Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Habitat terbesar dunia terdapat dilaut. Laut merupakan bagian bumi yang
didalamnya masih memiliki bayak rahasia belum terungkap. Luas keseluruhan
wilayah laut yang menutupi bumi 3,61 x 108 km2 atau lebih dari dua per tiga atau
70% dari bumi, dengan memiliki kedalaman rata-rata 3.800m dan menyediakan
sekitar 97% dari keseluruhan ruang kehidupan dibumi. (Austin, 1988; Prager dan
Earle, 2000).
Laut dan sumber daya alam didalamnya merupakan media yang tidak
dapat dipisahkan dari aktivitas kehidupan bangsa Indonesia karena telah menjadi
sumber kehidupan bagi masyarakat didalamnya.Negara Indonesia merupakan
negara kepulauan memiliki luas perairan 70% dibandingkan luas daratan, dengan
panjang garis pantai sekitar 81.000 km dan seluruh kawasan lautnya mengandung
sumberdaya hayati serta keanekaragaman yang kaya, seperti rumput laut atau
alga. (Dahuri, 2003).
Ada lebih dari 700 spesies rumput laut diperiran indonesia (Hendri, dkk
2018).Ketersediaan rumput laut di perairan Indonesia setiap tahun terus
meningkat, dengan kenaikan rata-rata 22,25% per tahun (KKP, 2018.)Oleh karena
itu pemanfaatan rumput laut untuk dijadikan produk masih terbuka luas dan
sangat berpotensi, seperti rumput laut spesies dari marga Sargassum dan marga
Turbinaria. (Yunizal, 2004)
Manfaat rumput laut atau alga sangat luas: digunakan sebagai bahan
makanan seperti (Nori, kombu, wakame, permen, dan agar-agar), sebagai
antioksidan, sebagai pencegah kanker, sebagai obat, dan sebagai bahan campuran
industri (Nikmah U, 2019). Menurut Susila., dkk (2017), dalam dunia industri,
rumput laut spesies Sargassumsp dipergunakan sebagai sumber alternatif
penghasil alginat, senyawa didalamnya banyak dimanfaatkan dalam industri
kosmetik, industri makanan, dan industri farmasi. Selain hal tersebut, Sargassum
dan mikroorganisme yang berasosiasi juga diketahui menghasilkan berbagai jenis
metabolit sekunder yang memiliki kandungan bioaktivitas yang menarik, seperti
antibakteri, antioksidan, sitotoksik, dan antivirus. Dalam dunia pertanian, spesies
Sargassum dimanfaatkan sebagai penyubur tanah dan biofertilizer. Dalam dunia
peternakan, Sargassum digunakan sebagai pakan alternatif untuk berbagai jenis
ternak seperti sapi dan domba. Biomassa Sargassum dapat dimanfaatkan sebagai
agen biosorption untuk mengatasi pencemaran limbah logam berat pada suatu
perairan. Biomassa Sargassum yang melimpah setiap tahun juga dapat
dimanfaatkan sebagai alternatif bahan baku pembuatan bioetanol serta biogas.
Di Indonesia, secara umum rumput lautdimanfaatkan sebagai makanan,
diolah menjadi agar-agar, alginat dan karaginan. Akan tetapi produk yang sering
diolah hanyalah agar-agar(Nikmah, 2019). Padahal telah dilakukan penelitian
bahwa kandungan pada rumput laut masih sangat luas manfaatannya seperti
senyawa bioaktif yang dapat dijadikan produk agar-agar, alginat, karaginan,
laminarin, fucoidan, fucan, mannitol dan ulvan, banyak dibutuhkan dan dapat
dijadikan sebagai produk pendukung kemajuan masyarakat serta bangsa, secara
ekonomi, kesehatan dan industri. (Holdt & Kraan, 2011).
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan pemanfaatan rumput laut di
Indonesia masih belum maksimal, masih sedikit produk yang dihasilkan.Alasan
yang sering muncul dikalangan masyarakat yaitu kurangnya pengetahuan atau
keterampilan tentang pengolahan rumput laut khususnya di bagian
ekstraksi,semua pengolahan yang dilakukan masih berdasarkan pengalaman turun
temurun atau bersifat konvensional, sehingga dari metode proses banyak terdapat
kelemahan,seperti membutuhkan waktu lama, persentase rendmen dan viskositas
relatif rendah, dapat mempengaruhi struktur kandungan polisakarida sulfat,
efisiensi penggunaan bahan rendah, serta kebutuhan reaktan dan volume air yang
banyak saat tahap pre-ekstraksi, pada akhirnya dari kelemahan-kelemahanmetode
proses pasti akan berdampak terhadap rendahnya kelayakan ekonomi dan kualitas
produk yang dihasilkan (Basmal dkk., 1999; Basmal dkk., 2001; Basmal dkk.,
2002; Yunizal dkk., 2000; Nguyen dkk., 2020; Sinurat & Kusmawati, 2017;
sugiono, 2017; Torres, dkk., 2007). Dari alasan masyarakat dan metode yang
lemah membuat peneliti mencoba melakukan penelitian dengan mengembangkan
metode baru khususnya dibagian ekstraksi pada rumput laut lokal untuk dijadikan
produk, hasilnya metode yang didapat ternyata tetap masih kurang sempurna
karena rendemen dan viskositas masih rendah. (Basmal dkk., 1999; Basmal dkk.,
2001; Basmal dkk., 2002; Murtini dkk., 2000; Tazwir dkk., 2000; Wikanta dkk.,
2000; Mushollaeni dan Rusdiana., 2011; Pamungkas dkk., 2013; Aristya dkk.,
2013; Kasim dkk., 2017; Sukma dkk., 2017). karena itu, maka perlu
pengembangan metode baru yang lebih efektif dalam pengolahan rumput laut,
sehingga pemanfaatan rumput laut bisa dimaksimalkan.
Hal inilah yang mendasari penelitian metode baru “Biorefinery Ekstraksi
Sequensial Fukoidan Dan Alginat” pada rumput laut, dimana dalam satu proses
dapat menghasilkan dua produk sekaligus, sehingga waktu proses dua kali dapat
dipersingkat dan biaya dapat diminimalisir. Perlakuan metode biorefinery
ekstraksi sequensial fukoidan dan alginat sebelumnya telah dilaporkan oleh
Sugiono dan Doni Ferdiansyah (2018), namun masih lebih fokus pada “Pengaruh
Pre-Ekstraksi Perlakuan Asam Terhadap Viskositas Intrinsik Alginat Dari Alga
Cokelat Sargassum Cristaefoium” sedangkan penelitian ini akan fokus pada
pengaruh kondisi proses (biorerfinery ekstraksi sequensial fukoidan dan alginat)
terhadap alginat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Metode ekstraksi pada rumput laut yang digunakan kurang efektif karena waktu
proses lama, perlu suhu tinggi, dan biaya perlakuan relatif lebih mahal, sehingga
kualitas produk yang dihasilkan relatif rendah.
2. Apa saja pengaruh proses biorefinery ekstraksi sequensial terhadap alginat?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengembangkan metode yang lebih efektif pada pengolahan rumput laut
khususnya untuk dijadikan fukoidan dan alginat
2. Mengetahiu pengaruh metode proses biorefinery ekstraksi sequensial pada alginat
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai sumber informasi atau rujukan tentang metode baru proses ekstraksi
rumput laut yang lebih irit biaya dan waktu proses lebih singkat dalam pembuatan
alginat dan rumput laut
2. Memaksimalkan pemafaatan rumput laut
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumput Laut

2.1.1 Pengertian Rumput Laut


Rumput laut atau gulma laut atau dikenal juga dengan seaweed merupakan
tumbuhan ganggang laut golongan makroalga bentik yang mayoritas hidupnya
melekat pada dasar perairan dan masuk dalam divisithallophyta (Suparmi &
Achmad S., 2009).

2.1.2 Bentuk Rumput Laut (Nikmah U, 2019)


Rumput laut atau saeweed merupakan tanaman makro alga yang hidup
dilaut dan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Tidak memiliki akar, batang dan daun sejati


Rumput laut digolongkan ke dalam tumbuhan tingkat rendah (Thallophyta)
karena pada tanaman rumput laut fungsi akar, batang dan daunnya digantingkan
oleh talus.
Pencabangan dan pertumbuhan talus rumput laut pada setiap jenis berbeda-
beda. Tidak ada perbedaan jelas pada akar, daun, dan batang. Bentuk talus rumput
laut bervariasi yaitu bulat seperti tabung, pipih, gepeng, bulat seperti kantong,
lembaran dan ada juga yang berbentuk seperti helai rambut.
Berikut bentuk-bentuk pencabangan rumput laut:
1. Tidak Bercabang
Talus tubuh memanjang atau menjalar dan tidak bercabang
2. Dichotomous (Bercabang Dua)
Setiap talus yang tumbuh akan memiliki cabang dan dari cabang baru akan
muncul cabang lagi dan seterusnya
3. Pinnate alternate
Talus tumbuh bercabang dua-dua sepanjang talus utama secara berselang seling
atau berganti-ganti
4. Pinnate distichous
Talus tumbuh bercabang dua-dua sepanjang talus utama secara beraturan
5. Tetratichous
Talus tumbuh dengan memiliki percabangan dua-dua sepanjang talus utama.
6. Ferticillate
Cabang-cabang talus tumbuh dengan melingkari talus sebagai sumbu utama
7. Polystichous
Cabang-cabang talus tumbuh pada talus utama tidak beraturan (cabang banyak
pada talus utama)
8. Pectinate
Cabang-cabang talus tumbuh pada satu sisi talus.
9. Monopodial
Cabang tumbuh satu-satu pada tiap-tiap talus
10. Sympodial
Percabangan pada talus tumbuh searah dan bisa lebih dari satu cabang pada
masing-masing talus.
Keterangan gambar :
1) Talus tidak bercabang
2) Bercabang dua
3) Pinnate alternate
4) Pinnate distichous
5) Tetratichous
6) Ferticillate
7) Polystichous
8) Pectinate
9) Monopodial
10) Sympodial
Selain dapat diketahui dari bentuk percabangan talus, rumput laut juga
memiliki bentuk-bentuk holdfast antara lain sebagai berikut:

1) Bentuk Sederhana
2) Rhizoid uniselluler
3) Kerucut
4) Cakram
5) Stolon merambat dengan pelekat
Sifat substansi talus (susunan talus) bermacam-macam yaitu gelatinous
(lunak) seperti gelatin, Calcareous (keras mengandung kapur), Cartilagenous
(seperti tulang rawan) dan spongious (berserabut). Semua sifat talus dapat
membantu dalam mengindetifikasi (pengurutan) dan klasifikasi (pengelompokan)
jenis alga.

