Anda di halaman 1dari 33

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga laporan praktek kerja lapang tentang “Teknik Pembesaran
Udang Vanamei (Litopenaeus Vannamei)” dengan menggunakan sistem intensif di Tambak
Kapal Api (PT. PPI Farm Lamongan) yang terletak di Dusun Gembyang, Desa Sidomukti,
Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan. Laporan ini di susun berdasarkan hasil Praktek
Kerja Lapang yang di laksanakan di unit B pada tanggal 19 februari sampai 20 maret 2021.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Bapak Ahmad, S.Ag.,M.pd. Selaku Rektor Universitas Islam Madura.
2. Bapak Moh. Ramly S.Hut.,Mp. Selaku Dekan Fakultas Pertanian.
3. Bapak Dr. Sugiono, Spi.,Mp. Selaku Ketua Prodi Agronbisnis Perikanan.
4. Bapak M. Taufiq Hidayat SP.,MM. Selaku Dosen Pembimbing.
5. Bapak indra Febriantoro S.pi. Selaku Technical Support PT Matahari Sejahtera.
6. Bapak Muchtar Fauzi S.,Pi. Selaku Teknisi Sekaligus Mentor Di Lapang Tambak
Kapal Api (PT. PPI Farm Lamongan).
7. Seluruh Staf Pengajar Dan Pegawai Di Fakultas Pertanian.
8. Serta Penulis Juga Mengucapkan Terimakasih Kepada Kedua Orang Tua Yang
Selalu Support Dalam Studi Penulis.
Penulis menyadari bahwa Praktek Kerja Lapang ini masih sangat jauh dari kata
kesempurnaan sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi
perbaikan dan kesempurnaan dalam menyusun laporan-laporan selanjutnya. Penulis
berharap semoga laporan ilmiah ini bisa bermanfaat serta dapat memberikan informasi bagi
semua pihak. Akhir kata penulis mengharapkan laporan Praktek Kerja Lapang Ini bisa
bermanfaat bagi setiap pembacanya.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Udang adalah salah satu komoditas yang sangat di gemari oleh para pembudidaya
pada saat ini. Hal ini di pengaruhi permintaan pasar yang semakin meningkat, sehingga
budidaya udang vannamei ini memiliki nilai ekonomis yang tinggi di tambah lagi pada saat
ini udang adalah salah satu barang ekspor terbesar bahkan kedudukannya menempati
urutan kelima dalam dunia eksportir non migas khususnya di Indonesia. Salah satu jenis
udang yang banyak di budidaya adalah udang yang berjenis vannamei (Litopenaeus
Vannamei) dikarenakan udang ini memiliki banyak sekali keunggulan yaitu tahan terhadap
penyakit, pertumbuhannya lebih cepat, tahan terhadap gangguan lingkungan, memiliki sr
yang tinggi, hemat pakan, serta memiliki waktu budidaya yang pendek (singkat) yaitu berada
di kisaran 90-100 hari dalam setiap siklusnya (purnamasari et al. 2017).
Langkah utama yang harus kita perhatikan dalam budidaya udang vannamei
menurut technical support PT. Matahari Sejahtera kita harus memerhatikan kelayakan
kolam serta air yang akan kita gunakan. Kita harus melakukan beberapa treatment sebelum
kolam tersebut kita tebarkan benur. Hal ini harus di lakukan karena benur tidak mudah
untuk beradaptasi dengan cepat sehingga kita harus sangat memperhatikan kondisi serta
harus membuat PH yang sama dengan PH air yang sebelumnya di tempati oleh benur
tersebut. Pengecekan PH biasanya di lakukan 2 kali dalam sehari, pada umumnya
pengecekan di lakukan pada pagi dan sore hari pada kolam yang sudah berisi udang. Hal ini
di lakukan agar PH di kolam tersebut terjaga karena jika PH terlalu asam maka udang di
kolam tersebut akan mengalami gagal moulting akibat keracunan H2S, dan sebaliknya jika
PH terlalu basa udang tersebut beresiko keracunan amonia.
Penyakit pada udang vannamei ini terdapat 2 golongan. Menurut technical support
PT. Matahari sejahtera penyakit pada udang memiliki sifat infeksi dan non infeksi, dan pada
setiap penyakit masing-masing memiliki cara dan perlakuan tersendiri sehingga kita harus
mengambil langkah yang cepat dan aman supaya penyakit tersebut tidak semakin parah
atau menyebar. Di dalam budidaya udang vannamei cuaca juga sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan serta perkembangan udang, salah satunya pada saat musim
penghujan. Terdapat beberapa masalah, salah satunya plankton crash yang memiliki ciri-ciri
muncul klekap di permukaan air, warna air cenderung gelap, serta timbulnya aroma amis
dan tidak sedap. Langkah yang harus di ambil dalam plankton crash ini kita harus melakukan
pergantian air, serta mengaplikasikan probiotik dan dolomite pada pagi hari hal ini di
lakukan secara terus menerus sampai permasalahan tersebut berhenti. Dalam hal ini juga di
perkuat oleh penelitian (Hartoyo and Fariyanti. 2018).
Di dalam faktor yang mempengaruhi budidaya salah satunya adalah air. Menurut
teknisi Tambak Kapal Api (PT. PPI Farm Lamongan) air kolam juga sangat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan benur atau udang, sehingga kita harus memastikan di
dalam kolam yang berisi air tersebut tidak ada penyakit atau bakteri jahat yang akan
merugikan benur. Oleh karena hal itu pengecekan kolam harus terjadwalkan untuk
meminimalisir atau mengetahui kondisi kolam, jika di kolam terdapat penyakit atau bakteri
jahat kita bisa segera mengetahui. Sehingga kita bisa memilih langkah apa yang harus di
lakukan untuk mencegah atau mengobati penyakit yang ada di kolam tersebut.
Udang vannamei (Litopenaeus Vannamei) masuk ke Indonesia dan dirilis secara
resmi pada tahun 2001 (Nababan et al. 2015). Udang ini berasal dari pantai barat pasifik
amerika latin, mulai dari peru di selatan hingga utara meksiko (Purnamasari et al. 2017).
Padat tebar udang vannamei cukup berpengaruh sehingga kita harus memperhatikan
kepadatan penebaran benur setiap meternya karena kita harus menyesuaikan luas tambak
yang akan di gunakan. Sehingga dapat di simpulkan bahwa luas tambak juga mempengaruhi
pada hasil akhir udang (panen).
Budidaya udang vannamei ini memiliki beberapa cara atau teknik yaitu secara
tradisional, semi intensif, intensif, serta supra intensif. Budidaya udang vannamei secara
intensif dengan padat tebar yang tinggi membutuhkan pakan tambahan (buatan) (Hartini.
2019). Dalam memberikan pakan ini kita harus mengelolanya dengan baik. Budidaya udang
secara intensif memiliki padat tebar yang tinggi yaitu berada dalam kisaran 100-300
ekor/m2 (Arifin et al. 2005).
Pelaksanaan praktek kerja lapang ini di lakukan untuk mengetahui secara langsung
kegiatan atau teknik pembesaran udang vannamei di tambak yang menggunakan teknik
intensif. Hal ini juga bertujuan untuk mengaplikasikan ilmu teori yang di dapatkan di
Universitas Islam Madura dengan cara memadukan kenyataan yang ada di tambak. Praktek
kerja lapang ini juga bisa menambah wawasan pengetahuan yang belum pernah di dapatkan
dalam perkuliahan, sehingga mahasiswa bisa memiliki gambaran yang lebih signifikan untuk
kedepannya jika sudah memiliki usaha budidaya sendiri.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka diperoleh beberapa rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana alur dan teknik pembesaran udang di Tambak Kapal Api (PT. PPI Farm
Lamongan) ?
2. Bagaimana cara mencegah penyakit pada udang ?
3. Bagaimana proses persiapan air tandon sebelum di masukkan ke dalam kolam ?
1.3 Tujuan Dan Manfaat
1.3.1 Tujuan
1. Ingin mengetahui cara budidaya udang vannamei (Litopenaeus Vannamei).
2. Ingin mengetahui jenis-jenis penyakit yang sering menyerang udang vannamei.
3. Ingin mengetahui alur proses teknik pembesaran udang vannamei di Tambak
Kapal Api (PT. PPI Farm Lamongan).
1.3.2 Manfaat
1. Manfaat Bagi Mahasiswa
 Mendapat gambaran nyata tentang cara membudidayakan udang
vannamei (Litopenaeus Vannamei).
 Memiliki kemampuan dan pengalaman praktis dalam praktek kerja lapang
khususnya dalam membudidayakan udang yang berjenis vannamei.
 Menambahkan pengetahuan dan wawasan serta pengalaman baru dalam
dunia budidaya yang sebelumnya tidak pernah di ketahui.
 Mendapatkan teman baru atau mentor baru untuk sharing tentang
masalah budidaya.
 Dapat memupuk rasa solidaritas kerja sama tim untuk menuju tujuan
yang sama.
2. Manfaat Bagi Universitas
 Dapat menjalin kerja sama yang baik antara universitas dan perusahaan
terkait baik dalam dunia usaha, pendidikan, atau budidaya.
 Mampu menghasilkan sarjana-sarjana yang handal dan berkompeten di
dalam bidangnya.
 Membina dan membangun kerja sama yang baik antara lingkungan
akademis dengan lingkungan budidaya.
 Dapat meningkatkan citra universitas di kalangan masyarakat sekitar
ataupun masyarakat luar.
3.2 Manfaat Bagi Perusahaan
 Mendukung program pendidikan yang di adakan oleh pemerintah
 Memiliki kerja sama antara dunia pendidikan sehingga perusahaan
tersebut dapat di kenal oleh kalangan akademis atau pelajar.
 Memperoleh perluasan jaringan kemitraan dalam budidaya antara
perusahaan, universitas, serta mahasiswa PKL.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biologi Udang Vannamei
2.1.1 Taksonomi Udang Vannamei
Udang vannamei masuk dalam bangsa Decapoda karena sama halnya seperti lobster,
kepiting, serta berbagai jenis udang lainnya, yaitu memiliki karapas yang berkembang
sehingga menutupi kepala dan dadanya. Udang juga masuk ke dalam suku penaidae, hal ini
fi karenakan udang memiliki karakter menetaskan telur di luar tubuhnya. Genus penaeus
bercirikan terdapat gigi di bagian bawah dan atas rostrum, rostrum ini adalah tanduk telur
yang di keluarkan oleh udang betina. Rostrum ini memiliki panjang 2-4 gigi di bagian tepi.
Panjang udang vannamei mencapai 23 cm dengan berat induk betina 120 gram
(Purwantoro. 2011).
Taksonomi udang vannamei di masukkan dalam klasifikasi sebagai berikut (suryadi.
2011) :

