PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Habitat terbesar dunia terdapat dilaut. Laut merupakan bagian bumi yang
didalamnya masih memiliki bayak rahasia belum terungkap. Luas keseluruhan
wilayah laut yang menutupi bumi 3,61 x 108 km2 atau lebih dari dua per tiga atau
70% dari bumi, dengan memiliki kedalaman rata-rata 3.800m dan menyediakan
sekitar 97% dari keseluruhan ruang kehidupan dibumi. (Austin, 1988; Prager dan
Earle, 2000).
Laut dan sumber daya alam didalamnya merupakan media yang tidak
dapat dipisahkan dari aktivitas kehidupan bangsa Indonesia karena telah menjadi
sumber kehidupan bagi masyarakat didalamnya.Negara Indonesia merupakan
negara kepulauan memiliki luas perairan 70% dibandingkan luas daratan, dengan
panjang garis pantai sekitar 81.000 km dan seluruh kawasan lautnya mengandung
sumberdaya hayati serta keanekaragaman yang kaya, seperti rumput laut atau
alga. (Dahuri, 2003).
Ada lebih dari 700 spesies rumput laut diperiran indonesia (Hendri, dkk
2018).Ketersediaan rumput laut di perairan Indonesia setiap tahun terus
meningkat, dengan kenaikan rata-rata 22,25% per tahun (KKP, 2018.)Oleh karena
itu pemanfaatan rumput laut untuk dijadikan produk masih terbuka luas dan
sangat berpotensi, seperti rumput laut spesies dari marga Sargassum dan marga
Turbinaria. (Yunizal, 2004)
Manfaat rumput laut atau alga sangat luas: digunakan sebagai bahan
makanan seperti (Nori, kombu, wakame, permen, dan agar-agar), sebagai
antioksidan, sebagai pencegah kanker, sebagai obat, dan sebagai bahan campuran
industri (Nikmah U, 2019). Menurut Susila., dkk (2017), dalam dunia industri,
rumput laut spesies Sargassumsp dipergunakan sebagai sumber alternatif
penghasil alginat, senyawa didalamnya banyak dimanfaatkan dalam industri
kosmetik, industri makanan, dan industri farmasi. Selain hal tersebut, Sargassum
dan mikroorganisme yang berasosiasi juga diketahui menghasilkan berbagai jenis
metabolit sekunder yang memiliki kandungan bioaktivitas yang menarik, seperti
antibakteri, antioksidan, sitotoksik, dan antivirus. Dalam dunia pertanian, spesies
Sargassum dimanfaatkan sebagai penyubur tanah dan biofertilizer. Dalam dunia
peternakan, Sargassum digunakan sebagai pakan alternatif untuk berbagai jenis
ternak seperti sapi dan domba. Biomassa Sargassum dapat dimanfaatkan sebagai
agen biosorption untuk mengatasi pencemaran limbah logam berat pada suatu
perairan. Biomassa Sargassum yang melimpah setiap tahun juga dapat
dimanfaatkan sebagai alternatif bahan baku pembuatan bioetanol serta biogas.
Di Indonesia, secara umum rumput lautdimanfaatkan sebagai makanan,
diolah menjadi agar-agar, alginat dan karaginan. Akan tetapi produk yang sering
diolah hanyalah agar-agar(Nikmah, 2019). Padahal telah dilakukan penelitian
bahwa kandungan pada rumput laut masih sangat luas manfaatannya seperti
senyawa bioaktif yang dapat dijadikan produk agar-agar, alginat, karaginan,
laminarin, fucoidan, fucan, mannitol dan ulvan, banyak dibutuhkan dan dapat
dijadikan sebagai produk pendukung kemajuan masyarakat serta bangsa, secara
ekonomi, kesehatan dan industri. (Holdt & Kraan, 2011).
