Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga laporan praktek kerja lapang tentang “Teknik Pembesaran
Udang Vanamei (Litopenaeus Vannamei)” dengan menggunakan sistem intensif di Tambak
Kapal Api (PT. PPI Farm Lamongan) yang terletak di Dusun Gembyang, Desa Sidomukti,
Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan. Laporan ini di susun berdasarkan hasil Praktek
Kerja Lapang yang di laksanakan di unit B pada tanggal 19 februari sampai 20 maret 2021.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Bapak Ahmad, S.Ag.,M.pd. Selaku Rektor Universitas Islam Madura.
2. Bapak Moh. Ramly S.Hut.,Mp. Selaku Dekan Fakultas Pertanian.
3. Bapak Dr. Sugiono, Spi.,Mp. Selaku Ketua Prodi Agronbisnis Perikanan.
4. Bapak M. Taufiq Hidayat SP.,MM. Selaku Dosen Pembimbing.
5. Bapak indra Febriantoro S.pi. Selaku Technical Support PT Matahari Sejahtera.
6. Bapak Muchtar Fauzi S.,Pi. Selaku Teknisi Sekaligus Mentor Di Lapang Tambak
Kapal Api (PT. PPI Farm Lamongan).
7. Seluruh Staf Pengajar Dan Pegawai Di Fakultas Pertanian.
8. Serta Penulis Juga Mengucapkan Terimakasih Kepada Kedua Orang Tua Yang
Selalu Support Dalam Studi Penulis.
Penulis menyadari bahwa Praktek Kerja Lapang ini masih sangat jauh dari kata
kesempurnaan sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi
perbaikan dan kesempurnaan dalam menyusun laporan-laporan selanjutnya. Penulis
berharap semoga laporan ilmiah ini bisa bermanfaat serta dapat memberikan informasi bagi
semua pihak. Akhir kata penulis mengharapkan laporan Praktek Kerja Lapang Ini bisa
bermanfaat bagi setiap pembacanya.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Udang adalah salah satu komoditas yang sangat di gemari oleh para pembudidaya
pada saat ini. Hal ini di pengaruhi permintaan pasar yang semakin meningkat, sehingga
budidaya udang vannamei ini memiliki nilai ekonomis yang tinggi di tambah lagi pada saat
ini udang adalah salah satu barang ekspor terbesar bahkan kedudukannya menempati
urutan kelima dalam dunia eksportir non migas khususnya di Indonesia. Salah satu jenis
udang yang banyak di budidaya adalah udang yang berjenis vannamei (Litopenaeus
Vannamei) dikarenakan udang ini memiliki banyak sekali keunggulan yaitu tahan terhadap
penyakit, pertumbuhannya lebih cepat, tahan terhadap gangguan lingkungan, memiliki sr
yang tinggi, hemat pakan, serta memiliki waktu budidaya yang pendek (singkat) yaitu berada
di kisaran 90-100 hari dalam setiap siklusnya (purnamasari et al. 2017).
Langkah utama yang harus kita perhatikan dalam budidaya udang vannamei
menurut technical support PT. Matahari Sejahtera kita harus memerhatikan kelayakan
kolam serta air yang akan kita gunakan. Kita harus melakukan beberapa treatment sebelum
kolam tersebut kita tebarkan benur. Hal ini harus di lakukan karena benur tidak mudah
untuk beradaptasi dengan cepat sehingga kita harus sangat memperhatikan kondisi serta
harus membuat PH yang sama dengan PH air yang sebelumnya di tempati oleh benur
tersebut. Pengecekan PH biasanya di lakukan 2 kali dalam sehari, pada umumnya
pengecekan di lakukan pada pagi dan sore hari pada kolam yang sudah berisi udang. Hal ini
di lakukan agar PH di kolam tersebut terjaga karena jika PH terlalu asam maka udang di
kolam tersebut akan mengalami gagal moulting akibat keracunan H2S, dan sebaliknya jika
PH terlalu basa udang tersebut beresiko keracunan amonia.
Penyakit pada udang vannamei ini terdapat 2 golongan. Menurut technical support
PT. Matahari sejahtera penyakit pada udang memiliki sifat infeksi dan non infeksi, dan pada
setiap penyakit masing-masing memiliki cara dan perlakuan tersendiri sehingga kita harus
mengambil langkah yang cepat dan aman supaya penyakit tersebut tidak semakin parah
atau menyebar. Di dalam budidaya udang vannamei cuaca juga sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan serta perkembangan udang, salah satunya pada saat musim
penghujan. Terdapat beberapa masalah, salah satunya plankton crash yang memiliki ciri-ciri
muncul klekap di permukaan air, warna air cenderung gelap, serta timbulnya aroma amis
dan tidak sedap. Langkah yang harus di ambil dalam plankton crash ini kita harus melakukan
pergantian air, serta mengaplikasikan probiotik dan dolomite pada pagi hari hal ini di
lakukan secara terus menerus sampai permasalahan tersebut berhenti. Dalam hal ini juga di
perkuat oleh penelitian (Hartoyo and Fariyanti. 2018).
