Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumput laut atau alga (Seaweed) merupakan salah satu komoditas

perikanan penting di Indonesia. Rumput laut termasuk ke dalam program

prioritas sesuai dengan yang tercantum dalam Peraturan Presiden Republik

Indonesia Nomor 3 Tahun 2017 mengenai Rencana Aksi Percepatan

Pembangunan Industri Perikanan Nasional. Pengembangan industri perikanan

dalam hal ini rumput laut berhubungan dengan tingkat produksi rumput laut.

Produksi rumput laut Indonesia berasal dari pengambilan di laut dan kegiatan

budidaya di laut serta tambak budidaya. Produksi rumput laut Indonesia

meningkat dari 3.257.427 ton pada tahun 2016 menjadi 3.501.583 ton pada tahun

2017 atau mengalami kenaikan sekitar 7,5 % (Neksidin, 2017). Produksi rumput

laut Indonesia terdiri dari berbagai jenis seperti Eucheuma cottoni, Eucheuma

spinosum, Sargassum sp dan Gracilaria verrucosa. Jenis terakhir merupakan

rumput laut yang memiliki harga cukup tinggi. Harga jual rumput laut Gracilaria

sp rata-rata Rp. 3.897,5 per kilogram (Ningsih et al., 2016).

Rumput laut (Gracilaria sp) merupakan salah satu sumber daya laut yang

mudah dibudidayakan, mempunyai mempunyai nilai ekomonis penting, dan

mempunyai prospek pasar yang cerah, baik didalam negeri maupun luar negeri.

Gracilaria sp berperan dalam melestarikan sumber daya rumput laut.

(Ditjenkanbud, 2005).
Rumput laut marga Gracilaria banyak jenisnya, masing-masing memiliki

sifat-sifat morfologi dan anatomi yang berbeda serta dengan nama ilmiah yang

berbeda pula, seperti Gracilaria confervoides, Gracilaria gigas, Gracilaria

verucosa, dan banyak lagi. Gracilaria verrucosa adalah rumput laut yang

termasuk pada kelas alga merah (Rhodophyta) merupakan jenis rumput laut yang

umumnya mengandung agar sebagai hasil metabolisme primernya.

Gracillaria verrucosa merupakan salah satu spesies yang paling banyak

dibudidayakan di Indonesia terutama di daerah tambak. G. verrucosa banyak

dibudidayakan dengan berbagai cara tergantung pada kondisi dan karakteristik

lokasi budidaya. Gracillaria verrucosa merupakan salah satu jenis alga merah

yang tumbuh di daerah tropis dan subtropik perairan laut dangkal (Patahiruddin,

2020). Budidaya rumput laut G.verrucosa di Indonesia telah mengalami

perembangan yang sangat pesat, khususnya untuk memenuhi permintaan akan

bahan baku agar-agar skala besar yang ada di Indonesia (Priono et al. 2012).

Menurut Patahiruddin (2020) usaha pengembangan G.verrucosa yang dulu

hanya dilakukan di laut, sekarang sudah mulai dikembangkan secara besar-

besaran di tambak. Alasan utama dari pemindahan lokasi pengembangan tersebut

selain memudahkan pengontrol juga untuk dibudidayakan secara terpadu dengan

bandeng (Chanos chanos).

Budidaya rumput laut di tambak merupakan salah satu cara pemanfaatan

lahan tambak untuk memenuhi permintaan rumput laut yang semakin meningkat,

khususnya untuk jenis Gracilaria verrucosa Budidaya rumput laut di tambak

memiliki lebih banyak keuntungan dibanding budidaya rumput laut di laut.


Keuntungan itu antara lain tanaman terlindung dari pengaruh lingkungan yang

merugikan seperti ombak dan arus yang kuat (Aslan, 2003).

Salah satu metode budidaya yang digunakan adalah metode rawai

(Longline). Teknik budidaya rumput laut dengan metode ini adalah menggunakan

tali sepanjang 50 – 100 meter yang pada kedua ujungnya diberi jangkar dan

pelampung besar, setiap 25 meter diberi pelampung utama yang terbuat dari

drum plastik atau styrofoam. Pada setiap jarak 5 meter diberi pelampung berupa

potongan styrofoam atau botol aqua 500 ml. Selain mudah dilaksanakan, metode

rawai merupakan cara yang paling banyak diminati petani rumput laut karena di

samping fleksibel dalam pemilihan lokasi, biaya yang dikeluarkan lebih murah

(Zatnika, 2006).