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan pemanfaatan rumput laut di
Indonesia masih belum maksimal, masih sedikit produk yang dihasilkan.Alasan
yang sering muncul dikalangan masyarakat yaitu kurangnya pengetahuan atau
keterampilan tentang pengolahan rumput laut khususnya di bagian
ekstraksi,semua pengolahan yang dilakukan masih berdasarkan pengalaman turun
temurun atau bersifat konvensional, sehingga dari metode proses banyak terdapat
kelemahan,seperti membutuhkan waktu lama, persentase rendmen dan viskositas
relatif rendah, dapat mempengaruhi struktur kandungan polisakarida sulfat,
efisiensi penggunaan bahan rendah, serta kebutuhan reaktan dan volume air yang
banyak saat tahap pre-ekstraksi, pada akhirnya dari kelemahan-kelemahanmetode
proses pasti akan berdampak terhadap rendahnya kelayakan ekonomi dan kualitas
produk yang dihasilkan (Basmal dkk., 1999; Basmal dkk., 2001; Basmal dkk.,
2002; Yunizal dkk., 2000; Nguyen dkk., 2020; Sinurat & Kusmawati, 2017;
sugiono, 2017; Torres, dkk., 2007). Dari alasan masyarakat dan metode yang
lemah membuat peneliti mencoba melakukan penelitian dengan mengembangkan
metode baru khususnya dibagian ekstraksi pada rumput laut lokal untuk dijadikan
produk, hasilnya metode yang didapat ternyata tetap masih kurang sempurna
karena rendemen dan viskositas masih rendah. (Basmal dkk., 1999; Basmal dkk.,
2001; Basmal dkk., 2002; Murtini dkk., 2000; Tazwir dkk., 2000; Wikanta dkk.,
2000; Mushollaeni dan Rusdiana., 2011; Pamungkas dkk., 2013; Aristya dkk.,
2013; Kasim dkk., 2017; Sukma dkk., 2017). karena itu, maka perlu
pengembangan metode baru yang lebih efektif dalam pengolahan rumput laut,
sehingga pemanfaatan rumput laut bisa dimaksimalkan.
Hal inilah yang mendasari penelitian metode baru “Biorefinery Ekstraksi
Sequensial Fukoidan Dan Alginat” pada rumput laut, dimana dalam satu proses
dapat menghasilkan dua produk sekaligus, sehingga waktu proses dua kali dapat
dipersingkat dan biaya dapat diminimalisir. Perlakuan metode biorefinery
ekstraksi sequensial fukoidan dan alginat sebelumnya telah dilaporkan oleh
Sugiono dan Doni Ferdiansyah (2018), namun masih lebih fokus pada “Pengaruh
Pre-Ekstraksi Perlakuan Asam Terhadap Viskositas Intrinsik Alginat Dari Alga
Cokelat Sargassum Cristaefoium” sedangkan penelitian ini akan fokus pada
pengaruh kondisi proses (biorerfinery ekstraksi sequensial fukoidan dan alginat)
terhadap alginat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Metode ekstraksi pada rumput laut yang digunakan kurang efektif karena waktu
proses lama, perlu suhu tinggi, dan biaya perlakuan relatif lebih mahal, sehingga
kualitas produk yang dihasilkan relatif rendah.
2. Apa saja pengaruh proses biorefinery ekstraksi sequensial terhadap alginat?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengembangkan metode yang lebih efektif pada pengolahan rumput laut
khususnya untuk dijadikan fukoidan dan alginat
2. Mengetahiu pengaruh metode proses biorefinery ekstraksi sequensial pada alginat
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai sumber informasi atau rujukan tentang metode baru proses ekstraksi
rumput laut yang lebih irit biaya dan waktu proses lebih singkat dalam pembuatan
alginat dan rumput laut
2. Memaksimalkan pemafaatan rumput laut
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1) Bentuk Sederhana
2) Rhizoid uniselluler
3) Kerucut
4) Cakram
5) Stolon merambat dengan pelekat
Sifat substansi talus (susunan talus) bermacam-macam yaitu gelatinous
(lunak) seperti gelatin, Calcareous (keras mengandung kapur), Cartilagenous
(seperti tulang rawan) dan spongious (berserabut). Semua sifat talus dapat
membantu dalam mengindetifikasi (pengurutan) dan klasifikasi (pengelompokan)
jenis alga.
Secara umum bagian-bagin rumput laut terdiri dari holdfast yaitu bagian dasar
yang berfungsi pada menempel pada subtrat, dan talus yaitu bentuk-bentuk
rumput laut yang menyerupai percabangan.
Menurut Nikmah (2019), Rumput laut dari jenis alga coklat yang memiliki
nilai ekonomis di perairan Indonesia ada tujuh macam:
1) Dictyota batayresiana
Talus memipih seperti pita, panjang 5cm dan lebar 2-3 mm bagian tepi
rata. Tumbuh menempel pada terumbu karang.
2) Hormophisa cuneiformis
Talus tegak, permukaan licin. Tumbuh melekat pada batu dengan
holdfast yang berbentuk cakram kecil.
3) Hydroclthratus clathratus
Talus silindris, licin dan lunak. Tumbuh melekat pada substrat di
daerah berbatu atau berpasir di daerah rataan terumbu
4) Padina australis
Talus berbentuk seperti kipas. Tumbuh menempel pada batu di daerah
rataan terumbu.
5) Sargassum crissifolium
Talus sedikit pipih, licin, batang utama bulat dan agak kasar. Tumbuh
pada substat dadsar batu di daerah yang terkena ombak.
6) Sargassum duplicatum
Talus bulat pada batang utama dan agak memipih pada percabangan,
permukaan halus atau licin. Tumbuh menempel pada batu di daerah
terumbu terutama di pinggir rataan terumbu yang sering terkena
ombak
7) Sargassum cristaefolium
Talus bulat dan agak memipih, berwarna hijau, permukaan halus atau
licin. Tumbuh menempel pada batu di daerah terumbu terutama di
pinggir rataan terumbu.
2.3 Sargassum
2.4 Alginat
Alginat adalah polisakarida yang terdapat dalam matrik dinding sel alga
coklat jumlahnya sekitar 8-40%, tersusun dari polimer linier β-(1-4)- D-
mannuronat (M) dan α-L-guluronat (G) (Biosseson et al., 2004; Draget and
Taylor, 2011. Alginat merupakan salah satu hasil ekstraksi rumput laut coklat.
Rumput laut penghasil alginat yang melimpah di perairan Indonesia yaitu
Sargassum sp, Turbinaria sp, Hormophysa sp, dan Padina sp (Basmal dkk.,
2002;Yunizal, 2004; Rasyid, 2003 dalam Loupatty et al., 2012).
Nama alginat dalam dunia industri dan perdagangan dikenal dengan asam
alginat dan Na-alginat. Asam alginat merupakan getah yang terdapat dalam
membran sel, sedangkan Na-alginat merupakan bentuk garam dari asam alginat.
Secara kimia, asam alginat adalah senyawa karbonat komplek berupa koloidal
hidrofilik yang merupakan polimer yang tersusun dari asam D-manuronat dan
asam L-guluronat, memiliki rumus kimia (C6H8O6) (Basmal dkk., 2013).
Ketersediaan rumput laut penghasil alginat di alam tersedia sepanjang
tahun. Oleh karena itu pemanfaatan rumput laut untuk dijadikan alginat dan
produk turunannya masih terbuka luas dan sangat berpotensi. (Yunizal, 2004).
Meskipun penyebaran rumput laut yang memiliki kandungan algonofit tersebar di
perairan indonesia, selama ini indonesia masih menggantungkan kebutuhan
alginatnya dengan cara impor. Impor produk alginat negara Indonesia tercatat
sebesar 1.480.100 kg/ tahun (Sulistijo, 2002).Menurut Anonim (2010), Impor
alginat sekarang diperkirakan lebih dari 2000 ton/tahun.
2.4.1 Manfaat
Alginat merupakan metabolit primer senyawa hidrokoloid yang banyak
dimanfaatkan dalam industri, digunakan sebagai pengentalpada industri tekstil
printing, pembentuk gel, stabilizer atau penstabil, dan digunakan sebagai bahan
pengemulsi dalam bidang farmasi, dan makanan (Mc Hugh. 2008; Subaryono.
2010; Susila, W.A., dkk. 2017). Disampaikan oleh Mc Hugh (2008) bahwa
penggunaan alginat pada industri tekstil mencapai sekitar 50% produk alginat
pada industri pangan 30% dan industri yang lain 20%. pada industri tekstil dan
printing, alginat telah dibuktikan dapat menghasilkan pengental berkadar tinggi,
mudah masuk dalam serat kemudian mudah dihilangkan, membuat warna dan
gambar lebih tajam karena memiliki struktur kimia yang dapat mengikat warna,
namun mudah dilepaskan pada bahan kain(Lutfinor, 2011).Berikut beberapa
pemanfaatan alginat dalam berbagai bidang. Lihat pada Tabel 4
Menurut Lee & Money (2012), selain pemanfaatan tabel di atas alginat juga
digunakan sebagai agen pembawa protein atau kumpulan sel yang digunakan
untuk regenerasi bebrapa jaringan tubuh, seperti pembuluh darah, tulang,
kartilago, otot, saraf. Pankreas, dan hati.