2. Hidup di perairan dasar

Secara umum bagian-bagin rumput laut terdiri dari holdfast yaitu bagian dasar
yang berfungsi pada menempel pada subtrat, dan talus yaitu bentuk-bentuk
rumput laut yang menyerupai percabangan.

2.1.3 Klasifikasi Rumput Laut


Menurut Nikmah (2019), para ahli menggolongkan alga dalam 5 kelas
berdasarkan pigmentasinya (warnanya) yaitu:

1. Cyanophyta (alga biru)


2. Chlorophyta (alga hijau)
3. Chrysophyta (alga keemasan)
4. Phaeophyta (alga coklat)
5. Rhodophyta (alga merah)
Sedangkan menurut Kimbal (1992); Pelczar & Chan, (1986); Simpson,
(2006), klasifikasi rumput laut berdasarkan kandungan pigmennya terdiri dari 4
kelas, yaitu rumput laut hijau (Chlorophyta), rumput laut merah (Rhodophyta),
rumput laut cokelat (Phaeophyta), rumput laut pirang (Chrysophyta),
sebagaimana di dalam Tabel 1

Jenis Rumput Pigmen Zat penyusun Habitat


Laut diding sel
Rumput Laut Hijau Klaofil a, Selulosa Laut dan air
(Chlorophyta) klorofil b, dan tawar
karotenoid
(siponaxantin,
siponein, lutein,
violaxantin, dan
zaexantin)
Rumput Laut Klorofil a, CaCO3 (kalsium Laut dan air
Merah klorofil d dan karbonat), tawar
(Rhodophyta) pikobiliprotein selulosa dan
(pikoeritrin dan produk
pikosianin) fotosintetik
berupa
karaginan, agar,
fulcellaran dan
porpiran
Rumput Laut Klorofil a, Asam alginat Laut
Cokelat klorofil c (c1 dan
(Phaeophyta) c2) dan
karotenoid
(fukoxantin,
violaxantin,
zeaxantin)
Rumput Laut Karoten; Silikon Laut dan air
Pirang xxantofil tawar
(Chrysophyta)

2.1.4 Kandungan Rumput Laut


Kandungan rumput laut merupakan bagian terpenting dari rumput laut
yang sering dimanfaatkan manusia terutama di bidang kesehatan. Berikut
kandungan nutrisi dalam rumput laut:

1. Polisakarida dan Serat


Sejumlah besar rumput laut mengandung polisakarida. Polisakarida tersebut
antara lain: alginat dari rumput laut cokelat, karagenan dan agar dari rumput
laut merah dan beberapa polisakarida minor lainnya yang terdapat pada rumput
laut hijau (Anggadiredja et al, 2002). Jika polisakarida bertemu dengan
bakteridi dalam usus manusia, maka tidak akan dicerna, sehingga dapat
berfungsi sebagai serat.Kandungan serat pada rumput laut berkisar 30-40%
berat kering dengan persentase lebih besar pada serat larut air (Burtin, 2003)..
2. Mineral
Fraksi mineral dari berbagai macam rumput laut mencapai lebih dari 36% berat
kering. Terdapat dua mineral ion mineral yang terkandung dalam rumput laut:
iodin dan kalsium (Fitton, 2005).
3. Protein
Kandungan protein rumput laut memiliki perbedaan. Rumput laut coklat
memiliki protein yang lebih rendah dibandingkan rumput laut merah dan hijau.
Protein yang terkandung pada rumput laut coklat berkisar 5-15% dari berat
kering, sedangkan rumput laut hijau dan merah berkisar 10-30% dari berat
kering. Namun, rumput laut merah jenis Palmaria palmate dan Porphyra
teneramemiliki protein hingga mencapai 35-47% dari berat kering (Mohd Hani
Norziah et al, 2000).
4. Lipid dan Asam Lemak
Kandungan lipid pada rumput laut hanya berkisar 1-5% dari berat kering dan
komposisi asam lemak omega 3 dan 6 (Burtin, 2003). Asam alfalinoleat
(Omega 3) banyak terkandung dalam rumput laut hijau, sedangkan rumput laut
merah dan coklat banyak mengandung asam lemak dengan 20 atom karbon
seperti asam eikosapentanoat dan asam arakidonat, dua kandungan ini
berperan mencegah inflamatori (Peradangan) dan penyempitan pembuluh darah
(Burtin, 2005dalamSuparmi & Achmad Sahri, 2009). Omega 3 dan 6 berperan
penting dalam mencegah berbagai penyakit: penyempitan pembulu darah,
penyakit tulang dan diabetes (Almatsier, 2005dalamSuparmi & Achmad Sahri,
2009)
5. Vitamin
Rumput laut memiliki kandungan Vitamin B yaitu vitamin B12 yang memiliki
manfaat untuk pengobatan dan penundaan efek penuaan (antiaging), Chronic
Fatique Syndrom (CFS), dan Anemia (Almatsier, 2005dalamSuparmi &
Achmad Sahri, 2009). Rumput laut juga mengandung vitamin C. vitamin C
pada rumput laut hijau dan coklat mencapai 500-3000 mg/kg berat kering,
Sedangkan rumput laut merah 100-800 mg/kg. ada beberapa manfaat dari
vitamin C ini yaitu bermanfaat memperkuat kekebalan tubuh, miningkatkat
aktivitas penyerapan usus terhadap zat besi, sebagai antioksidan dalam
penamkapan radikal bebas dan regenerasi vitamin E pengendalian
pembentukan jaringan dan matriks tulang (Soo-Jin Heo et al,
2005dalamSuparmi & Achmad Sahri, 2009). Selain vitamin B dan C, vitamin
E juga terdapat pada rumput laut, memiliki peran sebagai anti oksidan,
menghambat oksidasi LowDensity Lipoprotein (LDL) atau kolesterol buruk
yang dapat memicu penyakit jantung koroner (Ramazanov, 2005dalamSuparmi
& Achmad Sahri, 2009). Menurut Soraya (2005)dalam Pakidi C.S & Hidayat
S.S (2017), rumput laut juga mengandung berbagai vitamin dalam konsentrasi
tinggi seperti vitamin D, K, Karetonoid (prekursor vitamin A), vitamin B
komplek dan tokofenol. Kandungan polisakarida yang tinggi sebanding dengan
polisakarida tersulfatisasi dan glukan (polimer glukosa).
6. Polifenol
Polifenol pada rumput laut memiliki sifat yang khas dibandingkan polifenol
tumbuhan darat. Polifenol rumput laut berasal dari floroglusinol (1,3,5-
trihydroxybenzine). Kandungan tertinggi florotanin ditemukan dalam rumput
laut coklat mencapai 5-15% dari berat keringnya (Fitton, 2005). Polifenol pada
rumput laut juga berfungsi sebagai antioksidan.
2.1.5 Manfaat Rumput Laut
Rumput laut atau alga sejak lama telah menjadi produk yang diolah dan
dimanfaatkan masyarakat di seluruh dunia. Bangsa-bangsa di Asia timur dan
kekaisaran romawi sejak ribuan tahun lalu memanfaatkan rumput laut sebagai
bahan pangan dan obat-obatan (Rose, 2016).rumput laut dapat dijadikan sebagai
bahan baku untuk makanan-minuman, kosmetik serta keperluan farmasiatau obat-
obatan (Jayanudin, 2014).Di Indonesia, rumput laut dimanfaatkan menjadi
makanan, diolah menjadi agar-agar, alginat dan karaginan. Maanfaat rumput laut
atau alga sangat luas: digunakan sebagai bahan makanan seperti (Nori, Kombu,
Wakame, Permen, dan Agar-agar), sebagai antioksidan, sebagai pencegah kanker,
sebagai obat, dan sebagai bahan campuran industri (Nikmah U, 2019).

2.2 Phaeophyta (Alga Coklat)


Rumput Laut atau Alga coklat merupakan bagian dari tanaman makroalga,
memiliki bentuk yang bervariasi dan berwarna cokelat atau pirang. Rumput Laut
berwarna coklat karena mengandung pigmen fukoxanthin. Warna coklat pada alga
tidak berubah walaupun alga coklat mati atau kekering. Hanya pada beberapa
jenis saja yang berubah seperti Sargassum, warna sedikit berubah menjadi hijau
kebiru-biruan kekeringan(Nikmah U, 2019).
Rumput laut coklat sangat potensi dibudidayakan karena pertumbuhannya
cepat dan mampu beradaptasi terhadap perubahan musim. Percobaan budidaya
rumput laut Sargassum polysystum pernah dilakukan, pertumbuhannya
menunjukkan sebesar 2,34 cm/minggu (Kalangi, 2001)
Nikmah (2019) mengatakan, ciri-ciri umum alga atau rumput laut coklat
sebagai berikut:
- Talus berbentuk lembaran, bulatan, atau batangan yang memiliki sifat
lunak atau lurus.
- Berwarna pirang atau cokelat
- Menngandung pigmen fotosinntetik yaitu karoten, fucoxantin, klorofil
a dan c.

Menurut Nikmah (2019), Rumput laut dari jenis alga coklat yang memiliki
nilai ekonomis di perairan Indonesia ada tujuh macam:
1) Dictyota batayresiana
Talus memipih seperti pita, panjang 5cm dan lebar 2-3 mm bagian tepi
rata. Tumbuh menempel pada terumbu karang.
2) Hormophisa cuneiformis
Talus tegak, permukaan licin. Tumbuh melekat pada batu dengan
holdfast yang berbentuk cakram kecil.
3) Hydroclthratus clathratus
Talus silindris, licin dan lunak. Tumbuh melekat pada substrat di
daerah berbatu atau berpasir di daerah rataan terumbu
4) Padina australis
Talus berbentuk seperti kipas. Tumbuh menempel pada batu di daerah
rataan terumbu.
5) Sargassum crissifolium
Talus sedikit pipih, licin, batang utama bulat dan agak kasar. Tumbuh
pada substat dadsar batu di daerah yang terkena ombak.
6) Sargassum duplicatum
Talus bulat pada batang utama dan agak memipih pada percabangan,
permukaan halus atau licin. Tumbuh menempel pada batu di daerah
terumbu terutama di pinggir rataan terumbu yang sering terkena
ombak
7) Sargassum cristaefolium
Talus bulat dan agak memipih, berwarna hijau, permukaan halus atau
licin. Tumbuh menempel pada batu di daerah terumbu terutama di
pinggir rataan terumbu.