 Filum :Arthropoda
 Kelas :Crustacea
 Subkelas : Malacostraca
 Seri : Eumalacostraca
 Super Bangsa : Eucarida
 Bangsa : Depacoda
 Sub Bangsa : Dendrobrachiata
 Infra Bangsa : Peneidea
 Super Suku : Penaeoidea
 Suku : Penaeidae
 Marga : Penaeus
 Sub Marga : Litopenaeus
 Jenis : Litopenaeus Vannamei
2.1.2 Morfologi Udang Vannamei
Tubuh udang vannamei biasanya lebih dominan berwarna putih. Hal inilah yang
menyebabkan udang vannamei di kenal sebagai “white shrim”, namun tidak srmua udang
vannamei berwarna putih. Warna udang vannamei juga terdapat berwarna kebiruan, hal ini
di sebabkan oleh kromatofor biru yang lebih mendominasi. Tempat hidup udang vannamei
lebih senang berada di dasar kolam menurut teknisi Tambak Kapal Api (PT. PPI Farm
Lamongan) udang vannamei adalah hewan yang suka kegelapan sehingga udang vannamei
dapat bergerak aktif pada malam hari. Hal ini juga di perkuat oleh (Wahyudewantoto. 2011).
Bagian tubuh udang vannamei terdiri atas kepala dan perut abdomen. Pada bagian
kepala di lengkapi oleh antenula, antenna, mandibula, serta sepasang maxilla. Di bagian
kepala terdapat 5 pasang kaki jalan yang di lengkapi 2 pasang maxillae dan 3 pasang
maxilliped, sedangkan pada bagian perut terdiri dari 6 ruas dan 5 pasang kaki renang. Udang
putih adalah hewan heteroseksual sehingga dapat di bedakan antara udang jantan dan
betina. Pada saat umur udang jantan dan betina itu sama, maka udang betina lebih cepat
mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan udang di pengaruhi 2 faktor
utama, yaitu frekuensi moulting (ganti kulit) serta kenaikan angka pertumbuhan
(Wahyudewantoro. 2011).
Berikut ini adalah gambar bagian-bagian morfologi dari udang vannamei :

Gambar 2.1 anatomi udang

2.2 Teknik Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus Vannamei)


2.2.1 Pemilihan Lokasi
Keberhasilan budidaya udang vannamei sangat di tentukan oleh pemilihan lokasi.
Salah satu aspek yang harus di perhatikan yaitu sumber air, hal ini sangat berpengaruh akan
keberhasilan dalam budidaya udang vannamei. Salah satu cara agar kita mengetahui kondisi
lingkungan maka perlu di lakukan kajian kesesuaian lahan (Awanis et al. 2017). Di dalam
melakukan pemilihan lokasi menurut technical support PT Matahari Sejahtera kita harus
memerhatikan beberapa hal penting sebagai berikut. Hal ini di perkuat juga oleh penelitian
(Utojo et al. 2009).

2.2.1.1 Sumber Air


Udang vannamei memang sangat mudah untuk di budidaya hal ini di karenakan
memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi, sehingga banyak sekali investor berminat dalam
membuka usaha budidaya udang vannamei. Dalam melakukan budidaya hal atau langkah
utama yang harus di perhatikan atau di persiapkan adalah lokasi budidaya, karena hal ini
berpengaruh terhadap kelangsungan budidaya. Pemilihan lahan ini harus di lakukan secara
selektif, menurut technical support PT Matahari Sejahtera kita harus memerhatikan
lingkungan lokasi yang akan di tempatkan sebagai budidaya. Hal ini di pengaruhi oleh
sumber daya air yang akan kita pakai dalam jangka waktu yang cukup lama. Jika sumber air
tersebut mengambil dari sungai atau laut kita harus memperhatikan pasang surut air laut
baik itu dalam pengambilan air ataupun pembuangan air. Hal ini di perkuat juga oleh
penelitian (Awanis et al. 2017) dan (Utojo et al. 2009).

2.2.1.2 Kandungan Tanah


Di dalam tahap pemilihan lokasi budidaya selain kita harus memerhatikan sumber
air, kita juga harus mengetahui kandungan tanah yang akan kita jadikan sebagai tempat
budidaya. Menurut technical support PT. Matahari Sejahtera kandungan tanah ini juga
berperan sangat penting karena dapat mempengaruhi kualitas air yang berada di daerah
tersebut. Pada hal ini biasanya kandungan tanah tersebut harus sesuai dengan standar
operasional serta memiliki batas minimal dan maksimal. Tanah yang baik untuk lahan
budidaya yaitu liat berpasir, serta memiliki PH tanah 70:30. Tidak hanya itu tanah tersebut
harus memiliki bahan organik 6,5 - 8,0 serta memiliki kandungan NH3 sebanyak 3 - 5% (0,05
– 0,25 ppm). Di dalam kandungan tanah ini terdapat toleransi pada jenis tanah yaitu tanah
yang masih bisa di gunakan untuk liat berdebu dan berlumpur. Dalam hal ini di perkuat juga
oleh penelitian (Utojo et al. 2009).

2.2.1.3 Sarana Dan Prasarana


Di dalam budidaya udang vannamei kita juga harus memperhatikan sarana dan
prasarana yang dibutuhkan dalam budidaya udang, hal ini berfungsi untuk menunjang ke
suksesan serta kelancaran dalam budidaya. Menurut technical support PT. Matahari
Sejahtera sarana serta prasarana yang harus di perhatikan yaitu memiliki akses masuk ke
dalam tambak (jalan), tenaga kerja yang mumpuni di bidangnya, serta memiliki aliran listrik
yang memadai dan mumpuni di dalam budidaya intensif. Pemasaran juga termasuk sarana
dan prasarana di dalam budidaya udang vannamei. Pada umumnya kegagalan yang di alami
oleh pembudidaya di mulai dengan adanya kesalahan dalam perencanaan pengembangan,
salah satunya adalah kurangnya pengetahuan tentang lingkungan di lokasi tambak tersebut
(utojo et al. 2009).

2.2.2 Pengelolaan Persiapan Tambak


Di dalam melakukan budidaya udang vannamei kita juga harus melakukan survei
secara langsung ke lapangan. Menurut technical support PT. Matahari Sejahtera hal ini
bertujuan agar kita mengetahui letak geografis dari lahan yang akan kita tempatkan sebagai
budidaya, biasanya hal yang harus di perhatikan yaitu kerataan tanah, kemiringan tanah,
serta ketinggian tanah di kolam tempat budidaya. Selain itu kegiatan persiapan tambak
terdiri dari pembersihan lahan tambak dari lumut atau lumpur yang di sebabkan oleh
makanan tambahan (pelet) yang sudah membusuk ataupun kotoran udang, Setelah itu
barulah di lakukan pengeringan, pengapuran, serta pengisian air ke dalam tambak. Setelah
semua hal tersebut sudah di lakukan selanjutnya kita harus melakukan treatment
(perlakuan) terhadap tambak yang sudah di isi air. Dalam hal ini tretmeant tersebut
bertujuan untuk menumbuhkan pakan alami (plankton), tidak hanya itu treatment tersebut
juga berfungsi untuk menetralisir racun sisa di dalam air, serta memutuskan rantai penyakit.
Di dalam hal persiapan tambak langkah awal kita harus memasang alat dan bahan
yang di perlukan dalam budidaya hal ini di lakukan setelah pembersihan tambak selesai.
Setelah tambak tersebut bersih dari kotoran dan kita sudah memasang alat dan bahan yang
di perlukan seperti pemasangan anco, meteran air, jembatan anco, serta penempatan kincir.
Setelah itu baru di lakukan sterilisasi pada bagian dinding plastik atau beton, sterilisasi ini
juga di lakukan alat dan bahan yang sudah terpasang di dalam kolam. Hal ini bertujuan
untuk mensterilkan penyakit seperti virus dan bakteri yang menempel di dinding plastik,
beton, ataupun alat-alat tersebut. Menurut technical support PT. Matahari Sejahtera cara
untuk membersihkan (mensterilkan) bakteri dan virus tersebut, kita bisa menyemprotkan
asam klorida (H2O2) yang berfungsi sebagai dis infektan untuk menghancurkan bibit
penyakit tersebut, di dalam hal ini bisa menunjang keberhasilan dalam budidaya.

2.2.3 Manajemen Kualitas Air


Sistem budidaya udang secara intensif telah menjadi pola budidaya yang di anut oleh
sebagian besar petambak di Indonesia. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas
tambak secara cepat. Upaya ini juga memunculkan permasalahan berupa penurunan daya
dukung kolam, yaitu berupa serangan penyakit pada udang. Sehingga beberapa praktisi
tambak menerapkan aplikasi probiotik yang di harapkan bisa menjadi penopang sistem
produksi serta dekomposisi yang sedang tidak seimbang. Aplikasi probiotik atau
penambahan zat aditif pada kolam di yakini dapat meningkatkan kemampuan kolam dalam
mempertahankan kualitas air serta dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme
patogen. Dalam hal ini di harapkan terciptanya kondisi kolam yang sehat dan berkelanjutan
(Farlina et al. 2018).
Kualitas air yang baik pada budidaya tambak sangat mendukung keberhasilan
budidaya. Tidak hanya itu air yang baik dan bagus bisa mendukung kehidupan organisme
akuatik dan jasad renik yang berada di perairan tambak tersebut. Hal ini berfungsi sebagai
sumber makanan pada stadium pemeliharaan (Pasongli et al. 2015).
Dalam hal budidaya memanajemen kualitas air sangat di sarankan karena hal ini
dapat menunjang keberhasilan di dalam budidaya. Menurut technical support PT. Matahari
Sejahtera sebelum kita memasukkan air ke dalam kolam sebaiknya kita melakukan filter
atau penyaringan, hal tersebut di lakukan pada air yang di ambil langsung dari laut. Biasanya
penyaringan atau filter ini menggunakan waring putih, hijau, serta hitam secara bersamaan
dengan tujuan membersihkan air tersebut dari kotoran serta telur ikan yang mungkin
tersedot masuk ke dalam. Ketinggian air kolam mencapai di kisaran ketinggian 1 – 1,5 meter
untuk kolam intensif hal ini juga di perkuat oleh penelitian (Pasongli et al. 2015). Setelah
melakukan penyaringan dan pengisian pada kolam sebaiknya kita diamkan selama 1 – 2 hari,
hal ini di lakukan agar kita mengetahui adanya bibit penyakit atau bibit hama. Hal ini
memiliki tujuan lain yaitu membiarkan bibit-bibit tersebut menetas atau terurai terlebih
dahulu sebelum kita melakukan dis infektan kembali pada air tersebut. Setelah melakukan
dis infektan baru kita akan mensterilkan air pada kolam tersebut. Sterilisasi sendiri memiliki
berbagai macam cara serta dengan tujuan yang berbeda-beda, tapi pada umumnya yaitu
untuk membunuh hama atau penyakit yang masuk ke dalam kolam, menetralkan bakteri
pengganggu budidaya, menstabilkan kualitas air, dan menyiapkan air senyaman mungkin
bagi benur yang akan kita tebar. Di dalam memanajemen kualitas air ada 3 faktor atau
parameter yang harus di perhatikan.