2.4.2 Proses Produksi Alginat
Alginat merupakan produk yang dibuat melalui proses ekstraksi. Menurut
Basmal., dkk. (2013), berikut tahapan proses produksi alginat:
1. Penanganan Bahan Baku
Bahan baku yang sering digunakan pada proses pembuatan alginat adalah
Sargassum sp. Sebelum tahap pengolahan berikutnya rumput laut perlu
ditangani dengan baik. Saat pemanenan akar harus diikut setakan, cuci dengan
air laut, pengawetan dengan merendamnya pada larutan alkali, cuci kembali
dengan air tawar, sortir dari kotoran, keringkan hingga merata, kemas, dan
simpan
2. Pencucian Rumput Laut
Tujuan pencian adalah menghilangkan kotoran seperti lumpur, koral, dan
garam yang dapat memengaruhi kualitas alginat. Cuci dengan air mengalir.
Jika Sargassum dicuci terlebih dahulu dapat mempercepat proses ekstraksi
karena dinding thalus sudah lunak sehingga dapat meminimalisir penggunaan
bahan kimia. Perbandingan air dengan Sargassum ketika mencuci minimal
1:8. Setelah pencucian potong-potong sargassum untuk mempercepat proses
penghancuran ekstraksi.
3. Pemucatan
Proses pemucatan bertujuan agar warna coklat dan hitam pada Sargassum
dapat direduksi. Selain itu dapat meningkatkan kekentalan yang dihasilkan.
Pemucatan dapat dilakukan dengan larutan formalin untuk mengikat senyawa
fenolik yang terdapat pada ikatan polimer sehingga dapat mereduksi warna
coklat dari Sargassum (McHugh, 1987). Formaldehid bila teroksidasi menjadi
asam format yang kemudian menjadi CO2, diduga dapat bersifat antioksidan
selama proses ekstraksi alginat sehingga menghambat proses oksidasi
komponen alginat. Formalin yang digunakan sebanyak 0,4% dengan lama
waktu perendaman 6 jam (Husni et al. 2012). Namun, menurut Yulianto
(1997), berkurangnya senyawa fenolik dalam Sargassum akan memperkecil
tingkat viskositas.
4. Pembentukan Asam Alginat Atau Demineralisasi
Sargassum sebelum dilakukan demineralisasi dicuci terlebih dahulu sampai
bersih. setelah itu pucatkan dengan merendamnya dalam larutan HCl 0,33-4%
selama 1 jam, tujuannya yaitu menghilangkan mineral atau garam yang masih
menempel pada thalus. Setelah direndam dalam larutan HCl, cuci kembali
untuk meminimalisasi HCl agar tidak berlebih. Perendaman Sargassum pada
HCl 1% dapat melarutkan mineral lain, selain tersebut agar asam alginat tidak
mengendap selama perendaman pada larutan pH>3. Peningkatan konsentrasi
HCl saat proses perendaman sangat berpengaruh terhadap kelarutan ion
kalsium dan penurunan kadar abu Na-alginat.
5. Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses memisahkan sautu zat berdasarkan perbedaan
kelarutannya terhadap dua cairan (tidak saling larut) yang berbeda, seperti air
dan pelarut organik.
Ekstraksi alginat dilakukan dengan cara perebusan dalam larutan Na 2CO3. pH
larutan dipertahankan 9,6-11,0. Jika pH kurang dari nilai tersebut maka proses
akan berjalan dengan lambat, namun jika lebih dari nilai maka akan
mengalami degradasi polimer alginat. Dalam penelitian Basmal, et al. (2012),
di BBP4BKP menyebutkan bahwa konsentrasi larutan Na2CO3 yang ideal
untuk proses ekstraksi 1,5-2%. Perbandingan antara rumput laut Sargassum
dan volume larutan Na2CO3 berkisar antara 1:20-1:30, dengan suhu optimal
selama proses ekstraksi 60-700C selama 2 jam. Selama proses ekstraksi suhu
harus dijaga konstan pada 60-700C.