2.3 Sargassum

2.3.1 Pengertian dan Habitat Sargassum


Sargassum merupakan genus dalam kelas Phaeophyceae (alga coklat).
Sargassum di habitatnya berperan sebagai produsen primer dan memiliki peran
ekologi sebagai tempat berlindung serta tempat berkembang biak bagi anakan
biota laut (Susila, W.A. dkk. 2017). Rumput laut Sargassum sp. Lebih menyukai
tumbuhan diperairan yang jernih yang bersubstrat batu karang, karang mati,
batuan vulkanik, serta benda-benda padat lainya yang hamparannya luas. Daerah
yang di tumbuhi Sargassum mulai dari daerah interdal, subtidal, sampai daerah
tubir yang bertombak besar dan memiliki arus deras dengan kedalaman 0,5-10 m.
Marga Sargassum kelas Phaeophyceae tumbuh subur pada daerah tropis, dengan
suhu perairan 27,25-29,300 dan salinitas 32-33,5%. Rumput laut spesies ini
tumbuh berumpun dengan untain cabang-cabang. Panjang thallus utama 1-3 m,
tiap cabangnya terdapat gelembung udara berbentuk bulat atau sering disebut
“bladder” yang memiliki fungsi menopang cabang-cabag thallus terapung ke
permukaan air untuk mendapatkan intensitas cahaya matahari. Sargassum dapat
ditemukan disejumlah perairan wilayah di Indonesia seperti Pulau Jawa, Selat
Sunda, Pulau Batam, Bangka Belitung, Perairan Pantai Kalimantan, Pantai Bali,
Sumba, Kupang, Teluk Lampung, Pantai Senyar, Sulawesi, Ambon, Pantai
Selayar, Perairan Spermonder, Perairan Tukang Besi, Perairan Maisel, Pantai
Lombok, Natuna, Ambas.(Kadi, 2009).Sampai saat ini belum diketahui jumlah
pasti spesies Sargassum yang ada di Indonesia. Namun berdasarkan penelitian
dalam beberapa literaturilmiah, Indonesia memiliki sekitar 79 spesies dan varian
spesies Sargassum yang valid (Susila, W.A. dkk. 2017).

2.3.2 Taksonomi Sargassum


Sargassum merupakan salah satu genus yang memerlukan revisi
taksonomi, terutama pada level genus dan spesies. Revisi taksonomi diperlukan
karena sargassum memiliki sifat polimorfisme dan keragaman fenotip yang tinggi
dalam satu spesies. Sifat tersebut dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti
temperatur, salinitas, tingkat pencahayaan, intensitas gelombang, serta interaksi
dengan organisme bentik di habitatnya, sehingga dalam satu spesies Sargassum
bisa memiliki berbagai fenotip yang berbeda (Rindi dkk., 2012). Namun menurut
Guiry& Guiry (2016), taksonomi yang vilid bagi spesies Sargassum adalah
sebagai berikut:
Empire : Eukaryota
Kingdom : Chromista
Phylum : Ochrophta
Class : Phaeophycea
Subclass : Fucophycidae
Order : Fucales
Family : Sargassaceae
Genus : Sargassum
2.3.3 Manfaat Sargassum

Rumput laut spesies Sargassum merupakan komoditas yang sangat penting


bagi manusia karena manfaat yang terkandung didalamnya. Sargassum memiliki
berbagai manfaat diantaranya:

1) Dalam dunia industri, sargasum dipergunakan sebagai sumber alternatif


rumput laut penghasil alginatmenjadi natrium alginate atau kalsium alginat
(Aslan, 1999; Rusian & Agrippina W. 2019), Senyawa didalamnya juga
banyak dimanfaatkan dalam industri kosmetik, industri makanan, dan
industri farmasi(Susila., dkk. 2017).
2) Dalam dunia pertanian, spesies Sargassum dimanfaatkan sebagai penyubur
tanah dan biofertilizer(Susila., dkk. 2017).
3) Dalam dunia peternakan, Sargassum digunakan sebagai pakan alternatif
untuk berbagai jenis ternak seprti sapi dan domba(Susila., dkk. 2017).
4) Dalam dunia perikanan, aplikasi ekstrak Sargassum pada bidang perikanan
dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri Vibrio harveyi
yang berbahaya penybab penyakit kunang-kunang pada udang windu
(Pakidi C.S & Hidayat S.S., 2017).
5) Biomassa Sargassum dapat dimanfaatkan sebagai agen biosorption untuk
mengatasi pencemaran limbah logam berat pada suatu perairan(Susila.,
dkk. 2017).
6) Biomassa Sargassumyang melimpah setiap tahun juga dapat dimanfaatkan
sebagai alternatif bahan baku pembuatan bioetanol serta biogas(Susila.,
dkk. 2017).
7) Sargassum yang berasosiasi dengan mikroorganisme juga dilaporkan
menghasilkan berbagai jenis metabolit sekunder dengan bioaktivitas yang
menarik, seperti sitotoksik, antibakteri, antioksidan, antijamur, antivirus,
antikolesterol, dan menghambat aktivitas enzim maupun protein.
Metabolit sekunder Sargassum dikelompokkan berdasarkan aktivitas
metabolit sekunder tersebut(Susila., dkk. 2017).
8) Menurut Eriningsih (2014), didalam rumput laut Sargassum juga terdapat
kandungan zat warna atau pigmen yang dapat digunakan sebagai pewarna
alami. Beberapa jenis pigmen yang terkandung diantaranya fukosantin,
klorofil, karoten serta pigmen lainnya, namun lebih didominan oleh
fukosantin yang memberikan warna coklat tua hingga kuning coklat pada
hasil pencelupan. Rumput laut jenis sargassum sp akan memberikan warna
coklat keemasan dan pengujian ketahanan luntur yang telah dilakukan
menunjukkan nilai baik.

2.3.4 Jenis Sargassum


Menurut Triastinurmaningsih., dkk (2011), ada beberapa jenis Sargassum
yang berada diperairan indonesia:
1) Sargassum binderi
2) Sargassum cinereum
3) Sargassum duplicatum (S. cristaefolium)
4) Sargassum plagyophyllum
5) Sargassum echinocarpum (S. olygocystum)
6) Sargassum polycystum (S. microphyllum)
7) Sargassum crasifolium

2.4 Alginat

Alginat adalah polisakarida yang terdapat dalam matrik dinding sel alga
coklat jumlahnya sekitar 8-40%, tersusun dari polimer linier β-(1-4)- D-
mannuronat (M) dan α-L-guluronat (G) (Biosseson et al., 2004; Draget and
Taylor, 2011. Alginat merupakan salah satu hasil ekstraksi rumput laut coklat.
Rumput laut penghasil alginat yang melimpah di perairan Indonesia yaitu
Sargassum sp, Turbinaria sp, Hormophysa sp, dan Padina sp (Basmal dkk.,
2002;Yunizal, 2004; Rasyid, 2003 dalam Loupatty et al., 2012).
Nama alginat dalam dunia industri dan perdagangan dikenal dengan asam
alginat dan Na-alginat. Asam alginat merupakan getah yang terdapat dalam
membran sel, sedangkan Na-alginat merupakan bentuk garam dari asam alginat.
Secara kimia, asam alginat adalah senyawa karbonat komplek berupa koloidal
hidrofilik yang merupakan polimer yang tersusun dari asam D-manuronat dan
asam L-guluronat, memiliki rumus kimia (C6H8O6) (Basmal dkk., 2013).
Ketersediaan rumput laut penghasil alginat di alam tersedia sepanjang
tahun. Oleh karena itu pemanfaatan rumput laut untuk dijadikan alginat dan
produk turunannya masih terbuka luas dan sangat berpotensi. (Yunizal, 2004).
Meskipun penyebaran rumput laut yang memiliki kandungan algonofit tersebar di
perairan indonesia, selama ini indonesia masih menggantungkan kebutuhan
alginatnya dengan cara impor. Impor produk alginat negara Indonesia tercatat
sebesar 1.480.100 kg/ tahun (Sulistijo, 2002).Menurut Anonim (2010), Impor
alginat sekarang diperkirakan lebih dari 2000 ton/tahun.

2.4.1 Manfaat
Alginat merupakan metabolit primer senyawa hidrokoloid yang banyak
dimanfaatkan dalam industri, digunakan sebagai pengentalpada industri tekstil
printing, pembentuk gel, stabilizer atau penstabil, dan digunakan sebagai bahan
pengemulsi dalam bidang farmasi, dan makanan (Mc Hugh. 2008; Subaryono.
2010; Susila, W.A., dkk. 2017). Disampaikan oleh Mc Hugh (2008) bahwa
penggunaan alginat pada industri tekstil mencapai sekitar 50% produk alginat
pada industri pangan 30% dan industri yang lain 20%. pada industri tekstil dan
printing, alginat telah dibuktikan dapat menghasilkan pengental berkadar tinggi,
mudah masuk dalam serat kemudian mudah dihilangkan, membuat warna dan
gambar lebih tajam karena memiliki struktur kimia yang dapat mengikat warna,
namun mudah dilepaskan pada bahan kain(Lutfinor, 2011).Berikut beberapa
pemanfaatan alginat dalam berbagai bidang. Lihat pada Tabel 4

Tabel 4.Pemanfaatan alginat dalam berbagai bidang.