2.2.3.1 Parameter Fisika


2.2.3.1.1 Suhu
Suhu merupakan parameter yang mempunyai sifat berubah-ubah. Hal ini di
sebabkan oleh musim, waktu malam hari, sirkulasi udara, aliran air, serta kedalaman air.
Suhu air secara tidak langsung dapat memengaruhi biota air, pengaruh suhu air tersebut
dapat melalui kelarutan oksigen dalam air. Semakin tinggi suhu air maka semakin rendah
daya larut oksigen di dalam air begitupun sebaliknya. Maka dapat di simpulkan semakin
tinggi suhu air maka semakin menghambat proses kehidupan biota sir. Faktor-faktor yang
mempengaruhi air tambak di antaranya sinar matahari dan angin, cahaya matahari
merupakan faktor yang menentukan besar kecilnya pemanasan yang di berikan pada
permukaan air. Sedangkan angin selalu memindahkan udara panas dan dingin (Pasongli et
al. 2015).
Suhu merupakan parameter yang memiliki ketergantungan pada alam. Suhu juga
merupakan parameter sumbu yang dapat mempengaruhi parameter lainnya. Hal ini di
sebabkan oleh kesinambungan dengan perombakan bahan organik yang berada di tambak.
Sehingga kita harus lebih sedikit ekstra untuk menjaga kualitas suhu agar tetap ideal serta
bahan organik dapat bekerja sebagaimana mestinya. Suhu merupakan faktor lingkungam
yang sangat penting untuk kegiatan budidaya udang. Hal ini karena dapat mempengaruhi
metabolisme, pertumbuhan, konsumsi oksigen serta siklus moulting (Fendjalang et al. 2016)

2.2.3.1.2 Kecerahan Air


Kecerahan air merupakan pengukur kepadatan plankton serta menjadi bahan acuan
tinggi atau rendahnya bahan organik yang terurai di dalam tambak. Menurut teknisi Tambak
Kapal Api (PPI Lamongan) pada perairan alami mengandung berbagai macam substansi. Hal
ini dapat menyebabkan penetrasi sinar matahari yang masuk ke dalam air yang berada di
tambak. Pewarnaan air secara alami tersebut di sebabkan oleh panjang sinar matahari yang
terserap masuk ke dalam air tersebut. Menurut technical support PT Matahari Sejahtera
penurunan kemampuan air di dalam menyerap sinar matahari di pengaruhi oleh beberapa
faktor . Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi yaitu adanya plankton yang melayang
di atas air (jasad renik), hal ini dapat menghambat penetrasi sinar matahari ke dalam air
tambak. Sehingga dapat menimbulkan kekeruhan pada air kolam tersebut. Sehingga hal ini
harus cepat diatasi di karenakan dapat membahayakan udang yang berada di dalam
tambak. Langkah yang harus kita ambil yaitu kita harus mempersiapkan endapan air baru
yang di simpan pada tandon penampungan air sebelum kita mengganti air tambak tersebut.
Pada pergantian air tambak harus di lakukan secara periodik. Dalam hal ini di perkuat juga
oleh penelitian (Pasongli et al. 2015). Pengecekan kecerahan air ini harus di lakukan karena
agar kita mengetahui apakah kepadatan plankton di tambak tersebut tinggi atau tidak, di
tambah lagi udang tidak menyukai sinar matahari secara langsung. Dalam hal ini di perkuat
juga oleh penuturan teknisi Tambak Kapal Api (PT. PPI Farm Lamongan).
2.2.3.1.3 ketinggian Air Dan Kecepatan Arus
Ketinggian serta kecepatan arus masih termasuk ke dalam parameter fisika.
Keduanya ini masih memiliki kesinambungan satu sama lain. Ketinggian air berpengaruh
pada stratifikasi suhu dan kerataan arus. Menurut teknisi Tambak Kapal Api (PPI Lamongan)
di dalam budidaya udang kita harus memperhatikan ketinggian air kolam, pada tambak
intensif biasanya memiliki ketinggian air rata-rata 1,5 meter. Dalam hal ini kita harus
menjaga ke stabilan tinggi air tersebut, hal ini agar suhu serta kerataan arus tetap normal.
Kecepatan arus yang tinggi dapat mempengaruhi kelangsungan hidup serta daya
tahan tubuh pada udang vannamei. Sehingga membuat udang kelelahan, hal inilah yang
dapat memicu udang stress atau lebih sensitif. Pengaruh lain dari tingginya arus dapat
membuat udang tersebut terbatas untuk berenang, menurut technical support PT. Matahari
Sejahtera kecepatan arus juga mempengaruhi di dalam kerataan suhu serta pengumpulan
bahan organik di tengah tambak. Dalam hal ini di perkuat oleh penelitian (Fendjalang et al.
2016).

2.2.3.1.4 Warna Dan Bau Air


Warna air pada tambak budidaya di pengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut
teknisi Tambak Kapal Api (PT. PPI Farm Lamongan) warna air tambak di sebabkan oleh
banyak dan sedikitnya populasi fitoplankton yang berada di dalam air tambak tersebut.
Pengaruh fitoplankton terhadap warna air tambak di sebabkan oleh pigmen fitoplankton
sendiri. Di dalam budidaya udang terdapat beberapa jenis fitoplankton yang membutuhkan
nutrien serta kondisi lingkungan yang tertentu pula. Oleh karena itulah jika ada salah satu
jenis fitoplankton yang mendominasi di dalam air tambak, maka secara tidak langsung hal ini
bisa menjadi gambaran kondisi di dalam air tambak tersebut.
Bau air pada tambak di sebabkan oleh membusuknya senyawa yang berada di air
tambak tersebut. Menurut teknisi Tambak Kapal Api (PT. PPI Farm Lamongan) bau busuk di
sebabkan oleh membusuknya bahan organik yang terkandung di air tambak tersebut. Bahan
organik yang membusuk biasanya seperti sisa pakan tambahan (pelet), serta pupuk organik
yang tidak terurai dengan sempurna. Bau busuk ini terjadi karena adanya proses
dekomposisi sehingga menghasilkan amonia serta gas sulfida.

2.2.3.2 Parameter Kimia


2.2.3.2.1 Salinitas
Di dalam budidaya udang vannamei salinitas ideal berada di kisaran 10 – 35 ppt,
sedangkan salinitas optimal berada di kisaran 15 – 25 ppt. Banyaknya perbedaan nilai
salinitas pada setiap tambak di sebabkan oleh beberapa faktor. Faktor yang paling
mempengaruhi perbedaan salinitas yaitu pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, serta
aliran air (Pasonli et al. 2015). Menurut teknisi Tambak Kapal Api (PT. PPI Farm Lamongan)
salinitas ini sendiri merupakan kadar atau kandungan garam yang berada di dalam air
tambak. Salinitas ini dapat mempengaruhi kelangsungan hidup serta pertumbuhan pada
udang vannamei. Salinitas juga merupakan konsentrasi semua ion-ion terlarut dalam air,
salinitas yang terlalu rendah dapat menyebabkan menurunnya oksigen serta menyebabkan
ketipisan pada kulit udang. Sedangkan salinitas terlalu tinggi dapat menghambat
pertumbuhan pada udang.

2.2.3.2.2 Oksigen Terlarut (DO)


Oksigen terlarut memiliki peranan yang cukup penting dalam budidaya udang
vannamei. Menurut teknisi Tambak Kapal Api (PT. PPI Farm Lamongan) oksigen terlarut
dapat mempengaruhi beberapa hal salah satu perannya yaitu sebagai pernapasan pada
udang vannamei, serta bisa membantu proses pembusukan bahan organik oleh bakteri. Di
dalam suatu kolam atau tambak oksigen terlarut ini sering berubah-ubah, jika oksigen
terlarut rendah biasanya di sebabkan oleh penumpukan bahan organik di dalam tambak.
Sebaliknya jika oksigen terlarut tinggi di pengaruhi oleh kincir yang terlalu banyak serta
populasi fitoplankton terlalu tinggi. Dalam hal ini di perkuat juga oleh penelitian (Pasongli et
al. 2015). Oksigen merupakan salah satu faktor pembatas terhadap kehidupan di dalam air,
sehingga jika ketersediaannya tidak mencukupi kebutuhan biota budidaya, maka dapat di
pastikan pertumbuhan biota yang berada di tambak tersebut akan terhambat (Fendjalang et
al. 2016).

2.2.3.2.3 Derajat Keasaman (PH)


Nilai PH suatu perairan dapat menunjukkan reaksi asam atau basa di dalam air
tambak. Menurut teknisi Tambak Kapal Api (PT. PPI Farm Lamongan) besar kecilnya nilai PH
akan berpengaruh kepada pertumbuhan udang, tidak hanya itu PH juga dapat
mempengaruhi interaksi terhadap beberapa variabel. Semakin tinggi nilai PH pada air
tambak maka semakin tinggi pula nilai dari alkalinitas, serta tingginya PH air tambak maka
semakin rendahmya kadar karbondioksida bebas. PH air dapat menentukan proses
pertumbuhan dan perkembangan organisme air baik itu dari segi kualitas bahkan sampai
ukuran udang sebelum panen. Setiap organisme yang hidup memiliki batas toleransi
terhadap kondisi ekstrim. Udang vannamei sebagai organisme air memiliki toleransi
terhadap tingkat PH dengan variasi tertentu, hal ini di sebabkan oleh beberapa faktor yaitu
suhu, oksigen terlarut, alkalinitas, serta memiliki jenis dan stadium organisme (Pasongli et
al. 2015).

2.2.3.2.4 Amonia (NH4)


Pada umumnya amonia berasal dari penimbunan limbah kotoran serta sisa pakan
yang tidak di makan oleh udang. Limbah kotoran tersebut hasil dari pakan yang di makan
oleh udang yang di rombak untuk proses metabolisme, serta hasil atau sisa metabolisme
tadi di keluarkan kembali sebagai kotoran padat dan terlarut (amonia). Kotoran tersebut di
keluarkan melalui anus dan amonia di keluarkan melalui insang. Tingginya kandungan
amonia akan mempengaruhi pertumbuhan serta perkembangan udang bahkan bisa
menyebabkan kematian. Jika kadar amonia tinggi maka akan menyebabkan kerusakan pada
jaringan insang yang di tandai dengan lempeng insang yang membengkak sehingga fungsi
dari insang itu sendiri terganggu (Pasongli et al. 2015).

2.2.3.2.5 Nitrit (NO2) Dan Nitrat (NO3)


Kandungan nitrit dan nitrat dalam suatu perairan yang berada di dalam tambak
merupakan hasil oksidasi. Nitrit merupakan hasil oksidasi dari amonia dengan bantuan
bakteri Nitrisomonas, sedangkan nitrat merupakan hasil oksidasi dari nitrit dengan bantuan
bakteri Nitrobacter. Nitrat berfungsi sebagai nutrien utama bagi pertumbuhan alga, nitrat
juga tidak bersifat toksit (racun) terhadap organisme akuatik. Beda halnya dengan nitrit,
nitrit sendiri merupakan zat beracun yang dapat membahayakan udang vannamei.
Akumulasi nitrit di tambak udang merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara
kecepatan perubahan dari nitrit menjadi nitrat, serta dari amonia menjadi nitrit (Pasongli et
al. 2015). Menurut technical support PT. Matahari Sejahtera nitrit memiliki dampak yang
sangat signifikan terhadap udang vannamei. Dampak ini bisa terjadi jika nilai PH pada air
tambak tersebut rendah. Salah satu dampaknya yaitu dapat meracuni darah pada biota,
biasanya sering di kenal dengan darah coklat. Dalam hal ini nitrit masuk ke dalam aliran
darah yang mengoksidasi besi (fe), oksidasi ini menghasilkan methemoglobin sehingga
dapat menyebabkan penyakit darah coklat (brown blood desease).

2.2.3.2.6 Phosfat (PO4)


Phosfat adalah bentuk fosfor yang dapat di manfaatkan oleh tumbuhan serta
merupakan unsur esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan alga. Sehingga dapat
mempengaruhi tingkat produktivitas dalam suatu perairan yang berada di dalam tambak.
Jika konsentrasi phosfat besar, hal ini di sebabkan oleh suatu proses ekskresi oleh ikan atau
udang dalam bentuk feces. Sehingga fosfor dalam bentuk ini dapat mengendap di dasar
perairan, serta dapat terakumulasi di sedimen. Limbah yang masuk ke dalam kolam atau
tambak yang bercampur dengan pupuk yang mengandung unsur fosfor biasanya di gunakan
oleh petambak. Hal inilah yang mempengaruhi faktor phosfat di dalam tambak tersebut
(hendrawati et al). Penentuan kadar phosfat biasa di lakukan dengan metode
spektrofotometer secara asam askorbat dengan menggukan gelombang ukuran sekitar
700nm – 880nm (hendrawati et al).