Di dalam faktor yang mempengaruhi budidaya salah satunya adalah air. Menurut
teknisi Tambak Kapal Api (PT. PPI Farm Lamongan) air kolam juga sangat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan benur atau udang, sehingga kita harus memastikan di
dalam kolam yang berisi air tersebut tidak ada penyakit atau bakteri jahat yang akan
merugikan benur. Oleh karena hal itu pengecekan kolam harus terjadwalkan untuk
meminimalisir atau mengetahui kondisi kolam, jika di kolam terdapat penyakit atau bakteri
jahat kita bisa segera mengetahui. Sehingga kita bisa memilih langkah apa yang harus di
lakukan untuk mencegah atau mengobati penyakit yang ada di kolam tersebut.
Udang vannamei (Litopenaeus Vannamei) masuk ke Indonesia dan dirilis secara
resmi pada tahun 2001 (Nababan et al. 2015). Udang ini berasal dari pantai barat pasifik
amerika latin, mulai dari peru di selatan hingga utara meksiko (Purnamasari et al. 2017).
Padat tebar udang vannamei cukup berpengaruh sehingga kita harus memperhatikan
kepadatan penebaran benur setiap meternya karena kita harus menyesuaikan luas tambak
yang akan di gunakan. Sehingga dapat di simpulkan bahwa luas tambak juga mempengaruhi
pada hasil akhir udang (panen).
Budidaya udang vannamei ini memiliki beberapa cara atau teknik yaitu secara
tradisional, semi intensif, intensif, serta supra intensif. Budidaya udang vannamei secara
intensif dengan padat tebar yang tinggi membutuhkan pakan tambahan (buatan) (Hartini.
2019). Dalam memberikan pakan ini kita harus mengelolanya dengan baik. Budidaya udang
secara intensif memiliki padat tebar yang tinggi yaitu berada dalam kisaran 100-300
ekor/m2 (Arifin et al. 2005).
Pelaksanaan praktek kerja lapang ini di lakukan untuk mengetahui secara langsung
kegiatan atau teknik pembesaran udang vannamei di tambak yang menggunakan teknik
intensif. Hal ini juga bertujuan untuk mengaplikasikan ilmu teori yang di dapatkan di
Universitas Islam Madura dengan cara memadukan kenyataan yang ada di tambak. Praktek
kerja lapang ini juga bisa menambah wawasan pengetahuan yang belum pernah di dapatkan
dalam perkuliahan, sehingga mahasiswa bisa memiliki gambaran yang lebih signifikan untuk
kedepannya jika sudah memiliki usaha budidaya sendiri.
Filum :Arthropoda
Kelas :Crustacea
Subkelas : Malacostraca
Seri : Eumalacostraca
Super Bangsa : Eucarida
Bangsa : Depacoda
Sub Bangsa : Dendrobrachiata
Infra Bangsa : Peneidea
Super Suku : Penaeoidea
Suku : Penaeidae
Marga : Penaeus
Sub Marga : Litopenaeus
Jenis : Litopenaeus Vannamei
2.1.2 Morfologi Udang Vannamei
Tubuh udang vannamei biasanya lebih dominan berwarna putih. Hal inilah yang
menyebabkan udang vannamei di kenal sebagai “white shrim”, namun tidak srmua udang
vannamei berwarna putih. Warna udang vannamei juga terdapat berwarna kebiruan, hal ini
di sebabkan oleh kromatofor biru yang lebih mendominasi. Tempat hidup udang vannamei
lebih senang berada di dasar kolam menurut teknisi Tambak Kapal Api (PT. PPI Farm
Lamongan) udang vannamei adalah hewan yang suka kegelapan sehingga udang vannamei
dapat bergerak aktif pada malam hari. Hal ini juga di perkuat oleh (Wahyudewantoto. 2011).