Bidang Pemanfaatan Fungsi


Tambahan bahan Industri minuman Memicu flokulasi dan
sendimentasi endapan
beralkohol
padat
makanan dan Industri pengalengan Menjaga kadar cairan dan
minuman daging tekstur pada daging
Mencegah kelembapan dan
Industri pembekuan ikan
kelekatan antar-ikan
Vitalisasi kenampakan
Sampo
sampo
Membantu emulsifikasi
losion serta menjaga
Kosmetik Losion
elastisitas dan kekencangan
kulit
Menjaga elastisitas dan
Lipstik
viskositas lipstik
Mempertahankan bentuk
Cetakan gigi buatan
cetakan
Farmasi dan
Obat Cuci perut Anti-digest dan pelumas
kedokteran
Obat tablet Enkapsulasi
Virus Herpes Menghambat virus herpes
Pengatur viskositas,
Cat suspensi, dan kecerahan
Industri dan warna
laboratorium Pengetur viskositas dan
Pembuatan kertas
ketebalan
Pemisahan analitik Pembentukan gel
Sumber:Susila, W.A. dkk. (2017)

Menurut Lee & Money (2012), selain pemanfaatan tabel di atas alginat juga
digunakan sebagai agen pembawa protein atau kumpulan sel yang digunakan
untuk regenerasi bebrapa jaringan tubuh, seperti pembuluh darah, tulang,
kartilago, otot, saraf. Pankreas, dan hati.
2.4.2 Proses Produksi Alginat
Alginat merupakan produk yang dibuat melalui proses ekstraksi. Menurut
Basmal., dkk. (2013), berikut tahapan proses produksi alginat:
1. Penanganan Bahan Baku
Bahan baku yang sering digunakan pada proses pembuatan alginat adalah
Sargassum sp. Sebelum tahap pengolahan berikutnya rumput laut perlu
ditangani dengan baik. Saat pemanenan akar harus diikut setakan, cuci dengan
air laut, pengawetan dengan merendamnya pada larutan alkali, cuci kembali
dengan air tawar, sortir dari kotoran, keringkan hingga merata, kemas, dan
simpan
2. Pencucian Rumput Laut
Tujuan pencian adalah menghilangkan kotoran seperti lumpur, koral, dan
garam yang dapat memengaruhi kualitas alginat. Cuci dengan air mengalir.
Jika Sargassum dicuci terlebih dahulu dapat mempercepat proses ekstraksi
karena dinding thalus sudah lunak sehingga dapat meminimalisir penggunaan
bahan kimia. Perbandingan air dengan Sargassum ketika mencuci minimal
1:8. Setelah pencucian potong-potong sargassum untuk mempercepat proses
penghancuran ekstraksi.
3. Pemucatan
Proses pemucatan bertujuan agar warna coklat dan hitam pada Sargassum
dapat direduksi. Selain itu dapat meningkatkan kekentalan yang dihasilkan.
Pemucatan dapat dilakukan dengan larutan formalin untuk mengikat senyawa
fenolik yang terdapat pada ikatan polimer sehingga dapat mereduksi warna
coklat dari Sargassum (McHugh, 1987). Formaldehid bila teroksidasi menjadi
asam format yang kemudian menjadi CO2, diduga dapat bersifat antioksidan
selama proses ekstraksi alginat sehingga menghambat proses oksidasi
komponen alginat. Formalin yang digunakan sebanyak 0,4% dengan lama
waktu perendaman 6 jam (Husni et al. 2012). Namun, menurut Yulianto
(1997), berkurangnya senyawa fenolik dalam Sargassum akan memperkecil
tingkat viskositas.
4. Pembentukan Asam Alginat Atau Demineralisasi
Sargassum sebelum dilakukan demineralisasi dicuci terlebih dahulu sampai
bersih. setelah itu pucatkan dengan merendamnya dalam larutan HCl 0,33-4%
selama 1 jam, tujuannya yaitu menghilangkan mineral atau garam yang masih
menempel pada thalus. Setelah direndam dalam larutan HCl, cuci kembali
untuk meminimalisasi HCl agar tidak berlebih. Perendaman Sargassum pada
HCl 1% dapat melarutkan mineral lain, selain tersebut agar asam alginat tidak
mengendap selama perendaman pada larutan pH>3. Peningkatan konsentrasi
HCl saat proses perendaman sangat berpengaruh terhadap kelarutan ion
kalsium dan penurunan kadar abu Na-alginat.
5. Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses memisahkan sautu zat berdasarkan perbedaan
kelarutannya terhadap dua cairan (tidak saling larut) yang berbeda, seperti air
dan pelarut organik.
Ekstraksi alginat dilakukan dengan cara perebusan dalam larutan Na 2CO3. pH
larutan dipertahankan 9,6-11,0. Jika pH kurang dari nilai tersebut maka proses
akan berjalan dengan lambat, namun jika lebih dari nilai maka akan
mengalami degradasi polimer alginat. Dalam penelitian Basmal, et al. (2012),
di BBP4BKP menyebutkan bahwa konsentrasi larutan Na2CO3 yang ideal
untuk proses ekstraksi 1,5-2%. Perbandingan antara rumput laut Sargassum
dan volume larutan Na2CO3 berkisar antara 1:20-1:30, dengan suhu optimal
selama proses ekstraksi 60-700C selama 2 jam. Selama proses ekstraksi suhu
harus dijaga konstan pada 60-700C.
6. Penyaringan
Alginat yang sudah diekstraksi disaring menggunakan vibrator dan
pertahankan suhu pada 60-700C karena jika suhu turun maka bubur sargasum
akan kental. Semakin kental larutan, semakin lambat kecepatan penyaringan
yang dilakukan. Sargasum yang dihasilkan akan sangat kental, maka perlu di
ukur kekentalan sebelum disaring dengan filter press. Disarankan kekentalan
berkisar 25-50 cPs. Apabila larutan terlalu kental disarankan ditambahkan air
hangat sebelum penyaringan.untuk mempercepat dan mempermudah dalam
proses penyaringan maka perlu ditambahkan tanah diatom berjumlah 2-3%
lalu di aduk secara merata pada sargasum yang sudah dipanaskan fungsinya
yaitu sebagai adsorben sehingga mempermudah proses penyaringan. Hasil
yang diperoleh dari proses penyaringan adalah larutan Na-alginat yang
berwarna cokelat kehitaman, selain itu juga dihasilkan ampas padat berupa
campuran selulosa, cangkang kekerangan ukuran kecil, tanah diatome, dan
lainya. Ampas padat ini dapat dipergunakan sebagai pupuk organik karena
kaya akan mineral yang diperlukan tanaman (Basmal, 2011).
7. Pemucatan
Filtrat yang diperoleh berwarna coklat kehitaman karena rumput laut
mengandung pigmen karotenoid yang terlarut dalam filtrat, karena itu perlu
proses pemucatan. Karotenoid memiliki gugus kromofor atau gugus pembawa
warna: gugus benzena dan sejumlah ikatan rangkap yang dapat berkongjungsi
dan sangat labil karena mudah teroksidasi. Gugus kromofor dapat dioksidasi
dengan Natrium hipoklorit (NaOCl) bersama dengan Na2CO3. Semakin tinggi
konsentrasi NaOCl maka semakin rusak kromofor sehingga derajad putih
alginat semakin baik. Volume NaOCl untuk 1m3 filtrat ekstraksi adalah 5-7 l.
pemucatan dilakukan selama ± 15-30 menit.
Pemucatan memiliki keuntungan seperti produk yang dihasilkan akan semakin
murni, dan meningkatkan viskositas sampai batas tertentu. Namun semakin
tinggi konsentrasi NaOCl retensi pigmen dalam produk semakin rendah maka
semakin rendah pula rendemen yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena
alginat yang telah terdegradasi tidak akan mengendap lagi bila ditambahkan
HCl sehingga rendemen cenderung menurun.
8. Pembentukan Asam Alginat
Pembentukan asam alginat dari larutan Na-alginat (filtrat) dapat dilakukan
dengan dua cara, pertama yaitu mereaksikan filtrat menggunakan asam
anorganik seperti HCl atau asam sulfat. Reaksi pembentukan asam alginat
menggunakan asam anorganik adalah sebagai berikut. [Na-alginat filtrtat+ HCl
=> As.Alginat + NaCl + H2O + CO2(gas)].
Asam alginat akan lembut seperti potongan-potongan gelatin jika sejumlah
asam ditambahkan ke dalam larutan Na-alginat yang sudah disaring. Asam
alginat yang muncul ke permukaan harus dipisahkan. Pemberian HCl pada
konsentrasi yang kuat (melebihi 1%) akan memutuskan rantai alginat dan
berakibat pada nilai kekentalan yang berkurang. Disarankan larutan HCl yang
ditambahkan ke dalam larutan Na-alginat adalah HCl 10%. Cara kedua dengan
mereaksikan filtrat dengan larutan CaCl2. Teknik pencampuran antara larutan
Na-alginat dengan larutan garam kalsium harus mendapatkan perhatian lebih.
Ilustrasi pembentukan asam alginat menggunakan larutan CaCl 2 sebagai
berikut. [Na-alginatfiltrat + CaCl2 => Ca-alginat + garam (NaCl)].
Pembentukan asam alginat dengan mereaksikan filttrat dengan CaCl 2
menghasilkan serat yang lebih keras dan mudah dibentuk. Pembentukan serat
Ca-alginat dapat dipengaruhi oleh teknik pencampuran larutan CaCl2. Jika
pada saat pencampuran dilakukan pengadukan maka Ca-alginat berbentuk gel,
akan tetapi jika tidak di aduk akan menghasilkan bentuk butiran Ca-alginat.
9. Pencucian Alginat
Agar terbebas dari kelebihan HCl dan CaCl 2 maka perlu pembilasan atau
pencucian. Proses pencucian sebaiknya dilakukan pada air mengalir atau cara
agitasi hingga nilai pH 5 untuk asam alginat dan pH 7-8 untuk Ca-alginat. Jika
pH > 5 atau melebihi pH > 8 maka kadar abu akan tinggi.
10. Pembentukan Na-Alginat
Konversi asam alginat menjadi Na-alginat dapat dilakukan dengan
menambahkan natrium bikarbonat ke dalam asam alginat. Dapat di
ilustrasikan sebagai berikut: [Asam alginat + Na2CO3 => Na-alginat + H2CO3 |
H2CO3 => H2O + CO2(gas)].
Pengadukan dilakukan secara homogen hingga menunjukkan nilai pH 8-9.
Reaksi dapat dikatakan sempurna apabila semua asam alginat sudah
terkonversi menjadi Na-alginat umumnya akan ditandakan dengan
terbentuknya pasta yang jernih. Pasta alginat kemudian dipresipitasi dengan
isopropyl alkohol (IPA). Penggunaan isopropyl karena adanya gugus propil
dalam IPA sehingga dapat mempermudah menarik gugus negatif (OH) dari
air. Rasio IPA dengan pasta alginat yang digunskan adalah 2:1. Namun untuk
menghemat biaya serta penggunaan IPA dilakukan dengan dua teknik untuk
mereduksi kandungan air. Pertama, dengan pengepresan perlahan dan
pembekuan. Kedua, melalui pembentukan Ca-alginat yang kemudian
dikonverensi menjadi asam alginat. Na-alginat yang terbentuk dari jalur Ca-
alginat ketika direaksikan dengan natrium bikarbonat dapat dicetak atau dibuat
dalam bentuk pelet. Kelemahan dari jalur Ca-alginat adalah akan
menghasilkan Na-alginat yang keras sehingga menyulitkan dalam penepungan
sehingga dapat dimudahkan dengan cara dibuat pasta alginat dalam bentuk
pelet berukuran kecil. Ilustrasi jalur Ca-alginat sebagai berikut. [Ca-alginat +
HCl => As.alginat + CaCl2 | As.alginat + Na2CO3 => Na-alginat + H2O +
CO2(gas)]
11. Pengeringan
Selama proses pengeringan, fluktuasi suhu dipertahankan standar, idealnya
suhu pengeringan berkisar antara 40-500C. jika suhu terlalu tinggi akan
menyebabkan Na-alginat berwarna coklat, sedangkan yang dikehendaki sesuai
standar internasional adalah kuning gading (ivony). Jika alginat digunakan
untuk pangan maka diharuskan disimpan di tempat khusus yang higienis agar
terhidar dari bakteri dan jamur. Syarat kandugan bakteri dan jamur untuk Na-
alginat food gradeadalah jumlah lempeng bakteri/ALT maksimum 5x103
koloni/g, kapang maksimum 5x102 koloni/g. Coliform negatif, dan Salmonella
juga negatif.
12. Penepungan
Penepungan adalah proses reduksi ukuran Na-alginat sehingga permukaan
menjadi luas, sehingga dari permukaan yang luas dapat mempercepat proses
kelarutan Na-alginat dalam media cair. Ukuran partikel Na-algianat yang lebih
disukai untuk keperluan printing batik adalah berbentuk granul berukuran 40
mesh, sedangkan untuk berukuran 80 mesh. Idealnya, unit penepungan harus
dilengkapi dengan sistem pendingin.
13. Pengemasan
Alginat harus disimpan dalam kemasan kedap air. Sistem pengemasan
menggunakan dua kantong. pertama, menggunakan kemasan plastik yang
kontak langsung dengan alginat, kedua kantong atau kemasan bagian luar
yang menggunakan kertas atau aluminium.
14. Pelabelan
Semua kemasan perlu diberi label sebagai info sesuai persyaratan kemasan.