6. Penyaringan
Alginat yang sudah diekstraksi disaring menggunakan vibrator dan
pertahankan suhu pada 60-700C karena jika suhu turun maka bubur sargasum
akan kental. Semakin kental larutan, semakin lambat kecepatan penyaringan
yang dilakukan. Sargasum yang dihasilkan akan sangat kental, maka perlu di
ukur kekentalan sebelum disaring dengan filter press. Disarankan kekentalan
berkisar 25-50 cPs. Apabila larutan terlalu kental disarankan ditambahkan air
hangat sebelum penyaringan.untuk mempercepat dan mempermudah dalam
proses penyaringan maka perlu ditambahkan tanah diatom berjumlah 2-3%
lalu di aduk secara merata pada sargasum yang sudah dipanaskan fungsinya
yaitu sebagai adsorben sehingga mempermudah proses penyaringan. Hasil
yang diperoleh dari proses penyaringan adalah larutan Na-alginat yang
berwarna cokelat kehitaman, selain itu juga dihasilkan ampas padat berupa
campuran selulosa, cangkang kekerangan ukuran kecil, tanah diatome, dan
lainya. Ampas padat ini dapat dipergunakan sebagai pupuk organik karena
kaya akan mineral yang diperlukan tanaman (Basmal, 2011).
7. Pemucatan
Filtrat yang diperoleh berwarna coklat kehitaman karena rumput laut
mengandung pigmen karotenoid yang terlarut dalam filtrat, karena itu perlu
proses pemucatan. Karotenoid memiliki gugus kromofor atau gugus pembawa
warna: gugus benzena dan sejumlah ikatan rangkap yang dapat berkongjungsi
dan sangat labil karena mudah teroksidasi. Gugus kromofor dapat dioksidasi
dengan Natrium hipoklorit (NaOCl) bersama dengan Na2CO3. Semakin tinggi
konsentrasi NaOCl maka semakin rusak kromofor sehingga derajad putih
alginat semakin baik. Volume NaOCl untuk 1m3 filtrat ekstraksi adalah 5-7 l.
pemucatan dilakukan selama ± 15-30 menit.
Pemucatan memiliki keuntungan seperti produk yang dihasilkan akan semakin
murni, dan meningkatkan viskositas sampai batas tertentu. Namun semakin
tinggi konsentrasi NaOCl retensi pigmen dalam produk semakin rendah maka
semakin rendah pula rendemen yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena
alginat yang telah terdegradasi tidak akan mengendap lagi bila ditambahkan
HCl sehingga rendemen cenderung menurun.
8. Pembentukan Asam Alginat
Pembentukan asam alginat dari larutan Na-alginat (filtrat) dapat dilakukan
dengan dua cara, pertama yaitu mereaksikan filtrat menggunakan asam
anorganik seperti HCl atau asam sulfat. Reaksi pembentukan asam alginat
menggunakan asam anorganik adalah sebagai berikut. [Na-alginat filtrtat+ HCl
=> As.Alginat + NaCl + H2O + CO2(gas)].
Asam alginat akan lembut seperti potongan-potongan gelatin jika sejumlah
asam ditambahkan ke dalam larutan Na-alginat yang sudah disaring. Asam
alginat yang muncul ke permukaan harus dipisahkan. Pemberian HCl pada
konsentrasi yang kuat (melebihi 1%) akan memutuskan rantai alginat dan
berakibat pada nilai kekentalan yang berkurang. Disarankan larutan HCl yang
ditambahkan ke dalam larutan Na-alginat adalah HCl 10%. Cara kedua dengan
mereaksikan filtrat dengan larutan CaCl2. Teknik pencampuran antara larutan
Na-alginat dengan larutan garam kalsium harus mendapatkan perhatian lebih.
Ilustrasi pembentukan asam alginat menggunakan larutan CaCl 2 sebagai
berikut. [Na-alginatfiltrat + CaCl2 => Ca-alginat + garam (NaCl)].
Pembentukan asam alginat dengan mereaksikan filttrat dengan CaCl 2
menghasilkan serat yang lebih keras dan mudah dibentuk. Pembentukan serat
Ca-alginat dapat dipengaruhi oleh teknik pencampuran larutan CaCl2. Jika
pada saat pencampuran dilakukan pengadukan maka Ca-alginat berbentuk gel,
akan tetapi jika tidak di aduk akan menghasilkan bentuk butiran Ca-alginat.
