GARAM
Gita Sonata N.A Lay, Teguh Wicaksono, Oktaviani R. Temba, Faustianus A. Remu, Umbu
K. Hamahangga, Febiantoro R.H. Pawulung, Yosep K. Konda, Yeni Wenda, Fakri U.
Ndonang, Andreas K. Ndilu.
Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas
Kristen Wira Wacana Sumba, Jl R. Suprapto No. 35, Waingapu, Prailiu, Sumba Timur,
Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur
Abstrak
Usaha peningkatan produksi garam nasional belum berkembang, termasuk dalam usaha peningkatan kualitasnya.
Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan rumput laut Gracilaria verrucosa sebagai bahan baku dalam pembuatan
garam. Gracilaria verrucosa merupakan jenis rumput laut merah yang termasuk dalam Agarophyte (Kusuma et al.,
2013). Rumput laut merah merupakan sumber utama senyawa hidrokoloid, misalnya agar, alginat, dan karaginan.
Alat yang digunakan dalam praktikum ialah sebagai berikut: Gelas ukur pyrex 1000 mL, termometer, alcohol, kompor
listrik, gelas/tabung erlemeyer 500 mL, labu takar 100 mL, pipet tetes 5 mL, sudip/spatula, DO meter, oven dan
desikator. Bahan yang digunakan dalam praktikum ialah sebagai berikut: Rumput laut, akuades. Metode yang
digunakan yaitu pengambilan sampel di Pantai Walakiri dan dilakukan pengjian kualitas air berupa pengukuran
Oksigen terlarut dan suhu air, kemudian dilakukan preparasi sampel di Laboratorium Unkriswina Sumba, dilakukan
pengeringan dan dilakukan pengujian kadar air dan abu. Setelah itu dilakukan penghalusan menggunakan blender lalu
dipanaskan tepung rumput laut dan akuades 1:10 (b/v) pada suhu 55°C selama 3 jam, penyaringan menggunakan kain
nylon 500 mesh, filtrate, pengeringan pada suhu 60°C menggunakan oven listrik selama 48 jam, dilakukan analisis
rendemen dan pengujian organoleptik. Hasil yang diperoleh yaitu DO 19,9, suhu 31,4, kadar air 53,89, rendemen
18,84 dan organoleptic (rasa asin dan aroma yang khas, warna coklat dan tekstur yang kasar).
Kata kunci : Gracillaria verrucosa, garam, suhu, oksigen terlarut, organoleptic, kadar air, kadar abu, rendemen.
PENDAHULUAN
Rumput laut telah digunakan sebagai makanan di banyak negara Asia termasuk Indonesia,
Malaysia, Filipina, Singapura, Vietnam dan Taiwan. Pemerintah menjadikan rumput laut sebagai
salah satu dari empat komoditi industrialisasi utama perikanan selain udang, kepiting dan tuna.
Volume dan nilai ekspor rumput laut menduduki urutan kedua komoditas hasil perikanan budidaya
setelah udang. Produksi rumput laut pada tahun 2011 yaitu 5,1 juta ton dan mengalami peningkatan
pada tahun 2013 mencapai 9,31 juta ton, pada tahun 2016 menjadi 11,69 juta ton, namun pada
tahun 2017 mengalami penurunan menjadi 8,2 juta ton (KKP 2017).
Sumba Timur adalah salah satu kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang
memproduksi rumput laut, pada tahun 2018 lalu, produksi rumput laut secara keseluruhan di
Sumba Timur sebesar 30.054,49 ton. Fokus produksi rumput laut dilakukan dengan mendirikan
Sumba Timur sebagai salah satu Pusat Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) yang
diselenggarakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Rumput laut merah telah banyak
digunakan baik pada industri pangan maupun non pangan.Pemanfatan rumput laut merah pada
industri pangan dalam bentuk pangan olahan berupa manisan rumput laut, dodol rumput laut, kopi
rumput larut serta olahan lainnya seperti garam. Salah satu jenis rumput laut merah yaitu
Gracillaria verrucosa. Pembuatan garam dari rumput laut merupakan salah satu cara
memanfaatkan bahan alami yang memiliki aktivitas antioksidan. Praktikum ini dilakukan untuk
menentukan waktu dan suhu terbaik dalam pembuatan garam rumput laut serta kadar air, abu,
rendemen dan wana.
KESIMPULAN
Hasil yang diperoleh yaitu DO 19,9, suhu 31,4, kadar air 53,89, rendemen 18,84 dan organoleptic
(rasa asin dan aroma yang khas, warna coklat dan tekstur yang kasar).
DAFTAR PUSTAKA
Kusuma W,I et al. 2013. Pengaruh Konsentrasi NaOH yang Berbeda Terhadaap Mutu Agar
Rumput Laut Gracilaria verrucosa. Journal Of Marine Research. 2(2): 120-129
KKP. 2017. Kelautan dan Perikanan Dalam Angka. Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Dawes, C. J. 1981. Marine Botany. John Wiley and Sons. New York. 497
Sjafrie, NDM. 1990. Beberapa Catatan Mengenai Rumput Laut Gracilaria. ISSN 0216-1877
Aslan LM. 1998. Budidaya Rumput Laut. Jakarta. Penerbit Kanisius.
Hoyle DM. 1975. The literature pertinent to the red algae genus Gracilaria in Hawaii. Marine
Agronomy US Sea Grant Program. Hawaii.
Romimohtarto,K. dan S. Juwana. 2001. Biologi Laut: Ilmu Pengetahuan tentang Biota
Laut.Puslitbang Oseanologi LlPI. Jakarta. 527
Hutagalung, H.P. 1988. Pengaruh Suhu Terhadap Kehidupan Organisme Laut. Pewarta Oseana.
LON-LIPI Jakarta .13 : 153-163.
Dawes, C.J., 1981. Marine Botany. John Wiley Dawson University of South Florida New York.
Lee, S. H., T. Sakai., Y. Saito., H. Utsunomiya., dan N. Tsuji. 1999, “Streng then ing of Sheet-
Rolled Aluminium Based MMC bt The ARB Process”, (12): 1422-1428.
Salmin. 2000. Oksigen terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) sebagai salah satu
indikator untuk menentukan kualitas perairan. Oseana. Volume XXX (3). Hlm. 21 – 26.
Wardoyo, S.T.H. 1981. Kriteria Kualitas Air Untuk Pertanian dan Perikanan. Training Analisa
Dampak Lingkungan. PPLH-IPB, PUSDI. PSL. IPB. Bogor.
Haslam, S.M. 1995. River Pollution and Ecological Perspective. John Wiley and Sons, Chichester,
UK.
Sukamulyo, S. 1989. Mempelajari cara ekstraksi dengan praperlakuan asam dalam pembuatan agar
dari Gelidium sp. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor