SI-02S 106 160 160 106 532 5.866
12-Mar-20 18 SI-02S 112 168 168 112 560 6.426
13-Mar-20 19 SI-02S 118 176 176 118 588 7.014

90
Lampiran 4. Lanjutan
14-Mar-20 20 SI-02S 123 185 185 123 616 7.630
15-Mar-20 21 SI-02S 132 197 197 132 (+42 gr) 658 8.288
16-Mar-20 22 SI-02S 140 210 210 140 700 8.988
17-Mar-20 23 SI-02S 148 223 223 148 742 9.730
18-Mar-20 24 SI-02S 157 235 235 157 784 10.514
19-Mar-20 25 SI-02S 165 248 248 165 826 11.340
20-Mar-20 26 SI-02 174 260 260 174 868 12.208
21-Mar-20 27 SI-02 182 273 273 182 910 13.118
22-Mar-20 28 SI-02 190 286 286 190 952 14.070
23-Mar-20 29 SI-02 199 298 298 199 994 15.064
24-Mar-20 30 SI-02 207 311 311 207 1.036 16.100
25-Mar-20 31 SI-02 228 380 380 304 228 0,7 1.519 17.619
26-Mar-20 32 SI-02 235 392 392 314 235 0,7 1.568 19.187
27-Mar-20 33 SI-02 243 404 404 323 243 0,7 1.617 20.804
28-Mar-20 34 SI-02 250 417 417 333 250 0,7 1.666 22.470
29-Mar-20 35 SI-02 257 429 429 343 257 0,7 1.715 24.185
30-Mar-20 36 SI-02SP 227 378 378 302 227 0,6 1.512 25.697
31-Mar-20 37 SI-02SP 233 389 389 311 233 0,6 1.554 27.251
1-Apr-20 38 SI-02SP 239 399 399 319 239 0,6 1.596 28.847
2-Apr-20 39 SI-02SP 287 478 478 382 287 0,7 1.911 30.758
3-Apr-20 40 SI-02SP 294 490 490 392 294 0,7 1.960 32.718
4-Apr-20 41 SI-02SP 301 502 502 402 301 0,7 2.009 34.727
5-Apr-20 42 SI-02SP 309 515 515 412 309 0,7 2.058 36.785

91
Lampiran 4. Lanjutan
6-Apr-20 43 SI-02SP 316 527 527 421 316 0,7 2.107 38.892
7-Apr-20 44 SI-02SP 323 539 539 431 323 0,7 2.156 41.048
8-Apr-20 45 SI-02SP 331 551 551 441 331 0,7 2.205 43.253
9-Apr-20 46 SI-02SP 338 564 564 451 338 0,7 2.254 45.507
10-Apr-20 47 SI-02SP 345 576 576 461 345 0,7 2.303 47.810
11-Apr-20 48 SI-02SP 353 588 588 470 353 0,7 2.352 50.162
12-Apr-20 49 SI-02SP 360 600 600 480 360 0,7 2.401 52.563
13-Apr-20 50 SI-02SP 368 613 613 490 368 0,7 2.450 55.013
14-Apr-20 51 SI-02P 428 714 714 571 428 0,8 2.856 57.869
15-Apr-20 52 SI-02P 437 728 728 582 437 0,8 2.912 60.781
16-Apr-20 53 SI-02P 445 742 742 594 445 0,8 2.968 63.749
17-Apr-20 54 SI-02P 454 756 756 605 454 0,8 3.024 66.773
18-Apr-20 55 SI-02P 462 770 770 616 462 0,8 3.080 69.853
19-Apr-20 56 SI-02P 529 882 882 706 529 0,9 3.528 73.381
20-Apr-20 57 SI-02P 539 898 898 718 539 0,9 3.591 76.972
21-Apr-20 58 SI-02P 487 812 812 650 487 0,8 3.248 80.220
22-Apr-20 59 SI-02P 558 929 929 743 558 0,9 3.717 83.937
23-Apr-20 60 SI-02P 504 840 840 672 504 0,8 3.360 87.297
24-Apr-20 61 SI-02P 512 854 854 683 512 0,8 3.416 90.713
25-Apr-20 62 SI-02P 586 977 977 781 586 0,9 3.906 94.619
26-Apr-20 63 SI-02P 529 882 882 706 529 0,8 3.528 98.147
27-Apr-20 64 SI-02P 538 896 896 717 538 0,8 3.584 101.731
28-Apr-20 65 SI-02P 614 1024 1024 819 614 0,9 4.095 105.826

92
Lampiran 4. Lanjutan
29-Apr-20 66 SI-02P 485 809 809 647 485 0,7 3.234 109.060
30-Apr-20 67 SI-02P 492 821 821 657 492 0,7 3.283 112.343
1-May-20 68 SI-02P 571 952 952 762 571 0,8 3.808 116.151
2-May-20 69 SI-02P 652 1087 1087 869 652 0,9 4.347 120.498
3-May-20 70 SI-02P 588 980 980 784 588 0,8 3.920 124.418
4-May-20 71 SI-02P 596 994 994 795 596 0,8 3.976 128.394
5-May-20 72 SI-02P 605 1008 1008 806 605 0,8 4.032 132.426
6-May-20 73 SI-02P 613 1022 1022 818 613 0,8 4.088 136.514
7-May-20 74 SI-02P 622 1036 1036 829 622 0,8 4.144 140.658
8-May-20 75 SI-02P 709 1181 1181 945 709 0,9 4.725 145.383
9-May-20 76 SI-02P 559 931 931 745 559 0,7 3.724 149.107

93
Lampiran 5. Monitoring Kualitas Air

Petak 1
Salinitas pH Suhu DO Kecerahan
Tanggal DOC
06.00 16.00 06.00 16.00 05.30 13.00 05.30 13.00 11.00
5-Mar-20 11 15 16 7,4 7,6 28,8 32,5 4,86 6,50 40
6-Mar-20 12 16 17 7,4 7,6 29,4 32,2 4,90 6,61 38
7-Mar-20 13 15 17 7,5 7,7 28,2 32,1 5,06 6,55 39
8-Mar-20 14 14 14 7,5 7,6 28,0 31,7 4,89 6,51 39
9-Mar-20 15 13 15 7,5 7,6 28,9 32,3 4,79 6,41 37
10-Mar-20 16 13 15 7,4 7,5 29,4 32,6 4,70 6,50 38
11-Mar-20 17 15 17 7,6 7,8 28,3 31,2 4,65 6,36 37
12-Mar-20 18 15 16 7,6 7,7 29,6 31,6 4,77 6,42 36
13-Mar-20 19 14 15 7,5 7,6 28,4 32,5 4,59 6,31 34
14-Mar-20 20 14 16 7,6 7,7 28,0 31,1 4,67 6,24 32
15-Mar-20 21 15 17 7,7 7,8 28,2 32,2 4,58 6,34 30
16-Mar-20 22 16 17 7,6 7,8 28,4 31,8 4,66 6,21 28
17-Mar-20 23 16 18 7,5 7,6 29,1 32,5 4,48 6,30 30
18-Mar-20 24 15 16 7,6 7,7 29,6 31,4 4,55 6,19 33
19-Mar-20 25 14 16 7,5 7,7 28,3 32,1 4,68 6,27 32
20-Mar-20 26 15 16 7,5 7,6 28,4 31,1 4,57 6,16 29
21-Mar-20 27 16 18 7,5 7,6 28,9 32,3 4,49 5,99 34
22-Mar-20 28 17 18 7,6 7,7 28,6 31,8 4,38 6,00 30
23-Mar-20 29 18 20 7,6 7,8 28,2 31,6 4,31 5,86 30

94
Lampiran 5. Lanjutan
24-Mar-20 30 20 21 7,5 7,6 29,8 31,7 4,28 6,09 32
25-Mar-20 31 19 20 7,5 7,8 28,3 32,4 4,39 5,96 34
26-Mar-20 32 21 22 7,6 7,9 28,5 32,6 4,30 5,89 30
27-Mar-20 33 22 24 7,8 8,0 28,7 32,5 4,32 5,79 30
28-Mar-20 34 23 24 7,6 7,9 28,7 32,5 4,25 5,88 28
29-Mar-20 35 23 24 7,7 7,9 29,5 32,7 4,29 5,70 30
30-Mar-20 36 24 25 7,5 7,7 28,3 32,6 4,35 5,82 30
31-Mar-20 37 23 24 7,5 7,7 28,1 31,4 4,30 5,77 30
1-Apr-20 38 23 24 7,6 7,7 28,7 32,5 4,24 5,65 30
2-Apr-20 39 24 25 7,4 7,6 28,4 31,6 4,23 5,70 29
3-Apr-20 40 23 24 7,5 7,6 28,9 32,2 4,36 5,56 30
4-Apr-20 41 24 26 7,4 7,5 28,5 32,8 3,99 5,39 28
5-Apr-20 42 23 24 7,4 7,4 28,8 31,8 3,91 5,20 28
6-Apr-20 43 20 22 7,5 7,6 28,5 32,4 4,00 5,16 30
7-Apr-20 44 20 21 7,2 7,3 28,0 32,6 3,95 5,28 32
8-Apr-20 45 21 23 7,3 7,4 28,6 32,5 4,14 5,17 29
9-Apr-20 46 20 22 7,5 7,6 27,8 31,9 4,00 5,00 30
10-Apr-20 47 20 22 7,4 7,5 28,0 32,0 3,93 4,84 28
11-Apr-20 48 23 24 7,5 7,6 28,9 31,8 4,16 4,98 26
12-Apr-20 49 22 23 7,6 7,7 29,2 32,5 3,94 4,86 30
13-Apr-20 50 22 24 7,6 7,8 29,5 32,3 3,87 4,67 28
14-Apr-20 51 23 25 7,5 7,6 28,2 31,9 3,71 4,87 28
15-Apr-20 52 22 23 7,6 7,7 28,3 32,6 4,20 5,25 30

95
Lampiran 5. Lanjutan
16-Apr-20 53 21 22 7,4 7,5 29,4 32,4 4,44 5,56 32
17-Apr-20 54 23 24 7,3 7,4 29,0 32,5 4,76 6,38 34
18-Apr-20 55 23 24 7,5 7,6 28,6 32,0 5,04 6,69 30
19-Apr-20 56 24 25 7,4 7,6 28,1 32,3 4,95 6,78 28
20-Apr-20 57 23 24 7,5 7,7 28,8 31,8 4,85 6,80 30
21-Apr-20 58 22 24 7,5 7,6 28,7 32,6 4,92 6,61 28
22-Apr-20 59 23 24 7,4 7,5 29,1 32,4 4,75 6,54 26
23-Apr-20 60 23 25 7,5 7,6 28,6 32,6 4,83 6,62 30
24-Apr-20 61 24 26 7,6 7,7 28,4 32,1 4,67 6,44 28
25-Apr-20 62 23 24 7,5 7,6 27,8 32,4 4,59 6,40 28
26-Apr-20 63 23 25 7,5 7,7 28,3 33,2 4,50 6,29 24
27-Apr-20 64 24 25 7,6 7,8 27,6 32,3 4,62 6,34 26
28-Apr-20 65 24 25 7,6 7,7 28,4 33,4 4,46 6,22 26
29-Apr-20 66 25 26 7,6 7,7 27,7 33,4 4,64 6,10 26
30-Apr-20 67 24 26 7,7 7,8 28,6 32,4 4,54 5,93 27
1-May-20 68 23 24 7,6 7,7 27,6 32,7 4,57 6,05 26
2-May-20 69 24 25 7,6 7,8 28,2 33,6 4,49 5,85 28
3-May-20 70 26 27 7,5 7,8 27,6 32,8 4,41 5,67 28
4-May-20 71 24 25 7,6 7,7 28,0 32,9 4,50 5,74 28
5-May-20 72 25 26 7,6 7,8 28,3 33,6 4,37 5,57 26
6-May-20 73 24 25 7,5 7,9 27,5 33,3 4,31 5,41 25
7-May-20 74 25 27 7,6 7,8 28,3 32,9 4,42 5,54 26
8-May-20 75 25 26 7,5 7,7 27,6 32,7 4,30 5,48 24

96
Lampiran 5. Lanjutan
9-May-20 76 25 27 7,6 7,8 28,0 32,9 4,34 5,35 24

Petak 2
Salinitas pH Suhu DO Kecerahan
Tanggal DOC
06.00 16.00 06.00 16.00 05.30 13.00 05.30 13.00 11.00
5-Mar-20 11 14 16 7,4 7,5 28,8 32,3 4,98 6,43 39
6-Mar-20 12 14 15 7,3 7,6 29,1 31,4 5,01 6,55 38
7-Mar-20 13 14 15 7,5 7,6 28,7 31,8 4,83 6,47 40
8-Mar-20 14 13 14 7,5 7,7 29,5 32,8 4,90 6,38 38
9-Mar-20 15 13 15 7,4 7,6 29,5 32,3 4,84 6,50 36
10-Mar-20 16 13 14 7,5 7,6 28,0 31,8 4,79 6,32 37
11-Mar-20 17 14 16 7,6 7,7 28,5 32,1 4,68 6,34 36
12-Mar-20 18 14 15 7,5 7,6 29,5 31,8 4,75 6,27 36
13-Mar-20 19 13 14 7,5 7,6 29,0 32,6 4,77 6,39 34
14-Mar-20 20 14 16 7,8 7,9 28,2 32,2 4,65 6,22 34
15-Mar-20 21 14 15 8,0 8,2 28,1 32,6 4,70 6,40 33
16-Mar-20 22 15 16 7,8 8,0 29,2 32,5 4,78 6,29 33
17-Mar-20 23 15 17 7,9 8,1 29,2 32,5 4,66 6,32 32
18-Mar-20 24 15 16 7,8 7,9 29,0 31,9 4,62 6,21 34
19-Mar-20 25 15 16 7,7 7,8 28,0 32,7 4,53 6,30 32
20-Mar-20 26 14 15 7,4 7,5 28,2 32,4 4,40 6,19 30
21-Mar-20 27 18 19 7,2 7,4 28,2 31,9 4,59 6,25 32
22-Mar-20 28 20 21 7,4 7,5 28,2 32,2 4,46 6,15 30