2.2.3.2.7 Karbon Dioksida (CO2)


Sumber utama karbon dioksida dalam air adalah hasil dari respirasi organisme,
biasanya terdiri dari udang bakteri dan plankton. Keberadaan karbon dioksida dalam
perairan terdapat dalam bentuk gas karbon dioksida bebas (CO2), ion bikarbonat (HCO3),
ion karbonat (CO3), serta asam karbonat (H2CO3). Kandungan karbon dioksida dalam air
merupakan fungsi dari aktivitas biologi baik itu respirasi maupun fotosintesis. Karbon
dioksida di tambak udang biasanya lebih tinggi pada pagi hari dari pada siang hari, hal ini
tercermin dari rendahnya PH air kolam. Karbon dioksida dalam tambak udang sebagian
besar berasal dari respirasi, fitoplankton, zooplankton, serta bakteri. Semakin tinggi
biomassa udang maka semakin tinggi juga karbon dioksida yang di hasilkan, begitu juga
dekomposisi bahan organik oleh bakteri. Semakin tinggi bahan organik maka semakin besar
pula karbon dioksida yang di hasilkan (Supomo, Manajemen Kualitas Air Untuk Udang
Vannamei).

2.2.3.2.8 Alkalinitas (CO3) Dan Hardness


Alkalinitas merupakan kapasitas air untuk menetralkan tambahan asam tanpa harus
menaikkan PH larutan. Alkalinitas merupakan buffer terhadap pengaruh pengasaman. Di
dalam budidaya perairan alkalinitas dinyatakan dalam mg/l CaCO3. Alkalinitas memiliki
peranan penting di dalam perairan tambak, antara lain dapat menekan fluktuasi PH pada
pagi, siang, serta sebagai penentu kesuburan alami perairan. Penambahan kapur bisa
meningkatkan nilai alkalinitas terutama pada tambak yang memiliki nilai total alkalinitas di
bawah 75 ppm (Supomo, Manajemen Kualitas Air Untuk Udang Vannamei).
Hardness merupakan kandungan kation-kation yang bervalensi dua di dalam air. Di
dalam budidaya perairan di nyatakan dalam mg CaCO3/l, hardness ini juga di dukung oleh
kation kalsium dan magnesium. Kandungan hardness dalam air dapat di tingkatkan dengan
cara pengapuran seperti dolomit. Alkalinitas dan hardness hampir memiliki kesamaan
karena memiliki ukuran yang sama yaitu mg/l CaCO3 (Supomo, Manajemen Kualitas Air
Untuk Udang Vannamei).

2.2.3.3 Parameter Biologi


2.2.3.3.1 Plankton
Plankton merupakan organisme penting di dalam sebuah perairan terutama dalam
budidaya udang. Plankton merupakan makanan dasar yang menjadi mata rantai bagi
hewan-hewan air yang lebih tinggi tingkatannya. Plankton merupakan organisme hidup yang
relatif kecil, tidak memiliki daya gerak, melayang-layang di atas air serta tidak bisa melawan
arus. Fitoplankton merupakan plankton yang mendominasi perairan di tambak, sebagai
indikasi dari keanekaragaman, dominasi, serta kepadatan dapat mempengaruhi warna serta
kecerahan di setiap tambak (supomo, Manajemen Kualitas Air Untuk Udang Vannamei).

2.2.3.3.2 Bakteri
Bakteri merupakan mikroorganisme yang dapat memiliki arti penting budidaya
perairan. Salah satu parameter penunjang keberhasilan budidaya adalah kondisi
bakteriologis di dalam perairan tersebut, tetapi di sisi lain bakteri juga dapat menimbulkan
penyakit. Parameter yang biasa di gunakan sebagai indikator kualitas perairan budidaya
yaitu kelompok bakteri koli serta bakteri patogen. Bakteri koli merupakan organisme yang
lazim di gunakan sebagai indikator pencemar perairan, bakteri ini juga memiliki daya tahan
yang lebih tinggi dari pada bakteri patogen lainnya. Bakteri koli ini juga mudah di isolasi dan
di tumbuhkan, apabila terjadi pencemaran maka jumlah bakteri koli lebih tinggi dari pada
bakteri patogen. Bakteri koli juga dapat menjadi indikator patogen pada air selain dari virus
(Sutiknawati. 2014).

2.2.4 Penebaran Benur


Menyeleksi benur juga perlu di perhatikan karena hal tersebut akan mencangkup
dari hasil panen serta kualitas udang itu sendiri. Biasanya benur yang akan di tebar harus
memiliki SPF (spesific phatogen free), artinya benur tersebut harus benar-benar terbebas
dari patogen tertentu terutama virus. Walaupun udang sudah memiliki SPF bukan jaminan
udang tersebut tahan atau tidak bisa terinfeksi patogen atau virus di saat budidaya
berlangsung melainkan hal ini di lakukan untuk pencegahan dini agar jika benur sudah di
tebar tidak membawa penyakit atau virus yang dapat menular ke udang lain. Menurut
technical support PT. Matahari Sejahtera pemilihan benur harus memiliki sertifikat SPF, pilih
PL 10 – 12 dengan bodylength > 8,5 mm, pilihlah benur dengan warna tubuh transparan
serta hepatopancreas gelap dengan GMR 1 : 4 > 9,5% (tidak memiliki cacat). Benur tersebut
harus lolos tes Stress Zero Salinity dan Formaline Stress > 95%, serta harus memiliki size
variasi < 0,8 mm dan maksimal 12% yang paling penting adalah kita harus memastikan
bahwa benur tersebut memiliki size yang seragam, hal ini di perkuat oleh penelitian (Arsad
et al. 2017).
Selanjutnya penebaran benih di lakukan pada saat pagi atau sore hari untuk
menghindari suhu yang terlalu panas. Hal ini juga di lakukan untuk menghindari stress pada
benur (Arsad et al. 2017). Menurut technical support PT. Matahari Sejahtera sebelum benur
di masukkan secara langsung ke air tambak, langkah awal awal yang harus di lakukan adalah
aklimatisasi, aklimatisasi sendiri adalah proses penyesuaian suhu antara kantong benur
dengan suhu air tambak. Aklimatisasi benur yaitu dengan cara meletakkan kantong benur di
atas air tambak dengan kisaran waktu kurang lebih 1 jam (sampai kantong benur
mengeluarkan embun), setelah keluar embun langkah yang harus kita lakukan adalah
mengecek suhu di dalam kantong benur dan air tambak. Jika PH di kantong dan di tambak
sudah sama baru kita bisa lakukan penebaran, hal ini juga di perkuat oleh penelitian (Arsad
et al. 2017).

2.2.5 Manajemen Pakan


Pemberian pakan pada benur yaitu berupa tepung ikan dan pelet hingga umur benur
mencapai 2 minggu. Sedangkan pemberian pakan 2 kali sehari pada benur dengan PL 1 – 15.
Untuk pemberian pakan benur PL 16 – 70 di berikan pakan sebanyak 4 kali dalam sehari,
serta pemberian pakan sebanyak 5 kali untuk PL 71 – 120 setiap harinya. Prinsip pemberian
pakan adalah 5% dari setiap berat tubuhnya, jika setiap pengecekan anco pakan selalu habis
maka akan di berikan tambahan pakan sebanyak 5%, tetapi jika sebaliknya pakan di dalam
anco tidak habis makan akan di lakukan pengurangan pakan sebesar 5% (Arsad et al. 2017).

2.2.6 Panen
Pemanenan udang vannamei di lakukan secara dua tahapan, tahapan pertama yaitu
panen parsial serta tahap kedua yaitu panen total. Panen parsial merupakan pemanenan
udang yang di lakukan hanya sebagian hal ini bertujuan untuk mengurangi tingkat
kepadatan udang di tambak. Panen parsial ini di lakukan pada DOC 101 – 104 hari dengan
bobot udang berkisar antara 21,85 – 22,70 gram serta ukuran udang tersebut berada pada
kisaran 44 – 45 ekor/kg. Sedangkan panen total di lakukan pada udang dalam DOC 125 –
126, serta memiliki bobot rata-rata berkisar antara 28,07 – 29,23 gram/ekor dan memiliki
ukuran antara 34 – 35 ekor/kg (Purnamasari et al. 2017).

2.2.7 Hama Dan Penyakit


Hama merupakan organisme pengganggu yang dapat menyebabkan berkurangnya
jumlah udang dengan waktu yang cepat. Menurut teknisi Tambak Kapal Api (PT. PPI Farm
Lamongan) hama sendiri memiliki katagori yaitu predator, pemangsa, serta dapat melahap
habis udang dalam jumlah yang cukup banyak. Hama ini biasanya berupa burung, kepiting,
dan ular air, hama juga memiliki sifat kompetitor atau pesaing untuk udang.
Penyakit pada udang memiliki 2 sifat, menurut technical support PT. Matahari
Sejahtera penyakit pada udang vannamei memiliki 2 sifat yaitu infeksi dan non infeksi.
Biasanya penyakit ini di sebabkan oleh beberapa faktor yaitu lingkungan, inang, serta
patogen jenis penyakit infeksi di sebabkan oleh virus, jamur, serta bakteri patogen.
Sedangkan penyakit non infeksi di sebabkan oleh faktor genetik, lingkungan, serta
malnutrisi. Salah satu penyakit yang infeksi adalah Infectious Myonecrosis Virus (IMNV)
biasanya penyakit ini di tandai dengan adanya kematian di dasar dalam yang cukup banyak
mencapai 5% dari biomassa, anus udang berwarna merah, serta tubuh udang tampak pucat
(bukan transparan). Biasanya langkah penanganannya kita harus mengganti air, serta
mempuasakan dan memotong pakan sebanyak 50%. Penyakit non infeksi yaitu Shoft Shell
Syndrome biasa di cirikan dengan udang gagal moulting dan cara penanganannya dengan
cara penambahan CaCO3, sodium karbonat, serta melakukan pergantian air. Dalam hal ini di
dukung juga oleh penelitian (Umiliana et al. 2016).
BAB III
PELAKSAAN KEGIATAN
3.1 Waktu Dan Tempat Kegiatan
Kegiatan praktek kerja lapang ini di laksanakan pada tambak kapal api (PT. PPI Farm
Lamongan) pada sektor B yang terdiri dari 6 tambak budidaya, 2 tambak untuk penandonan,
serta 1 tambak sebagai sterilisasi air dari tandon. Tambak kapal api (PT. PPI Farm Lamongan)
bertempat di Dusun Gembyang, Desa Sidomukti, Kecamatan Brondong, Kabupaten
Lamongan. Kegiatan ini di laksanakan pada tanggal 19 Februari 2021 sampai dengan 20
Maret 2021.

3.2 Metode Kegiatan


Metode kerja yang di gunakan dalam praktek kerja lapang ini adalah metode
deskriptif. Pengambilan data ini di lakukan dengan cara observasi, serta melakukan
pengamatan langsung ke lapangan. Selain itu, data juga diperoleh melalui wawancara secara
langsung dengan pihak terkait seperti teknisi serta pekerja di tambak. Di samping itu dalam
kegiatan praktek kerja lapang data yang di dapat dengan cara ikut berpartisipasi secara
langsung di dalam kegiatan budidaya. Data yang diperoleh dalam kegiatan praktek kerja
lapang ini meliputi persiapan tambak, penebaran benur, manajemen kualitas air,
manajemen pakan, monitoring pertumbuhan (menentukan ABW, ADG, populasi, biomassa,
SR, FCR), panen, serta manajemen atau pengendalian penyakit. Dalam hal ini di dukung juga
oleh penelitian (Ghufron et al. 2017).