9. Pencucian Alginat
Agar terbebas dari kelebihan HCl dan CaCl 2 maka perlu pembilasan atau
pencucian. Proses pencucian sebaiknya dilakukan pada air mengalir atau cara
agitasi hingga nilai pH 5 untuk asam alginat dan pH 7-8 untuk Ca-alginat. Jika
pH > 5 atau melebihi pH > 8 maka kadar abu akan tinggi.
10. Pembentukan Na-Alginat
Konversi asam alginat menjadi Na-alginat dapat dilakukan dengan
menambahkan natrium bikarbonat ke dalam asam alginat. Dapat di
ilustrasikan sebagai berikut: [Asam alginat + Na2CO3 => Na-alginat + H2CO3 |
H2CO3 => H2O + CO2(gas)].
Pengadukan dilakukan secara homogen hingga menunjukkan nilai pH 8-9.
Reaksi dapat dikatakan sempurna apabila semua asam alginat sudah
terkonversi menjadi Na-alginat umumnya akan ditandakan dengan
terbentuknya pasta yang jernih. Pasta alginat kemudian dipresipitasi dengan
isopropyl alkohol (IPA). Penggunaan isopropyl karena adanya gugus propil
dalam IPA sehingga dapat mempermudah menarik gugus negatif (OH) dari
air. Rasio IPA dengan pasta alginat yang digunskan adalah 2:1. Namun untuk
menghemat biaya serta penggunaan IPA dilakukan dengan dua teknik untuk
mereduksi kandungan air. Pertama, dengan pengepresan perlahan dan
pembekuan. Kedua, melalui pembentukan Ca-alginat yang kemudian
dikonverensi menjadi asam alginat. Na-alginat yang terbentuk dari jalur Ca-
alginat ketika direaksikan dengan natrium bikarbonat dapat dicetak atau dibuat
dalam bentuk pelet. Kelemahan dari jalur Ca-alginat adalah akan
menghasilkan Na-alginat yang keras sehingga menyulitkan dalam penepungan
sehingga dapat dimudahkan dengan cara dibuat pasta alginat dalam bentuk
pelet berukuran kecil. Ilustrasi jalur Ca-alginat sebagai berikut. [Ca-alginat +
HCl => As.alginat + CaCl2 | As.alginat + Na2CO3 => Na-alginat + H2O +
CO2(gas)]
11. Pengeringan
Selama proses pengeringan, fluktuasi suhu dipertahankan standar, idealnya
suhu pengeringan berkisar antara 40-500C. jika suhu terlalu tinggi akan
menyebabkan Na-alginat berwarna coklat, sedangkan yang dikehendaki sesuai
standar internasional adalah kuning gading (ivony). Jika alginat digunakan
untuk pangan maka diharuskan disimpan di tempat khusus yang higienis agar
terhidar dari bakteri dan jamur. Syarat kandugan bakteri dan jamur untuk Na-
alginat food gradeadalah jumlah lempeng bakteri/ALT maksimum 5x103
koloni/g, kapang maksimum 5x102 koloni/g. Coliform negatif, dan Salmonella
juga negatif.
12. Penepungan
Penepungan adalah proses reduksi ukuran Na-alginat sehingga permukaan
menjadi luas, sehingga dari permukaan yang luas dapat mempercepat proses
kelarutan Na-alginat dalam media cair. Ukuran partikel Na-algianat yang lebih
disukai untuk keperluan printing batik adalah berbentuk granul berukuran 40
mesh, sedangkan untuk berukuran 80 mesh. Idealnya, unit penepungan harus
dilengkapi dengan sistem pendingin.
13. Pengemasan
Alginat harus disimpan dalam kemasan kedap air. Sistem pengemasan
menggunakan dua kantong. pertama, menggunakan kemasan plastik yang
kontak langsung dengan alginat, kedua kantong atau kemasan bagian luar
yang menggunakan kertas atau aluminium.
14. Pelabelan
Semua kemasan perlu diberi label sebagai info sesuai persyaratan kemasan.
1) Suhu
Suhu memengaruhi viskositas. Semakin tinggi suhu maka viskositas akan
semakin turun karena rantai panjang atau polimer pada rumput laut
terdegradasi. Suhu 60oC merupakan suhu yang stabil dan normal untuk proses
ekstraksi (Jayanudin, dkk., 2014; Budiyanto dan Yulianingsih., 2008). Saat
proses ekstraksi sebaiknya tidak menggunakan suhu diatas 90oC karena alginat
tidak tahan terhadap panas. Sehingga kualitas alginat rendah (Mizra, 2013).