97
Lampiran 5. Lanjutan
23-Mar-20 29 20 21 7,3 7,6 28,4 31,9 4,61 6,20 34
24-Mar-20 30 21 22 7,4 7,7 28,1 32,6 4,43 6,01 28
25-Mar-20 31 22 23 7,5 7,6 29,2 32,5 4,51 5,90 30
26-Mar-20 32 23 24 7,5 7,8 29,2 32,5 4,45 6,00 32
27-Mar-20 33 23 25 7,6 7,9 28,3 31,4 4,50 5,88 31
28-Mar-20 34 23 24 7,5 7,7 28,3 32,3 4,44 5,76 28
29-Mar-20 35 24 25 7,5 7,6 29,1 32,5 4,35 5,91 30
30-Mar-20 36 23 24 7,5 7,6 28,6 32,3 4,40 5,89 26
31-Mar-20 37 23 24 7,4 7,6 28,7 32,2 4,38 6,06 27
1-Apr-20 38 23 25 7,4 7,5 28,3 32,4 4,40 5,90 28
2-Apr-20 39 23 24 7,5 7,6 29,4 32,6 4,25 5,73 31
3-Apr-20 40 22 24 7,4 7,5 29,2 32,0 4,20 5,62 30
4-Apr-20 41 21 23 7,4 7,5 28,4 32,5 4,31 5,72 27
5-Apr-20 42 21 22 7,2 7,3 29,0 32,2 4,16 5,80 28
6-Apr-20 43 20 21 7,2 7,4 28,1 31,8 3,98 5,63 26
7-Apr-20 44 20 22 7,2 7,5 27,8 32,6 4,20 5,70 30
8-Apr-20 45 22 23 7,3 7,6 28,0 31,8 4,11 5,57 29
9-Apr-20 46 23 24 7,4 7,6 28,3 32,2 4,19 5,45 32
10-Apr-20 47 22 24 7,4 7,5 28,1 32,5 4,00 5,20 30
11-Apr-20 48 22 23 7,5 7,7 28,5 31,8 3,84 5,00 26
12-Apr-20 49 23 24 7,5 7,7 28,4 32,0 3,89 4,95 30
13-Apr-20 50 23 25 7,4 7,6 28,0 32,3 3,72 5,06 28
14-Apr-20 51 24 25 7,5 7,6 28,3 32,1 5,11 5,20 28

98
Lampiran 5. Lanjutan
15-Apr-20 52 23 25 7,5 7,6 27,7 32,5 4,23 5,48 30
16-Apr-20 53 24 26 7,4 7,5 28,4 31,7 4,36 5,84 28
17-Apr-20 54 24 25 7,4 7,5 28,6 32,4 4,48 6,34 28
18-Apr-20 55 25 26 7,5 7,6 28,2 32,3 4,79 6,74 30
19-Apr-20 56 24 25 7,5 7,7 28,6 32,7 5,01 6,86 28
20-Apr-20 57 24 25 7,6 7,7 28,3 33,4 4,92 6,72 26
21-Apr-20 58 24 26 7,6 7,8 28,7 32,5 5,06 6,59 27
22-Apr-20 59 25 26 7,6 7,9 28,2 32,7 4,82 6,70 28
23-Apr-20 60 24 25 7,7 7,8 28,4 32,4 4,90 6,61 28
24-Apr-20 61 23 24 7,6 7,7 28,1 32,1 4,80 6,72 29
25-Apr-20 62 23 24 7,5 7,7 28,6 32,0 4,74 6,54 30
26-Apr-20 63 24 25 7,5 7,6 27,5 32,2 4,81 6,60 32
27-Apr-20 64 23 24 7,6 7,8 28,0 33,4 4,76 6,43 28
28-Apr-20 65 24 25 7,6 7,9 28,3 32,5 4,68 6,24 28
29-Apr-20 66 24 26 7,6 7,7 27,4 33,4 4,78 5,95 26
30-Apr-20 67 24 25 7,5 7,7 27,8 33,2 4,69 6,03 25
1-May-20 68 24 25 7,6 7,8 28,0 32,6 4,54 6,20 26
2-May-20 69 25 26 7,6 7,7 28,3 32,8 4,62 5,99 26
3-May-20 70 25 27 7,5 7,8 28,4 33,6 4,58 6,04 25
4-May-20 71 26 27 7,7 7,8 27,8 32,7 4,72 5,90 26
5-May-20 72 25 26 7,5 7,6 28,0 33,4 4,51 5,76 28
6-May-20 73 25 26 7,5 7,9 28,2 32,8 4,60 5,80 28
7-May-20 74 25 27 7,4 7,6 27,8 33,7 4,50 5,67 24