3.3 Metode Pengambilan Data


Data yang diperoleh dari kerja lapang ini diperoleh dari pengumpulan data primer
dan pengumpulan data sekunder. Data-data ini juga diperoleh dengan beberapa cara
pengambilan. Di dalam sebuah penelitian atau laporan, teknik pengumpulan data
merupakan faktor yang penting demi keberhasilan penyusunan laporan atau penelitian. Hal
ini berkaitan dengan bagaimana cara mengumpulkan data, siapa sumbernya, serta alat apa
yang di gunakan ( Dr. Harvinsah, Ak). Berikut beberapa cara pengambilan data dalam
laporan ini.

3.3.1 Data primer


Data primer merupakan data yang diperoleh peneliti secara langsung (Dr. Harvinsah,
Ak). Data primer di kumpulkan dengan cara keikutsertaan peneliti dengan cara turun
langsung ke lapang untuk mengambil data yang dibutuhkan untuk menunjang hasil laporan.
Biasanya data primer di kumpulkan melalui kegiatan survei, observasi lapang, serta
wawancara terhadap pihak terkait.
 Observasi Partisipasi
Dalam kegiatan ini peneliti terlibat secara langsung di dalam kegiatan sehari-hari
orang atau kegiatan yang di amati secara langsung untuk memperoleh data-data yang di
perlukan (Dr. Harvinsah, Ak). Observasi partisipan di dalam perspektif interaksionis-simbolik
lebih banyak menggunakan interaksi secara intens dengan subjek penelitian. Observasi ini
juga dapat mempercepat adaptasi peneliti terhadap situasi yang berubah-ubah, observasi
ini juga bisa menghasilkan data yang lebih mendalam sehingga mempermudah tujuan
peneliti agar cepat tercapai (Hasanah. 2016). Observasi dalam praktek kerja lapang ini di
lakukan terhadap berbagai hal yang terkait dengan Teknik Budidaya Udang Vannamei
dimulai dari persiapan tambak sampai musim panen.

 Wawancara
Wawancara merupakan cara pengumpulan data melalui tanya jawab terhadap pihak
terkait yang di lakukan secara langsung serta di kerjakan secara sistematis dan berlandaskan
pada tujuan. Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara dengan menggunakan alat yang di namakan interview guide (panduan
wawancara)(Dr. Harvinsah, Ak). Dalam hal ini kita bisa menggali informasi sedalam-
dalamnya tentang tujuan kita melakukan praktek kerja lapang ini seperti menanyakan
persiapan budidaya dari awal sampai akhir (panen).

3.3.2 Data Sekunder


Data sekunder adalah data yang diperoleh dari semua literatur, serta dokumen-
dokumen yang memiliki relevansi dengan tujuan studi ini (Azwar. 1998). Data sekunder juga
dapat berupa data internal dan eksternal. Data internal adalah dokumen-dokumen dan
operasi yang di kumpulkan, di catat, serta di simpan dalam suatu organisasi. Sementara data
eksternal adalah data yang pada umumnya di susun oleh suatu entitas selain subjek dari
organisasi yang bersangkutan (Sangadji and Sopiah. 2010).

3.4 Jadwal Pelaksanaan


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penentuan Lokasi
Pada umumnya pada usaha budidaya tambak udang berkelanjutan sering sekali
terjadi benturan kepentingan di dalam penggunaan sumber daya daerah pesisir. Budidaya
udang berkelanjutan ini dapat di artikan sebagai budidaya yang ramah lingkungan, usaha
budidaya ini mempertimbangkan karakteristik biofisik lokasi yang sesuai dengan daya
dukung lingkungan. Hal ini dapat mempengaruhi kelangsungan budidaya udang, karena
pada umumnya petambak mengalami kegagalan yang di sebabkan oleh kesalahan dalam
perencanaan pengembangan hal ini di sebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang
lingkungan serta parameter kualitas tanah dan air yang sesuai untuk budidaya di tempat
atau lokasi tersebut. Untuk meminimalisir kegagalan tersebut kita harus benar-benar
mrngetahui tentang lokasi yang akan menjadi tempat budidaya (Utojo et al. 2009).
Menurut tehcnical support PT. Matahari Sejahtera hal yang harus di lakukan dalam
pemilihan lokasi budidaya antara lain adalah sumber air hal ini menjadi faktor modal utama
dalam budidaya. Kerataan tanah juga harus di perhatikan, kita harus bisa memilih lokasi
yang sekiranya memiliki tekstur tanah yang mudah untuk di garap agar waktu yang kita
miliki lrbih efisien sehingga dapat mempercepat proses budidaya. Kemiringan tanah juga
harus di perhatikan karena dalam hal ini kita harus bisa memastikan bahwa tambak yang
akan di jadikan tempat budidaya bisa mudah di masukkan air dengan hanya menggunakan
pipa paralon. Ketinggian tanah berfungsi untuk memudahkan pembuangan air pada kolam
atau tambak budidaya sehingga mempermudah kita dalam membersihkan tambak setelah
panen selain itu ketinggian tanah ini juga dapat berfungsi sebagai pengaliran air dari tandon
pengendapan ke tandon sterilisasi sebelum air tersebut masuk kepada kolam-kolam
budidaya. Kandungan tanah juga perlu di perhatikan karena dapat mempengaruhi kualitas
air, semakin bagus kandungan tanah maka otomatis semakin bagus pula air pada tambak.
Di dalam sumber pemilihan sumber air kita harus memperhatikan komponen-
komponen yang berada dalam air. Komponen yang harus di perhatikan menurut teknisi
Tambak Kapal Api (PT. PPI Farm Lamongan) harus memiliki salinitas di kisaran optimal 15 –
30 ppt, memiliki PH optimal di kisaran 7,5 – 8,7, memiliki suhu pada kisaran optimal 28 –
31,5, memiliki nila alkalinitas pada kisaran optimal 90 – 150 ppm serta memiliki kandungan
bahan organik pada kisaran optimal 45 – 55 ppm. Selain itu kita harus memperhatikan
kandungan phospat serta amonia. Kisaran optimal pada phosfat yaitu 0,1 – 0,5 ppm serta
kandungan optimal amonia pada kisaran 0,03 – 0,25 ppm. Jika kandungan bahan organik
lebih dari 55 ppm maka dapat di antisipasi dengan cara di endapkan dulu pada petak
tandon. Layout tambak udang Kapal Api Lamongan terdiri dari kolam tandon, kolam
pengendapan, kolam sterilisasi, kolam pembesaran, 2 sumur bor dengan ukuran yang
berbeda, serta saluran pembuangan aliran limbah yang memiliki pintu sistem buka tutup
untuk menjaga air buangan dari kolam tidak langsung masuk pada laut. Kita juga harus
memperhatikan sarana dan prasarana seperti jalan, tenaga kerja, aliran listrik serta sarana
yang dibutuhkan dalam budidaya.

4.2 Rekontruksi Lahan


Di dalam dunia budidaya udang vannamei terdapat rekontruksi tambak atau desain
tertentu yang harus di perhatikan. Petakan tambak udang Kapal Api (PT. PPI Farm
Lamongan) terdiri dari kolam pembesaran udang, kolam penampungan, kolam sterilisasi
,kolam pengaliran air dengan filter, kolam pembagian air, serta saluran pembuangan
(outlet). Pada setiap petakan memiliki pelataran atau caren, caren merupakan palung yang
berada pada dasar tambak serta berfungsi sebagai tempat klekap atau berlindung udang
saat terkena terik matahari. Tambak Kapal Api (PT.PPI Farm Lamongan) memiliki bentuk
lahan bervariasi tetapi lebih dominan persegi serta persegi panjang dan memiliki rata-rata
kedalaman 1,5 meter. Pada Tambak Kapal Api (PT. PPI Farm Lamongan) memiliki pematang
atau pembatas antara tambak satu dengan yang lainnya hal ini bertujuan untuk melindungi
tambak dari pengaruh luar. Terdapat 2 pematang yaitu pematang utama serta pematang
antara, pematang antara memisahkan dari satu kolam dengan kolam yang lainnya
sedangkan pematang utama memisahkan kolam dengan saluran pembuangan air. Tambak
Kapal Api (PT. PPI Farm Lamongan) memiliki 2 saluran air yaitu inlet (masuknya air) serta
outlet (saluran pembuangan), saluran outlet langsung berhubungan dengan saluran
pembuangan air, dan saluran inlet langsung berhubungan dengan jiddingan yang terhubung
langsung pada kolam sterilisasi serta dapat menyuplai air lebih dari 5% kebutuhan air
tambak harian. Tambak Kapal Api (PPI Lamongan) juga memiliki pintu air yang terhubung
secara langsung ke laut, pintu air pembuangan ini di buka pada saat air limbah pada tambak
sudah di beri perlakuan terlebih dahulu untuk menjaga atau meminimalisir limbah ke laut
biasanya pintu ini di buka pada 1 siklus atau setelah musim panen. Dalam hal ini di perkuat
juga oleh penuturan teknisi Tambak Kapal Api (PT. PPI Farm Lamongan).

4.3 Persiapan Tambak Serta Sterilisasi Air


Persiapan pengisian air ke dalam tambak intensif pada Tambak Kapal Spi (PPI
Lamongan) memiliki beberapa tahapan yang harus di lalui. Persiapan yang harus di lakukan
sebelum mengisi air yaitu membersihkan dinding plastik hal ini di lakukan karena terdapat
penyakit yang sering menempel seperti virus dan bakteri. Cara untuk menghilangkan virus
atau bakteri tersebut kita bisa menyemprotkan asam klorida (H2O2) yang berfungsi sebagai
disinfektan untuk menghancurkan bibit penyakit. Setelah melakukan pembersihan pada
dinding plastik tersebut langkah selanjutnya kita memasang peralatan di dalam tambak
seperti anco, meteran air, jembatan anco, kincir, serta alat-alat yang dibutuhkan dalam
kelangsungan budidaya, tidak hanya itu kita harus langsung meletakkan alat dan bahan
tersebut pada posisi masing-masing yang sudah di tentukan oleh teknisi Tambak Kapal Api
(PPI Lamongan). Kemudian, setelah alat dan bahan yang dibutuhkan sudah berada pada
posisinya masing-masing barulah kita melakukan disinfektan kembali, hal ini di lakukan
untuk tetap menjaga ke sterilan tambak untuk menjaga-jaga alat dan bahan yang berada di
tambak tersebut harus terlepas dari virus dan bakteri. Dalam hal ini juga di perkuat oleh
technical support PT. Matahari serta teknisi Tambak Kapal Api (PT. PPI Farm Lamongan).
Sebelum pengisian air di lakukan kita harus memasang serta melakukan penyaringan
kembali terhadap air yang masuk pada tambak dengan cara menggunakan giotek. Giotek ini
berfungsi untuk menyaring kuman atau bakteri yang berada di dalam air. Sumber air pada
Tambak Kapal Api menggunakan air bor (serapan) sehingga air tersebut sudah mengalami
filter secara alami di dalam tanah, tetapi alangkah baiknya kita harus melakukan filter atau
penyaringan kembali agar lebih terjaga sterilisasinya. Pengisian pada air kolam berada pada
kisaran 1m – 1,2m untuk ukuran kolam intensif, setelah melakukan pengisian air langkah
selanjutnya yaitu mendiamkan air selama 24 – 36 jam tanpa ada perlakuan atau treatmen
apapun. Hal ini di lakukan untuk mengetahui apakah di air tambak tersebut terdapat bibit
penyakit dari hama atau tidak. Jika kita sudah memastikan atau menunggu dengan batas
waktu yang di tentukan, maka kita lakukan disinfektan kembali pada air kolam untuk
membasmi bibit hama dan penyakit, setelah itu barulah kita melakukan sterilisasi kembali.
Di dalam setiap tambak memiliki cara yang berbeda untuk melakukan sterilisasi tetapi pada
dasarnya memiliki tujuan yang sama. Tujuan dari sterilisasi sendiri adalah membunuh
penyakit dan hama pada air kolam, menetralkan bakteri pengganggu budidaya,
menstabilkan kualitas air, serta untuk menyiapkan air senyaman mungkin untuk benur yang
akan kita tebar. Setelah kita mengaplikasikan bahan-bahan sterilisasi seperti kupri sulfat,
kaporit, saponin, serta bahan-bahan lainnya, barulah kita bisa menganggap kolam tersebut
steril dari penyakit serta kita sudah bisa melakukan pemupukan terhadap plankton sesuai
kebutuhan air kolam dan benur yang akan di tebar. Pemupukan dan penumbuhan plankton
menggunakan bahan-bahan seperti pupuk kompos, TSP, NPK, dedak, dolomite, kaptan,
serta fermentasi dari tetes yang di campur oleh ragi. Penggunaan bahan-bahan tersebut
harus sesuai dengan dosis serta keperluan yang di lihat dari kondisi masing-masing kolam.
Dalam hal ini juga di perkuat oleh pernyataan teknisi Tambak Kapal Api (PT. PPI Farm
Lamongan).