2.4.3 Keefektifan Estraksi


Tingginya potensi rumput laut yang memiliki kandungan alginat belum
dimanfaatkan secara optimal karena pengembangan metode ekstraksi alginat di
dalam negeri yang masih belum berjalan dengan baik atau masih perlu diperbaiki
keekfetifan dan keefisienannya. (Husni, A., et al. 2012).Kualitas kandungan
alginat dalam rumput laut dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu jenis alga, musim,
tempat tumbuh, umur panen, dan metode ekstraksi (Basmal et al 2013; Jayanudin
et al 2012).
Berbagai penelitian telah melakukan beberapa metode ekstraksi yang
digunakan pada rumput laut lokal untuk dijadikan produk. Produk yang
dihasilkan dari beberapa penelitian metode ekstraksi rumput laut lokal mempunyai
viskositas yang rendah dan biaya yang masih cukup tinggi (Basmal dkk., 1999;
Basmal dkk., 2001; Basmal dkk., 2002; Murtini dkk., 2000; Tazwir dkk., 2000;
Wikanta dkk., 2000; Yunizal dkk., 2000). Dilaporkan dalam penelitian terbaru
bahwa ekstraksi alginat menggunakan Sargassum spmasih menghasilkan
viskositas dan rendemen rendah karena metode ekstraksi dan lokasi
Sargassum(Mushollaeni dan Rusdiana., 2011; Pamungkas dkk., 2013; Aristya
dkk., 2013; Kasim dkk., 2017; Sukma dkk., 2017).
Meskipun penyebaran rumput laut yang memiliki kandungan algonofit
tersebar di perairan indonesia, selama ini indonesia masih menggantungkan
kebutuhan alginatnya dengan cara impor. Salah satu alasan yang sering muncul
adalah mahalnya biaya ekstraksi dan rendahnya stabilitas viskositas alginat lokal
untuk tekstil printing. Jika melihat harga alginat di pasaran, sekitar Rp. 170.000-
200.000/kg (Anonim, 2010), maka seharunya negara mulai memikirkan kemajuan
dan perkembangan kualitas alginat lokal agar tidak selalu bertergantungan pada
alginat impor. Impor produk alginat negara Indonesia tercatat telah mencapai
sebesar 1.480.100 kg/ tahun (Sulistijo, 2002). Dan Impor alginat pada tahun 2010
diperkirakan bertambah mencapai lebih dari 2000 ton/tahun (Anonim, 2010).

2.5 Rendemen Pada Alginat


Rendemen merupakan nilai presentase perbandingan antara nilai kering
terhadap nilai basah yang dinyatakan dalam persen%.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi rendemen pada proses ekstraksi
alginat: Suhu, rasio (Phaza dan Ramadhan. 2010; Maharani dan Widayanti. 2010;
Jayanudin, dkk. 2014), konsentrasi pelarut dan waktu ekstraksi (Maharani dan
Widayanti. 2010)
1) Suhu
Proses ekstraksi merupakan suatu aplikasi dari proses perpindahan masa, salah
satu faktor yang mempengaruhi perpindahan massa adalah suhu. Suhu yang
meningkat saat proses ekstraksi menyebabkan peningkatan solubilitas pelarut
dan dapat memperbesar pori padatan, sehingga pelarut masuk melalui pori-
pori padatan dan komponen padatan akan terjerap dilarutkan kemudian zat
terlarut berdifusi keluar dari permukaan partikel padatan dan bergerak ke
lapisan film sekitar padatan, selanjutnya ke larutan (Phaza dan Ramadhan,
2010 dalam Jayanudin., dkk. 2014).
Kenaikan suhu akan menyebabkan kenaikan rendemen, hal ini disebabkan
karena semakin tinggi suhu ekstraksi, maka semakin banyak alginat yang
dapat terlarut. Algiant yang terdapat dalam rumput laut berbentuk asam alginat
yang sulit larut dalam air. Pada proses ekstraksi, kandungan asam alginat akan
diubah menjadi natrium alginat yang bersifat larut dalam air. Semakin tinggi
suhu ekstraksi maka konversi akan mengalami kenaikan, sehingga asam
alginat lebih banyak dapat diubah menjadi natrium alginat. Namun suhu yang
lebih tinggi dari 60oC akan menyebabkan struktur alginat terdegradasi dan
rendemen yang lebih rendah. (Jayanudin, dkk. 2014; Mirza. 2012; Sukma.,
dkk. 2017).
2) Rasio berat rumput laut dengan pelarut
Banyaknya pelarut dapat memengaruhi luas kontak padatan dan mengurangi
tingkat kejenuhan pelarut, semakin banyak pelarut maka akan semakin luas
kontak padatan, sehingga menyebabkan distribusi pelarut ke padatan semakin
besar dan akan memperbesar rendemen yang dihasilkan(Jayanudin, dkk.
2014).
3) Konsentrasi pelarut
Konsentrasi larutan adalah besaran suatu zat pelarut yang menunjukkan
kepekatan pada larutan, cara pengukurannya yaitu dengan membandingkan
pelarut dengan zat pelarut.
Dilaporkan oleh Husni,dkk. (2012) dan Husni,dkk. (2018), bahwa rendemen
alginat yang menggunakan metode jalur asam akan lebih rendah karena
dilakukan penambahan HCl untuk mengeluarkan asam alginat, sehingga
menyebabkan munculnya endapan asam alginat yang diperoleh ber-tekstur
lembut seperti gel yang hancur atau mirip seperti bubur, dari hal tersebut
diduga masih ada endapan halus yang lolos saat penyaringan. Menurut Husni.,
dkk. (2012), Penambahan ion Ca dalam bentuk Ca-alginat efektif untuk
menghasilkan rendemen yang tinggi dibandingkan penambahan HCl.
Eriningsih et al. (2014), juga melaporkan bahwa konsentrasi Na2CO3
berpengaruh terhadap rendemen natrium yang dihasilkan, semakin tinggi
konsentrasi Na2CO3 maka semakin besar rendemen yang dihasilkan.
4) Waktu ekstraksi
Waktu ekstraksi atau lama ekstraksi serta interaksinya tidak berpengaruh
nyata terhadap rendemen alginat (Sukma., dkk. 2017).

2.6 Viskositas Pada Algianat


Panjang rantai polimer menentukan mutu alginat serta bisa digunakan
sebagai indikator penghasil tinggi-rendah viskositas dan banyak berat molekul.
Semakin panjang rantai polimer, semakin tinggi viskositas dan berat molekul
yang dihasilkan. Kekentalan yang dihasilkan tergantung bobot tinggi-rendah
molekul yang terekstrak pada alginat (Mc.Hugh, 1987)

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi viskositas pada ekstraksi alginat:

1) Suhu
Suhu memengaruhi viskositas. Semakin tinggi suhu maka viskositas akan
semakin turun karena rantai panjang atau polimer pada rumput laut
terdegradasi. Suhu 60oC merupakan suhu yang stabil dan normal untuk proses
ekstraksi (Jayanudin, dkk., 2014; Budiyanto dan Yulianingsih., 2008). Saat
proses ekstraksi sebaiknya tidak menggunakan suhu diatas 90oC karena alginat
tidak tahan terhadap panas. Sehingga kualitas alginat rendah (Mizra, 2013).
2) Rasio berat rumput laut dengan pelarut
Semakin banyak pelarut yang digunakan akan memperluas kontak dengan
bahan (Sargassum sp) pada saat proses ekstraksi, sehingga natrium alginate
yang dihasilkan semakin tinggi(Jayanudin, dkk. 2014).
3) pH
Alginat akan sangat stabil pada pH 5-10, sedangkan pada pH yang lebih
tinggi viskositasnya sangat kecil karena akan terjadi degradasi.
4) waktu ekstraksi
waktu ekstraksi atau lama ekstraksi serta interksinya berpengaruh sangat
nyata terhadap viskositas. Lama ekstraksi menyebabkan viskositas tinggi.
Namun suhu 80oC dan 15 menit lama ekstraksi merupakan kombinasi
ekstraksi yang ideal karena menghasilkan viskositas yang tinggi yaitu 16 cp.
(Sukma., dkk. 2017)
2.7 Berat Molekul
Berat (Massa jenis) merupakan salah satu ciri untuk mengetahui kerapatan
suatu zat. Sedangkan molekul adalah gugusan secara elektris, tersusun dari lebih
dari satu atom yang saling berikatan melalui ikatan kimia.
Berat molekul diartikan sebagai massa suatu zat atau atom dalam tiap
mol. Berat molekul merupakan variabel istimewa karena berhubungan langsung
dengan polimer (Subaryono, 2010). Berat/massa molekul dapat dihitung dengan
menjumlahkan unsur-unsur massa atom relatif penyusun molekul tersebut.
Berat pada molekul dapat memengaruhi viskositas dan sebagaimana
viskositas, berat molekul juga dapat dipengaruhi oleh konsentrasi asam, suhu dan
waktu hidrolisis. Jika suhu dalam proses ekstraksi alginat dapat menyebabkan
degradasi polimer maka hal ini dapat menyebabkan menurunnya berat molekul
alginat (Mushollaeni dan Rusdina, 2011).