Hal ini dikuatkan oleh Anggadiredja et al. (2006), bahwa metode longline

merupakan cara yang paling banyak diminati petani rumput laut karena

disamping fleksibel dalam pemilihan lokasi, juga biaya yang dikeluarkan relatif

murah. Keuntungan dari metode ini adalah rumput laut terbebas dari hama bulu

babi, pertumbuhannya lebih cepat dan lebih murah ongkos materialnya.

Putra et al. (2011) mengungkapkan bahwa pertambahan bobot rata-rata

rumput laut Gracilaria sp. tertinggi terdapat pada penanaman menggunakan

metode rawai panjang/longline sebesar 33,15 g jika dibandingkan dengan metode

lepas dasar yang rata-rata pertambahan bobotnya sebesar 13,93 g. Hal ini dapat

disebabkan karena rumput laut yang langsung jatuh ke dasar tambak bercampur

dengan lumpur, selain itu cahaya matahari yang membantu proses fotosintesis

kurang maksimal masuk ke dasar perairan sehingga pertumbuhan rumput laut


kurang optimal.

Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan

metode budi daya menggunakan tali rentang (longline) di tambak sehingga

rumput laut tidak secara langsung terkena lumpur dasar tambak dan memudahkan

dalam pemanenan. Hasil survei di lapangan menunjukkan bahwa budi daya

Gracilaria verrucosa dengan menggunakan metode longline di tambak

menghasilkan produksi yang bervariasi. Penelitian yang telah dilakukan Desy et

al. (2016) menunjukkan pertumbuhan Gracilaria verrucosa tertinggi terdapat

pada perlakuan jarak tanam 25 cm.

Hal ini kemungkinan diakibatkan oleh bobot bibit dan jarak tanam yang

berbeda. Menurut Pongarrang et al. (2013) jarak yang semakin jauh akan

memberikan keleluasaan air untuk bergerak dalam mendistibusikan unsur hara

sehingga dapat mempercepat proses difusi dan berpotensi meningkatkan laju

pertumbuhan. Pengaturan jarak tanam perlu dilakukan karena jarak tanam yang

terlalu sempit akan meningkatkan kompetisi antarthallus rumput laut sehingga

dapat mengganggu proses pertumbuhan, selain itu jarak tanam yang terlalu lebar

juga akan memberikan ruang untuk fitoplankton tumbuh.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan Gracillaria

Verrucosa pada jarak tanam yang berbeda


1.3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan selain dapat menambah ilmu bagi penulis, juga

diharapkan dapat memberi informasi bagi pembudidaya rumput laut mengenai

metode yang tepat dalam membudidayakan rumput laut, sehingga budidaya

rumput laut lebih berkembang dimasa yang akan datang.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Rumput Laut

Rumput laut merupakan tumbuhan tingkat rendah yang tidak dapat

dibedakan antara bagian akar, batang, dan daun. Semua bagian tumbuhannya

merupakan thallus. Secara keseluruhan, tumbuhan ini mempunyai morfologi yang

mirip, walaupun sebenarnya berbeda. Rumput laut jenis Gracilaria verrucosa

merupakan salah satu rumput laut komoditas unggulan dalam program

Departemen Kelautan dan Perikanan selain kerapu, nila dan udang windu. Hal itu

disebabkan karena usaha budidaya rumput laut tersebut membutuhkan teknologi

yang sangat sederhana dan biayanya relatif rendah, namun daya serap pasarnya

tinggi, sehingga masyarakat nelayan dapat melakukannya secara perseorangan

Rumput laut dari jenis alga merah yang mempunyai nilai ekonomis penting adalah

Eucheuma sp., G. verrucosa, Gelidium sp. (Kadi, 2014).

Jenis alga coklat adalah Eucheuma Cottonii dan Turbinaria sp. adalah jenis

yang banyak dibudidayakan termasuk jenis Eucheuma sp. dan G. verrucosa .