4.4 Pemilihan Dan Penebaran Benur


Di dalam budidaya selain harus mempersiapkan tambak serta membuat air
senyaman mungkin untuk benur yang akan di tebar, kita juga harus memilih serta menguji
terlebih dahulu benur yang di tebar. Dalam hal ini untuk memastikan benur tersebut
terbebas dari virus, sehat secara kasat mata, benur lulus uji stres, serta benur juga harus
lulus dari uji PCR. Pengujian benur secara kasat mata memiliki warna kulit yang bening
transparan, gerakan gesit (tidak ada kematian), antena lurus serta ekor terbuka, melompat
jika kantong di ketok, serta berenang melawan arus dan memiliki usus penuh berbentuk
garis lurus. Di dalam uji stres ada cara atau angka tertentu supaya bisa menyatakan benur
lulus dalam uji stres ini, uji stres dapat di lakukan dengan cara mencampurkan air dalam
kantong benur dan air tawar dengan perbandingan 1:1 setelah itu kita bisa memasukkan
benur dalam wadah tersebut lalu kita diamkan selama 3 jam untuk mengetahui jumlah
benur yang masih aktif saat di sentuh. Untuk mengetahui lolos atau tidak kita harus
menghitung jumlah SR nya, misal jumlah benur yang saya masukkan adalah 500 ekor berarti
SR = 350 (benur aktif) : 500 (total benur) × 100% = 70%. Jika hasil dalam uji stres ini hasilnya
di atas 75% benur dapat di nyatakan lolos sedangkan jika berada di bawah angka tersebut
maka dapat di simpulkan SR memiliki nilai yang buruk, perlu diketahui dalam uji stres ini
memiliki 2 cara pengujian dengan langkah yang sama tetapi beda pengaplikasian dan ada
beberapa bahan tambahan. Setelah melakukan uji kasat mata serta uji stres, selanjutnya
benur tersebut harus lolos dari uji PCR (polymerase chain reaction) merupakan pengujian
bakteri atau virus yang berada pada benur. Pengujian ini di lakukan untuk mengetahui atau
memastikan benur tersebut sudah terbebas dari WSSV (White Spot Syndrome Virus), IHHNV
(Infectious Hypodermal Hematopoetic Necrosis Virus), TSV (Taura Syndrome Virus), IMNV
(Infectious Myonecrosis Virus) (Hanggono and Junaidi, 2014). Setelah semua tes di lakukan
dan memiliki hasil yang bagus barulah kita dapat menyimpulkan bahwa benur tersebut
sudah siap di tebar di dalam kolam. Tes yang di lakukan terhadap benur tidak sepenuhnya
menjamin pada saat proses budidaya benur tidak terjangkit penyakit, hanya saja kita
melakukan antisipasi awal agar benur tersebut benar-benar sehat pada saat penebaran.
Dalam hal ini di perkuat oleh pernyataan teknisi Tambak Kapal Api (PT. PPI Farm Lamongan)
serta technical support PT. Matahari Sejahtera.
Langkah selanjutnya setelah melakukan pemilihan serta tes pada benur kita
memasuki pada tahapan penebaran benur ke dalam kolam. Penebaran benur harus
memperhatikan dencity (padat tebar) karena hal ini juga mempengaruhi pada kelangsungan
budidaya. Benur terbagi menjadi 2 jenis yaitu benur glondongan serta benur F1, perbedaan
benur ini terdapat pada induknya. Benur glondongan yaitu udang lokal sedangkan benur F1
yaitu udang yang di impor langsung dari Amerika. Pada Tambak Kapal Api (PPI Lamongan)
menggunakan jenis benur F1, pada unit B terdapat 6 kolam budidaya, 2 kolam tandon, serta
1 kolam untuk sterilisasi. Dari ke 6 kolam budidaya pada unit B rata-rata benur yang di pakai
yaitu PL 9 dengan padat tebar 350.000 – 400.000 pada setiap kolam, serta luas kolam pada
Tambak Kapal Api (PPI Lamongan) rata-rata lebih dari 3.000 m². Cara menebar benur kita
harus mempersiapkan alat dan bahan yang di perlukan sehingga memudahkan kita pada
saat melakukan penebaran. Sebelum penebaran di langsungkan kita harus memperhatikan
beberapa hal yaitu suhu kolam dan kantong benur harus sama, cara untuk menyamakan
suhu kita melakukan aklimatisasi dengan kisaran waktu 30 – 60 menit sampai kantong
mengembun, tetapi tidak setiap penebaran di lakukan aklimatisasi hal ini hanya di lakukan
saat suhu kantong dan kolam tidak sama. Aklimatisasi sendiri adalah proses penyesuaian
atau adaptasi dengan cara meletakkan kantong benur ke dalam kolam. Sebelum kita
melakukan aklimatisasi langkah yang harus kita lakukan adalah mengambil sampel kantong
untuk di cek salinitas serta PH, hal ini untuk memastikan salinitas serta PH pada kantong
harus sama dengan air kolam karena dapat mempengaruhi keberlangsungan hidup benur
dalam kolam, setelah monitoring selesai di lakukan barulah benur tersebut siap untuk di
tebar. Pada saat penebaran berlangsung setiap teknisi memiliki cara sendiri, tetapi pada
Tambak Kapal Api (PPI Lamongan) benur langsung di tebar setelah itu barulah di masukkan
artemia. Artemia sendiri adalah pakan benur yang sudah di siapkan oleh distributor
biasanya artemia di tebar 2 kantong pada setiap tambak, artemia berfungsi sebagai pakan
benur serta penetralisir racun yang berada pada kolam. Dalam hal ini di perkuat oleh
pernyataan teknisi Tambak Kapal Api (PT. PPI Farm Lamongan).
Padat tebar juga harus memperhatikan kondisi kolam dengan menggunakan
perhitungan yang matang. Luasan kolam bukan menjadi tolak ukur untuk padatan
penebaran, bisa jadi kolam luas tetapi padat tebar rendah di karena kan faktor kondisi
kolam yang tidak mendukung begitu pun sebaliknya luasan kolam kecil tetapi memiliki padat
tebar tinggi karena kondisi kolam mumpuni. Padat tebar pada unit B 1 yaitu 20 box benur =
280 × 1.469= 411.320 ekor dengan luas kolam 3.080 m², pada B 2 yaitu 31 box benur = 248 ×
1.725= 427.800 ekor dengan luas kolam 3.190 m², pada B3 yaitu 29 box benur = 232 ×
1.725= 400.200 ekor dengan luas kolam 3.600 m², pada B 4 yaitu 18 box benur = 252 ×
1.469= 370.188 ekor dengan luas kolam 3.350 m², pada B 5 yaitu 21 box benur = 168 ×
2.108= 354.144 ekor dengan luar kolam 3.100 m², pada B 6 yaitu 21 box benur = 168 ×
2.108= 354.144 ekor dengan luas kolam 3.375 m². Setiap kolam memiliki padat tebar yang
berbeda di setiap meter kolamnya, Tambak Kapal Api (PPI Lamongan) mengambil benur dari
PT. STP Negara. Sebelum melakukan penebaran sebaiknya kita menghidupkan kincir 1 – 2,
hal ini di lakukan untuk menambahkan oksigen yang berada dalam air kolam. Rata-rata
tambak memiliki 6 – 8 kincir pada kolam yang berukuran 1000 m². Dalam hal ini di perkuat
oleh pernyataan teknisi Tambak Kapal Api (PT. PPI Farm Lamongan).