99
Lampiran 5. Lanjutan
8-May-20 75 25 26 7,3 7,6 28,0 32,9 4,40 5,58 26
9-May-20 76 25 26 7,5 7,7 28,3 32,6 4,48 5,43 26

100
Lampiran 6. Hasil Sampling

Sampling Petak 1 Petak 2


Tanggal DOC
ke- ABW ADG Size ABW ADG Size
1 24-Mar-20 30 2,72 - 367 2,63 - 381
2 29-Mar-20 35 4,22 0,30 237 4,12 0,30 242
3 3-Apr-20 40 5,45 0,25 183 5,44 0,26 184
4 8-Apr-20 45 6,72 0,25 149 6,84 0,28 146
5 13-Apr-20 50 8,40 0,34 119 8,29 0,29 121
6 18-Apr-20 55 11,46 0,34 99 9,67 0,28 103
7 23-Apr-20 60 11,46 0,27 87 11,85 0,44 84
8 28-Apr-20 65 13,05 0,32 77 13,38 0,31 75
9 3-May-20 70 14,91 0,37 67 15,41 0,40 65
10 8-May-20 75 16,48 0,31 61 17,18 0,35 58

101
Lampiran 7. Hasil Panen

Jumlah Pakan
Luas Tanggal Biomassa ABW SR Populasi
Petak Tebar Umur Size Kumulatif FCR Harga
(m²) Panen (kg) (gr) (%) (ekor)
(ekor) (kg) (Rp)
1 50 7000 9-May-20 76 89,8 60 16,67 77 5.390 146 1,62 64.000
2 50 7000 9-May-20 76 88,4 57 17,54 72 5.040 149 1,68 66.000

102
Lampiran 8. Analisis Finansial
A. Biaya Investasi
Harga
No Jenis Investasi Volume Biaya Sisa Usia Ekonomis (Tahun) Penyusutan
Satuan Total
Kolam Beton 2 Rp 25.000.000 Rp 50.000.000 Rp 35.000.000 10 Rp 1.500.000
Ruang Pertemuan dan Panen 1 Rp 10.000.000 Rp 10.000.000 Rp 6.000.000 10 Rp 400.000
Gudang Pakan 1 Rp 5.000.000 Rp 5.000.000 Rp 2.600.000 10 Rp 240.000
Mesin Genset 220 V 1 Rp 7.000.000 Rp 7.000.000 Rp 3.800.000 10 Rp 320.000
Mesin Hi-Blow 2 Rp 8.000.000 Rp 16.000.000 Rp 9.000.000 10 Rp 700.000
Mesin Blower 1 1/2 HP 1 Rp 10.000.000 Rp 10.000.000 Rp 7.000.000 10 Rp 300.000
Jet Pump 2 Rp 650.000 Rp 1.300.000 Rp 800.000 5 Rp 100.000
Instalasi Listrik 1 Rp 2.000.000 Rp 2.000.000 Rp 1.200.000 5 Rp 160.000
Instalasi Aerasi 2 Rp 5.000.000 Rp 10.000.000 Rp 5.200.000 5 Rp 960.000
Refraktometer 1 Rp 2.500.000 Rp 2.500.000 Rp 1.200.000 5 Rp 260.000
pH Meter 1 Rp 1.000.000 Rp 1.000.000 Rp 520.000 5 Rp 96.000
Thermometer 1 Rp 30.000 Rp 30.000 Rp 17.000 5 Rp 2.600
Peralatan Kebersihan 1 Rp 80.000 Rp 80.000 Rp 40.000 2 Rp 20.000
Selang Spiral 1 1/2" 1 Rp 150.000 Rp 150.000 Rp 80.000 2 Rp 35.000
Timbangan Digital Kecil 1 Rp 40.000 Rp 40.000 Rp 25.000 2 Rp 7.500
Timbangan Digital Besar 2 Rp 100.000 Rp 200.000 Rp 100.000 2 Rp 50.000
Ember Besar 1 Rp 30.000 Rp 30.000 Rp 15.000 2 Rp 7.500
Ember Kecil 3 Rp 20.000 Rp 60.000 Rp 30.000 2 Rp 15.000
Anco 2 Rp 150.000 Rp 300.000 Rp 160.000 3 Rp 46.667