2) Rasio berat rumput laut dengan pelarut
Semakin banyak pelarut yang digunakan akan memperluas kontak dengan
bahan (Sargassum sp) pada saat proses ekstraksi, sehingga natrium alginate
yang dihasilkan semakin tinggi(Jayanudin, dkk. 2014).
3) pH
Alginat akan sangat stabil pada pH 5-10, sedangkan pada pH yang lebih
tinggi viskositasnya sangat kecil karena akan terjadi degradasi.
4) waktu ekstraksi
waktu ekstraksi atau lama ekstraksi serta interksinya berpengaruh sangat
nyata terhadap viskositas. Lama ekstraksi menyebabkan viskositas tinggi.
Namun suhu 80oC dan 15 menit lama ekstraksi merupakan kombinasi
ekstraksi yang ideal karena menghasilkan viskositas yang tinggi yaitu 16 cp.
(Sukma., dkk. 2017)
2.7 Berat Molekul
Berat (Massa jenis) merupakan salah satu ciri untuk mengetahui kerapatan
suatu zat. Sedangkan molekul adalah gugusan secara elektris, tersusun dari lebih
dari satu atom yang saling berikatan melalui ikatan kimia.
Berat molekul diartikan sebagai massa suatu zat atau atom dalam tiap
mol. Berat molekul merupakan variabel istimewa karena berhubungan langsung
dengan polimer (Subaryono, 2010). Berat/massa molekul dapat dihitung dengan
menjumlahkan unsur-unsur massa atom relatif penyusun molekul tersebut.
Berat pada molekul dapat memengaruhi viskositas dan sebagaimana
viskositas, berat molekul juga dapat dipengaruhi oleh konsentrasi asam, suhu dan
waktu hidrolisis. Jika suhu dalam proses ekstraksi alginat dapat menyebabkan
degradasi polimer maka hal ini dapat menyebabkan menurunnya berat molekul
alginat (Mushollaeni dan Rusdina, 2011).
3.4 Variabel
Terdapat dua variabel dalam penelitian ini:
1. Variabel Bebas
a. Suhu : 60oC, 80o C, 100oC
b. Waktu : 10 menit, 20 menit, 30 menit
c. Rasio : 1/20, 2/20, 3/30
2. Variabel Terikat
a. Rendemen
b. Viskositas
c. Berat Molekul
d. Gugus fungsi
4. Pengeringan
Keringkan bubuk Sargasum yang telah dicuci dengan metanol, klorofom
dan air, kemudian simpan
t
Viskositas relatif, η=
t0
Viskositas specifik, η s =η−1
P
ηsp η−1
Viskositas reduksi, =
c c
η−1
Viskositas intrisik, [ η ] =lim c−0
c
3.5.6 Uji Berat Molekul
Penentuan berat molekul alginat berdasarkan rata-rata viskositas intrisik
dengan berat molekul alginat, berat molekul ditentukan dari viskositas intrisik
dengan persamaan Mark-Houwink, yaitu: [ η ] =k M aw
Dimana [ η ] adalah viskositas intrisik dalam dL/g, Mw = berat molekul dalam kDa.
Clementi et al (1998), membuat hubungan empiris antara viskositas intrisik [ η ]
dan berat molekul (Mw) alginat dimana k= 0,023 dL/g dan a= 0,984.
3.5.7 Uji Gugus Fungsi
Analisis gugus fungsi merupakan proses karakterisasi kalsium alginat.
Cara yang umum dilakukan yaitu dengan menganalisis serbuk kalsium alginat
(Ca-alginat) menggunakan instrumen spektrofotometer Fourier Transform Infra
Red (FTIR) IR Prestige 21 Himaadzu (Kamisyah, dkk. 2020).
Clementi E., Brown GC, Feelisch M., Moncada S. 1998. Persistent inhibition of
cell respiration by nitric oxide: crucial role of S-nitrosylation of
mitochondrial complex I and protective action of glutathione. proc Natl
Acad Sci USA 95: 7631 - 7636
Fitton, Helen. 2005. Marine Algae and Health: A Review of The Scientific and
Historial Literature.