Bagian tubuh udang vannamei terdiri atas kepala dan perut abdomen. Pada bagian
kepala di lengkapi oleh antenula, antenna, mandibula, serta sepasang maxilla. Di bagian
kepala terdapat 5 pasang kaki jalan yang di lengkapi 2 pasang maxillae dan 3 pasang
maxilliped, sedangkan pada bagian perut terdiri dari 6 ruas dan 5 pasang kaki renang. Udang
putih adalah hewan heteroseksual sehingga dapat di bedakan antara udang jantan dan
betina. Pada saat umur udang jantan dan betina itu sama, maka udang betina lebih cepat
mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan udang di pengaruhi 2 faktor
utama, yaitu frekuensi moulting (ganti kulit) serta kenaikan angka pertumbuhan
(Wahyudewantoro. 2011).
Berikut ini adalah gambar bagian-bagian morfologi dari udang vannamei :
2.2.3.3.2 Bakteri
Bakteri merupakan mikroorganisme yang dapat memiliki arti penting budidaya
perairan. Salah satu parameter penunjang keberhasilan budidaya adalah kondisi
bakteriologis di dalam perairan tersebut, tetapi di sisi lain bakteri juga dapat menimbulkan
penyakit. Parameter yang biasa di gunakan sebagai indikator kualitas perairan budidaya
yaitu kelompok bakteri koli serta bakteri patogen. Bakteri koli merupakan organisme yang
lazim di gunakan sebagai indikator pencemar perairan, bakteri ini juga memiliki daya tahan
yang lebih tinggi dari pada bakteri patogen lainnya. Bakteri koli ini juga mudah di isolasi dan
di tumbuhkan, apabila terjadi pencemaran maka jumlah bakteri koli lebih tinggi dari pada
bakteri patogen. Bakteri koli juga dapat menjadi indikator patogen pada air selain dari virus
(Sutiknawati. 2014).
2.2.6 Panen
Pemanenan udang vannamei di lakukan secara dua tahapan, tahapan pertama yaitu
panen parsial serta tahap kedua yaitu panen total. Panen parsial merupakan pemanenan
udang yang di lakukan hanya sebagian hal ini bertujuan untuk mengurangi tingkat
kepadatan udang di tambak. Panen parsial ini di lakukan pada DOC 101 – 104 hari dengan
bobot udang berkisar antara 21,85 – 22,70 gram serta ukuran udang tersebut berada pada
kisaran 44 – 45 ekor/kg. Sedangkan panen total di lakukan pada udang dalam DOC 125 –
126, serta memiliki bobot rata-rata berkisar antara 28,07 – 29,23 gram/ekor dan memiliki
ukuran antara 34 – 35 ekor/kg (Purnamasari et al. 2017).
Wawancara
Wawancara merupakan cara pengumpulan data melalui tanya jawab terhadap pihak
terkait yang di lakukan secara langsung serta di kerjakan secara sistematis dan berlandaskan
pada tujuan. Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara dengan menggunakan alat yang di namakan interview guide (panduan
wawancara)(Dr. Harvinsah, Ak). Dalam hal ini kita bisa menggali informasi sedalam-
dalamnya tentang tujuan kita melakukan praktek kerja lapang ini seperti menanyakan
persiapan budidaya dari awal sampai akhir (panen).
Sampling pertama B 5 pada DOC 40 = 105 gram / 89 ekor = 2,30 gram per ekor dengan
size = 434 ekor.
Sampling kedua B 5 berada pada DOC 47 = 272 gram / 83 ekor = 3,27 gram per ekor
dengan size = 305 ekor serta memiliki ADG = 0,13 gram per hari, jadi kita akan
mengetahui ADG setelah melakukan sampling kedua.
Sampling ketiga B 5 pada DOC 54 = 229 gram / 47 ekor = 4,87 gram per ekor dengan size
= 205 ekor serta memiliki ADG = 0,22 gram per hari.
Sampling keempat B 5 pada DOC 61 = 384 gram / 58 ekor = 6,62 gram per ekor dengan
size = 151 ekor serta memiliki ADG = 0,25 gram per hari.
Sampling ke lima B 5 pada DOC 68 = 376 gram / 47 ekor = 8 gram per ekor dengan size =
125 ekor serta memiliki ADG = 0,19 gram per hari.
Sampling ke enam B 5 pada DOC 75 = 433 gram / 41 ekor = 10,56 gram per ekor dengan
size = 94 ekor serta memiliki ADG = 0,36 gram per hari.
Sampling B 6 :
Sampling pertama B 6 pada DOC 40 = 100 gram / 58 ekor = 1,74 gram per ekor dengan
size = 574 ekor.
Sampling kedua B 6 pada DOC 47 = 57 gram / 20 ekor = 2,85 gram per ekor dengan size =
350 ekor serta memiliki ADG = 0,15 gram per hari.
Sampling ketiga B 6 pada DOC 54 = 151 gram / 39 ekor = 3,87 gram per ekor dengan size
= 258 ekor serta memiliki ADG = 0,14 gram per hari.