103
Lampiran 8. Lanjutan
Jerigen 3 Rp 60.000 Rp 180.000 Rp 95.000 3 Rp 28.333
Tong Kultur 2 Rp 60.000 Rp 120.000 Rp 70.000 3 Rp 16.667
Gayung Pakan 2 Rp 15.000 Rp 30.000 Rp 15.000 2 Rp 7.500
Lampu 5 Rp 30.000 Rp 150.000 Rp - 1 Rp 150.000
Total Rp 116.020.000
Penyusutan Per Tahun Rp 5.272.767
Penyusutan Per Siklus Rp 1.757.589

B. Biaya Tetap
Biaya
No Jenis
Persiklus Pertahun
1 Penyusutan Rp 1.757.589 Rp 5.272.767
2 Listrik Rp 2.700.000 Rp 8.100.000
3 Gaji Karyawan Rp 1.500.000 Rp 4.500.000
Total Rp 5.957.589 Rp 17.872.767

C. Biaya Tidak Tetap


Harga Biaya
No Jenis Volume Satuan
Satuan Total Persiklus Pertahun
1 Benur 14000 Ekor Rp 45 Rp 630.000 Rp 630.000 -
2 Pakan Pellet SI 295 Kg Rp 14.500 Rp 4.277.500 Rp 4.277.500 -
3 Molase 7 Liter Rp 3.000 Rp 21.000 Rp 21.000 -
4 Vitamin C 100 Gr Rp 170 Rp 17.000 Rp 17.000 -

104
Lampiran 8. Lanjutan
5 Yakult 4 Botol Rp 2.500 Rp 10.000 Rp 10.000 -
6 Ragi 10 Butir Rp 400 Rp 4.000 Rp 4.000 -
7 ZA 5 Kg Rp 6.000 Rp 30.000 Rp 30.000 -
8 SP36 5 Kg Rp 6.000 Rp 30.000 Rp 30.000 -
9 Kaporit 3 Kg Rp 25.000 Rp 75.000 Rp 75.000 -
10 Aquazyme 1,3 Kg Rp 450.000 Rp 585.000 Rp 585.000 -
11 Kapur Dolomit 10 Kg Rp 9.000 Rp 90.000 Rp 90.000 -
12 Kapur Kaptan 10 Kg Rp 6.000 Rp 60.000 Rp 60.000 -
13 Kapur Aktif 3 Kg Rp 5.000 Rp 15.000 Rp 15.000 -
14 Bensin 5 Liter Rp 10.000 Rp 50.000 Rp 50.000 -
15 Serokan 2 Buah Rp 25.000 Rp 50.000 Rp 50.000 -
16 Upah Panen 2 Orang Rp 80.000 Rp 160.000 Rp 160.000 -
17 Perawatan Bangunan 1 Unit Rp 150.000 Rp 150.000 Rp 150.000 -
18 lain-lain 1 Buah Rp 50.000 Rp 50.000 Rp 50.000 -
19 Total Rp 6.304.500 Rp 18.913.500

Perhitungan:

1. Keuntungan = Pendapatan Total 1 Siklus - Biaya Produksi 1 Siklus


Keuntungan = Rp 11.581.600 - Rp 6.304.500
Keuntungan = Rp 5.277.100 - 5% (Bonus Kinerja)
Keuntungan = Rp 5.277.100 - Rp 263.855
Keuntungan = Rp 5.013.245

105
106

Lampiran 8. Lanjutan

Total Pendapatan
2. R/C Ratio = Total Biaya Produksi

Rp 11.581.600
= Rp 6.304.500

= 1.84 (layak)
Total Biaya Tetap
3. BEP Harga = 1−(Biaya variabel / hasil penjualan)

Rp 5.957.589
=
1−(Rp 6.304.500 / Rp 11.581.600)

= Rp 13.075.062
Total Biaya Tetap
4. BEP Unit = Harga (𝑝)/𝑘𝑔−biaya variabel)

Rp 5.957.589
= 64.992 − (Rp 64.992 − Rp 6.304.500)

= 201 kg
Biaya Investasi
5. Payback Period = Keuntungan
x tahun

Rp 116.020.000
= x 1 tahun
Rp 5.013.245

= 23 (Jika 1 tahun 3 siklus)


= 23/3 = 7.71 (persiklus)
= 7.71 (7 Tahun. 8 Bulan 16 Hari)
Keuntungan
6. Return Of Investment = Biaya Investasi x 100
Rp 5.013.245
= Rp 116.020.000 x 100

= 4.32 %
Lampiran 8. Lanjutan
D. Pendapatan dalam 3 siklus terakhir

Siklus ke -
Uraian
1 2 3
Jumlah panen (kg) 352 73,7 178,2
Harga Rp 52.659 Rp 50.000 Rp 64.992
Total Pendapatan Rp 18.536.000 Rp 3.685.000 Rp 11.581.600
Total pertahun Rp 33.802.600