2.8 Gugus Fungsi


Gugus fungsi adalah kelompok dari satu atom atau atom-atom dengan
susunan tertentu (khas) yang menentukan atau bertanggung jawab terhadap
struktur dan sifat suatu senyawa.
Analisis gugus fungsi merupakan proses karakterisasi kalsium alginat.
Cara yang umum dilakukan yaitu dengan menganalisis serbuk kalsium alginat
(Ca-alginat) menggunakan instrumen spektrofotometer Fourier Transform Infra
Red (FTIR) IR Prestige 21 Himaadzu (Kamisyah, dkk. 2020). Spektrum infra
merah digunakan untuk mengetahui keberadaan beberapa ikatan kimia dalam
senyawa-senyawa organik (Clark, 2004).
Gugus fungsi penyusun alginat yaitu gugus fungsi hidroksil (OH), gugus
fungsi karbonil (C=O), dan gugus fungsi karboksil (C-O) (Jayanudin, dkk. 2014;
Kamisyah, dkk. 2020)

2.9 Microweve Assisted Extraction (MAE)


Teknik ekstraksi polisakarida umumnya masih bersifat konvensional
(maseasi dan sokhletasi). Teknik tersebut memiliki beberapa kelemahan seperti
waktu ekstraksi lama (4-6 jam), persentase rendemen relatif rendah, dan dapat
memengaruhi struktur polisakarida sulfat (Nguyen, et al. 2017; Sinurat dan
Kusmawati. 2017; sugiono. 2017).
Seiring perkembangan zaman dan teknologi, teknik ekstraksi modern
mulai dikembangkan, salah satu contohnya seperti menggunakan gelombang
mikro (Microwave Assisted Extraction). Menurut beberapa peneliti metode MAE
ini memiliki keunggulan dapat meng-efisiensi waktu ekstraksi (umumnya kurang
dari 30 menit), persentase rendemen yang dihasilkan relatif lebih besar, minim
penggunaan pelarut, ramah lingkungan, meningkatkan efisiensi serta efektifitas
ekstraksi bahan aktif, sederhana serta mudah digunakan, penggunaan pelarut
sedikit dan dapat mengurangi aktivitas enzimatis yang merusak senyawa target
(Kothari, et al. 2012; Lim dan Musthapa. 2017; Mandal, et al. 2007; Mustalib.
2015; Calinescu et al. 2001; Sales et al. 2010; Veggi, et al. 2013).
Microwave Assisted Extraction (MAE) merupakan ekstraksi yang
memanfaatkan radiasi gelombang micro untuk mempercepat ekstraksi selektif
melalui pemanasan pelarut secara cepat dan efisien (Jain et al., 2009).
Microwave adalah salah satu gelombang elektromagnetik, interval panjang
gelombang antara 1 mm – 1 m dan interval frekuensi antara 300 MHz dan 300
GHz. Pada mekanisasi MAE gelombang elektromagnetik yang dihasilkan oleh
gelombang mikro bersifat seperti magnet yang memiliki dua ion kutub (positif
dan negatif). Bahan yang mengandung ion positif dan negatif seperti air, lemak,
gula akan ikut berputar ketika gelombang mikro berputar akibat adanya gaya tolak
kutub yang sama. Putaran atau frekuensi gelombang mikro sebesar 2450 kali per
detik menyebabkan udara dan lemak yang berputar cepat akan meningkat
sehingga menimbulkan panas. Peningkatan suhu selama proses MAE
mengakibatkan peningkatan proses evaporasi cairan dalam sel dan terjadi
peningkatan tekanan. Hal ini memberikan efek perubahan porositas dinding sel.
Peningkatan porositas terjadinya matriks sel biomaterial yang dikombinasikan
dengan kenaikan suhu serta tekanan yang mendorong massa transfer microwave,
frekuensi, kadar air bahan, siklus ekstraksi, waktu proses, tekanan, viskositas,
ukuran sampel dan bahan pelarut alami (Hakim. 2019).
Gambar 1. Ilustrasi teknologi MAE (Sumber: Hoi Po Cheng, 2007)
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilakukan di LAB Farmasi Universitas Islam Madura
dan LAB Sentral Ilmu Hayati Universitas Brawijaya. Waktu dilakukannya
penelitian ini pada: Februari, Maret, April, Mei.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1. Mesin MAE (Microwave asissted Exstraction)
2. Neraca Digital
3. Oven
4. Kain Saring
5. Stirer
6. Centrifuge
7. Peralatan Gelas (Gelas Beaker, Labu Erlenmeyer, Corong, Gelas Ukur,
Tabung Reaksi, Gelas Wadah)
8. Pipet
9. Mortar
10. Pemanas Oil Bath
11. Viskometer kapiler
12. Viskometer digital
3.2.2 Bahan
1. Bubuk Rumput laut Sargasum sp
2. Aquades
3. Etanol
4. Alkohol
5. Na2CO3
6. NaOCL
7. HCL
8. NaOH
9. Metanol
10. Klorofom
3.3 Metode Experimen
Desain eksperimen dalam penelitian ini menggunakan rancangan faktorial
2k dengan 3 variabel yaitu suhu (X1), waktu (X2), dan Rasio (X3).

3.4 Variabel
Terdapat dua variabel dalam penelitian ini:
1. Variabel Bebas
a. Suhu : 60oC, 80o C, 100oC
b. Waktu : 10 menit, 20 menit, 30 menit
c. Rasio : 1/20, 2/20, 3/30
2. Variabel Terikat
a. Rendemen
b. Viskositas
c. Berat Molekul
d. Gugus fungsi

3.5 Prosedur Penelitian


3.5.1 Persiapan Sampel
1. Penanganan Bahan Baku
Sampel yang digunakan adalah Sargassum sp. Bahan baku yang diambil
cuci dengan air laut, sortir dari kotoran, keringkan hingga merata,
keringkan, kemas, dan simpan.
2. Penghalusan
Haluskan rumput laut Sargassum dengan cara dipotong kecil lalu digiling
hingga menjadi bubuk.
3. Pencucian
Cuci menggunakan campuran metanol, klorofom, dan air dengan
perbandingan 4:2:1 selama 24 jam sambil diaduk, namun setelah 12 jam
cairan diganti yang baru, sebelum pergantian perlu dicuci dengan etanol 1
liter terlebih dahulu. Hal ini untuk menghilangkan kotoran seperti lumpur,
koral, garam, dan senyawa lain yang dapat memengaruhi kualitas alginat.

4. Pengeringan
Keringkan bubuk Sargasum yang telah dicuci dengan metanol, klorofom
dan air, kemudian simpan

3.5.2 Pre-Ekstraksi Alginat


Pre Ekstraksi dilakukan dengan alat microwave asissted extraction
(MAE). Ada beberapan proses yang dilakukan yaitu: menyiapkan bubuk rumput
laut Sargassum dengan ditimbang menggunakan neraca sebanyak 5 gr dan 7,5
gram, masukkan ke dalam gelas MAE tambahkan air 50 ml dan 100 ml kemudian
tutup rapat, proses dengan MAE dengan suhu, waktu dan rasio sesuai dengan
variabel bebas, yang terakhir pisahkan ampas dengan cairan di-press atau
disaring. Dari hasil sariangan, larutan akan dijadikan fukoidan dan ampas akan
diolah lebih lanjut menjadi alginat.
3.5.3 Ekstraksi Alginat
Ekstraksi adalah suatu proses memisahkan sautu zat berdasarkan
perbedaan kelarutannya terhadap dua cairan (tidak saling larut) yang berbeda,
seperti air dan pelarut organik.
1. Perebusan
Ekstraksi alginat dilakukan dengan cara perebusan dalam larutan Na 2CO3.
pH larutan dipertahankan 9,6-11,0. Jika pH kurang dari nilai tersebut maka
proses akan berjalan dengan lambat, namun jika lebih dari nilai maka akan
mengalami degradasi polimer alginat. Dalam penelitian Basmal, et al.
(2012), di BBP4BKP menyebutkan bahwa konsentrasi larutan Na 2CO3 yang
ideal untuk proses ekstraksi 1,5-2%. Perbandingan antara rumput laut
Sargassum dan volume larutan Na2CO3 berkisar antara 1:20-1:30, dengan
suhu optimal selama proses ekstraksi 60-700C selama 2 jam. Selama proses
ekstraksi suhu harus dijaga konstan pada 60-700C.
2. Penyaringan
Alginat yang sudah diekstraksi disaring menggunakan vibrator dan
pertahankan suhu pada 60-700C karena jika suhu turun maka bubur
sargasum akan kental. Semakin kental larutan, semakin lambat kecepatan
penyaringan yang dilakukan. Sargasum yang dihasilkan akan sangat kental,
maka perlu di ukur kekentalan sebelum disaring dengan filter press.
Disarankan kekentalan berkisar 25-50 cPs. Apabila larutan terlalu kental
disarankan ditambahkan air hangat sebelum penyaringan.untuk
mempercepat dan mempermudah dalam proses penyaringan maka perlu
ditambahkan tanah diatom berjumlah 2-3% lalu di aduk secara merata pada
sargasum yang sudah dipanaskan fungsinya yaitu sebagai adsorben sehingga
mempermudah proses penyaringan. Hasil yang diperoleh dari proses
penyaringan adalah larutan Na-alginat yang berwarna cokelat kehitaman,
selain itu juga dihasilkan ampas padat berupa campuran selulosa, cangkang
kekerangan ukuran kecil, tanah diatome, dan lainya. Ampas padat ini dapat
dipergunakan sebagai pupuk organik karena kaya akan mineral yang
diperlukan tanaman (Basmal, 2011).
3. Sentrifugasi
Hasil larutan ekstraksi dari saringan perlu di sentrifugasi dengan kecepatan
5000 rpm selama 10 menit untuk memisahkan kotoran mikro yang melewati
proses penyaringan.
4. Pemucatan
Filtrat yang diperoleh berwarna coklat kehitaman karena rumput laut
mengandung pigmen karotenoid yang terlarut dalam filtrat, karena itu perlu
proses pemucatan. Karotenoid memiliki gugus kromofor atau gugus
pembawa warna: gugus benzena dan sejumlah ikatan rangkap yang dapat
berkongjungsi dan sangat labil karena mudah teroksidasi. Gugus kromofor
dapat dioksidasi dengan Natrium hipoklorit (NaOCl) bersama dengan
Na2CO3. Semakin tinggi konsentrasi NaOCl maka semakin rusak kromofor
sehingga derajad putih alginat semakin baik. Volume NaOCl yang
dicampurkan 4%. pemucatan dilakukan selama ± 15-30 menit sambil diaduk
dengan stirer.
Pemucatan memiliki keuntungan seperti produk yang dihasilkan akan
semakin murni, dan meningkatkan viskositas sampai batas tertentu.
5. Pembentukan Alginat
Proses pembentukan atau pengeluaran alginat dilakukan dengan
penambahan etanol 90% dengan rasio 1:2 sambil di aduk pelan, setelah
perlakuan tersebut terbentuklah alginat yang akan mengambang pada
permukaan larutan. Saring serta press alginat agar larutan etanol terpisah.
6. Pengeringan
Selama proses pengeringan, fluktuasi suhu dipertahankan standar, idealnya
suhu pengeringan berkisar antara 40-500C. jika suhu terlalu tinggi akan
menyebabkan Na-alginat berwarna coklat, sedangkan yang dikehendaki
sesuai standar internasional adalah kuning gading (ivony). selama proses
pengeringan, sisa kandungan etanol yang ada pada alginat akan terevaporasi.
Alginat digunakan untuk pangan maka diharuskan disimpan di tempat
khusus yang higienis agar terhidar dari bakteri dan jamur. Syarat kandugan
bakteri dan jamur untuk Na-alginat food gradeadalah jumlah lempeng
bakteri/ALT maksimum 5x103 koloni/g, kapang maksimum 5x102 koloni/g.
Coliform negatif, dan Salmonella juga negatif.