Sampling keempat B 6 pada DOC 61 = 213 gram / 36 ekor = 5,91 gram per ekor dengan
size = 169 ekor serta memiliki ADG = 0,29 gram per hari.
Sampling kelima B 6 pada DOC 68 = 240 gram / 30 ekor = 8 gram per ekor dengan size =
125 ekor serta memiliki ADG = 0,29 gram per hari.
Sampling keenam B 6 pada DOC 75 = 131 gram / 14 ekor = 9,35 gram per ekor dengan
size = 106 ekor serta memiliki ADG = 0,19 gram per hari.
Sampling B 1 :
Sampling pertama B 1 pada DOC 41 = 105 gram / 40 ekor = 2,62 gram per ekor dengan
size = 381 ekor.
Sampling kedua B 1 pada DOC 50 = 128 gram / 23 ekor = 5,56 gram per ekor dengan size
= 179 ekor serta memiliki ADG = 0,32 gram per hari.
Sampling percobaan B 1 pada DOC 52 = 143 gram / 25 ekor = 5,72 gram per ekor dengan
size = 174 ekor serta memiliki ADG = 0,08 gram per hari.
Sampling B 3 :
Sampling pertama B 3 pada DOC 37 = 194 gram / 84 ekor = 2,30 gram per ekor dengan
size = 434 ekor.
Di dalam budidaya udang terdapat cara serta teknik untuk mengetahui rata-rata luasan
jala, padat tebar per m², populasi, SR, biomassa, dosis pakan, serta penambahan pakan
yang harus di siapkan antara sampling pertama dengan sampling selanjutnya. Sehingga
dalam hal ini bisa membantu monitoring udang lebih rinci agar kita mengetahui langkah
apa yang harus di ambil untuk menunjang keberhasilan dalam budidaya. Cara
menghitung sampling menggunakan teknik jala sebagai berikut :
Kolam B 5
Diketahui :
1. Luasan tambak : 3.000 m²
2. Jumlah tebar total : 354.144 ekor
3. Luas jala : 3 meter
4. Rata-rata bukaan jala : 75%
5. Rata-rata tiap titik sampling : 89 ekor
6. Berat rata-rata sampling : 2,3 gram
Penyelesaian :
Rata-rata luasan tebaran jala
= 0,75 × 3
= 2,25 m²
Populasi
= 39 ekor /m² × 3000 m²
= 117.000 ekor
Biomassa
= 2,3 gram × 117.000 ekor
= 269,100 gram
= 269,1 kg
Dosis Pakan
= 269,1 kg × 0,04
= 10,7 kg (penambahan pakan untuk 7 – 10 hari berikutnya)
Kolam B 6
Diketahui :
1. Luasan tambak : 3.300 m²
2. Jumlah tebar total : 354.144 ekor
3. Luas jala : 3 meter
4. Rata-rata bukaan jala : 75%
5. Rata-rata tiap titik sampling : 58 ekor
6. Berat rata-rata sampling : 1,74 gram
Penyelesaian :
Populasi
= 25 ekor /m² × 3.300 m²
= 82.500 ekor
Biomassa
= 1,74 gram × 82.500
= 143,550 gram
=143,55 kg
Dosis Pakan
= 143,55 kg × 0,03
= 4,30 (penambahan pakan untuk 7 – 10 hari berikutnya)
Kolam B 1
Diketahui :
1. Luasan tambak : 3.000 m²
2. Jumlah tebar total : 411.320 ekor
3. Luas jala : 3 meter
4. Rata-rata bukaan jala : 75%
5. Rata-rata titik sampling : 40 ekor
6. Berat rata-rata sampling : 2,62 gram
Penyelesaian :
Populasi
= 17 ekor /m² × 3.000 m²
=51.000 ekor
Survival Rate (SR)
= 51.000 ekor ÷ 411.320 ekor × 100%
= 12%
Biomassa
= 2,62 gram × 51.000 ekor
= 133,620 gram
= 133,62 kg
Dosis Pakan
= 133,62 kg × 0,04
= 5,34 kg (penambahan pakan untuk 7 – 10 hari berikutnya)
Kolam B 3
Diketahui :
1. Luasan tambak : 3.300 m²
2. Jumlah tebar total : 400.200 ekor
3. Luas jala : 3 meter
4. Rata-rata bukaan jala : 75%
5. Rata-rata titik sampling : 84 ekor
6. Berat rata-rata sampling : 2,30 gram
Penyelesaian :
Populasi
= 37 ekor /m² × 3.300 m²
= 122.100 ekor
Biomassa
= 2,30 gram × 122.100 ekor
= 280,830 gram
= 280,83 kg
Dosis Pakan
= 280,83 kg × 0,04
= 11,23 kg (penambahan pakan untuk 7 – 10 hari berikutnya)
PH : 7,9
Salinitas : 25
CO3 : 0
HCO3 : 190
Alkalinitas : 190
NH4 : 0
PO4 :
B3
PH : 7,4
Salinitas : 26
CO3 : 0
HCO3 : 205
Alkalinitas : 205