Eucheuma sp. dibudidayakan diperairan pantai/laut, sedangkan G. verrucosa lebih

banyak dibudidayakan di tambak.

. G. verrucosa banyak diminati dalam budidaya rumput laut karena mudah

didapat, mudah dalam pemeliharaan dan memiliki kemampuan beradaptasi pada

kondisi ekologis yang luas dan mempunyai produktivitas yang tinggi (Kadi,

2014).
2.1.1 Gracillaria Verrucosa

Gracilaria verrucosa merupakan rumput laut yang digunakan sebagai

penghasil agar yang berfungsi sebagai pembungkus kapsul obat antibiotik, bahan

makanan, proses pembuatan pelat film, dan dapat menghaluskan permukaan hasil

industri kulit (Hernanto, Angga Dwi et. al., 2015).

Gambar 2.1 Rumput laut Gracillaria Verrucosa


( Sumber : Fatiha Nur Ibadurrohmah 2019)

Menurut Alifatri (2012) klasfikasi rumput laut Gracilaria verrucosa

dalam taksonomi Sebagai berikut :

Divisi : Rhodophyta

Class : Rhodophyceae

Ordo : Gigartinales

Familia : Gracillariaceae

Genus : Gracillaria

Spesies : Gracillaria verrucosa


2.1.2 Morfologi dan Karakteristik Gracilaria verrucosa

Rumput laut (seaweed) adalah ganggang berukuran besar (macroalgae)

yang merupakan tanaman tingkat rendah dan termasuk dalam divisi thallophyta.

Gambaran umum rumput laut adalah macrobenthic (besar dan melekat),

organisme autothrophic, membutuhkan cahaya untuk keberlangsungan hidupnya

sehingga rumput laut tidak dapat hidup pada kedalaman laut yang tidak ada

penetrasi cahaya. Ukuran, bentuk dan warna rumput laut bervariasi. Rumput laut

dapat ditemukan di beberapa variasi habitat sepanjang pantai dan melekat pada

banyak jenis substrat seperti pasir, lumpur, batu, cangkang hewan laut, karang,

kayu dan jenis rumput laut lainnya (Guanzon Jr., 2003).

Dari segi morfologinya, rumput laut tidak memperlihatkan adanya

perbedaan antara akar, batang dan daun. Secara keseluruhan, tanaman ini

mempunyai morfologi yang mirip, walaupun sebenarnya berbeda. Proses

metabolisme alga memerlukan kesesuaian faktor-faktor fisika dan kimia seperti

perairan, gerakan air, temperatur, kadar garam, nutrisi atau zat hara seperti nitrat

dan fosfat, dan pencahayaan sinar matahari. Gracillaria verrucosa merupakan

salah satu jenis rumput laut yang mempunyai batang daun semu sehingga

dimasukkan dalam golongan Thallophyta. Talus Gracillaria verrucosa tersusun

oleh jaringan yang kuat, warna merah ungu kehijau-hijauan, bercabang-cabang

mencapai tinggi 1-3 dm dengan garis tengah cabang antara 0,5-2,0 mm.

Percabangan “alternate”. Kadang-kadang hampir dikotom dengan perulangan

lateral. Bentuk cabang silindris dan meruncing di ujung cabang (Irvine dan Price,

1978). Gracillaria verrucosa hidup sebagai fitobentos, melekat pada substrat


dengan holdfast. Substrat yang baik untuk pertumbuhannya adalah batu-batuan,

karang mati, kayu, kulit kerang atau hidup menempel dengan alga lainnya (Bold

dan Wynne, 1978).

Gracilaria verrucosa merupakan algae bentik yaitu algae yang tumbuh

menancap atau melekat pada subtrat. Bentuk thallus menyerupai silinder, licin,

berwarna coklat atau kuning hijau, percabangan tidak beraturan, memusat di

bagian pangkal, cabang-cabang lateral memanjang menyerupai rambut dengan

ukuran panjang berkisar 15-30 cm (Ditjenkanbud, 2005).