3.5.4 Uji Rendemen


Rendemen alginat akan dihitung berdasarkan rasio perbandingan antara
berat alginat dari hasil ekstrak dengan berat awal alga coklat didikalikan 100%
(Torres et al.,2007).
3.5.5 Uji Viskositas
Pengukuran viskositas intrinsik alginat dilakukan dengan Viscometer
capillary Ubbelohde (Canon, USA) dengan diameter kapiler 0,56 mm pada suhu
ruang atau 25oC (Chee et al., 2011). Dan akan dinyatakan dalam (mPa.s). Larutan
alginat dibuat dengan melarutkan 30 mg alginat dalam 10 ml aquades, distirer
selama 5 jam pada suhu ruang (25oC), kemudian dibuat seri konsentrasi alginat
0,05-0,3 g/dL. Waktu alir pelarut, t0. Viskositas intrisik ditentukan dengan
ekstraporasi dari η s /c hingga konsentrasi nol.
P

t
Viskositas relatif, η=
t0
Viskositas specifik, η s =η−1
P

ηsp η−1
Viskositas reduksi, =
c c
η−1
Viskositas intrisik, [ η ] =lim ⁡c−0
c
3.5.6 Uji Berat Molekul
Penentuan berat molekul alginat berdasarkan rata-rata viskositas intrisik
dengan berat molekul alginat, berat molekul ditentukan dari viskositas intrisik
dengan persamaan Mark-Houwink, yaitu: [ η ] =k M aw
Dimana [ η ] adalah viskositas intrisik dalam dL/g, Mw = berat molekul dalam kDa.
Clementi et al (1998), membuat hubungan empiris antara viskositas intrisik [ η ]
dan berat molekul (Mw) alginat dimana k= 0,023 dL/g dan a= 0,984.
3.5.7 Uji Gugus Fungsi
Analisis gugus fungsi merupakan proses karakterisasi kalsium alginat.
Cara yang umum dilakukan yaitu dengan menganalisis serbuk kalsium alginat
(Ca-alginat) menggunakan instrumen spektrofotometer Fourier Transform Infra
Red (FTIR) IR Prestige 21 Himaadzu (Kamisyah, dkk. 2020).

3.6 Analisa Data


Analisa data atau ragam dilakukan dengan program design expert versi 7,
tingkat kepercayaan 95%
Anggadiredja, J.T.,A. Zatnika, H. Purwoto dan S. Istini. 2006. Rumput Laut.
Cetakan I. Jakarta: Penerbit Swadaya.
Agnemo, R. 2009. Methods to Analyyze Cellulose Pulps for Viscose Production.
Paper presented at 4th Workshop on Cellulose, Regenerated Cellulose and
Cellulose Derivates. Sweden : Karlstad University.
Anonim. 2010. Industri alginat (peluang dan potensinya).
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=10&jd=Industri-Alginat-
(Peluang-dan-Potensinya)&dn=200702161 01948. [13 April 2010]
Anonim (2010). Seaweed. http://rumputlaut.org/datalama/artikel/Warga%20Desa
%20Karanganyar%20Produksi%20Alginat%20Lokal.pdf. [13 April 2010]
Aristya IMTW, Bambang A, Arnata I W. 2017. Karakteristik mutu dan rendemen
alginat dari ekstrak rumput laut Sargassum sp dengan menggunakan
larutan asam asetat. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Agroindustri. (5)1:
81-92
Aslan LM. Budidaya Rumput Laut. Yogyakarta :Penerbit Kanisius. 1999

Austin, B. 1988. Marine Microbiology. Cambridge University Press. Cambridge.


222 pp.
Basmal, J., Yunizal dan Murtuini, J.T. (1999). Pengaruh volume dan waktu
ekstraksi natrium alginat dalam larutan natrium karbonat. Makalah pada
Forum Komunikasi I. Ikatan Fikologi Indonesia, Serpong 8 September
1999. 119-126
Basmal , J., Sekarsih, Y. dan Bunasa, T.K. (2001). Pengaruh Konsentrasi Bhan
Pemucat dan enis bahan pengendap terhadap pembentukan sodium alginat
dari rumput laut coklat Sargassum filipendula Agarct. Jurnal Penelitian
Perikanan Indonesia 7:74-81
Basmal, J., Wikanta T. dan Tazwir (2002). Pengaruh kombinasi perlakuaan
kalium hidroksida dan natrium karbonat dalam ekstraksi natrium alginat
terhadap kualitas produk yang dihasilkan. Jurnal Penelitian Peikanan
Indonesia 8:45-52
Basmal, J., dkk. 2013. Membuat alginat dari rumput laut sargassum. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Basmal, J., B.S.B. Utomo., Tazwir., Murdinah., T. Wikanta., E. Marraskuranta.,
R. Kusumawati. 2013. Membuat alginat dari rumput laut sargassum.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Budiyanto, A. dan Yulianingsih. 2008. Pengaruh suhu dan waktu ekstraksi
terhadap karakter pektin dari ampas jeruk siam (Citrus nobilis L). Jurnal
Pascapanen. 5(2): 37-44
Burtin, Patricia. 2003. Nurtritional Value of Seaweeds. Electron. J. Environ.
Agric. Food Chem. 2 (4) 498-503
Calinescu, I., C. Ciuculescu, M. Popescu, S. Bajenaru, G, E. Epure. 2001.
Microwaves Assisted Extraction of Active Principles from Vegetal
Material. Romanian International Conference on Chemistry and Chemical
Engineering, 12, 1-6.

Chee, Swee-Yong, P. K. Wong and C. L. Wong. 2011. Extraction and


charactersation of alginate from brown seaweeds (fucales, Phaeopyceae)
collected from Port Dickson, Peninsular Malaysia. J. Appl.Phycol. 23:
191-196
Clark J. 2004. Infra Red Spectrum.
http://www.chem-is-try.org/materikimia/instrumenanalisis/spektruminfram
erah1/memahamiartisebuahspektruminframerah/. [8 Oktober 2010].

Clementi E., Brown GC, Feelisch M., Moncada S. 1998. Persistent inhibition of
cell respiration by nitric oxide: crucial role of S-nitrosylation of
mitochondrial complex I and protective action of glutathione. proc Natl
Acad Sci USA 95: 7631 - 7636

Dahuri R., 2003. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan.


Orasi Ilmiah Guru Besar Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Kelautan.
Institut Pertanian Bogor
Eriningsih R, Marlina R, Mutia T, Sana AW, Titis A. 2014. Eksplorasi
Kandungan Pigmen Dan Alginat Dari Rumput Laut Coklat Untuk Proses
Pewarnaan Kain Sutera. Jurnal Arena Tekstil. 29(2): 73-80.

Extraction of Phytoconstituents – An Overview. Asian Journal Research


Chemistry, 1 (2), 19-25.

Fitton, Helen. 2005. Marine Algae and Health: A Review of The Scientific and
Historial Literature.
Guiry, M.G. and Guiry, G.M. 2016. AlgaeBase. “World-wide Electronic
Publication, National University of Ireland, Galway.
http://www.algaaebase.org. Diakses pada 06 Januari 2016

Hakim A.R. 2019. Ekstraksi Berbantuan Gelombang Mikro (MAE).


http://www.mekanisasikp.web.id/2019/07/microwave-assisted-extraction-
mae.html?m=1 [18 Juli 2019]

Halliday dan Resnick. 1978. Fisika Jilid I. Jakarta: Erlangga

Hendri, dkk. 2018. Untung Berlipat Dari Budidaya Rumput Laut Tanaman Multi
Manfaat. Yogyakarta: Lily publisher

Hoi Po Cheng., et al. 2007. Comparison of Conventional Extraction Under Reflux


Conditions and Microwave-Asissted Extraction of Oil from Popcorn.
Journal of Microwave Power and Electromagnetic Energy: International
Microwave Power Instritute41 (1): 35-43

Holdt S.L. & S. Kraan. 2011. Bioactive compounds in seaweed: functional food
application and legislation. J. Appl. Phycol 23: 543-597
Husni, A., Subaryono., Yudi, P., Tazwir., Ustadi. 2012. Pengembangan Metode
Ekstraksi Alginat Dari Rumput Laut Sargassum Sp Sebagai Bahan
Pengental. Jurnal AGRITECH. Vol 32 No 01 hal 1-8

Husni A, Ivana. M. Diharningrum. 2018. Metode ekstraksi jalur asam dan kalsium
alginat berpengaruh pada mutu alginat rumput laut cokelat Sargassum
hystrix J. Agardh. Jurnal PHPI. 21(3) 532-542

Jain T., V. Jain R, R. Pandey, A. Vyas, S. S. Shukla. 2009. Ekstraksi Berbantuan


Gelombang Mikro Uhntuk Fitokonstituen – Gambaran Umum. Jurnal
Penelitian Asia dalam Kimia. 2 (1) 19-25