E. Aliran Kas Pokdakan

No Uraian Tahun ke 0 Tahun ke 1 Tahun ke 2 Tahun ke 3 Tahun ke 4


1 Kas Masuk
Modal Investasi Rp 116.020.000
Penjualan Rp 33.802.400 Rp 33.802.400 Rp 33.802.400 Rp 33.802.400
Nilai Sisa
Total Rp - Rp 33.802.400 Rp 33.802.400 Rp 33.802.400 Rp 33.802.400
2 Kas Keluar
Biaya Investasi Rp 116.020.000
Biaya Tetap Rp 12.600.000 Rp 12.600.000 Rp 12.600.000 Rp 12.600.000
Biaya Tidak Tetap Rp 18.913.500 Rp 18.913.500 Rp 18.913.500 Rp 18.913.500
3 Total Pengeluaran Rp 116.020.000 Rp 31.513.500 Rp 31.513.500 Rp 31.513.500 Rp 31.513.500
Laba Kotor Rp (116.020.000) Rp 2.288.900 Rp 2.288.900 Rp 2.288.900 Rp 2.288.900

107
Lampiran 8. Lanjutan
Bonus (5%) Rp 114.445 Rp 114.445 Rp 114.445 Rp 114.445
4 Laba Bersih Rp (116.020.000) Rp 2.174.455 Rp 2.174.455 Rp 2.174.455 Rp 2.174.455
5 Diskon Faktor (4,5%) 1,000 0,957 0,916 0,876 0,839
6 Present Value Rp (116.020.000) Rp 2.080.818 Rp 1.991.214 Rp 1.905.468 Rp 1.823.414
7 Kas Kumulatif Rp (116.020.000) Rp (113.939.182) Rp (111.947.968) Rp (110.042.501) Rp (108.219.087)

No Uraian Tahun ke 5 Tahun ke 6 Tahun ke 7


1 Kas Masuk
Modal Investasi
Penjualan Rp 33.802.400 Rp 33.802.400 Rp 33.802.400
Nilai Sisa
Total Rp 33.802.400 Rp 33.802.400 Rp 33.802.400
2 Kas Keluar
Biaya Investasi
Biaya Tetap Rp 12.600.000 Rp 12.600.000 Rp 12.600.000
Biaya Tidak Tetap Rp 18.913.500 Rp 18.913.500 Rp 18.913.500
3 Total Pengeluaran Rp 31.513.500 Rp 31.513.500 Rp 31.513.500
Laba Kotor Rp 2.288.900 Rp 2.288.900 Rp 2.288.900
Bonus (5%) Rp 114.445 Rp 114.445 Rp 114.445
4 Laba Bersih Rp 2.174.455 Rp 2.174.455 Rp 2.174.455
5 Diskon Faktor (4,5%) 0,802 0,768 0,735
6 Present Value Rp 1.744.894 Rp 1.669.755 Rp 1.597.851
7 Kas Kumulatif Rp (106.474.193) Rp (104.804.438) Rp (103.206.587)

108
Lampiran 8. Lanjutan

No Uraian Tahun ke 8 Tahun ke 9 Tahun ke 10


1 Kas Masuk
Modal Investasi
Penjualan Rp 33.802.400 Rp 33.802.400 Rp 33.802.400
Nilai Sisa Rp 72.967.000
Total Rp 33.802.400 Rp 33.802.400 Rp 106.769.400
2 Kas Keluar
Biaya Investasi
Biaya Tetap Rp 12.600.000 Rp 12.600.000 Rp 12.600.000
Biaya Tidak Tetap Rp 18.913.500 Rp 18.913.500 Rp 18.913.500
3 Total Pengeluaran Rp 31.513.500 Rp 31.513.500 Rp 31.513.500
Laba Kotor Rp 2.288.900 Rp 2.288.900 Rp 75.255.900
Bonus (5%) Rp 114.445 Rp 114.445 Rp 114.445
4 Laba Bersih Rp 2.174.455 Rp 2.174.455 Rp 75.141.455
5 Diskon Faktor (4,5%) 0,703 0,673 0,644
6 Present Value Rp 1.529.044 Rp 1.463.200 Rp 48.385.663
7 Kas Kumulatif Rp (101.677.543) Rp (100.214.342) Rp (51.828.679)

Bonus = 5%
Sumber modal = milik pribadi
Lahan = milik pribadi
Discount Rate = 4,5% (asumsi berdasarkan Bank Indonesia 2020)

109
Lampiran 8. Lanjutan
Pembuatan data operasional di asumsikan tidak mengalami perubahan nilai selama kurun waktu 10 tahun.
Diskon awal pembangunan (4,5%) Diskon faktor tahun ke 1 (4,5%) Diskon faktor tahun ke 2 (4,5%)
1 1 1
= (1+4,5% )tahun
= (1+4,5% )tahun
= (1+4,5% )tahun
1 1 1
= (1+ = (1+ = (1+
4,5% )0 4,5% )1 4,5% )2