4.5 Feeding Program Serta Monitoring Pertumbuhan Udang


Pemberian pakan awal pada benur sering di sebut sebagai bland feeding. Bland
feeding merupakan pakan buta yang di berikan kepada udang dengan tidak memperhatikan
makanan tersebut di habiskan atau tidak. Tetapi pemberian pakan buta atau bland feeding
ini memiliki program pakan tertentu (memiliki takaran), sehingga dalam bland feeding harus
memiliki perhitungan yang matang karena pada setiap produk pakan memiliki dosis yang
berbeda serta setiap pabrik pakan akan memberikan rumusan dosis untuk menjadi acuan
serta gambaran pada teknisi. Akan tetapi rumusan tersebut sering tidak gunakan, karena
teknisi tidak selalu berpatokan pada rumus tersebut melainkan teknisi berpatokan terhadap
keadaan di lapang. Proses bland feeding juga berbeda-beda ada yang sampai DOC 15 seperti
pada Tambak Kapal Api (PT. PPI Farm Lamongan), tetapi rata-rata bland feeding sampai DOC
30. Tujuan bland feeding sendiri adalah sebagai pakan tambahan, mempercepat
pertumbuhan, serta dapat memupuk plankton dan dapat meningkatkan kualitas air kolam.
Cara untuk menghitung bland feeding juga berbeda-beda, tetapi rata-rata menggunakan
rumusan (2, 3, 4 kg pakan) × ((0.2 untuk DOC 1 – 10), (0.4 untuk DOC 11 – 20), (0.6 untuk
DOC 21 – 30)) rumusan ini di gunakan pada per 100.000 ekor. Misal pada kolam B 1 memiliki
total tebar 411.320 ekor kita ambil rata-rata per 100.000 adalah 3 kg pakan/hari, jika
411.320 ekor total bland feeding 12 kg/hari cara penghitungan total habis pakan selama
bland feeding mengikuti rumus di atas. Jika udang memasuki DOC 7 barulah kita
memberikan pakan pada anco, cara memberikan pakan pada anco berbeda-beda karena
setiap teknisi memiliki pandangan serta pengalaman yang berbeda tetapi harus tetap
memperhatikan dosis pakan yang di beri oleh pabrikan pakan. Biasanya pemberian pakan
pada anco bebas tetapi rata-rata adalah 0,5% dari pakan misalkan selama 7 hari bland
feeding pada B1 menghabiskan pakan sebanyak 17,74 kg/hari jika durasi pemberian pakan
adalah 3 kali berarti jika dalam 1 kali makan udang menghabiskan 5,6 kg maka pemberian
pakan pada anco adalah 25 gram per anco. Pemberian anco pada kolam sebaiknya 4 agar
memudahkan kita untuk melakukan pengecekan serta penghitungan selanjutnya.
Pengecekan pakan pada di Tambak Kapal Api yaitu setiap 1 jam sekali di hitung mulai pakan
di simpan pada anco. Pada Tambak Kapal Api (PT. PPI Farm Lamongan) bland feeding
berlasung selama 15 hari setelah itu udang di puasakan selama 2 – 5 hari hal ini bertujuan
untuk mengetahui apakah udang tersebut sudah memakan atau sudah ingin makan pakan
yang di berikan, tetapi teknisi tetap memonitoring menggunakan anco. Pakan pada anco
yaitu 50 gram per 100.000, biasanya udang kecil hanya memakan 20 – 60% dari pakan yang
di berikan. Dalam hal ini di perkuat juga oleh pernyataan teknisi Tambak Kapal Api (PT. PPI
Farm Lamongan) serta technical support PT. Matahari Sejahtera.
Setelah proses bland feeding selesai barulah kita melakukan monitoring
pertumbuhan pada udang. Proses ini dilakukan untuk mengetahui bobot dari udang apakah
sesuai dengan pakan yang di berikan, monitoring ini lebih di kenal dengan sampling.
Biasanya sampling di lakukan pada DOC 30, tetapi pada Tambak Kapal Api (PT. PPI Farm
Lamongan) khususnya pada unit B proses sampling di lakukan pada DOC 40. Sampling
terbagi 2 yaitu sampling basah, serta sampling kering, pada Tambak Kapal Api jenis sampling
yang di gunakan adalah sampling kering karena keakuratan sampling kering itu lebih baik.
Selain itu teknik pengambilan sampling ada 2 yaitu sampling jala, serta sampling anco,
keakuratan data sampling sangat dibutuhkan agar kita dapat mengetahui pertumbuhan
udang dengan pasti. Sampling anco di lakukan sebagai alternatif jika sampling jala tidak bisa
berjalan dengan baik, misalkan saat sampling jala kita mengalami kendala seperti banyak
lumut pada kolam sehingga jala tersebut kurang efisien dalam melakukan sampling (udang
yang tertangkap sedikit) barulah kita melakukan sampling menggunakan anco. Dalam
sampling ada beberapa hal yang di hitung seperti ADG, MBW, serta size udang. Berikut
adalah hasil sampling pada kolam B 1, B 3, B 5, B 6.
Sampling B 5 :

 Sampling pertama B 5 pada DOC 40 = 105 gram / 89 ekor = 2,30 gram per ekor dengan
size = 434 ekor.
 Sampling kedua B 5 berada pada DOC 47 = 272 gram / 83 ekor = 3,27 gram per ekor
dengan size = 305 ekor serta memiliki ADG = 0,13 gram per hari, jadi kita akan
mengetahui ADG setelah melakukan sampling kedua.
 Sampling ketiga B 5 pada DOC 54 = 229 gram / 47 ekor = 4,87 gram per ekor dengan size
= 205 ekor serta memiliki ADG = 0,22 gram per hari.
 Sampling keempat B 5 pada DOC 61 = 384 gram / 58 ekor = 6,62 gram per ekor dengan
size = 151 ekor serta memiliki ADG = 0,25 gram per hari.
 Sampling ke lima B 5 pada DOC 68 = 376 gram / 47 ekor = 8 gram per ekor dengan size =
125 ekor serta memiliki ADG = 0,19 gram per hari.
 Sampling ke enam B 5 pada DOC 75 = 433 gram / 41 ekor = 10,56 gram per ekor dengan
size = 94 ekor serta memiliki ADG = 0,36 gram per hari.
Sampling B 6 :
 Sampling pertama B 6 pada DOC 40 = 100 gram / 58 ekor = 1,74 gram per ekor dengan
size = 574 ekor.
 Sampling kedua B 6 pada DOC 47 = 57 gram / 20 ekor = 2,85 gram per ekor dengan size =
350 ekor serta memiliki ADG = 0,15 gram per hari.
 Sampling ketiga B 6 pada DOC 54 = 151 gram / 39 ekor = 3,87 gram per ekor dengan size
= 258 ekor serta memiliki ADG = 0,14 gram per hari.
 Sampling keempat B 6 pada DOC 61 = 213 gram / 36 ekor = 5,91 gram per ekor dengan
size = 169 ekor serta memiliki ADG = 0,29 gram per hari.
 Sampling kelima B 6 pada DOC 68 = 240 gram / 30 ekor = 8 gram per ekor dengan size =
125 ekor serta memiliki ADG = 0,29 gram per hari.
 Sampling keenam B 6 pada DOC 75 = 131 gram / 14 ekor = 9,35 gram per ekor dengan
size = 106 ekor serta memiliki ADG = 0,19 gram per hari.
Sampling B 1 :
 Sampling pertama B 1 pada DOC 41 = 105 gram / 40 ekor = 2,62 gram per ekor dengan
size = 381 ekor.
 Sampling kedua B 1 pada DOC 50 = 128 gram / 23 ekor = 5,56 gram per ekor dengan size
= 179 ekor serta memiliki ADG = 0,32 gram per hari.
 Sampling percobaan B 1 pada DOC 52 = 143 gram / 25 ekor = 5,72 gram per ekor dengan
size = 174 ekor serta memiliki ADG = 0,08 gram per hari.

Sampling B 3 :
 Sampling pertama B 3 pada DOC 37 = 194 gram / 84 ekor = 2,30 gram per ekor dengan
size = 434 ekor.
Di dalam budidaya udang terdapat cara serta teknik untuk mengetahui rata-rata luasan
jala, padat tebar per m², populasi, SR, biomassa, dosis pakan, serta penambahan pakan
yang harus di siapkan antara sampling pertama dengan sampling selanjutnya. Sehingga
dalam hal ini bisa membantu monitoring udang lebih rinci agar kita mengetahui langkah
apa yang harus di ambil untuk menunjang keberhasilan dalam budidaya. Cara
menghitung sampling menggunakan teknik jala sebagai berikut :
Kolam B 5

 Diketahui :
1. Luasan tambak : 3.000 m²
2. Jumlah tebar total : 354.144 ekor
3. Luas jala : 3 meter
4. Rata-rata bukaan jala : 75%
5. Rata-rata tiap titik sampling : 89 ekor
6. Berat rata-rata sampling : 2,3 gram

Penyelesaian :
Rata-rata luasan tebaran jala
= 0,75 × 3
= 2,25 m²

Rata-rata padat tebar per meter


= 89 ekor ÷ 2,25 m²
= 39 ekor /m²

Populasi
= 39 ekor /m² × 3000 m²
= 117.000 ekor

Survival Rate (SR)


= 117.000 ekor ÷ 354.144 ekor × 100%
= 33%

Biomassa
= 2,3 gram × 117.000 ekor
= 269,100 gram
= 269,1 kg

Dosis Pakan
= 269,1 kg × 0,04
= 10,7 kg (penambahan pakan untuk 7 – 10 hari berikutnya)

Kolam B 6

 Diketahui :
1. Luasan tambak : 3.300 m²
2. Jumlah tebar total : 354.144 ekor
3. Luas jala : 3 meter
4. Rata-rata bukaan jala : 75%
5. Rata-rata tiap titik sampling : 58 ekor
6. Berat rata-rata sampling : 1,74 gram

Penyelesaian :

Rata-rata luasan tebaran jala


= 0,75 × 3
= 2,25

Rata-rata padat tebar per meter


= 58 ekor ÷ 2,25 m²
= 25 ekor m²

Populasi
= 25 ekor /m² × 3.300 m²
= 82.500 ekor

Survival Rate (SR)


= 82.500 ekor ÷ 354.144 ekor × 100%
= 23%

Biomassa
= 1,74 gram × 82.500
= 143,550 gram
=143,55 kg

Dosis Pakan
= 143,55 kg × 0,03
= 4,30 (penambahan pakan untuk 7 – 10 hari berikutnya)

Kolam B 1

 Diketahui :
1. Luasan tambak : 3.000 m²
2. Jumlah tebar total : 411.320 ekor
3. Luas jala : 3 meter
4. Rata-rata bukaan jala : 75%
5. Rata-rata titik sampling : 40 ekor
6. Berat rata-rata sampling : 2,62 gram

Penyelesaian :

Rata-rata luasan tebaran jala


= 0,75 × 3
= 2,25 m²

Rata-rata padat tebar per meter


= 40 ekor ÷ 2,25 m²
= 17 ekor m²

Populasi
= 17 ekor /m² × 3.000 m²
=51.000 ekor
Survival Rate (SR)
= 51.000 ekor ÷ 411.320 ekor × 100%
= 12%

Biomassa
= 2,62 gram × 51.000 ekor
= 133,620 gram
= 133,62 kg

Dosis Pakan
= 133,62 kg × 0,04
= 5,34 kg (penambahan pakan untuk 7 – 10 hari berikutnya)

Kolam B 3

 Diketahui :
1. Luasan tambak : 3.300 m²
2. Jumlah tebar total : 400.200 ekor
3. Luas jala : 3 meter
4. Rata-rata bukaan jala : 75%
5. Rata-rata titik sampling : 84 ekor
6. Berat rata-rata sampling : 2,30 gram

Penyelesaian :

Rata-rata luasan tebaran jala


= 0,75 × 3
= 2,25 m²

Rata-rata padat tebar per meter


= 84 ekor ÷ 2,35 m²
= 37 ekor m²

Populasi
= 37 ekor /m² × 3.300 m²
= 122.100 ekor

Survival Rate (SR)


= 122.100 ekor ÷ 400.200 ekor × 100%
= 30%

Biomassa
= 2,30 gram × 122.100 ekor
= 280,830 gram
= 280,83 kg

Dosis Pakan
= 280,83 kg × 0,04
= 11,23 kg (penambahan pakan untuk 7 – 10 hari berikutnya)