NH4 : 0,5
PO4 : 0
B5
PH : 7,6
Salinitas : 23
CO3 : 0
HCO3 : 185
Alkalinitas : 185
NH4 : 0,5
PO4 : 0
B6
PH : 7,7
Salinitas : 22
CO3 : 0
HCO3 : 160
Alkalinitas : 160
NH4 : 0
PO4 : 0
4.7 Manajemen Penyakit
Di dalam suatu budidaya tidak akan pernah luput dari hama dan penyakit
pengganggu budidaya. Oleh karena itu betapa pentingnya monitoring pertumbuhan serta
perkembangan pada udang yang di lakukan secara intens, karena penyakit pada udang bisa
datang kapan saja bahkan bisa dalam hitungan jam. Penyakit pada udang memiliki sifat
infeksi dan non infeksi serta cara penanganan yang berbeda-beda. Penanganan penyakit
yang di lakukan harus sesuai dengan keadaan serta kondisi yang berada pada lapangan.
Pada umumnya penyebab udang terkena penyakit karena faktor inang, lingkungan, serta
patogen. Jenis penyakit yang bersifat infeksi biasanya di sebabkan oleh virus, jamur, serta
bakteri patogen, sedangkan penyakit yang bersifat non infeksi biasanya di sebabkan oleh
genetik (kualitas benur), lingkungan kotor (manajemen air buruk), serta terjadinya
malnutrisi (pakan tidak sesuai).
Pada Tambak Kapal Api (PT. PPI Farm Lamongan) salah satu tambak terkena penyakit
yang di sebabkan oleh virus yaitu White Spot Syndrome Virus (WSSV) penyakit ini bersifat
infeksi serta dapat menular terhadap udang yang lainnya. Penyakit ini di sebabkan oleh
infeksi dari virus. Biasanya gejala yang di timbulkan dan dapat terlihat yaitu udang berenang
tidak beraturan dan menabrak dinding kolam, terdapat kematian pada anco dengan di
cirikan udang berwarna merah dan mengapung pada air, serta terjadinya kematian massa
dalam 1 hari bisa 10% dari biomassa biasa juga terdapat bintik putih pada bagian karapas.
Jika udang sudah terjangkit penyakit tersebut sulit untuk di sembuhkan karena proses
penularan yang cukup cepat. Solusi yang harus di ambil yaitu lebih baik mencegah
semaksimal mungkin agar udang yang kita budidaya tidak terkena penyakit tersebut.
Pencegahannya kita harus melakukan manajemen kualitas air yang intens agar kita
mengetahui kondisi pada perairan, selalu memupuk air agar tetap terjaga kualitasnya
seperti pemberian saponin yang berfungsi sebagai pembunuh bakteri dan virus yang
merugikan pada budidaya. Sedangkan penyakit non infeksi yaitu gagal moulting pada udang.
Hal ini di sebabkan oleh adanya fluktuasi PH dan suhu yang terlampau tinggi sehingga dapat
meningkatkan nilai alkalinitas pada suatu perairan. Cara penanganannya yaitu melakukan
penambahan CaCO3, sodium karbonat, serta melakukan pergantian air secara rutin serta
harus sesuai dengan keadaan pada lapangan. Dalam hal ini juga di perkuat oleh penjelasan
teknisi Tambak Kapal Api (PT. PPI Farm Lamongan).
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat di berikan penulis yaitu pihak owner harus lebih
memperhatikan kondisi pada Tambak Kapal Api (PT. PPI Farm Lamongan). Sebaiknya harus
melakukan pembaharuan atau kontruksi rutin setiap 3 – 4 siklus. Hal ini bertujuan agar
budidaya yang di jalankan dapat sesuai harapan, sehingga memiliki hasil dengan tonase
yang sudah di targetkan sebelumnya. Pembaharuan lahan adalah bentuk timbal balik dari
manusia kepada alam, karena tugas kita adalah memanfaatkan sumber daya yang ada
dengan memperhatikan dampak yang di timbulkan. Kontruksi lahan juga dapat
mempengaruhi keberlangsungan suatu budidaya, oleh karena itu kita harus tetap menjaga
keseimbangannya.