Ciri-ciri khusus dari Gracilaria verrucosa adalah thalus berbentuk silindris

dan permukaannya licin. Thalus tersusun oleh jaringan yang kuat, bercabang-

cabang dengan panjang kurang lebih 250 mm, garis tengah cabang antara 0,5-2,0

mm. Percabangan alternate yaitu posisi tegak percabangan berbeda tingginya,

bersebelahan atau pada jarak tertentu berbeda satu dengan yang lain, kadang-

kadang hampir dichotomous dengan pertulangan lateral yang memanjang

menyerupai rumput. Bentuk cabang silindris dan meruncing di ujung cabang

(Soegiarto, 1978)

2.1.3 Habitat dan Penyebaran Gracilaria Verrucosa

Gracilaria pada umumnya hidup sebagai fitobentos atau tumbuhan yang

hidup di dasar perairan atau substrat, menempel dengan bantuan cakram pelekat

(hold fast) pada substrat padat. Persebaran Gracilaria menyebar luas dari

perairan tropis sampai subtropis sebanyak kurang lebih 100 spesies. Gracilaria

hidup di daerah litoral dan sub litoral, sampai kedalaman tertentu, yang masih

dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari (Prastida, 2014).


Rumput laut Gracilaria memiliki beberapa jenis yang hidup di perairan

keruh, dekat muara sungai. Rumput laut di Indonesia terdapat lebih kurang 15

jenis Gracilaria yang menyebar di seluruh kepulauan. Rumput laut di Bangka, G.

convervoides hidup melekat di atas batu karang pada kedalaman 2 - 5 meter di

Lombok, G. gigas ditemukan di perairan payau. Daerah sebaran Gracilaria di

Indonesia meliputi : Kepulauan Riau, Bangka, Sumatera Selatan, Jawa, Bali,

Lombok, Sumbawa, Flores, Pulau Bawean, Kalimantan, Sulawesi Selatan dan

Maluku (Sjafrie, 1990).

Menurut Hendrajat et.al. (2010) G. verrucosa termasuk rumput laut

memiliki sifat eurhaline yaitu kemampuan hidup pada perairan yang memiliki

salinitas berkisar 15 – 30 ppt, G. verrucosa dapat dibudidayakan di daerah

tambak. Rumput laut telah banyak dibudidayakan oleh petani di kawasan pesisir,

salah satu jenis rumput laut yang dapat dibudidayakan dan dimanfaatkan sebagai

bahan baku adalah G. verrucosa. G. verrucosa merupakan jenis rumput laut yang

sangat mudah undtuk dibudidayakan pada kondisi lingkungan yang berbeda

dengan kondisi perairan laut.

Kondisi perairan dengan habitat asli memiliki kualitas yang cukup baik

untuk mendukung kehidupannya. Kondisi tambak yang memiliki kualitas air

beragam tingkat kesuburannya, G. verrucosa dapat mentolerir 8 kondisi

lingkungan yang tidak sesuai dengan kondisi lingkungan asli rumput laut.

Rumput laut dari genus ini dapat mentolerir salinitas terendah hingga 15 g/L dan

tertinggi 50 g/L (Rukmi, 2012).

Rumput laut yang memiliki kemampuan menyerap dan menyimpan air


menjadikan rumput laut sangat potensial digunakan pada bidang pertanian,

terutama pada lahan dengan ukuran partikel tanah yang sulit untuk dapat

menahan air. Menurut Alamsjah et. al. (2010), bahwa perkembangan budidaya

rumput laut pada tambak terbaik pada wilayah Sulawesi Selatan, Jawa Timur dan

Nusa Tenggara Barat. Rumput laut yang dibudidayakan dan banyak ditemukan di

perairan Indonesia adalah G. gigas, G. verrucosa dan G. lichenoides. G. gigas

serta dimanfaatkan sebagai bahan baku penghasil agar.

2.1.4 Manfaat Gracillaria Verrucosa

Rumput laut Gracilaria dari sifat-sifat hidupnya, serta manfaat yang

dihasilkan oleh rumput laut ini, maka banyak instansi pemerintah yang tertarik

untuk melakukan penelitian yang mengarah kepada usaha budidayanya, beberapa

instansi pemerintah yang telah mencoba melakukan penelitian budidaya rumput

laut Gracilaria antara lain adalah Puslitbang Oseanologi LIPI, BPPT. Hasil yang

diperoleh menunjukkan bahwa rumput laut tersebut lebih potensial untuk

dibudidayakan di dalam perairan tambak. G. verrucosa yang mudah untuk

dibudidayakan, permintaan di masa yang akan datang pun akan terus meningkat

terkait G. verrucosa merupakan bahan baku dalam industri agar serta banyak

dimanfaatkan dalam berbagai bidang untuk memenuhi kebutuhan manusia.