= 1,000 = 0,957 = 0,916


Diskon faktor tahun ke 3 (4,5%) Diskon faktor tahun ke 4 (4,5%) Diskon faktor tahun ke 5 (4,5%)
1 1 1
= (1+4,5% )tahun
= (1+4,5% )tahun
= (1+4,5% )tahun
1 1 1
= (1+ = (1+ = (1+
4,5% )3 4,5% )4 4,5% )5

= 0,876 = 0,839 = 0,802


Diskon faktor tahun ke 6 (4,5%) Diskon faktor tahun ke 7 (4,5%) Diskon faktor tahun ke 8 (4,5%)
1 1 1
= (1+4,5% )tahun
= (1+4,5% )tahun
= (1+4,5% )tahun
1 1 1
= (1+ 4,5% )6 = (1+ 4,5% )7 = (1+ 4,5% )8

= 0,768 = 0,735 = 0,703

110
111

Lampiran 8. Lanjutan
Diskon faktor tahun ke 9 (4,5%) Diskon faktor tahun ke 10 (4,5%)
1 1
= (1+4,5% )tahun
= (1+4,5% )tahun
1 1
= (1+ 4,5% )9 = (1+ 4,5% )10

= 0,673 = 0,644

F. Perhitungan NPV

Tahun
DF (4,5%) Present Value
ke-
0 1,000 Rp (116.020.000)

1 0,957 Rp 2.080.818

2 0,916 Rp 1.991.214

3 0,876 Rp 1.905.468

4 0,839 Rp 1.823.414
5 0,802 Rp 1.744.894
6 0,768 Rp 1.669.755
7 0,735 Rp 1.597.851
8 0,703 Rp 1.529.044
9 0,673 Rp 1.463.200
10 0,644 Rp 48.385.663
Total present value Rp (51.828.679)
Lampiran 8. Lanjutan
G. Formula Interpolasi

Net Benefit (Rp)


I (%)
Tahun ke 0 Tahun ke 1 Tahun ke 2 Tahun ke 3 Tahun ke 4 Tahun ke 5
r1 -3,00% Rp (116.020.000) Rp 2.241.706 Rp 2.311.037 Rp 2.382.513 Rp 2.456.199 Rp 2.532.164
r2 -2,22% Rp (116.020.000) Rp 2.223.824 Rp 2.274.314 Rp 2.325.950 Rp 2.378.758 Rp 2.432.766

Net Benefit (Rp) NPV


I (%) (%)
Tahun ke 6 Tahun ke 7 Tahun ke 8 Tahun ke 9 Tahun ke 10
r1 -3,00% Rp 2.610.478 Rp 2.691.214 Rp 2.774.448 Rp 2.860.255 Rp 101.897.202 Rp 8.737.215
r2 -2,22% Rp 2.487.999 Rp 2.544.487 Rp 2.602.257 Rp 2.661.339 Rp 94.054.433 (Rp 33.874)

NPV1
IRR = r1 + (r2-r1) x NPV1-NPV2
Rp 8.737.215
IRR = -3,00% + (-2,22% - 3,00%) x
Rp 8.737.215 - Rp (33.874)

= -8,22 x 0,996
= -8,18

112
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Serang, Banten pada tanggal 05


Februari 1998, anak pertama dari empat bersaudara dari
pasangan Bapak Mujianto dan Ibu Az Niken C.K. Penulis
menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak di TK
Islam Terpadu Al-izzah Kota Serang pada tahun 2004.
Pada tahun 2010 penulis menyelesaikan pendidikan
Sekolah Dasar di SD Islam Terpadu Al-izzah Kota Serang.
Pada tahun 2013 penulis menyelesaikan Sekolah
Menengah Pertama di SMP Islam Terpadu Al-izzah Kota Serang dan pada tahun
2016 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas di MAN 2 Kota
Serang.
Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan Diploma IV di Politeknik Ahli
Usaha Perikanan Jurusan Pengelolaan Sumber Daya Perairan Program Studi
Teknologi Akuakultur. Akhirnya pada tahun 2020 penulis dapat menyelesaikan
pendidikan dengan membuat Karya Ilmiah Praktik Akhir yang berjudul
“Manajemen Produksi Pembesaran Udang Vaname (Penaeus vannamei)
Skala Rumah Tangga di Pokdakan Busmata Vaname, Kab Situbondo, Jawa
Timur”. Sehingga penulis mendapat gelar Sarjana Terapan Perikanan (S.Tr.Pi).

Anda mungkin juga menyukai