4.6 Manajemen Kualitas Air


Di dalam suatu budidaya manajemen kualitas air merupakan hal yang sangat penting
karena menyangkut keberhasilan dalam budidaya. Kualitas air harus sangat di perhatikan
oleh para pembudidaya karena air yang berada atau yang di alirkan ke tambak tidak hanya
untuk mengisi tambak, melainkan air tersebut harus mampu mencairkan nutrien yang
berada di dalam tambak. Warna pada air tambak di pengaruhi oleh fitoplankton, hal ini
dikarenakan fitoplankton memiliki pigmen yang berwarna sehingga air akan berubah sesuai
fitoplankton yang mendominasi. Air yang berwarna kuning, kuning kehijauan, dan hijau
muda di sebabkan oleh kurangnya fitoplankton langkah yang harus di ambil yaitu melakukan
pemupukan susulan berupa TSP (urea). Air yang berwarna hijau tua terdapat fitoplankton
yang sedang serta perlu di tingkatkan dengan pemupukan secara rutin dengan dosis yang
sesuai pada lapangan. Air yang berwarna hijau kecoklatan memiliki fitoplangkton yang
bagus serta harus di pertahankan. Air yang berwarna hijau biru memiliki tanda ada udang
yang keropos serta harus melakukan pemupukan, ganti air, serta pemberian dolomit dengan
dosis 5 – 10 ppm tergantung kebutuhan. Air berwarna hijau pekat mengandung fitoplankton
beracun ddngan di cirikan air seperti berlendir serta banyak udang yang sakit langkah yang
harus di ambil yaitu ganti air, dolomit, serta pemupukan dengan dosis sesuai keadaan di
lapangan. Air yang berwarna coklat di sebabkan oleh kurangnya fitoplankton sehingga
langkah yang harus di ambil pemupukan urea dengan dosis yang sesuai. Warna air coklat
merah mengandung fitoplankton beracun, air tambak memiliki sulfat yang asam hal ini perlu
adanya reklamasi, pengapuran, serta pupuk urea. Air yang berwarna hitam dikarenakan
fitoplankton tidak tumbuh, pembusukan bahan organik, serta banyak racun H2S langkah
yang harus di ambil yaitu melakukan sippon dan pergantian air. Kualitas air juga di
pengaruhi oleh pakan yang di berikan terlalu banyak pada udang. Dalam hal ini di perkuat
juga oleh pernyataan teknisi Tambak Kapal Api (PPI Lamongan).
Menurut teknisi Tambak Kapal Api (PPI Lamongan) pengecekan kualitas air di
lakukan dengan pengecekan harian seperti PH, suhu, DO, kecerahan air, tinggi air, busa, dan
warna air. Sedangkan pengecekan mingguan berupa nitrit nitrat, alkalinitas, salinitas,
amonia, posfat dan untuk pengecekan per 10 hari yaitu pengecekan plankton. Pengecekan
ini perlu di lakukan karena di dalam budidaya ada batas optimal serta toleransi yang harus
di perhatikan. PH yang ideal dalam budidaya yaitu 7,5 – 8,3, kecerahan air yang ideal 30 – 40
cm, suhu yang ideal adalah 27 – 32 °C, DO (ppm) yaitu 4,5, busa yang ideal dalam air adalah
banyak karrna hal ini merupakan bekerjanya bakteri baik yang optimal, warna air yang ideal
yaitu hijau coklat, serta tinggi air ideal mengikuti DOC pada udang. Pada Tambak Kapal Api
(PPI Lamongan) memiliki PH, DO, suhu, warna air, busa, serta tinggi air yang ideal, PH
berada pada kisaran 7,4 – 7,9, dengan DO pada kisaran 4,5 – 4,6, suhu pada kisaran 29 –
31°C, warna air yaitu hijau, dan hijau coklat, busa rata-rata sedang dan banyak, tinggi air 120
– 130 cm, dan kecerahan air yaitu 40 – 60 cm. Pengecekan mingguan pada kolam B 1, B 3, B
5, B 6, yaitu
B1

 PH : 7,9
 Salinitas : 25
 CO3 : 0
 HCO3 : 190
 Alkalinitas : 190
 NH4 : 0
 PO4 :
B3

 PH : 7,4
 Salinitas : 26
 CO3 : 0
 HCO3 : 205
 Alkalinitas : 205
 NH4 : 0,5
 PO4 : 0

B5

 PH : 7,6
 Salinitas : 23
 CO3 : 0
 HCO3 : 185
 Alkalinitas : 185
 NH4 : 0,5
 PO4 : 0

B6

 PH : 7,7
 Salinitas : 22
 CO3 : 0
 HCO3 : 160
 Alkalinitas : 160
 NH4 : 0
 PO4 : 0
4.7 Manajemen Penyakit
Di dalam suatu budidaya tidak akan pernah luput dari hama dan penyakit
pengganggu budidaya. Oleh karena itu betapa pentingnya monitoring pertumbuhan serta
perkembangan pada udang yang di lakukan secara intens, karena penyakit pada udang bisa
datang kapan saja bahkan bisa dalam hitungan jam. Penyakit pada udang memiliki sifat
infeksi dan non infeksi serta cara penanganan yang berbeda-beda. Penanganan penyakit
yang di lakukan harus sesuai dengan keadaan serta kondisi yang berada pada lapangan.
Pada umumnya penyebab udang terkena penyakit karena faktor inang, lingkungan, serta
patogen. Jenis penyakit yang bersifat infeksi biasanya di sebabkan oleh virus, jamur, serta
bakteri patogen, sedangkan penyakit yang bersifat non infeksi biasanya di sebabkan oleh
genetik (kualitas benur), lingkungan kotor (manajemen air buruk), serta terjadinya
malnutrisi (pakan tidak sesuai).
Pada Tambak Kapal Api (PT. PPI Farm Lamongan) salah satu tambak terkena penyakit
yang di sebabkan oleh virus yaitu White Spot Syndrome Virus (WSSV) penyakit ini bersifat
infeksi serta dapat menular terhadap udang yang lainnya. Penyakit ini di sebabkan oleh
infeksi dari virus. Biasanya gejala yang di timbulkan dan dapat terlihat yaitu udang berenang
tidak beraturan dan menabrak dinding kolam, terdapat kematian pada anco dengan di
cirikan udang berwarna merah dan mengapung pada air, serta terjadinya kematian massa
dalam 1 hari bisa 10% dari biomassa biasa juga terdapat bintik putih pada bagian karapas.
Jika udang sudah terjangkit penyakit tersebut sulit untuk di sembuhkan karena proses
penularan yang cukup cepat. Solusi yang harus di ambil yaitu lebih baik mencegah
semaksimal mungkin agar udang yang kita budidaya tidak terkena penyakit tersebut.
Pencegahannya kita harus melakukan manajemen kualitas air yang intens agar kita
mengetahui kondisi pada perairan, selalu memupuk air agar tetap terjaga kualitasnya
seperti pemberian saponin yang berfungsi sebagai pembunuh bakteri dan virus yang
merugikan pada budidaya. Sedangkan penyakit non infeksi yaitu gagal moulting pada udang.
Hal ini di sebabkan oleh adanya fluktuasi PH dan suhu yang terlampau tinggi sehingga dapat
meningkatkan nilai alkalinitas pada suatu perairan. Cara penanganannya yaitu melakukan
penambahan CaCO3, sodium karbonat, serta melakukan pergantian air secara rutin serta
harus sesuai dengan keadaan pada lapangan. Dalam hal ini juga di perkuat oleh penjelasan
teknisi Tambak Kapal Api (PT. PPI Farm Lamongan).

4.8 Panen Dan Pasca Panen


Pada Tambak Kapal Api (PT. PPI Farm Lamongan) proses panen yang di lakukan
melihat kondisi udang terlebih dahulu. Proses panen biasanya di lakukan pada 2 tahap yaitu
panen parsial dan panen total. Panen parsial yaitu memanen sebagian udang untuk
mengurangi kepadatan serta menyesuaikan carriying capacity kolam, meningkatkan ADG
dari udang, serta untuk mengatasi kekurangan oksigen terlarut dalam masa budidaya.
Sedangkan panen total yaitu panen terakhir setelah udang mencapai target budidaya (sudah
untung). Hal yang perlu di perhatikan dalam panen yaitu kita harus memperhatikan kondisi
udang, daya dukung lahan, pertumbuhan udang, serta pasar yang akan kita tuju. Di dalam
melakukan panen parsial kita juga harus memperhatikan kondisi udang, udang tersebut
harus dalam kondisi baik tidak sedang stres atau moulting, serta jala yang di gunakan dalam
panen parsial harus di sterilisasi terlebih dahulu hal ini di takutkan adanya penyakit atau
virus dalam jala tersebut. Biasanya jala di rendam dalam disinfektan kurang lebih 6 jam,
pada saat penarikan sebaiknya jala tersebut di angkat bukan di seret. Pasca panen parsial
yaitu melakukan penebaran kapur untuk mengikat racun yang terangkat serta untuk
menjaga PH air tetap stabil, menyalakan kincir penuh, jika terjadi kematian pada pasca
panen kita harus membersihkan dasar kolam untuk menghindari munculnya penyakit.
Dalam hal ini di perkuat juga oleh penjelasan teknisi Tambak Kapal Api (PT. PPI Farm
Lamongan) serta technical support PT. Matahari Sejahtera.
Pada pelaksanaan panen total kita harus menyiapkan semua peralatan termasuk
tenaga kerja. Pemanenan total sebaiknya dilakukan pada dini hari sampai pagi hari atau sore
hari sampai malam hari. Kita juga harus mengurangi ketinggian air untuk memudahkan
proses panen biasanya ketinggian air pada panen total yaitu kurang dari 80 cm. Pada panen
total juga kita harus melepas semua kincir dari kolam, setelah selesai melakukan panen air
di buang pada saluran outlet dengan di treatmen terlebih dahulu sebelum di buang pada
laut lepas. Pada tambak Kapal Api (PT. PPI Farm Lamongan) terdapat pintu buka tutup yang
berfungsi sebagai penghalang air limbah yang di hasilkan oleh tambak budidaya. Pintu ini
juga terhubung langsung dengan laut jadi air kolam tidak dapat keluar sebelum pintu
tersebut di buka. Dalam hal ini di perkuat juga oleh penjelasan teknisi Tambak Kapal Api (PT.
PPI Farm Lamongan).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktek kerja lapang pada Tambak Kapal Api (PT. PPI Farm
Lamongan) yang terletak di Dusun, Gembyang, Desa, Sidomukti, Kecamatan, Brondong,
Kabupaten, Lamongan tentang teknik pembesaran udang vannamei dengan menggunakan
teknik intensif. Pada hasil praktek kerja lapang ini dapat di tarik kesimpulan bahwa
keberhasilan dalam suatu budidaya terletak pada manajemen pemilihan lahan, pemilihan
benur, kualitas air, serta manajemen pakan dan penyakit. Menjaga keseimbangan kualitas
air sangat penting untuk menunjang keberhasilan budidaya, pengukuran laboratorium rutin
membantu kelancaran dan meningkatkan kesempatan keberhasilan budidaya. Manajemen
kualitas air memiliki kaitan yang sangat erat serta memiliki dampak yang signifikan pada
proses budidaya yang berlangsung.
Hal lain yang dapat menunjang keberhasilan budidaya selain kita melakukan
manajemen dengan baik, yang harus di perhatikan adalah kerja sama antar tim harus di jaga
agar sistem budidaya yang kita jalankan dapat berjalan dengan baik. Menurut teknisi
Tambak Kapal Api (PT. PPI Farm Lamongan) di dalam melakukan budidaya kita harus
menjalankan dengan penuh keikhlasan serta hati yang bersih, hal ini dikarenakan suatu
budidaya berkaitan dengan makhluk hidup. Udang memiliki insting yang kuat pada
lingkungan sekitar, serta udang juga dapat merasakan problem yang berada pada tambak.
Oleh karena itu pada Tambak Kapal Api (PT. PPI Farm Lamongan) sangat di tekankan bekerja
dengan hati yang ikhlas serta selalu menjaga kekompakan antar tim untuk mencapai
keberhasilan dalam suatu budidaya.

5.2 Saran
Adapun saran yang dapat di berikan penulis yaitu pihak owner harus lebih
memperhatikan kondisi pada Tambak Kapal Api (PT. PPI Farm Lamongan). Sebaiknya harus
melakukan pembaharuan atau kontruksi rutin setiap 3 – 4 siklus. Hal ini bertujuan agar
budidaya yang di jalankan dapat sesuai harapan, sehingga memiliki hasil dengan tonase
yang sudah di targetkan sebelumnya. Pembaharuan lahan adalah bentuk timbal balik dari
manusia kepada alam, karena tugas kita adalah memanfaatkan sumber daya yang ada
dengan memperhatikan dampak yang di timbulkan. Kontruksi lahan juga dapat
mempengaruhi keberlangsungan suatu budidaya, oleh karena itu kita harus tetap menjaga
keseimbangannya.

Anda mungkin juga menyukai