2.1.5 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Rumput Laut

Iklim merupakan kondisi lanjutan dan gabungan dari kondisi cuaca yang

kemudian disusun dan dihitung dalam bentuk rata-rata kondisi cuaca dalam kurun

waktu tertentu. Budidaya rumput laut juga bergantung pada keadaan iklim dimana

biasanya para pembudidaya akan berhenti melakukan budidaya pada saat tiba
musim barat dimana akan mulai hujan dan keadaan angin yang mengakibatkan

gelombang besar sehingga tidak memungkinkan budidaya berlangsung.

Gelombang musim barat sangat berpengaruh terhadap kegiatan budidaya, hal ini

dampak yang diakibatkan bisa sangat fatal terhadap budidaya (Prastida, 2014).

Menurut Zulfitriani tahun 2012 baku mutu parameter kualitas air yang baik

sebagai berikut :

Tabel 2.1 Parameter Kualitas Air


No. Parameter Kelayakan
1 Suhu 25-30
2 Salinitas (0/00) 38-33
3 Ph 6-9
4 DO (ppm) 3-8
5 Kecerahan (m) 2-5
6 Kedalaman (m) 2-15
7 Nitrat 0,02-0,04

Faktor alam merupakan kondisi lingkungan yang mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman. Tiap tanaman memiliki kondisi

lingkungan yang berbeda untuk tumbuh dan berkembang. Rumput laut juga

memiliki kondisi lingkungan tertentu untuk tumbuh dan berkembang. Adapun

faktor alam yang mempengaruhi pertumbuhan rumput laut yaitu :

a. Salinitas

Keanekaragaman salinitas dalam air laut akan mempengaruhi organisme

organisme akuatik. Salinitas merupakan kadar garam yang terkandung dalam air

laut. Perubahan salinitas dapat mempengaruhi organisme-organisme yang hidup

di laut dan zona intertidal. Keadaan tertentu penurunan salinitas yang terlewati

batas toleransi akan mengakibatkan matinya organisme tertentu. Salinitas akan


mengalami penurunan saat hujan dan mengalami kenaikan saat siang hari yaitu

pada saat penguapan. Kenaikan salinitas menurunkan potensi air yang

menyebabkan percepatan plasmosis sel dan stress pada rumput laut (Aljufrizal,

2007).

b. Suhu

Suhu merupakan indikasi jumlah energi (panas) yang terdapat dalam suatu

sistem atau massa. Kenaikan suhu mempercepat reaksi-reaksi kimia; menurut

hukum Van’t Hoff kenaikan 10’C melipat duakan kecepatan reaksi. Setiap

perubahan suhu berpengaruh banyak terhadap proses kimiawi yang bersamaan

pada jaringan tanaman dan binatang. Suhu permukaan air laut dipengaruhi oleh

musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu dalam satu hari,

sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan

suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, biologi badan air (Aljufrizal,

2007).

Suhu biasanya dinyatakan dalam satuan derajat Celcius atau Fahrenheit.

Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskoisitas, reaksi kimia, evaporasi,

dan volatisasi. Kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air juga

memperlihatkan peningkatan dengan naiknya suhu yang selanjutnya

mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Peningkatan suhu 10’C

mengakibatkan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik menjadi 2-3 kali lipat.

Peningkatan suhu yang bersamaan dengan menurunnya kadar oksigen terlarut

diperairan, sehingga keberadaan oksigen di perairan terkadang tak mampu


memenuhi peningkatan oksigen yang dibutuhkan oleh organisme akuatik untuk

metabolisme dan respirasi. (Aljufrizal, 2007).

c. Oksigen Terlarut

Oksigen terlarut adalah salah satu faktor utama bagi makhluk hidup air. DO

dapat ditemukan dengan konsentrasi tinggi pada lapisan permukaan karena adanya

proses difusi oksigen dari udara ke dalam air. Makhluk hidup fotosintetik seperti

fitoplankton dapat membantu menambah jumlah kadar oksigen terlarut pada

lapisan permukaan diwaktu siang hari. Penambahan oksigen disebabkan oleh gas

oksigen yang berasal dari hasil dari fotosintesis. Keseimbangan kimia air laut

dipengaruhi oleh kelarutan oksigen di perairan juga dalam kehidupan organisme.

Oksigen juga dibutuhkan oleh hewan dan tanaman air termasuk mikroorganisme

untuk melakukan proses respirasi (Effendi, 2003).

d. Derajat Keasaman (pH)

Kadar pH perairan merujuk pada aktivitas ion hidrogen di dalamnya dan

digambarkan sebagai logaritma dari timbal balik aktivitas ion hidrogen dalam mol

per liter pada temperatur yang ditentukan. Istilah PH telah dikenal secara luas

untuk menyatakan kondisi asam atau basa suatu larutan. PH yang bernilai antara 0

sampai 7 menunjukkan bahwa hal ini berarti suatu larutan berada pada kisaran

asam, dan sebaliknya ketika pH bernilai antara 7 sampai 14 maka bernilai basa.

Nilai PH perairan biasanya berkisar antara 6,5 sampai 9,0 (Aljufrizal,2007).


2.2 Budidaya Rumput Laut

Rumput laut atau alga sebagai tanaman berklorofil memerlukan unsur hara

sebagai bahan baku untuk proses fotosintesis, untuk menunjang pertumbuhan

rumput laut diperlukan ketersediaan unsur hara dalam perairan. Masuknya

material atau unsur hara ke dalam jaringan rumput laut adalah dengan jalan proses

difusi yang terjadi pada bagian seluruh permukaan tubuh rumput laut. Kemudian

bila difusi makin banyak, maka akan mempercepat proses metabolisme sehingga

akan meningkatkan laju pertumbuhan.

Kandungan hara yang cukup maka dapat digunakan sebagai unsur

pembentuk klorofil dalam proses fotosintesis. Aktivitas fotosintesis selanjutnya

akan menghasilkan sejumlah bahan-bahan dasar seperti glukosa dan bahan lainnya

sebagai pembentuk jaringan dan peningkatan biomassa. Gracilaria banyak

dibudidayakan sendiri secara monokultur ataupun dibudidayakan dengan ikan

maupun udang secara polikultur. Input budidaya yang rendah dan kemudahan

teknologi yang diterapkan mendorong para pembudidaya kecil untuk

membudidayakan komoditas ini. Menurut Trawanda et. al. (2014).

Budidaya rumput laut di tambak Kabupaten Brebes menggunakan metode

sebar dari bibit yang telah berulang kali digunakan, yaitu dari rumput laut sisa

panen periode sebelumnya yang sengaja tidak ikut dipanen untuk dijadikan bibit

pada periode berikutnya.

2.2.1 Metode Budidaya Rumput Laut

Secara garis besar terdapat beberapa metode budidaya rumput laut, yaitu

menurut Sugiarto (2011) :


a. Metode Dasar

Sistem ini terdiri dari dua metode yaitu metode tebar dan metode berkebun.

Metode tebar adalah metode yang sangat tradisional. Metode tebar dilakukan

dengan cara pemotongan bibit sesuai ukuran (100 gram), lalu ditebar di dasar

perairan yang telah ditentukan, umumnya di daerah yang pasang surutnya kecil.