Jayanudin., Ayu Z.L., Feni N., 2014. Pengaruh Suhu Dan Rasio Pelarut Ekstraksi
Terhadap Rendemen Dan Viskositas Natrium Alginat Dari Rumput Laut
Cokelat (Sargassum sp). Jurnal Integrasi Proses. Vol 5 No 1 hal 51-53

Kadi, A. 2009. Beberapa Catatan Kehadiran Marga Sargassum Diperiran


Indonesia. LP3OLI – Ancol

Kalangi, S.M. 2001. Pertumbuhan dan kandungan nutrisi rumput laut coklat
Sargassum polycystum di Tasik Ria, Kabupaten Manahasa Sulawesi Utara.
http://digilip.bi.itb.ac. Id/go.php?id=saptunsrat-gdl-res-2001-kalangi2c-
1936-coklat. [15 Jan 2008]

Kamisyah S., Ajuk S., Ridho B., Endah E. 2020. Isolasi Dan Karakterisasi
Alginat, Dari Rumput Laut (Sargassum polycystum) Asal Perairan
Singkawang Kalimantan Barat. Jurnal Kimia Khatulistiwa. 8 (3) 62-71

Kasim S, Marzuki A, Sudir S. 2017. Effects of sodium carbonate concentrasion


and temperature on the yizeld and quality characteristics of alginate
extracted from Sargassum sp. Research journal of Pharmaceutikal,
Biological, and Chemical Science. 8(1): 660-255

Kimball, J.W. 1992. Biologi Jilid 3, Edisi ke-Lima. Terjemahan Soetarmi T. dan
Nawangsari S. Erlangga. Jakarta
Kothari, V., Gupta, A., Naraniwal, M. 2012. Comparative study of various
methods for extraction of antioxidant and antibacterial compounds from
plant seeds. Journal of Natural Remedies, 12(2), 162-173.

Lee, K.Y. and Mooney, D.J. 2012. “Alginate: Properties and Biomedical
Applications”. iProg. Polym. Sc. 37: 106-126

Lim, S.J., Musthapa, W.A. 2017. Extraction of sulfated polysaccharides


(fucoidan) from brown seaweed. Seaweed polysaccharides, 27- 46.

Lutfinor. 2011. Penggunaan bentonit sebagai pengental dalam proses pewarnaan


kain tenun palembang. Jurnal dinamika penelitian industri. 22 (1): 41-47

Mandal, V., Mohan, Y., Hemalatha, S. 2007. Microwave Assisted Extraction-an


innovtive and promising extraction tool for medicinal plant reseach.
Pharmacognosy Rewievs Jan-Mar, 1 (1), 7, 7-18

McHugh DJ. Production, Properties and uses of alginates. Chapter 2. Dalam


McHugh, D.J.Production And Utilazation Of Product From Commersial
Seaweed. FAO. FisheriesTechnical paper, Rome. 1987. P. 58 – 132

McHugh, D.J. 2008. Production properties and uses of alginates. Dalam: FAO
Corporate Document Repository. Production and Utilization of Products
from commersial seaweeds. 45 p. http:// www.fao.org/docrep/006/
y4765e08.htm [15 Jan 2008]

Mizra, M., A. Ridlo, dan Sunaryo. 2013. Pengaruh Perendaman Larutan KOH
Dan NaOH Terhadap Kualitas Alginat Rumput Laut Hijau Sargassum
Polycystum C.A Agard. Fakultas perikanan dan ilmu kelautan, Universitas
Diponegoro, Semarang. 2(1): 41-47
Mohd Hani Norziah, Chio Yen Ching. 2000. Nutritional composition of edible
seaweed Gracilaria Changgi. Food Chemistri 68: 69-76

Mushollaeni W, Rusdiana E. 2011. Karakterisasi Natrium alginat dari Sargassum


sp., Turbinaria sp., dan padina sp. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan.
22(1): 26-32

Nguyen, T.T., Mikkelsen, M.D., Tran, V.H.N., Trang, V.T.D., Rhein-Knudsen,


N., Holck, J., …& Meyer, A.S. (2020). Enzyme-Assisted Fucoidan
Extraction From Brown Macroalgae Fucus Distichus Subsp. Evanescens
And Saccharina Latissma. Marine Drugs, 18(6), 1-18 doi:
10.3390/md18060296

Nikmah, U. 2019. Mengenal Rumput Laut. Semarang: ALPRIN


Pakidi C.S & Hidayat S.S. 2017. Potensi dan pemanfaatan bahan aktif alga
cokelat sargassum sp. OCTOPUS jurnal ilmu. 6(1)

Pamungkas TA, Ridlo A, Sunaryo. 2013. Pengarus Suhu Ekstraksi Terhadap


kualitas Natrium alginat rumput laut Sargassum sp. Journal of Marine
Research. 2(3): 78-84
Pelczar, M. J dan E.C.S. Chan. 1986. Dasar-Dasar Microbiologi. Terjemahan
Ratna Siri H. dkk. UI Press. Jakarta
Phaza dan Ramadhan. 2010. Pengaruh Konsentrasi Etanol, Suhu Dan
Jumlahstage Pada Ekstraksioleoresinjahe (Zingiber Officinale Rosc)
Secara Batch. Skripsi. Semarang: Jurusan Tehnik kimia, Fakultas Tehnik,
Universitas Diponegoro. Hal 18
Prager, E.J. and S.A. Earle. 2000. TheOcean. McGraw-Hill. Montreal
Rindi, F., Soler-Vila, A., and Guiry, M. D. 2012. Taxonomy of Marine
Macroalgae Used as Sources of Bioactive Compounds. In Marine
Bioactive, Compounds. US: Springer. 1-53
Rusian & Agrippina W. 2019. Ekstraksi Zat Warna Dari Rumput Laut Sargassum
sp. Jurnal Redoks : Jurnal Pendidikan Kimia Dan Ilmu Kimia. Vol 02 No
01

Rose, Craig. 2016. The History of Seaweed and The Ways to Achieve Seaweed
Benefits.
Rose, Craig. 2016. The History of Seaweed and The Ways to Achieve Seaweed
Benefits. https://www.seaweedandco.com/seaweedsupply-history/ Diakses
pada 13 September 2019

Sales, P. G., M.S. Aranzazu, S. C. Antonio, F. G. Alberto. 2010. Phenolic-


Compound-Extraction Systems for Fruit and Vegetable Samples.
Molecules, 15, pp. 8813-8826.

Simpson, M.G. 2006. Plant Systematics. Elsevier Academic Press. Canada


Sukma IWA, Harsojuwono BA, Arnata IW. 2017. Pengaruh Suhu Dan Lama
Pemanasan Ekstraksi Terhadap Rendemen Dan Mutu Alginat Dari
Rumput Laut Hijau Sargassum Sp. Jurnal Rekayasa Dan Manajemen
Agroindustri. 5(1): 71-80
Sinurat, E., & Kusumaawati, R. (2017). Optimasi metode ekstraksi fukoidan kasar
dari rumput laut cokelat Sargassum binderi sonder. Jurnal Pascapanen
dan bioteknologi kelautan dan perikanan, 12(2), 125-134. Doi
10.15578/jpbkp.v12e2.388
Subaryono. 2010. Modifikasi alginat dan pemanfaatan produknya. Jurnal squelen.
5(1): 1-7
Sugiono. (2017). Isolasi dan karakterisasi fukoidan dari alga coklat Sargassum sp.
Jurnal Agrosains, 2(1), 96-107
Sukma IWA, Harsojuwono BA, Arnata IW. 2017. Pengaruh Suhu dan Lama
Pemanasan ekstraksi terhadap rendemen dan mutu alginat dari rumput laut
hijau Sargassum sp. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Agroindustri. 5(1):
71-80
Sulistijo. 2002. Penelitian Budidaya rumput laut (Algae/Makroseaweed) di
Indonesia. Pidato pengukuhan Ahli Penelitian Bidang Mariculture. Pusat
Penelitian Oceanologi-LIPI. Jakarta.

Sulistijo. 2002. Penelitian Budidaya rumput laut (Algae/Makroseaweed) di


Indonesia. Pidato pengukuhan Ahli Penelitian Bidang Mariculture. Pusat
Penelitian Oceanologi-LIPI. Jakarta.

Suparmi dan Achmad S., 2009. Mengenal potensi rumput laut : kajian
pemanfaatan sumberdaya rumput laut dari aspek industri dan kesehatan.
Sultan Agung. Vol 44 No 118

Susila, W.A. dkk. 2017. Sargassum Karakteristik, Biogeografi, dan Potensi.


Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Susila, W.A. dkk. 2017. Sargassum Karakteristik, Biogeografi, dan Potensi.


Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Tazwir, Nasran, S. dan Yunizal (2000). Teknik ekstraksi asam alginat dari rumput
laut coklat (Phaeophyceae). Prosiding Seminar Hasil Penelitian
Perikanan 1999/2000, Sukamandi 21-22 September 2000. 310-318

Torres, M.R., A.P.A. Saosa, E.A.T.S. Filho, D.F Melo, J.P.A. Feitosa, R.C.M.D
Paul and M.G.S. Lima. 2007. Extraction and physochemicel
characterization of Sargassum vulgare alginate from Brazil. Carbohydr.
Res. 342: 2067 - 2074

Triastinurmaningsih, Ismanto, dan Ertina. 2011. Variasi Morfologi dan Anatomi


Sargassum spp. di Pantai Bayah Banten. Ekologia. Vol 11, No 2 hal 1-10

Veggi, priscilla C, Julian Martinez., M. Angela A. Meireles.2013. Microwave-


Assisted Extraction for Bioactive Compounds Theory and Practice. ISBN:
987-1-4614-4829-7. Springer
Wikanta, T., Basmal, J. dan Yunizal (2000). Pengaruh perbedaan penggunaan
bahan pengemas dan lama penyimpanan pada sushu kamar terhadap sifat
fikisiko-kimia produk natrium alginat. Prosiding Seminar Hasil Penelitian
Peikanan 1999/2000, Sukamandi 21-22 September 2000. 301-310.

Yunizal. 2004. Teknologi Pengelolaan Alginat. Pusat Riset Pengolahan Produk


dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

[KKP] Kementrian kelautan dan perikanan. 2018.


http://newss.kkp.go.id/index.php/kkp-sasar-rumput-laut-sebagai-
komoditas-unggulan-budidaya/ di askes [5 juli 2018]

Anda mungkin juga menyukai