Guiry, M.G. and Guiry, G.M. 2016. AlgaeBase. “World-wide Electronic
Publication, National University of Ireland, Galway.
http://www.algaaebase.org. Diakses pada 06 Januari 2016
Hendri, dkk. 2018. Untung Berlipat Dari Budidaya Rumput Laut Tanaman Multi
Manfaat. Yogyakarta: Lily publisher
Holdt S.L. & S. Kraan. 2011. Bioactive compounds in seaweed: functional food
application and legislation. J. Appl. Phycol 23: 543-597
Husni, A., Subaryono., Yudi, P., Tazwir., Ustadi. 2012. Pengembangan Metode
Ekstraksi Alginat Dari Rumput Laut Sargassum Sp Sebagai Bahan
Pengental. Jurnal AGRITECH. Vol 32 No 01 hal 1-8
Husni A, Ivana. M. Diharningrum. 2018. Metode ekstraksi jalur asam dan kalsium
alginat berpengaruh pada mutu alginat rumput laut cokelat Sargassum
hystrix J. Agardh. Jurnal PHPI. 21(3) 532-542
Jayanudin., Ayu Z.L., Feni N., 2014. Pengaruh Suhu Dan Rasio Pelarut Ekstraksi
Terhadap Rendemen Dan Viskositas Natrium Alginat Dari Rumput Laut
Cokelat (Sargassum sp). Jurnal Integrasi Proses. Vol 5 No 1 hal 51-53
Kalangi, S.M. 2001. Pertumbuhan dan kandungan nutrisi rumput laut coklat
Sargassum polycystum di Tasik Ria, Kabupaten Manahasa Sulawesi Utara.
http://digilip.bi.itb.ac. Id/go.php?id=saptunsrat-gdl-res-2001-kalangi2c-
1936-coklat. [15 Jan 2008]
Kamisyah S., Ajuk S., Ridho B., Endah E. 2020. Isolasi Dan Karakterisasi
Alginat, Dari Rumput Laut (Sargassum polycystum) Asal Perairan
Singkawang Kalimantan Barat. Jurnal Kimia Khatulistiwa. 8 (3) 62-71
Kimball, J.W. 1992. Biologi Jilid 3, Edisi ke-Lima. Terjemahan Soetarmi T. dan
Nawangsari S. Erlangga. Jakarta
Kothari, V., Gupta, A., Naraniwal, M. 2012. Comparative study of various
methods for extraction of antioxidant and antibacterial compounds from
plant seeds. Journal of Natural Remedies, 12(2), 162-173.
Lee, K.Y. and Mooney, D.J. 2012. “Alginate: Properties and Biomedical
Applications”. iProg. Polym. Sc. 37: 106-126
McHugh, D.J. 2008. Production properties and uses of alginates. Dalam: FAO
Corporate Document Repository. Production and Utilization of Products
from commersial seaweeds. 45 p. http:// www.fao.org/docrep/006/
y4765e08.htm [15 Jan 2008]
Mizra, M., A. Ridlo, dan Sunaryo. 2013. Pengaruh Perendaman Larutan KOH
Dan NaOH Terhadap Kualitas Alginat Rumput Laut Hijau Sargassum
Polycystum C.A Agard. Fakultas perikanan dan ilmu kelautan, Universitas
Diponegoro, Semarang. 2(1): 41-47
Mohd Hani Norziah, Chio Yen Ching. 2000. Nutritional composition of edible
seaweed Gracilaria Changgi. Food Chemistri 68: 69-76
Rose, Craig. 2016. The History of Seaweed and The Ways to Achieve Seaweed
Benefits.
Rose, Craig. 2016. The History of Seaweed and The Ways to Achieve Seaweed
Benefits. https://www.seaweedandco.com/seaweedsupply-history/ Diakses
pada 13 September 2019
Suparmi dan Achmad S., 2009. Mengenal potensi rumput laut : kajian
pemanfaatan sumberdaya rumput laut dari aspek industri dan kesehatan.
Sultan Agung. Vol 44 No 118
Tazwir, Nasran, S. dan Yunizal (2000). Teknik ekstraksi asam alginat dari rumput
laut coklat (Phaeophyceae). Prosiding Seminar Hasil Penelitian
Perikanan 1999/2000, Sukamandi 21-22 September 2000. 310-318
Torres, M.R., A.P.A. Saosa, E.A.T.S. Filho, D.F Melo, J.P.A. Feitosa, R.C.M.D
Paul and M.G.S. Lima. 2007. Extraction and physochemicel
characterization of Sargassum vulgare alginate from Brazil. Carbohydr.
Res. 342: 2067 - 2074