Metode berkebun adalah mengikat bibit rumput laut di batu karang atau tali

pengikat sehingga mirip kebun di dasar laut. Keuntungan yang diperoleh dengan

menggunakan metode dasar adalah :

1. Biaya persiapan material sangat murah

2. Penanaman mudah dan tidak banyak waktu

3. Biaya pemeliharaan sangat sedikit atau bahkan tidak diperlukan sama

sekali

4. Baik untuk perairan yang keras (rocky atau dead coral).

Kerugian yang didapat adalah :

1. Bibit banyak yang hilang terbawa arus laut dan ombak

2. Tanaman dapat dimakan hewan ikan dan hewan predator seperti bulu

babi

3. Produksi yang dihasilkan sangat rendah 4. Kurang cocok di perairan

berpasir

b. Metode Lepas Dasar

Metode ini merupakan perbaikan dari metode dasar, dimana pada daerah

yang telah ditetapkan dipasang patok-patok secara teratur berjarak. Kemudian

disisi yang berlawanan juga dipasang patok dengan jarak yang sama. Patok
dihubungkan dengan patok yang lainnya dengan tali yang berisi rumput laut

tersebut. Metode ini digunakan pada dasar perairan pasir atau berlumpur pasir.

c. Metode Rakit Apung

Penanaman rumput laut dengan metode rakit apung yaitu dengan

menggunakan rakit dari bambu. Ukuran rakit dapat disesuaikan dengan kondisi

perairan sehingga mudah untuk pengamanan rumput laut yang ditanam, untuk

menahan rakit bambu dari arus dipergunakan tali penahan ukuran 9 mm dan

menahan pada bagian dasar digunakan patok sebagai jangkar. Bibit dikaitkan pada

tali plastik masing-masing simpul yang telah direntangkan pada rakit dengan

ukuran 100-150 gram. Metode ini cocok dilakukan di daerah berkarang, karena

pergerakan airnya di dominasi oleh ombak sehingga penanamannya menggunakan

rakit kayu atau bambu. Kerugiannya adalah rakit apung bisa hancur di hantam

ombak bila di perairan tidak berkarang dan untuk membuatnya pun dibutuhkan

keterampilan khusus.

d. Metode Longline

Metode ini merupakan metode budidaya rumput laut terbaru saat ini.

Metode ini menggunakan tali panjang 50-100 meter yang dibentangkan, dan pada

kedua ujungnya diberi jangkar serta pelampung besar. Setiap 25 meter diberi

pelampung utama terbuat dari drum plastik. Metode ini sangat baik dipakai

disemua jenis substrat perairan dan hasil produksinya pun tinggi. Kerugiannya

adalah rumput laut harus sering dicek kebersihannya dari kotoran-kotoran yang

menempel (Sugiarto, 2011).


BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei – Juni 2022. Penelitian ini

akan dilaksanakan di tambak tradisional Kelurahan Pallette, Kecamatan Tanete

Riattang Timur, Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan.

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah sebagai

berikut :

Tabel 3.1 Alat dan kegunaannya


Alat Kegunaan
Thermometer Untuk mengukur suhu air
Kertas lakmus Untuk mengukur pH air
Untuk mengukur kadar oksigen
DO meter
dalam air
Untuk mengukur kadar
Refraktometer
garam/salinitas air
Sechi disk Untuk mengukur kecerahan air
Botol Plastik Untuk menjadi pelampung
Batu Untuk pemberat
Tali Polithelin Untuk mengikat rumput laut
Timbangan Untuk menimbang rumput laut
Penggaris Untuk mengukur jarak rumput laut
Gunting/pisau Untuk memotong tali

Tabel 3.2 Bahan dan kegunaanya


Bahan Kegun
Rumput Laut Gracilaria verrucosa Biotaaan
yang diteliti
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Persiapan media Penelitian

Persiapan yang dilakukan yaitu menyediakan alat ukur kualitas air, serta

alat lainnya dan bahan untuk penelitian seperti yang tertera dalam tabel 1.

Adapun wadah yang akan digunakan pada penelitian ini adalah tambak milik

masyarakat Waetuo yang berukuran ±80 are untuk sistem polikultur dan 50 are

untuk sistem monokultur.

a. Persiapaan Tambak

Persiapan tambak sebelum digunakan, petak tambak yang akan

dijadikan lokasi budidaya dilakukan pengeringan petak tambak dengan cara

dijemur sampai kering. Pembersihan saluran air dari kotoran, gulma, dan

perbaikan pendagkalan. Pemberantasan hama dilaukan dengan aplikasi

saponim ± 50 kg/ha. Pemasukan air kedalam petak tambak dilaukan sampai

kedalaman 60 cm, dibiarkan tergenang selama 24 jam, kemudian dibilas dengan

cara membuang total air rendaman saat surut sampai kering selama 1-2 hari.

Pemupukan dasar tambak dilaukan dengan pupuk urea dan TSP dengan dosis 10

kg/ha dan selanjutnya pengisian air dilaukan secara bertahap sampai mencapai

60 cm di atas pelataran tambak, dibiarkan selama dua minggu dan siap

ditanami bibit (Rosmiati et. al 2019).

Sebelum benih/bibit ditebar ke dalam petakan tambak, dilakukan kegiatan

persiapan lahan terlebih dahulu yaitu membersihkan dasar petakan tambak dari
hewan-hewan predator. Beberapa hal yang harus dilakukan dalam rangka

persiapan lahan petakan tambak (setelah panen dan sebelum penanaman).

- Pengangkatan dasar tambak atau lumpur ke atas pematang

dan setelah kering dimasukkan kembali ke dalam tambak;

- Saluran air yang ditumbuhi lumut maupun ditutupi tanah dasar

tambak dibersihkan untuk menjaga sirkulasi air agar tetap

lancar;

- Pemilihan lokasi sebaiknya dengan kondisi pH dan salinitas air yang

mendukung pertumbuhan, sehingga memperoleh hasil usaha budidaya yang

optimal

b. Penyediaan Bibit Rumput Laut

Penyediaan bibit rumput laut awalnya dilakukan dengan koordinasi dan

bantuan dari pembudidaya yang mengembangkan bibit jenis rumput laut pilihan,

yang telah teruji dan memenuhi persyaratan mutu, baik untuk pasar lokal maupun

pasar ekspor.

Pemilihan bibit dalam budidaya rumput laut merupakan hal yangsangat

penting. Hal hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut:

- Bibit yang berupa stek dipilih dari tanaman yang segar, dapat

diambil dari alam, tanaman budidaya, atau hasil kultur jaringan.

perbanyakan bibit dapat dilakukan melalui pemotongan (Vegetatif)

setelah bibit berumur 2 - 4 minggu.

- Bibit unggul mempunyai ciri-ciri bercabang banyak, berujung

runcing dan rimbun, berwarna cerah yaitu coklat cerah atau hijau
cerah.

- Pengangkutan bibit harus dilakukan dengan hati-hati dan cermat,

dimana bibit harus tetap dalam keadaan basah.

Yang harus diperhatikan dalam membawa bibit rumput laut agar tidak

terjadi kematian selama dalam perjalanan adalah:

- Bibit harus tetap dalam kemasan basah/lembab selama dalam

perjalanan;

- Tidak terkena air tawar atau hujan;

- Tidak terkena minyak atau kotoran-kotoran lain;

- Jauh dari sumber panas seperti mesin kendaraan.

c. Persiapan dan penanaman bibit

a. Tancapkan balok kayu atau bambu diameter 3 - 5 cm sepanjang 2,0 m

pada setiap sudut sebagai patok untuk membentangkan tali bentang bibit

Gracilaria.

b. Ukuran luas petak untuk pembibitan rumput laut sangat bergantung

kepada kemampuan penanganan dan ketersediaan luasan tambak. Petak

tali bentang berukuran luas 50 m x 30 m yang dapat memuat 50 tali

bentangan.

c. Jarak antar tali rumpun yang dipasang pada tali bentang antara 15 - 25 cm,

dengan panjang tali bentang sekitar 30 - 50 m. Setiap tali bentangan

memuat 200 - 330 titik rumpun bibit untuk diseleksi. Jarak antar tali

rumpun harus sama sehingga rumpun bibit memiliki ketersediaan ruang

yang sama untuk pertumbuhan, termasuk kesempatan dalam memperoleh


nutrisi dari perairan. Ikat bibit rumput laut pada simpul – simpul tali

kemudian dibentangkan di bawah permukaan air tambak pada kedalaman

10 - 20 cm.

d. Jarak antar rumpun bibit 10 - 20 cm

e. Bibit yang sudah terikat pada tali dibentangkan memanjang dari satu sisi

tambak dengan mengikatkan pada patok - patok kayu/bambu.

Gambar 3.3 Penanaman G. Verrucosa

Anda mungkin juga menyukai